PEMBELAJARAN DIKAJI DARI PERSPEKTIF PSIK

PEMBELAJARAN DIKAJI DARI PERSPEKTIF PSIKOLOGI
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan
Tugas Mata Kuliah Landasan dan Problema Pendidikan

Oleh

:

Totok Mardianto (NIM: 06032681318016)
Ria Triayomi
(NIM: 06032681318019)
Yuni Widawati
(NIM: 06032681318064)
Dosen Pengasuh:
Dr. Yosep
Dr. Sri Sumarni, M.Pd.

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2013

2

PEMBELAJARAN DIKAJI DARI PERSPEKTIF PSIKOLOGI
Totok Mardianto, Ria Triayomi, dan Yusni Widawati

Pendahuluan
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat
fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti
bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung
pada proses belahar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di
lingkungan rumah atau keluarganya sendiri. Kegiatan pembelajaran syarat dengan
muatan psikologis. Dengan kata lain, banyak aspek psikologis dalam proses
pembelajaran yang harus dipahami oleh seorang pendidik demi tercapainya tujuan
pendidikan.
Mengabaikan aspek-aspek psikologis dalam pembelajaran akan berakibat
kegagalan. Untuk dapat memahami berbagai aspek psikologis dalam pembelajaran,
guru harus memahami berbagai konsep psikologi, khususnya psikologi belajar.
Banyak hal yang perlu dikuasai oleh seorang pendidik, bukan hanya hal-hal yang

kasat mata dan lahiriah, tetapai juga harus menguasai hal-hal yang bersifat batiniah.
Misalnya memahami perasaan, keinginan, jalan pikiran, dan emosi siswa, yang
kesemuanya tercakup dalam ranah psikologi. Tanpa keahlian tersebut, pendidik tidak
akan mampu mengoptimalkan potensi siswa.
Setiap peserta didik memiliki keunikan masing – masing dan berbeda satu
sama lain. Oleh sebab itulah, kita sebagai guru memerlukan psikologi. Dengan
adanya psikologi memberikan wawasan bagaimana memahami perilaku individu
dalam proses pendidikan dan bagaimana membantu individu agar dapat berkembang
secara optimal serta mengatasi permasalahan yang timbul dalam diri individu
(siswa) terutama masalah belajar yang dalam hal ini adalah masalah dari segi
pemahaman dan keterbatasan pembelajaran yang dialami oleh siswa. Psikologi
dibutuhkan di berbagai ilmu pengetahuan untuk mengerti dan memahami kejiwaan
seseorang.
Psikologi memiliki peran dalam dunia pendidikan baik itu dalam belajar dan
pembelajaran. Pengetahuan tentang psikologi sangat diperlukan oleh pihak guru atau

3

instruktur sebagai pendidik, pengajar, pelatih, pembimbing, dan pengasuh dalam
memahami karakteristik kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta secara integral.

Pemahaman psikologis peserta didik oleh pihak guru atau instruktur di institusi
pendidikan memiliki kontribusi yang sangat berarti dalam membelajarkan peserta
didik sesuai dengan sikap, minat, motivasi, aspirasi, dan kebutuhan peserta didik,
sehingga proses pembelajaran di kelas dapat berlangsung secara optimal dan
maksimal.
Pengetahuan tentang psikologi diperlukan oleh dunia pendidikan karena
dunia pendidikan menghadapi peserta didik yang unik dilihat dari segi karakteristik
perilaku, kepribadian, sikap, minat, motivasi, perhatian, persepsi, daya pikir,
inteligensi, fantasi, dan berbagai aspek psikologis lainnya yang berbeda antara
peserta didik yang satu dengan peserta didik yang lainnya. Perbedaan karakteristik
psikologis yang dimiliki oleh para peserta didik harus diketahui dan dipahami oleh
setiap guru atau instruktur yang berperan sebagai pendidik dan pengajar di kelas,
jika ingin proses pembelajarannya berhasil
Pengertian Psikologi
Kata psikologi berasal dari Bahasa Inggris psychology. Kata ini diadopsi dari
Bahasa Yunani yang berakar dari dua kata yaitu psyche yang berarti jiwa atau roh,
dan logos berarti ilmu. Jadi secara mudah psikologi berarti ilmu jiwa.
Beberapa ahli memberikan pendapat mengenai arti psikologi. Psychology can be
defined as the science of the activities of the individual (Woodworth, 1955:3).
Ngalim Purwanto (1996:12) menyatakan bahwa psikologi adalah ilmu yang

memelajari tingkah laku manusia. Tingkah laku di sini meliputi segala kegiatan yang
tampak maupun yang tidak tampak, yang dilakukan secara sadar atau tidak sadar.
Sedang Sarwono (1976) mendefinisikan psikologi dalam tiga definisi.
Pertama, psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan.
Kedua, psikologi adalah ilmu yang mempelajari hakikat manusia. Ketiga, psikologi
adalah ilmu yang mempelajari respon yang diberikan oleh makhluk hidup terhadap
lingkungannya. Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa psikologi

