PENGINTEGRASIAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN PKn DI SMP NEGERI 9 PURWOKERTO - repository perpustakaan

  1. Pengintegrasian Menurut Hamalik (2007:46) pengintegrasian berarti memadukan, menggabungkan, dan menyatukan antar disiplin ilmu. Tyler (dalam Hamalik

  (2007:46) mendefinisikan integrasi sebagai berikut : “ The horizontal relationship

  

of curriculum experiences”…”The organization of these experiences should be

such that they help the student increasingly to get a unified view and to unity his

behavior in relation to the elements dealts with”. Selain itu Taba (dalam Hamalik

  (2007:46) menyatakan bahwa:

  “It is recognized that learning is more effective

when facts and principles from one field can be related to another,especially when

applying this knowledge”.

  Pengintegrasian bersifat optional (pilihan) menurut Taba (dalam Hamalik (2007:46) terdapat dua pandangan integrasi pertama, terdapat hubungan horizontal antar pelajaran. Dalam hal ini juga menyatakan bahwa: “ Integration is

  

also defined as something that happens to an individual”. Adapun pandangan

kedua

  mengatakan bahwa : “ The problem then, is that of developing ways of

  

helping individuals in this process of creating a unity of knowledge. This

interpretation of integration throws the emphasis from integrating subjects to

locating the integrative threads”.

  10 Menurut Weawaty, (Miftahul,2009:2), integrasi adalah perpaduan, penyatuan atau penggabungan dari dua objek atau lebih. Selain itu menurut Triantono (Miftahul,2009:2) integrasi merupakan penyatuan supaya menjadi suatu kebulatan atau menjadi utuh. Pembelajaran integrasi (terpadu) dibedakan berdasarkan pola pengintegrasian materi atau tema. Berdasarkan tema tersebut, Fogarty: 1991 (Miftahul,2009:2) mengemukakan bahwa terdapat sepuluh model pembelajaran terpadu, yaitu (1) the fragmented model (model tergambarkan), (2)

  

the connnedted model (model tergabung), (3) the nested model (tersarang), (4) the

  model (model terurut), (5) the shered model (model terbagi), (6) the

  sequenced

webbed model (model terjaring), (7) the threaded model (model tertali), (8) the

integrated model (model terpadu). (9) the immersed model (model terbenam), (10)

the networked model (model Jaringan).Adapun fungsi integrasi (The integrating

function) yaitu mendidik pribadi-pribadi yang terintegrasi. Oleh karena individu

  sendiri merupakan bagian dari masyarakat, maka pribadi yang terintegrasi itu akan memberikan sumbangan dalam pembentukan atau pengintegrasian peserta didik didalam masyarakat. Alexander (Hamalik 2007:13).

  Dari beberapa pengertian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa pengintegrasian yakni memadukan, memasukan, dan menerapkan yang diyakini baik dan benar dalam rangka membentuk, mengembangkan, dan membina tabiat atau kepribadian peserta didik.

  2. Pendidikan karakter Secara etimologis, kata karakter (Inggris: character) berasal dari bahasa yunani, eharassein yang berarti

  “to engrave” Ryan and Bohlin (Suyadi,2013:5).

  Kata

  “to engrave” itu sendiri dapat diterjemahkan menjadi mengukir, melukis,

  memahatkan, atau menggoreskan Echols dan Shadily, (Suyadi,2013:5). Arti ini sama dengan istilah “karakter” dalam bahasa Inggris (character yang juga berarti mengukir, melukis, memahatkan, atau menggoreskan Echols dan Shadily,

  (Suyadi,2013:5).Berbedadengan bahasa Inggris, dalam bahasa Indonesia “karakter” diartikan sebagai tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Arti karakter secara kebahasaan yang lain adalah huruf, angka, ruang atau simbol khusus yang dapat dimunculkan pada layar dengan papan ketik (Pusat Bahasa Depdiknas, 2008). Artinya, orang yang berkarakter adalah orang yang berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, atau berwatak tertentu, dan watak tersebut yang membedakan dirinya dengan orang lain.

  Secara terminologis Thomas Lickona (Marzuki dalam Suyadi,2013:5) mendefinisikan karakter sebagai “A realiable inner disposition to respond to

  

situations in a morally good way”. Sedangkan menurut Lickona menyatakan, “

Character so conceived has three interrelated parts:moral knowing ; moral feeling,

and moral behavior”.Karakter mulia (good character) mencakup pengetahuan

  tentang kebaikan (moral knowing) yang menimbulkan komitmen terhadap kebaikan (moral feeling) dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan (moral

  behavior). Dengan demikian, karakter mengacu pada serangkaian pengetahuan

(cognitives) sikap (attitudes), dan motivasi (motivations), serta perilaku

(behaviors) dan keterampilan (Marzuki, dalam Suyadi,2013:5).

