MATERI KULIAH KIMIA DASAR

MATERI KULIAH KIMIA DASAR DAFTAR ISI

Bab I. Stoikiometri A. Hukum-Hukum Dasar Ilmu Kimia B. Massa Atom Dan Massa Rumus C. Konsep Mol D. Persamaan Reaksi Bab II. Hitungan Kimia Hitungan Kimia Bab III. Termokimia A. Reaksi Eksoterm Dan Rekasi Endoterm B. Perubahan Entalpi C. Penentuan Perubahan Entalpi dan Hukum Hess D. Energi-Energi Dan Ikatan Kimia

  Bab IV. Sistem Koloid Bab IV. Sistem Koloid

  A.

  A.

  

  B.

  B.

   C.

  C.

   D.

D. Pembuatan Koloid Pembuatan Koloid

Bab V. Kecepatan Reaksi Bab V. Kecepatan Reaksi A. A. Konsentrasi Dan Kecepatan Reaksi Konsentrasi Dan Kecepatan Reaksi B. B. Orde Reaksi Orde Reaksi C. C. Teori Tumbukan Dan Keadaan Transisi Teori Tumbukan Dan Keadaan Transisi D. D. Tahap Menuju Kecepatan Reaksi Tahap Menuju Kecepatan Reaksi E. E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Reaksi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Reaksi Bab VI. Kesetimbangan Kimia Bab VI. Kesetimbangan Kimia A. A. Keadaan Kesetimbangan Keadaan Kesetimbangan B. B. Hukum Kesetimbangan Hukum Kesetimbangan C. C. Pergeseran Kesetimbangan Pergeseran Kesetimbangan D. D. Pengaruh Katalisator Terhadap Kesetimbangan Dan Hubungan Pengaruh Katalisator Terhadap Kesetimbangan Dan Hubungan Antara Antara Harga Kc Dengan Kp Harga Kc Dengan Kp E. E. Kesetimbangan Disosiasi Kesetimbangan Disosiasi Bab VII. Larutan Bab VII. Larutan

Bab VIII. Eksponen Hidrogen A. Pendahuluan B. Menyatakan pH Larutan Asam C. Menyatakan pH Larutan Basa D. Larutan Buffer (penyangga) E. Hidrolisis F. Garam Yang Terbentuk Dari Asam Kuat Dan Basa Lemah G. Garam Yang Terbentuk Dari Asam Lemah Dan Basa Kuat Bab IX. Teori Asam-Basa Dan Stokiometri Larutan A. Teori Asam Basa B. Stokiometri Larutan Bab X. Zat Radioaktif A. Keradioaktifan Alam B. Keradioaktifan Buatan, Rumus Dan Ringkasan Bab XI. Kimia Lingkungan Kimia Lingkungan Bab XII. Kimia Terapan Dan Terpakai Kimia Terapan Dan Terpakai

  Bab XIII. Sifat Koligatif Larutan

  A.

  B. Didih

  C.

  D.

  Bab XIV. Hasil Kali Kelarutan A.

Bab XVI. Struktur Atom A. Pengertian Dasar B. Model Atom C. Bilangan-Bilangan Kuantum D. Konfigurasi Elektron Bab XVII. Sistem Periodik Unsur-Unsur Sistem Periodik Unsur-Unsur Bab XVIII. Ikatan Kimia A. Peranan Elektron Dalam Ikatan Kimia B. Ikatan ion = Elektrovalen = Heteropolar C. Ikatan Kovalen = Homopolar D. Ikatan Kovalen Koordinasi = Semipolar E. Ikatan Logam, Hidrogen, Van Der Walls F. Bentuk Molekul

  Bab XIX. Hidrokarbon

  A.

  B.

  C.

  D.

  E.

  F.

  G.

  H.

  I.

  Bab XX. Gas Mulia

Bab XXIII. Unsur-Unsur Alkali Tanah A. Sifat Golongan Unsur Alkali Tanah B. Sifat Fisika Dan Kimia Unsur Alkali Tanah C. Kelarutan Unsur Alkali Tanah D. Pembuatan Logam Alkali Tanah E. Kesadahan. Bab XXIV. Unsur-Unsur Periode Ketiga Sifat-Sifat Periodik, Fisika Dan Kimia Bab XXV. Unsur-Unsur Transisi Periode Keempat A. Pengertian Unsur Transisi B. Sifat Periodik C. Sifat Fisika Dan Kimia D. Sifat Reaksi Dari Senyawa-Senyawa Krom Dan Mangan E. Unsur-Unsur Transisi Dan Ion Kompleks Bab XXVI. Gas Hidrogen A. Sifat Fisika Dan Kimia B. Pembuatan

  STOIKIOMETRI STOIKIOMETRI adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari hubungan kuantitatif dari komposisi zat-zat kimia dan reaksi-reaksinya.

HUKUM-HUKUM DASAR ILMU KIMIA

  1. HUKUM KEKEKALAN MASSA = HUKUM LAVOISIER "Massa zat-zat sebelum dan sesudah reaksi adalah tetap".

  Contoh: hidrogen + oksigen hidrogen oksida (4g) (32g) (36g)

  2. HUKUM PERBANDINGAN TETAP = HUKUM PROUST

"Perbandingan massa unsur-unsur dalam tiap-tiap senyawa

adalah tetap"

  Contoh:

  a. Pada senyawa NH3 : massa N : massa H = 1 Ar . N : 3 Ar . H = 1 (14) : 3 (1) = 14 : 3

  b. Pada senyawa SO3 : massa S : massa 0 = 1 Ar . S : 3 Ar . O = 1 (32) : 3 (16) = 32 : 48 = 2 : 3

  Keuntungan dari hukum Proust:

  bila diketahui massa suatu senyawa atau massa salah satu unsur yang membentuk senyawa tersebut make massa unsur lainnya dapat diketahui.

  Contoh:

  Berapa kadar C dalam 50 gram CaCO3 ? (Ar: C = 12; 0 = 16; Ca=40) Massa C = (Ar C / Mr CaCO3) x massa CaCO3 = 12/100 x 50 gram = 6 gram Kadar C = massa C / massa CaCO3 x 100% = 6/50 x 100 % = 12%

  3. HUKUM PERBANDINGAN BERGANDA = HUKUM DALTON

  "Bila dua buah unsur dapat membentuk dua atau lebih senyawa untuk massa salah satu unsur yang sama banyaknya maka perbandingan massa unsur kedua akan berbanding sebagai bilangan bulat dan sederhana".

