Ekonomi Pembangunan Regional Pembangunan Regional

PEMBANGUNAN REGIONAL
Pengertian Pembangunan Regional
Pembangunan regional adalah usaha meningkatkan kualitas kehidupan maupun kualitas
lingkungan, sektor dan jangkauannya sangat luas. (Sumaatmaja, 1989: 49) Menurut sumber lain,
pembangunan regional ialah strategi pemerintah nasional dalam menjalankan campur tangan
pemerintah untuk mempengaruhi jalannnya proses pembangunan di daerah-daerah sebagai
bagian dari daerah nasional supaya terjadi perkembangan kearah yang dikehendaki.
http://www.ginandjar.com/public/05MemantapkanLandasan.pdf

Landasan Pembangunan Regional
Kawasan Indonesia terdiri dari 13.667 pulau. Luas daratan di Indonesia mencapai
1.922.570 Km2, luas perairannya 3.257.483 Km2. Jadi, luas keseluruhannya mencapai 5.180.053
Km2, jika ditambah dengan ZEE maka luas Indonesia mencapai 7.900.000 Km2, secara
administrasi Negara Indonesia terbagi menjadi 33 provinsi, menurut kecermatan yang tinggi
dalam melaksanakan strategi pembangunan nasional dan regional. Wilayah yang luas yang terdiri
dari lautan juga luas, serta di beberapa bagian daratan dan laut berbatasan langsung dengan
Negara tetangga, dalam melaksanakan pembangunan diperlukan koordinasi serta komunikasi
yang meyakinkan agar asas adil dan merata benar-benar dapat dilaksanakan. Ditinjau dari aspek
kependudukan, sifat demografi Indonesia menunjukan pemerataan yang tidak seimbang.
Perbedaan demografi secara regional baik yang berkenaan dengan unsur fisis maupun unsur non
fisis, memberikan dasar yang berbeda dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di

kawasan masing-masing.
Landasan-landasan geografi yang perlu diperhatikan sesuai dengan kondisi regional
setempat, yaitu lokasi, kondisi demografi, prasarana dan sarana, potensi sumber daya, sosial
budaya setempat, kesuburan tanah, hidrologi dan topografi region masing-masing.
Memperhatikan lokasinya, apakah perbatasan dengan negara tetangga, di daerah pegunungan, di
daerah dataran rendah, daerah pedalaman, di pantai, daerah aliran sungai dan lain-lainnya. lokasi
region tersebut, memberikan landasan bagi pembangunan setempat apakah akan daerah
pelabuhan, kawasan industri, kawasan pertanian, daerah pariwisata, kota dan perkampungan

pelajar dan mahasiswa, kawasan perdagangan dan lain-lain. Dari faktor lokasi saja sudah cukup
banyak alternatif yang dapat diketengahkan.
Landasan kependudukan yang wajib diperhatikan bagi pembangunan juga berkenaan
dengan kualitas kehidupannya, tingkat pendidikan, kombinasi berdasarkan umur, penyebarannya
dalam ruang, keadaan sosial budaya, dan lain-lain. Bagi kepentingan pembangunan, jika region
tersebut penduduknya sangat rengang, berarti perlu mendatangkan penduduk dari wilayah lain,
jika kesuburan tanah, dan keadaan hidrologi memadai, bahkan region tersebut dapat dibangun
sebagai daerah trasmigrasi. Selain menambah sumber daya manusia bagi ketenagakerjaan juga
dapat dibina integrasi nasional.
Tingkat pendidikan penduduk dan kebutuhan akan pendidikan, memberi landasan tentang
perencanaan, pengembangan dan pembangunan pendidikan region yang bersangkutan. aspirasi,

jumlah, penyebaran dan tingkat penduduk, menggambarkan lapangan pekerjaan yang bagaimana
cocok pada region tersebut agar nantinya ada relevannya.
Aspek potensi sumber daya yang ada di suatu region, terkait dengan kebutuhan
pembangunan yang wajib diadakan, memperhatikan jenis sumber daya yang ada di kawasan tadi
nantinya mampu menompang pembangunan.
Prasarana dan sarana yang ada di suatu kawasan, berupa jalan, jembatan, jaringan
telekomunikasi, kendaraan, pelabuhan, terminal dan lain sebagainya, memberikan landasan
terhadap kelancaran dan pelaksanaan pembangunan setempat. Jika prasarana ini belum memadai
perencanaan dan penbangunan wajib diarahkan pada pembangunan di sektor ini.
Keadaan iklim, cuaca, khususnya berkenaan dengan curah hujan sebagai sumber daya air
yang mempengaruhi hidrologi serta tinggi rendah temperatur, berpengaruh langsung terhadap
sektor pertaniaan dalam arti luas (cocok tanam, perkebunan, peternakan, perikanan).
Keadaan morfologi dan topografi wilayah Indonesia dari satu region ke region lainnya
yang tidak seragam. Hal ini member landasan perencanaan pengembangan dan pembangunan
sektor pertaniaan, prasarana dan sarana (jalan, medan, jembatan telekomunikasi) dan biasanya
morfologi dan topografi berpengaruh terhadap sektor pariwisata, karena morfologi dan topografi
juga secara alamiah menganugrahkan keindahan alam yang dapat dimanfaatkan.
Hidrologi setempat seperti sungai, danau rawa dan laut, keadaan hidrologi secara
langsung berpengaruh terhadap perkembangan dan pembangunan kepariwisataan, dalam
perkembangan kependudukan, ekonomi, pemukiman dan perkotaan dewasa ini di Indonesia


