t pk 049491 chapter5
141
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Setelah
peneliti
memaparkan
beberapa
kondisi
dan
proses
pembelajaran, serta dari beberepa temuan yang diperoleh selama penelitian ini
dilaksanakan, mengenai Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Pada Pelajaran
Pendidikan Agama Islam (PAI) Kelas X di SMA Laboratorium Percontohan
UPI, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Perencanaan Pengajaran guru PAI
Hasil penelitian di SMA Laboratorium Percontohan UPI, menunjukkan
bahwa pada dasarnya guru PAI telah merencanakan pengajaran sesuai
dengan yang telah diuraikan dalam proses belajar mengajar kontekstual,
hal ini terlihat mulai sebelum melaksanakan pengajaran, guru PAI
melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menyusun rencana pengajaran, yaitu dengan cara membuat rencana
pengajaran, sehingga pada pelaksanaan pembelajarannya dapat mudah
dipahami oleh siswa, karena guru telah menyusunnya secara
sistematis.
b. Melengkapi administrasi pembelajaran, seperti satuan pelajaran,
rencana pelajaran dan program tahunan, program semester, daftar hadir
siswa dan daftar nilai siswa.
142
c. Menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi, hal ini terlihat
bahwa pembelajaran PAI di SMA Laboratorium Percontohan UPI
tidak hanya dilakukan di kelas saja, akan tetapi dilakukan di luar kelas,
observasi serta telah melaksanakan berbagai macam metode, seperti
diskusi, tanya jawab, simulasi, dll.
d. Melakukan evaluasi hasil belajar siswa. Evaluasi hasil belajar
dilakukan oleh guru setelah melaksanakan proses belajar mengajar, hal
ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana keberhasilan siswa dan
guru dalam menyampaikan materi pengajarannya.
e. Membagikan dan mengumumkan hasil ujian siswa. Hal ini dilakukan
supaya setiap siswa dapat mengetahui letak kesalahan/ kekurangan
yang harus diperbaikinya.
2. Proses dan Evaluasi Pembelajaran Kontekstual
Proses
Percontohan
pembelajaran
kontekstual
di
SMA
Laboratorium-
UPI, di samping memperhatikan perencanaan, juga
memperhatikan hal-hal lain berikut ini:
a. Sebelum memulai pembelajarannya, guru PAI melakukan apersepsi
terlebih dahulu. Apersepsi dilakukan untuk memberikan rangsangan
kepada
siswa
mengenai
materi-materi
terdahulu
yang
telah
diberikannya agar diingat kembali, sehingga konsentrasi siswa akan
lebih siap menerima materi pelajaran yang akan disampaikan oleh guru
PAI pada saat itu.
143
b. Kegiatan belajar mengajar kontekstual di SMA LaboratoriumPercontohan
UPI
telah
dilaksanakan
sebelum
bergulirnya
pembelajaran kontekstual seperti berkembang dewasa ini, hal ini
terlihat dari praktek mengajar yang menggunakan berbagai macam
metode, misalnya; metode ceramah, tanya jawab, diskusi dan bahkan
metode mengajar inkuiri. Ada juga metode penugasan yang diberikan
untuk memotivasi siswa belajar dengan membuat makalah, yakni
mencari materi yang lebih luas di masyarakat, perpustakaan, internet
dan lain-lain.
c. Tahap evaluasi telah dilaksanakan untuk mengukur kemampuan siswa
terhadap penguasaan materi yang telah diterimanya. Hal ini perlu
dilakukan untuk mendapatkan umpan balik dari siswa, sehingga guru
dapat memperbaiki cara mengajar dan mengevaluasinya.
3. Dampak Pembelajaran Kontekstual
Dampak pembelajaran kontekstual di SMA LaboratoriumPercontohan UPI, di samping memperhatikan perencanaan, proses dan
evaluasi juga memperhatikan hal-hal lain berikut ini:
a. Berkembangnya dari segi pemahamannya, terlihat dari pandanganpandangan ideal mereka ketika dihadapkan pada proses pembelajaran
PAI baik sebelum ataupun sesudah mempelajari materi-materi PAI di
sekolah.
