BAB II TINJAUAN PUSTAKA - PENGARUH LIMBAH KARET BAN SEBAGAI CAMPURAN ASPAL TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL, PADA JENIS PERKERASAN LAPIS TIPIS ASPAL PASIR (LATASIR) KELAS B - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian yang pernah dilakukan yang dapat dijadikan literatur

  untuk penyusunan penelitian ini adalah ;

Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu

  Nama Penulis - Judul No Variable & Metode Hasil

  Penelitian

  1 Maneges Purbo Negoro - Variabel : (0%, 1%, Hasil uji karakteristik Marshall didapatkan hasil terbaik pada Pengaruh Bahan Ganti 2%, 3%, 4% dan 5%) kadar ban bekas 3% (dari 6 Campuran Aspal Metode : Pada Lapis variasi sampel) dengan nilai Menggunakan Karet Ban Pondasi Pasir Aspal

  VIM 5,849%, VMA 18,18%,

  VFA 74,86%, Stabilitas rerata Bekas Terhadap (LPPA)

  1041,33 kg, Kelelehan (Flow) Karakteristik Aspal

  3,245 mm, dan nilai rerata Menggunakan Metode

  Marshall Quottient (MQ) 321,1 kg/mm. Uji Marshall

  2 Nurkhayati Darunifah - Variabel : (0%, 1%, Penambahan karet padat bahan vulkanisir sebesar 2% serta Pengaruh Bahan 2%, 3%, 4% dan 5%) untuk variasi kadar aspal 7,1 Tambahan Karet Padat Metode : Hot Rolled dengan penambahan karet Terhadap Karakteristik Sheet Wearing Course padat bahan vulkanisir sebesar

  2% dapat ditarik garis bawah, Campuran (HRS – WC) bahwa campuran HRS-WC Hot Rolled Sheet dengan prosentase penambahan Wearing Course karet padat bahan vulkanisir memberikan nilai tambahan,

  (HRS - WC) terutama pada kekuatan campuran serta sifat elastisitas campuran yang semakin baik.

  3 Bintang Salempang Variabel : (0%, 4%, Hasil penelitian menunjukkan

  bahwa nilai density dan VFWA Lololaen - Pengaruh 5% dan 6%) semuanya memenuhi syarat Penambahan Karet Ban- Metode: Hot Rolled terkecuali pada kadar aspal 6% Dalam Bekas di kadar additive 4% - 6%.

  Asphalt (HRA)

  Nilai VITM yang memenuhi Sebagai Bahan Tambah syarat mengandung kadar aspal Terhadap Sifat Marshall 6% tanpa additive, pada kadar HRA aspal 6,5% di additive 4%, pada kadar aspal 6% dan

  (Hot Rolled Asphalt) 6,5% di additive 5%, serta terdapat di kadar aspal 6% - 7% pada additive 6%. Nilai Flow yang memenuhi syarat pada kadar additive 5% di kadar aspal 6,5% - 7,5% serta additive 6% pada kadar aspal 6%, 7% dan 7,5%. Semua nilai stabilitas dan nilai QM memenuhi syarat. Kadar aspal optimum diperoleh pada campuran aspal 7% dengan penambahan additive sebesar 5% dan 6%.

B. Perkerasan Jalan

  Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana transportasi,dan selama masa pelayanannya diharapkan tidak terjadi kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang diharapkan ,maka pengetahuan tentang sifat, pengadaan dan pengolahan dari bahan penyusun perkerasan jalan sangat diperlukan (Sukirman, 2003)

  Menurut Sukirman dalam Perkerasan Lentur Jalan Raya, 1992, berdasarkan bahan pengikatnya konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan atas 3 (tiga) macam yaitu:

  1. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavements), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat.

  2. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavements), yaitu perkerasan yang menggunakan semen (Portland cement) sebagai bahan pengikat pelat beton dengan atau tanpa tulangan, diletakkan di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis fondasi bawah.

  3. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavements), yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur, dapat berupa perkerasan kaku diatas perkerasan lentur atau pun sebaliknya. Untuk konstruksi perkerasan lentur sendiri terdiri atas:

  1. Lapis permukaan (surface course), berfungsi sebagai:

  a. Lapisan yang memberikan suatu permukaan yang rata dan tidak licin,

  b. Lapisan yang mendukung dan menyebarkan beban vertical atau horizontal atau gaya geser dari kendaraan, c. Lapisan kedap air untuk melindungi badan jalan, d. Sebagai lapis aus.

