Optimasi metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) densitometri pada penetapan kadar nikotin dalam fraksi kloroform ekstrak etanolik daun tembakau (Nicotiana tabacum L.) - USD Repository

  

OPTIMASI METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)-

DENSITOMETRI PADA PENETAPAN KADAR NIKOTIN DALAM

FRAKSI KLOROFORM EKSTRAK ETANOLIK DAUN TEMBAKAU

(Nicotiana tabacum L.)

  

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  Program Studi Farmasi Oleh :

  Novi Chairio NIM : 088114005

  

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2011

  Halaman Persembahan

  

PRAKATA

  Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas penyertaan, anugrah dan bimbingan-Nya yang maha kasih, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Optimasi Metode Kromatografi Lapis Tipis-Densitometri pada Penetapan Kadar Nikotin dalam Fraksi Klorofrom Ekstrak Etanolik Daun Tembakau ( ”.

  Penulis menyadari bahwa penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi ini sendiri tanpa bantuan, dukungan, bimbingan, arahan, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

  1. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

  2. Ibu Christine Patramurti, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, saran yang sangat membangun, kritik, semangat, nasihat, dan motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

  3. Bapak Jeffry Julianus, M.Si., selaku dosen penguji atas semua arahan, masukan, dan kritik yang diberikan kepada penulis.

  4. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen penguji atas semua arahan, masukan, dan kritik yang diberikan kepada penulis.

  5. Ibu Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt, selaku ketua laboratorium yang telah memberikan izin kepada peneliti agar dapat melaksanakan penelitian hingga

  6. Segenap dosen dan karyawan Fakultas Farmasi yang telah memberikan dukungan dan pengalaman yang sangat berharga kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

  7. Mas Otok, Mas Bimo, Mas Parlan, Mas Kunto atas bantuannya kepada peneliti sehingga proses penelitian dapat berjalan lancar.

  8. Papa, Mama, Koko, Wiwi, dan Yoko, atas doa dan dukungan yang luar biasa diberikan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian dan penyusunan naskah skripsi ini.

  9. Citra dan Helen, sebagai teman satu kelompok skripsi dengan peneliti atas semangat, dukungan, dan kebersamaan dalam melaksanakan penelitian dan penyusunan naskah skripsi ini.

  10. Roy, atas semangat, saran, dan bantuan yang diberikan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian dan penyusunan naskah skripsi ini.

  11. Amel, Ayesa, dan Dina sebagai rekan kerja peneliti pada saat pelaksanaan penelitian di Laboratorium Kimia Analisis dan Instrumental.

  12. Sari, Tere dan Wiwi, sebagai teman yang setia memberikan masukan, dukungan kepada penulis dalam penyusunan naskah skripsi ini dan sekaligus teman seperjuangan peneliti di Laboratorium Kimia Analisis dan Instrumental.

  13. Susi, Susan, Nona, Felis, Sasa, dan Lele, sebagai teman seperjuangan peneliti dan atas kebersamaannya dalam pelaksanaan penelitian di Laboratorium Kimia Analisis dan Instrumental.

  15. Lia, Ayu, Yosri, Puji, Dewi, Ellen, atas dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis dalam penyusunan naskah skripsi ini.

  16. Teman-teman PKM, atas dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis dalam penyusunan naskah skripsi ini.

  17. Teman-teman FST 2008 yang telah memberikan dukungan dan atas kebersamaan selama ini.

  18. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas dukungan dan bantuannya kepada penulis dalam penyusunan dan penyelesaian naskah skripsi ini.

  Penulis menyadari bahwa penulis tidak luput dari kekurangan dalam penulisan naskah skripsi ini mengingat segala keterbatasan wawasan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dalam perkembangan selanjutnya.

  Penulis

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL…………………………………………………………… i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………….. ii HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………. iii HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………….. iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………………………………………. v LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA………………………….. vi PRAKATA……………………………………………………………………. vii DAFTAR ISI…………………………………………………………………. x DAFTAR TABEL……………………………………………………………. xiii DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………. xiv DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….. xvi

  INTISARI……………………………………………………………………. xviii . xix

  BAB I PENGANTAR………………………………………………………… 1 A. Latar Belakang……………………………………………………………… 1

