BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Kanak-kanak 1. Sejarah Taman Kanak-kanak - Ayu Rahmawati Utami BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Kanak-kanak 1. Sejarah Taman Kanak-kanak Sejarah munculnya Taman Kanak-kanak dimulai pada

  tahun 1840-an. Berangkat dari keprihatinan seorang tokoh bernama Friedrich Froebel akan kualitas pendidikan bagi anak-anak kecil menuntunnya ke arah pendidikan Taman Kanak-kanak yang secara harfiah berarti “taman bagi anak-anak”. Pendiri Taman kanak- Kanak mengerti bahwa anak-anak ibarat tanaman yang tumbuh dan memerlukan pengasuhan serta pemeliharaan yang baik (Santrock 2002, dalam Maizida, 2007).

  Pada tahun 1922 Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Indria yaitu sarana pendidikaan untuk anak prasekolah. Bersama dengan berdirinya Taman Indria, berdiri pula Taman Kanak-kanak dengan nama Bustanul Athfal yang disponsori oleh organisasi- organisasi Islam. Pada tahun 1941, sekolah-sekolah Froebel dilanjutkan dengan nama Taman Kanak-kanak (Patmonodewo, 2003).

  Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.72 Tahun 1990 tentang pendidikan prasekolah, Bab 1 Ayat (2) dinyatakan bahwa yang dimaksudkan dengan Taman Kanak-kanak

  11 adalah salah satu bentuk pendidikan prasekolah yang menyediakan program pendidikan dini bagi anak usia empat tahun sampai memasuki pendidikan dasar.

  2. Tujuan Taman Kanak-kanak

  Program kegiatan belajar Taman Kanak-kanak yaitu membantu meletakkan dasar kearah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya.

  3. Ruang Lingkup Taman Kanak-kanak

  Untuk menyederhanakan lingkup program dan menghindari tumpang tindih serta untuk memudahkan guru menyusun program pembelajaran yang sesuai dengan pengalaman mereka, maka isi program itu dipadukan dalam program kegiatan belajar yang utuh yang mencakup :

  a. Program kegiatan belajar (PKB) dalam rangka pembentukan perilaku melalui pembiasaan yang terwujud dalam kegiatan sehari-hari di Taman Kanak-kanak yang mencakup pengembangan moral pancasila, disiplin, perasaan/emosi, agama dan kemampuan bermasyarakat.

  b. Program kegiatan belajar dalam rangka pengembangan kemampuan dasar melalui kagiatan yang dipersiapkan oleh guru meliputi pengembangan kemampuan berbahasa, daya pikir, daya cipta keterampilan dan jasmani.

4. Taman Kanak - kanak Reguler (Half Day)

  Menurut Nawawi (dalam Rahmawati, 2001), pendidikan reguler adalah usaha pendidikan yang diselenggarakan secara sengaja, berencana, terarah dan sistematis. Sekolah reguler dimulai pukul 07.30 dan berakhir pukul 10.00. Sekolah reguler atau half

  day school menawarkan kelebihan yaitu tidak adanya metode

  pembelajaran yang beragam yang membuat anak merasa ringan dalam memperoleh pelajaran, sehingga tidak merasa bosan atau lelah ketika pulang sekolah. Selain itu sekolah reguler juga mempunyai kelemahan yaitu waktu efektif yang hanya selama 3 jam tidak ada aktivitas diluar jam belajar dan bermain, dan menyebabkan kurangnya waktu bermain dengan teman sebaya disekolah dan komunikasi terbuka dengan guru (Herdiana, 2007).

5. Taman Kanak - kanak Full Day

a) Pengertian Full Day School

  Full day school adalah kata dalam bahasa inggris yang terdiri dari tiga suku kata yaitu kata Full, Day, dan School.

  Kata Full artinya penuh, Day artinya hari, dan School artinya sekolah. Menurut Kasubdit DEPDIKNAS, Sediono. Konsep

  Full Day School mangadopsi konsep Joy Full Learning-nya Jepang (anak belajar sehari penuh).

