PENINGKATAN KESEJAHTERAAN KELUARGA MELAL INDONESIA

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN KELUARGA
MELALUI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
PADA KOMUNITAS NELAYAN DI PESISIR PANTAI
KECAMATAN WATUBANGGA KABUPATEN KOLAKA
A. Pendahuluan
Salah satu visi pembangunan nasional tahun 2004-2009 adalah
terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja
dan penghidupan yang layak serta memberi fondasi yang kokoh bagi
pembangunana

yang

berkelanjutan

(Kementerian

Pemberdayaan

Perempuan.2006).
Tujuan


pembangunan

adalah

menyejahterakan

masyarakat.

Masyarakat yang sejahtera dapat dilihat dari beberapa indikator antara lain;
terpenuhinya kebutuhan lahir dan batin, adanya rasa aman, adanya rasa
aktualisasi diri, dan harga diri. Namun, kenyataan berkata lain, bangsa
Indonesia masih mengalami krisis ekonomi yang berkepanjangan, dengan
demikian pada umumnya tingkat kesejahteraan masih berada pada kategori
yang rendah.
Rendahnya kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari banyaknya
kepala keluarga dan penduduk yang masih tergolong miskin, sebagaimana
data yang telah diperoleh dari Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
(BPMD) Kabupaten Kolaka (2007) bahwa jumlah penduduk miskin yang
ada di Kabuten Kolaka adalah 63.664 jiwa dari jumlah penduduk 273.168
jiwa. Sedangkan jumlah penduduk miskin yang paling tinggi


dari 14

kecamatan yang ada di Kabupaten Kolaka adalah Kecamatan Watubangga
yaitu 3363 jiwa dari 26.358 penduduknya.

1

Peningkatan kesejahteraan masyarakat berbagai usaha yang telah
ditempuh oleh pemerintah pusat seperti pemberian bantuan Bayar
Langsung Tunai (BLT), ASKESKIN, dan kredit lunak. Program
pembangunan daerah yang dicanangkan oleh Bupati Kolaka periode 20042009 dikenal dengan Program Desa Model Gerakan Pembangunan
Masyarakat Sejahtera (Demo Gerbang Mastra). Sebagaimana disebutkan
pada Peraturan Daerah tentang Demo Gerbang Mastra Tahun 2007 pasal 4
bahwa tujuan Demo Gerbang Mastra adalah mendorong pemberdayaan
masyarakat untuk meningkatkan produksi dalam arti luas, meningkatkan
pendapatan yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat
(Derap Perda tahun 2007).
Pelaksanaan Program ini ditetapkan beberapa kriteria yang dapat
dijadikan sasaran program tersebut; dijelaskan dalam pasal 5 ayat 4 yaitu

(1) minimnya fasilitas pelayanan umum masyarakat, (2) masih terdapatnya
keluarga miskin dan pengangguran, (3) memilki potensi SDA dan SDM
yang dapat dikembangkan, dan (5) terisolasi, lingkunagan kumuh dan tidak
sehat.
Usaha pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat cukup
memadai, namun demikian, usaha tersebut tidak dapat menyelesaikan
masalah secara tuntas. Kemiskinan masih mendera bangsa kita khususnya
kemiskinan yang dialami oleh komunitas nelayan, hal ini dapat dilihat pada
beberapa indikator seperti; masih banyak anak nelayan yang tidak
mengenyam pendidikan, masih banyak nelayan yang tidak dapat menikmti
informasi dari media elektronik, rumah mereka hanya beratapkan daun
sagu, asupan makanan tidak memenuhi 4 sehat 5 sempurna, dan masih
banyak indicator lain yang cukup memprihatinkan.

