Media Massa sebagai Kekuatan Politik Di

Media Massa sebagai Kekuatan Politik Di Indonesia: Media
Massa pada Pemilu 2014
Oleh Stefani Dyah Retno Pudyanti - 15/384163/SP/26875
Mahasiswa S1 Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Gadjah Mada

Media massa erat hubungannya dengan demokrasi politik, bahkan media mendapat
julukan sebagai pilar keempat demokrasi sejak abad ke 171. Media dapat dikatakan sebagai
pilar keempat demokrasi karena media menjadi salah satu tolak ukur demokrasi di suatu
negara. Semakin tinggi kebebasan media dan pers di suatu negara berbanding lurus dengan
kebebasan dalam politik dan demokrasi di negara tersebut. Sebuah organisasi independen
bernama Freedom House2 memiliki data tentang demokrasi tiap negara di dunia, begitu pula
dengan media dan pers. Menurut survey dari Freedom House dalam hal kebebasan demokrasi
Indonesia mendapat poin 65 (dengan skala 0-100) dan Indonesia dari segi hak politik
mendapat poin 2 (1-7, dengan 1 paling bebas dan 7 yang tidak bebas) atau bisa dikatakan
hampir bebas3. Kebebasa pers dan media juga diukur, dimana Indonesia dapat poin 49
(dengan skala 0-100)4. Media memiliki peran penting yang berhubungan dengan demokrasi
yaitu sebagai pengawas atau watchdog, penjaga kepentingan publik, dan penghubung rakyat
ke pemerintah atau sebaliknya5. Saya meyakini pentingnya media dalam demokrasi dan
perkembangan politik di suatu negaraa, terutama di Indonesia dimana demokrasi masih
berupa proses yang terus berkembang. Media atau media massa menjadi aktor penting dalam
demokrasi sehingga dapat dikatakan sebagai kekuatan politik di Indonesia.

Peran media dalam politik Indonesia selalu terasa terlebih menjelang pemilu yang
merupakan pesta demokrasi rakyat. Esai ini membahas media massa di Indonesia melalui
studi kasus pemilu tahun 2014. Sejak tahun 2004, pemilu di Indonesia menjadi spesial karena
S. S. Coronel , „The Role Of The Media In Deepening Democracy‟ , UNPAN Document Management System
(DMS) (daring), , diakses 14
Desember 2016
2
„About Freedom House‟, Freedom House (daring), , diakses 14 Desember
2016
3
„Freedom in the world 2016, Anxious Dictators, Wavering Democracies: Global Freedom under Pressure‟, ,
Freedom House (daring), , diakses 14
Desember 2016
1

„Freedom of the Press‟, Freedom House (daring),, diakses 14 Desember 2016
5
S. S. Coronel

4


1

rakyat secara langsung dapat memilih presiden dan wakilnya yang tidak semua negara bisa
alami. Pemilu tahun 2004 dan 2009, pemilihan presiden keduanya dimenangkan oleh Susilo
Bambang Yudhoyono sehingga di tahun 2016 dapat dipastikan beliau tidak mencalonkan diri
sebagai presiden lagi sehingga sebelum Pemilu 2016 cukup ramai perbincangan soal calon
presiden. Menjelang tahun 2016, partai politik mulai mempromosikan dirinya melalui media,
tidak terkecuali tokoh-tokoh politik yang waktu itu berupaya untuk jadi calon presiden mulai
memperkenalkan diri mereka ke masyarakat lewat iklan dan pemberitaan media. Media
massa seperti televisi begitu sering menampilkan iklan-iklan politik dan pemberitaan di surat
kabar. Ramainya media massa tidak terlepas dari tokoh-tokoh partai politik memiliki
kedekatan dengan media atau malah pemilik media itu sendiri.
Esai ini secara spesifik membahas bagaimana peran media massa dalam Pemilu 2014,
dimana saya melihat media massa sebagai kekuatan politik di Indonesia menjadi instrumen
komunikasi politik. Selanjutnya saya akan menggunakan dua teori dalam esai ini yaitu
konstruktivisme dan rational choice. Media massa sebagai instrumen komunikasi politik
membentuk atau mengkonstruksi paham yang ada di masyarakat tentang suatu hal, bila media
terus-menerus menampilkan tentang partai politik dan tokoh politik tertentu akan sangat
mudah tertanam di pikiran masyarakat. Namun konstruksi melalui media massa juga