  Berdasarkan pengertian secara etimologis maupun terminologis di atas, dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan nilai-nilai universal perilaku manusia yang meliputi seluruh aktivitas kehidupan, baik yang berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, maupun dengan lingkungan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya dan adat istiadat.

  Istilah pendidikan karakter dikenal sejak tahun 1900 Thomas Lickona (Suyadi,2013:6) disebutkan sebagai pengusungnya, terutama ketia ia menulis buku yang berjudul The Return of Character Education, kemudian disusul buku berikutnya, yakni Educating for Character, How Our School Can Teach Respect

  Sedangkan menurut Lickona (Suyadi,2013:6), pendidikan and Responsibility. karakter mencakup tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the

  

good), mencintai kebaikan (desiring the good), dan melakukan kebaikan (doing

the good ). Senada dengan Lickona, Frye mendefinisikan pendidikan karakter

  sebagai, :A national movement creating schools that foster ethical, responsible,

  

and caring young people by modeling and teaching good character through an

emphasis on universal v alyes that we all share” Frye(Suyadi,2013:6).Dengan

  demikian pendidikan karakter dapat diartikan sebagai upaya sadar dan terencana dalam mengetahui kebenaran atau kebaikan, mencintainya dan melakukannya dalam kehidupan sehari-hari.

  Menurut Ratna Megawangi (Permana,2012:5-6) Pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan memperaktekannya dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya. Menurut Fakri Gaffar (Permana,2012:5-

  6) “Pendidikan karakter merupakan sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuh kembangkan dalam kehidupan orang itu”. Dari definisi tersebut ada 3 ide pikiran penting yaitu: (1) Proses transformasi nilai-nilai, (2) ditumbuhkembangkan dalam kepribadian dan, (3) menjadi satu dalam perilaku. Adapun menurut Permana (2012:9) tujuan pertama pendidikan karakter adalah memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak baik ketika proses sekolah maupun setelah proses sekolah.

  Konteks kajian P3, mendefinisikan pendidikan karakter dalam seting sekolah yaitu “Pembelajaran yang mengarah pada penguatan dan pengembangan perilaku anak secara utuh yang didasarkan pada suatu nilai tertentu yang dirujuk oleh sekolah”. Adapun makna dari definisi tersebut: a. Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang terintegrasi dengan pembelajaran yang terjadi pada semua mata pelajaran. b. Diarahkan pada penguatan dan pengembangan perilaku anak secara utuh.

  Asumsinya anak merupakan organisme manusia yang memiliki potensi untuk dikuatkan dan dikembangkan.

  c. Penguatan dan pengembangan perilaku didasari oleh nilai yang dirujuk sekolah (permana,2012:5-6).

  Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menekankan pada pembentukan nilai-nilai karakter pada peserta didik agar dapat berperilaku baik ketika proses di sekolah maupun di luar sekolah. Adapun Tujuan pendidikan karakter dalam seting sekolah menurut Kusuma (2011:9) antara lain : a. Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian atau kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan.

  b. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah.

  c. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.

  Menurut Muslich (2011:174)Pendidikan karakter atau pendidikan budi pekerti berisi nilai-nilai perilaku manusia yang akan diukur menurut kebaikan dan keburukannya melalui ukuran norma, agama, norma hukum, tata karma dan sopan santun, norma budaya/adat istiadat masyarakat. Pendidikan karakter atau pendidikan budi pekerti akan mengidentifikasi perilaku positif yang diharapkan dapat terwujud dalam perbuatan, perkataan, pikiran, sikap, perasaan, dan kepribadian peserta didik. Strategi yang dilakukan dari kurikulum dapat dilakukan dengan pengintegrasian pendidikan karakter atau pendidikan budi pekerti.Pendidikan karakter atau pendidikan budi pekerti terintegrasi dalam seluruh mata pelajaran termasuk mata pelajaran Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan.

  3. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Ada 18 nilai karakter Menurut Kemdiknas (Suyadi,2013:7-9) sebagaimana tertuang dalam buku Pengembangan Pendidikan Budaya dan

  Karakter Bangsa.

  a. Religius , yakni ketaatan dan kepatuhan dalam memahami dan melaksanakan ajaran agama (aliran kepercayaan) yang dianut, termasuk dalam hal ini adalah sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama (aliran kepercayaan) lain, serta hidup rukun dan berdampingan.

  b. Jujur, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan kesatuan antara pengetahuan, perkataan dan perbuatan (mengetahui yang benar, mengatakan yang benar dan melakukan yang benar) sehingga menjadikan orang yang bersangkutan sebagai pribadi yang dapat dipercaya.

  c. Toleransi, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan penghargaan terhadap perbedaan agama, aliran kepercayaan suku, adat, bahasa, ras, etnis, pendapat, dan hal-hal lain yang berberda dengan dirinya secara sadar dan terbuka, serta dapat hidup tenang di tengah perbedaan tersebut. d. Disiplin, yakni kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap segala bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku.