2

Oleh karena itu, salah satu usaha untuk mengentaskan kemiskinan
adalah memberdayakan seluruh potensi yang ada, khususnya Sumber Daya
Manusia (SDM) pada komunitas nelayan sudah selaknya dilaksanakan
khususnya kalangan perempuan agar dapat menopang kehidupan keluarga

yang terlilit dengan kemiskinan yang berkepanjangan.
Kaum perempuan biasanya terlibat penuh dalam kegiatan domestik, hal itu
disebabkan karena pembedaan gender yang masih begitu kuat di dunia kerja,
sehingga budaya patriarkhi amat kuat di dalamnya. Pembagian kerja seperti ini telah
berdampak pada peran produktif perempuan. Mereka dianggap sebagai pekerja
cadangan dan pekerja kedua, sehingga gajinya pun dibayar lebih murah.
Perempuan masyarakat nelayan pada umumnya bekerja sebagai pengasuh
anak, mengolah dan menjual hasil tangkapan ikan yang diperoleh dari suaminya.
Selain itu, mereka sering membentuk kelompok-kelompok arisan. Namun, kegiatan
yang mereka lakukan tidak dapat mengubah
sebagai komunitas

status keluarga dan posisi mereka

yang selalu berhadapan dengan permasalahan hidup yang

semakin konpleks.
Melihat konpleksnya permasalahan yang dihadapi masyarakat
nelayan; kemiskinan yang berkepanjangan, banyaknya usia wajib belajar
yang tidak mengkuti pendidikan, pemenuhan zat gizi yang tidak mencukupi

dan masih banyaknya rumah nelayan yang tidak layak huni. Kenyataan
kehidupan komunitas nelayan yang seperti itu dapat diatasi dengan
memberdayakan perempuan pada komunitas tersebut.
Oleh karena itu, dalam penelitian dirumuskan

dua permasalahan

pokok yaitu:

3

1. Bagaimanakah kontribusi kaum perempuan yang bekerja dalam peningkatan
kesejahteraan keluarga komunitas

nelayan

yang berdomisili di pesisir

Kecamatan Watubangga Kabupaten Kolaka?
2.


Bagaimanakah gambaran

pemberdayaan yang diberikan kepada kaum

perempuan di pesisir pantai Kecamatan Watubangga dalam usaha peningkatan
kesejahteraan keluarga komunitas nelayan?
Penelitian ini dibatasi oleh dua ruang lingkup yaitu kontribusi
kaum perempuan komunitas nelayan perempuan yang bekerja baik di luar
maupun di dalam rumah dalam peningkatan kesejahteraan keluarganya dan
Penelitian ini juga akan melihat jenis pemberdayaan yang dapat bermanfaat
bagi perempuan dalam peningkatan ekonomi keluarga. Sedangkan
kesejahteraan dalam hal ini dapat dilihat dari kemampuan sebuah keluarga
untuk memenuhi kebutuhan dasar , kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan
rasa kasih sayang, harga diri, pendidikan, dan aktualisasi diri.
B. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Pemberdayaan

Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment),
berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau keperdayaan). Oleh karena itu ide utama

pemberdyaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali
dikaitkan dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain melakukan apa yang
kita inginkan, terlepas dari keinginanan dan minat mereka. Ilmu sosisal trdisional
menekankan bahwa kekuasaan berkaitan dengan pengaruh dan control. Kekuasaan
senantiasa hadir dalam konteks relasi sosialantar manusia. Kekuasaan dan hubungan
kekuasaan dapat berubah. Dengan pemahaman seperti ini, maka pemberdayaan
merupakan sebuah proses perubahan kemudian memiliki konsep yang bermakna.
Dengan kata lain, kemungkiann terjadinya proses pemberdyaan sangat tergantung

4

pada dua hal yaitu; (1) bahwa kekuasaan dapat berubah. Jika kekuasaan tidak dapat
berubah, pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara apapaun dan (2) bahwa
kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada pengertian kekuasaan yang
tidak statis, melainkan dinamis, selain itu, pemberdayaaan menunjuk pada
kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki
kekuatan atau kemampuan dalam:(1) memenuhi kebutuhan dasarnaya sehingga
mereka memiliki kebebasan (freedom), yang artinya bebas berpendapat, bebas dari
kelaparan, kebodohan, dan bebas dari kesakitan, (2) menjangkau sumber-sumber
produktif yang memungkinkan mereka meningkatkan pendapatannya,dan