  Contoh:

  Bila unsur Nitrogen den oksigen disenyawakan dapat terbentuk, NO dimana massa N : 0 = 14 : 16 = 7 : 8 NO dimana massa N : 0 = 14 : 32 = 7 : 16 2 Untuk massa Nitrogen yang same banyaknya maka perbandingan massa Oksigen pada senyawa NO : NO2 = 8 :16 = 1 : 2

  4. HUKUM-HUKUM GAS

  Untuk gas ideal berlaku persamaan : PV = nRT dimana: P = tekanan gas (atmosfir) V = volume gas (liter) n = mol gas R = tetapan gas universal = 0.082 lt.atm/mol Kelvin Perubahan-perubahan dari P, V dan T dari keadaan 1 ke keadaan 2 dengan kondisi-kondisi tertentu dicerminkan dengan hukum-hukum berikut:

  a. HUKUM BOYLE

  Hukum ini diturunkan dari persamaan keadaan gas ideal dengan n1 = n2 dan T1 = T2 ; sehingga diperoleh : P1 V1 = P2 V2 Contoh: Berapa tekanan dari 0 5 mol O2 dengan volume 10 liter jika pada temperatur tersebut 0.5 mol NH3 mempunyai volume 5 liter den tekanan 2 atmosfir ? Jawab: P1 V1 = P2 V2 2.5 = P2 . 10  P2 = 1 atmosfir

  b. HUKUM GAY-LUSSAC

"Volume gas-gas yang bereaksi den volume gas-gas hasil reaksi bile

  diukur pada suhu dan tekanan yang sama, akan berbanding sebagai bilangan bulat den sederhana".

  Jadi untuk: P1 = P2 dan T1 = T2 berlaku : V1 / V2 = n1 / n2

  Contoh:

  Hitunglah massa dari 10 liter gas nitrogen (N2) jika pada kondisi tersebut 1 liter gas hidrogen (H2) massanya 0.1 g. Diketahui: Ar untuk H = 1 dan N = 14 Jawab: V1/V2 = n1/n2  10/1 = (x/28) / (0.1/2)  x = 14 gram Jadi massa gas nitrogen = 14 gram.

  c. HUKUM BOYLE-GAY LUSSAC

  Hukum ini merupakan perluasan hukum terdahulu den diturukan dengan keadaan harga n = n2 sehingga diperoleh persamaan: P1 . V1 / T1 = P2 . V2 / T2

  d. HUKUM AVOGADRO

  "Pada suhu dan tekanan yang sama, gas-gas yang volumenya sama mengandung jumlah mol yang sama. Dari pernyataan ini ditentukan bahwa pada keadaan STP (0o C 1 atm) 1 mol setiap gas volumenya 22.4 liter volume ini disebut sebagai volume molar gas.

  Contoh:

  Berapa volume 8.5 gram amoniak (NH3) pada suhu 27o C dan tekanan 1 atm ?

  Jawab: 85 g amoniak = 17 mol = 0.5 mol

  Volume amoniak (STP) = 0.5 x 22.4 = 11.2 liter Berdasarkan persamaan Boyle-Gay Lussac: P1 . V1 / T1 = P2 . V2 / T2 1 x 112.1 / 273 = 1 x V2 / (273 + 27) V2 = 12.31 liter 

B. MASSA ATOM DAN MASSA RUMUS

  1. Massa Atom Relatif (Ar)

  merupakan perbandingan antara massa 1 atom dengan 1/12 massa 1 atom karbon 12

  2. Massa Molekul Relatif (Mr)

  merupakan perbandingan antara massa 1 molekul senyawa dengan 1/12 massa 1 atom karbon 12.

  Massa molekul relatif (Mr) suatu senyawa merupakan penjumlahan dari massa atom unsur-unsur penyusunnya.

  Contoh:

  Jika Ar untuk X = 10 dan Y = 50 berapakah Mr senyawa X2Y4 ?

  Jawab:

C. KONSEP MOL

  1 mol adalah satuan bilangan kimia yang jumlah atom-atomnya atau molekul-molekulnya sebesar bilangan Avogadro dan massanya = M r senyawa itu.

  Jika bilangan Avogadro = L maka : L = 6.023 x 1023 1 mol atom = L buah atom, massanya = Ar atom tersebut.

  1 mol molekul = L buah molekul massanya = Mr molekul tersehut. Massa 1 mol zat disebut sebagai massa molar zat

  Contoh:

  Berapa molekul yang terdapat dalam 20 gram NaOH ?

  Jawab:

  Mr NaOH = 23 + 16 + 1 = 40 mol NaOH = massa / Mr = 20 / 40 = 0.5 mol Banyaknya molekul NaOH = 0.5 L = 0.5 x 6.023 x 1023 = 3.01 x 1023 molekul.

D. PERSAMAAN REAKSI

PERSAMAAN REAKSI MEMPUNYAI SIFAT

  1. Jenis unsur-unsur sebelum dan sesudah reaksi selalu sama

  2. Jumlah masing-masing atom sebelum dan sesudah reaksi selalu sama

  

3. Perbandingan koefisien reaksi menyatakan perbandingan mol

(khusus yang berwujud gas perbandingan koefisien juga menyatakan perbandingan volume asalkan suhu den tekanannya sama)

  Contoh: Tentukanlah koefisien reaksi dari HNO3 (aq) + H2S (g) NO (g) + S (s) + H2O (l)

   Cara yang termudah untuk menentukan koefisien reaksinya adalah dengan memisalkan koefisiennya masing-masing a, b, c, d dan e sehingga: a HNO3 + b H2S c NO + d S + e H2O Berdasarkan reaksi di atas maka atom N : a = c (sebelum dan sesudah reaksi) atom O : 3a = c + e 3a = a + e e = 2a atom H : a + 2b = 2e = 2(2a) = 4a ; 2b = 3a ; b = 3/2 a atom S : b = d = 3/2 a

Maka agar terselesaikan kita ambil sembarang harga misalnya a = 2

berarti: b = d = 3, dan e = 4 sehingga persamaan reaksinya :

HITUNGAN KIMIA

  Hitungan kimia adalah cara-cara perhitungan yang berorientasi pada hukum-hukum dasar ilmu kimia.

  Dalam hal ini akan diberikan bermacam-macam contoh soal hitungan kimia beserta pembahasanya.