144
b. Pemahaman ideal siswa SMA Laboratorium Percontohan UPI terhadap
PAI, ketika mereka telah selesai menerima materi pelajaranpun
menunjukkan kesadaran yang cukup tinggi.
c. Motivasi untuk lebih memperdalam materi yang sudah dipelajari,
hampir setengahnya dari responden merasa cukup mempelajari
kembali materi pelajaran tersebut hanya sebatas agar ingat dan hafal,
serta hanya sebagian kecil saja yang mencoba mengamalkan dan
menerapkannya dalam kehidupan keseharian mereka.
d. Bertambahnya kesadaran akan tindakan dan perilaku keseharian siswa.
e. Siswa cukup aktif dalam kegiatan-kegiatan keagamaan di lingkungan
masyarakat.
B. Rekomendasi
Rekomendasi ditujukan kepada pihak-pihak yang dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah yaitu para guru
terutama Guru Pendidikan Agama Islam dan Kepala SMA Laboratorium
Percontohan UPI. Berdasarkan kesimpulan sebagaimana yang telah diuraikan,
maka dapat dikemukakan beberapa rekomendasi dalam pelaksanan Contextual
Teaching and Learning (CTL) sebagai berikut:
1. Semua guru terutama guru Pendidikan Agama Islam
Sebelum melaksanakan pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL), guru terlebih dahulu membuat perencanaan yang tertuang
145
dalam rencana pembelajaran. Dalam rencana
pembelajaran perlu
dideskripsikan secara jelas langkah-langkah yang harus dilakukan oleh
guru dan siswa, agar proses pembelajaran dapat berlangsung sesuai dengan
alokasi waktu yang tersedia.
Dalam melaksanakan proses pembelajaran dengan pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL), harus sesuai dengan rencana
yang telah disiapkan, dan memfungsikan alat dan sumber belajar seoptimal
mungkin.
Pembelajaran sebaiknya dilaksanakan secara kelompok, kelompok
diskusi dapat dilaksanakan di perpustakaan atau di rumah, (bila di rumah,
dilakukan secara bergiliran). Hal ini untuk memungkinkan siswa untuk
dapat menghemat waktu, siswa secara leluasa dapat mencari berbagai
sumber belajar dan lebih kreatif dalam menyempurnakan laporan diskusi
kelompok mereka
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di dalam kelas dan di luar
kelas hendaknya tidak berjalan sendiri-sendiri. Kerjasama pembinaan
keagamaan siswa antara guru Pendidikan Agama Islam dengan Pembina
organisasi keislaman siswa serta guru-guru lainnya mutlak diperlukan.
Dalam hal ini, diharapkan guru Pendidikan Agama Islam bertindak
sebagai koordiator dalam pembinaan tersebut.
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di dalam kelas terbatas
oleh kurikulum yang telah diterapkan, sehingga kebutuhan siswa belum
tentu dapat dipenuhi melalui pembelajaran. Untuk itu, kebutuhan siswa
146
dalam pembelajaran agama Islam dapat dipenuhi dari pembelajaran di luar
kelas karena tidak terikat dengan kurikulum yang telah ditetapkan.
Kerjasama yang terencana akan mampu mengatasi permasalahan dalam
pembinaan keagamaan siswa. Kelemahan dari pembelajaran di dalam
kelas dan di luar kelas dapat saling melengkapi sehingga membawa
dampak positif terhadap kehidupan keagamaannya.
Semua guru harus mampu menjadi contoh yang baik dalam
pengamalan ajaran agama Islam, baik yang meliputi ucapan maupun
perbuatan. Guru dapat memberi contoh dalam amalan yang dilaksanakan
sehari-hari seperti ucapan yang baik di dalam maupun di luar kelas dan
pengamalan shalat berjamaah. Khusus mengenai shalat berjamaah, guru
dapat menghentikan kegiatan belajar mengajar dan aktivitas lain untuk
kemudian bersama-sama siswa melaksanakan shalat berjamaah. Contoh
nyata seperti itu akan lebih membawa pengaruh yang baik terhadap prilaku
siswa.
2. Siswa yang beragama Islam
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di dalam kelas umumya
disampaikan dengan metode ceramah. Penyampaian materi disesuaikan
dengan kurikulum yang cukup padat, sehingga siswa mendapatkan materi
di dalam kelas sesuai dengan pokok-pokok bahasan yang terdapat di buku
paket. Materi-materi yang terdapat di buku paket disusun dengan
anggapan bahwa siswa yang duduk di SMA telah memiliki kemampuan
dasar yang disyaratkan sebagai lulusan SMP. Penelitian membuktikan
147
bahwa kemampuan dasar siswa tidaklah sebagaimana yang diharapkan
sebagai lulusan SMP bahkan lulusan SD. Oleh karena itu, siswa harus
meningkatkan kesadarannya dalam mengamalkan dan melengkapi
kemampuan dasarnya dengan cara mengikuti pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di luar kelas.