  Sekolah full day merupakan model sekolah umum yang memadukan sistem pengajaran secara intensif yaitu dengan memberi tambahan waktu khusus untuk pendalaman anak. Jam tambahan tersebut dialokasikan pada jam setelah sholat dhuhur sampai ashar, sehingga praktis sekolah model ini masuk pukul 07.30 pulang pukul 14.30. sekolah model ini sangat diminati kalangan masyarakat modern yang mempunyai kesibukan di luar rumah sangat tinggi.

  Taman Kanak-kanak full day sebagai sistem pendidikan terpadu yang menawarkan keuntungan bagi anak didiknya.

  Anak mendapatkan metode pembelajaran yang bervariasi dari pada reguler (Herdiana, 2007). Adanya aktivitas penuh membuat waktu tidak terbatas bagi anak didik. Artinya ada aktivitas lain diluar kelas yang merupakan sisi kehidupan anak sehari-hari untuk berinteraksi dengan teman sebaya.

b) Tujuan Full Day School

  Pada sistem pendidikan full day school sebagian besar waktu peserta didik banyak dihabiskan di lingkungan sekolah dengan tujuan untuk mengkondisikan peserta didik dengan pembiasaan positif secara terkontrol. Ada beberapa hal yang melatar belakangi munculnya full day school, antara lain :

  1) Jumlah orang tua tunggal meningkat dan banyaknya aktivitas orang tua.

  2) Perubahan sosial budaya yang terjadi di masyarakat, dari masyarakat agraris menuju ke masyarakat industri.

  3) Perubagahan sosial budaya mempengaruhi pola pikir dan cara pandang masyarakat.

c) Keuntungan dan Kerugian Taman Kanak- kanak Full Day

  1. Keuntungan

  a. Adanya metode belajar yang bervariasi

  b. Adanya waktu berinteraksi dengan teman sebaya di sekolah.

  2. Kerugian

  a. Stimulasi pendidikan sekolah yang beragam dan mendominasi waktu berinteraksi dengan teman sebaya dirumah.

  b. Kehilangan waktu dirumah dan belajar tentang hidup bersama keluarga.

  c. Waktu berkomunikasi, bercanda, serta mempelajari semua hal dari orang tua semakin kecil.

B. Perkembangan Sosial 1. Pengertian Perkembangan Sosial

  Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Anak harus belajar tentang cara menyesuaikan diri dengan orang lain. Kemampuan ini diperoleh anak melalui berbagai kesempatan atau pengalaman bergaul dengan lingkungan sosialnya, baik keluarga, teman bermainnya dan orang dewasa. Apabila lingkungan sosial tersebut menfasilitasi atau memberikan peluang terhadap perkembangan anak secara positif, maka anak akan mencapai perkembangan sosial secara matang. Namun apabila lingkungan sosial kurang kondusif, seperti perlakuan orang tua yang acuh tak acuh, tidak memberikan bimbingan, pengajaran terhadap anak dalam menerapkan tatakrama, norma-norma, anak cenderung menampilkan perilaku

  

maladjustment , seperti: a) bersifat minder; b) senang menyendiri;

  c) bersifat egois; d) senang mendominasi orang lain; e) kurang memiliki perasaan tenggang rasa, dan f) kurang mempedulikan norma dalam berperilaku (Yusuf, 2011).

  Perkembangan sosial adalah kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu bermasyarakat (sozialized) memerlukan tiga proses. Masing masing proses terpisah dan sangat berbeda satu sama lain, tetapi saling berkaitan, sehingga kegagalan dalam satu proses akan menurunkan kadar sosialisasi individu (Hurlock, 2005).

  Teori perkembangan sosial yang dikemukakan oleh Erik Erikson yaitu perkembangan sosial manusia sebagai satu ciri perkembangan yang terdiri dari lima tahapan dan setiap tahapan mengandung kecenderungan atau keinginan yang berkonflik.