dipegaruhi oleh pemikiran rasional atau rational choice yang dimiliki tiap orang. Sehingga
media massa sebagai instumen komunikasi politik berfungsi sebatas menyampaikan pesanpesan politik, sedangkan keputusan memilih dalam pemilu tidak sepenuhnya dikarenakan
media melainkan ada faktor eksternal lain dan juga internal (rational choice) dari tiap
pemilih.
Iklan Politik dan Pemberitaan di Media Massa
Media massa terutama televisi dianggap sarana yang efektif untuk mempromosikan
suatu hal ke masyarakat Indonesia mengingat jangkauan televisi yang luas sampai ke pelosok
negeri dan saluran dari pusat ke semua daerah sama. Tidak heran di tiap acara televisi begitu
banyak dimuati iklan berbagai produk tidak kecuali partai politik menjelang pemilu. Partai
berlomba-lomba untuk bisa menarik hati pemilih salah satunya dengan iklan di televisi,
melalui visualisasi yang menarik serta suara atau musik yang mudah terngiang di telinga
pendengarnya.
Peserta Pemilu 2014 ada 15 partai politik dan hanya satu yang baru yaitu Partai
Nasional Demokrat atau Partai Nasdem dengan nomor urut 1. Partai ini diketuia oleh Surya
2

Paloh yang pernah berada di Partai Golkar, Surya Paloh selain seorang politikus juga seorang
pebisnis dengan beberapa perusahaan di bidang media seperti Metro TV dan surat kabar
Media Indonesia. Tidak hanya Surya Paloh , tapi ada juga tokoh politik lain yang juga
pemilik media atau pemilik media yang menjadi politikus seperti Aburizal Bakrie tokoh

politik dari Golkar yang waktu itu menjadi Ketua Umum dengan TV One dan ANTV, serta
Hary Tanoesoedibjo dengan MNC meliputi stasiun televisi MNC TV, RCTI, Global TV, dan
koran Seputar Indonesia yang terjun ke dunia politik awalnya melalui Partai Nasdem, lalu
berpindah ke Hanura, dan sekarang mendirikan partai baru yaitu Partai Persatuan Indonesia
atau Perindo.
Terlihat ada kedekatan antara media dengan partai politik yaitu melalui tokoh parpol
yang juga pemilik media hal ini menjadi penyebab kenapa banyaknya iklan partai tertentu di
media tertentu. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melakukan pengawasan iklan saat masa
kampanye dan terbukti terdapat pelanggaran dan di luar batas wajar, dimana tiap stasiun
televisi maksimal menayangkan 10 kali iklan untuk satu partai. Pelanggaran ini dicatat KPI
pada hari pertama kampanye yaitu 16 Maret 2014 dengan rincian sebagai berikut: RCTI,
MNC TV, dan Global TV menayangkan iklan Partai Hanura (Wiranto dan Hary
Tanoesudibjo) masing-masing sebanyak 13 kali (13 spot iklan), iklan Golkar (Aburizal
Bakrie) di TV One sebanyak 14 kali, ANTV 15 kali, dan Indosiar sebanyak 16 kali, Metro
TV menayangkan iklan Nasdem (Surya Paloh) sebanyak 12 kali, dan Trans TV
menanyangkan iklan Partai Gerindra sebanyak 14 kali. KPI sudah berusaha menegur pihakpihak terkait untuk tidak melanggar ketentuan yang ada dalam iklan partai.6
Tidak hanya melalui iklan partai politik, di media melalui saluran berita, terkadang
pemberitaan yang harusnya netral malah cenderung berpihak pada partai tertentu atau
kelompok tertentu. KPI juga memantau penyiaran berita dengan kuantitas pemberitaan partai
politik di hari pertama kampanye. Stasiun TV milik Hary Tanoesubidjo masih dianggap