(3)

berpartisipasi dalam pembangunan dan keputusan yang memengaruhinya (Suharto.
2006:58).
Lanjut Parson (1994) menjelaskan bahwa pemberdayan adalah sebuah
proses yang menjadikan orang cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai
pengontrolan atas dan memengaruhi terhadap

kejadian-kejadian serta lembaga-

lembaga yang memengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang
memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk
memengaruhi kehidupan dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya.
Sedangkan Rappapport (1994) mengartikan pemberdayaan sebagai suatu cara
mengarahkan rakyat, organisasi, dan komunitas untuk menguasai kehidupannya.
Selanjutnya dikatakan bahwa terdapat tiga dimensi pemberdayaan yang merujuk
pada: (1) sebuah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan individual
yang kemudian berkembang menjadi sebuah perubahan sosial yang lebih besar, (2)
sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri, berguna dan mampu

mengendalikan diri dan orang lain, dan (3) pembebasan yang dihasilkan dari sebuah
gerakan sosial, yang dimulaia dari pendidikan dan politisasi orang-orang lemah dan
kemudian melibatkan upaya-upaya kolektif dari orang-orang lemah tersebut untuk
memperoleh kekuasaan dan mengubah struktur-struktur yang masih menekan.
2. Perempuan dan Pekerjaan

5

Perempuan dan pekerjaannya dapat dilihat dari bukti-bukti yang ada
dilapangan, perempuan adalah sebagai pekerja rumah tangga, pekerja sukarela, dan
pekerja yang dibayar, sumbangan-sumbangan produktif wanita dimaginaisasi melalui
proses-proses histories feminisasi, serta pemisahan antara lingkungan publik dan
lingkungn pribadi dalam produksi.
Perempuan berperan sebagai pengasuh dalam lingkungan pribadi, seperti ibu
yang mengasuh anak-anaknya, serta pengasuhan ini disertai dengan pekejaan rumah
tangga lainnya serta beban untuk memberikan kelangsunagan hidup dirinya dan
keluarganya melalui kerja upahan. Hal ini tak ada pemisahan karena sudah menjadi
aktivitas. Berapakah kerugian perempuan yang telah menyediakan waktunya untuk
pengasuhan dan pelayanan di rumah?
Peran pengasuhan bagi perempuan merupakan dimensi yang tumpang tindih,

baik pada pekerjaan yang dibayar maupun yang tidak dibayar. Sebagai juru rawat,
pembantu, guru taman kanak-kanak, pengasuh anak, ibu dan sebagai anak
perempuan, perempuan memikul tanggung jawab atas pemeliharaan emosi dan fisik
orang lain. Tingkatan kehidupan perempuan bergerak dari pengasuh dalam rumah
mereka bergerak ke dalam angkatan kerja atau pekerjaan sukarela.
Kehidupan mereka tidaklah terdiri atas susunana yang mudah dilihat bagianbagian tersendiri, tetapi lebih merupakan bagian dari aktivitas yang bergantung
(Statham dalam Ollenburger.1996).
Perempuan sebagai pekerja, beberapa penelitian menyiratkan bahwa hal
tersebut bukanlah penjelasan yang masuk akal. Janet Chafetz (1988:100), dalam
penelitiannya mengenai para majikan serta pekerja wanita dan laki-laki menemukan
bahwa tingkat perpindahan bagi perempuan dan laki-laki dalam pekerjaan yang
serupa adalah sepadan, yang membedakan kedua kelompok tersebut ialah tujuan
perpindahan itu. Laki-laki meninggalkan pekerjaan mereka untuk berpindah ke
pekerjaan lain yang memberikan lebih banyak kesempatan promosi.
Selain itu, perempuan terbesar terkonsentrasi pada angka skala rendah terakhir
dan relatif berupah rendah, sedangkan kelas terbesar laki-laki relatif berupah tinggi.
6

Hal ini disebabkan oleh adanya model fungsionalis , yang sosiolog memfokuskan
pada modal manusia (keahlian) yang diemban oleh laki-laki dan perempuan ke pasar.