  Contoh-contoh soal :

  

1. Berapa persen kadar kalsium (Ca) dalam kalsium karbonat ? (Ar: C

= 12 ; O= 16 ; Ca=40) Jawab :

   1 mol CaCO , mengandung 1 mol Ca + 1 mol C + 3 mol O 3 Mr CaCO = 40 + 12 + 48 = 100 3 Jadi kadar kalsium dalam CaCO3 = 40/100 x 100% = 40%

  

2. Sebanyak 5.4 gram logam alumunium (Ar = 27) direaksikan dengan

asam klorida encer berlebih sesuai reaksi :

2 Al (s) + 6 HCl (aq) 2 AlCl (aq) + 3 H2 (g)

  3 Berapa gram aluminium klorida dan berapa liter gas hidrogen yang

   Jawab:

  Dari persamaan reaksi dapat dinyatakan 2 mol Al x 2 mol AlCl 3 mol H2 3 5.4 gram Al = 5.4/27 = 0.2 mol Jadi: AlCl yang terbentuk = 0.2 x Mr AlCl = 0.2 x 133.5 = 26.7 gram 3 o 3 Volume gas H2 yang dihasilkan (0

  C, 1 atm) = 3/2 x 0.2 x 2 = 0,6 liter

  3. Suatu bijih besi mengandung 80% Fe2O3 (Ar: Fe=56; O=16). Oksida ini direduksi dengan gas CO sehingga dihasilkan besi. Berapa ton bijih besi diperlukan untuk membuat 224 ton besi ?

  Jawab:

  1 mol Fe2O3 mengandung 2 mol Fe maka : massa Fe2O3 = ( Mr Fe2O3/2 Ar Fe ) x massa Fe = (160/112) x 224 = 320 ton Jadi bijih besi yang diperlukan = (100 / 80) x 320 ton = 400 ton

  4. Untuk menentukan air kristal tembaga sulfat 24.95 gram garam tersebut dipanaskan sampai semua air kristalnya menguap. Setelah pemanasan massa garam tersebut menjadi 15.95 gram. Berapa banyak air kristal yang terkandung dalam garam tersebut ?

  Jawab :

  misalkan rumus garamnya adalah CuSO4 . xH2O CuSO4 . xH2O CuSO4 + xH2O 24.95 gram CuSO4 . xH2O = 15.95 + x mol 15.95 gram CuSO4 = 15.95 mol = 1 mol menurut persamaan reaksi di atas dapat dinyatakan bahwa: banyaknya mol CuS04 . xH2O = mol CuSO4; sehingga persamaannya 24.95/ (15.95 + x) = 1 x = 9 Jadi rumus garamnya adalah CuS04 . 9H2O

  Rumus Empiris dan Rumus Molekul

Rumus empiris adalah rumus yang paling sederhana dari suatu senyawa.

  Rumus ini hanya menyatakan perbandingan jumlah atom-atom yang terdapat dalam molekul. Rumus empiris suatu senyawa dapat ditentukan apabila diketahui salah satu:

  • massa dan Ar masing-masing unsurnya
  • % massa dan Ar masing-masing unsurnya
  • perbandingan massa dan Ar masing-masing unsurnya Rumus molekul: bila rumus empirisnya sudah diketahui dan Mr juga diketahui maka rumus molekulnya dapat ditentukan

  Contoh 1: Suatu senyawa C den H mengandung 6 gram C dan 1 gram H.

  Tentukanlah rumus empiris dan rumus molekul senyawa tersebut bila diketahui Mr nya = 28 ! Jawab:

  mol C : mol H = 6/12 : 1/1 = 1/2 : 1 = 1 : 2 Jadi rumus empirisnya: (CH2)n Bila Mr senyawa tersebut = 28 maka: 12n + 2n = 28 14n = 28 n = 2 Jadi rumus molekulnya : (CH2)2 = C2H4

  Contoh 2:

Untuk mengoksidasi 20 ml suatu hidrokarbon (CxHy) dalam keadaan gas

diperlukan oksigen sebanyak 100 ml dan dihasilkan CO2 sebanyak 60 ml. Tentukan rumus molekul hidrokarbon tersebut ! Jawab:

  Persamaan reaksi pembakaran hidrokarbon secara umum CxHy (g) + (x + 1/4 y) O2 (g) x CO2 (g) + 1/2 y H2O (l) Koefisien reaksi menunjukkan perbandingan mol zat-zat yang terlibat dalam reaksi.

  Menurut Gay Lussac gas-gas pada p, t yang sama, jumlah mol berbanding lurus dengan volumenya

  Maka: mol CxHy mol O2 : mol CO2 = 1 (x + 1/4y) : x mol CxHy mol O2 : mol CO2 = 1 (x + 1/4y) : x

  20 100 60 =1 (x + 1/4y) : x 20 100 60 =1 (x + 1/4y) : x

  1

  5 3 =1 (x + 1/4y) : x

  1

  5 3 =1 (x + 1/4y) : x atau:

  1 : 3 = 1 : x x = 3  1 : 5 = 1 : (x + 1/4y) y = 8

  Jadi rumus hidrokarbon tersebut adalah : C3H8

BAB III TERMOKIMIA A. Reaksi Eksoterm Dan Endoterm

  1. Reaksi Eksoterm Pada reaksi eksoterm terjadi perpindahan kalor dari sistem ke lingkungan atau pada reaksi tersebut dikeluarkan panas.

  Pada reaksi eksoterm harga ΔH = ( - ) Contoh : C(s) + O2(g) CO2(g) + 393.5 kJ ; ΔH = -393.5 kJ

  2. Reaksi Endoterm

  Pada reaksi endoterm terjadi perpindahan kalor dari lingkungan ke sistem atau pada reaksi tersebut dibutuhkan panas. Pada reaksi endoterm harga ΔH = ( + ) Contoh : CaCO3(s) CaO(s) + CO2(g) - 178.5 kJ ; ΔH = +178.5 kJ

B. Perubahan Entalpi

  Entalpi = H = Kalor reaksi pada tekanan tetap = Qp Perubahan entalpi adalah perubahan energi yang menyertai peristiwa perubahan kimia pada tekanan tetap.

  a. Pemutusan ikatan membutuhkan energi (= endoterm) Contoh: H2 2H - a kJ ; ∆H= +akJ

  b. Pembentukan ikatan memberikan energi (= eksoterm) Contoh: 2H H2 + a kJ ; ∆H = -a kJ

  Istilah yang digunakan pada perubahan entalpi :

  1. Entalpi Pembentakan Standar (∆Hf ): ∆H untak membentuk 1 mol persenyawaan langsung dari unsur- unsurnya yang diukur pada 298 K dan tekanan 1 atm.