wajar dalam pemberitaan dengan RCTI meniarkan pemberitaan Nasdem sebanyak tiga kali,
PKB satu kali, PKS dua kali, Gerindri satu kali, PPP satu kali, dan Hanura tiga kali, MNC TV
menyiarkan Gerindra satu kali dan Hanura dua kali, Global TV pemberitaan PKS, Gerindra,
PPP, PAN, PKPI dan PBB sebanyak sekali, PDIP dua kali, Hanura, Golkar, dan Demokrat
enam kali. Media milik Aburizal Bakrie ANTV hanya memberitakan Golkar sekali dan PKS
Ira, „Nasdem, Hanura, Golkar, dan Gerindra Langgar Ketentuan Iklan Kampanye di Televisi‟, Lembaga
Penyiaran Indonesia (daring), 18 Maret 2014, , diakses 15
Desember 2016

6

3

juga sekali, TV One memberitakan Nasdem dan Gerindra tiga kali, PKB dua kali, PKS dan
PPP empat kali, Hanura dan Golkar enam kali, PDIP dua kali, PKPI, PAN dan PBB sekali,
dan Demokrat lima kali. Pemberitaan di media yang dianggap agak berpihak itu di hari
pertama masih dianggap wajar kecuali Metro TV yang memberitakan Nasdem sebanyak 34
kali, sedangkan partai lain hanya sedikit yaitu PKS sembilan kali, Gerindra tujuh kali, Hanura
sekali, PDIP dan Golkar enam kali, Demokrat delapan kali, dan PAN dua kali.7
Iklan politik pada dasarnya serupa dengan iklan komersil lainnya, ada pihak yang

ingin mempromosikan sesuatu (partai politik dan tokoh politik) serta ada pihak (media) yang
mempunyai kemampuan untuk membantu dalam hal promosi. Terjadi proses komunikasi
politik, dimana partai atau tokoh “membeli” kesempatan yang ditawarkan media untuk
mengekspos dirinya dan menyatakan keberadaannya guna menyampaikan pesan tertentu
supaya bisa mempengaruhi masyarakat secara luas dan kelak memilihnya dalam pemilu8.
Partai politik dan tokoh politik bisa dikatakan agresif dalam menyatakan
keberadaannya pada masyarakat serta dalam penyampaian pesan-pesan politik melalui media
massa9. Agresif ini dalam artian begitu menggebu-gebunya dalam berkampanye terlihat dari
intensitas dan kuantitas kampanye di media massa baik yang secara terang-terangan berupa
iklan, ataupun yang lebih terselubung dalam berita atau acara televisi lainnya dengan
menyoroti tokoh partai politik. Disadari bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar
pada masyarakat, tidak hanya sebagai penyalur informasi tapi bisa untuk membangun
pendapat umum dan diharapkan bisa mendorong terjadinya perubahan politik di
masyarakat10. Selain itu, pihak media tidak sungkan untuk meliput tentang partai politik baik
kampanyenya ataupun soal tokohnya karena hal-hal itu merupakan peristiwa politik dan
dianggap memiliki nilai berita11.
Selain ada komunikasi politik antara partai dan masyarakat yang diperantarai oleh
media massa, terdapat juga interaksi saling menguntungkan antara media dan pihak partai,
dimana media memiliki bahan berita dan partai sekaligus semakin terekspos media (dalam
„Hari Pertama Kampanye Terbuka, Metro TV dan Partai Nasdem Terbanyak Lakukan Pelanggaran‟, Suara

