BAB II - GISWANTARA BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nata

  

Nata berasal dari bahasa Spanyol yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa

  latin menjadi “natare” yang berarti terapung-apung (Susanti,2006). Nata termasuk produk fermentasi, seperti halnya yoghurt. Starter yang digunakan adalah bakteri

  Acetobacter xylinum, jika ditumbuhkan di media cair yang mengandung gula,

  bakteri ini akan menghasilkan asam asetat dan lapisan putih yang terapung-apung di permukaan media cair tersebut. Lapisan putih itulah yang dikenal sebagai nata.

  Nata dikembangkan pertama kali di negara Filipina. Percobaan pengembangan di

  Indonesia dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian Bogor tahun 1975, Kandungan terbesar dalam nata adalah air 98% (Susanti, 2006).

  Pembentukan nata memerlukan starter sebanyak 10-20% dari volume media sebagai starter mikroba (Saragih, 2004). Dengan adanya jumlah stater yang sesuai, maka bakteri dapat mencapai pertumbuhan secara optimum. Umur kultur

  Acetobacter xylinum yang digunakan dalam fermentasi berpengaruh terhadap pembentukan nata (Saragih, 2004).

  Bahan-yang berbasis kearifan lokal yang bisa dijadikan nata adalah bahan yang mengandung karbohidrat seperti jagung, beras, singkong, aloe vera, tomat, ubi-ubian, air kelapa, limbah nanas, limbah cair tahu dapat di fermentasi menjadi produk nata. Air kelapa sebagai bahan baku disebut nata de coco, limbah buah nanas sebagai nata de pina, limbah cair tahu sebagai nata de soya dan lidah buaya

  5 sebagai nata de aloe vera dan limbah air cucian beras sebagai nata de leri. (Warisno,2009)

2.2 BakteriAcetobacter xylinum

  Sutarminingsih (2004), menyebutkan bahwa bakteri Acetobacter xylinum dapat diklasiflkasikan dalam golongan: Divisio : Protophyta Kelas : Schizornycetes Ordo : Pseudomonnales Famili : Paseudomonas Genus : Acetobacter Spesies : Acetobacter xylinum

Gambar 2.1 scanning electronmicrograph of freeze-dried surface of bacterial

  cellulose gel (Iguchi, Yamanaka et al. 2000)

  Dalam gambar 2.1 berikut memperlihatkan bentuk bakteri Acetobacter

  xylinum yang dilihat menggunakan mikroskop elektron. Dapat terlihat bahwa

  warna dari A. xylinum berwarna putih dan berbentuk batang (basil). (Iguchi,

  Yamanaka et al. 2000)

  Bakteri Acetobacter xylinum adalah bakteri Gram negatif yang dapat mensintesis selulosa dari glukosa. Selulosa ini memiliki pori melintang pada kristal mini glukan yang kemudian terkoalisi kedalam mikrofibril. Cluster mikrofibril yang ada dalam struktur senyawa yang terbentuk seperti pita-pita ini dapat diamatai secara langsung menggunakan mikroskop.(Moat, 1986; Forng et al.,1989).

  Starter nata merupakan mikroorganisme yang diinokulasi ke dalam medium fermentasi pada saat fase pertumbuhan eksponensial. Starter yang baik memenuhi kriteria sebagai berikut: sehat dan aktif, dapat digunakan dalam jumlah medium fermentasi, bebas kontaminasi, dan dapat membatasi kemampuannya untuk memproduksi produk akhir. Starter yang digunakan pada pembuatan nata

  de coco biasanya berasal dari kultur cair yang disimpan selama tiga sampai empat

  hari sejak inokulum Mikroba yang aktif dalam pembuatan nata adalah bakteri pembentuk asam asetat yang tergolong dalam Genus Acetobacter yaitu

  Acetobacter xylinum . (Collado 1986; Nurmiati 2010).

  Acetobacter xylinum mempunyai tiga enzim yang aktif, yaitu enzim kinase, enzim ekstraseluler selulosa polimerase, dan enzim protein sintetase.

  Enzim ekstraseluer selulosa polimerase aktif pada pH 4 yang berfungsi untuk membentuk benang-benang selulosa (nata). Enzim protein sintetase aktif pada pH 3-6 yang berfungsi untuk mengubah makanan yang mengandung C, H, O, dan N menjadi protein (Jay, Loessner et al. 2005). Dalam medium cair, Acetobacter

  xylinum mampu membentuk suatu lapisan yang dapat mencapai ketebalan beberapa sentimeter. Bakteri terperangkap dalam benang-benang yang dibuatnya.