  2. Lapis fondasi atas (base course), berfungsi sebagai:

  a. Lapis pendukung lapis permukaan,

  b. Pemikul beban vertical dan horizontal, c. Lapisan peresapan bagi lapis fondasi bawah.

  3. Lapis fondasi bawah (sub base course), berfungsi sebagai :

  a. Lapisan yang menyebarkan beban roda,

  b. Lapisan peresapan,

  c. Lapisan pencegah masuknya tanah dasar ke lapis fondasi, d. Lapisan pertama pada pembuatan struktur perkerasan.

  4. Tanah dasar (sub grade), tanah dasar merupakan tanah asli, permukaan tanah galian yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar untuk peletakan bagian-bagian perkerasan lainnya.

C. Aspal

  Aspal didefinisikan sebagai material berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat. Jika dipanaskan sampai temperatur tertentu aspal menjadi lunak atau cair sehingga dapat membungkus partikel agregat pada saat pembuatan aspal beton. Bila temperatur mulai turun, aspal akan mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya (sifat termoplastis). Aspal yang digunakan untuk konstruksi perkerasan jalan menggunakan aspal minyak hasil residu dari destilasi minyak bumi yang disebut aspal semen.Sifatnya mengikat agregat pada campuran aspal beton dan memberikan lapisan kedap air serta tahan terhadap asam, basa, dan garam.

  Dalam perkerasan beraspal, pembagian jenis aspal keras dapat berdasarkan nilai penetrasi (Penetration Grade), nilai viskositas (Viscosity Grade) atau temperatur maksimum dan minimum perkerasan rencana (Performance Grade).

  Berdasarkan nilai penetrasi, ASTM dan AASHTO membagi aspal keras untuk keperluan perkerasan jalan menjadi aspal pen 40-50, aspal pen 60-70, aspal pen 85-100, aspal pen 120-150 dan aspal pen 200-300.

  Bahan dasar dari aspal adalah hidrokarbon yang umum disebut sebagai bitumen. Aspal yang umum digunakan saat ini terutama berasal dari salah satu hasil destilasi minyak bumi, dan disamping itu mulai banyak pula digunakan aspal yang berasal dari pulau Buton. Sebagai salah satu material konstruksi perkerasan lentur, aspal merupakan salah satu komponen kecil, umumnya 4-10% berdasarkan berat atau 10-15% berdasarkan volume, tetapi merupakan komponen yang relatif mahal (Sukirman, 1992).

D. Agregat

  Menurut Mosawe (2015), gradasi agregat memainkan peran yang sangat penting dalam kinerja campuran aspal. Packing partikel agregat adalah cara yang paling umum untuk memahami bagaimana agregat dapat terstruktur. Banyak peneliti telah meneliti kemasan partikel. Banyak peneliti mempelajari kepadatan maksimum partikel berukuran tunggal dan kemudian mereka mencapai ide gradasi partikel dan kemudian mereka menghitung kepadatan maksimum

  Agregat adalah bahan penyusun utama dalam perkerasan jalan. Mutu dari agregat akan sangat menentukan mutu dari perkerasan yang akan dihasilkan. Menurut ukuran agregat dapat dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu :

  1. Agregat Kasar (Coarse Agregate) Adalah agregat yang tidak lolos saringan 2,36 mm.

  2. Agregat Halus (Fine Agregate) Adalah agregat yang lolos saringan 2,36 mm dan tertahan saringan No. 200.

  3. Filler Adalah bagian dari agregat yang lolos saringan No. 200 (<75 µ m).

1. Agregat Kasar

  Agregat bergradasi baik adalah agregat yang ukuran butirannya terdistribusi merata dalam satu rentang ukuran butir. Fungsi agregat kasar dalam campuran panas aspal adalah selain memberikan stabilitas dalam campuran juga sebagai pengisi mortar sehingga campuran menjadi ekonomis. Fraksi agregat kasar yaitu tertahan pada saringan #8 (2,36 mm), fungsi agregat kasar adalah sebagai berikut : a. Memberikan stabilitas campuran dari kondisi saling mengunci dari masing- masing agregat kasar dan dari tahanan gesek terhadap suatu aksi perpindahan.

  b. Stabilitas ditentukan oleh bentuk dan tekstur permukaan agregat kasar (kubus dan kasar).