  Contoh: H2(g) + 1/2 O2(g) H20 (l) ; ∆Hf = -285.85 kJ

  2. Entalpi Penguraian: ∆H dari penguraian 1 mol persenyawaan langsung menjadi unsur- unsurnya (= Kebalikan dari ∆H pembentukan).

   Contoh: H2O (l) H2(g) + 1/2 O2(g) ; ∆H = +285.85 kJ

  3. Entalpi Pembakaran Standar (∆Hc ): ∆H untuk membakar 1 mol persenyawaan dengan O dari udara 2 yang diukur pada 298 K dan tekanan 1 atm.

  Contoh: CH (g) + 2O (g) CO (g) + 2H O(l) ; ∆Hc = -802 kJ 4 2 2 2

  4. Entalpi Reaksi: ∆H dari suatu persamaan reaksi di mana zat-zat yang terdapat dalam persamaan reaksi dinyatakan dalam satuan mol dan koefisien-koefisien persamaan reaksi bulat sederhana.

  Contoh: 2Al + 3H SO Al (SO ) + 3H ; ∆H = -1468 kJ 2 4

2

4 3 2

  5. Entalpi Netralisasi: ∆H yang dihasilkan (selalu eksoterm) pada reaksi penetralan asam atau basa.

  Contoh: NaOH(aq) + HCl(aq) NaCl(aq) + H O(l) ; 2

  ∆H = -890.4 kJ/mol

6. Hukum Lavoisier-Laplace

  "Jumlah kalor yang dilepaskan pada pembentukan 1 mol zat dari unsur-unsurya = jumlah kalor yang diperlukan untuk menguraikan zat tersebut menjadi unsur-unsur pembentuknya." Artinya : Apabila reaksi dibalik maka tanda kalor yang terbentuk juga dibalik dari positif menjadi negatif atau sebaliknya

   Contoh:

  N2(g) + 3H2(g) 2NH3(g) ; ∆H = - 112 kJ

  2NH3(g) N2(g) + 3H2(g) ; ∆H = + 112 kJ

C. Penentuan Perubahan Entalpi Dan Hukum Hess

  1. Penentuan Perubahan Entalpi

  Untuk menentukan perubahan entalpi pada suatu reaksi kimia biasanya digunakan alat seperti kalorimeter, termometer dan sebagainya yang mungkin lebih sensitif. Perhitungan : ∆H reaksi = ∆ ; ∆Hfo produk - ∆ = ∆Hfo reaktan

  2. Hukum Hess

  "Jumlah panas yang dibutuhkan atau dilepaskan pada suatu reaksi kimia tidak tergantung pada jalannya reaksi tetapi ditentukan oleh keadaan awal dan akhir."

  Contoh:

  ∆ CO2(g) ; ∆ H = x kJ ∆ 1 tahap

  ∆ CO2(g) ; ∆ H = x kJ ∆ 1 tahap

  C(s) + O2(g)

  C(s) + O2(g)

  ∆ CO(g) ; ∆ H = y kJ ∆ 2 tahap

  ∆ CO(g) ; ∆ H = y kJ ∆ 2 tahap

  C(s) + 1/2 02(g)

  C(s) + 1/2 02(g)

  CO(g) + 1/2 O2(g) ∆ CO2(g) ; ∆ H = z kJ ∆ 2 tahap

  

CO(g) + 1/2 O2(g) ∆ CO2(g) ; ∆ H = z kJ ∆ 2 tahap

  • C(s) + O2(g)  ; H = y + z kJ  

  C(s) + O2(g)  ; H = y + z kJ

  CO2(g)

  CO2(g)

  Menurut Hukum Hess : x = y + z

D. Energi-Energi Dan Ikatan Kimia

  Reaksi kimia merupakan proses pemutusan dan pembentukan ikatan. Proses ini selalu disertai perubahan energi. Energi yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan kimia, sehingga membentuk radikal-radikal bebas disebut energi ikatan. Untuk molekul kompleks, energi yang dibutuhkan untuk memecah molekul itu sehingga membentuk atom-atom bebas disebut energi atomisasi.

  Harga energi atomisasi ini merupakan jumlah energi ikatan atom-atom dalam molekul tersebut. Untuk molekul kovalen yang terdiri dari dua atom seperti H2, 02, N2 atau HI yang mempunyai satu ikatan maka energi atomisasi sama dengan energi ikatan Energi atomisasi suatu senyawa dapat ditentukan dengan cara pertolongan entalpi pembentukan senyawa tersebut. Secara matematis hal tersebut dapat dijabarkan dengan persamaan :

  ∆ H reaksi = ∆ energi pemutusan ikatan - ∆ energi pembentukan ikatan ∆ H reaksi = ∆ energi pemutusan ikatan - ∆ energi pembentukan ikatan

  = ∆ energi ikatan di kiri - ∆ energi ikatan di kanan = ∆ energi ikatan di kiri - ∆ energi ikatan di kanan

  Contoh:

  Diketahui : energi ikatan C - H = 414,5 kJ/Mol C = C = 612,4 kJ/mol C - C = 346,9 kJ/mol H - H = 436,8 kJ/mol Ditanya: ∆H reaksi = C2H4(g) + H2(g) C2H6(g)

  Jawab: Jawab:

  ∆ ∆

  H reaksi H reaksi

  = Jumlah energi pemutusan ikatan - Jumlah energi

  = Jumlah energi pemutusan ikatan - Jumlah energi

  pembentukan ikatan

  pembentukan ikatan

  = (4(C-H) + (C=C) + (H-H)) - (6(C-H) + (C-C))

  = (4(C-H) + (C=C) + (H-H)) - (6(C-H) + (C-C))

  = ((C=C) + (H-H)) - (2(C-H) + (C-C))

  = ((C=C) + (H-H)) - (2(C-H) + (C-C))

  = (612.4 + 436.8) - (2 x 414.5 + 346.9)

  = (612.4 + 436.8) - (2 x 414.5 + 346.9)

  = - 126,7 kJ = - 126,7 kJ

SISTEM KOLOID

A. SISTEM DISPERS DAN SISTEM KOLOID

1. SISTEM DISPERS

   a. Dispersi kasar (suspensi) : partikel zat yang didispersikan berukuran lebih besar dari 100 nm.

   b. Dispersi koloid: partikel zat yang didispersikan berukuran antara 1 nm - 100 nm.

   c. Dispersi molekuler (larutan sejati) : partikel zat yang didispersikan berukuran lebih kecil dari 1 nm.

  Sistem koloid pada hakekatnya terdiri atas dua fase, yaitu fase terdispersi dan medium pendispersi.

  Zat yang didispersikan disebut fase terdispersi sedangkan medium yang digunakan untuk mendispersikan disebut medium pendispersi.