  e. Kerja keras, yakni perilaku yang menunjukan upaya secara sungguh-sungguh (berjuang hingga titik darah penghabisan) dalam menyelesaikan berbagai tugas, permasalahan, pekerjaan dan lain-lain dengan sebaik-baiknya.

  f. Kreatif, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi dalam berbagai segi dalam memecahkan masalah, sehingga selalu menemukan cara-cara baru, bahkan hasil-hasil baru yang lebih baik dari sebelumnya.

  g. Mandiri, yakni sikap dan perilaku yang tidak tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan berbagai tugas maupun persoalan. Namun hal ini bukan berarti tidak boleh kerja sama secara kolaboratif, melainkan tidak boleh melemparkan tugas dan tanggung jawab kepada orang lain.

  h. Demokratis, yakni sikap dan cara berpikir yang mencerminkan persamaan hak dan kewajiban secara adil dan merata antara dirinya denga orang lain. i. Rasa ingin tahu, yakni cara berpikir, sikap dan perilaku yang mencerminkan penasaran dan keingintahuan terhadap segala hal yang dilihat, didengar, dan dipelajari secara lebih mendalam. j. Semangat kebangsaan atau nasionalisme, yakni sikap dan tindakan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau individu dan golongan. k. Cinta tanah air, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan rasa bangga, setia, peduli dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya, sehingga tidak mudah menerima tawaran bangsa lain yang dapat merugikan bangsa sendiri. l. Menghargai prestasi, yakni sikap terbuka terhadap prestasi orang lain dan mengakui kekurangan diri sendiri tanpa mengurangi semangat berprestasi yang lebih tinggi. m. Komunikatif, senang bersahabat atau proaktif, yakni sikap dan tindakan terbuka terhadap orang lain melalui komunikasi yang santun sehingga tercipta kerja sama secara kolaboratif dengan baik. n. Cinta damai, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan suasana damai, aman, tenang dan nyaman atas kehadiran dirinya dalam komunitas atau masyarakat tertentu. o. Gemar membaca, yakni kebiasaan dengan tanpa paksaan untuk menyediakan waktu secara khusus guna membaca berbagai informasi, baik buku, jurnal, majalah, korandan sebagainya, sehingga menimbulkan kebijakan bagi dirinya. p. Peduli lingkungan, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar. q. Peduli sosial, yakni sikap dan perbuatan yang mencerminkan kepedulian terhadap orang lain maupun masyarakat yang membutuhkannya. r. Tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik yang berkaitan dengan diri sendiri, social, masyarakat, bangsa, negara maupun agama.

  Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025 ditegaskan bahwa karakter merupakan hasil keterpaduan empat bagian yakni olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa. Adapun nilai-nilai karakter yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila pada masing-masing bagian tersebut, dapat dikemukakan sebagai berikut:

  1. Karakter yang bersumber dari olah hati antara lain beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab, berempati,berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotic.

  2. Karakter yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas, kritis, kreatif,inovatif,ingin tahu, produktif, berorientasi Iptek, dan reflektif.

  3. Karakter yang bersumber dari olah raga/kinestetika antara lain bersih, dan sehat,sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatife, kompetitif, ceria, dan gigih.

  4. Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain kemanusiaan, saling menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran, nasionalis, peduli, kosmopolit(mendunia), mengutamakan kepentingan umum, cinta tanah air (patriotis), bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras, dan etos kerja (Kemendikbud, 2010).

  Dari nilai-nilai karakter di atas, menjadi ujung tombak penerapan karakter di kalangan peserta didik di sekolah. Dengan demikian, ada banyak nilai karakter yang dapat dikembangkan dan diintegrasikan dalam pembelajaran di sekolah.Menanamkan semua butir nilai-nilai karakter tersebut merupakan tugas yang sangat berat.Oleh karena itu, perlu dipilih nilai-nilai tertentu yang diprioritaskan penanamannya pada peserta didik.

  Adapun substani nilai/karakter yang ada pada SKL SMP/MTs/SMPLB ( Samani,2012:29 )

  Bernalar, kreatif, kritis dan inovatif

  Nasionalistik, gotong royong

  12 Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  11 Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab Tanggung jawab, peduli lingkungan, harmonis

  10 Mendeskripsi gejala alam dan sosial Terbuka, bernalar

  Bernalar, analitis, memecahkan masalah (problem solving)

  9 Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari- hari

  Gigih, tanggung jawab, mandiri

  8 Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

  7 Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatlf.

Tabel 2.1 Substansi Nilai/Karakter yang Ada pada SKL SMP/MTs/ SMPLB

  Bernalar, kreatif, kritis, kuriositas (kepenasaranan intelektual)

  6 Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif.

  Nasionalistik, menghargai (respect), harmonis, toleran

  5 Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional.