Pembaruan (daring), 18 Maret 2014, , diakses 15 Desember 2016
8
N. Sumiaty, „Pesan Politik di Media Televisi Menjelang Pemilihan Umum 2014‟, Observasi, Vol. 11, No 2,
2013, p. 156
9
BPPKI Bandung, „Dinamika Komunikasi Politik Menjelang Pemilu 2014‟ , Observasi, Vol. 11, No 2, 2013, p.
7
10
N. Sumiaty, „Pesan Politik di Media Televisi Menjelang Pemilihan Umum 2014‟, Observasi, Vol. 11, No 2,
2013, p. 152
11
N. Sumiaty, p. 153

7

4

hal positif) sehingga bisa mendongkrak popularitas partai tersebut. Partai politik dapat
dikatakan cukup bergantung pada media, karena kampanye-kampanye di jalan dengan iringiringan tidaklah seefektif kampanye dengan bantuan media massa yang bisa mencakup
banyak wilayah dan orang dalam waktu bersamaan. Di sisi lain, media juga meraup

keuntungan di musim pemilu dengan iklan yang berbayar dan juga berita politik yang
menarik perhatian penonton televisi. Namun efektivitas kampanye di media massa masih bisa
diperdebatkan. Kampanye di media massa oleh sebagian besar orang dianggap efektif karena
bisa menimbulkan efek pada perilaku masyarakat12. Sebagai contohnya, partai baru di Pemilu
2014 yaitu Nasdem berhasil meraih suara sebanyak 6,72% bahkan mengalahkan partai yang
lebih senior seperti PPP yang hanya 6,53% atau Hanura yang juga baru namun sudah ada
pada pemilu sebelumnya sebanyak 5,26%13. Dapat diasumsikan bahwa keberhasilan Nasdem
salah satunya dipengaruhi oleh kampanye yang intens di media massa. Namun, secara nyata
kampanye di media massa baru bisa dikatakan berhasil bila orang yang tadinya tidak
memiliki pilihan karena menonton media menjadi memiliki pilihan, atau pilihannya berubah
setelah menonton tayangan media. Tapi hal ini sulit dibuktikan, karena berada di level
individu dan tergantung dari tiap orang itu sendiri.
Pencitraan Tokoh Politik di Media Massa
Partai politik hadir di media massa disertai dengan kehadiran tokoh-tokohnya. Iklan
dan pemberitaan partai politik di media termasuk sorotan pada tokohnya misalkan saja
Gerindra dengan Prabowo, Hanura dengan Wiranto, atau PDIP dengan Megawati. Sorotan
media ini tidak jauh dari acara seremonial, kunjungan ke daerah, kegiatan sosial yang
bersentuhan langsung dengan rakyat14. Media jadi tempat pencitraan tokoh-tokoh politik
guna membangun image baik diri mereka di masyarakat. Tidak jarang tokoh-tokoh ini
mengiklankan dirinya disertai dengan slogan tertentu dan memproklamirkan diri sebagai

capres atau cawapres.
Walter Lippman (1922) menyatakan bahwa apa yang kita ketahui tentang dunia
itulah yang media sampaikan kepada kita 15. Masyarakat mengetahui tokoh-tokoh politik

melalui media sehingga media bisa benar-benar membentuk persepsi di masyarakat tentang
12

N. Sumiaty, p. 157
„KPU sahkan hasil Pemilu, PDIP nomor satu‟, BBC Indonesia (daring), 10 Meei 2014,
, diakses 17 Desember
2016
14
Haryati, „Pencitraan Tokoh Politik Menjelang Pemilu 2014‟, Observasi , Vol. 11, No. 2, 2013, p. 173 (173191)
15
Haryati, p. 174

