Makalah Lembaga Catatan Sipil Domicili d
Makalah Hukum Perdata
PENTINGNYA LEMBAGA CATATAN SIPIL,TEMPAT
KEDIAMAN DAN KEADAAN TIDAK HADIR UNTUK
DIBICARAKAN DALAM HUKUM
Disusun oleh:
Salsa Fariza
B11114028
Fakultas hukum
Universitas hasanuddin
TAHUN AKADEMIK 2014/2015
Kata pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas berkat,rahamat dan Hidayah-Nya
sehingga saya bisa menyelesaikan Makalah ini dengan segala kemampuan
yang saya punya. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu
dan pengetahuan, kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai
sumber. Makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik
itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun
dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya
makalah ini dapat terselesaikan.
Penyusunan makalah ini juga dapat berlangsung dan selesai sematamata berkat bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak.
Akhir kata,semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca dan semoga segala bantuan yang diberikan kepada kami
mendapatkan balasan lebih dari maha pencipta. Amin.
Makassar, 15 Maret 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
…………………………………………………………..
i
DAFTAR ISI
…………………………………………………………………….
Ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
………………………………………….
1.2 Rumusan Masalah
……………………………………..
1
2
1.3 Tujuan
……………………………………………………..
BAB II
2
PEMBAHASAN
2.1 Lembaga Catatan Sipil
….................................
3
2.2 Tempat Kediaman
……................................…..
4
2.3 Keadaan Tidak Hadir…...........................
……….
5
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
……………………………………………
8
3.2 SARAN
…………………………………………………….
DAFTAR
PUSTAKA ...............................................................
8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada mulanya semua kejadian yang menyangkut manusia, seperti
kelahiran,perkawinan, dan kematian dicatat oleh gereja. Namun karena pencatatan
yang dilakukan oleh gereja tidak lengkap dan tidak mudah untuk diperiksa, maka
pada masa Revolusi Prancis, unruk pertama kalinya di Eropa diadakan Lembaga
Catatan Sipil. Di Indonesia lembaga pencatatan pertama kali berlaku bagi golongan
Eropa pada tahun 1848 melalui asa konkordansi, namun baru diundangkan pada
tahun 1949. Adapun tujuan dari Lembaga Catatan Sipil adalah untuk mencatat
selengkap dan sejelas-jelasnya sehingga memberikan kepastian yang sebenarbenarnya mengenai semua kejadian.
Selain itu,seluruh peristiwa penting yang terjadi dalam keluarga (yang
memiliki aspek hukum), perlu didaftarkan dan dibukukan, sehingga baik yang
bersangkutan maupun orang lain yang berkepentingan mempunyai bukti yang
outentik tentang peristiwa-peristiwa tersebut, dengan demikian maka kedudukan
hukum seseorang menjadi tegas dan jelas.
Untuk melakukan pencatatan,
dibentuknya lembaga khusus yang disebut Lembaga Catatan Sipil (Burgerlijke
Stand).
Dan bilamana seseorang untuk waktu yang pendek maupun waktu yang
lama meninggalkan tempat tinggalnya, tetapi sebelum pergi ia memberikan kuasa
kepada orang lain untuk mewakili dirinya dan mengurus harta kekayaannya, maka
keadaan tidak ditempat orang itu tidak menimbulkan persoalan. Akan tetapi
bilamana orang yang pergi meninggalkan tempat tinggal tersebut sebelumnya tidak
memeberikan kuasa apapun kepada orang lain untuk mewakili dirinya maupun
untuk mengurus harta kekayaannya dan segala kepentingannya, maka keadaan tidak
ditempatnya orang itu menimbulkan persoalan, siapa yang mewakili dirinya dan
bagaimana mengurus harta kekayaannya. Oleh Karena itu, Keadaan tidak hadir
(Afwezigheid) diatur dalam Bab ke-delapan bela Burgelijk Wetboek (Kitab UndangUndang Hukum Perdata). Dari Pasal 463 tentang beberapa unsur tentang keadaan
tidak hadir.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pentingnya Lembaga Catatan Sipil dalam hukum?
2. Apakah pentingnya Tempat Kediaman dalam hukum?
3. Apakah pentingnya Keadaan tidak hadir dalam hukum?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui pentingnya Lembaga Catatan Sipil, Tempat kediaman,
dan Keadaan Tidak Hadir dalam hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 LEMBAGA CATATAN SIPIL
Definisi Lembaga Catatan Sipil
KUHPerdata tidak memberikan pengertian dari apa yang dimaksud
dengan pencatatan sipil itu. Padahal Lembaga Pencatatan Sipil ini sudah
dikenal sejak zaman Hindia Belanda,namun di dalam Art.16 NBW Baru
negeri Belanda disebutkan bahwa catatan sipil merupakan intuisi untuk
meregistrasi kedudukan hukum mengenai pribadi seseorang terhadap
kelahirannya,
perkawinannya,
perceraiannya,
orang
tuanya,
dan
kematiannya. Adapun beberapa unsur penting dalam Lembaga Catatan Sipil,
yaitu :
Di bentuk oleh pemerintah.
Betugas mencatat, mendaftarkan, dan membukukan peristiwa penting
bagi status keperdataann.
Bertujuan mendapatkan data yang lengkap, agar status warga dapat
diketahui dan dibuktikan.
Adapun pengaturan catatan sipil atau pencatatan sipil diatur dalam Bab
kedua Pasal 4 sampai dengan Pasal 16 Buku Kesatu KUHPerdata. Ketentuanketentuan dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16 KHUPerdata tersebut
mengatur mengenai akta-akta catatan sipil bagi golongan penduduk Eropa
dan mereka yang dipersamakan dengan itu. Namun,dengan keluarnya
Undang-Undang Nomor 4 tahun 1961 tentang Perubahan atau Penambahan
Nama Kelauarga, ketentuan-ketentuan dalam Pasal 6 sampai Pasal 10
KUHPerdata dinyatakan tidak berlaku dan diganti dengann yang baru
sebagaimana termuat dalam pasal-pasal Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1961.
Tujuan Lembaga Catatan Sipil
Untuk memperoleh kepastian hukum tentang status perdata seseorang
yang mengalami peristiwa hukum tersebut. Kepastian hukum sangat
penting dalam setiap perbuatan hukum.
Kepastian hukum itu menentukan apakah ada hak dan kewajiban
hukum yang sah antara pihak-pihak yang berhubungan dengan hukum
itu.
Kepastian hukum mengenai kelahiran menentukan status perdata
seseorang itu dewasa atau belum dewasa.
Kepastian hukum mengenai perkawinan menentukan status perdata
mengenai boleh atau tidak boleh melangsungkan perkawinan dengan
pihak lain lagi.
Kepastian hukum mengenai perceraian menentukan status perdata
untuk bebas mencari pasangan lain.
Kepastian hukum mengenai kematian menentukan status perdata
sebagai ahli waris dan keterbukaan waris.
Fungsi Lembaga Catatan Sipil
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1983 telah ditentukan,
bahwa kantor Catatan Sipil mempunyai fungsi menyelenggarakan:
1.
Pencatatan dan penerbitan Kutipan Akta Kelahiran; diberikan oleh dokter
atau bidan rumah sakit/klinik mengenai peristiwa kelahiran itu
2.
Pencatatan dan penerbitan Kutipan Akta Perkawinan; dibuat petugas
pencatat nikah (PPN) yang menyaksikan peristiwa pernikahan itu.
3.
Pencatatan dan penerbitan Kutipan Akta Perceraian; putusan pengadilan
yang diberikan oleh Pengadilan Negeri bagi beragama non islam dan
Pengadilan Agama bagi beragama islam.
4.
Pencatatan dan penerbitan Kutipan Akta Pengakuan dan Pengesahan Anak;
5.
Pencatatan dan penerbitan Kutipan Akta Kematian;diberikan oleh dokter
rumah sakit yang merawatnya atau oleh kepala kelurahan/desa tempat
tinggal yang bersangkutan.
6.
Penyimpanan dan pemeliharaan Akta Kelahiran, Akta Perkawinan, Akta
Perceraian, Akta Pengakuan dan Pengesahan Anak dan Akta Kematian;
7.
Penyelidikan bahan dalam rangka perumusan kebijaksanaan bidang
kependudukan/kewarganegaraan.
Macam-Macam Akta Catatan Sipil
1. Akta Kelahiran
Akta kelahiran adalah akta/catatan otentik yang dibuat oleh pegawai catatan
sipil berupa catatan resmi tentang tempat dan waktu kelahiran anak, nama anak dan
nama orang tua anak secara lengkap dan jelas, serta status kewarganegaraan anak.
Akta Kelahiran adalah sebuah catatan administratif
Pada prinsipnya, akta kelahiran hanyalah sebuah catatan administratif.
Dianggap penting karena data yang ada dalam akta kelahiran dapat digunakan
sebagai bukti jati diri bagi si anak, sehubungan dengan hak waris atau klaim
asuransi dan pengurusan hal-hal administratif lainnya seperti tunjangan
keluarga, paspor, KTP, SIM, pengurusan perkawinan, perijinan, mengurus
beasiswa dan lain-lain.
Dengan adanya data di KCS, secara administratif negara berkewajiban memberi
perlindungan
terhadap anak dari segala bentuk kekerasan fisik, mental,
penyanderaan, penganiayaan, penelantaran, eksploitasi termasuk penganiayaan
seksual dan perdagangan anak (pasal 19 ayat 1 Konvensi Hak Anak). Untuk itu pihak
berwenang dapat menjerat pelaku dengan ketentuan kejahatan terhadap anak di
bawah umur.