4

adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku individu dalam interaksi
dengan lingkungannya.

Pengertian pembelajaran
Pembelajaran mengandung makna adanya kegiatan mengajar dan belajar, di
mana pihak yang mengajar adalah guru dan yang belajar adalah siswa yang
berorientasi

pada


kegiatan

mengajarkan

materi

yang

berorientasi

pada

pengembangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa sebagai sasaran
pembelajaran. Dalam proses pembelajaran akan mencakup berbagai komponen
lainnya, seperti media, kurikulum, dan fasilitas pembelajaran.
Darsono (2002: 24-25) secara umum menjelaskan pengertian pembelajaran
sebagai “suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa sehingga tingkah
laku siswa berubah ke arah yang lebih baik”. Sedangkan secara khusus pembelajaran
dapat diartikan sebagai berikut :
Teori Behavioristik, mendefinisikan pembelajaran sebagai usaha guru

membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan
(stimulus). Agar terjadi hubungan stimulus dan respon (tingkah laku yang
diinginkan) perlu latihan, dan setiap latihan yang berhasil harus diberi hadiah dan
atau reinforcement (penguatan).
Teori Kognitif, menjelaskan pengertian pembelajaran sebagai cara guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berfikir agar dapat mengenal dan
memahami apa yang sedang dipelajari.
Teori Gestalt, menguraikan bahwa pembelajaran merupakan usaha guru
untuk memberikan materi pembelajaran sedemikian rupa, sehingga siswa lebih
mudah mengorganisirnya (mengaturnya) menjadi suatu gestalt (pola bermakna).
Teori Humanistik, menjelaskan bahwa pembelajaran adalah memberikan
kebebasan kepada siswa untuk memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya
sesuai dengan minat dan kemampuannya.
Arikunto (1993: 12) mengemukakan “pembelajaran adalah suatu kegiatan
yang mengandung terjadinya proses penguasaan pengetahuan, keterampilan dan
sikap oleh subjek yang sedang belajar”. Lebih lanjut Arikunto (1993: 4)

5

mengemukakan bahwa “pembelajaran adalah bantuan pendidikan kepada anak didik

agar mencapai kedewasaan di bidang pengetahuan, keterampilan dan sikap”.
Sedangkan menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20
tahun 2003 menyatakan bahwa “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”
Dari berbagai pendapat pengertian pembelajaran di atas, maka dapat ditarik
suatu kesimpulan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses kegiatan yang
memungkinkan guru dapat mengajar dan siswa dapat menerima materi pelajaran
yang diajarkan oleh guru secara sistematik dan saling mempengaruhi dalam kegiatan
belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang diinginkan pada suatu lingkungan
belajar.
Proses

pembelajaran

merupakan

proses

komunikasi,


yaitu

proses

penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran/media tertentu ke penerima
pesan. Pesan, sumber pesan, saluran/media dan penerima pesan adalah komponenkomponen proses komunikasi. Proses yang akan dikomunikasikan adalah isi ajaran
ataupun didikan yang ada dalam kurikulum, sumber pesannya bisa guru, siswa,
orang lain ataupun penulis buku dan media.
Demikian pula kunci pokok pembelajaran ada pada guru (pengajar), tetapi
bukan berarti dalam proses pembelajaran hanya guru yang aktif sedang siswa pasif.
Pembelajaran menuntut keaktifan kedua belah pihak yang sama-sama menjadi
subjek pembelajaran. Jadi, jika pembelajaran ditandai oleh keaktifan guru sedangkan
siswa hanya pasif, maka pada hakikatnya kegiatan itu hanya disebut mengajar.
Demikian pula bila pembelajaran di mana siswa yang aktif tanpa melibatkan
keaktifan guru untuk mengelolanya secara baik dan terarah, maka hanya disebut
belajar. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran menuntut keaktifan guru dan
siswa.
Biggs (dalam Adrian, 2004) seorang pakar psikologi membagi konsep
mengajar menjadi tiga macam pengertian yaitu
a) Pengertian Kuantitatif.