13

5


tokoh politik. Bila di media tokoh ini digambarkan penuh wibawa atau berkharisma, maka
masyarakat akan mengenal tokoh tersebut seperti itu, karena pada kenyataannya sulit untuk
bisa mengenal secara langsung.
Media juga jarang memberitakan tokoh-tokoh politik dengan citra negatif dan
cenderung positif atau lebih ke netral. DSCS (Developing Countries Studies Center)
Indonesia melakukan survei soal pemberitaan tokoh politik di media massa dalam 7.476
artikel di tujuh surat kabar (Kompas, Media Indonesia, Indo Pos, Republika, Rakyat
Merdeka, Suara Pembaruan, dan Seputar Indonesia) selama rentang waktu 1 Januari – 31
Desember 201116. Hasil dari survei tersebut ada beberapa tokoh denngan prosi pemberitaan
dan tema utama artikel pemberitaan, sebagai berikut: Seputar Pemilu 2014 ada Hatta Rajasa
sebanyak 32,7%, Aburizal Bakrie sebanyak 15,5%, Megawati Soekarnoputri sebanyak
10,2%, Ani Yudhoyono sebanyak 6,7%, Sri Sultan Hamengkubuwono X sebanyak 7%,
Prabowo Subianto sebanyak 4,6%, Sri Mulyani sebanyak 4,2% dan Surya Paloh sebanyak
3,7% ( Seputar Nasional Demokrat 60% dan Pemilu 2014 hanya 14%). Di sini terlihat ada
upaya penggiringan berita dengan membangun popularitas dan citra positif melalui
pemberitaan di media massa.
Tokoh-tokoh politik ini banyak yang memproklamirkan dirinya sebagi capres dan
cawapres dalam Pemilu 2014 dan mereka memang sering muncul di media massa terutama di
televisi, dimana mereka digambarkan sebagai pribadi yang baik dan berpihak ke rakyat.
Pengemasan di media massa terutama dalam iklan juga tidak sembarangan dengan

memperhatikan simbol visual seperti setting latar dan audio dengan slogan yang mudah
diingat orang. Sebagai contoh slogan dari Prabowo Subianto “Pengabdian bagi bangsa dan
negara”, lalu ada juga dari Wiranto-Hary Tanoesudibjo (Hanura) “Win HT bersih, peduli,
tegas”, Hatta Rajasa sebagai orang nomor satu PAN “PAN merakyat”, selanjutnya ada
Aburizal Bakrie dari Golkar “Suara Golkar, suara rakyat”. Pencitraan tokoh-tokoh politik
sangat terasa di media massa selama masa kampanye 2014, tokh politik ini menjadi selebriti
melalui iklan-iklan di televisi dan media lainnya.17
Media Massa sebagai Instrumen Komunikasi Politik
Dilihat dari paparan data-data sebelumnya, hanya segelintir partai dan tokoh yang
sering berada di media. Ada ketidakseimbangan dalam memperoleh ruang komunikasi politik
16
17

Developing Countries Studies Center (2011) dikutip dari Haryati, p. 175
Haryati, p. 178