  4 Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas Disiplin

  3 Menunjukkan sikap percaya diri Mandiri, mawas diri

  2 Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri Mawas diri

  1 Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja Iman dan takwa, bersyukur

  No Rumusan SKL Nilai/Karakter

  13 Menghargai karya seni dan budaya nasional Peduli, nasionalistik

  No Rumusan SKL Nilai/Karakter

  14 Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki Tanggung jawab, kemampuan untuk berkarya. kreatif, disiplin

  15 Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan Bersih dan sehat, memanfaatkan waktu luang kreatif

  16 Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan Santun, bernalar santun.

  17 Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain Terbuka, tanggung dalam pergaulan di masyarakat. jawab

  18 Menghargai adanya perbedaan pendapat. Terbuka, adil, toleran

  19 Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis Gigih, kreatif, naskah pendek sederhana kuriositas

  20 Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, Gigih, kreatif membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana

  21 Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk Bervisi, bernalar mengikuti pendidikan menengah

B. Pendidikan Kewarganegaraan

  1. Pendidikan Kewarganegaraan Menurut Winataputra (Taniredja, 2009:17) menegaskan bahwa

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran yang mempunyai tujuan: “Untuk mengembangkan potensi individu warga negara

  Indonesia, oleh sebab itu, diharapkan setiap individu memiliki wawasan, watak serta keterampilan intelektual dan sosial yang memadai sebagai warganegara.

  Dengan demikian, setiap warganegara dapat berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai dimensi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan negara.Oleh karena itu, setiap jenjang pendidikan harus mencakup pendidikan kewarganegaraan yang akan mengembangkan kecerdasan peserta didik melalui pemah aman dan pelatihan intelektual”. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menjelaskan bahwa “Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945”. (Lestari, 2010:15).

  Menurut Taniredja (2013:1) Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan usaha membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antarwarga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk membentuk warga negara yang baik ( to be good citizens). Azis Wahab (2011:311) mengidentifikasi warga negara yang baik adalah warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan dengan baik hak-hak dan kewajibannya sebagai individu warga negara memiliki kepekaan dan tanggung jawab sosial, mampu memecahkan masalah-masalahnya sendiri dan juga masalah-masalah kemasyarakatan secara cerdas sesuai dengan fungsi dan perananya (socially sensitive, socially

  

responsible, dan socially intetligence) , memiliki sikap disiplin pribadi, mampu

  berpikir kritis kreatif, dan inovatif agar dicapai kualitas pribadi dan perilaku warga negara dan warga masyarakat yang baik ( socio civic behavior dan desirable

  personal qualities).

  Menurut Somantri (Azis Wahab,2011:312) tujuan PKn hendaknya dirinci dalam tujuan kurikuler yang meliputi: (1) Ilmu pengetahuan, yang mencakup fakta, konsep, dan generalisasi; (2) Keterampilan intelektual, dari keterampilan sederhana sampai keterampilan kompleks, dari penyidikan sampai kesimpulan yang sahih, dari berpikir kritis sampai berpikir kreatif; (3) Sikap, meliputi nilai, kepekaan, dan perasaan; dan (4) Keterampilan sosial. Apabila dikaji secara konseptual dan operasional pelaksanaan penyelenggaraan PKn di Indonesia akan tampak bahwa rincian tujuan kurikuler PKn ini umumnya telah terakomodasi secara parsial. Dalam Kurikulum PMP 1975 yang berorientasi pada konten (isi materi) pelajaran (content based curriculum), muatan pembelajaran lebih kental dengan konsep atau domain kognitif sedangkan unsur afektif dan keterampilan kewarganegaraan belum optimal terakomodasi baik dalam buku teks maupun dalam proses pembelajaran. Dalam kurikulum 1994 yang berorientasi pada nilai

  

(values based curriculum) secara kunseptual muatan nilai telah banyak

  terakomodasi namun dalam pelaksanaan pembelajaran masih banyak terjadi penyimpangan karena nilai-nilai yang ada dalam dokumen kurikulum (Garis Besar Program Pengajaran GBPP) diajarkan oleh guru dalam bentuk konsep nilai. Guru lebih banyak membelajarkan definisi atau pengertian konsep nilai daripada berupaya mengadakan proses pembelajaran untuk menjadikan proses internalisasi, personalisasi, dan aplikasi nilai terhadap diri siswa dalam kehidupan sehari-hari.

  Sistem pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan pada tujuan PKn mengacu pada standar isi mata pelajaran PKn sebagaimana yang tercantum dalam lampiran Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006.Tujuan PKn untuk jenjang SD, SMP, dan SMA tidak berbeda.Semuanya berorientasi pada pengembangan kemampuan/kompetensi peserta didik yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan kejiwaan dan intelektual, emosional, dan sosialnya. Secara rinci, mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1.

  Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.

  2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sera anti korupsi.

  3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan

  karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.