Siswa diharapkan pula lebih mampu mengutarakan keinginan atau
pendapat kepada guru maupun kepala sekolah. Kebutuhan-kebutuhan atau
permasalahan-permasalahan yang dialami oleh siswa yang memerlukan
pertimbangan dari mereka dapat disampaikan dengan bahasa dan cara
yang baik.
3.
Kepala Sekolah
Kepala sekolah diharapkan membuat keijakan-kebijakan yang
dapat meningkatkan pemahaman dan pengamalan agama Islam oleh siswa.
Kebijakan yang dapat dilaksanakan diantaranya adalah pelaksanaan
mentoring agama Islam sebagaimana yang telah belangsung di lingkungan
Perguruan Tinggi. Kebijakan pelaksanaan mentoring sudah sepantasnya
mendapat perhatian yang lebih serius karena beberapa alasan: pertama,
kebutuhan terhadap mentoring yang sangat mendesak berkaitan dengan
usaha meningkatkan penguasaan dan pengamalan ajaran agama Islam oleh
siswa; kedua, keberhasilan kegiatan serupa di tingkat Perguruan Tinggi.
Kebijakan lainnya yang dapat dipertimbangkan oleh kepala
sekolah adalah training-training dan pelatihan-pelatihan untuk guru
maupun siswa. Contoh training yang dapat diikuti oleh guru adalah
148
penggunaan terobosan-terobosan baru dalam memberikan pembelajaran
seperti lesson study atau contextual teaching learning sehingga
pembelajaran menjadi lebih menarik dan memberikan hasil yang lebih
baik. Siswa juga dapat diikutsertakan dalam training dan pelatihan yang
bermanfaat seperti pelatihan manajemen qolbu sebagaimana yang telah
dilakukan oleh pondok pesantren Daarut Tauhid.
4. Peneliti Selanjutnya
Untuk penelitian lebih lanjut, disarankan menelaah hubungan
kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan inkuiri dengan
kemampuan siswa dalam komunitas belajar (learning community),
keaktivan dalam diskusi, serta kemampuan dalam bertanya (Questioning),
atau kemampuan lain yang merupakan kriteria dari pendekatan Contextual
Teaching and Learning (CTL).
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Setelah
peneliti
memaparkan
beberapa
kondisi
dan
proses
pembelajaran, serta dari beberepa temuan yang diperoleh selama penelitian ini
dilaksanakan, mengenai Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Pada Pelajaran
Pendidikan Agama Islam (PAI) Kelas X di SMA Laboratorium Percontohan
UPI, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Perencanaan Pengajaran guru PAI
Hasil penelitian di SMA Laboratorium Percontohan UPI, menunjukkan
bahwa pada dasarnya guru PAI telah merencanakan pengajaran sesuai
dengan yang telah diuraikan dalam proses belajar mengajar kontekstual,
hal ini terlihat mulai sebelum melaksanakan pengajaran, guru PAI
melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menyusun rencana pengajaran, yaitu dengan cara membuat rencana
pengajaran, sehingga pada pelaksanaan pembelajarannya dapat mudah
dipahami oleh siswa, karena guru telah menyusunnya secara
sistematis.
b. Melengkapi administrasi pembelajaran, seperti satuan pelajaran,
rencana pelajaran dan program tahunan, program semester, daftar hadir
siswa dan daftar nilai siswa.
142
c. Menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi, hal ini terlihat
bahwa pembelajaran PAI di SMA Laboratorium Percontohan UPI
tidak hanya dilakukan di kelas saja, akan tetapi dilakukan di luar kelas,
observasi serta telah melaksanakan berbagai macam metode, seperti
diskusi, tanya jawab, simulasi, dll.
d. Melakukan evaluasi hasil belajar siswa. Evaluasi hasil belajar
dilakukan oleh guru setelah melaksanakan proses belajar mengajar, hal
ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana keberhasilan siswa dan
guru dalam menyampaikan materi pengajarannya.
e. Membagikan dan mengumumkan hasil ujian siswa. Hal ini dilakukan
supaya setiap siswa dapat mengetahui letak kesalahan/ kekurangan
yang harus diperbaikinya.