2. Akta Perkawinan
Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan yang berlaku (pasal 2
ayat 1 Undang-Undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974). Bagi mereka yang
melakukan perkawinan menurut agama Islam, pencatatan dilakukan di Kantor
Urusan Agama (KUA). Sedang bagi yang beragama Katholik, Kristen, Budha,
Hindu, pencatatan itu dilakukan di Kantor Catatan Sipil (KCS).
Sahnya Perkawinan
Sebuah perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu (pasal 2 ayat 1 UU
Perkawinan). Ini berarti bahwa jika suatu perkawinan telah memenuhi syarat dan
rukun nikah atau ijab kabul telah dilaksanakan (bagi umat Islam) atau
pendeta/pastur telah melaksanakan pemberkatan atau ritual lainnya (bagi yang
non muslim), maka perkawinan tersebut adalah sah, terutama di mata agama dan
kepercayaan masyarakat.
Karena sudah dianggap sah, akibatnya banyak perkawinan yang tidak
dicatatkan. Bisa dengan alasan biaya yang mahal, prosedur berbelit-belit atau
untuk menghilangkan jejak dan bebas dari tuntutan hukum dan hukuman
adiministrasi dari atasan, terutama untuk perkawinan kedua dan seterusnya
(bagi pegawai negeri dan ABRI). Perkawinan tak dicatatkan ini dikenal dengan
istilah Perkawinan Bawah Tangan (Nikah Syiri’).
Akibat Hukum Tidak dicatatkannya Perkawinan
a. Perkawinan Dianggap tidak Sah
Meski perkawinan dilakukan menurut agama dan kepercayaan, namun di
mata negara perkawinan Anda dianggap tidak sah jika belum dicatat oleh
Kantor Urusan Agama atau Kantor Catatan Sipil.
b. Anak Hanya Mempunyai Hubungan Perdata dengan Ibu dan Keluarga Ibu
Anak-anak yang dilahirkan di luar perkawinan atau perkawinan yang tidak
tercatat, selain dianggap anak tidak sah, juga hanya mempunyai hubungan
perdata dengan ibu atau keluarga ibu (Pasal 42 dan 43 Undang-Undang
Perkawinan). Sedang hubungan perdata dengan ayahnya tidak ada.
c. Anak dan Ibunya tidak Berhak atas Nafkah dan Warisan
Akibat lebih jauh dari perkawinan yang tidak tercatat adalah, baik isteri
maupun anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut tidak berhak
menuntut nafkah ataupun warisan dari ayahnya. Namun demikian, Mahkamah
Agung RI dalam perkara Nugraha Besoes melawan Desrina dan putusan
Pengadilan Negeri Yogyakarta dalam perkara Heria Mulyani dan Robby
Kusuma Harta, saat itu mengabulkan gugatan nafkah bagi anak hasil hubungan
kedua pasangan tersebut.
3. Akta Perceraian
Perceraian yang secara sah menurut hukum negara (sesuai dengan UU no 1
Tahun 1974) adalah melalui Pengadilan. Perceraian yang demikian wajib dicatat dan
memperoleh akta cerai. Perceraian merupakan salah satu peristiwa penting yang
mengubah status catatan sipil seseorang. Perceraian mengubah status kawin
menjadi status janda atau duda, dan membawa akibat-akibat hukum lain seperti
pembagian harta bersama (gono-gini), serta hak dan kewajiban terhadap anak.
Pengadilan hanya memutuskan mengadakan sidang pengadilan untuk menyaksikan
perceraian apabila memang terdapat alasan-alasan dan pengadilan ber- pendapat
bahwa antara suami isteri yang bersangkutan tidak mungkin lagi didamaikan untuk
hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Sesaat setelah dilakukan sidang untuk
menyaksikan perceraian yang dimaksud maka Ketua Pengadilan membuat surat
keterangan tentang terjadinya perceraian tersebut. Surat keterangan itu dikirimkan
kepada Pegawai Pencatat di tempat perceraian itu terjadi untuk diadakan
pencatatan perceraian.
Suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat-akibatnya terhitung
sejak saat pendaftarannya pada daftar pencatatan kantor pencatatan oleh Pegawai
Pencatat, kecuali bagi mereka yang beragama Islam terhitung sejak jatuhnya
putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Sehingga jika putusan perceraian di pengadilan tidak segera dicatatkan, maka belum
mempunyai kekuatan hukum dan akan menyulitkan suami/isteri dalam mengambil
tindakan hukum lainnya. Misalkan untuk menikah kembali.
4. Akta Kematian
Kematian adalah menghilangnya secara permanen semua tanda-tanda
kehidupan setiap saat setelah kelahiran hidup terjadi.Pencatatan kematian
memberikan kepastian hukum atas hak dan kewajiban perdata seseorang yg
meninggal dunia, termasuk pada pihak yg mempunyai hubungan garis keturunan
atau hubungan darah.
Akta kematian merupakan bukti pengakuan negara atas meninggalnya
seseorang dgn berbagai implikasi keperdataan yg wajib diselesaikan. Bagi
pemerintah, pencatatan kematian yg dilaksanakan secara benar, hasilnya
merupakan sumber data statistik yg akurat sekaligus mengakomodasi kepentingan
dlm perencanaan pembangunan di bidang kesehatan.
Tujuan Pencatatan Kematian
Memberikan status dan kepastian hukum atas peristiwa kematian seseorang.
Memberikan perlindungan data pribadi penduduk yg berkaitan dgn
kematian.
Fasilitasi pelayanan publik sebagai implikasi penc. kematian.
Manfaat Pencatatan Kematian
Dengan diperoleh bukti dan dokumen autentik atas kematian seseorang maka
hal ini memberikan manfaat diantaranya yakni Pembuktian kematian secara hukum,
Pengurusan warisan/hubungan hutang-piutang/ asuransi; Pengurusan pensiun bagi
pegawai (janda/duda); Pemberian tunjangan keluarga; Pengurusan Taspen;
Pencairan dana/tabungan di bank; Persyaratan perkawinan bagi pasangan yg
ditinggal mati; Penghapusan data pribadi. Selain itu juga dengan pencatatan
kematian akan didapatkan data statistik vital kematian dan bagi penyelenggara
pencatatan
akan
memberikan
konstribusi
dlm
pemeliharaan
database
kependudukan yg akurat, muktahir dan realible.
4. Akta Pengakuan dan Pengesahan Anak
Akta Pengakuan dan Pengesahan Anak adalah catatan pinggir yang dibuat bagi
anak lahir diluar perkawinan orang tuanya yang kemudian diakui dan disahkan
dalam pencatatan perkawinan orang tuanya yang sah.
Pengakuan Anak
Dalam Penjelasan Pasal 49 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang
Administrasi Kependudukan, bahwa yang dimaksud dengan Pengakuan Anak adalah
:
Pengakuan seorang ayah terhadap anaknya yang lahir di luar perkawinan sah
atas persetujuan ibu kandung anak tersebut..
Pasal 49 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan menentukan bahwa Pengakuan Anak tersebut wajib dilaporkan oleh
orangtua pada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
Surat Pengakuan Anak oleh ayahnya dan disetujui oleh ibu dari anak yang
bersangkutan. Dalam kaitan ini mengenai Surat Pengakuan Anak oleh ayahnya yang
disetujui oleh ibu kandung anak yang bersangkutan, lebih baik dibuat dalam bentuk
akta Notaris, untuk kesempurnaan Pengakuan Anak tersebut, dan dapat menjadi bukti
yang kuat bagi para pihak.
Pengesahan anak
Dalam Penjelasan Pasal 50 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006
Tentang Administrasi Kependudukan, bahwa yang dimaksud dengan Pengesahan Anak
adalah :
pengesahan status seorang anak yang lahir di luar ikatan perkawinan sah
pada saat pencatatan perkawinan kedua tua anak tersebut.
Pasal 50 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan menentukan bahwa Pengesahan Anak tersebut wajib dilaporkan oleh
orang tua pada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak ayah dan ibu
dari anak yang bersangkutan melakukan perkawinan da mendapatkan akta perkawinan
terhadap anak yang dilahirkan diluar perkawinan yang sah, dapat dilakukan Pengakuan
Anak atau Pengesahan Anak. Kalau Pengakuan anak hanya sebatas pengakuan dari ayah
kandungnya yang disetujui oleh ibu kandungnya,tanpa diikuti dengan perkawinan ibubapaknya, tapi dalam Pengesahan Anak ibu danbapak si anak tersebut melangsungkan
pernikahan dan pada saat pencatatan perkawinan si anak diakui sebagai anak kandung
mereka.
Akta Pergantian Nama
Nama biasanya diberikan kepada seseorang sejak ia dilahirkan ke dunia. Akan
tetapi, nama juga bisa dirubah. Seiring dengan perkembangan jaman, banyak
masyarakat kita yang melakukan perubahan nama dengan berbagai alasan. Di
antaranya karena alasan profesi, nama lama kurang membawa hoki, nama lama
kurang bagus sehingga pemiliknya merasa malu jika memperkenalkan diri dan
berbagai alasan lainnya.
Tanpa kita sadari, mengganti atau merubah nama ini tidak serta merta berubah
begitu saja, karena perubahan nama ini berpengaruh terhadap seluruh administrasi
yang dilakukan. Di antaranya, dalam bidang administrasi kependudukan
berpengaruh terhadap KTP, KK dan akta kelahiran yang bersangkutan. Selain itu,
dalam administrasi pendidikan berpengaruh terhadap data pendidikan dan ijazah.