  4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara

  langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

  Berdasarkan pengertian diatas, Peneliti menyimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pengembangan diri peserta didik serta memusatkan pada aspek nilai, moral, sosial, dan budaya yang dijadikan landasan kajiannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

  2. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Menurut Komalasari (2013:3) Pembelajaran merupakan suatu sistem atau proses membelajarkan subjek didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subjek didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Pembelajaran dapat dipandang dari dua sudut, pertama pembelajaran dipandang sebagai suatu sistem, pembelajaran terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisasi antara lain tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran, media pembelajaran/alat peraga, pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran, dan tindak lanjut pembelajaran (remedial dan pengayaan).

  Hariyanto (2014:4) istilah pembelajaran diidentikan dengan pengajaran, dalam redaksi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 20 (tentang standar proses) dinyatakan: “ Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran materi ajar, metode pen gajaran, sumber belajar dan penilaian hasil belajar”.

  Pembelajaran merupakan suatu aktivitas terjadinya proses belajar mengajar yang dilakukan oleh seorang guru, pendidik untuk menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik. Adapun menurut Dimyati dan Mudjiono (Lestari,2010:15) pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa dalam belajar bagaimana belajar memperoleh dan memproses pengetahuan, ketrampilan, dan sikap. Sedangkan E.Mulyasa (Lestari,2010:15) berpendapat bahwa

  “pembelajaran adalah proses interaksi antar peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik”.

  Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.(PERMEN DIKNAS RI No.22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah).

  Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah cara atau pendekatan yang dipergunakan dalam menyajikan atau menyampaikan materi pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pembentukan diri pada siswa dalam mengembangkan kemampuan, watak dan karakter warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab (Lestari,2010:16).Pendidikan kewarganegaraan dikonstruksi sebagai muatan wajib pada kurikulum pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.Hal demikian dimaksudkan agar pendidikan kewarganegaraan mampu membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebanggaan dan cinta tanah air sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 (Pasal 37 ayat [1] dan (2) UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional).Ketentuan ini sesungguhnya menunjukkan bahwa pendidikan kewarganegaraan menempati kedudukan yang strategis dalam upaya pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan menjadikan manusia sebagai warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

  Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan pembelajaran yang secara khusus berupaya untuk mengembangkan kemampuan, watak, dan karakter warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab. Sehingga diperlukan pembelajaran yang dapat membina, membentuk, mengembangkan tabiat atau kepribadian peserta didik di dalam proses pembelajaran.

  C.

Pengintegrasian Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

  Pengintegrasian nilai-nilai karakter ke dalam kegiatan pembelajaran merupakan proses terencana untuk memadukan, memasukan, dan menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter yang diyakini baik dan benar dalam rangka membentuk, mengembangkan, dan membina tabiat dan kepribadian peserta didik.

  Hal ini dimaksudkan agar nilai-nilai pendidikan karakter dapat diwujudkan dalam proses pembelajaran, sehingga terjadi proses internalisasi dan personalisasi nilai- nilai pendidikan karakter bersamaan dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Adapun MenurutMarzuki (2001:8)integrasi pendidikan karakter di dalam proses pembelajaran PKn dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Adapun tahapan-tahapannya adalah: a. Tahap perencanaan Tahap perencanaan yang mula-mula dilakukan adalah analisis Standar

  Kompetensi (SK) atau Kompetensi Dasar (KD), pengembangan Silabus berkarakter, penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)berkarakter, dan menyiapkan bahan ajar berkarakter. Analisis Standar Kompetensi (SK) atau Kompetensi Dasar (KD) dilakukan untuk mengidentifikasi nilai-nilai karakter yang secara substansi dapat diintegrasikan pada Standar Kompetensi (SK) atau Kompetensi Dasar (KD) yang bersangkutan. Perlu dicatat bahwa identifikasi nilai- nilai karakter ini tidak dimaksudkan untuk membatasi nilai-nilai yang dapat dikembangkan pada pembelajaran Standar Kompetensi (SK) atau Kompetensi Dasar (KD) yang bersangkutan. Guru dituntut lebih cermat dalam memunculkan nilai-nilai yang ditargetkan dalam proses pembelajaran dikelas.

  Secara praktis, pengembangan silabus dapat dilakukan dengan merevisi silabus yang telah dikembangkan sebelumnya dengan menambah komponen (kolom) karakter tepat di sebelah kanan komponen (kolom) Kompetensi dasar atau di kolom Silabus yang paling kanan.Pada kolom tersebut, diisi nilai-nilai karakter yang hendak diintegrasikan dalam pembelajaran. Nilai-nilai yang diisikan tidak hanya terbatas pada nilai-nilai yang telah ditentukan melalui analisis Standar Kompetensi (SK) atau Kompetensi Dasar (KD), tetapi dapat ditambah dengan nilai-nilai lainnya yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran, setelah itu. Kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian, dan/atau teknik penilaian, diadaptasi atau dirumuskan ulang dengan menyesuaikan terhadap karakter yang hendak dikembangkan. Metode menjadi urgen karena akan menentukan nilai-nilai karakter apa yang akan ditargetkan dalam proses pembelajaran.