6

di media massa yang dikarenakan adanya kedekatan tokoh politik dengan media atau
kepemilikan dana untuk berkampanye di media. Belanja politik di media bukanlah sesuatu
yang murah sehingga tidak semua pihak (partai atau tokoh politik yang mungkin berkualitas)
bisa melakukan kampanye intensif di media. Media massa yang seharusnya jadi jembatan
komunikasi politik hanya dimanfaatkan secara komersil dalam pemasangan iklan dan
pencitraan tokoh.
Komunikasi politik yang terjadi sangat disayangkan hanya sebatas masa kampanye
pemilu, padahal komunikas seharusnya berjalan terus menerus dan tidak berhenti begitu saja.
Karena komunikasi yang tidak berlanjut dikhawatirkan sulit tercipta kesamaan paham politik
antara masyarakat dan elite politik. Setelah pemilu usai, publik dan masyarakat terkadang
dilupakan dan dianggap tidak penting lagi, publik hanya menjadi „objek‟ partai politik untuk
memenangkan pemilu. Pesan dan janji politik yang selama pemilu dikoar-koarkan bisa hilang
begitu saja tanpa ada realisasi yang nyata.
Media massa sebagai instrumen komunikasi politik diharapkan mampu melahirkan
efek politik yang bisa membentuk perilaku pemilih yaitu dalam menerima dan nantinya
berpihak pada gagasan yang disampaikan partai dan tokohnya. Pada kenyataannya,
komunikasi politik yang terjadi hanya sebatas interaksi intensif dalam kurun waktu tertentu
yaitu selama masa kampanye dan menjelang pemilu. Komunikasi politik berupa kampanye
dan iklan lebih bertujuan untuk mempengaruhi masyarakat untuk memberikan suaraya saat
pemilu.18
Alasan media massa menjadi instrumen komunikasi politik yang penting ada dua.
Pertama karena luasnya jangkauan media dalam menyebarkan pesan politik dari partai dan
tokoh. Hal ini dimanfaatkan untuk oleh partai untuk memperoleh keuntungan yaitu
mendapatkan suara dalam pemilu. Kedua, kehadiran media massa dianggap bisa
menampilkan realitas politik dalam proses konstruksi realitas (Construction of reality). Media
dalam mengkonstruksi suatu peristiwa politik misalkan dalam pemberitaan dapat
memberikan paham di masyarakat mengenai realitas politik yang terjadi.19
Media massa memiliki posisi strategis dan penting dalam kehidupan politik. Media
berperan besar dalam menciptakan dan membentuk paham politik di masyarakat. 20 Peran
media ini bisa kita lihat dengan teori konstruktivisme yang menyatakan bahwa pengetahuan

18

Haryati, p. 179
I. Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa , Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2004, pp. 8-9
20
Haryati, p. 181
19

7

berasal dari proses konstruksi secara aktif21, dalam hal ini media berperan sebagai agen yang
secara aktif mengkonstruksi pengetahuan masyarakat termasuk pengetahuan politik. Teori
konstruktivisme menjelaskan bahwa semua pengetahuan itu secara sosial dibentuk, sehingga
dapat dikatakan apa yang masyarakat pahami tentang keadaan sekitarnya seperti dalam hal
politik salah satuya dibentuk oleh media. Media menjadi memiliki peran yang berat karena
menjadi salah satu pembentuk paham di masyarakat. Independensi media menjadi sangat
penting22 terutama sehigga media tidak menjadi alat kepentingan golongan tertentu dan dapat
menyetir konstruksi paham di masyarakat. Media massa hendaknya benar-benar bisa menjadi
kekuatan politik tersendiri yang membawa dampak baik ke masyarakat secara luas.
Media massa memiliki peran lebih ketika musim pemilu dimana media menjadi
andalan untuk kampanye. Media massa ramai dengan iklan politik dan berita seputar pemilu
yang merupakan pesta demokrasi rakyat. Media massa dipilih sebagai sarana kampanye dan
komunikasi politik karena dianggap efektif seperti jangkauannya luas dan tidak memakan
banyak waktu. Namun keberhasilan media massa untuk mempengaruhi pemilih tidaklah bisa
dipastikan karena tiap individu memiliki pemikiran dan pertimbangannya masing-masing
dalam memilih yang dapat dijelaskan dengan teori rational choice. Teori rational choice
berasumsi bahwa seseorang memilih sesuatu karena percaya bahwa hal yang dipilihnya itu
akan memberikan hasil yang terbaik bagi dirinya atau kelompoknya23. Iklan dan pemberitaan
di media massa sudah begitu gencar bisa membuat masyarakat ingat atau mengetahui akan
partai atau tokoh politik tertentu, tapi belum tentu pada akhirnya akan memilihnya karena tiap
elemen masyarkat atau individu memiliki pilihannya masing-masing. Media massa yang
digunakan untuk kampanye dikatakan berhasil jika bisa mempengaruhi masyarakat untuk
merubah pilihannya atau yang tadinya tidak memiliki pilihan jadi tahu apa atau siapa yang
harus dipilih.
Sebuah jurnal menyatakan “Semua kekuaaan politik dalam era ini tidak bisa
mengjindar dari media, bisa media yang membutuhkan politik ataupun politik yang
membutuhkan media24”. Saya sangat setuju dengan pernyataan ini, bahwa media sangat
dibutuhkan dalam perpolitikan bahkan media menjadi sebuah kekuatan politik tersendiri.
Satu hal yang membuat media penting dalam politik karena media menjadi agen politik yang
berperan dalam komunikasi politik dengan berbagai macam cara baik melalui iklan atau
R. Fox, „Constructivism Examined,‟ Oxford Review of Education , Vol. 27, No. 1, 2001, pp. 23-29
Haryati, p. 183
23
Y. Sato, „Rational Choice Theory‟, Sage Publishing (daring),
, diakses 16 Desember 2016
24
N. Sumiaty, pp. 153-154