keadaan hidrologi cukup menjadi masalah yang wajib ditangani secara terencana. (Sumaatmaja,
1988)
KONSEP WILAYAH (region)
Wilayah didefinisikan sebagai suatu unit geografi yang dibatasi oleh krieria tertentu yang
bagian-bagiannya tergantung secara internal. Wilayah dapat dibagi menjadi 4 jenis yaitu:
1. Wilayah Homogen, adalah wilayah yang dipandang dari satu aspek/criteria yang
mempunyai sifat-sifat atau ciri-ciri yang relatif sama. Sifat-sifat yang homogen itu
misalnya dalam hal ekonomi, contohnya: daerah dengan struktur produksi dan konsumsi
yang homogen. Dalam hal geografi contohnya daerah yang memilki topografi dan iklim
yang sama.
2. Wilayah Nodal, adalah wilayah yang secara fungsional mempunyai ketergantungan
antara pusat dan daerah belakangnya. Tingkat ketergantungan ini dapat dilihat dari arus
penduduk, faktor produksi, barang dan jasa, komunikasi dan transportasinya juga.
3. Wilayah Administrasi, adalah wilayah yang batas-batasnya ditentukan berdasarkan
kepentingan administrasi pemerintah atau politik, seperti: propinsi, kabupaten,
kecamatan, desa/kelurahan, dan RT/RW.
4. Wilayah Perencanaan, adalah wilayah yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan
keputusan-keputusan ekonomi. Wilayah perencanaan dapat dilihat sebagai wilayah yang
cukup besar untuk memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam

penyebaran penduduk dan kesempatan kerja. Wilayah perencanaan harus memiliki cirri
sebagai berikut: (a) cukup besar untuk mengambil keputusan-keputusan investasi
berskala ekonomi, (b) mampu mengubah industri sendiri dengan tenaga kerja yang ada,
(c) mempunyai struktur ekonomi yang homogen, (d) mempunyai sekurang-kurangnya
satu titik pertumbuhan, (e) menggunakan suatu cara pendekatan perencanaan
pembangunan (f) masyarakat dalam wilayah itu mempunyai kesadaran bersama terhadap
persoalan-persoalannya. (Budiharsono, 2001:14-16)

Masalah Pembangunan Region
Tiap region di wilayah Indonesia yang luas ini selain memiliki sumber daya dan kondisi
geografi yang berbeda- beda, juga menghadapi masalah yang berbeda dalam pengembangan dan
pembangunan regional masing- masing. Oleh karena itu bagi kepentingan pengembangan dan
pembangunan regional yang mendukung pembangunan nasional yang meyakinkan, wajib
melakukan studi, penelitian dan analisis geografi secara mendalam terlebih dahulu. Studi ini
memberikan jaminan terhadap pemanfaatan ruang secara tepat guna yang berdaya guna dalam
menciptakan hasil guna yang setinggi-tingginya.
Jumlah dan penyebaran penduduk yang berbeda-beda di tiap region, bukan hanya
menjadi masalah bagi region masing-masing, juga menjadi masalah bangsa dan Negara
Indonesia. Masalah ini sudah menjadi dasar perencanaan pengembangan dan pembangunan
kependudukan di Indonesia. Pembangunan kependudukan yang terungkap dalam kebijakan

kependudukan, bukan hanya berkenaan dengan keluarga berencana melainkan juga terkait
dengan peningkatan kualitas pendidikan, ketenaga kerjaan, keahlian dan kepemimpinan.( Tap.
MPR RI No. II/MPR/1983. Bab IV)
Kebijaksanaan pembangunan regional
Kebijaksanaan pembangunan regional adalah segala usaha yang dilakukan untuk
mencapai tujuan pembangunan meningkatkan kualitas kehidupan dan kualitas lingkungan dalam
region tersebut.
Dalam menerapkan kebijakan regional juga harus menerapkan pendekatan yang berbeda
sesuai dengan kondisi geografi dan sesuai dengan masalah yang dihadapinya. Asas adil dan
merata yang diterapkan dalam pembangunan nasional yang diterapkan dalam pembangunan
regional, berarti setiap daerah memiliki kesempatan yang sama dalam pembangunan, tetapi pada
pelaksanaannya dengan modal dasar dan factor dominan. Dengan demikian pembangunan
regional harus disesuaikan dengankondisi pada daerah bersangkutan demi kesejahteraan dan
peningkatan kualitas lingkungan.