Perlu diketahui, bahwa penetapan perubahan nama ini telah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Pasal
52 yang menyatakan:
1.
Pencatatan perubahan nama dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan
negeri tempat pemohon.
2.
Pencatatan perubahan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana yang menerbitkan akta
Pencatatan Sipil paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya salinan
penetapan pengadilan negeri oleh Penduduk.
3.
Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pejabat Pencatatan
Sipil membuat catatan pinggir pada register akta Pencatatan Sipil dan kutipan
akta Pencatatan Sipil.
Dalam hal perubahan nama ini, akta kelahiran kita nantinya akan tetap sama
dengan akta kelahiran yang lama. Hanya saja dalam akta tersebut ditambahkan
catatan pinggir oleh petugas catatan sipil mengenai perubahan nama. Selanjutnya,
kita dapat mengurus perubahan nama pada surat-surat, seperti KTP, sertifikat tanah,
surat-surat yang berhubungan dengan perbankan, dan lain sebagainya dengan akta
tersebut.
2.2 TEMPAT KEDIAMAN (DOMICILIE)
Definisi Tempat Kediaman
Tempat kediaman (domicilie) adalah tempat seseorang harus dianggap
selalu hadir dalam hubungannya dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan
kewajiban, juga apabila pada suatu waktuia benar-benar tidak dapat hadir di tempat
tersebut. Bukan hanya manusia alami yang memiliki tempat tinggal, Badan Hukum
juga memiliki tempat inggal. Namun istilah yang digunakan bukanlah tempat tinggal,
melainkan tempat kedudukan yakni tempat kedudukan (kantor) pengurusnya.
Menurut kitab Undang-Undang Hukum Perdata tempat kediaman itu
seringkali ialah rumahnya, kadang-kadang kotanya. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa setiap orang dianggap selalu mempunyai tempat tinggal di
mana ia sehari-harinya melakukan kegiatannya atau di mana ia berkediaman
pokok. Kadang-kadang menetapkan tempat kediaman seseorang itu sulit,
karena selalu berpindah-pindah (banyak rumahnya). Untuk memudahkan hal
tersebut dibedakan antara tempat kediaman hukum (secara yuridis) dan tempat
kediaman yang sesungguhnya.
Macam-Macam Tempat Kediaman
Menurut KUHPerdata domisili/tempat tinggal itu ada dua jenis, yaitu:
1. Tempat tinggal sesungguhnya yaitu tempat yang bertalian dengan hak-hak
melakukan wewenang seumumnya. Tempat tinggal sesungguhnya dibedakan
antara lain :
Tempat tinggal sukarela/bebas yang tidak terikat/tergantung hubungannya
dengan orang lain. Pasal 17 KUHPdt menyatakan bahwa setiap orang
dianggap mempunyai tempat tinggal di mana ia menempatkan kediaman
utamanya. Dalam hal seseorang tidak mempunyai tempat kediaman utama
maka tempat tinggal dimana ia benar-benar berdiam adalah tempat tinggal
nya.
Tempat tinggal yang wajib/tidak bebas yaitu yang ditentukan oleh
hubungan yang ada antara seseorang dengan orang lain.
Misalnya :
-
wanita bersuami mengikuti suaminya
- anak di bawah umur mengikuti tempat tinggal orang tuanya/walinya .
- orang dewasa yang ada di bawah pengampuan mengikuti curatornya.
- pekerja /buruh mengikuti tempat tinggal majikannya .
2. Tempat tinggal yang dipilih, yaitu tempat tinggal yang berhubungan dengan
hal-hal melakukan perbuatan hukum tertentu saja. Tempat tinggal yang
dipilih ini untuk memudahkan pihak lain atau untuk kepentingan pihak yang
memilih tempat tinggal tersebut. Tempat tinggal yang dipilih ada dua macam,
yaitu :
Tempat tinggal yang terpaksa dipilih ditentukan undang-undang (pasal
106:2 KUHPdt)
Tempat kediaman yang dipilih secara bebas misalnya tempat tinggal yang
dipilih secara sukarela harus dilakukan secara tertulis artinya harus dengan
akta (pasal 24:1 KUHPdt), bila ia pindah maka untuk tindakan hukum yang
dilakukannya ia tetap bertempat tinggal di tempat yang lama.
Hak dan Kewajiban
Tempat tinggal menentukan hak dan kewajiban seseorang menurut hukum. Hak dan
kewajiban ini dapat timbul dalam bidang hukum perdata. Hak dan kewajiban dalam
bidang hukum pubik, misalnya :
a.
Hak mengikuti pemilihan umum, hak suara hanya dapat diberikan di TPS di
mana yang bersangkutan tinggal/beralamat.
b.
Kewajiban membayar pajak bumi dan bangunan hanya dapat dipenuhi
ditempat dimana yang bersangkutan tinggal/beralamat.
c.
Kewajiban membayar pajak kendaraan bermotor hanya dapat dipenuhi
dimana yang bersangkutan tinggal/beralamat, karena kendaraan bermotor di
daftarkan mengikuti alamat pemiliknya.
Hak dan kewajiban dalam hukum perdata misalnya :
a.
Jika dalam perjanjian tidak ditentukan tempat pembayaran, debitur wajib
membayar di tempat tinggalnya (pasal 1393 ayat 2 KUHPdt).
b.
Debitur wajib membayar wesel/cek kepada pemegangnya (kreditur) di
tempat tinggal/alamat debitur (pasa 137 KUHD). Ini berarti kreditur (bank)
untuk memperoleh pembayaran. Debitur (bank) hanya akan membayar di
kantornya, bukan di tempat lain.
c.
Debitur berhak menerima kredit dari kreditur (bank) di kantor kreditur
(bank), demikian juga kewajiban membayar kredit dilakukan di kantor
kreditur.
Status hukum
Status hukum seseorang juga menentukan tempat tinggalnya, sehingga
akan menentukan pula hak dan kewajiban menurut hukum. Tempat tinggal
seorang istri ditentukan oeh pemufakatan dengan suaminya. Dengan demikian
hak dan kewajiban hukum mengikuti tempat tingga yang ditentukan itu. Tempat
tinggal anak dibawah umur di tentukan ileh tempat tinggal orangtuanya. Dengan
demikian hak dan kewajiban anak tersebut ditentukan oleh tempat tinggal
kedua orang tuanya itu. Perjanjian juga menentukan tempat tinggal atau tempat
kedudukan.
Dengan
demikian
hak
dan
kewajiban
mengikuti
tempat
tinggal/alamat yang dipilih sesuai perjanjian.
Arti pentingnya domisili
Arti penting (relevansi) tempat tinggal bagi seseorang atau badan hukum
ialah dalam hal pemenuhan hak dan kewajiban, penentuan status hukum
seseorang dalam lalu lintas hukum, dan berusaha dengan pengadilan.
Tempat tingggal menentukan apakah seseorang itu terikat untuk memenuhi
hak dan kewajibannya dalam setiap peristiwa hukum. Tempat tinggal juga
menentukan status hukum seseorang apakah ia dalam ikatan perkawinan,
apakah ia dalam keadaan belum dewasa, apakah ia dalam keadaan tidak wenang
berbuat.
Tempat
tinggal
juga
menentukan
apabila
seseorang
berurusan/berperkara di muka pengadilan. Pengadilan Negeri atau Pengadilan
Agama berwenang menyelesaikan perkara perdata adalah yang daerah
hukumnya meliputi tempat tinggal tergugat (pasal 118 HIR).
Domisili penting untuk seseorang dalam hal sebagai berikut :
Untuk menentukan atau menunjukan suatu tempat di mana berbagai
perbuatan hukum harus dilakukan, misalnya mengajukan gugatan,
pengadilan mana yang berwenang mengadili (menurut Sri Soedewi
M.Sofwan).
Untuk mengetahui dengan siapakah seseorang itu melakukan hubungan
hukum serta apa yang menjadi hak dan kewajiban masing-masing (Riduan
Syahrani).
Untuk membatasi kewenangan berhak seseorang.
2.3 KEADAAN TIDAK HADIR (AFWEZIGHEID)
Definisi Keadaan Tidak Hadir
Keadaan tidak hadir diatur dalam Buku I Bab 18 pasal 463-495 KUHPdt yang
merumuskan secara definitif tentang keadaan tidak hadir.
Keadaan tidak hadir adalah suatu keadaan tidak adanya seseorang di tempat
kediamannya karena bepergian atau meninggalkan tempat kediamannya, baik
dengan izin maupun tanpa izin dan tidak diketahui di mana tempat ia berada.
Pengaruh Keadaan Tidak Hadir
Keadaan tidak hadir yang berlangsung lama dapat menimbulkan persoalan,
yaitu dugaan telah meninggal dunia. Dugaan ini timbul apabila pencarian telah
dilakukan dengan segala upaya, dengan perantaraan orang lain, dengan bantuan
pejabat negara, atau dengan bantuan media massa, tetapi tidak juga diketahui
keberadaan ang bersangkutan. Berlangsung lama, menurut KUHPdt Indonesia,
tidak ada kabar beritanya sekurang-kurangnya 5 tahun (pasal 467 KUHPdt) dan
sampai 10 tahun (pasal 470 KUHPdt). Menurut bahasa sehari-hari, orang itu
dikatakan orang hilan.