  Untuk menghasilkan massa yang kokoh, kenyal, tebal, putih, dan tembus pandang perlu diperhatikan suhu fermentasi (inkubasi), komposisi medium dan pH medium (Iguchi, Yamanaka et al. 2000).

  Acetobacter xylinum dapat membentuk selulosa pada nata de leri karena

  ada kandungan karbohidrat pada nata. Maka Acetobacter xylinum juga dapat membentuk selulosa pada bekatul karena terdapat banyak karbohidrat pada bekatul. Selulosa untuk pembuatan kertas tidak bisa lagi selalu diambil dari kayu, maka kita manfaatkan selulosa yang dihasilkan dari limbah. Selulosa yang terbentuk dari bekatul dapat kita manfaatkan sebagai selulosa untuk pembuatan kertas, sehingga selulosa untuk kertas tidak lagi diambil dari kayu.

  Pada bekatul terdapat nutrisi-nutrisi yang dapat membuat Acetobacter xylinum tumbuh dan membentuk selulosa. Acetobacter xylinum menghasilkan selulosa sebagai produk metabolit sekunder, sedangkan produk metabolit primernya adalah asam asetat. Semakin banyak kadar nutrisi, semakin besar kemampuan menumbuhkan bakteri tersebut maka semakin banyak Acetobacter xylinum dan semakin banyak selulosa yang terbentuk. Faktor-faktor pertumbuhan yang mempengaruhi kemampuan Acetobacter xylinum menghasilkan selulosa selain ketersediaan nutrien pada medium, juga pH medium antara 3-6, suhu lingkungan antara 20 - 28°C (Fardiaz, 1992 dalam www.bioindustri.blogspot.com).

2.3 Fermentasi

  Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Fermentasi mempunyai pengertian suatu proses terjadinya perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme.(Suprihatin dalam Debby Sumantri, 2008). Fermentasi merupakan pengolahan subtrat menggunakan peranan mikroba (jasad renik) sehingga dihasilkan produk yang dikehendaki (Muhidin, 2001).

  Menurut Rahman (1989), ada empat hal pokok yang harus diperhatikan dalam proses fermentasi yaitu mikroba, medium fermentasi, fermentor dan kondisi lingkungan. Seleksi terhadap jenis dan sifat serta jumlah inokulum yang akan ditambahkan akan menentukan kualitas dan kuantitas hasil fermentasi.

  Proses fermentasi menurut Judoamidjojo dkk (1991), dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kadar gula, oksigen, pH, medium, CO

  2 , nitrogen, mineral, faktor tumbuh, suhu, tekanan medium dan tekanan udara.

  Pada saat awal, selulosa dibentuk hanya di permukaan yang langsung bersentuhan dengan udara karena sifat dari bakteri ini aerob. Selama proses fermentasi dijaga agar tidak ada goncangan, maka gel akan terus tumbuh kedalam permukaan dimana oksigen masuk melalui gel sampai tidak dapat menembus permukaan gel. Faktor nutrisi dan kondisi fermentasi mempengaruhi ketebalan nata yang dihasilkan (Budhiono, Rosidi et al. 1999; Iguchi, Yamanaka et al.

  2000).

  Mekanisme pembentukan gel dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada saat awal pertumbuhan bakteri akan meningkat dengan konsumsi oksigen sebelum terbentuk lapisan yang ditandai dengan berkeruhnya larutan. Ketika pertumbuhan tersebut, hanya bakteri yang berada dalam permukaan yang bisa kontak dengan udara akan menghasilkan selulosa dengan bentuk lembaran gel. Setelah terbentuk lapisan selulosa yang menutupi konsumsi oksigen, bakteri tidak mengalami pertumbuhan secara eksponensial akan tetapi berada pada fase stationary. Pada saat ini bakteri dapat dikatakan tidur sampai digunakan untuk kultur baru (Iguchi, Yamanaka et al. 2000; Skinner and Cannon 2000).

  Adapun tahap-tahap pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum dalam kondisi normal dapat dilihat pada gambar 2.2 (Rao 2005):

Gambar 2.2 Tahap-tahap pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum dalam kondisi normal

  a . Fase Adaptasi Bakteri Acetobacter xylinum tidak akan langsung tumbuh dan berkembang saat dipindahkan ke media baru. Bakteri akan menyesuaikan diri dengan substrat dan kondisi lingkungan barunya atau disebut dengan fase adaptasi. Meskipun tidak mengalami perbanyakan sel, pada fase ini terjadi aktivitas metabolisme dan pembesaran sel. Lama fase ni ditentukan oleh medium dan lingkungan pertumbuhan serta jumlah inokulum. Fase adaptasi bagi Acetobacterxylinum dicapai antara 0-24 jam atau 1 hari sejak inokulasi. Makin cepat fase ini dilalui, makin efisien proses pembentukan nata yang terjadi.