Kompetisi ini perempuan kalah oleh laki-laki, hal ini disebabkan karena kegagalan
membekali perempuan dengan sumber yang personal yang dibutuhkan dalam
berkompetisi dengan laki-laki di pasar tenaga kerja.
3. Sumber Daya Wilayah Pesisisr
Beatly berpendapat bahwa wilayah pesisir adalah adalah wilayah peralihan
antara laut dan daratan, kea rah darat mencakup daerah yang masih terkena pengaruh
percikan air laut atau pasang surut dan arah ke arah laut meliputi daerah paparan
benua (continental shelf) (Dahuri, 2001).
Wilayah pesisir memiliki krateristik antara lain: (1) dihuni oleh masyarakat
yang lebih dari satu kelompok masyarakat yang memiliki keterampilan atau
kesenangan bekerja yang berbeda (2) terdapat dua macam sumber daya alam lebih
dari dua macam sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan yang dapat
dikembangkan, (3) terdapat keterkaitan ekologis antarkawasan pesisir dengan lahan
atas dan laut lepas, (4) secara ekologis dan ekonomis pemanfaatan ekosistem secara
monokultur adalah retan terhadap perubahan internal maupun eksternal yang
mengarah pada kegagalan usaha, dan (5) kawsan pesisir pada umumnya merupakan
sumber day milik bersama (common property resources) yang dapat dimanfaatkan
oleh semua orang.
Sumber daya alam kawasan pesisir terdiri atas sumber daya alam yang dapat
diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Sumber daya alam yang dapat
diperbaharui antara lain perikanan, rumput laut, padang lamun, hutan mangrove dan
terumbu karang. Sedangkan yang tidak dapat diperbaharui seperti pasir, timah, dan
bahan tambang lainnya.
Harsono (2001) pengelolaan sumber daya wilayah pesisir merupakan suatu
proses yang menyatukan pemerintah dan masyarakat, ilmu pengetahuan dan

7

manajemen, kepentingan sektor dan kepentingan publik sehingga pelaksanaanya
terpadu untuk perlindungan dan pembagunan ekosistem.

8

4. Kerangka Pikir

Pembanguanan
Masyarakat

Komunitas Nelayan

Perempuan
(istri nelayan)
yang Bekerja
Tambaha
-

-

Peningkatan
pengetahuan
dan
keterampilan
Pengembangan
usaha

Pemberdayaan
Perempua
n
(isteri nelayan)

-

Pelatihan
Modal

Peningkatan
Kesejahteraan
Keluarga

Gambar 1. Skema Kerangka Pikir

9

C. Metode Penelitian

1. Jenis dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yang dikombianasikan
dengan analisis kuantitatif. Hal ini didasarkan pada tujuan yang ingin dicapai adalah
untuk

mendeskripsikan

bagaimanakah

kontribusi

pemberdayaan

perempuan

komunitas nelayan terhadap kesejateraan keluarga. Digunakan analisis kuantitatif
untuk melihat bagaimana perbedaan kesejahteraan keluarga yang perempuannya
bekerja di luar rumah dengan perempuannya yang tidak bekerja di luar rumah.
Penelitian ini berlokasi di Kecamatan Watubangga, Kabupaten Kolaka,
Provinsi Sulawesi Tenggara.
2. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah 60 keluarga sebagai informan pelaku yaitu
komunitas nelayan yang berdomisili di pesisir Kecamatan Watubangga, Kabupaten
Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara. Selain informan pelaku dipilih beberapa
informen kunci yang dapat memperkuat data yaitu Camat dan Kepala Desa.
3. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini adalah peneliti sebagai instrumen utama. Selain itu,
digunakan beberapa instrumen penunjang antara lain: pedoman observasi, pedoman
wawancara, dokumentasi, dan alat perekam.
4. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui kegiatan
observasi, wawancara mendalam /intervieu, dokumentasi, dan perekaman.
Teknik analisis data dalam penelitian ini mengacu pada model yang
dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1982) bahwa ada tiga tahap analisis data
yaitu reduksi data, penyajikan data, verifikasi dan penarikan simpulan.

10

Tahap reduksi data dilakukan setelah data terkumpul melalui observasi,
wawancara mendalam, dan hasil kuesioner. Data yang terkumpul diadakan
penyeleksian, pengodean, dan pengaklasifikasian data. Reduksi data mengacu pada
masalah penelitian dan semua data yang dibutuhkan untuk menjelaskan masalah
tersebut.
Peyajian data dilakukan setelah direduksi. Data yang terpilih dipaparkan
dalam bentuk satuan-satuan informasi yang telah terorganisasi sesuai dengan masalah
penelitian Penyajian data dilakukan dengan dengan cermat agar pengambilan
keputusan dapat dilakukakn dengan tepat.
Penarikan simpulan didasarkan pada data yang disajikan dengan cara menafsirkan
makna data tersebut. Sebelum simpulan final, terlebih dahulu dilakukan simpulan
sementara. Penafsiran makna diverifikasi dengan uji keabsahan data yang meliputi:
(1) ketekunan pengamatan, (2) trianggulasi, dan (3) pertimbangan teman sejawat.
Hal ini relevan dengan teknik analisis yang dikemukakan oleh Bungin bahwa
penelitian kualitatif diawali dengan reduksi data, kategorisasi data, trianggulasi, dan
generalisasi (Bungin. 2007:29).
Data yang diperoleh dengan wawancara mendalam