2. Proses dan Evaluasi Pembelajaran Kontekstual
Proses
Percontohan
pembelajaran
kontekstual
di
SMA
Laboratorium-
UPI, di samping memperhatikan perencanaan, juga
memperhatikan hal-hal lain berikut ini:
a. Sebelum memulai pembelajarannya, guru PAI melakukan apersepsi
terlebih dahulu. Apersepsi dilakukan untuk memberikan rangsangan
kepada
siswa
mengenai
materi-materi
terdahulu
yang
telah
diberikannya agar diingat kembali, sehingga konsentrasi siswa akan
lebih siap menerima materi pelajaran yang akan disampaikan oleh guru
PAI pada saat itu.
143
b. Kegiatan belajar mengajar kontekstual di SMA LaboratoriumPercontohan
UPI
telah
dilaksanakan
sebelum
bergulirnya
pembelajaran kontekstual seperti berkembang dewasa ini, hal ini
terlihat dari praktek mengajar yang menggunakan berbagai macam
metode, misalnya; metode ceramah, tanya jawab, diskusi dan bahkan
metode mengajar inkuiri. Ada juga metode penugasan yang diberikan
untuk memotivasi siswa belajar dengan membuat makalah, yakni
mencari materi yang lebih luas di masyarakat, perpustakaan, internet
dan lain-lain.
c. Tahap evaluasi telah dilaksanakan untuk mengukur kemampuan siswa
terhadap penguasaan materi yang telah diterimanya. Hal ini perlu
dilakukan untuk mendapatkan umpan balik dari siswa, sehingga guru
dapat memperbaiki cara mengajar dan mengevaluasinya.
3. Dampak Pembelajaran Kontekstual
Dampak pembelajaran kontekstual di SMA LaboratoriumPercontohan UPI, di samping memperhatikan perencanaan, proses dan
evaluasi juga memperhatikan hal-hal lain berikut ini:
a. Berkembangnya dari segi pemahamannya, terlihat dari pandanganpandangan ideal mereka ketika dihadapkan pada proses pembelajaran
PAI baik sebelum ataupun sesudah mempelajari materi-materi PAI di
sekolah.
144
b. Pemahaman ideal siswa SMA Laboratorium Percontohan UPI terhadap
PAI, ketika mereka telah selesai menerima materi pelajaranpun
menunjukkan kesadaran yang cukup tinggi.
c. Motivasi untuk lebih memperdalam materi yang sudah dipelajari,
hampir setengahnya dari responden merasa cukup mempelajari
kembali materi pelajaran tersebut hanya sebatas agar ingat dan hafal,
serta hanya sebagian kecil saja yang mencoba mengamalkan dan
menerapkannya dalam kehidupan keseharian mereka.
d. Bertambahnya kesadaran akan tindakan dan perilaku keseharian siswa.
e. Siswa cukup aktif dalam kegiatan-kegiatan keagamaan di lingkungan
masyarakat.
B. Rekomendasi
Rekomendasi ditujukan kepada pihak-pihak yang dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah yaitu para guru
terutama Guru Pendidikan Agama Islam dan Kepala SMA Laboratorium
Percontohan UPI. Berdasarkan kesimpulan sebagaimana yang telah diuraikan,
maka dapat dikemukakan beberapa rekomendasi dalam pelaksanan Contextual
Teaching and Learning (CTL) sebagai berikut:
1. Semua guru terutama guru Pendidikan Agama Islam
Sebelum melaksanakan pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL), guru terlebih dahulu membuat perencanaan yang tertuang
145
dalam rencana pembelajaran. Dalam rencana
pembelajaran perlu
dideskripsikan secara jelas langkah-langkah yang harus dilakukan oleh
guru dan siswa, agar proses pembelajaran dapat berlangsung sesuai dengan
alokasi waktu yang tersedia.
Dalam melaksanakan proses pembelajaran dengan pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL), harus sesuai dengan rencana
yang telah disiapkan, dan memfungsikan alat dan sumber belajar seoptimal
mungkin.
Pembelajaran sebaiknya dilaksanakan secara kelompok, kelompok
diskusi dapat dilaksanakan di perpustakaan atau di rumah, (bila di rumah,
dilakukan secara bergiliran). Hal ini untuk memungkinkan siswa untuk
dapat menghemat waktu, siswa secara leluasa dapat mencari berbagai
sumber belajar dan lebih kreatif dalam menyempurnakan laporan diskusi
kelompok mereka
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di dalam kelas dan di luar
kelas hendaknya tidak berjalan sendiri-sendiri. Kerjasama pembinaan
keagamaan siswa antara guru Pendidikan Agama Islam dengan Pembina
organisasi keislaman siswa serta guru-guru lainnya mutlak diperlukan.