  Perkembangan sosial menurut Muhibin (dalam Nugraha dan Rachmawati, 2005) merupakan proses pembentukan social self (pribadi dalam masyarakat) yaitu pribadi dalam keluarga, budaya, dan bangsa.

  Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1997) menyatakan bahwa perkembangan sosial adalah suatu proses perubahan yang berlangsung terus menerus menuju pendewasaan yang memerlukan adanya komunikasi dengan masyarakat.

  Perkembangan bagi anak sangat diperlukan karena anak merupakan manusia yang tumbuh dan kembang yang akan hidup ditengah masyarakat. Pada masa kanak-kanak merupakan masa awal kehidupan sosial yang berpengaruh bagi anak, dimana anak akan belajar mengenal dan menyukai orang lain melalui aktififtas sosial.

  Hal yang paling utama dalam proses perkembangan sosial adalah keluarga yaitu orang tua dan saudara kandung. Anak sebagian dari anggota keluarga, dalam pertumbuhan dan perkembangan tidak terlepas dari lingkungan yang merawat dan mengasuhnya (Wahini, 2002). Orang tua selalu mempunyai pengaruh yang kuat pada anak. Setiap orang tua mempunyai gaya tersendiri dalam hubungannya dengan anak-anaknya dan ini mempengaruhi perkembangan sosial anak (Djiwandono, 2003).

  Peran orang tua terhadap anak adalah mengajarkan cara beradaptasi dengan lingkungan. Hambatan perkembangan sosial membuat anak mengalami kecemasan, sulit berinteraksi dengan orang yang baru dikenal, bisa juga jadi pemalu (Harlimsyah, 2007). Sebaliknya orang tua yang protektif, akan menjadikan anak sulit berpisah dengan orang tua, sulit mengajarkan sesuatu sendiri karena tidak diberi kesempatan.

2. Proses Sosialisasi

  Hurlock (2005) mengemukakan proses-proses dalam perkembangan sosialisasi, antara lain : 1) Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial

  Setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi para anggotanya tentang perilaku yang dapat diterima untuk dapat bermasyarakat anak tidak hanya harus mengetahui perilaku yang dapat diterima, tetapi mereka juga harus menyesuaikan perilaku dengan patokan yang dapat diterima. 2) Memainkan peran sosial yang diterima

  Setiap kelompok sosial mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan seksama oleh para anggotanya dan dituntut untuk dipatuhi. Sebagai contoh, ada peran yang telah disetujui bersama bagi orang tua dan anak serta bagi guru dan murid.

  3) Perkembangan sikap sosial Untuk bermasyarakat atau bergaul dengan baik anak- anak harus menyukai orang dan aktivitas sosial. Jika mereka dapat melakukannya mereka akan berhasil dalam penyesuaian sosial yang baik dan diterima sebagai anggota kelompok sosial tempat mereka menggabungkan diri.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial

  Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak menurut Hurlock (2005), yaitu : a. Faktor Keluarga

  1) Hubungan antar orang tua, antar saudara, anak dengan orang tua.

  Hubungan anak dengan orang tua ataupun saudara mempunyai pengaruh yang sangat kuat, akan terjalin rasa kasih sayang, dimana anak akan lebih terbuka dalam melakukan interaksi karena terjalinnya hubungan yang baik yang ditunjang oleh komunikasi yang tepat. Peran orang tua yang membimbing anak mengenal lingkungan sekitar tempat tinggal. 2) Posisi anak dalam keluarga (sulung/tengah/bungsu/tunggal) Posisi anak dalam keluarga berpengaruh pada anak.