dianalisis dengan

menggunakan analisis percakapan (conversation Analisis). Data dimaknai secara
cermat, baik secara verbal, non verbal ( intonasi,mimik, dan nada bicara) informan
pada saat wawancara berlangsung. Analisis ini bertujuan untuk memahami struktur
fundamental interaksi melalui percakapan. Sasaran perhatian percakapan terbatas
pada apa yang dikatakan dalam percakapan itu sendiri bukan kekuatan eksternal
yang membatasi percakapan, karena percakapan dipandang sebagai tatanan internal
sekuensial. Hal ini sesuai pendapat Zimmerman (1978) yang menyatakan bahwa
percakapan adalah aktivitas interaksi yang menunjukkan kegiatan yang stabil dan
teratur yang dapat dianalisis.
Sedangkan analisis yang lain adalah deskriptif kuantitatif, data dianalisis
dengan menggunakan distribusi frekwensi (persentase). Data yang dimaksudkan
adalah data yang diperoleh melalui kuesioner dengan menggunakan rumus:
11

P = R

X 100 persen

N
Keternagan :
P = hasil persentase

R = skor perolehan

N = skor maksimal

Menentukan kontribusi pemberdayaan perempuan dalam peningkatan
kesejahteraan keluarga mengikuti penentuan patokan norma dengan perhitungan
persentase untuk perhitunagan skala lima yang diadaptasi dari Nurgiantoro (2001)
seperti pada tabel 1 berikut.
D. Hasil dan Pembahasan
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Kolaka berada di jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, berada pada
2°, 00- 5°,00 LS sampai dengan 120°,45- 124°,06 BT. Luas daratan Kabupaten
Kolaka ±6918,38 Km² dan luas perairan ±15.000 Km². Kabupaten Kolaka terdiri atas
20 kecamatan.

Kecamatan Watubangga yang menajadi lokasi penelitian adalah

Kecamatan yang berada di sebelah selatan Kabupaten Kolaka. Kecamatan
Watubangga tergolong daerah kering dengan curah hujan kurang dari 2.000 mm per
tahun. Secara

administratif, batas-batas wilayah Kecamatan Watubangga adalah

sebagai berikut:
1.

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Toari.

2.

Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tanggetada.

3.

Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Polinggona.

4.

Sebelah Barat berbatasan dengan Teluk Bone
Luas wilayah Kecamatan Watubangga ± 245,20Km², yang terdiri atas 9 desa

dan 3 kelurahan. Jumlah penduduk 14.142 jiwa, yang terdiri atas 3.744 KK dan Lakilaki 7.127 jiwa dan perempuan 7.015 jiwa (Sumber: BPMD 2008).
Keadaan alamnya sebagian besar merupakan daerah pantai, dataran rendah,
dan perbukitan. Daerah pesisir pantai memanjang dari Desa Wolulu, Kelurahan
12