  Menurut Sukiman (1999) agregat kasar harus terdiri dari material yang bersih, keras, awet dan bebas dari kotoran atau bahan yang tidak dikehendaki. Umumnya dipersyaratkan sebagai berikut:

  a. Keausan agregat yang diperiksa dengan mesin Los Angeles pada 500 putaran (PB 0206-76) harus mempunyai nilai maksimum 40%.

  b. Kelekatan terhadap aspal (PB 0205-76) harus lebih besar dari 95%.

  c. Indeks kepipihan agregat, maksimum 25% (BS).

  d. Peresapan agregat terhadap air (PB 020276), maksimum 3%.

  e. Berat jenis semu/ apparent agregat (PB 0202-76), minimum 2,50.

  f. Guplan lempung agregat, maksimum 0,25%.

  g. Bagian-bagian batu yang lunak dari agregat, maksimum 5%.

Tabel 2.2 Gradasi Agregat Kasar

  UKURAN SARINGAN PERSEN BERAT YANG LOLOS Mm ASTM

Camp.

  

Normal

Camp. Lapis Perata 19,1 3 / 4 100 100 12,7 1 / 2 30-100 95-100 9,5 3 / 8 0-55 50-100 4,75 # 4 0-10 0-50

  0,075 # 200 0-1 0-5

  Source : Petunjuk Praktikum Pemeriksaan Bahan dan Campuran Aspal panas

2. Agregat Halus

  Agregat halus yaitu terdiri dari pasir atau pengayakan batu pecah lolos saringan #8 dan tertahan #200, fungsi agregat halus adalah sebagai berikut : a. Menambah stabilitas dari campuran dengan memperkokoh sifat saling mengunci dari agregat kasar dan juga untuk mengurangi rongga udara agregat kasar.

  b. Semakin kasar tekstur permukaan agregat halus akan menambah stabilitas campuran dan menambah kekasaran permukaan.

  c. Agregat halus pada #8 sampai dengan #30 penting dalam memberikan kekasaran yang baik untuk kendaraan pada permukaan aspal.

  d. Pada Gap Graded, agregat halus pada #8 sampai dengan #30 dikurangi agar diperoleh rongga udara yang memadai untuk jumlah aspal tertentu, sehingga permukaan Gap Graded cenderung halus.

  e. Agregat halus pada #30 sampai dengan #200 penting untuk menaikkan kadar aspal, akibatnya campuran akan lebih awet.

  f. Keseimbangan proporsi penggunaan agregat kasar dan halus penting agar diperoleh permukaan yang tidak licin dengan jumlah kadar aspal yang diinginkan.

Tabel 2.3 Gradasi Agregat Halus

  UKURAN PERSEN BERAT YANG LOLOS SARINGAN LATASIR LATASIR LATASTON, LASTON, Mm ASTM KELAS A KELAS B ATB 9,5 3/8” 100 100 100

  4,75 # 4 98-100 72-100 100 2,36 #8 95-100 72-100 95-100 600 µ # 30 76-100 25-100 75-100 75 µ # 200 0-8 0-8 0-5

  Source : Panduan Praktikum Jalan Raya (2011)