2. JENIS KOLOID

  Sistem koloid digolongkan berdasarkan pada jenis fase terdispersi dan medium pendispersinya.

  • koloid yang mengandung fase terdispersi padat disebut sol.
  • koloid yang mengandung fase terdispersi cair disebut emulsi.

B. SIFAT-SIFAT KOLOID

  Sifat-sifat khas koloid meliputi :

  1. Efek Tyndall Efek Tyndall adalah efek penghamburan cahaya oleh partikel koloid. 2.

  2. Gerak Brown Gerak Brown adalah gerak acak, gerak tidak beraturan dari partikel koloid.

  

Koloid Fe(OH)3 bermuatan Koloid As2S3 bermuatan negatif

positif karena permukaannya karena permukaannya menyerap menyerap ion H+ ion S2-

  3. Adsorbsi

  Beberapa partikel koloid mempunyai sifat adsorbsi (penyerapan) terhadap partikel atau ion atau senyawa yang lain. Penyerapan pada permukaan ini disebut adsorbsi (harus dibedakan dari absorbsi yang artinya penyerapan sampai ke bawah permukaan).

  Contoh :

  (i) Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena permukaannya menyerap ion H+. (ii) Koloid As2S3 bermuatan negatit karena permukaannya menyerap ion S2.

  4. Koagulasi Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid dan membentuk

  endapan. Dengan terjadinya koagulasi, berarti zat terdispersi tidak lagi membentuk koloid. Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti pemanasan, pendinginan dan pengadukan atau secara kimia seperti penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan.

  5. Koloid Liofil dan Koloid Liofob Koloid ini terjadi pada sol yaitu fase terdispersinya padatan dan medium pendispersinya cairan.

  

Koloid Liofil: sistem koloid yang affinitas fase terdispersinya

besar terhadap medium pendispersinya.

  Contoh: sol kanji, agar-agar, lem, cat

  

Koloid Liofob: sistem koloid yang affinitas fase terdispersinya

kecil terhadap medium pendispersinya.

  Contoh: sol belerang, sol emas.

C. ELEKTROFERISIS DAN DIALISIS

  1. ELEKTROFERESIS

  Elektroferesis adalah peristiwa pergerakan partikel koloid yang bermuatan ke salah satu elektroda. Elektrotoresis dapat digunakan untuk mendeteksi muatan partikel koloid. Jika partikel koloid berkumpul di elektroda positif berarti koloid bermuatan negatif dan jika partikel koloid berkumpul di elektroda negatif berarti koloid bermuatan positif. Prinsip elektroforesis digunakan untuk membersihkan asap dalam suatu industri dengan alat Cottrell .

  2. DIALISIS

  Dialisis adalah proses pemurnian partikel koloid dari muatan-muatan yang menempel pada permukaannya.

D. PEMBUATAN KOLOID

1. Cara Kondensasi Cara kondensasi termasuk cara kimia.

  Kondensasi Prinsip : Partikel Molekular --------------> Partikel Koloid Reaksi kimia untuk menghasilkan koloid meliputi :

  a. Reaksi Redoks

  2 H2S(g) + SO2(aq) 3 S(s) + 2 H2O(l)

  b. Reaksi Hidrolisis

  FeCl3(aq) + 3 H2O(l) Fe(OH)3(s) + 3 HCl(aq)

  c. ReaksiSubstitusi

  2 H3AsO3(aq) + 3 H2S(g) As2S3(s) + 6 H2O(l)

  d. Reaksi Penggaraman

  Beberapa sol garam yang sukar larut seperti AgCl, AgBr, PbI2, BaSO4 dapat membentuk partikel koloid dengan pereaksi yang encer. AgNO3(aq) (encer) + NaCl(aq) (encer) AgCl(s) + NaNO3(aq)

2. Cara Dispersi

   Prinsip : Partikel Besar ----------------> Partikel Koloid

Cara dispersi dapat dilakukan dengan cara mekanik atau cara

kimia:

a. Cara Mekanik

   Cara ini dilakukan dari gumpalan partikel yang besar kemudian dihaluskan dengan cara penggerusan atau penggilingan.

   b. Cara Busur Bredig Cara ini digunakan untak membuat sol-sol logam.

  c. Cara Peptisasi

Cara peptisasi adalah pembuatan koloid dari butir-butir

kasar atau dari suatu endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi (pemecah). Contoh: - Agar-agar dipeptisasi oleh air ; karet oleh bensin. - Endapan NiS dipeptisasi oleh H2S ; endapan Al(OH)3 oleh

KECEPATAN REAKSI

A. KONSENTRASI DAN KECEPATAN REAKSI

  

Kecepatan reaksi adalah banyaknya mol/liter suatu zat yang

dapat berubah menjadi zat lain dalam setiap satuan waktu.

  Untuk reaksi: aA + bB mM + nN maka kecepatan reaksinya adalah:

1 (dA) 1 d(B) 1 d(M) 1 d(N)

V = - ------- - ------- = + -------- + --------- a dt b dt m dt n dt dimana:

  • -1/a . d(A) /dt= rA= kecepatan reaksi zat A = pengurangan konsentrasi

    zat A per satuan wakru.
  • 1/b . d(B) /dt= rB= kecepatan reaksi zat B = pengurangan konsentrasi zat B per satuan waktu.
  • -1/m . d(M) /dt= rM= kecepatan reaksi zat M = penambahan konsentrasi

    zat M per satuan waktu.
  • -1/n . d(N) /dt= rN= kecepatan reaksi zat N = penambahan konsentrasi

  Pada umumnya kecepatan reaksi akan besar bila konsentrasi pereaksi cukup besar. Dengan berkurangnya konsentrasi pereaksi sebagai akibat reaksi, maka akan berkurang pula kecepatannya. Secara umum kecepatan reaksi dapat dirumuskan sebagai berikut:

  V = k(A) x (B) y dimana:

  V = kecepatan reaksi k = tetapan laju reaksi x = orde reaksi terhadap zat A y = orde reaksi terhadap zat B (x + y) adalah orde reaksi keseluruhan (A) dan (B) adalah konsentrasi zat pereaksi.

B. Orde Reaksi

  Orde reaksi adalah banyaknya faktor konsentrasi zat reaktan yang mempengaruhi kecepatan reaksi. Penentuan orde reaksi tidak dapat diturunkan dari persamaan reaksi tetapi hanya dapat ditentukan berdasarkan percobaan. Suatu reaksi yang diturunkan secara eksperimen dinyatakan dengan rumus kecepatan reaksi

  Contoh soal:

  0.1

  a. Tentukan orde reaksinya !