Persoalan lain adalah apabila bepergian yang bersangkutan itu tidak
meninggalkan pesan atau kuasa pada keluarga yang ditinggalkan, siapa dan
bagaimana cara mengurus kepentingannya (hak dan kewajiban), sebenarnya
yang bersangkutan diharapkan akan kembali, tetapi setelah lampau tenggang
waktu lama tidak juga muncul di tempat, timbul kesangsian apakah ia masih
hidup atau sudah meninggal dunia. Keadaan tidak hadir memengaruhi dan
memberi akibat hukum kepada yang bersangkutan sendiri dan kepada pihak
keluarga yang ditinggalkan. Pengaruh keadaan tidak hadir itu adalah pada:
Penyelenggaraan kepentingan yang bersangkutan
Status hukum yang bersangkutan sendiri, atau status hukum anggota
keluarga yang ditinggalkan mengenai perkawinan dan pewarisan.
Tahap Penyelesaian Keadaan Tidak Hadir
Menurut Tan Thong Kie, Keadaan tidak hadir dapat dibagi ke dalam 3 masa,
yaitu masa pengambilan tindakan sementara, masa ada dugaan hukum mungkin
telah meninggal dan masa pewarisan definitif.
Pengambilan Tindakan Sementara
Masa ini diambil jika ada alas an-alasan yang mendesak untuk mengurus
seluruh atau
sebagian
harta
kekayaannya.
dimintakan kepada Pengadilan Negeri
oleh
Tindakan
sementara
orangyang
ini
mempunyai
kepentingan terhadap harta kekayaannya. Dalam tindakan sementara ini hakim
memerintahkan BPH (Balai Harta Peninggalan) untuk mengurus seluruh harta
kekyaan serta kepentingan dari orang tak hadir.
Adapun kewajiban BHP adalah:
Membuat pencatatan harta yang diurusnya
Membuat daftar pencatatan harta, surat-surat lain uang kontan, kertas
berharga dibawa ke kantor BHP
Memperhatikan segala ketentuan untuk sesorang wali mengenai pengurusan
harta seorang anak (Pasal 464 KUHPerdata)
Tiap
tahun
memberi
pertanggung
jawaban
pada
jaksa
dengan
memperlihatkan surat-surat pengurusan dan efek-efek (Pasal 465
KUHPerdata)
BHP berhak atasa upah yang besarnya sama dengan seorang wali (Pasal 411
KUHPerdata).
Masa ada dugaan hukum mungkin telah meninggal
Seseorang dapat diputuskan “kemungkinan” sudah meninggal jika:
Tidak hadir 5 tahun, bila tidak meninggalkan surat kuasa (Pasal 467
KUHPerdata), dimulai pada hari ia pergi tidak ada kabar yang diterima dari
orang tersebut atau sejak kabar terakhir diterima.
Tidak hadir 10 tahun, bila surat kuasa ada tetapi sudah habis berlakunya
(pasal 470 KUHPerdata), dimulai pada hari ia pergi tidak ada kabar yang
diterima dari orang tersebut atau sejak kabar terakhir diterima.
Tidak hadir 1 tahun, bila orangnya termasuk awak atau penumpang kapal
laut atau pesawat udara (S. 1922 No. 455), dimulai sejak adanya kabar
terakhir dan jika tidak ada kabar sejak hari berangkatnya.
Tidak hadir 1 tahun, jika orangnya hilang pada suatu peristiwa fatal yang
menimpa sebuah kapal laut atau pesawat udara (S. 1922 No. 455), di mulai
sejak tanggal terjadinya peristiwa.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 9/1975, dikatakan bahwa apabila salah
satu
pihak meninggalkannya 2 tahun berturut-turut, pihak yang ditinggalkan
boleh mengajukan perceraian.
Akibat-akibat dari masa kemungkinan sudah meninggal bagi para ahli waris dan
penerima hibah wasiat/legataris adalah:
Menuntut pembukaan surat wasiat
Mengambil (menerima) harta orang yang tak hadir dengan kewajiban
membuat pencatatan harta yang dimbil serta memberi jaminan yang harus
disetujui oleh hakim (pasal 472 KUHPerdata)
Meminta pertanggung jawab oleh BHP bila BHP dahulu mengurusnya
Mengoper segala kewajiban dan gugatan orang tak hadir (asal 488
KUHPerdata). Para ahli waris yang diperkirakan demi hokum menerima
harta
warisan secraa terbatas (Pasal 277 KUHPerdata)
Pada umumnya mereka bertindak sebagai orang yang mempunyai hak pakai
hasil (Pasal 474 KUHPerdata)
Berhak mengadakan pemisahan dan pembagian dengan ketentuan harta
tetap tidak dapat dijual kecuali dengan ijin hakim (Pasal 478 dan 481
KUHPerdata)
Keadaan “mungkin sudah meninggal” berakhir:
Jika orang yang tidak hadir kembali atau ada kabar baru tentang hidupnya
Jika si tak hadir meninggal dunia
Jika masa “pewarisan definitive” termaksud dalam Pasal 484 KUHPerdata dimulai.
Masa Pewarisan definitive
Masa ini terjadi apabila lewat 30 tahun sejak tanggal tentang “mungkin sudah
meninggal” atas keputusan hakim, atau setelah lewat 100 tahun setelah lahirnya si
tak hadir.
Akibat-akibat permulaan masa pewarisan definitive:
Semua jaminan dibebaskan
Para ahli waris dapat mempertahankan pembagian harta warisan
sebagaimana telah dilakukan atau membuat pemisahan dan pembagian
definitive.
Hak menerima warisan secara terbatas berhenti dan para ahli waris dapat
diwajibkan menerima warisan atau menolaknya.
Seandainya orang yang tidak hadir kembali setelah masa pewarisan
definitive, ia ada hak untuk meminta kembali hartanya dalam keadaan
sebagaimana adanya berikut harga dari harta yang tidak dipindatangankan,
semuanya tanpa hasil dan pendapatannya (Pasal 486 KUHPerdata).
Akibat-akibat keadaan tidak hadir terhadap istri adalah:
Jika suami atau istri tak hadir 10 tahun tanpa ada kabar tentang hidupnya,
maka istri/suami yang ditinggal dapat menikah lagi dengan ijin Pengadilan
Negeri (Pasal 493 KUHPerdata). Sebelumnya pengadilan harus mengadakan
dulu pemanggilan 3X berturut-turut.
Waktu 10 tahun dapat diperpendek jadi satu tahun dalam masa “mungkin
sudah meninggal” (S. 1922 No. 455).
Dalam PP No. 9/1975 boleh kawin lagi apabila ditinggal 2 tahun
berturut-
turut.
Jika ijin pengadilan sudah diberikan tapi perkawinan baru belum
dilangsungkan sedang orang yang tak hadir kembali/member kabar masih
hidup, ijin untuk menikah dari pengadilan gugur demi hokum.
Setelah suami/istri yang ditinggal menikah lagi dan kemudian orang yang tak
hadir, maka orang yang tak hadir boleh menikah lagi dengan orang lain.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Lembaga Catatan Sipil ini mengurusi pencatatan peristiwa hukum seseorang
seperti kelahiran,perkawinan,kematian,perceraian,pengakuan dan pengesahan
anak serta pergantian nama yang menyangkut hal-hal keperdataan yang
dimiliki, baik untuk kejelasan status, atau penyelesaian
masalah-masalah
keperdataan yang akan atau sedang terjadi.
Tempat tinggal ini terkait hak dan kewajiban dalam peristiwa hukum seseorang
serta menentukan status hukumnya.
Keadaan tidak hadir ini dapat menimbulkan ketidak pastian hukum yang terkait
dengan orang lain.
3.2 SARAN
Untuk Lembaga Catatan Sipil agar dapat bekerja lebih baik dalam melakukan
pencatatan dan terkait dengan tempat tinggal dan keadaan tidak hadir
seseorang agar status hukumnya jelas.
DAFTAR PUSTAKA
R.Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan. Hukum Orang dan Keluarga
(Personen en Familie-Recht). Surabaya. Airlangga University Press, 1991 Hlm.5.
Salim,HS.,Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW),Jakarta. Sinar Grafika,Cet
IV,2006),Hlm.42.
Muhammad,Prof. Abdulkadir S.H. Hukum Perdata Indonesia. Penerbit PT Citra Aditya
Bakti. Bandung.2014
Rachmadi, Usman. Aspek-aspek Hukum Perorangan
Indonesia.Jakarta.Sinar Grafika.2006 Hlm.189.
dan
Kekeluargaan
di
Kie,Tan Thong . Studi Notariat & Serba-Serbi Praktek Notaris. Jakarta. Inchtiar Baru
Van Hoeve. 2007, Hlm 44.
Salim, Pengantar hukum Perdata Tertulis. Jakarta. Sinar Grafika. 2008 hal 37-40
Soleh Hasan. ''Pencatatan Sipil di Indoneisa''. 15 Maret 2015. http://solehcom.blogspot.com/2012/03/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
Egi
Septiannjari.
''Makalah
Hukum
http://makalahhukumperdata.blogspot.com/
Perdata''.
16
Maret
2015.
Andrycko, Muhammad. ''Materi kuliah Pengetahuan dasar Hukum Perdata Lengkap''.