Ada 3 tahapan dalam pembangunan regional, yaitu pra pembangunan, proses
pembangunan, dan pasca pembangunan.
Pra Pembangunan

Proses Pembangunan


Pasca Pembangunan

Dalam melaksanakan pembangunan dan kebijakan pembangunan regional, pada tahap pra
pembangunan kita wajib melakukan penelitian yang dimulai dengan identifikasi modal dasar apa
yang dimiliki region yang bersangkutan, faktor dominan apa yang melandasinya dan masalahmasalah apa yang menjadi hambatan yang harus diatasi. Ketiga pokok tersebut wajib ditelaah
secara mendalam demi keberhasilan pelaksanaan pembangunan. Untuk itu perlu melakukan
pengumpulan data region yang akan dikembangkan dan dibangun di region yang bersangkutan.
Data yang terkumpul kemudian dianalisis untuk ditarik kesimpulannya. Kesimpulan tersebut
menjadi dasar perencanaan bagi pembuat keputusan untuk mengembangkan “ kebijaksanaan
pembangunan regional”.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembangunan regional antara lain:
1. faktor hidrografi, sebagai peninjang secara langsung dalam kehidupan, menjamin pertanian,
pembangkit tenaga, dan prasarana serta sarana komunikkasi transportasi.
2. faktor topografi, dalam hal ini tinggi rendahnya permukaan bumi setempat yang memberi
landasan terhadap pembangunan yang akan dikembangkan di region yang bersangkutan.
3. faktor klimatologi, merupakan factor domiana yang berpengaruh terhadap gerak langkah
manusia termasuk perencanaan dan pelaksanaan pembangunan regional dan nasional.
4. faktor flora dan fauna merupakan sumber daya hayati, contonya tumbuh-timbuhan, hutan, hewan

di darat maupundi peraiaran yang menunjang pengembangan dan pembangunan region tersebut.
5. faktor kemungkinan pengembangan, merupakan faktor yang wajib diperhitungkan bagi masa
depan mengingatpertumbuhan dan perkembangan penduduk dengan segala kebutuhannya yang
tidak kunjung akan berhenti. Factor ini menunjang stabilitas kehidupan dengan pengembangan
dan pembangunannya pada masa yang akan datang.
Modal dan faktor diatas, dianalisis dan dirumuskan menjadi aspek-aspek geografi yang
dapat diteliti bagi kepentingan perancangan, perencanaan dan pembangunan regional serta
nasional. Selanjutnya, tiap aspek tadi diukur tingkat kualitasnya untuk menentukan
kebijakasanaan regioanal dalam rangka membuat keputusan tentang model pembangunan yang
akan dikembangkan. Untuk kepentingan pengukuran tadi, kita wajib menentukan parameter yang
menjadi pedoman penentuan kualitas aspek yang menunjang atau menjadi masalah/penghambat
pembangunan.
Kembali kepada identifikasi, pengumpulan data dan analisis aspek-aspek geografi region
yang akan dikembangkan, aspek-aspek geografi yang akan diidentifikasi dan dianalisis meliputi:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

7.
8.

Keadaan lahan dengan kondisi morfooginya
Kemungkinan pengmbangan transportasi-komunikasi
Kemungkinan pengembangan teknologi
Kependudukan (demografi)
Hidrologi
Iklim dan cuaca
Kemungkinan penjagaan dan pelestariaan lingkungan
Lokasi relatif terhadap daerah lain.

Secara umum, aspek-aspek diatas merupakan modal dasar dan faktor dominan bagi
pengembangan industri, pemukiman dan daerah perdagangan. Tetapi sektor manakah yang
paling sesuai dan pada lokasi mana dari region itu yang paling serasi bagi sektor tersebut untuk
dikembangkan, disini perlu pengumpulan data dan analisis lebih lanjut. (Sumaatmaja, 1988)

Pelaksanaan Pembangunan Regional
Dalam pelaksanaan pembangunan regional, diperlukan perencanaan yang tepat. agar
sesuai dengan tujuan yang dikehendaki. Proses perencanaan pembangunan harus dikaitkan

dengan orientasi untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Perencanaan
pembangunan yang ideal dilaksanakan memenuhi beberapa dimensi, yaitu :
a) Dimensi Substansi, artinya rencana pembangunan yang disusun dari sisi materinya harus sesuai
dengan aspirasi dan tuntutan yang berkembang di masyarakat.
b) Dimensi Proses, artinya proses penyusunan rencana pembangunan yang dilaksanakan memenuhi
kriteria scientific (memenuhi kaidah keilmuan atau rational) dan demokrasi dalam pengambilan
keputusan,
c)

Dimensi Konteks, artinya rencana pembangunan yang telah disusun benar-benar didasari oleh
niat untuk mensejahterakan masyarakat dan bukan didasari oleh kepentingan-kepentingan
tertentu,
http://www.cimbuak.net/content/view/85/5/
Perkembangan kehidupan manusia sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, yang membawa dampak terhadap pemanfaatan ilmu pengetahuan dan tekonolgi bagi
kehidupan umat manusia pada umumnya. Contohnya ada komputer, handphone, dan lainlainnya. Hal tersebut membuat kemudahan-kemudahan manusia dalam melaksanakan pekerjaan
sesuai bidangnya. (Sumaatmaja, 1988)
Pelaksanaan pembangunan di Indonesia seharusnya berwawasan lingkungan. Artinya,
pembangunan dalam suatu sektor kehidupan harus memperhatikan kelestarian lingkungan. Oleh
karena itu ada perencanaannya, yang wajib disertai analisis dampak lingkungan (AMDAL) dan

analisis manfaat dan resiko terhadap lingkungan (AMRIL). Untuk memahami apa dampak itu
dapat dilihat pada diagram alir berikut:
Kegiatan
manusia