  0.3 0.1 108 Pertanyaan:

  48 5.

  0.1

  0.2

  36 4.

  0.3

  24 3.

  Dari reaksi 2NO(g) + Br 2 (g) 2NOBr(g) dibuat percobaan dan diperoleh data sebagai berikut:

  0.2

  0.1

  12 2.

  0.1

  0.1

  1.

  No. (NO) mol/l (Br 2 ) mol/l Kecepatan Reaksi mol / 1 / detik

  b. Tentukan harga k (tetapan laju reaksi) !

  Jawab:

  a Pertama-tama kita misalkan rumus kecepatan reaksinya adalah V = x y k(NO) (Br ) : jadi kita harus mencari nilai x den y. 2 Untuk menentukan nilai x maka kita ambil data dimana konsentrasi terhadap Br2 tidak berubah, yaitu data (1) dan (4).

  

Dari data ini terlihat konsentrasi NO naik 2 kali sedangkan kecepatan

reaksinya naik 4 kali maka : x 2 = 4 x = 2 (reaksi orde 2 terhadap NO)

  Untuk menentukan nilai y maka kita ambil data dimana konsentrasi terhadap NO tidak berubah yaitu data (1) dan (2). Dari data ini terlihat konsentrasi Br naik 2 kali, sedangkan kecepatan reaksinya naik 2 kali, 2 maka : y 2 = 2 y = 1 (reaksi orde 1 terhadap Br ) 2 2 Jadi rumus kecepatan reaksinya : V = k(NO) (Br ) (reaksi orde 3) 2 b Untuk menentukan nilai k cukup kita ambil salah satu data percobaan

  saja misalnya data (1), maka: 2 V = k(NO) (Br ) 2 2

C. Teori Tumbukan Dan Teori Keadaan Transisi

  Teori tumbukan didasarkan atas teori kinetik gas yang mengamati tentang bagaimana suatu reaksi kimia dapat terjadi. Menurut teori tersebut kecepatan reaksi antara dua jenis molekul A dan B sama dengan jumiah tumbukan yang terjadi per satuan waktu antara kedua jenis molekul tersebut. Jumlah tumbukan yang terjadi persatuan waktu sebanding dengan konsentrasi A dan konsentrasi B. Jadi makin besar konsentrasi A dan konsentrasi B akan semakin besar pula jumlah tumbukan yang terjadi.

  TEORI TUMBUKAN INI TERNYATA MEMILIKI BEBERAPA KELEMAHAN, ANTARA LAIN :

  • tidak semua tumbukan menghasilkan reaksi sebab ada energi tertentu yang harus dilewati (disebut energi aktivasi = energi

    pengaktifan) untak dapat menghasilkan reaksi. Reaksi hanya akan terjadi bila energi tumbukannya lebih besar atau sama dengan energi pengaktifan (E ). a

  • - molekul yang lebih rumit struktur ruangnya menghasilkan tumbukan yang tidak sama jumlahnya dibandingkan dengan molekul yang

Teori tumbukan di atas diperbaiki oleh tcori keadaan transisi atau teori

  

laju reaksi absolut . Dalam teori ini diandaikan bahwa ada suatu keadaan

  yang harus dilewati oleh molekul-molekul yang bereaksi dalam tujuannya menuju ke keadaan akhir (produk). Keadaan tersebut dinamakan keadaan transisi. Mekanisme reaksi keadaan transisi dapat ditulis sebagai berikut:

  

A + B ; T* --> C + D

dimana:

  • A dan B adalah molekul-molekul pereaksi
  • T* adalah molekul dalam keadaan transisi
  • C dan D adalah molekul-molekul hasil reaksi

  SECARA DIAGRAM KEADAAN TRANSISI INI DAPAT DINYATAKAN SESUAI KURVA BERIKUT Dari diagram terlibat bahwa energi pengaktifan (Ea) merupakan energi keadaan awal sampai dengan energi keadaan transisi. Hal tersebut berarti bahwa molekul-molekul pereaksi harus memiliki energi paling sedikit sebesar energi pengaktifan (Ea) agar dapat mencapai keadaan transisi (T*) dan kemudian menjadi hasil reaksi (C + D).

  Catatan : energi pengaktifan (= energi aktivasi) adalah jumlah energi minimum

  yang dibutuhkan oleh molekul-molekul pereaksi agar dapat melangsungkan reaksi.

D. Tahap Menuju Kecepatan Reaksi

  Dalam suatu reaksi kimia berlangsungnya suatu reaksi dari keadaan semula (awal) sampai keadaan akhir diperkirakan melalui beberapa tahap reaksi.

  Contoh: 4 HBr(g) + O2(g) 2 H2O(g) + 2 Br2(g)

  Dari persamaan reaksi di atas terlihat bahwa tiap 1 molekul O2 bereaksi dengan 4 molekul HBr. Suatu reaksi baru dapat berlangsung apabila ada tumbukan yang berhasil antara molekul-molekul yang bereaksi. Tumbukan sekaligus antara 4 molekul HBr dengan 1 molekul O2 kecil sekali kemungkinannya untuk berhasil. Tumbukan yang mungkin berhasil adalah tumbukan antara 2 molekul yaitu 1 molekul HBr dengan 1 molekul O2. Hal ini berarti reaksi di atas harus berlangsung dalam beberapa tahap dan

  Tahap 1: HBr + O (lambat) 2  HOOBr Tahap 2: HBr + HOOBr

  (cepat)  2HOBr Tahap 3: (HBr + HOBr O + Br ) x 2 (cepat)  H 2 2

4 HBr + O --> 2H O + 2 Br

  2 2 2 Dari contoh di atas ternyata secara eksperimen kecepatan

  berlangsungnya reaksi tersebut ditentukan oleh kecepatan reaksi pembentukan HOOBr yaitu reaksi yang berlangsungnya paling

  lambat.

  Rangkaian tahap-tahap reaksi dalam suatu reaksi disebut "mekanisme reaksi" dan kecepatan berlangsungnya reaksi keselurahan ditentukan oleh reaksi yang paling lambat dalam mekanisme reaksi. Oleh karena itu, tahap ini disebut tahap penentu kecepatan reaksi.

E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEPATAN REAKSI

  Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi antara lain konsentrasi, sifat zat yang bereaksi, suhu dan katalisator.