Mengajar diartikan sebagai the transmission of knowledge, yakni penularan
pengetahuan. Dalam hal ini guru hanya perlu menguasai pengetahuan bidang

6

studinya dan menyampaikan kepada siswa dengan sebaik-baiknya. Masalah
berhasil atau tidaknya siswa bukan tanggung jawab pengajar.
b) Pengertian institusional.
Mengajar berarti the efficient orchestration of teaching skills, yakni penataan
segala kemampuan mengajar secara efisien. Dalam hal ini guru dituntut
untuk selalu siap mengadaptasikan berbagai teknik mengajar terhadap siswa
yang memiliki berbagai macam tipe belajar serta berbeda bakat, kemampuan
dan kebutuhannya.
c) Pengertian kualitatif.
Mengajar diartikan sebagai the facilitation of learning, yaitu upaya
membantu memudahkan kegiatan belajar siswa mencari makna dan
pemahamannya sendiri.
Berdasarkan definisi-definisi mengajar dari para pakar di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa mengajar adalah aktivitas kompleks yang dilakukan guru dalam
menyampaikan pengetahuan kepada siswa, sehingga terjadi proses belajar.

Aktivitas kompleks yang dimaksud antara lain adalah :


mengatur kegiatan belajar siswa,



memanfaatkan lingkungan, baik ada di kelas maupun yang ada di luar
kelas,



memberikan stimulus, bimbingan pengarahan, dan dorongan kepada
siswa.

Berdasarkan penjelasan dari teori-teori diatas dapat dilihat bahwa belajar dan
pembelajaran
a) Teori Pengajaran
Ada Beberapa pendapat yang menyangkut hubungan antara teori belajar
dengan teori pengajaran.Berikut ini akan dikemukaan lima pendekatan

bagaimana menggunakan teori belajar psikolog dalam menyusun teori
pengajaran.
1) Pendekatan Modifikasi Tingkah Laku.

7

Pendekatan modifikasi tingkah laku telah didefinisikan secara khusus dan
diterapkan dalam bidang klinis dan pendidikan. Kaedah –kaedah
belajarnya diturunkan dari studi laboratorium proses belajar. Ia
mendorong pendidik untuk menggunakan kaidah – kaidah penguatan
(reinforcement) dalam mengidentifikasi aspek –aspek penting dalam
belajar, dan mengatur kondisi sedemikian rupa agar sisiwa memiliki
reward. Di samping itu pendekatan modifikasi tingkah laku prosedur
pengajaran terlalu mendorong para sisiwa untuk percaya bahwa selalu
ada jawaban yang benar untuk setiap masalah.
2) Pendekatan Teori Belajar Konektif
Teori

pengajaran

harus

berhubungan

dengan

motivasi

sisiwa,

menggunakan kaedah – kaedah yang dapat mendorong siswa mau dan
mampu belajar bila mereka memasuki situasi belajar mengajar.
3) Pendekatan Kaedah-Kaedah Belajar
Teori pengajaran harus memberikan tekanan kepada perhatian dan respon
siswa terhadap bahan pengajaran, serta pengetahuan yang dihasilkan
sebagai kontrol respon dan ganjaran merupakan cara untuk membimbing
perhatian dan tingkah laku sisiwa.
4) Pendekatan Analisis Tugas
Pendekatan ini muncul karena ketidakpuasan terhadap teori pengajaran
berdasarkan kaedah –kaedah belajar laboratoris. Mereka menyatakan
bahwa studi belajar psikolog dapat bermanfaat bila menyiapkan suatu
cara yang sistematis untuk menganalisis jenis tugas yang ada dalam
latihan praktis termasuk dalam praktek pendidikan dan pengajaran.
5) Pendekatan Psikolog Humanistik
Psikolog humanistik dipandang sebagai alternatif baru neobehaviorisme
dan psikolog kognitif. Sehingga psikolog harus lebih menangani pribadi
keseluruhan (whole person) dari pada analisis bagian – bagian dari semua
sub aspek manusia sehingga bisa ditentukan agar menunjang proses
belajar yang lebih bermakna. Namun teori pengajaran dari psikologi
humanistik tidak selesai dan menuntut pengujian secara empiris.