  b. Fase Pertumbuhan awal Pada fase ini, sel mulai membelah dengan kecepatan rendah. Fase ini menandai diawalinya fase pertumbuhan eksponensial. c. Fase pertumbuhan eksponensial Fase ini disebut juga sebagai fase pertumbuhan logaritmik, yang ditandai dengan pertumbuhan yang sangat cepat. Untuk bakteri Acetobacter xylinum fase ini dicapai dalam waktu antara 1-5 hari tergantung pada kondisi lingkungan. Bakteri Acetobacter xylinum mengeluarkan enzim ekstraseluler polimerase sebanyak-banyaknya untuk menyusun polimer glukosa menjadi selulosa. fase ini sangat menentukan tingkat kecepatan suatu strain Acetobacter xylinum dalam membentuk nata.

  d. Fase pertumbuhan Lambat Pada fase ini, terjadi pertumbuhan yang diperlambat karena ketersediaan nutrisi telah berkurang, terdapatnya metabolik yang bersifat toksit yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan umur sel telah tua. Pada fase ini, pertumbuhan tidak lagi stabil tetapi jumlah sel yang tumbuh masih lebih banyak diproduksi pada fase ini.

  e. Fase Pertumbuhan Pada fase ini, jumlah sel yang tumbuh relatif sama dengan jumlah sel yang mati. Penyebabnya adalah di dalam media terjadi kekurangan nutrisi, pengaruh metabolit toksit lebih besar dan umur sel semakin tua. Namun, pada fase ini, sel akan lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim jika dibandingkan dengan ketahanannya pada fase yang lain. Matrik nata lebih banyak diproduksi pada fase ini.

  f. Fase menuju kematian Pada fase ini, bakteri mulai mengalami kematian karena nutrisi telah habis dan sel kehilangan banyak energi cadangannya. g. Fase kematian Pada fase ini, sel dengan cepat mengalami kematian, dan hampir merupakan kebalikan dari fase logaritmik. Sel mengalami lisisdan melepaskan komponen yang terdapat di dalamnya. Kecepatan kematian dipengaruhi oleh nutrisi, lingkungan dan jenis bakteri. Untuk A xylinum, fase ini dicapai setelah hari kedelapan hingga kelima belas. Pada fase ini, A xylinum tidak baik apabila digunakan sebagai bibit nata.

2.4 Air leri

  Air leri merupakan air bekas pencucian beras yang mengandung banyak nutrisi yang terlarut di dalamnya. Air leri memiliki kandungan nutrisi diantaranya karbohidrat berupa pati sebesar 89%-90%, protein glutein, selulosa, hemiselulosa, gula dan vitamin B yang banyak terdapat pada pericarpus dan aleuron yang ikut terkikis. (Puspitarini,2011).

  Air leri mengandung Vitamin B1 (Thiamin HCl) yang larut dalam air dan akan hilang atau berkurang selama proses pencucian beras berulang kali dan terlalu lama. Sehingga vitamin B1 (Thiamin HCl) pada beras sebagian larut dalam air cucian beras tersebut. Secara tidak langsung air leri banyak mengandung zat gizi seperti kandungan yang terdapat pada beras pecah kulit. Kebiasaan para ibu rumah tangga mencuci beras dengan tujuan membersihkan beras dari kotoran, akan tetapi pencucian tersebut dilakukan sampai benar- benar “bersih” dimana pencucian dilakukan sampai air cucian beras berwarna putih susu. (Stiyabudi, Rizky dkk, 2009).

2.5 Penelitian yang mendukung

  1. Hidayatullah R, 2012 melaporkan bahwa penambahan kadar gula yang menghasilkan berat basah dan ketebalan yang paling baik (120 gr dan 10 mm) adalah 10 % dan 15 % dan menambahkan volume stater 15 %.

  2. Rachmat A dan Fransiska Agustina melaporkan bahwa Ketebalan nata yang paling tinggi dapat diperoleh pada variabel media fermentasi perbandingan air kelapa dengan air cucian beras 1:1(600 ml) pada waktu fermentasi 11 hari.

  3. Komposisi variabel sebanyak 17,5 gram gula per 500 ml air kelapa dalam pH 5 dan waktu fermentasi 10 hari akan memberikan hasil yield terbaik.

  Semua proses fermentasi ini menggunakan starter yang berumur 7 hari (Hamad, Andriyani et al., 2011; Hamad, Indrianti et al., 2012)