  1. Permasalahan………………………………………………………......... 3

  2. Keaslian Penelitian……………………………………………………….. 3

  3. Manfaat Penelitian……………………………………………………….. 4

  B. Tujuan Penelitian…………………………………………………………… 4

  BAB II PENELAAHAN PUSTAKA………………………………………….. 5

  B. Tembakau……………………………………………………………….…… 6

  C. Ekstrak Tembakau………………………………………………………......... 7

  D. Kromatografi Lapis Tipis…………………………………………………….. 8

  1. Tinjauan Umum…………………………………………………………… 8

  2. Sistem KLT………………………………………………………………. 10

  3. Aplikasi (penotolan) sampel……………………………………………… 12

  4. Pengembangan…………………………………………………………… 14

  E. Densitometri…………………………………………………………………. 15

  F. Optimasi…………………………………………………………………….. 17

  G. Landasan Teori……………………………………………………………… 21

  H. Hipotesis…………………………………………………………………….. 22

  BAB III METODOLOGI PENELITIAN…………………………………….. 23 A. Jenis dan Rancangan Penelitian…………………………………………….. 23 B. Variabel Penelitian………………………………………………………….. 23 C. Definisi Operasional………………………………………………………… 24 D. Bahan Penelitian…………………………………………………………….. 25 E. Alat Penelitian……………………………………………………………….. 25 F. Tata Cara Penelitian…………………………………………………………. 25

  1. Pembuatan larutan stok………………………………………………….. 25

  2. Pembuatan seri larutan baku…………………………………………….. 25

  3. Preparasi larutan sampel (L s )…………………………………………….. 25 G. Analisis Hasil……………………………………………………………….... 28

  BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………….. 30 A. Jenis dan Komposisi Fase Gerak…………………………………………… 30 B. Pembuatan Larutan Stok dan Seri Larutan Baku………………………........ 30 C. Penetapan Panjang Gelombang Pengamatan Nikotin………………………. 32 D. Preparasi Sampel……………………………………………………………. 34 E. Optimasi Fase Gerak pada Pemisahan Nikotin dalam Fraksi Kloroform Ekstrak Etanolik Daun Tembakau secara KLT Densitometri…………………………………………………………… 37

  1. Pemisahan Nikotin pada Fase Gerak Metanol:Amonia (20:5)………….. 40

  2. Pemisahan Nikotin pada Fase Gerak Kloroform:Metanol (22,5:2,5)…… 42

  3. Pemisahan Nikotin pada Fase Gerak n-heksan: Toluen: Dietilamin (15,25:5,75:4)……………………………………………….. 44

  4. Reprodusibilitas Baku Nikotin dan Sampel pada Fase Gerak n-heksan:Toluen:Dietilamin (15,25:5,75:4)…………………………..... 47

  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………….. 51 A. Kesimpulan…………………………………………………………………. 51 B. Saran………………………………………………………………………. 51 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 52 LAMPIRAN……………………………………………………………………. 55 BIOGRAFI PENULIS…………………………………………………………. 73

  

DAFTAR TABEL

  Tabel I. Indeks Polaritas Larutan Kimia………………………………… 11 Tabel II. Jenis dan Komposisi Fase Gerak……………………………….. 27 Tabel III. Indeks Polaritas Jenis dan Komposisi Fase Gerak………………30 Tabel IV. Tabel Nilai R f , , R Baku Nikotin dan Sampel Fraksi

  Kloroform Ekstrak Etanolik Daun Tembakau pada Jenis dan Komposisi Fase Gerak yang Berbeda………………………….. 39

  Tabel V. Data Reprodusibilitas Baku Nikotin Konsentrasi Rendah, Sedang dan Tinggi dengan Tiga Kali Replikasi……………………….. 48 Tabel VI. Data Reprodusibilitas Sampel………………………………… 50

  

DAFTAR GAMBAR

  Gambar 1. Struktur Kimia Nikotin………………………………………… 5 Gambar 2. Tanaman Tembakau…………………………………………….. 6 Gambar 3. Struktur Kimia Nornikotin, Anabasin, Anatabin…………………7 Gambar 4. Struktur Silika Gel……………………………………………… 10 Gambar 5. Penotolan Sampel dalam Bentuk Bercak, Pita, dan …… 13 Gambar 6. Linomat V (CAMAG)………………………………………….. 14 Gambar 7. Proses Pengembangan dan Penjenuhan………………………… 14 Gambar 8. Ilustrasi Model ……………………………………… 17 Gambar 9. Pemisahan Dua Senyawa……………………………………… 19 Gambar 10. Ilustrasi Pengaruh Difusi Eddy pada Pelebaran Puncak……….. 19 Gambar 11. Ilustrasi Pengaruh Difusi Longitudinal pada Pelebaran Puncak…20 Gambar 12. Ilustrasi Transfer Massa pada Pelebaran Puncak………………. 20 Gambar 13. Penentuan …………………………………….. 21 Gambar 14. Penentuan ………………………………………28 Gambar 15. Kromatogram Panjang Gelombang Maksimum Baku Nikotin1,3, dan 5 ppm………………………………………………………. 33 Gambar 16. Gugus Kromofor dan Auksokrom Nikotin………………………34 Gambar 17. Reaksi Penggaraman Nikotin dalam Larutan HCl……………… 36 Gambar 18. Reaksi Penggaraman Nikotin dalam Larutan Basa………………36