  Sebagaimana langkah-langkah pengembangan Silabus, penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dalam rangka pendidikan karakter yang terintegrasi dalam pembelajaran juga dilakukan dengan cara merevisi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah ada. Revisi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

  1. Rumusan tujuan pembelajaran Rumusan tujuan pembelajaran direvisi/diadaptasi. Revisi/adaptasi tujuan pembelajaran dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) rumusan tujuan pembelajaran yang telah ada direvisi hingga satu atau lebih tujuan pembelajaran tidak hanya mengembangkan kemampuan kognitif dan psikomotorik, tetapi juga afektif (karakter); dan (2) ditambah tujuan pembelajaran yang khusus dirumuskan untuk karakter.

  2. Pendekatan / metode pembelajaran Pendekatan/metode pembelajaran diubah (disesuaikan) agar mencapai pengetahuan dan keterampilan yang ditargetkan, juga mengembangkan karakter.

  3. Langkah-langkah pembelajaran Langkah-langkah direvisi, kegiatan-kegiatan pembelajaran dalam setiap langkah/tahap pembelajaran (pendahuluan, inti dan penutup), direvisi atau ditambah agar sebagian atau seluruh kegiatan pembelajaran pada setiap tahapan memfasilitasi peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang ditargetkan dan mengembangkan karakter. Prinsip-prinsip pendekatan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning), pembelajaran kooperatif (Cooperatif Learning) dan pembelajaran aktif (missal: PAIKEM/ pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan menyenangkan) cukup efektif untuk mengembangkan karakter peserta didik.

  4. Bagian penilaian Bagian penilaian direvisi. Revisi dilakukan dengan cara mengubah dan/atau menambah teknik/teknik penilaian yang telah dirumuskan. Teknik- teknik penilaian dipilih sehingga secara keseluruhan teknik-teknik tersebut mengukur pencapaian peserta didik dalam kompetensi dan karakter.Di antara teknik-teknik penilaian yang dapat dipakai untuk mengetahui perkembangan karakter adalah observasi penilaian kinerja, penilaian antarteman, dan penilaian diri sendiri. Nilai karakter sebaiknya tidak dinyatakan secara kuantitatif, tetapi secara kualitatif, misalnya seperti berikut: a. BT : Belum Terlihat, apabila peserta didik belum memperhatikan tanda- tanda awal perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator.

  b. MT :Mulai Terlihat, apabila peserta didik sudah memulai memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten. c. MB :Mulai Berkembang, apabila peserta didik sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten.

  d. MK : Menjadi Kebiasaan, atau membudaya, apabila peserta didik terus menerus memperlihatkan perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten.(Dit. PSMP Kemdiknas, 2010).

  5. Bahan ajar Bahan ajar disiapkan, bahan ajar yang biasanya diambil dari buku ajar

  (buku teks) perlu disiapkan dengan merevisi atau menambah nilai-nilai karakter ke dalam pembahasan materi yang ada di dalamnya. Buku-buku yang ada selama ini meskipun telah memenuhi sejumlah kriteria kelayakan buku ajar, yaitu kelayakan isi, penyajian, bahasa, dan grafika, akan tetapi materinya masih belum secara memadai mengintegrasikan pendidikan karakter di dalamnya. Apabila guru sekedar mengikuti atau melaksanakan pembelajaran dengan patokan pada kegiatan-kegiatan pembelajaran pada buku-buku tersebut, pendidikan karakter secara memadai belum berjalan. Oleh karena itu, sejalan dengan apa yanh telah dirancang pada silabus dan RPP yang berwawasan pendidikan karakter, bahan ajar perlu diadaptasi, adaptasi yang paling mungkin dilaksanakan oleh guru adalah dengan cara menambah kegiatan pembelajaran yang sekaligus dapat mengembangkan karakter. Cara lainnya dengan mengadaptasi atau mengubah kegiatan belajar pada buku ajar yang dipakai.Selain itu, adaptasi dapat dilakukan dengan merevisi substansi pembelajarannya. b. Pelaksanaan pembelajaran Kegiatan pembelajaran dari tahapan kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup dipilih dan dilaksanakan agar peserta didik mempraktikkan nilai-nilai karakter yang ditargetkan. Terutama bagi Guru di dalam proses pembelajaran terlebih dahulu harus merancang langkah-langkah pembelajaran yang memfasilitasi peserta didik aktif dalam proses mulai dari pendahuluan, inti, hingga penutup. Guru dituntut untuk menguasai berbagai metode, model, atau strategi pembelajaran aktif sehingga langkah-langkah pembelajaran dengan mudah disusun dan dapat dipraktikkan dengan baik dan benar. Dengan proses seperti ini, guru juga bisa melakukan pengamatan sekaligus melakukan evaluasi (penilaian) terhadap proses yang terjadi, terutama terhadap karakter peserta didik.