Akibat

Dampak

Menimbulkan

menimbulkan

Kegiatan yang dilakukan manusia sangat bermacam-macam , misalnya dalam usulan
dalam kegiatan pembangunan. Umpamanya usualan tersebut adalah pembuatan jalan raya yang
memeotong sebuah pinggiran kota. Bila tegak lurus dengan jalan raya itu terdapat puluhan
aliaran sungai-sungai (besar maupun kecil), maka suatu sitem drainase yang kurang baik yang
dapat menimbulkan dampak banjir, maka dampaknya akan dirasakan oleh penduduk setempat.
Hal ini berarti bahwa dalam memanfaatkan lingkungan alam dalam bentuk pembangunan, wajib
memperhatikan kelestarian dan kualitas lingkungan agar manfaat serta kegunaanya tetap

langgeng.(Soeriatmaja,2000:60)
Penduduk dan kebutuhannya baik secara kuantitatif maupun kualitatif akan terus
meningkat. Hal ini yang mendorong pertumbuhan produksi barang-barang konsumsi dengan
perdagangannya. Sehingga volume perdagangannya juga terus meningkat.

Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan beberapa hal yang dijabarkan sebagai
berikut:


Pembangunan regional adalah usaha meningkatkan kualitas kehidupan maupun kualitas
lingkungan, sektor dan jangkauannya sangat luas.



Konsep wilayah ada 4 yaitu, Wilayah Homogen, Wilayah Nodal,. Wilayah Administrasi,
dan Wilayah Perencanaan



Dalam pemerataan pembangunan jumlah dan penyebaran penduduk yang berbeda-beda
di tiap region, bukan hanya menjadi masalah bagi region masing-masing, juga menjadi
masalah bangsa dan Negara Indonesia.



Kebijaksanaan pembangunan regional adalah segala usaha yang dilakukan untuk
mencapai tujuan pembangunan meningkatkan kualitas kehidupan dan kualitas lingkungan
dalam region tersebut.



Pelaksanaan pembangunan di Indonesia seharusnya berwawasan lingkungan. Artinya,
pembangunan dalam suatu sektor kehidupan harus memperhatikan kelestarian
lingkungan. Oleh karena itu ada perencanaannya, yang wajib disertai analisis dampak
lingkungan (AMDAL) dan analisis manfaat dan resiko terhadap lingkungan (AMRIL).

http://agussunthe.blogspot.com/2012/07/pembangunan-regional.html

Kamis, 19 Juli 2012

Jumat, 08 Maret 2013

MAKALAH EKONOMI REGIONAL JAWA BARAT

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Selama hampir setengah abad, perhatian utama masyarakat perekonomian dunia tertuju
pada cara-cara untuk mempercepat tingkat pertumbuhan pendapatan nasional. Para ekonom dan
politisi dari semua negara, baik negara-negara kaya maupun miskin, yang menganut sistem
kapitalis, sosialis maupun campuran, semuanya sangat mendambakan dan menomorsatukan
pertumbuhan ekonomi (economic growth). Pada setiap akhir tahun, masing-masing negara selalu
mengumpulkan data-data statistiknya yang berkenaan dengan tingkat pertumbuhan GNP
relatifnya, dan dengan penuh harap mereka menantikan munculnya angka-angka pertumbuhan

yang membesarkan hati. “Pengejaran pertumbuhan” merupakan tema sentral dalam kehidupan
ekonomi semua negara di dunia dewasa ini. Seperti kita telah ketahui, berhasil-tidaknya
program-program pembangunan di negara-negara dunia ketiga sering dinilai berdasarkan tinggirendahnya tingkat pertumbuhan output dan pendapatan nasional.
Mengingat konsep pertumbuhan ekonomi sebagai tolok ukur penilaian pertumbuhan
ekonomi nasional sudah terlanjur diyakini serta diterapkan secara luas, maka kita tidak boleh
ketinggalan dan mau tidak mau juga harus berusaha mempelajari hakekat dan sumber-sumber
pertumbuhan ekonomi tersebut. Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi memiliki definisi yang
berbeda, yaitu pertumbuhan ekonomi ialah proses kenaikan output per kapita yang terus menerus
dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan salah satu indikator
keberhasilan pembangunan. Dengan demikian makin tingginya pertumbuhan ekonomi biasanya
makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat, meskipun terdapat indikator yang lain yaitu
distribusi pendapatan. Sedangkan pembangunan ekonomi ialah usaha meningkatkan pendapatan
per kapita dengan jalan mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui
penanaman modal, penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan, peningkatan ketrampilan,
penambahan kemampuan berorganisasi dan manajemen.
http://edisugiartonos.blogspot.com/2012/11/makalah-pertumbuhan-ekonomi.html
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam pembahasan makalah ini
adalah sebagai berikut :






Tinjauan Ekonomi Regional Menurut Penggunaan di Jawa Barat
Pengeluaran Konsumsi RumahTangga di Jawa Barat
Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit di Jawa Barat
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah di Jawa Barat
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) di Jawa Barat



Ekspor dan Impor
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang diatas maka tujuan penulisan dalam pembahasan makalah ini
adalah sebagai berikut :






Untuk mengetahui Tinjauan Ekonomi Regional Menurut Penggunaan di Jawa Barat
Untuk mengetahui Pengeluaran Konsumsi RumahTangga di Jawa Barat
Untuk mengetahui Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit di Jawa Barat
Untuk mengetahui Pengeluaran Konsumsi Pemerintah di Jawa Barat