Watubangga, dan Desa Lamunde. Penduduk merupakan subjek dan objek
pembangunan, dalam arti bahwa perkembangan suatu wilayah ditentukan oleh
penduduk dalam wilayah yang bersangkutan. Perkembangan penduduk dalam
wilayah Kecamatan Watubangga dipengaruhi oleh tingkat kelahiran, kematian serta
mobilitas penduduk.
Pesebaran penduduk di Kecamatan Watubangga disesuaikan dengan jenis
pekerjaan yang dipilihnya serta potensi alam di sekelilingnya. Misalnya, masyarakat
yang berdomisili pada daerah perbukitan mereka menjadi petani kebun, baik jambu
mente, kakao, dan kelapa sawit, di dataran rendah sebagai wiraswasta atau niaga
lainnya, sedangkan di daerah pesisir sebagai nelayan atau petani tambak.
2. Kontribusi Perempuan yang bekerja terhadap peningkatan ksejahteraan
keluarga
Perempuan pesisir di pantai Kecamatan Watubangga dapat memberikan
kontribusi secara langsung terhadap kesejahteraan keluarganya. Perempuan yang
dimaksud adalah perempuan yang melakukan kegiatan ekonomi yang dapat
menghasilkan uang. Dalam penelitian ini keterlibatan perempuan dalam mengambil
peran pencari nafkah tambahan amat dirasakan bermanfaat dalam keluarga mereka.
Hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian di depan bahwa keluarga yang bekerja dapat
menambah penghasilan keluarga. Perempuan yang mau berusaha dapat memperoleh
pendapatan terendah Rp146.000 dan tertinggi mencapai Rp 410.000; Hal ini berarti
bahwa keterlibatan kaum perempuan dalam ekonomi sangat besar kontribusinya
terhadap kesejahteraan keluarga.
Kegiatan ekonomi yang dimaksud dapat dilakukan di luar rumah maupun di
dalam rumah. Kegiatan di luar rumah misalnya buruh ikan dan dagang di pasar.
Sedangkan kegiatan ekonomi di dalam rumah seperti menjahit,

warung atau

membuat jajanan. Namun jika dilihat dari distribusi perempuan yang bekerja tidak
mencapai setengah dari informan, dengan demikian masih banyak perempuan yang
tidak dapat berkontribusi terhadap kesejahteraan ekonomi keluarganya.

13

Jika dlihat dari usia informan, usia mereka tergolong usia produktif. Namun
dapat disimpulkan bahwa perempuan yang mau dan dapat berusaha sangat sedikit.
Hasil wawancara peneliti dengan beberapa informan mengatakan bahwa mereka
sebenarnya terbentur dengan dana atau modal. Selain itu,

keterampilan mereka

kurang. Hal ini disebabkan karena pada umumnya mereka hanya tamat SD dan SMP.
Kegiatan perempuan dalam sektor ekonomi masih dalam kategori kurang,
melihat tingginya persentase perempuan yang tidak memiliki usaha atau kegiatan
ekonomi yang dapat menopang dan meningkatkan pendapatan keluarga. Jumlah
perempuan yang tidak bekerja atau

hanya sebagai ibu rumah tangga mencapai

55,5%. Sehingga penghasilan keluarga hanya bersumber dari pihak laki-laki atau
suami. Dari hasil penelitian ini pula dapat dilihat bahwa SDM perempuan komunitas
nelayan yang ada di pesisir pantai Watubangga masih rendah dengan melihat jenis
pekerjaan yang mereka kerjakan. Pekerjaan yang dapat menghasilkan pendapatan
lebih tinggi adalah pekerjaan yang memerlukan keterampilan dan modal yang lebih
tinggi, dari data tersebut diketahui hanya 3 orang perempuan yang beradapada
pendapatan maksimal.
3. Jenis Pemberdayaan yang dibutuhkan perempuan komunitas nelayan di
pesisir Kecamatan Watubangga.
Dukungan pemerintah dalam memberdayakan kaum perempuan komunitas
nelayan amat dibutuhkan. Komunitas nelayan bukan hanya rendah dalam sumber
daya manusianya melainkan mereka pun terbentur oleh dana atau modal dalam
merintis sebuah usaha.
Perempuan komunitas ini pada dasarnya memiliki motivasi yang tinggi untuk
membuka suatu usaha. Oleh karena itu peran pemerintah, nonpemerintah, dan
organisasi social atau lembaga lembaga masyarakat amat diperlukan dalam
memberdayakan mereka.
Parson (1994) menjelaskan bahwa pemberdayan adalah sebuah proses yang
menjadikan orang cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan atas
14