21

22

8

berita. Media sebagai pilar keempat demokrasi juga memiliki peran besar yaitu sebagai
penjaga tegaknya demokrasi. Media massa sebagai sebuah kekuatan politik hendaknya tidak
hanya berpihak pada kepentingan tertentu tapi bisa lebih objektif dan memberikan
pengetahuan yang membangun masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku
Hamad. I., Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa , Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta, 2004.

Sumber Jurnal
BPPKI Bandung, „Dinamika Komunikasi Politik Menjelang Pemilu 2014‟ , Observasi, Vol.
11, No 2, 2013
Fox. R, „Constructivism Examined,‟ Oxford Review of Education , Vol. 27, No. 1, 2001, pp.
23-29
Haryati, „Pencitraan Tokoh Politik Menjelang Pemilu 2014‟, Observasi , Vol. 11, No. 2,
2013, pp. 173-191
Sumiaty. N, „Pesan Politik di Media Televisi Menjelang Pemilihan Umum 2014‟, Observasi,
Vol. 11, No 2, 2013, pp. 151-160

Sumber Online
„About Freedom House‟, Freedom House (daring), ,
diakses 14 Desember 2016
Coronel. S. S., „The Role Of The Media In Deepening Democracy‟ , UNPAN Document
Management

System

(DMS)

(daring),

,
diakses 14 Desember 2016

9

„Freedom in the world 2016, Anxious Dictators, Wavering Democracies: Global Freedom
under Pressure‟, , Freedom House (daring), , diakses 14 Desember 2016
„Freedom of the Press‟, Freedom House (daring), , diakses 14 Desember 2016
„Hari Pertama Kampanye Terbuka, Metro TV dan Partai Nasdem Terbanyak Lakukan
Pelanggaran‟,

Suara

(daring),

Pembaruan

18

Maret

2014,

, diakses 15 Desember 2016
Ira, „Nasdem, Hanura, Golkar, dan Gerindra Langgar Ketentuan Iklan Kampanye di Televisi‟,
Lembaga

Penyiaran

Indonesia

(daring),

18

Maret

2014,

,

diakses

15

Desember 2016
„KPU sahkan hasil pemilu, PDIP nomor satu‟, BBC Indonesia (daring), 10 Meei 2014,
,
diakses 17 Desember 2016
Sato.

Y.,

„Rational

Choice

Theory‟,

Sage

Publishing

,

(daring),
diakses

16

Desember 2016

10

Dokumen yang terkait

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL AGRIBISNIS PERBENIHAN KENTANG (Solanum tuberosum, L) Di KABUPATEN LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

27 309 21

ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Empiris Pada Perusahaan Property dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

47 440 21

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA DENGAN GANGGUAN JIWA (SKIZOFRENIA) Di Wilayah Puskesmas Kedung Kandang Malang Tahun 2015

28 256 11

STUDI PENGGUNAAN SPIRONOLAKTON PADA PASIEN SIROSIS DENGAN ASITES (Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

13 140 24

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Partisipasi Politik Perempuan : Studi Kasus Bupati Perempuan Dalam Pemerintahan Dalam Kabupaten Karanganyar

3 106 88