Untuk mengetahui Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) di Jawa Barat
Untuk mengetahui Ekspor dan Impor
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tinjauan Ekonomi Regional Menurut Penggunaan
Struktur ekonomi Jawa Barat ditinjau dari sudut pengeluaran tidak akan terlepas dari
Konsumsi, Investasi dan Ekspor-Impor. Konsumsi meliputi konsumsi rumahtangga, pengeluaran
lembaga non profit dan konsumsi pemerintah. Selama ini konsumsi merupakan komponen yang
paling berperan terhadap perekonomian Jawa Barat, rata-rata setiap tahunnya sejak tahun 2000
mengambil porsi 70 persen dari PDRB. Investasi yang dalam konteks PDRB dibatasi sebagai
Pembentukkan Modal Tetap bruto berperan sekitar 15 persen dari PDRB. Ekspor Jawa Barat
cukup besar dibanding propinsi-propinsi lainnya di Indonesia yaitu sekitar 40 persen dari PDRB,
hal ini disebabkan industri pengolahan baik industri besar, sedang dan kecil, 20 persen
terkonsentrasi dari total nasional di propinsi ini. Begitu pula impornya yang mempunyai peranan
sekitar 27 persen. Penduduk Jawa Barat yang besar menjadi pangsa pasar yang sangat potensial.

Walaupun begitu Jawa Barat merupakan propinsi besar dengan volume ekspor-impor yang besar
namun tidak memilki pelabuhan yang memadai untuk kegiatan tersebut.

Uraian
[1]
Pengeluaran KRT
a. Makanan
Non Makanan

2. Konsumsi LNP
3. Konsumsi Pem.
4. PMTB
5. Perubahan Stok
6. Ekspor
Antar Negara
b. Antar Propinsi

7. Impor
a. Antar Negara
b. Antar Propinsi

Jumlah
*) Angka diperbaiki
**) Angka sementara

Tabel 1.
PDRB menurut Penggunaan Jawa Barat adh berlaku
Tahun 2000-2004 (milyar rupiah)
2000
2001
2002
2003*)
2004**)
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
123.024,2 137.281, 154.029, 165.744, 185.012,4
0
92
82
29
7
75.268,44 86.916,0 95.376,7 100.460, 111.757,6
47.755,76 6
4
55
1
50.365,8 58.653,0 65.283,7 73.254,86
6
72
4
1.174,46
1.239,90 1.397,89 1.532,10 1.664,72
11.145,32 12.896,9 14.870,7 17.769,8 21.985,75
6
3
2
30.581,65 33.585,7 36.073,1 40.873,4 47,749.37
0
9
6
3.650,57
5.211,60 3.695,08 4.919,20 6.631,79
82.923,33 88.114,3 100.710, 104.618, 125.621,4
54.860,16 0
28
82
5
28.063,17 52.632,1 63.318,9 66.863,6 83.036,58
7
0
4
42.584,87
35.482,1 37.391,3 37.755,1
2
9
8
56.746,51 59.143,4 69.369,6 64.762,7 83.359,95
16.088,12 2
0
0
15.788,33
40.658,39 17.858,0 16.763,3 15.114,9 67.571,62
9
5
9
41.285,3 52.606,2 49.647,7
3
6
1
195.753,0 219.186, 241.407, 270.695, 305,305,6
3
97
39
00
1

Pengeluaran akhir konsumsi rumah tangga meliputi seluruh pengeluaran yang dilakukan
oleh anggota rumah tangga suatu penduduk, baik pengeluaran untuk makanan maupun bukan
makanan. Nilai konsumsi rumah tangga seperti yang terlihat di tabel 1 ini jika dibagi jumlah
penduduk pertengahan tahun maka akan terlihat rata-rata besarnya pengeluaran perkapita

masyarakat Jawa Barat baik untuk makanan maupun non makanan yang meliputi pengeluaran
untuk sandang, pendidikan, perumahan, pengeluaran kesehatan, barang-barang tahan lama,
rekreasi dsb. Laju pertumbuhan komponen ini tidak lepas dari pertumbuhan penduduk Jawa
Barat yang menjadi salah satu tujuan dari migrasi dari propinsi-propinsi lain, selain itu
pendorongnya adalah daya beli masyarakat, serta pola konsumsi masyarakat. Percepatan
peningkatan daya beli merupakan salah satu target pemda Jabar untuk bisa mencapai IPM
dengan angka 80 pada tahun 2010 dan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin. Target itu
bisa dicapai dengan meningkatkan pendapatan melalui perluasan peluang usaha, kesempatan
kerja, dan peningkatan produktivitas.
Konsumsi Pemerintah Jawa Barat rata-rata setiap tahunnya sekitar 6 persen dari PDRB
dimana komponen ini meliputi seluruh konsumsi yang dilakukan pemerintah baik tingkat
propinsi, tingkat kabupaten, pemerintahan desa di seluruh Jawa Barat dan alokasi pusat untuk
Jawa Barat. Konsumsi tersebut merupakan penjumlahan belanja barang dengan belanja pegawai,
penyusutan barang modal dikurangi pendapatan dari barang dan jasa yang di produksi sendiri.
Otonomi daerah yang dilaksanakan penuh pada tahun 2001 berdampak kepada nilai tambah yang
dilakukan oleh sektor pemerintah, hal ini disebabkan perubahan status kepegawaian dan perdaperda tentang perekonomian. Walaupun begitu, penghitungan konsumsi tidak berubah secara
signifikan. Perubahan-perubahan yang terjadi pada konsumsi pemerintah lebih banyak
disebabkan besarnya perubahan dari belanja barang karena sesuai dengan pertumbuhan APBD
dan APBN.
Pembentukkan Modal Tetap Bruto yang dilakukan berbagai institusi di Jawa Barat seperti
BUMN/BUMD, Pemerintah, Swasta dan rumah tangga dari tahun 2000 sampai 2004 mengalami
peningkatan. Institusi ini tersebar di sembilan sektor lapangan usaha, dari sektor pertanian