  Anak yang lebih tua, atau yang jarak umurnya dengan saudaranya terlalu jauh, atau satu-satunya anak yang jenis kelaminnya lain dari saudaranya cenderung lebih banyak menyendiri ketika berada bersama anak-anak lain. Misal anak tunggal yang sering mendapatkan perhatian yang lebih dari semestinya, akibatnya mereka mengharapkan perlakuan yang sama dari orang luar dan cepat marah jika tidak mendapatkannya. Jika hal ini terjadi berpengaruh pada kemandirian dan sosialisasi anak. 3) Jumlah keluarga

  Jumlah anggota yang besar berbeda dengan jumlah anggota yang sedikit. Dalam suatu keluarga mempunyai anggota keluarga yang sedikit, maka perhatian, waktu dan kasih sayang lebih tercurahkan dimana bentuk aktifitas dapat ditemani atau dibantu. Hal ini berbeda dengan anak dengan keluarga yang besar.

  4) Perlakuan orang tua atau saudara terhadap anak Perlakuan orang tua terhadap anak mencerminkan perilaku sosial dan sikap anak, anak yang merasa ditolak oleh orang tua atau saudara mungkin menganut sikap kesyahidan diluar rumah dan membawa sikap ini sampai dewasa, anak semacam ini mungkin suka menyendiri. Sebaliknya penerimaan dan sikap orang tua yang penuh cinta kasih mendorong anak memiliki rasa kebersamaan.

  5) Harapan orang tua Setiap orang tua memiliki harapan pada anak yang lebih baik dan terarah dalam masa depannya. Harapan orang tau adalah mempunyai anak memiliki perkembangan sesuai dengan pertumbuhannya.

  b. Faktor di Luar Keluarga 1) Hubungan teman sebaya

  Jika hubungan mereka dengan teman sabaya diluar rumah menyenangkan, mereka akan menikmati hubungan sosial dan ingin mengulanginya. Sebaliknya hubungan diluar rumah tidak menyenangkan atau menakutkan anak- anak akan menghindar dan kembali ke lingkungan keluarga.

4. Ciri-ciri Perkembangan Sosial Anak Prasekolah

  Menurut Piaget (1998) mengatakan bahwa ciri-ciri perkembangan sosial anak prasekolah adalah: a. Usia 4 tahun

  Perkembangan sosial anak usia 4 tahun yang seharusnya yaitu : 1) Sangat antusias 2) Lebih menyukai bekerja dengan 2 atau 3 teman yang dipilih 3) Suka memakai baju orang tua 4) Dapat membereskan alat permainannya

  5) Tidak menyukai bila dipegang tangannya 6) Menarik perhatian karena dipuji

  b. Usia 5 tahun Perkembangan sosial anak usia 5 tahun yang seharusnya yaitu : 1) Senang dirumah dekat dengan ibu 2) Suka membantu, ingin disuruh dan patuh 3) Senang pergi ke sekolah 4) Gembira bila berangkat dan pulang sekolah 5) Bermain dengan 2 atau 5 orang 6) Kadang-kadang malu dan sukar bicara 7) Bekerja terpacu oleh kompetensi dengan anak lain

  c. Usia 6 tahun Perkembangan sosial anak usia 6 tahun yang seharusnya yaitu : 1) Menjadi pusatnya sendiri 2) Mulai lepas dari ibu 3) Antusiasme yang impulsif dan kegembiraan yang meluap- luap menular keteman 4) Sangat mementingkan diri sendiri, mau yang paling benar, mau menang, dan mau yang nomer satu 5) Menyukai pekerjaannya dan selalu ingin membawa pulang 6) Ada kecenderungan berlari lepas di halaman sekolah 7) Dapat menjadi faktor pengganggu di kelas

C. Karakteristik Fase Perkembangan Anak Prasekolah

  Anak usia prasekolah merupakan fase perkembangan individu sekitar 2-6 tahun, ketika anak mulai memiliki keadaan tentang dirinya sebagai pria atau wanita, dapat mengatur diri dalam buang air (toilet

  training) dan mengenal beberapa hal yang dianggap berbahaya (mencelakakan dirinya).

  1. Perkembangan Fisik Perkembangan fisik merupakan dasar bagi kemajuan perkembangan berikutnya. Proporsi tubuh dapat berubah secara dramatis, seperti pada usia tiga tahun, rata-rata tingginya sekitar 80-90 cm dan beratnya sekitar 10-13 kg, sedangkan pada usia lima tahun.