  Gambar 20. Kromatogram Fase Gerak Metanol:Amonia…………………… 42 Gambar 21. Kromatogram Baku Nikotin dan Sampel pada Fase Gerak

  Kloroform:Metanol…………………………………………… 42 Gambar 22. Kromatogram Baku Nikotin dan Sampel pada Fase Gerak n- heksan:Toluen:Dietilamin……………………………………… 44 Gambar 23. Gugus Polar dan Non Polar pada Nikotin……………………… 46 Gambar 24. Interaksi Nikotin dengan Fase Diam Silika Gel 60 F

  46

  254……………

  Gambar 25. Interaksi Nikotin dengan Fase Gerak n-heksan: Toluen: Dietilamin (15,25:5,75:4)……………………………………… 47

  Gambar 26. Kromatogram Pemisahan Sampel pada Fase Gerak n- heksan:Toluen:Dietilamin (15,25:5,75:4)………………………48

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1. Surat Keterangan Keaslian Baku Nikotin ( )……………56

  5Lampiran 2. Surat Determinasi Tembakau jenis ! " # dan

  $ ……………………………………………………………. 57

  Lampiran 3. Data Penimbangan Bahan……………………………………… 58 Lampiran 4. Perhitungan Kepolaran Fase Gerak……………………………. 59 Lampiran 5. Sistem KLT-Densitometri yang Digunakan………………….... 60 Lampiran 6. Kromatogram Panjang Gelombang Maksimum

  Nikotin……………………………………………………….... 61 Lampiran 7. Tabel Data Spektra Panjang Gelombang Maksimum…61 Lampiran 8. Kromatogram pada Fase Gerak Metanol:Amonia (20:5)……… 62 Lampiran 9. Kromatogram pada Fase Gerak Kloroform:Metanol (22,5:2,5)…63 Lampiran 10. Kromatogram dengan Fase Gerak n-heksan:toluen:dietilamin

  (15,25:5,75:4)…………………………………………………… 65 Lampiran 11. Kromatogram Pemisahan Nikotin dengan Fase Gerak Optimum n-heksan:toluen:dietilamin (15,25:5,75:4) replikasi I……………66 Lampiran 12. Kromatogram Pemisahan Nikotin dengan Fase Gerak Optimum n-heksan:toluen:dietilamin (15,25:5,75:4) replikasi II………… 67 Lampiran 13. Kromatogram Pemisahan Nikotin dengan Fase Gerak Optimum n-heksan:toluen:dietilamin (15,25:5,75:4) replikasi III………… 68

  Daun Tembakau pada Fase Gerak n-heksan:toluen:dietilamin (15,25:5,75:4)……………………………………………………69

  Lampiran 15. Contoh % & ' ( ) dan Resolusi ( ) Pemisahan Sampel Nikotin dengan Fase Gerak n-heksan:toluen:dietilamin (15,25:5,75:4) dan perhitungan CV……………………………………………………………… 71

  

INTISARI

  Nikotin adalah senyawa alkaloid yang banyak terdapat pada daun tanaman tembakau ( L.). Nikotin dapat meningkatkan jumlah reseptor nikotinat dalam otak yang berpengaruh pada peningkatan asetilkolin yang sangat penting untuk fungsi otak dan memori. Oleh karena itu, nikotin berpotensi untuk dijadikan sebagai sediaan farmasi. Sebelum dibuat sediaan farmasi maka perlu dilakukan analisis kuantitatif melalui penetapan kadar nikotin dalam ekstrak etanolik daun tembakau dengan metode KLT-Densitometri.

  Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental deskriptif karena subjek uji diberikan dua perlakuan berupa perbedaan jenis dan komposisi fase gerak. Sistem KLT yang digunakan adalah sistem normal dengan fase diam berupa lempeng silika gel 60 F dan fase gerak berupa metanol:amonia,

  254

  kloroform:metanol dan n-heksan:toluen:dietilamin dengan berbagai komposisi dan nilai indeks polaritas yang berbeda-beda.

  Parameter yang dioptimasi dalam penelitian ini adalah jenis dan komposisi fase gerak. Fase gerak optimum yang diperoleh dari penelitian ini adalah n-heksan:toluen:dietilamin (15,25:5,75:4). Bentuk kromatogram dari sampel nikotin yang diperoleh dari hasil penelitian pada tiga kali replikasi adalah runcing dan simetris yang dilihat dari nilai ( ( ) adalah 1, nilai retardasi faktor (R ( ) berturut-turut adalah 0,55;0,56;0,57 dengan nilai resolusi ( ) ≥1,5 dan nilai KV ≤ 2%.

  Kata kunci : nikotin, ektrak tembakau, optimasi metode, KLT-Densitometri

  

ABSTRACT

  Nicotine is one of the alkaloid compounds which contained much in tobacco’s leaves ( L.). Nicotine could increase nicotinic receptor in the brain which affects the increasing of acethylcholine which is important for the brain’s function and memory. Therefore, nicotine has potential to be made into pharmaceutical dosage forms. Before made into pharmaceutical dosage forms, it has to be analyzed with TLC-Densitometry method for determinating the nicotine concentration in the chloroform fraction etanolic extract tobacco’s leaves.

  This research is descriptive experimental because the test subject was given two treatment consist of different types and comparison of mobile phase composition. TLC system used was normal phase using the TLC plate silica gel

  60 F and mobile phase methanol: ammonia; chloroform:methanol; and n-

  254 hexan:toluene:diethylamine.

  The optimized parameters in this research are types and composition of mobile phase. The optimum mobile phase obtained from the research results is the mobile phase of n-hexan:toluene:diethylamine (15,25:5,75:4), indicated by the shape of the peak chromatogram in the value of peak asymmetry factor ( ) was 1; retardation factor (R ( ) consecutively were 0,55;0,56;0,57, resolution ( ) ≥ 1,5 and CV ≤ 2%.

  Keyword: nicotine, tobacco extract, optimization method, TLC-Densitometry

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati

  terutama spesies tanaman tingkat tinggi. Dalam perkembangannya, tanaman menjadi pilihan masyarakat sebagai alternatif untuk pengobatan tradisional.

  Sekitar 7000 spesies tanaman telah diketahui khasiatnya namun kurang dari 300 tanaman yang digunakan sebagai bahan baku industri farmasi secara regular (Saifudin, 2011).

  Salah satu tanaman spesies tingkat tinggi yang ada di Indonesia adalah tanaman tembakau ( L.). Tembakau merupakan produk pertanian yang diproses dari daun tanaman genus . Dalam pemanfaatannya, daun tembakau banyak digunakan untuk pestisida. Tembakau menjadi salah satu komoditi yang strategis dari jenis tanaman semusim perkebunan yang mengalami peningkatan sebesar 79%. Kandungan kimia yang paling banyak terkandung dalam daun tembakau adalah nikotin.

  Nikotin tidak hanya memberikan dampak negatif karena keberadaannya dalam rokok. Beberapa ilmuwan menemukan bahwa nikotin dapat memberikan efek farmakologis sehingga dapat dijadikan sebagai agen terapi penyakit seperti keamanan nikotin yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi menjadi hal yang penting sehingga perlu dilakukan analisis kuantitatif. Pada penelitian ini akan dilakukan penentuan kadar nikotin yang terkandung dalam fraksi kloroform ekstrak etanolik daun tembakau melalui serangkaian proses penelitian.

  Penelitian ini merupakan serangkaian proses yang meliputi optimasi, validasi dan penetapan kadar nikotin dalam sampel ekstrak daun tembakau.

  Sebelum kadar nikotin yang terkandung dalam fraksi kloroform ekstrak etanolik daun tembakau ditetapkan, maka perlu dilakukan proses optimasi metode penetapan kadar yang akan digunakan. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk penetapan kadar nikotin dalam sampel tembakau adalah KLT-Densitometri.