sampai dengan sektor jasa-jasa. Investasi dilakukan pada berbagai jenis barang modal seperti
bangunan, kendaraan, mesin, peralatan, ternak dan yang lainnya. Iklim investasi yang makin
membaik, terutama masalah keamanan, berkurangnya pungutan-pungutan liar serta birokrasi
yang tidak berbelit-belit diharapkan dapat menarik banyak investor baru. Begitu pula bagi para
investor lama, pengembangan usaha baru dengan menambah barang-barang modal ini
memerlukan kondisi yang diyakini dapat mengembalikan semua yang ditanam dengan
menguntungkan. Pertumbuhan pada investasi diharapkan mendorong laju pertumbuhan ekonomi
dan dapat mengurangi pengangguran walaupun penambahan mesin-mesin baru yang
berteknologi tinggi di satu sisi sangat efisien untuk perusahaan tapi disisi lain juga tidak menjadi
solusi buat pengangguran. Perlu dipikirkan sektor apa saja yang perlu teknologi padat modal atau
padat karya tanpa mengesampingkan efisiensi perusahaan. Pengembangan investasi pada Usaha
Kecil Menengah juga perlu mendapat perhatian karena surplus usaha dari untuk UKM dibawa
keluar Jawa Barat kemungkinannya kecil sekali sehingga setiap kenaikan investasi ini dapat
membawa peningkatan kesejahteraan bagi penduduk Jawa Barat sendiri.
2.2 Pengeluaran Konsumsi RumahTangga
Nilai konsumsi dari tahun 2000 sampai dengan 2004 selalu mengalami kenaikan sesuai
dengan pertumbuhan penduduk, kenaikan harga dari barang dan jasa, serta meningkatnya daya
beli masyarakat. Nilai komponen ini bergerak dari 123 024 milyar rupiah pada tahun 2000
menjadi 185 012 milyar rupiah pada tahun 2004. Kenaikan itu mencapai 11,59 persen pada tahun
2001 selanjutnya 12,20 persen,7,61 persen dan pada tahun 2004 tumbuh mencapai 11,63 persen.
Tetapi jika melihat besarnya inflasi yang terjadi pada pengeluaran ini yang dari 2001 mencapai
9,50 persen, 8,50 persen, 4,70 persen dan 9,08 persen maka akan kita lihat bahwa kenaikan riil

dari konsumsi rumah tangga ini hanya 1,90 persen di tahun 2001 kemudian meningkat 3,41
persen, 2,77 persen dan 2,34 persen.
Tabel 3
Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga, Inflasi dan PDRB Perkapita
Propinsi Jawa Barat
Uraian
[1]
Pertumbuhan Konsumsi Rumah
Tangga
Inflasi KRT
Distribusi KRT
PDRB Perkapita (milyar Rp)

2000
[2]

62.85
5.479,68
5

2001
[3]
1.90

2002
[4]
3.41

2003
[5]
2.77

2004
[6]
2.34

9.50
62.63
6.017,
73

8.50
63.80
6.494,10

4.70
61.23
7.134,
25

9.08
60.60
7.880,
89

Peranan Konsumsi Rumah tangga di Jawa Barat sejak tahun 2000 sampai tahun terakhir
2004 mengambil porsi diatas 60 persen, sehingga mempunyai multiplier effect yang tinggi
sehingga perubahan yang kecilpun akan berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi
regional. Jika melihat komposisi pengeluaran untuk makanan dan non makanan, maka rata-rata
dalam lima tahun terakhir sekitar 60 persen untuk pengeluaran makanan dan hampir 40 persen
untuk non makanan. Dari tahun 2000 sampai dengan 2004 komponen ini tidak mengalami
perubahan yang signifikan, tetapi jika dibandingkan atas dasar harga konstan 1993, ada sebagian
porsi dari Konsumsi Rumah Tangga yang terambil terutama oleh investasi dan net ekspor.
2.3 Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit
Pengertian lembaga Non Profit secara umum adalah setiap lembaga nirlaba yang independen dan
tidak terpengaruh oleh institusi pemerintah. Secara khusus Bank Dunia mendefinisikan Non
Government Organization atau kemudian juga diterjemahkan sebagai organisasi swasta yang
pada umumnya bergerak dalam kegiatan-kegiatan pengentasan kemiskinan, mengangkat dan