16 Maret 2015. http://andrycko.blogspot.com/2011/12/pengetahuan-dasar-hukumperdata.html
Hasbi Hasadiqi.''Domisili Hukum Perdata''. 16 Maret 2015.
http://artikelfakta.blogspot.com/2013/07/domisili-hukum-perdata.html
PENTINGNYA LEMBAGA CATATAN SIPIL,TEMPAT
KEDIAMAN DAN KEADAAN TIDAK HADIR UNTUK
DIBICARAKAN DALAM HUKUM
Disusun oleh:
Salsa Fariza
B11114028
Fakultas hukum
Universitas hasanuddin
TAHUN AKADEMIK 2014/2015
Kata pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas berkat,rahamat dan Hidayah-Nya
sehingga saya bisa menyelesaikan Makalah ini dengan segala kemampuan
yang saya punya. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu
dan pengetahuan, kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai
sumber. Makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik
itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun
dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya
makalah ini dapat terselesaikan.
Penyusunan makalah ini juga dapat berlangsung dan selesai sematamata berkat bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak.
Akhir kata,semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca dan semoga segala bantuan yang diberikan kepada kami
mendapatkan balasan lebih dari maha pencipta. Amin.
Makassar, 15 Maret 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
…………………………………………………………..
i
DAFTAR ISI
…………………………………………………………………….
Ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
………………………………………….
1.2 Rumusan Masalah
……………………………………..
1
2
1.3 Tujuan
……………………………………………………..
BAB II
2
PEMBAHASAN
2.1 Lembaga Catatan Sipil
….................................
3
2.2 Tempat Kediaman
……................................…..
4
2.3 Keadaan Tidak Hadir…...........................
……….
5
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
……………………………………………
8
3.2 SARAN
…………………………………………………….
DAFTAR
PUSTAKA ...............................................................
8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada mulanya semua kejadian yang menyangkut manusia, seperti
kelahiran,perkawinan, dan kematian dicatat oleh gereja. Namun karena pencatatan
yang dilakukan oleh gereja tidak lengkap dan tidak mudah untuk diperiksa, maka
pada masa Revolusi Prancis, unruk pertama kalinya di Eropa diadakan Lembaga
Catatan Sipil. Di Indonesia lembaga pencatatan pertama kali berlaku bagi golongan
Eropa pada tahun 1848 melalui asa konkordansi, namun baru diundangkan pada
tahun 1949. Adapun tujuan dari Lembaga Catatan Sipil adalah untuk mencatat
selengkap dan sejelas-jelasnya sehingga memberikan kepastian yang sebenarbenarnya mengenai semua kejadian.
Selain itu,seluruh peristiwa penting yang terjadi dalam keluarga (yang
memiliki aspek hukum), perlu didaftarkan dan dibukukan, sehingga baik yang
bersangkutan maupun orang lain yang berkepentingan mempunyai bukti yang
outentik tentang peristiwa-peristiwa tersebut, dengan demikian maka kedudukan
hukum seseorang menjadi tegas dan jelas.
Untuk melakukan pencatatan,
dibentuknya lembaga khusus yang disebut Lembaga Catatan Sipil (Burgerlijke
Stand).
Dan bilamana seseorang untuk waktu yang pendek maupun waktu yang
lama meninggalkan tempat tinggalnya, tetapi sebelum pergi ia memberikan kuasa
kepada orang lain untuk mewakili dirinya dan mengurus harta kekayaannya, maka
keadaan tidak ditempat orang itu tidak menimbulkan persoalan. Akan tetapi
bilamana orang yang pergi meninggalkan tempat tinggal tersebut sebelumnya tidak
memeberikan kuasa apapun kepada orang lain untuk mewakili dirinya maupun
untuk mengurus harta kekayaannya dan segala kepentingannya, maka keadaan tidak
ditempatnya orang itu menimbulkan persoalan, siapa yang mewakili dirinya dan
bagaimana mengurus harta kekayaannya. Oleh Karena itu, Keadaan tidak hadir
(Afwezigheid) diatur dalam Bab ke-delapan bela Burgelijk Wetboek (Kitab UndangUndang Hukum Perdata). Dari Pasal 463 tentang beberapa unsur tentang keadaan
tidak hadir.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pentingnya Lembaga Catatan Sipil dalam hukum?
2. Apakah pentingnya Tempat Kediaman dalam hukum?
3. Apakah pentingnya Keadaan tidak hadir dalam hukum?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui pentingnya Lembaga Catatan Sipil, Tempat kediaman,
dan Keadaan Tidak Hadir dalam hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 LEMBAGA CATATAN SIPIL
Definisi Lembaga Catatan Sipil
KUHPerdata tidak memberikan pengertian dari apa yang dimaksud
dengan pencatatan sipil itu. Padahal Lembaga Pencatatan Sipil ini sudah
dikenal sejak zaman Hindia Belanda,namun di dalam Art.16 NBW Baru
negeri Belanda disebutkan bahwa catatan sipil merupakan intuisi untuk
meregistrasi kedudukan hukum mengenai pribadi seseorang terhadap
kelahirannya,
perkawinannya,
perceraiannya,
orang
tuanya,
dan
kematiannya. Adapun beberapa unsur penting dalam Lembaga Catatan Sipil,
yaitu :
Di bentuk oleh pemerintah.
Betugas mencatat, mendaftarkan, dan membukukan peristiwa penting
bagi status keperdataann.
Bertujuan mendapatkan data yang lengkap, agar status warga dapat
diketahui dan dibuktikan.
Adapun pengaturan catatan sipil atau pencatatan sipil diatur dalam Bab
kedua Pasal 4 sampai dengan Pasal 16 Buku Kesatu KUHPerdata. Ketentuanketentuan dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16 KHUPerdata tersebut
mengatur mengenai akta-akta catatan sipil bagi golongan penduduk Eropa
dan mereka yang dipersamakan dengan itu. Namun,dengan keluarnya
Undang-Undang Nomor 4 tahun 1961 tentang Perubahan atau Penambahan
Nama Kelauarga, ketentuan-ketentuan dalam Pasal 6 sampai Pasal 10
KUHPerdata dinyatakan tidak berlaku dan diganti dengann yang baru
sebagaimana termuat dalam pasal-pasal Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1961.
Tujuan Lembaga Catatan Sipil
Untuk memperoleh kepastian hukum tentang status perdata seseorang
yang mengalami peristiwa hukum tersebut. Kepastian hukum sangat
penting dalam setiap perbuatan hukum.
Kepastian hukum itu menentukan apakah ada hak dan kewajiban
hukum yang sah antara pihak-pihak yang berhubungan dengan hukum
itu.
Kepastian hukum mengenai kelahiran menentukan status perdata
seseorang itu dewasa atau belum dewasa.
Kepastian hukum mengenai perkawinan menentukan status perdata
mengenai boleh atau tidak boleh melangsungkan perkawinan dengan
pihak lain lagi.
Kepastian hukum mengenai perceraian menentukan status perdata
untuk bebas mencari pasangan lain.
Kepastian hukum mengenai kematian menentukan status perdata
sebagai ahli waris dan keterbukaan waris.
Fungsi Lembaga Catatan Sipil
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1983 telah ditentukan,
bahwa kantor Catatan Sipil mempunyai fungsi menyelenggarakan:
1.
Pencatatan dan penerbitan Kutipan Akta Kelahiran; diberikan oleh dokter
atau bidan rumah sakit/klinik mengenai peristiwa kelahiran itu
2.
Pencatatan dan penerbitan Kutipan Akta Perkawinan; dibuat petugas
pencatat nikah (PPN) yang menyaksikan peristiwa pernikahan itu.
3.
Pencatatan dan penerbitan Kutipan Akta Perceraian; putusan pengadilan
yang diberikan oleh Pengadilan Negeri bagi beragama non islam dan
Pengadilan Agama bagi beragama islam.
4.
Pencatatan dan penerbitan Kutipan Akta Pengakuan dan Pengesahan Anak;
5.
Pencatatan dan penerbitan Kutipan Akta Kematian;diberikan oleh dokter
rumah sakit yang merawatnya atau oleh kepala kelurahan/desa tempat
tinggal yang bersangkutan.
6.
Penyimpanan dan pemeliharaan Akta Kelahiran, Akta Perkawinan, Akta
Perceraian, Akta Pengakuan dan Pengesahan Anak dan Akta Kematian;
7.
Penyelidikan bahan dalam rangka perumusan kebijaksanaan bidang
kependudukan/kewarganegaraan.
Macam-Macam Akta Catatan Sipil
1. Akta Kelahiran
Akta kelahiran adalah akta/catatan otentik yang dibuat oleh pegawai catatan
sipil berupa catatan resmi tentang tempat dan waktu kelahiran anak, nama anak dan
nama orang tua anak secara lengkap dan jelas, serta status kewarganegaraan anak.
Akta Kelahiran adalah sebuah catatan administratif
Pada prinsipnya, akta kelahiran hanyalah sebuah catatan administratif.
Dianggap penting karena data yang ada dalam akta kelahiran dapat digunakan
sebagai bukti jati diri bagi si anak, sehubungan dengan hak waris atau klaim
asuransi dan pengurusan hal-hal administratif lainnya seperti tunjangan
keluarga, paspor, KTP, SIM, pengurusan perkawinan, perijinan, mengurus
beasiswa dan lain-lain.
Dengan adanya data di KCS, secara administratif negara berkewajiban memberi
perlindungan
terhadap anak dari segala bentuk kekerasan fisik, mental,
penyanderaan, penganiayaan, penelantaran, eksploitasi termasuk penganiayaan
seksual dan perdagangan anak (pasal 19 ayat 1 Konvensi Hak Anak). Untuk itu pihak
berwenang dapat menjerat pelaku dengan ketentuan kejahatan terhadap anak di
bawah umur.