3. Filler

  Filler adalah material yang lolos saringan no.200 ( 0,075 mm ) dan termasuk kapur hidrat, abu terbang, Portland semen dan abu batu. Filler dapat berfungsi untuk mengurangi kepekaan terhadap temperatur serta mengurangi jumlah rongga udara dalam campuran, namun demikian jumlah filler harus dibatasi pada suatu batas yang menguntungkan. Terlampau tinggi kadar filler maka cenderung menyebabkan campuran menjadi getas dan akibatnya akan mudah retak akibat beban lalu lintas. Pada sisi lain kadar filler yang terlampau rendah menyebabkan campuran menjadi lembek pada temperatur yang relatif tinggi. Jumlah filler ideal antara 0.6 sampai 1.2, yaitu perbandingan prosentase filler dengan prosentase kadar aspal dalam campuran atau lebih dikenal dengan istilah Dust Proportion. Filler berperan dalam campuran aspal dengan 2 macam cara ; yaitu pertama filler sebagai modifikasi dari gradasi pasir yang menimbulkan kepadatan campuran dengan lebih banyak titik kontak antara butiran partikel, hal ini akan mengurangi jumlah aspal yang akan mengisi rongga-rongga yang tersisa didalam campuran. Sedangkan peran kedua adalah suatu cara yang baik untuk mempengaruhi kinerja filler dengan mempertimbangkan proporsi yang menguntungkan dari komposisi agregat halus, filler dan aspal didalam mortar, selanjutnya sifat-sifat mortar ini tergantung pada sifat asli dari pasir, jumlah takaran dalam campuran aspal serta viskositas pasta atau bahan pengikat yang digunakan.

Tabel 2.4 Jenis pengujian dan persyaratan untuk agregat dan filler

  

2 Berat jenis bulk SNI 03-1970-1990 ≥ 2.5 gr/cc

  Ban adalah bagian penting dari kendaraan darat, dan digunakan untuk mengurangi getaran yang disebabkan ketidak teraturan permukaan jalan, melindungi roda dari aus dan kerusakan, serta memberikan kestabilan antara kendaraan dan tanah untuk meningkatkan percepatan dan mempermudah pergerakan. Sebagian besar ban yang ada sekarang, terutama yang digunakan untuk kendaraan bermotor.

  Menurut Shukla (2014), modifikasi campuran Aspal Beton dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti memodifikasi pengikat dengan menggunakan polimer, remah karet dll yang dapat memperkuat campuran dari Aspal Beton. Penguat serat digunakan sebagai penghalang celah, bukan sebagai penguat dari elemen, yang berfungsi untuk membawa beban tarik serta untuk mencegah pembentukan dan penyebaran keretakan.

  Source : Spesifikasi Umum Divisi-6 Perkerasan Aspal, Direktorat Jenderal Bina Marga.(2010)

  

1 Berat jenis SNI 15-2531-991 ≥ 1 gr/cc

  

5 Sand equivalent SNI-03-4428-1997 ≥ 50 %

Filler

  4 Berat jenis effektif SNI 03-1970-1990 -

  3 Berat jenis semu SNI 03-1970-1990 -

  

1 Penyerapan air SNI 03-1970-1990 ≤ 3 %

  

No Pengujian Metoda Syarat

Agregat Kasar

  

7 Partikel pipih dan lonjong ASTM D-4791 Maks 10 %

Agregat Halus

  

6 Kepekaan agregat terhadap aspal SNI 06-2439-1991 ≥ 95%

  

5 Keausan / Los Angeles Abration Test SNI 03-2417-1991 ≤ 40 %

  4 Berat jenis effektif SNI 03-1969-1990 -

  3 Berat jenis semu SNI 03-1969-1990 -

  

2 Berat jenis bulk SNI 03-1070-1990 ≥ 2.5 gr/cc

  

1 Penyerapan air SNI 03-1969-1990 ≤ 3 %

E. Karet Ban

  Pada tahun 1845 Thompson dan Dunlop menciptakan ban atau pada waktu itu disebut ban hidup alias ban berongga udara. Sehingga Thompson dan Dunlop disebut Bapak ban. Dengan perkembangan teknologi Charles Kingston Welch menemukan ban dalam, sementara William Erskine Bartlett menemukan ban luar.

  Kini para produsen ban semakin berlomba untuk memproduksi ban yang memiliki kualitas baik dan berteknologi tinggi agar dapat beradaptasi dengan kondisi jalan seganas apapun. Disamping itu konstruksi ban didesain untuk menahan beban secara seimbang sehingga ketika kendaraan dipacu dengan cepat di jalan yang licin, kendaraan tetap nyaman dan tidak slip, namun para Produsen tidak memikirkan limbah ban bekas, sehingga sampai saat ini hanya dimanfaatkan sebagai kerajinan sandal, tempat sampah, dan sebagainya.