  c. Evaluasi Pembelajaran Evaluasi atau penilaian merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pendidikan. Dalam pendidikan karakter, penilaian harus dilakukan dengan baik dan benar.Penilaian tidak hanya menyangkut pencapaian kognitif peserta didik, tetapi juga pencapaian afektif dan psikomotoriknya.Penilaiam karakter lebih mementingkan pencapaian afektif dan psikomotorik peserta didik dibandingkan pencapaian kognitifnya. Agar hasil penilaian yang dilakukan oleh guru bisa benar dan objektif, guru harus memahami prinsip-prinsip penilaian yang benar sesuai dengan standar penilaian pendidikan yang sudah ditetapkan oleh para ahli penilaian.

  Pemerintah (Kemdiknas/Kemendikbud) sudah menetapkan Standar Penilaian Pendidikan yang dapat dipedomani oleh guru dalam melakukan penilaian di sekolah, yakni Permendiknas RI Nomor 20 Tahun2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan.Dalam standar ini banyak teknis dan bentuk penilaian yang ditawarkan untuk melakukan penilaian, termasuk dalam penilaian karakter.Dalam penilaian karakter, guru hendaknya membuat instrumen penilaian yang dilengkapi dengan rubik penilaian untuk menghindari penilaian yang subjektif, baik dalam bentuk instrument penilaian pengamatan (lembar pengamatan) maupun instrumen penilaian skala sikap (Marzuki, 2001:9).

  Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengintegrasian nilai-nilai karakter dalam pembelajaran dapat dilakukan melalui tahap-tahap; perencanaan, implementasi dan evaluasi. Dengan demikian pengintegrasiaan nilai- nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran PKn menjadikan peserta didik menguasai Kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang dan dilakukan untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai karakter dalam kehidupan sehari-harinya.

  D.

Kendala Pengintegrasian Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Kegiatan Pembelajaran

  Menurut Yunita et al(2013:8 ) hambatan pengintegrasian nilai-nilai pendidikan karakter dalam kegiatan pembelajaran dilihat dari indikatornya misalnya :

  1. Hambatan dalam mengintegrasikan pendidikan karakter seperti alokasi waktu yang terbatas mengingat beban materi yang harus guru sampaikan kepada siswa sangat padat.

  2. Keluhan dalam mengintegrasikan pendidikan karakter seperti Sulitnya penilaian karakter untuk tiap siswa pada saat pembelajaran berlangsung.

  Menurut Citra (2012:4) didalam proses pengintegrasian nilai-nilai pendidikan karakter dalam proses pembelajaran ada hal-hal yang perlu diperhatikan seperti:

  a. Kebijakan sekolah dan dukungan administrasi sekolah terhadap pendidikan karakter yang meliputi: Visi dan Misi pendidikan karakter, sosialisasi, dokumen pendidikan karakter dll.

  b. Kondisi lingkungan sekolah meliputi: sarana dan prasarana yang mendukung lingkungan yang bersih, kantin kejujuran, ruang keagamaan dll.

  c. Pengetahuan dan sikap guru yang meliputi: konsep pendidikan karakter, cara membuat perencanaan pembelajaran, perangkat pembelajaran, kurikulum, silabus, RPP, bahan ajar, penilaian, pelaksanaan pendidikan karakter terintegrasi dalam mata pelajaran dll. d. Peningkatan kompetensi guru dan

  e. Dukungan masyarakat E.

Hasil Penelitian Sebelumnya yang Relevan 1. Hasil Penelitian Marzuki wafi (2001) dengan Judul Pengintegrasian Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran di sekolah

  Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Marzuki wafi menyimpulkan bahwa pendidikan adalah proses memanusiakan manusia. Untuk meraih derajat manusia seutuhnya sangatlah tidak mungkin tanpa melalui proses pendidikan. Pendidikan harus dapat menghasilkan insan-insan yang memiliki karakter mulia, di samping memiliki kemampuan akademik dan keterampilan yang memadai. Salah satu cara untuk mewujudkan manusia yang berkarakter adalah dengan mengintegrasikan pendidikan karakter dalam setiap pembelajaran.

  Nilai-nilai karakter utama yang harus terwujud dalam sikap dan perilaku peserta didik sebagai hasil dari proses pendidikan karakter adalah jujur (olah hati), cerdas (olah pikir), tangguh (olah raga), dan peduli (olah rasa dan karsa). Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan pemuatan nilai-nilai karakter dalam semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran.Untuk itu guru harus mempersiapkan pendidikan karakter mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasinya.Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah perlu didukung oleh keteladanan guru dan orang tua murid serta budaya yang berkarakter.