2. Akta Perkawinan
Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan yang berlaku (pasal 2
ayat 1 Undang-Undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974). Bagi mereka yang
melakukan perkawinan menurut agama Islam, pencatatan dilakukan di Kantor
Urusan Agama (KUA). Sedang bagi yang beragama Katholik, Kristen, Budha,
Hindu, pencatatan itu dilakukan di Kantor Catatan Sipil (KCS).
Sahnya Perkawinan
Sebuah perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu (pasal 2 ayat 1 UU
Perkawinan). Ini berarti bahwa jika suatu perkawinan telah memenuhi syarat dan
rukun nikah atau ijab kabul telah dilaksanakan (bagi umat Islam) atau
pendeta/pastur telah melaksanakan pemberkatan atau ritual lainnya (bagi yang
non muslim), maka perkawinan tersebut adalah sah, terutama di mata agama dan
kepercayaan masyarakat.
Karena sudah dianggap sah, akibatnya banyak perkawinan yang tidak
dicatatkan. Bisa dengan alasan biaya yang mahal, prosedur berbelit-belit atau
untuk menghilangkan jejak dan bebas dari tuntutan hukum dan hukuman
adiministrasi dari atasan, terutama untuk perkawinan kedua dan seterusnya
(bagi pegawai negeri dan ABRI). Perkawinan tak dicatatkan ini dikenal dengan
istilah Perkawinan Bawah Tangan (Nikah Syiri’).
Akibat Hukum Tidak dicatatkannya Perkawinan
a. Perkawinan Dianggap tidak Sah
Meski perkawinan dilakukan menurut agama dan kepercayaan, namun di
mata negara perkawinan Anda dianggap tidak sah jika belum dicatat oleh
Kantor Urusan Agama atau Kantor Catatan Sipil.
b. Anak Hanya Mempunyai Hubungan Perdata dengan Ibu dan Keluarga Ibu
Anak-anak yang dilahirkan di luar perkawinan atau perkawinan yang tidak
tercatat, selain dianggap anak tidak sah, juga hanya mempunyai hubungan
perdata dengan ibu atau keluarga ibu (Pasal 42 dan 43 Undang-Undang
Perkawinan). Sedang hubungan perdata dengan ayahnya tidak ada.
c. Anak dan Ibunya tidak Berhak atas Nafkah dan Warisan
Akibat lebih jauh dari perkawinan yang tidak tercatat adalah, baik isteri
maupun anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut tidak berhak
menuntut nafkah ataupun warisan dari ayahnya. Namun demikian, Mahkamah
Agung RI dalam perkara Nugraha Besoes melawan Desrina dan putusan
Pengadilan Negeri Yogyakarta dalam perkara Heria Mulyani dan Robby
Kusuma Harta, saat itu mengabulkan gugatan nafkah bagi anak hasil hubungan
kedua pasangan tersebut.
3. Akta Perceraian
Perceraian yang secara sah menurut hukum negara (sesuai dengan UU no 1
Tahun 1974) adalah melalui Pengadilan. Perceraian yang demikian wajib dicatat dan
memperoleh akta cerai. Perceraian merupakan salah satu peristiwa penting yang
mengubah status catatan sipil seseorang. Perceraian mengubah status kawin
menjadi status janda atau duda, dan membawa akibat-akibat hukum lain seperti
pembagian harta bersama (gono-gini), serta hak dan kewajiban terhadap anak.
Pengadilan hanya memutuskan mengadakan sidang pengadilan untuk menyaksikan
perceraian apabila memang terdapat alasan-alasan dan pengadilan ber- pendapat
bahwa antara suami isteri yang bersangkutan tidak mungkin lagi didamaikan untuk
hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Sesaat setelah dilakukan sidang untuk
menyaksikan perceraian yang dimaksud maka Ketua Pengadilan membuat surat
keterangan tentang terjadinya perceraian tersebut. Surat keterangan itu dikirimkan
kepada Pegawai Pencatat di tempat perceraian itu terjadi untuk diadakan
pencatatan perceraian.
Suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat-akibatnya terhitung
sejak saat pendaftarannya pada daftar pencatatan kantor pencatatan oleh Pegawai
Pencatat, kecuali bagi mereka yang beragama Islam terhitung sejak jatuhnya
putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Sehingga jika putusan perceraian di pengadilan tidak segera dicatatkan, maka belum
mempunyai kekuatan hukum dan akan menyulitkan suami/isteri dalam mengambil
tindakan hukum lainnya. Misalkan untuk menikah kembali.
4. Akta Kematian
Kematian adalah menghilangnya secara permanen semua tanda-tanda
kehidupan setiap saat setelah kelahiran hidup terjadi.Pencatatan kematian
memberikan kepastian hukum atas hak dan kewajiban perdata seseorang yg
meninggal dunia, termasuk pada pihak yg mempunyai hubungan garis keturunan
atau hubungan darah.
Akta kematian merupakan bukti pengakuan negara atas meninggalnya
seseorang dgn berbagai implikasi keperdataan yg wajib diselesaikan. Bagi
pemerintah, pencatatan kematian yg dilaksanakan secara benar, hasilnya
merupakan sumber data statistik yg akurat sekaligus mengakomodasi kepentingan
dlm perencanaan pembangunan di bidang kesehatan.
Tujuan Pencatatan Kematian
Memberikan status dan kepastian hukum atas peristiwa kematian seseorang.
Memberikan perlindungan data pribadi penduduk yg berkaitan dgn
kematian.
Fasilitasi pelayanan publik sebagai implikasi penc. kematian.
Manfaat Pencatatan Kematian
Dengan diperoleh bukti dan dokumen autentik atas kematian seseorang maka
hal ini memberikan manfaat diantaranya yakni Pembuktian kematian secara hukum,
Pengurusan warisan/hubungan hutang-piutang/ asuransi; Pengurusan pensiun bagi
pegawai (janda/duda); Pemberian tunjangan keluarga; Pengurusan Taspen;
Pencairan dana/tabungan di bank; Persyaratan perkawinan bagi pasangan yg
ditinggal mati; Penghapusan data pribadi. Selain itu juga dengan pencatatan
kematian akan didapatkan data statistik vital kematian dan bagi penyelenggara
pencatatan
akan
memberikan
konstribusi
dlm
pemeliharaan
database
kependudukan yg akurat, muktahir dan realible.
4. Akta Pengakuan dan Pengesahan Anak
Akta Pengakuan dan Pengesahan Anak adalah catatan pinggir yang dibuat bagi
anak lahir diluar perkawinan orang tuanya yang kemudian diakui dan disahkan
dalam pencatatan perkawinan orang tuanya yang sah.
Pengakuan Anak
Dalam Penjelasan Pasal 49 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang
Administrasi Kependudukan, bahwa yang dimaksud dengan Pengakuan Anak adalah
:
Pengakuan seorang ayah terhadap anaknya yang lahir di luar perkawinan sah
atas persetujuan ibu kandung anak tersebut..
Pasal 49 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan menentukan bahwa Pengakuan Anak tersebut wajib dilaporkan oleh
orangtua pada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
Surat Pengakuan Anak oleh ayahnya dan disetujui oleh ibu dari anak yang
bersangkutan. Dalam kaitan ini mengenai Surat Pengakuan Anak oleh ayahnya yang
disetujui oleh ibu kandung anak yang bersangkutan, lebih baik dibuat dalam bentuk
akta Notaris, untuk kesempurnaan Pengakuan Anak tersebut, dan dapat menjadi bukti
yang kuat bagi para pihak.
Pengesahan anak
Dalam Penjelasan Pasal 50 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006
Tentang Administrasi Kependudukan, bahwa yang dimaksud dengan Pengesahan Anak
adalah :
pengesahan status seorang anak yang lahir di luar ikatan perkawinan sah
pada saat pencatatan perkawinan kedua tua anak tersebut.
Pasal 50 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan menentukan bahwa Pengesahan Anak tersebut wajib dilaporkan oleh
orang tua pada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak ayah dan ibu
dari anak yang bersangkutan melakukan perkawinan da mendapatkan akta perkawinan
terhadap anak yang dilahirkan diluar perkawinan yang sah, dapat dilakukan Pengakuan
Anak atau Pengesahan Anak. Kalau Pengakuan anak hanya sebatas pengakuan dari ayah
kandungnya yang disetujui oleh ibu kandungnya,tanpa diikuti dengan perkawinan ibubapaknya, tapi dalam Pengesahan Anak ibu danbapak si anak tersebut melangsungkan
pernikahan dan pada saat pencatatan perkawinan si anak diakui sebagai anak kandung
mereka.
Akta Pergantian Nama
Nama biasanya diberikan kepada seseorang sejak ia dilahirkan ke dunia. Akan
tetapi, nama juga bisa dirubah. Seiring dengan perkembangan jaman, banyak
masyarakat kita yang melakukan perubahan nama dengan berbagai alasan. Di
antaranya karena alasan profesi, nama lama kurang membawa hoki, nama lama
kurang bagus sehingga pemiliknya merasa malu jika memperkenalkan diri dan
berbagai alasan lainnya.
Tanpa kita sadari, mengganti atau merubah nama ini tidak serta merta berubah
begitu saja, karena perubahan nama ini berpengaruh terhadap seluruh administrasi
yang dilakukan. Di antaranya, dalam bidang administrasi kependudukan
berpengaruh terhadap KTP, KK dan akta kelahiran yang bersangkutan. Selain itu,
dalam administrasi pendidikan berpengaruh terhadap data pendidikan dan ijazah.