8

Penjelasan di atas membuktikan bahwa betapa pentingnya psikologi dalam
proses belajar dan mengajar maupun dalam dunia pendidikan pada umumnya. Guru
dituntut untuk mengetahui aspek-aspek kejiwaaan dari peserta didiknya agar guru
dapat menerapkan konsep belajar maupun mengajar yang pas untuk peserta didiknya
sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai seperti yang diharapkan.

Aspek-aspek Psikologis dalam Pembelajaran
Beberapa peran penting psikologi dalam proses pembelajaran adalah :
1. Memahami siswa sebagai pelajar, meliputi perkembangannya, tabiat,
kemampuan, kecerdasan, motivasi, minat, fisik, pengalaman, kepribadian,
dan lain-lain
2. Memahami prinsip – prinsip dan teori pembelajaran
3. Memilih metode – metode pembelajaran dan pengajaran
4. Menetapkan tujuan pembelajaran dan pengajaran
5. Menciptakan situasi pembelajaran dan pengajaran yang kondusif
6. Memilih dan menetapkan isi pengajaran
7. Membantu peserta didik yang mengalami kesulitan belajar
8. Memilih alat bantu pembelajaran dan pengajaran
9. Menilai hasil pembelajaran dan pengajaran
10. Memahami dan mengembangkan kepribadian dan profesi guru
11. Membimbing perkembangan siswa

9

Sebagaimana dinyatakan di muka bahwa proses pembelajaran syarat dengan
aspek-aspek psikologis yang harus diperhatikan oleh seorang pendidikan atau
pengajar, demi menunjang keberhasilan proses pembelajaran tersebut. Aspek-aspek
psikologis tersebut akan dijelaskan di bawah ini:
a) Tingkat kecerdasan/inteligensi siswa
Inteligensi ialah kemampuan untuk menemukan, yang bergantung pada
pengertian yang luas dan ditandai oleh adanya suatu tujuan tertentu dan adanya
pertimbangan-pertimbangan yang bersifat korektif. Jelasnya, inteligensi itu meliputi
pengertian penemuan sesuatu yang baru, adanya keyakinan atau ketetapan hati dan
adanya pengertian terhadap dirinya sendiri (Juhaya S. Praja & Usman Effendi,
1984:89).
Pendapat lain menyatakan bahwa inteligensi pada umumnya dapat diartikan
sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri
dengan lingkungan dengan cara yang tepat (Muhibbin Syah, 1997:135). Dengan
dengan demikian, diketahui bahwa inteligensi sebenarnya bukan persoalan kualitas
otak saja, melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainnya. Namun diakui,
memang, peran otak dalam hubungannya dengan inteligensi manusia lebih
menonjol daripada peran organ-organ tubuh lainnya, lantaran otak merupakan
“menara pengontrol” hampir seluruh aktivitas manusia. Sudah menjadi sebuah
keyakinan bersama dan dibuktikan secara empiris bahwa tingkat kecerdasan atau
inteligensi seseorang (siswa) sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar. Ini
bermakna, semakin tinggi tingkat kecerdasan seorang siswa maka semakin besar
peluangnya meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat
kecerdasannya maka semakin kecil peluangnya untuk memperoleh sukses.
b) Sikap Siswa
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan
untuk mereaksi atau merespons (response tendency) dengan cara yang relatif
terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif
(Muhibbin Syah, 1997:135). Yang sangat memegang peranan penting dalam sikap
ialah faktor perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi/respons, atau