  1. KONSENTRASI

  Dari berbagai percobaan menunjukkan bahwa makin besar konsentrasi zat-zat yang bereaksi makin cepat reaksinya berlangsung. Makin besar konsentrasi makin banyak zat-zat yang bereaksi sehingga makinbesar kemungkinan terjadinya tumbukan dengan demikian makin besar pula kemungkinan terjadinya reaksi.

  2. SIFAT ZAT YANG BEREAKSI

  Sifat mudah sukarnya suatu zat bereaksi akan menentukan kecepatan berlangsungnya reaksi.

  Secara umum dinyatakan bahwa: - Reaksi antara senyawa ion umumnya berlangsung cepat.

  Hal ini disebabkan oleh adanya gaya tarik menarik antara ion-ion yang muatannya berlawanan. Contoh: Ca 2+ (aq) + CO 3 2+ (aq) CaCO 3 (s) Reaksi ini berlangsung dengan cepat.

  • - Reaksi antara senyawa kovalen umumnya berlangsung lambat.

  Hal ini disebabkan karena untuk berlangsungnya reaksi tersebut dibutuhkan energi untuk memutuskan ikatan-ikatan kovalen yang terdapat dalam molekul zat yang bereaksi. Contoh: CH 4 (g) + Cl 2 (g) CH

3

Cl(g) + HCl(g) Reaksi ini berjalan lambat reaksinya dapat dipercepat apabila diberi energi

  3. SUHU

  Pada umumnya reaksi akan berlangsung lebih cepat bila suhu dinaikkan. Dengan menaikkan suhu maka energi kinetik molekul-molekul zat yang bereaksi akan bertambah sehingga akan lebih banyak molekul yang memiliki energi sama atau lebih besar dari Ea. Dengan demikian lebih banyak molekul yang dapat mencapai keadaan transisi atau dengan kata lain kecepatan reaksi menjadi lebih besar. Secara matematis hubungan antara nilai tetapan laju reaksi (k) terhadap suhu dinyatakan oleh formulasi ARRHENIUS: -E/RT

  k = A . e dimana: k : tetapan laju reaksi A : tetapan Arrhenius yang harganya khas untuk setiap reaksi E : energi pengaktifan o o R : tetapan gas universal = 0.0821.atm/mol K = 8.314 joule/mol K o

  T : suhu reaksi ( K)

  4. KATALISATOR Katalisator adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi dengan

  maksud memperbesar kecepatan reaksi. Katalis terkadang ikut terlibat dalam reaksi tetapi tidak mengalami perubahan kimiawi yang permanen, dengan kata lain pada akhir reaksi katalis akan dijumpai kembali dalam

  

Fungsi katalis adalah memperbesar kecepatan reaksinya (mempercepat

  reaksi) dengan jalan memperkecil energi pengaktifan suatu reaksi dan dibentuknya tahap-tahap reaksi yang baru. Dengan menurunnya energi pengaktifan maka pada suhu yang sama reaksi dapat berlangsung lebih cepat

KESETIMBANGAN KIMIA

A. Keadaan Kesetimbangan

  Reaksi yang dapat berlangsung dalam dua arah disebut reaksi dapat balik. Apabila dalam suatu reaksi kimia, kecepatan reaksi ke kanan sama dengan kecepatan reaksi ke kiri maka, reaksi dikatakan dalam keadaan setimbang. Secara umum reaksi kesetimbangan dapat dinyatakan sebagai:

  A + B C + D ADA DUA MACAM SISTEM KESETIMBANGAN, YAITU :

1. Kesetimbangan dalam sistem homogen

a. Kesetimbangan dalam sistem gas-gas

  Contoh: 2SO 2 (g) + O 2 (g) 2SO 3 (g) b Kesetimbangan dalam sistem larutan-larutan

  Contoh: NH 4 OH(aq) NH 4 + (aq) + OH - (aq)

2. Kesetimbangan dalam sistem heterogen

  a. Kesetimbangan dalam sistem padat gas Contoh: CaCO (s) CaO(s) + CO (g) 3 2

  b. Kesetimbangan sistem padat larutan 2- + Contoh: BaSO (s) Ba (aq) + SO (aq) 4 2 4

c. Kesetimbangan dalam sistem larutan padat gas

2 Contoh: Ca(HCO ) (aq) CaCO (s) + H O(l) + CO (g)

  3 3 2 2 B. Hukum Kesetimbangan Hukum Dalam keadaan kesetimbangan pada suhu tetap, Guldberg maka hasil kali konsentrasi zat-zat hasil reaksi dibagi

dan Wange: dengan hasil kali konsentrasi pereaksi yang sisa

dimana masing-masing konsentrasi itu dipangkatkan dengan koefisien reaksinya adalah tetap.

  Pernyataan tersebut juga dikenal sebagai hukum kesetimbangan. Untuk reaksi kesetimbangan: a A + b B c C + d D maka: c d a b

  Kc = (C) x (D) / (A) x (B)

BEBERAPA HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN

  • Jika zat-zat terdapat dalam kesetimbangan berbentuk padat dan gas yang dimasukkan dalam, persamaan kesetimbangan hanya zat-zat yang berbentuk gas saja sebab konsentrasi zat padat adalah tetap dan nilainya telah terhitung dalam harga Kc itu.

  Contoh: C(s) + CO (g) 2CO(g) 2 2 K = (CO) / (CO ) c 2

  • Jika kesetimbangan antara zat padat dan larutan yang dimasukkan dalam perhitungan K hanya konsentrasi zat-zat yang larut saja. 2+ 2+ c

  Contoh: Zn(s) + Cu (aq) Zn (aq) + Cu(s) 2+ 2+ K = (Zn ) / (CO ) c

  • Untuk kesetimbangan antara zat-zat dalam larutan jika pelarutnya tergolong salah satu reaktan atau hasil reaksinya maka konsentrasi dari pelarut itu tidak dimasukkan dalam perhitungan Kc. - -

  Contoh: CH COO (aq) + H O(l) CH COOH(aq) + OH (aq) 3 2 3 - - K = (CH COOH) x (OH ) / (CH COO )

  Contoh soal:

  1. Satu mol AB direaksikan dengan satu mol CD menurut persamaan reaksi: AB(g) + CD(g) AD(g) + BC(g) Setelah kesetimbangan tercapai ternyata 3/4 mol senyawa CD berubah menjadi

AD dan BC. Kalau volume ruangan 1 liter, tentukan tetapan kesetimbangan untuk

reaksi ini ! Jawab: Perhatikan reaksi kesetimbangan di atas jika ternyata CD berubah (bereaksi) sebanyak 3/4 mol maka AB yang bereaksi juga 3/4 mol (karena koefsiennya sama). Dalam keadaan kesetimbangan: (AD) = (BC) = 3/4 mol/l (AB) sisa = (CD) sisa = 1 - 3/4 = 1/4 n mol/l K = [(AD) x (BC)]/[(AB) x (CD)] = [(3/4) x (3/4)]/[(1/4) x (1/4)] = 9 c