Perlu diketahui, bahwa penetapan perubahan nama ini telah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Pasal
52 yang menyatakan:
1.
Pencatatan perubahan nama dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan
negeri tempat pemohon.
2.
Pencatatan perubahan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana yang menerbitkan akta
Pencatatan Sipil paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya salinan
penetapan pengadilan negeri oleh Penduduk.
3.
Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pejabat Pencatatan
Sipil membuat catatan pinggir pada register akta Pencatatan Sipil dan kutipan
akta Pencatatan Sipil.
Dalam hal perubahan nama ini, akta kelahiran kita nantinya akan tetap sama
dengan akta kelahiran yang lama. Hanya saja dalam akta tersebut ditambahkan
catatan pinggir oleh petugas catatan sipil mengenai perubahan nama. Selanjutnya,
kita dapat mengurus perubahan nama pada surat-surat, seperti KTP, sertifikat tanah,
surat-surat yang berhubungan dengan perbankan, dan lain sebagainya dengan akta
tersebut.
2.2 TEMPAT KEDIAMAN (DOMICILIE)
Definisi Tempat Kediaman
Tempat kediaman (domicilie) adalah tempat seseorang harus dianggap
selalu hadir dalam hubungannya dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan
kewajiban, juga apabila pada suatu waktuia benar-benar tidak dapat hadir di tempat
tersebut. Bukan hanya manusia alami yang memiliki tempat tinggal, Badan Hukum
juga memiliki tempat inggal. Namun istilah yang digunakan bukanlah tempat tinggal,
melainkan tempat kedudukan yakni tempat kedudukan (kantor) pengurusnya.
Menurut kitab Undang-Undang Hukum Perdata tempat kediaman itu
seringkali ialah rumahnya, kadang-kadang kotanya. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa setiap orang dianggap selalu mempunyai tempat tinggal di
mana ia sehari-harinya melakukan kegiatannya atau di mana ia berkediaman
pokok. Kadang-kadang menetapkan tempat kediaman seseorang itu sulit,
karena selalu berpindah-pindah (banyak rumahnya). Untuk memudahkan hal
tersebut dibedakan antara tempat kediaman hukum (secara yuridis) dan tempat
kediaman yang sesungguhnya.
Macam-Macam Tempat Kediaman
Menurut KUHPerdata domisili/tempat tinggal itu ada dua jenis, yaitu:
1. Tempat tinggal sesungguhnya yaitu tempat yang bertalian dengan hak-hak
melakukan wewenang seumumnya. Tempat tinggal sesungguhnya dibedakan
antara lain :
Tempat tinggal sukarela/bebas yang tidak terikat/tergantung hubungannya
dengan orang lain. Pasal 17 KUHPdt menyatakan bahwa setiap orang
dianggap mempunyai tempat tinggal di mana ia menempatkan kediaman
utamanya. Dalam hal seseorang tidak mempunyai tempat kediaman utama
maka tempat tinggal dimana ia benar-benar berdiam adalah tempat tinggal
nya.
Tempat tinggal yang wajib/tidak bebas yaitu yang ditentukan oleh
hubungan yang ada antara seseorang dengan orang lain.
Misalnya :
-
wanita bersuami mengikuti suaminya
- anak di bawah umur mengikuti tempat tinggal orang tuanya/walinya .
- orang dewasa yang ada di bawah pengampuan mengikuti curatornya.
- pekerja /buruh mengikuti tempat tinggal majikannya .
2. Tempat tinggal yang dipilih, yaitu tempat tinggal yang berhubungan dengan
hal-hal melakukan perbuatan hukum tertentu saja. Tempat tinggal yang
dipilih ini untuk memudahkan pihak lain atau untuk kepentingan pihak yang
memilih tempat tinggal tersebut. Tempat tinggal yang dipilih ada dua macam,
yaitu :
Tempat tinggal yang terpaksa dipilih ditentukan undang-undang (pasal
106:2 KUHPdt)
Tempat kediaman yang dipilih secara bebas misalnya tempat tinggal yang
dipilih secara sukarela harus dilakukan secara tertulis artinya harus dengan
akta (pasal 24:1 KUHPdt), bila ia pindah maka untuk tindakan hukum yang
dilakukannya ia tetap bertempat tinggal di tempat yang lama.
Hak dan Kewajiban
Tempat tinggal menentukan hak dan kewajiban seseorang menurut hukum. Hak dan
kewajiban ini dapat timbul dalam bidang hukum perdata. Hak dan kewajiban dalam
bidang hukum pubik, misalnya :
a.
Hak mengikuti pemilihan umum, hak suara hanya dapat diberikan di TPS di
mana yang bersangkutan tinggal/beralamat.
b.
Kewajiban membayar pajak bumi dan bangunan hanya dapat dipenuhi
ditempat dimana yang bersangkutan tinggal/beralamat.
c.
Kewajiban membayar pajak kendaraan bermotor hanya dapat dipenuhi
dimana yang bersangkutan tinggal/beralamat, karena kendaraan bermotor di
daftarkan mengikuti alamat pemiliknya.
Hak dan kewajiban dalam hukum perdata misalnya :
a.
Jika dalam perjanjian tidak ditentukan tempat pembayaran, debitur wajib
membayar di tempat tinggalnya (pasal 1393 ayat 2 KUHPdt).
b.
Debitur wajib membayar wesel/cek kepada pemegangnya (kreditur) di
tempat tinggal/alamat debitur (pasa 137 KUHD). Ini berarti kreditur (bank)
untuk memperoleh pembayaran. Debitur (bank) hanya akan membayar di
kantornya, bukan di tempat lain.
c.
Debitur berhak menerima kredit dari kreditur (bank) di kantor kreditur
(bank), demikian juga kewajiban membayar kredit dilakukan di kantor
kreditur.
Status hukum
Status hukum seseorang juga menentukan tempat tinggalnya, sehingga
akan menentukan pula hak dan kewajiban menurut hukum. Tempat tinggal
seorang istri ditentukan oeh pemufakatan dengan suaminya. Dengan demikian
hak dan kewajiban hukum mengikuti tempat tingga yang ditentukan itu. Tempat
tinggal anak dibawah umur di tentukan ileh tempat tinggal orangtuanya. Dengan
demikian hak dan kewajiban anak tersebut ditentukan oleh tempat tinggal
kedua orang tuanya itu. Perjanjian juga menentukan tempat tinggal atau tempat
kedudukan.
Dengan
demikian
hak
dan
kewajiban
mengikuti
tempat
tinggal/alamat yang dipilih sesuai perjanjian.
Arti pentingnya domisili
Arti penting (relevansi) tempat tinggal bagi seseorang atau badan hukum
ialah dalam hal pemenuhan hak dan kewajiban, penentuan status hukum
seseorang dalam lalu lintas hukum, dan berusaha dengan pengadilan.
Tempat tingggal menentukan apakah seseorang itu terikat untuk memenuhi
hak dan kewajibannya dalam setiap peristiwa hukum. Tempat tinggal juga
menentukan status hukum seseorang apakah ia dalam ikatan perkawinan,
apakah ia dalam keadaan belum dewasa, apakah ia dalam keadaan tidak wenang
berbuat.
Tempat
tinggal
juga
menentukan
apabila
seseorang
berurusan/berperkara di muka pengadilan. Pengadilan Negeri atau Pengadilan
Agama berwenang menyelesaikan perkara perdata adalah yang daerah
hukumnya meliputi tempat tinggal tergugat (pasal 118 HIR).
Domisili penting untuk seseorang dalam hal sebagai berikut :
Untuk menentukan atau menunjukan suatu tempat di mana berbagai
perbuatan hukum harus dilakukan, misalnya mengajukan gugatan,
pengadilan mana yang berwenang mengadili (menurut Sri Soedewi
M.Sofwan).
Untuk mengetahui dengan siapakah seseorang itu melakukan hubungan
hukum serta apa yang menjadi hak dan kewajiban masing-masing (Riduan
Syahrani).
Untuk membatasi kewenangan berhak seseorang.
2.3 KEADAAN TIDAK HADIR (AFWEZIGHEID)
Definisi Keadaan Tidak Hadir
Keadaan tidak hadir diatur dalam Buku I Bab 18 pasal 463-495 KUHPdt yang
merumuskan secara definitif tentang keadaan tidak hadir.
Keadaan tidak hadir adalah suatu keadaan tidak adanya seseorang di tempat
kediamannya karena bepergian atau meninggalkan tempat kediamannya, baik
dengan izin maupun tanpa izin dan tidak diketahui di mana tempat ia berada.
Pengaruh Keadaan Tidak Hadir
Keadaan tidak hadir yang berlangsung lama dapat menimbulkan persoalan,
yaitu dugaan telah meninggal dunia. Dugaan ini timbul apabila pencarian telah
dilakukan dengan segala upaya, dengan perantaraan orang lain, dengan bantuan
pejabat negara, atau dengan bantuan media massa, tetapi tidak juga diketahui
keberadaan ang bersangkutan. Berlangsung lama, menurut KUHPdt Indonesia,
tidak ada kabar beritanya sekurang-kurangnya 5 tahun (pasal 467 KUHPdt) dan
sampai 10 tahun (pasal 470 KUHPdt). Menurut bahasa sehari-hari, orang itu
dikatakan orang hilan.