  2. Perkembangan Intelektual Menurut Piaget, perkembangan kognitif pada usia ini berada pada periode profesional, yaitu tahap di mana anak belum mampu menguasai operasi mental secara logis. Yang dimaksud dengan operasi di sini adalah kegiatan-kegiatan yang diselesaikan secara mental bukan fisik.

  Keterbatasan yang menandai atas yang menjadi karaketristik periode profesional ini adalah sebagai berikut : a. Egosentrisme, yaitu maksudnya bukan

  “Selfishness” (egois)

  atau arogan (sombong), namun merujuk kepada :

  1). Diferensiasi diri, lingkungan orang lain yang tidak sempurna.

  2). Kecenderungan untuk mempersepsi, memahami dan menafsirkan.

  b. Kaku dalam berpikir (Rigidit of thought) Salah satu karakteristik berpikir profesional adalah kaku (Frozen).

  c. Semilogical reasoning Anak mencoba untuk menjelaskan peristiwa-peristiwa alam yang misterius, yang dialaminya dalam kehidupan sehari-hari.

  3. Perkembangan Emosional Beberapa jenis emosi yang berkembangan pada masa anak, di antaranya: takut, cemas, cemburu, kegembiraan, kasih sayang, hobi dan ingin tahu (Curiosity).

  4. Perkembangan Bahasa Perkembangan bahasa anak usia prasekolah dapat di klarifikasikan dalam dua tahap, yaitu : a. Masa ketiga (2,0-2,6 tahun) bercirikan :

  1) Anak sudah mulai bisa menyusun kalimat tunggal yang sempurna.

  2) Anak sudah mampu memahami tentang perbandingan. 3) Anak sudah menanyakan nama dan tempat.

  4) Anak sudah banyak menggunakan kata-kata yang berawalan dan kalimatnya.

  b. Masa keempat (2,6-6,0 tahun) bercirikan : 1) Anak sudah dapat menggunakan kalimat majemuk beserta anak kalimatnya.

  2) Tingkat berfikir anak sudah mulai maju.

  5. Perkembangan Sosial Tanda-tanda perkembangan sosial pada tahap ini adalah :

  a) Anak mulai mengetahui aturan-aturan, baik dilingkungan keluarga maupun dalam lingkungan bermain.

  b) Sedikit demi sedikit anak sudah mulai tunduk pada peraturan.

  c) Anak mulai menyadari hak atau kepentingan orang lain.

  d) Anak mulai dapat bermain bersama anak-anak lain atau teman sebayanya.

  6. Perkembangan Bermain Secara psikologi, bermain mempunyai nilai-nilai yang sangat berharga bagi anak, yaitu : a) Anak memperoleh perasaan senang, puas, bangga.

  b) Anak dapat mengembangkan sikap percaya diri, tanggung jawab dan kooperatif (mau bekerja sama).

  c) Anak dapat mengembangkan daya fantasi atau kreativitas.

  d) Anak dapat mengenal aturan atau norma yang berlaku.

  7. Perkembangan Kepribadian Pada masa ini, berkembang kesadaran dan kemampuan untuk memenuhi tuntunan dan tanggung jawab.

  8. Perkembangan Moral Melalui pengalaman berinteraksi dengan orang lain, anak belajar memahami tentang kegiatan atau perilaku mana yang baik, boleh, diterima, disetujui atau buruk, tidak boleh ditolak, tidak disetujui.

  9. Perkembangan kesadaran beragama Kesadaran beragama pada usia ini, ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut: a) Sikap keagamaannya bersifat menerima.

  b) Pandangan ketuhanannya bersifat dipersonifikasi.

  c) Penghayatan secara rohaniah masih belum mendalam.

  d) Hal ketuhanan dipahamkan secara Ideosyncritic (menurut khayalan pribadinya ).