  2. Jika tetapan kesetimbangan untuk reaksi:

  A(g) + 2B(g) 4C(g)

  sama dengan 0.25, maka berapakah besarnya tetapan kesetimbangan bagi reaksi:

  

4

2

  • Untuk reaksi pertama: K = (C) /[(A) x (B) ] = 0.25
  • 1 Jawab: 1/2 2<
  • Untuk reaksi kedua : K = [(A) x (B)]/(C)
  • 2<
  • Hubungan antara K1 dan K2 dapat dinyatakan sebagai:
  • 2 K = 1 / (K ) K = 2 1 2 2 C. Pergeseran Kesetimbangan Azas Le Chatelier menyatakan : Bila pada sistem kesetimbangan

      diadakan aksi, maka sistem akan mengadakan reaksi sedemikian rupa sehingga pengaruh aksi itu menjadi sekecil-kecilnya. Perubahan dari keadaan kesetimbangan semula ke keadaan kesetimbangan yang baru akibat adanya aksi atau pengaruh dari luar itu dikenal dengan pergeseran kesetimbangan. Bagi reaksi:

      A + B C + D KEMUNGKINAN TERJADINYA PERGESERAN

      

    a. Dari kiri ke kanan, berarti A bereaksi dengan B memhentuk C dan D,

    sehingga jumlah mol A dan Bherkurang, sedangkan C dan D bertambah.

      b. Dari kanan ke kiri, berarti C dan D bereaksi membentuk A dan B. sehingga jumlah mol C dan Dherkurang, sedangkan A dan B bertambah.

    FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MENGGESER LETAK

      KESETIMBANGAN ADALAH :

      a. Perubahan konsentrasi salah satu zat

      b. Perubahan volume atau tekanan

      c. Perubahan suhu

    1. PERUBAHAN KONSENTRASI SALAH SATU ZAT

      Apabila dalam sistem kesetimbangan homogen, konsentrasi salah satu zat diperbesar, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah yang berlawanan dari zat tersebut. Sebaliknya, jika konsentrasi salah satu zat diperkecil, maka kesetimbangan akan bergeser ke pihak zat tersebut.

      Contoh: 2SO (g) + O (g) 2SO (g) 2 2 3

      , maka

    • Bila pada sistem kesetimbangan ini ditambahkan gas SO
    • 2 kesetimbangan akan bergeser ke k
    • Bila pada sistem kesetimbangan ini dikurangi gas O , maka
    • 2 kesetimbangan akan bergeser ke kiri.

      2. PERUBAHAN VOLUME ATAU TEKANAN

        Jika dalam suatu sistem kesetimbangan dilakukan aksi yang menyebabkan perubahan volume (bersamaan dengan perubahan tekanan), maka dalam sistem akan mengadakan berupa pergeseran

        Contoh :

        Jika tekanan diperbesar = volume diperkecil, kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah Koefisien Reaksi Kecil. Jika tekanan diperkecil = volume diperbesar, kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah Koefisien reaksi besar. Pada sistem kesetimbangan dimana jumlah koefisien reaksi sebelah kiri = jumlah koefisien sebelah kanan, maka perubahan tekanan/volume tidak menggeser letak kesetimbangan.

        N 2 (g) + 3H 2 (g) 2NH 3 (g) Koefisien reaksi di kanan = 2 Koefisien reaksi di kiri = 4

      • Bila pada sistem kesetimbangan tekanan diperbesar (= volume diperkecil), maka kesetimbangan akan bergeser ke kanan.
      • Bila pada sistem kesetimbangan tekanan diperkecil (= volume diperbesar), maka kesetimbangan akan bergeser ke kiri.

      PERUBAHAN SUHU

        Menurut Van't Hoff:

      • Bila pada sistem kesetimbangan subu dinaikkan, maka kesetimbangan reaksi akan bergeser ke arah yang membutuhkan kalor (ke arah reaksi endoterm).
      • Bila pada sistem kesetimbangan suhu diturunkan, maka kesetimbangan reaksi akan bergeser ke arah yang membebaskan kalor (ke arah reaksi eksoterm).

         Contoh:

        2NO(g) + O (g) 2NO (g) ; ΔH = -216 kJ 2 2 - Jika suhu dinaikkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke kiri.

      • Jika suhu diturunkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke kanan.

      D. Pengaruh Katalisator Terhadap Kesetimbangan Dan

         Hubungan Antara Harga Kc Dan Kp PENGARUH KATALISATOR TERHADAP KESETIMBANGAN

        Fungsi katalisator dalam reaksi kesetimbangan adalah mempercepat tercapainya kesetimbangan dan tidak merubah letak kesetimbangan (harga tetapan kesetimbangan K tetap), hal ini disebabkan c katalisator mempercepat reaksi ke kanan dan ke kiri sama besar.

        HUBUNGAN ANTARA HARGA K DENGAN K c p

        Untuk reaksi umum:

        a A(g) + b B(g) c C(g) + d D(g)

        Harga tetapan kesetimbangan: c d a b

        K = [(C) . (D) ] / [(A) . (B) ] c c d a b K = (P x P ) / (P x P ) p C D A B

        dimana: P , P , P dan P merupakan tekanan parsial masing- A B C D masing gas A, B. C dan D. Secara matematis, hubungan antara K dan K dapat diturunkan c p sebagai: n

        K = K (RT) p c

        Contoh:

        Jika diketahui reaksi kesetimbangan:

        CO (g) + C(s) 2CO(g) 2 o

        Pada suhu 300

        C, harga K = 16. Hitunglah tekanan parsial CO , jika p 2 tekanan total dalaun ruang 5 atm!

        Jawab:

        Misalkan tekanan parsial gas CO = x atm, maka tekanan parsial gas CO = (5 - x) atm. 2 2 2 K = (PCO) / PCO = x / (5 - x) = 16 ; x = 4 p 2 Jadi tekanan parsial gas CO2 = (5 - 4) = 1 atm

      E. Kesetimbangan Disosiasi

        

      Disosiasi adalah penguraian suatu zat menjadi beberapa zat lain

      yang lebih sederhana.

        

      Derajat disosiasi adalah perbandingan antara jumlah mol yang

      terurai dengan jumlah mol mula-mula.