Persoalan lain adalah apabila bepergian yang bersangkutan itu tidak
meninggalkan pesan atau kuasa pada keluarga yang ditinggalkan, siapa dan
bagaimana cara mengurus kepentingannya (hak dan kewajiban), sebenarnya
yang bersangkutan diharapkan akan kembali, tetapi setelah lampau tenggang
waktu lama tidak juga muncul di tempat, timbul kesangsian apakah ia masih
hidup atau sudah meninggal dunia. Keadaan tidak hadir memengaruhi dan
memberi akibat hukum kepada yang bersangkutan sendiri dan kepada pihak
keluarga yang ditinggalkan. Pengaruh keadaan tidak hadir itu adalah pada:
Penyelenggaraan kepentingan yang bersangkutan
Status hukum yang bersangkutan sendiri, atau status hukum anggota
keluarga yang ditinggalkan mengenai perkawinan dan pewarisan.
Tahap Penyelesaian Keadaan Tidak Hadir
Menurut Tan Thong Kie, Keadaan tidak hadir dapat dibagi ke dalam 3 masa,
yaitu masa pengambilan tindakan sementara, masa ada dugaan hukum mungkin
telah meninggal dan masa pewarisan definitif.
Pengambilan Tindakan Sementara
Masa ini diambil jika ada alas an-alasan yang mendesak untuk mengurus
seluruh atau
sebagian
harta
kekayaannya.
dimintakan kepada Pengadilan Negeri
oleh
Tindakan
sementara
orangyang
ini
mempunyai
kepentingan terhadap harta kekayaannya. Dalam tindakan sementara ini hakim
memerintahkan BPH (Balai Harta Peninggalan) untuk mengurus seluruh harta
kekyaan serta kepentingan dari orang tak hadir.
Adapun kewajiban BHP adalah:
Membuat pencatatan harta yang diurusnya
Membuat daftar pencatatan harta, surat-surat lain uang kontan, kertas
berharga dibawa ke kantor BHP
Memperhatikan segala ketentuan untuk sesorang wali mengenai pengurusan
harta seorang anak (Pasal 464 KUHPerdata)
Tiap
tahun
memberi
pertanggung
jawaban
pada
jaksa
dengan
memperlihatkan surat-surat pengurusan dan efek-efek (Pasal 465
KUHPerdata)
BHP berhak atasa upah yang besarnya sama dengan seorang wali (Pasal 411
KUHPerdata).
Masa ada dugaan hukum mungkin telah meninggal
Seseorang dapat diputuskan “kemungkinan” sudah meninggal jika:
Tidak hadir 5 tahun, bila tidak meninggalkan surat kuasa (Pasal 467
KUHPerdata), dimulai pada hari ia pergi tidak ada kabar yang diterima dari
orang tersebut atau sejak kabar terakhir diterima.
Tidak hadir 10 tahun, bila surat kuasa ada tetapi sudah habis berlakunya
(pasal 470 KUHPerdata), dimulai pada hari ia pergi tidak ada kabar yang
diterima dari orang tersebut atau sejak kabar terakhir diterima.
Tidak hadir 1 tahun, bila orangnya termasuk awak atau penumpang kapal
laut atau pesawat udara (S. 1922 No. 455), dimulai sejak adanya kabar
terakhir dan jika tidak ada kabar sejak hari berangkatnya.
Tidak hadir 1 tahun, jika orangnya hilang pada suatu peristiwa fatal yang
menimpa sebuah kapal laut atau pesawat udara (S. 1922 No. 455), di mulai
sejak tanggal terjadinya peristiwa.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 9/1975, dikatakan bahwa apabila salah
satu
pihak meninggalkannya 2 tahun berturut-turut, pihak yang ditinggalkan
boleh mengajukan perceraian.
Akibat-akibat dari masa kemungkinan sudah meninggal bagi para ahli waris dan
penerima hibah wasiat/legataris adalah:
Menuntut pembukaan surat wasiat
Mengambil (menerima) harta orang yang tak hadir dengan kewajiban
membuat pencatatan harta yang dimbil serta memberi jaminan yang harus
disetujui oleh hakim (pasal 472 KUHPerdata)
Meminta pertanggung jawab oleh BHP bila BHP dahulu mengurusnya
Mengoper segala kewajiban dan gugatan orang tak hadir (asal 488
KUHPerdata). Para ahli waris yang diperkirakan demi hokum menerima
harta
warisan secraa terbatas (Pasal 277 KUHPerdata)
Pada umumnya mereka bertindak sebagai orang yang mempunyai hak pakai
hasil (Pasal 474 KUHPerdata)
Berhak mengadakan pemisahan dan pembagian dengan ketentuan harta
tetap tidak dapat dijual kecuali dengan ijin hakim (Pasal 478 dan 481
KUHPerdata)
Keadaan “mungkin sudah meninggal” berakhir:
Jika orang yang tidak hadir kembali atau ada kabar baru tentang hidupnya
Jika si tak hadir meninggal dunia
Jika masa “pewarisan definitive” termaksud dalam Pasal 484 KUHPerdata dimulai.
Masa Pewarisan definitive
Masa ini terjadi apabila lewat 30 tahun sejak tanggal tentang “mungkin sudah
meninggal” atas keputusan hakim, atau setelah lewat 100 tahun setelah lahirnya si
tak hadir.
Akibat-akibat permulaan masa pewarisan definitive:
Semua jaminan dibebaskan
Para ahli waris dapat mempertahankan pembagian harta warisan
sebagaimana telah dilakukan atau membuat pemisahan dan pembagian
definitive.
Hak menerima warisan secara terbatas berhenti dan para ahli waris dapat
diwajibkan menerima warisan atau menolaknya.
Seandainya orang yang tidak hadir kembali setelah masa pewarisan
definitive, ia ada hak untuk meminta kembali hartanya dalam keadaan
sebagaimana adanya berikut harga dari harta yang tidak dipindatangankan,
semuanya tanpa hasil dan pendapatannya (Pasal 486 KUHPerdata).
Akibat-akibat keadaan tidak hadir terhadap istri adalah:
Jika suami atau istri tak hadir 10 tahun tanpa ada kabar tentang hidupnya,
maka istri/suami yang ditinggal dapat menikah lagi dengan ijin Pengadilan
Negeri (Pasal 493 KUHPerdata). Sebelumnya pengadilan harus mengadakan
dulu pemanggilan 3X berturut-turut.
Waktu 10 tahun dapat diperpendek jadi satu tahun dalam masa “mungkin
sudah meninggal” (S. 1922 No. 455).
Dalam PP No. 9/1975 boleh kawin lagi apabila ditinggal 2 tahun
berturut-
turut.
Jika ijin pengadilan sudah diberikan tapi perkawinan baru belum
dilangsungkan sedang orang yang tak hadir kembali/member kabar masih
hidup, ijin untuk menikah dari pengadilan gugur demi hokum.
Setelah suami/istri yang ditinggal menikah lagi dan kemudian orang yang tak
hadir, maka orang yang tak hadir boleh menikah lagi dengan orang lain.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Lembaga Catatan Sipil ini mengurusi pencatatan peristiwa hukum seseorang
seperti kelahiran,perkawinan,kematian,perceraian,pengakuan dan pengesahan
anak serta pergantian nama yang menyangkut hal-hal keperdataan yang
dimiliki, baik untuk kejelasan status, atau penyelesaian
masalah-masalah
keperdataan yang akan atau sedang terjadi.
Tempat tinggal ini terkait hak dan kewajiban dalam peristiwa hukum seseorang
serta menentukan status hukumnya.
Keadaan tidak hadir ini dapat menimbulkan ketidak pastian hukum yang terkait
dengan orang lain.
3.2 SARAN
Untuk Lembaga Catatan Sipil agar dapat bekerja lebih baik dalam melakukan
pencatatan dan terkait dengan tempat tinggal dan keadaan tidak hadir
seseorang agar status hukumnya jelas.
DAFTAR PUSTAKA
R.Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan. Hukum Orang dan Keluarga
(Personen en Familie-Recht). Surabaya. Airlangga University Press, 1991 Hlm.5.
Salim,HS.,Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW),Jakarta. Sinar Grafika,Cet
IV,2006),Hlm.42.
Muhammad,Prof. Abdulkadir S.H. Hukum Perdata Indonesia. Penerbit PT Citra Aditya
Bakti. Bandung.2014
Rachmadi, Usman. Aspek-aspek Hukum Perorangan
Indonesia.Jakarta.Sinar Grafika.2006 Hlm.189.
dan
Kekeluargaan
di
Kie,Tan Thong . Studi Notariat & Serba-Serbi Praktek Notaris. Jakarta. Inchtiar Baru
Van Hoeve. 2007, Hlm 44.
Salim, Pengantar hukum Perdata Tertulis. Jakarta. Sinar Grafika. 2008 hal 37-40
Soleh Hasan. ''Pencatatan Sipil di Indoneisa''. 15 Maret 2015. http://solehcom.blogspot.com/2012/03/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
Egi
Septiannjari.
''Makalah
Hukum
http://makalahhukumperdata.blogspot.com/
Perdata''.
16
Maret
2015.
Andrycko, Muhammad. ''Materi kuliah Pengetahuan dasar Hukum Perdata Lengkap''.
16 Maret 2015. http://andrycko.blogspot.com/2011/12/pengetahuan-dasar-hukumperdata.html
Hasbi Hasadiqi.''Domisili Hukum Perdata''. 16 Maret 2015.
http://artikelfakta.blogspot.com/2013/07/domisili-hukum-perdata.html