D. Pengukuran Perkembangan Sosial

  Perkembangan sosial anak berupa belajar secara bertahap untuk meningkatkan kemampuan untuk mandiri, bekerja sama dengan orang lain dan bertanggung jawab terhadap kelompoknya. Suatu skala pengukuran yang baik untuk perkembangan sosial anak dengan menggunakan alat untuk mengumpulkan data dengan skala maturitas sosial dan Vineland (Vineland Social Maturity Scale), yaitu sebuah tes yang digunakan untuk mengukur dan mengungkapkan derajat tingkat kematangan anak. Tes ini diberikan kepada anak usia 0-12 tahun dengan tujuan untuk mencari kemasakan atau kematangan sosial anak. Dimana alat tes ini mengkategorikan kemampuan motorik dan perkembangan sosial anak dari lahir sampai dewasa. Pada tes ini diperlukan jawaban atau informasi yang dapat dipercaya dari orang tua anak, mengenai perkembanagan anaknya mulai dari tahun-tahun pertama sampai pada tes dilakukan. Kualitas hasil pemeriksaan tergantung pada kemampuan penguji dan ayah atau ibu yang memberi jawaban. Kegunaan skala ini adalah tes yang digunakan untuk mengukur dan mengungkapkan derajat atau tingkat kematangan sosial anak (Soetjiningsih, 2002). Dalam tes ini terdapat poin-poin yang dapat mengungkapkan kematangan sosial yang dimiliki anak. Skala maturitas sosial dari Vineland ini dibagi menjadi 8 kategori perkembangan (Doll dalam Trisnawati, 2013) yaitu :

  1. Self-help general (SHG) Self help general adalah kemampuan dan keinginan anak untuk melakukan segala sesuatu sendiri. Kemampuan ini menjadikan anak dapat menolong dirinya sendiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai tahap perkembangannya. Kemampuan anak usia prasekolah adalah sebagai berikut : a. Anak usia prasekolah 4-5 tahun sesuai perkembangannya anak mampu pergi tidur sendiri, mencuci muka dan tangan tanpa dibantu serta mengeringkannya sendiri

  b. Anak usia prasekolah 5-6 tahun sesuai perkembangannya anak mampu pergi tidur sendiri tanpa bantuan dan anak menggosok gigi tanpa bantuan (Sholihah dalam Trisnawati, 2011).

  2. Self-help eating (SHE)

  

Self -help eating merupakan kamampuan menolong diri sendiri

anak dalam hal makan yakni anak mampu untuk makan sendiri.

  Kemampuan anak usia prasekolah dalam self-help eating adalah sebagai berikut : a. Anak usia prasekolah 4-5 tahun, sesuai perkembangannya anak mampu mengambil makanan sendiri tanpa bantua, anak dapat memakai sendok atau garpu saat makan, dan anak mampu memotong makanan sendiri.

  b. Anak usia prasekolah 5-6 tahun, sesuai perkembangannya anak mampu mengambil makanan sendiri dengan baik dan mampu melayani dirinya sendiri saat makan.

  3. Self-help dressing (SHD) Self-help dressing adalah kemampuan anak menolong dirinya sendiri dalam hal berpakaian yaitu mampu berpakaian sendiri.

  Kemampuan anak usia prasekolah adalah sebagai berikut: a. Anak usia prasekolah 4-5 tahun, sesuai perkembangannya anak mampu memakai pakaian sendiri.

  b. Anak usia prasekolah 5-6 tahun, sesuai perkembangannya anak membuka pakaian sendiritanpa bantuan termasuk baju yang harus ditarik ke atas (Wong, 2008).

  4. Self-help direction (SD) Kemampuan anak dalam mengarahkan, memimpin dirinya sendiri, dan bertanggung jawab penuh konsekuensi dari setiap perilakunya. Kemampuan self help direction anak usia prasekolah adalah sebagai berikut: a. Anak usia prasekolah 4-5 tahun, sesuai perkembangannya anak dapat disuruh membeli sesuatu dan anak mengetahui jadwal makan dan belajar yang teratur.

  b. Anak usia prasekolah 5-6 tahun, sesuai perkembangannya anak mampu belanja kecil-kecilan (Sholihah dalam Trisnawati, 2011).