10

kecenderungan untuk bereaksi. Dalam beberapa hal sikap merupakan penentu yang
penting dalam tingkah laku manusia. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan
dengan dua alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senang (dislike), menurut dan
melaksanakannya atau menjauhi/menghindari sesuatu (M. Ngalim Purwanto,
1997:141).
Dalam proses pembelajaran sikap termasuk salah satu yang mempengaruhi
proses pembelajaran. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa respon positif yang
diberikan siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan merupakan pertanda baik
dalam mengikuti proses belajarnya. Sebaliknya, respon negatif yang berikan
terhadap mata pelajaran atau guru bahkan diberangi dengan kebencian akan dapat
menimbulkan kesulitan belajar siswa. Jika kesulitan belajar telah dialami siswa
maka tingkat keberhasilan belajar tidak akan tercapai.
c) Bakat Siswa
Bakat adalah kemampuan individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa
banyak bergantung pada upaya pendidikan dan latihan (Muhibbin Syah, 1997:135).
Seorang yang siswa yang memiliki bakat dalam bidang tata bahasa Inggris,
misalnya, akan jauh lebih mudah menyerap informasi, pengetahuan dan
keterampilan yang berhubungan dengan bidang tersebut dibanding dengan siswa
lainnya. Berhubungan dengan hal di atas, bakat akan mempengaruhi tingkat
keberhasilan siswa dalam proses belajar bidang studi tertentu. Oleh karenanya,
sangat tidak bijaksana apabila orang tua memaksa untuk menyekolahkan anaknya
pada jurusan keahlian tertentu yang tidak sesuai dengan bakat yang dimiliki anak.
d) Minat Siswa
Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan
yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat seperti yang
dipahami dan dipakai orang selama ini dapat mempengaruhi kualitas pencapaian
hasil belajar siswa dalam bidang-bidang studi tertentu (Muhibbin Syah, 1997:136).
Belajar akan menjadi suatu siksaan dan tidak memberi manfaat jika tidak
disertai sifat terbuka bagi bahan-bahan pelajaran. Guru yang berhasil membina

11

siswanya berarti ia telah melakukan hal-hal yang paling penting yang dapat
dilakukan demi kepentingan belajar siswa-siswanya. Sebab minat bukanlah sesuatu
yang ada begitu saja, melainkan sesuatu yang dapat dipelajari. Pada dasarnya minat
ada yang muncul dengan sendirinya yang disebut minat spontan dan ada minat yang
muncul dan dibangkitkan dengan sengaja. Pendapat lain mengatakan bahwa minat
terbagi kepada dua bagian, yaitu minat pembawan dan lingkungan. Biasanya minat
ini muncul berdasarkan bakat yang ada, misalnya apabila seseorang memiliki bakat
di bidang pendidikan (guru) maka ia akan masuk ke fakultas keguruan. Minat
seseorang bisa saja berubah karena adanya pengaruh seperti kebutuhan dan
lingkungan.
e) Motivasi Siswa
Motif merupakan pendorong bagi suatu organisme untuk melakukan sesuatu
(Purwanto, 2007:103). Pendapat lain mengatakan bahwa motif ialah keadaan
internal organisem–baik manusia ataupun hewan yang mendorongnya untuk berbuat
sesuatu (Muhibbin Syah, 1997:136). Motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam,
yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal
dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar.
Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari luar
individu siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar
(Muhibbin Syah, 1997:136-137). Kekurangan atau ketiadaan motivasi, baik yang
bersifat internal maupun yang bersifat eksternal, akan menyebabkan kurang
bersemangatnya siswa dalam melakukan proses pembelajaran materi-materi
pelajaran baik di sekolah maupun di rumah.
Simpulan
Pembelajaran merupakan proses yang dilakukan oleh orang dewasa kepada
siswa agar siswa lebih mampu, termotivasi, antusias dalam belajar dengan baik.
Pembelajaran akan efektif dan efisien serta tercapai tujuan pembelajarannya bila
guru memerhatikan aspek fundamental dari pembelajaran, yakni aspek psikologis.
Dengan memerhatikan aspek tersebut, berarti guru/kita memerhatikan unsur penting

12

yang harus diperhatikan sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan baik.
Dengan

psikologis

berarti

kita

amat

memerhatikan

karakteristik

siswa,

intelegensinya, minat, bakat, motivasi, pengaruh yang memengaruhinya, usia, dan
lain sebagainya. Singkatnya, segala faktor eksternal maupun internal menjadi
perhatian guru dalam proses pembelajaran sehingga siswa dapat belajar secara
efektif dan efisien. Dengan pemahaman psikologis siswa, guru dapat menentukan
metode, pendekatan, model, strategi, media, dan bahan yang tepat bagi siswa yang
mereka dampingi.
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi. Jakarta:
Rineka Cipta.
Aunurrahman. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Bandung : Penerbit Alfabeta.
Darsono, M.. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.
Praja, Juhaya S. & Efendi, Usman. 1984. Pengantar Psikologi. Bandung: Angkasa.
Purwanto, M. Ngalim. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sarlito Wirawan Sarwono.1976. Pengantar Umum Psikologi.Jakarta:Bulan Bintang.
Syah, Muhibbin. 1997. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung:
Rosda Karya.
Winkel, W.S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo.
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003.