menyuarakan berbagai kepentingan orang miskin atau pihak yang terpinggirkan, memberikan
pelayanan sosial dasar, atau melakukan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.
Maraknya Lembaga Non Profit di Indonesia khususnya di Jawa Barat dimulai tahun 2000 sejak
ada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2000 tentang cara pelaksanaan
peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana korupsi. Tetapi untuk lembaga non profit yang bersifat keagamaan, di Jawa barat
sudah lama ada dan cukup banyak.
Porsi Lembaga Non Profit di Jawa Barat sangat kecil kurang dari 1 persen dari nilai PDRB. Dari
tahun 2000 sampai dengan 2004 komponen ini hanya sekitar 0,55 sampai dengan 0,60 persen.
Laju pertumbuhan untuk Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit adalah –3,04 pada tahun
2001 karena booming komponen ini terjadi di tahun 2000, meningkat lagi 4,74 persen pada
tahun 2002 dan selanjutanya 7,71 persen pada tahun 2003 dan 1,34 persen pada tahun 2004.
Lembaga ini selain mendapat dukungan pemerintah juga mendapat bantuan dari berbagai
lembaga donor internasional.
Hal ini menunjukkan bahwa walaupun pemerintah selalu mendukung kegiatan-kegiatan yang
dikembangkan oleh lembaga ini namun perkembangannya belum mampu mendongkrak
perkembangan ekonomi Jawa Barat secara agregat jika dibandingkan dengan komponenkomponen penyusun PDRB yang lain.
2.4 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
Dalam menjalankan kegiatan sehari-hari pemerintah membutuhkan anggaran yang
digunakan untuk keperluan belanja rutin pegawai dan keperluan pembiayaan pembangunan.
Besar kecilnya pengeluaran konsumsi Pemerintah dipengaruhi oleh komponen belanja pegawai,
belanja barang dan belanja modal dan belanja pemerintah lainnya. Peran yang dimiliki oleh

pemerintah ini digunakan terutama untuk membiayai kegiatan-kegiatan pelayanan yang tidak
dapat dilakukan oleh pihak swasta. Jumlah pengeluaran pemerintah ini merupakan salah satu
komponen penting dari PDRB.
Selama periode tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 pengeluaran pemerintah secara
nominal selalu semakin membesar dari tahun ke tahunnya sesuai dengan peningkatan pada
APBD dan APBN. Kontribusi Konsumsi Pemerintah pada periode tersebut berkisar antara 6
sampai dengan 7 persen, tahun 2004 mencapai 7,23 persen karena pengeluaran pemerintah pada
tahun ini melonjak dengan adanya pemilu. Rata- rata setiap tahun, pengeluaran belanja barang
menghabiskan sekitar 32 - 35 persen dari konsumsi pemerintahan dan belanja pegawainya
punya porsi berkisar antara 58 sampai 65 persen, sedangkan penyusutan barang modal antara 3 –
5 persen dan tahun 2004 porsi belanja barang mencapai 35,4 persen. Kecuali untuk tahun 2000
belanja barangnya mencapai 44 persen, belanja pegawai 52 persen, polanya mengalami
pergeseran setelah Otonomi Daerah diterapkan secara utuh, dan pegawai pusat banyak yang
dilimpahkan menjadi pegawai pemerintah daerah. Secara teoritis kenaikan pengeluaran
pemerintah sejak tahun 2000 hingga tahun 2004 merupakan salah satu kebijakan untuk
meningkatkan pembangunan lewat instrumen kebijakan fiskal. Instrumen ini diambil untuk
meningkatkan daya beli masyarakat sehingga dapat meningkatkan kehidupan perekonomian.
Pertumbuhan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah secara riil terus bergerak. Laju pada
tahun 2002 lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya sebesar 11,75 persen, selanjutnya 18,10
persen dan 12,07 persen.
2.5 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)
Salah satu komponen pengeluaran PDRB adalah Investasi. Dalam konteks PDRB
Penggunaan, investasi dikenal sebagai Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB). PMTB

menggambarkan adanya proses penambahan dan pengurangan barang modal pada tahun tertentu.
PMTB disebut sebagai “bruto” karena di dalamnya masih terkandung unsur penyusutan, atau
nilai barang modal sebelum diperhitungkan nilai penyusutannya. PMTB adalah semua
pengadaan barang modal untuk digunakan/dipakai sebagai alat yang tetap (fixed assets). Selama
ini pertumbuhan ekonomi Jawa Barat ditopang oleh konsumsi, besarnya kontribusi konsumsi
memberikan andil terbesar dari pertumbuhan ekonomi, sesungguhnya motor pertumbuhan
ekonomi adalah pembentukan modal. Untuk itu kedepannya diharapkan investasi dan ekspor
dapat memperbaiki kinerjanya dan tanda-tandanya pada tahun-tahun terakhir cukup positif.
Walaupun dalam perkembangan ilmu ekonomi ditemukan bahwa ada perbedaan antara
pertumbuhan ekonomi dengan tingkat penambahan stok modal dan angkatan kerja. Perbedaan ini
merupakan faktor residual sebagai hasil peningkatan produktivitas faktor-faktor produksi dari
perubahan teknologi dan peningkatan kualitas SDM. Atas dasar itu berkembang konsep modal
manusia. Berdasarkan penelitian menunjukkan investasi tersebut telah menghasilkan sumber
pertumbuhan yang tidak kalah pentingnya dengan investasi modal fisik tetapi informasi
mengenai investasi yang ada dalam publikasi ini hanya terbatas pada investasi modal fisik.
Korelasi antara LPE dengan Investasi dikenal dengan Incremental Capital Output Ratio
(ICOR). ICOR menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi relatif akibat adanya investasi. Dengan
ICOR kita dapat melihat efisiensi penggunaan modal yang secara signifikan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi di suatu daerah pada tahun tertentu.
Jawa Barat yang merupakan daerah penyangga Ibukota Jakarta adalah propinsi yang paling
diminati oleh investor baik dari dalam negeri maupun manca negara. Data-data dalam PDRB
menunjang kondisi tersebut diatas, dimana besaran PMTB pada periode tahun 2000-2004 selalu
mengalami peningkatan. Pada tahun 2000 senilai 30.581,650 milyar, kemudian naik cukup besar