  Metode KLT-Densitometri dipilih dikarenakan memiliki kelebihan yaitu dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif dalam jangka waktu yang relatif cepat. Selain itu, metode KLT-Densitometri dapat digunakan untuk menganalisis senyawa tunggal berupa nikotin yang terdapat dalam fraksi kloroform ekstrak etanolik daun tembakau. KLT cocok untuk analisis obat di laboratorium farmasi karena metodenya sederhana, cepat dalam pemisahan, sensitif serta kecepatan pemisahan tinggi (Khopkar, 1990).

  Sistem KLT yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem normal yaitu fase diam silika gel 60 F dan fase gerak hasil optimasi. Optimasi metode

  254

  perlu dilakukan untuk mendapatkan kondisi yang optimum sehingga diperoleh mengoptimasi jenis dan perbandingan komposisi fase gerak yang sesuai untuk mengelusi nikotin.

  Parameter dari kondisi optimum sistem KLT-Densitometri yang diteliti adalah diperoleh hasil kromatogram runcing dilihat dari harga

  ( ( = b/a) antara 0,9-1,2 (Snyder, Kirkland dan Glajh, 1997),

  nilai R ( antara 0,2-0,8 dan resolusi sampel ≥ 1,5 (Sherma dan Fried, 1996) serta nilai KV ≤ 2 (Harmita, 2004).

  1. Permasalahan

  Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka diperoleh permasalahan sebagai berikut: bagaimana jenis dan perbandingan komposisi fase gerak yang sesuai supaya diperoleh parameter optimum dengan harga

  ( ( = b/a) antara 0,9-1,2; Rf antara 0,2-0,8; Rs ≥1,5 serta KV≤ 2

  untuk penetapan kadar nikotin dalam fraksi kloroform ekstrak etanolik daun tembakau secara KLT-Densitometri ?

  2. Keaslian penelitian

  Sejauh sepengetahuan penulis, penelitian optimasi metode penetapan kadar nikotin dalam fraksi kloroform ekstrak etanolik daun tembakau dengan metode KLT densitometri belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian mengenai penetapan kadar nikotin dengan metode KLT densitometri yang pernah dilakukan yaitu penentuan kadar nikotin dalam asap rokok (Susanna, Hartono dan Fauzan, 2003), analisis nikotin dalam asap dan filter rokok (Fidrianny, Supradja WielkoszyƄski dan Janoszka, 2003), Penetapan kadar nikotin dalam rokok putih dengan metode KLT-Densitometri (Widiretnani, 2009), Penetapan kadar nikotin dalam rokok kretek berfilter dan tidak berfilter dengan metode KLT-Densitometri (Oktiva, 2009).

3. Manfaat penelitian

  a. Manfaat metodologis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih ilmiah tentang penggunaan metode KLT-Densitometri pada penetapan kadar nikotin dalam fraksi kloroform ekstrak etanolik daun tembakau.

  b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait dengan pemilihan dan perbandingan komposisi fase gerak yang paling baik untuk penetapan kadar nikotin dalam fraksi kloroform ekstrak etanolik daun tembakau secara KLT-Densitometri.

B. Tujuan Penelitian

  1. Melakukan analisis kuantitatif nikotin yang terkandung dalam fraksi kloroform ekstrak etanolik daun tembakau dengan metode KLT-Densitometri.

  2. Menentukan kondisi yang optimal pada penetapan kadar nikotin dalam fraksi kloroform ekstrak etanolik daun tembakau secara KLT-Densitometri supaya diperoleh parameter optimum dengan harga ( ( = b/a) antara 0,9-1,2; R = 0,2-0,8; Rs ≥ 1,5 serta KV ≤ 2.

  (

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Nikotin Nikotin merupakan golongan alkaloid yang diperoleh dari daun tanaman

  tembakau ( L.). Senyawa ini tidak berwarna, mudah menguap, sangat higroskopis, jika teroksidasi oleh udara atau cahaya akan berubah menjadi warna coklat. Senyawa ini larut dalam air, etanol, eter dan kloroform. Senyawa ini

  o

  tergolong ke dalam famili " Nikotin memiliki titik didih sekitar 247

  C, dengan indeks refraktif sebesar 1,5280. Nikotin dapat diekstraksi dengan pelarut organik dari larutan yang bersifat alkalis (Clarke, 1969).

  Nikotin mengandung dua jenis gugus amin tersier yang bersifat basa dengan pKa cincin piridin adalah 3,04 sedangkan pKa pada cincin pirolidin adalah 7,84. Nilai pKa pada cincin aromatik piridin lebih rendah dikarenakan efek

  2

  hibridisasi sp yang menyebabkan orbital s bertambah sehingga elektron-elektron dalam orbital lebih terikat kuat pada nukleus (Gorrod dan Jacob, 1993).