1. Bagian-bagian ban

  a. Tread adalah bagian telapak ban yang berfungsi untuk melindungi ban dari benturan, tusukan objek dari luar yang dapat berusak ban. Tread dibuat banyak pola yang disebut Pattern.

  b. Breaker dan Belt adalah bagian lapisan benang (pada ban biasa terbuat dari tekstil, sedangkan pada ban radial terbuat dari kawat) yang diletakkan di antara tread dan casing. Berfungsi untuk melindungi serta meredam benturan yang terjadi pada Tread agar tidak langsung diserap oleh Casing.

  c. Casing adalah lapisan benang pembentuk ban dan merupakan rangka dari ban yang menampung udara bertekanan tinggi agar dapat menyangga ban.

  d. Bead adalah bundelan kawat yang disatukan oleh karet yang keras dan berfungsi seperti angkur yang melekat pada velg.

  Bagian ban yang bernama Tread sebagai pelapis ban, lapisan ini berbentuk lembaran karet yang lunak sehingga mudah untuk dibentuk. Lapisan ini tidak begitu mendapatkan banyak perhatian dari orang. Karet padat bahan ban ini mempunyai sifat elastisitas yang kemungkinan besar dapat digunakan sebagai bahan campuran aspal, karena sifatnya sama seperti karet alam. Karena lapisan karet ini masih berbentuk padat maka didalam percobaan di laboratorium karet dicairkan dengan cara dicampur aspal pada saat penggorenan aspal. Campuran dari karet padat bahan ban terdiri dari :

  a. 14% karet alami

  b. 27% karet sintetis

  c. 10% minyak

  d. 28% karbon-hitam / jelaga (carbon black)

  e. 13% bahan pengisi lain

  f. 4% bahan-bahan petrokimia

  g. 4% serat organik

F. Marshall Test

  Rancangan campuran berdasarkan metode Marshall ditemukan oleh Bruce Marshall, dan telah distandarisasi oleh ASTM ataupun AASHTO melalui beberapa modifikasi, yaitu ASTM D 1559-76, atau AASHTO T-245-90. Prinsip dasar metode Marshall adalah pemeriksaan stabilitas dan kelelehan (flow), serta analisis kepadatan dan pori dari campuran padat yang terbentuk. Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs) dan flow meter. Proving ring digunakan untuk mengukur nilai stabilitas, dan flowmeter untuk mengukur kelelehan plastis atau flow. Benda uji Marshall berbentuk silinder berdiameter 4 inchi (10,2 cm) dan tinggi 2,5 inchi (6,35 cm). Prosedur pengujian Marshall mengikuti SNI 06-2489- 1991, atau AASHTO T 245-90, atau ASTM D 1559-76.

  Secara garis besar pengujian Marshall meliputi: persiapan benda uji, penentuan berat jenis bulk dari benda uji, pemeriksaan nilai stabilitas dan flow, dan perhitungan sifat volumetric benda uji. Pada persiapan benda uji, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:

  1. Jumlah benda uji yang disiapkan.

  2. Persiapan agregat yang akan digunakan.

  3. Penentuan temperatur pencampuran dan pemadatan.

  4. Persiapan campuran aspal beton.

  5. Pemadatan benda uji.

  6. Persiapan untuk pengujian Marshall.

  Jumlah benda uji yang disiapkan ditentukan dari tujuan dilakukannya uji Marshall tersebut. AASHTO menetapkan minimal 3 buah benda uji untuk setiap kadar aspal yang digunakan. Agregat yang akan digunakan dalam campuran dikeringkan di dalam oven pada temperatur 105-110ºC. Setelah dikeringkan agregat dipisah-pisahkan sesuai fraksi ukurannya dengan mempergunakan saringan. Temperatur pencampuran bahan aspal dengan agregat adalah temperatur pada saat aspal mempunyai viskositas kinematis sebesar 170 ± 20 centistokes, dan temperatur pemadatan adalah temperatur pada saat aspal mempunyai nilai viskositas kinematis sebesar 280 ± 30 centistokes. Karena tidak diadakan pengujian viskositas kinematik aspal maka secara umum ditentukan suhu pencampuran berkisar antara 145 ºC-155 ºC, sedangkan suhu pemadatan antara 110 ºC-135 ºC.