pada tahun 2004 hingga mencapai 47.749,373 milyar. Kenaikan komponen PMTB ini pada tahun
2001 sebesar 9,82 persen, bahkan pada tahun 2003 dan 2004 kenaikannya di atas 10 persen yaitu
masing-masing sebesar 13,31 persen dan 16,82 persen. Jika dilihat secara riil (tanpa pengaruh
inflasi) laju komponen PMTB ini selalu mengalami percepatan laju yang relatif stabil, kecuali
pada tahun 2002 yang sebesar 2,50 persen, laju pada peiode 2001-2004 selalu di atas 3 persen
dan laju yang paling tinggi terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 5,15 persen. Dari data-data
tersebut dapat ditarik kesimpulan nilai investasi yang ditanamkan di Jawa Barat pada periode
tahun 2001-2004 selalu mengalami peningkatan dengan penambahan besaran investasi yang
stabil (walaupun terjadi inflasi) tiap tahunnya.
2.6 Ekspor dan Impor
Suatu wilayah dikatakan memperoleh manfaat dari perdagangan jika terdapat surplus
perdagangan. Oleh karenanya upaya mendorong ekspor sudah merupakan strategi tersendiri yang
pada saat sekarang akan menentukan hidup matinya suatu negara. Komoditi unggulan Jawa
Barat selama ini sebagai komoditi ekspor harus didukung dengan berbagai sarana yang harus
diciptakan oleh kebijakan ekonomi secara makro dan strategi perusahaan secara mikro.
Ekspor Jawa Barat pada periode tahun 2000-2004 berdasarkan harga berlaku, kecuali pada
ekspor antar negara di tahun 2001, baik ekspor antar negara maupun antar propinsi hampir
keseluruhan mengalami kenaikan. Untuk tahun 2002 sampai tahun 2004 terus mengalami
kenaikan, peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2004 dengan mencapai 83.036,58 milyar,
sedangkan ekspor antar propinsi yang terus mengalami kenaikan dari 28.063,17 milyar di tahun
2000 milyar hingga mencapai 42.584,87 milyar pada tahun 2004. Secara riil volume eksporimpor Jawa Barat pada tahun 2004 bila dibandingkan tahun 2003 mengalami kenaikan. Dimana
ekspor lajunya meningkat 13,41 persen, sedangkan impor mencapai hingga 16,04 persen. Laju

ekspor sangat dipengaruhi oleh peningkatan pada ekspor antar negara dengan laju 16,95 persen,
dan laju impor sangat ditunjang dengan kenaikan pada impor antar propinsi yang mencapai 23,12
persen.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Uraian di atas memperlihatkan bahwa pada periode tahun 2000-2004 PDRB Propinsi
Jawa Barat menurut Penggunaan baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan
hampir selalu mengalami peningkatan kecuali untuk ekspor dan impor yang pada beberapa tahun
terkontraksi dengan pertumbuhan negatif yang cukup besar. Laju Pertumbuhan ekonomi Jawa
Barat tahun 2001 sebesar 3.89 persen, selanjutnya tumbuh 3.94 persen, tahun 2003 tumbuh 4,53
persen dan tahun 2004 tumbuh cukup tinggi untuk periode setelah krisis yaitu 5,08 persen.
Struktur perekonomian Jabar sedikit bergeser dengan terambilnya porsi konsumsi rumah
tangga oleh komponen investasi dan ekspor. Diharapkan kedua komponen ini terus memacu
pertumbuhan ekonomi yang sekaligus dapat mengurangi kemiskinan dan pengangguran di Jawa
barat. Kontributor terbesar perekonomian Jawa Barat pada periode 2000 sampai dengan 2004
masih komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga yang mencapai proporsi diatas 60 persen,
disusul PMTB yang berperan rata-rata 15 persen, Belanja pemerintah sekitar 6 persen serta
ekspor netto sekitar 14 persen. Peranan pengeluaran lembaga non profit hampir tidak
menunjukkan sumbangan yang berarti karena hanya sekitar 0,6% dari PDRB total.

Tahun 2004 juga merupakan tahun dengan laju pertumbuhan ekonomi global yang positif
baik, begitu pula Indonesia dan juga Jawa Barat mengalami hal yang sama. Hampir seluruh
indikator seperti yang dipaparkan di atas menunjukkan kondisi yang positif di Jawa Barat.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=makalah+pembangunan+ekonomi+jawa+barat&source=web&cd=19&cad=rja&v
ed=0CFwQFjAIOAo&url=http%3A%2F%2Fwww.jabarprov.go.id%2Froot%2Fpdrb
%2FBABIII-04OK2.doc&ei=98S4UJvXFcrirAeJyYDoDQ&usg=AFQjCNEAuvvssrsYf3ATm8U7IAAE_rWUQ
http://edisugiartonos.blogspot.com/2012/11/makalah-pertumbuhan-ekonomi.html