  

Gambar 1. Struktur kimia nikotin (Clarke, 1969)

  Nikotin adalah bahan alkaloid toksik yang merupakan senyawa amin tersier, bersifat basa lemah dengan pH 8,0. Pada pH tersebut, sebanyak 31% sehingga di mukosa pipi hanya terjadi sedikit absorpsi nikotin dari asap rokok (Susilowati, 2006).

  Penelitian menunjukkan bahwa kandungan nikotin dalam tembakau dapat digunakan untuk sebagai agen terapi untuk penyakit Parkinson dan Azheimer karena nikotin dapat meningkatkan reseptor nikotinat yang berpengaruh pada peningkatan asetilkolin dalam otak. Asetilkolin berperan penting untuk fungsi otak dan memori (Hamilton, 2011).

B. Tembakau

  Tembakau adalah produk pertanian yang diproses dari daun tanaman dari genus . Ciri-ciri tanaman tembakau jika dilihat dari pohonnya adalah berbentuk semak dengan tinggi ± 2 m. Bagian batang dari tanaman ini berkayu, bulat, berbulu dan diameter ± 2 cm, dan berwarna hijau. Daun tanaman tembakau berbentuk bulat telur, tepi rata, ujung runcing, pangkal tumpul, panjang 20-50 cm, lebar 5-30 cm, tangkai daun panjang 1-2 cm, hijau keputih-putihan (Tjitrosoepomo, 1994).

  

Gambar 2. Tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L.) (Anonim, 2011)

  Tembakau dapat dikonsumsi, banyak digunakan sebagai pestisida, dan Tanaman tembakau ad kau adalah tanaman produk pertanian yang dipro diproses dari daun tanaman genus (Anonim, 2011).

C. Ekstrak Tembakau

  Ekstrak temb tembakau merupakan sediaan pekat yang dipe g diperoleh dengan mengekstraksi daun ke aun kering yang diperoleh dari tanaman L.

  Proses ekstraksi zat a zat aktif dari tanaman tembakau menggunakan nakan pelarut yang sesuai, kemudian sem n semua atau hampir semua pelarut diuapkan da an dan massa yang tersisa diperlakukan se kan sedemikian sehingga memenuhi baku yang tel ang telah ditetapkan. Ekstrak pekat tembakau bakau umumnya memiliki kadar air 5-30% (Anon (Anonim, 1995).

  Kandungan s an senyawa alkaloid yang terdapat dalam alam ekstrak daun tembakau adalah norn h nornikotin, nikotin, anabasin, anatabin (Gorro Gorrod dan Jacob, 1999). Senyawa alkalo alkaloid pada tembakau tergolong dalam basa lema a lemah. Kandungan senyawa alkaloid yang yang terbesar pada ekstrak daun tembakau adalah dalah nikotin.

  a b c

Gambar 3. St r 3. Struktur kimia nornikotin (a), anabasin (b), anatabi atabin (c)

(Gorrod dan Jacob, 1999)

D. Kromatografi Lapis Tipis

1. Tinjauan Umum

  Kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umum dan paling sering digunakan dalam bidang kimia analisis dan dapat dimanfaatkan untuk melakukan analisis, baik analisis kualitatif maupun analisis kuantitatif atau preparatif dalam bidang farmasi, lingkungan, industri dan sebagainya.

  Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam ( & ) dan fase gerak ( " & ) (Gandjar dan Rohman, 2007).

  Teknik kromatografi umum membutuhkan zat terlarut terdistribusi di antara dua fase, satu diantaranya diam (fase diam), yang lainnya bergerak (fase gerak). Fase gerak membawa zat terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat terlarut lainnya,yang terelusi lebih awal atau lebih akhir (Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan, 1995b).

  Adsorpsi merupakan penyerapan pada permukaan yang melibatkan interaksi-interaksi elektrostatik seperti ikatan hidrogen, penarikan dipol-dipol dan penarikan yang diinduksi oleh dipol. Pada adsorben polar, pelarut yang polar diadsorbsi lebih kuat dibanding yang kurang polar. Hal ini berlaku sebaliknya pada adsorben non polar. Kompetisi antara substansi yang dikromatografi dan pelarut pada permukaan adsorben. Semakin polar substansi yang dikromatografi dibanding pelarut, semakin kuat substansi diadsorbsi dibandingkan fase gerak. Hal sebaliknya jika fase gerak lebih kuat diadsorbsi maka fase gerak akan

  Kecepatan migrasi solut melalui fase diam ditentukan oleh perbandingan distribusinya (D), dan besarnya D ditentukan oleh afinitas relatif solut pada kedua fase (fase diam dan fase gerak). Dalam konteks kromatografi, nilai D didefinisikan sebagai perbandingan konsentrasi solut dalam fase diam (Cs) dan dalam fase gerak (Cm).