  5. Occupation (O) Merupakan kemampuan untuk melakukan pekerjaan untuk dirinya sendiri untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

  Kemampuan occupation anak usia prasekolah yaitu: a. Anak usia prasekolah 4-5 tahun, perkembangannya yang sesuai anak mampu menyisir rambut secara sederhana dan menggunakan pensil atau kapur untuk menggambar.

  b. Anak usia prasekolah 5-6 tahun, perkembangan yang sesuai anak mampu menggunakan pisau untuk memotong dan anak dapat menggunakan pensil untuk menulis satu huruf atau lebih (Sholihah dalam Trisnawati, 2011).

  6. Communication (C) Merupakan kemampuan anak dalam berkomunikasi seperti berbicara, tertawa dan membaca untuk mengekspresikan sesuatu hal yang sedang dirasakan dan juga untuk melakukan hubungan sosial dengan orang lain.

  Kemampuan komunikasi yang dapat dilakukan oleh anak usia prasekolah yaitu: a. Anak usia prasekolah 4-5 tahun, sesuai perkembangannya anak mampu menyampaikan pesan sederhana kepada orang lain dan anak dapat mengutarakan keinginannya.

  b. Anak usia prasekolah 5-6 tahun, sesuai perkembangannya anak mampu mengutarakan keinginannya dan mengungkapkan perasaannya (Sholihah dalam Trisnawati, 2011).

  7. Locomotion (L) Locomotion adalah kemampuan dalam bergerak untuk melakukan yang anak inginkan. Kemampuan bergerak ini murapakan salah satu aktivitas motorik yang dilakukan anak, dengan adanya aktivitas motorik yang baik maka semakin baik pula kemampuan bergerak dan kemampuan berpindah yang anak dapat lakukan. Kemampuan anak usia prasekolah dalam locomotion yaitu:

  a. Anak usia prasekolah 4-5 tahun, perkembangannya yang sesuai anak mampu menaiki dan menuruni tangga tanpa bantuan serta anak pergi ke tetangga dekat tanpa diantar orang tua.

  b. Anak usia prasekolah 5-6 tahun, sesuai perkembangannya anak mampu mengikuti permainan yang beresiko seperti melompat, mendorong, dan jungkir balik (Sholihah dalam Trisnawati, 2011).

  8. Socialization (S) Merupakan kemampuan anak dalam berteman, terlibat dalam permainan dan berkompetisi dengan tujuan memperoleh kepuasan diri dalam hubungan sosial tersebut. Kemampuan socialization anak usia prasekolah yaitu; a. Anak usia prasekolah 4-6 tahun, sesuai perkembangannya anak mampu mengikuti permainan yang bersifat lomba dan anak mampu bermain kartu atau ular tangga (Soetjiningsih, 2002).

E. Kerangka Teori

  Faktor keluarga :

  a. Hubungan orang tua dengan saudara

  b. Posisi anak dalam keluarga

  c. Jumlah keluarga

  d. Perlakuan orang tua / saudara

  e. Harapan orang tua Sistem pendidikan

  Faktor diluar keluarga : Proses sosialisasi

  TK :

  • Hubungan dengan teman sebaya

  a. Half day Perkembangan sosial

  b. Full day

  Gambar 2.1.Kerangka Teori Sumber : Djiwandono (2003), Hurlock (2005) F. Kerangka Konsep

  Berdasarkan kerangka teori di atas, maka dapat dibentuk kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

  Anak TK half day Perkembangan sosial anak Anak TK full day Gambar 2.2.Kerangka Konsep

G. Hipotesis

  Hipotesis adalah pernyataan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan peneliti, yang harus diuji kebenarannya secara empiris (Nursalam, 2003).

  Hipotesis dalam penelitian ini adalah : Ha = Ada perbedaan perkembangan sosial anak prasekolah yang mengikuti TK half day dan TK full day di Kecamatan Sokaraja.