Dalam hal ini, diharapkan guru Pendidikan Agama Islam bertindak
sebagai koordiator dalam pembinaan tersebut.
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di dalam kelas terbatas
oleh kurikulum yang telah diterapkan, sehingga kebutuhan siswa belum
tentu dapat dipenuhi melalui pembelajaran. Untuk itu, kebutuhan siswa
146
dalam pembelajaran agama Islam dapat dipenuhi dari pembelajaran di luar
kelas karena tidak terikat dengan kurikulum yang telah ditetapkan.
Kerjasama yang terencana akan mampu mengatasi permasalahan dalam
pembinaan keagamaan siswa. Kelemahan dari pembelajaran di dalam
kelas dan di luar kelas dapat saling melengkapi sehingga membawa
dampak positif terhadap kehidupan keagamaannya.
Semua guru harus mampu menjadi contoh yang baik dalam
pengamalan ajaran agama Islam, baik yang meliputi ucapan maupun
perbuatan. Guru dapat memberi contoh dalam amalan yang dilaksanakan
sehari-hari seperti ucapan yang baik di dalam maupun di luar kelas dan
pengamalan shalat berjamaah. Khusus mengenai shalat berjamaah, guru
dapat menghentikan kegiatan belajar mengajar dan aktivitas lain untuk
kemudian bersama-sama siswa melaksanakan shalat berjamaah. Contoh
nyata seperti itu akan lebih membawa pengaruh yang baik terhadap prilaku
siswa.
2. Siswa yang beragama Islam
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di dalam kelas umumya
disampaikan dengan metode ceramah. Penyampaian materi disesuaikan
dengan kurikulum yang cukup padat, sehingga siswa mendapatkan materi
di dalam kelas sesuai dengan pokok-pokok bahasan yang terdapat di buku
paket. Materi-materi yang terdapat di buku paket disusun dengan
anggapan bahwa siswa yang duduk di SMA telah memiliki kemampuan
dasar yang disyaratkan sebagai lulusan SMP. Penelitian membuktikan
147
bahwa kemampuan dasar siswa tidaklah sebagaimana yang diharapkan
sebagai lulusan SMP bahkan lulusan SD. Oleh karena itu, siswa harus
meningkatkan kesadarannya dalam mengamalkan dan melengkapi
kemampuan dasarnya dengan cara mengikuti pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di luar kelas.
Siswa diharapkan pula lebih mampu mengutarakan keinginan atau
pendapat kepada guru maupun kepala sekolah. Kebutuhan-kebutuhan atau
permasalahan-permasalahan yang dialami oleh siswa yang memerlukan
pertimbangan dari mereka dapat disampaikan dengan bahasa dan cara
yang baik.
3.
Kepala Sekolah
Kepala sekolah diharapkan membuat keijakan-kebijakan yang
dapat meningkatkan pemahaman dan pengamalan agama Islam oleh siswa.
Kebijakan yang dapat dilaksanakan diantaranya adalah pelaksanaan
mentoring agama Islam sebagaimana yang telah belangsung di lingkungan
Perguruan Tinggi. Kebijakan pelaksanaan mentoring sudah sepantasnya
mendapat perhatian yang lebih serius karena beberapa alasan: pertama,
kebutuhan terhadap mentoring yang sangat mendesak berkaitan dengan
usaha meningkatkan penguasaan dan pengamalan ajaran agama Islam oleh
siswa; kedua, keberhasilan kegiatan serupa di tingkat Perguruan Tinggi.
Kebijakan lainnya yang dapat dipertimbangkan oleh kepala
sekolah adalah training-training dan pelatihan-pelatihan untuk guru
maupun siswa. Contoh training yang dapat diikuti oleh guru adalah
148
penggunaan terobosan-terobosan baru dalam memberikan pembelajaran
seperti lesson study atau contextual teaching learning sehingga
pembelajaran menjadi lebih menarik dan memberikan hasil yang lebih
baik. Siswa juga dapat diikutsertakan dalam training dan pelatihan yang
bermanfaat seperti pelatihan manajemen qolbu sebagaimana yang telah
dilakukan oleh pondok pesantren Daarut Tauhid.
4. Peneliti Selanjutnya
Untuk penelitian lebih lanjut, disarankan menelaah hubungan
kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan inkuiri dengan
kemampuan siswa dalam komunitas belajar (learning community),
keaktivan dalam diskusi, serta kemampuan dalam bertanya (Questioning),
atau kemampuan lain yang merupakan kriteria dari pendekatan Contextual
Teaching and Learning (CTL).