  

Deskripsi Pengintegrasian Pendidikan Karakter pada Pembelajaran Kimia di

SMA Negeri Se-Kota Pontianak

  Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Yunita, Rachmat Sahputra dan Erlina yaitu bertujuan untuk mendapatkan gambaran perencanaan,pelaksanaan, dan hambatan pengintegrasian pendidikan karakter padapembelajaran kimia di SMA Negeri se-kota Pontianak. Metode yang digunakandalam penelitian adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Delapan orang guru kimia kelas X di delapan SMA negeri yang berbeda menjadi sampel penelitian.

  Data yang dikumpulkan berupa silabus dan RPP guru, catatan hasil pengamatan pembelajaran di kelas dan hasil wawancara terhadap guru. Hasil analisis silabus dan RPP menunjukkan bahwa guru tidak melengkapi rencanaan pembelajaran dengan indikator pengintegrasian pendidikan karakter, tetapi pelaksanaan pembelajaran kimia oleh guru di setiap SMA Negeri se-kota Pontianak telah mengintegrasikan muatan nilai budaya dan karakter bangsa melalui kegiatan pembelajaran serta pemberian muatan nilai budaya dan karakter bangsa melalui substansi materi kimia yang dipaparkan guru. Hambatan pengintegrasian pendidikasn karakter yang dihadapi guru adalah beban kerja yang cukup besar dan sistem penilaian karakter yang dianggap rumit serta kurangnya pemahaman guru terhadap pengintegrasian pendidikan karakter.

  

Pendidikan Karakter ke dalam Mata Pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan di Sekolah Melalui RPP

  Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anton Suwito Integrasi Nilai Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilainilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.

  Beberapa nilai yang perlu dikembangkan di dalam Pendidikan karakter adalah nilai ketaqwaan, nilai keimanan, nilai kejujuran, nilai kepedulian, nilai, nilai, dan nilai etika atau sopan santun Adapun cara yang dilakukan adalah penulis menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang kemudian di kembangkan dengan pengintegrasian nilai- nilai pendidikan karakter di setiap tenik pembelajaran mulai dari pendahuluan (

  

apersepsi, motivasi), kegiatan inti (meliputi tahap elaborasi, eksplorasi dan

konfirmasi ) dan pada tahap penutup (kesimpulan, pemberian tugastersetruktur dan

tugas mandir i), melalui simulasi dan sistem pemodelan yang ditampilkan lewat

  media slide sehingga peserta didik mengetahui dan memahami nilai-nilai Pendidikan Karakter yang diintegrasikan di dalam setiap teknik pembelajaran.

  Implementasi Pendidikan karakter di sekolah dapat dilakukan melalui langkah-langkah pengembangan pembentukan karakter dengan cara memasukkan konsep karakter dalam proses pembelajaran, pembuatan slogan yang mampu menumbuhkan kebiasaan baik dan pemantauan secara kontinyu serta melalui pelaksanaan programprogram pembinaan kejiwaan, pembinaan kerohanian, pembinaan kepribadian, pembianaan kejuangan, pembinaan jasmani, pembinaan ilmu pengetahuan teknologi dan seni.

  Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anik Ghufron menyimpulkan bahwa salah satu persoalan krusial bangsa Indonesia, terutama yang berkaitan dengan penyiapan SDM siap kompetensi di era global adalah krisis nilai-nilai karakter bangsa. Pada saat ini, bangsa Indonesia sedang mengalami krisis nilai-nilai karakter bangsa, yang ditandai dengan semakin maraknya kejahatan dan tindakan-tindakan lain yang tak mencerminkan nilai-nilai karakter bangsa, yang dilakukan oleh orang-orang berpendidikan dan yang punya jabatan strategis di pemerintah atau masyarakat. Kita tak bisa lagi menghitung dengan jari berapa mantan pejabat pemerintah yang dihukum karena keterlibatannya dalam perkara criminal, korupsi dan penyalahgunaan jabatan.

  Persoalan diatas juga terjadi di lingkungan persekolahan. Misalnya, kebocoran soal ujian nasional terjadi di Medan, Bandung, dan Solo (Kompas,26 Maret 2010). Realita ini menunjukan bahwa institusi pendidikan belum berhasil menyiapkan lulusan yang memiliki komitmen dan bermoral tinggi. Dalam konteks ini, Doni Koesoema (Kompas, 26 April 2007) menengarai bahwa pendidikan kita sedang menyimpan bom waktu yang akan menghancurkan sendi-sendi tatanan social kapan saja. Sementara itu, agar bisa memenangi kompetisi di berbagai bidang kehidupan mensyaratkan tersediannya SDM cerdas, cendekia, dan bermoral.

  Apa yang bisa diperbuat bangsa Indonesia, khususnya para civitas akademika LPTK untuk memecahkan persoalan atau krisis nilai-nilai karakter bangsa yang melanda bangsa Indonesia? Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah mengintegrasikan nilai-nilai karakter bangsa ke dalam kurikulum sekolah.