dan memengaruhi terhadap

kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang

memengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh
keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk memengaruhi
kehidupan dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya.
Hasil dari penelitian ini memberikan gambaran bahwa pemberdayaan yang
diberikan kepada perepuan komunitas nelayan di pesisir pantai Kecamatan
Watubangga masih sangat kurang. Informan yang pernah diberikan pelatihan hanya
10 0rang atau sekitar 16%. Melalui hasil wawancara dengan beberapa informan
bahwa hasil dari pelatihan tersebut belum dapat dikategorikan berhasil sebab mereka
belum dapat memanfaatkannya dalam bentuk kegiatan ekonomi. Mereka hanya
sekadar pengetahuan untuk konsumsi sendiri. Alasannya adalah mereka tidak
memiliki modal dan pengetahuan bagaimana pemasarannya.
Pemberdayaan dengan bantuan cuma-cuma amat diperlukan oleh masyarakat
nelayan, khususnya kaum perempuan. Hal ini terbukti amat minimnya kaum
perempuan yang mau meminjam modal pada LEPP Kabupaten Kolaka. Tatapi hal ini
disebabkan oleh adanya beberapa syarat yang harus dipenuhi antara lain adanya
jaminan sertifikat tanah atau PPKB kendaraan. Kaum perempuan komunitas nelayan
masih kurang sekali yang mampu memenuhi syarat tersebut. Oleh karena itu, untuk
mendapatkan modal bukan suatu hal yang mudah bagi mereka, sehingga
seyogiyanyalah pemerintah dan organisasi sosial memikirkan hal ini lebih serius lagi.
Mengingat SDM yang rendah, maka yang harus dicermati adalah bagaimana
perempuan ini diberdayakan sesuai dengan minat, potensi, dan faktor alam yang ada
disekitarnya. Hasil dari beberapa informan menginginkan memelihara ternak
misalnya beternak itik dan ayam. Namun mereka tidak memiliki modal untuk itu.
Selain itu, mereka membutuhkan modal yang tidak memerlukan jaminan yang terlalu
ketat. Mereka memerlukan kredit simpan pinjam yang dapat diperoleh dengan mudah
tanpa adanya jaminan barang berharga. Bagi mereka, jangankan barang berharga
seperti sertifikat tanah atau PPKB kendaraan, makan sehari hari pun susah. Hal ini
dapat dilihat dari anak-anak mereka yang

pada umumnya mewarisi orang tua
15

mereka. Pada usia yang seharusnya mengenyam pendidikan di bangku sekolah,
mereka berangkat melaut demi kelangsungan hidup keluarga mereka. Di usia yang
masih sangat mudah, sudah ikut menopang tanggung jawab keluarga sebagai pencari
nafkah. Hal inilah yang menyebabkan nelayan mengalami keterpurukan yang
berkepanjangan.
E. Simpulan dan Saran
1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai
berikut.
1.

Perempuan komunitas nelayan yang berdomisili di pesisir pantai Kecamatan
Watubangga

yang

bekerja

dapat

berkontribusi

dengan

baik

terhadap

kesejahteraan keluarganya, walaupun upaya dan pekerjaan mereka tidak
tergolong pekerjaan yang membutuhkan sumber daya manusia yang baik namun
penghasilan mereka memberikan kontribusi terhadap penghasilan keluarga
sehingga hal ini dapat meringankan beban dan tanggung jawab suami sebagai
pencari nafkah.
2.

Upaya pemberdayaan perempuan komunitas nelayan yang berdomisili di pesisir
pantai Kecamatan Watubangga melalui pelatihan dan pemberian pinjaman atau
modal baik dari pemerintah maupun nonpemerintah amat dibutuhkan mengingat
tingginya motivasi perempuan untuk berusaha namun mereka terbentur dengan
keterampilan dan modal yang sangat kurang. Masalah yang dihadapi perempuan
dalam pemodalan adalah sulitnya mendapatkan sumber pemodalan dengan
persyaratan yang terjangkau.

Pemberdayaan yang semestinya diberikan

disesuaikan dengan minat dan faktor alam di sekitar mereka.

16

2. Saran- saran
Dari kesimpulan

di atas, maka diutarakan beberapa saran dalam upaya

pemberdayaan perempuan dalam

peningkatan kesejahteraan keluarga komunitas

nelayan yang berdomisili di pesisir pantai Kecamatan Watubangga sebagai berikut.
1. Bagi perempuan yang ada di pesisir pantai Kecamatan Watubangga sekiranya
dapat berpartisipasi penuh dalam usaha