  D = (1)

  Apabila semakin besar nilai D maka migrasi solut semakin lambat dan semakin kecil nilai D maka migrasi solut semakin cepat. Solut aka terelusi menurut perbandingan distribusinya. Jika perbedaan perbandingan distribusi solut cukup besar maka campuran solut akan mudah dan cepat dipisahkan (Gandjar dan Rohman, 2007).

  KLT merupakan metode pemisahan komponen-komponen berdasarkan perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan pelarut pengembang atau pelarut pengembang campur (Mulja dan Suharman, 1995). Metode ini paling sederhana dan paling banyak digunakan dibandingkan metode lain. Pemisahan dengan metode kromatografi planar terjadi secara paralel, berbeda dengan pemisahan pada kromatografi kolom yang terjadi secara berurutan ( . " . Pada metode KLT terdiri dari dua sistem yaitu fase diam dan fase gerak yang akan bermigrasi di sepanjang fase diam. Selama proses pengembangan, campuran akan terpisah dan terdistribusi antara fase diam dan fase gerak (Spangenberg, Poole, dan Weins, 2011). peralatan yang diguna igunakan lebih sederhana dan dapat dikatakan akan bahwa hampir semua laboratorium da ium dapat melaksanakan setiap saat secara cepat cepat (Gandjar dan Rohman, 2007).

2. Sistem KLT

  a. Fase diam diam. Fase diam yang sering digunakan dalam dalam KLT adalah bahan penjerap (adsor (adsorben). Tingkat kemurnian dari adsorben men n menjadi hal yang penting untuk menentu enentukan sifat adsorpsi, terkadang ketidakmurnia murnian ( ) anorganik atau organi organik muncul pada proses manufaktur. Sifat d Sifat dari silika gel sangat amorf dan berpo berporus (Stahl,1969).

  Silika gel me el merupakan bahan penjerap yang paling baik dig aik digunakan dalam KLT (Rohman, 2007). 007). Silika gel merupakan fase diam untuk KLT KLT seringkali juga mengandung substans bstansi yang mana dapat berpendar dalam sin m sinar ultraviolet.

  Permukaan silika gel a gel sangat polar oleh karenanya gugus h gus hidroksi dapat membentuk ikatan hid an hidrogen dengan senyawa-senyawa yang sesua sesuai disekitarnya, sebagaimana halnya ga nya gaya ! # / " dan atraksi dipol-dipol (Cl ol (Clark, 2007).

  

Gambar 4. Struktur silika gel (Stahl, 1969)

  b. Fase gerak gerak. Fase gerak adalah medium angkut yang te ang terdiri atas satu atau beberapa pelarut. elarut. Fase gerak bergerak di dalam fase diam diam yaitu lapisan berpori karena ada ga da gaya kapiler (Stahl, 1985). Sistem yang pal ng paling sederhana adalah dengan menggunakan campuran dua pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut dapat mudah diatur (Gandjar dan Rohman, 2007).

  Komposisi dari fase gerak tergantung dari komposisi pelarut masing- masing yang dimodifikasi dengan interaksinya pada fase diam dan fase uap yang akan berubah selama proses pengembangan. Dalam kromatografi, pelarut mempunyai dua fungsi ganda yaitu bertanggungjawab untuk membawa sampel dan membentuk suatu sistem pemisahan. Kekuatan pelarut menentukan kemampuannya dalam membawa sampel melalui sistem dan selektivitas akan menentukan proses pemisahan (Spangenberg, Poole, dan Weins, 2011).

  

Tabel I. Indeks polaritas larutan kimia (Snyder, 1978)

  Berikut adalah beberapa hal terkait dengan memilih dan mengoptimasi fase gerak:

  2) Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga R ( terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.

  3) Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga menentukan nilai R

  (

  . Penambahan pelarut yang sedikit polar seperti dietileter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzen akan meningkatkan harga R ( secara signifikan. 4) Solut-solut ionik dan solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan metanol dengan perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau amonia masing-masing akan meningkatkan solut-solut yang bersifat asam atau basa (Gandjar dan Rohman, 2007).