peningkatan kesejaheteraan keluarga

karena itu seyogyanyalah mencari pekerjaan tambahan sehingga dapat menopang
ekonomi keluarga.
2. Kepada pemerintan dan lembaga-lembaga sosial nonpemerintah diperlukan
perhatian yang lebih baik dalam rangka memberikan pemberdayaan yang
dibutuhkan perempuan komunitas nelayan yang ada di pesisir pantai kecamatan
Watubangga.
3. Dibutuhkan pemberian kredit dengan bunga rendah dan persyaratan terjangkau
oleh kaum perempuan pada komunitas nelayan di pesisir pantai Kecamatan
Watubangga, dengan demikian mereka dapat mengakses peluang tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik,dan Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Media Group.
Bobo, Julius. 2003. Transformasi Ekonomi Rakyat. Jakarta: Cidesindo.
Chafetz, J.S. 1984. Feminist Sociology: An Overview of Contenporerry
Theories.Itasca: F.E.Peacock.
Dumairy. 1997. Perekonomian Indonesia. Yogyakarta: Erlangga.
Etzioni. A. 1969. The Zemi Professions and Their Organization. New York: The free
Press.
Ife, Jim. 1995. Community ; Creating Community Alternatives, Vision, Analisis, and
Practice. Australia: Longman.
17

Keiffer,C.H. 1984. Citizen and Empowerment.A Developmental Persfective,
Prevention in Human Service: USA.
Mies, Matthew B. 1986. Patriarchi and Acumulations on a World Scale. London:
Zed Books.
Miles, Matthew B. dan Huberman, A.Michael. 207. Analisis Data Kualitatif; Buku
Sumber
tntang
Metode-Metode
Baru.
Jakarta:
UI-Press.
Dialihbahasakan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi.
Nurgiantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra.
Yogyakarta: BPE
.
Ollenburger,Jane C dan Moore,Helen A.1996. Sosiologi Wanita. Jakarta:Rineka
Cipta.Dialihbahasakan oleh Budi Sucahyono dan Yan Sumaryana.
Pargito. 2003. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.
Parson, Ruth J. at,al. 1994. The integration of Social work Practice. California:
Brooks/Cole.
Sugihastuti dan Saptiawan, Istna Hadi. 2007. Gender dan Inferioritas Perempuan.
Yogyajakarta:Pustaka Pelajar.
Todaro, Michael P. 2007. Pembangunan ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga.
Ollenburger, Jane C. dan Moore, Helen A. 1996. Sosiologi Wanita. Jakarta: Rineka
Cipta. Alih Bahasa Budi Sucahyono dan Yan Sumaryana.
Ritzer, George dan Goodman, Doglas J. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta:
Prenada Media Group (dialihbahasakan oleh Alimandan).
Rappapport,J. 1994. Studies in Empowerment: Inroduction to the Issue, Prevention
In Human Issue. USA.
Soetrisno, Loekman.1997. Kemiskinan, Perempuan, dan Pemberdayaan. Yogyakarta:
Kanisius.
Solomon, Barbara Bryan. 1979. Black empowerment: Social Work in Opperssed
Communities. New Work: Colombia University Press.

18

Solihin, Akhmad. Musim Paceklik Nelayan dan Jaminan Sosial. Online
(http://10.ppi-Jepang.org./ortide.php?id=7). 25-9-2007.
Suharto,Edi. 2006. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian
Strategi Pembanguan Sosial dan Pekerjaan Sosial.Bandung: Refika
Aditama.
Suharto, Edi. 2004. Paradigma Baru Pembangunan Kesejahteraan Sosial. Makalah
pada Pendidikan dan Pelatihan Mengenai Pendekatan Makro.
Baran, Paul and Sweezy, Paul M. 1966. Monopoly Capital: An Essay on the
American Economic and Social Order. New York:Times Books.
Sumarsono, dkk. 1995. Peranan Wanita Nelayan dalam Kehidupan Ekonomi
Keluarga di Tegal Jawa Tengah. Semarang: Eka Putra.
Umar, Nasaruddin. 2001.Argumen Kesetaraan Gender. Persfektif Alqur’an.
Jakarta:Paramadina.
Zimmerman,Don. 1988. “The Comversation : The Comversation Analytic
Perspectiv :.Communication Year Book.
…………….2006. Rencana Aksi Nasional Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan
Tahun 2005-2009. Jakarta: Kementerian Negara Pemberdayaan
Perempuan RI.

19