3. Aplikasi (penotolan) sampel

  Pemisahan pada kromatografi lapis tipis akan optimal jika penotolan sampel dengan ukuran bercak sekecil mungkin dan sesempit mungkin. Penotolan sampel dapat dilakukan sebagai suatu bercak, pita atau dalam bentuk . (Gandjar dan Rohman, 2007).

  Separasi dimulai dengan aplikasi totolan dengan diameter yang sempit, sehingga dapat memberikan pemisahan yang tinggi dan resolusi yang bagus.

  Aplikasi sampel dengan bentuk totolan bulat besar memberikan kerugian karena aplikasi sampel dengan zona bercak akan mengarah pada distribusi massa yang

  (Spangenberg, Poole, dan Weins, 2011). Berikut ini adalah contoh gambar penotolan sampel dengan berbagai bentuk:

  a b

Gambar 5. Penotolan sampel dalam bentuk bercak, pita dan zig zag

(Spangenberg, Poole, dan Weins, 2011)

  Keterangan: a. sesudah penotolan; b. sesudah pengembangan

  Aplikasi sampel sangat berpengaruh pada kualitas pemisahan dan hasil secara kuantitatif. Aplikasi sampel yang buruk akan berpengaruh pada hasil selektivitas dari sistem pemisahan. Aplikasi sampel sedapat mungkin dilakukan secara otomatis jika untuk kepentingan kuantitatif. Hal ini dikarenakan variasi yang timbul dari aplikasi volume menjadi faktor utama dalam pengujian. Bercak totolan juga menjadi hal yang harus diperhatikan. Bercak yang besar mengandung sampel seharusnya diaplikasikan untuk mendapat sensitivitas yang terbaik, tetapi totolan dengan diameter sekecil diperlukan untuk meningkatkan resolusi (Spangenberg, Poole dan Weins, 2011).

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa penotolan sampel secara otomatis lebih dipilih daripada penotolan secara manual terutama jika sampel yang akan ditotolkan lebih dari 15 µl. Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yang menyebar dan puncak ganda. Untuk memperoleh reprodusibilitas, akan ditotolkan lebih besar dari 2-10 µl maka penotolan harus dilakukan secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antara totolan (Gandjar dan Rohman, 2007). Berikut ini adalah gambar alat otomatis yang digunakan untuk aplikasi penotolan dalam KLT-Densitometri:

  

Gambar 6. Linomat V (CAMAG) (Spangenberg, Poole, dan Weins, 2011)

4. Pengembangan

  Apabila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah mengembangkan sampel tersebut dalam suatu bejana kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhi dengan uap fase gerak. Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin volume fase gerak sedikit mungkin.

  Penjenuhan fase gerak dilakukan menggunakan bejana yang dilapisi dengan kertas saring. Jika fase gerak telah mencapai ujung atas kertas saring, maka dapat dikatakan bahwa fase gerak telah jenuh (Gandjar dan Rohman, 2007).

  Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin volume fase gerak sedikit mungkin. Tinggi fase gerak dalam bejana harus di bawah lempeng yang telah berisi totolan sampel. Selama proses elusi, bejana kromatografi harus ditutup rapat. Penjenuhan bejana adalah suatu keadaan dimana fase uap masih dalam keadaan belum jenuh hingga penjenuhan dalam bejana diperoleh. Apabila lempeng KLT diletakkan di dalam bejana, maka molekul solven dari fase evaporasi akan menguap ke atas lempeng, dan proses saturasi sorpsi akan terjadi di permukaan lempeng. Saturasi sorpsi didefinisikan sebagai pemisahan lapisan pada keadaan equilibrium dengan fase uap yang jenuh. Apabila volume pori dari lapisan lempeng dipenuhi dengan fase uap maka keadaan ini disebut penjenuhan kapilaritas ( "" ) (Spangenberg, Poole, dan Weins, 2011).

E. Densitometri

  Densitometri adalah metode analisis instrumental berdasarkan interaksi radiasi elektromagnetik dengan analit berupa bercak hasil pemisahan KLT.

  Densitometri mengevaluasi bercak analit hasil KLT dalam kadar kecil secara kuantitatif. Bercak di dengan sumber sinar dalam celah ( " ) yang dapat diatur panjang dan lebarnya. Sinar yang dipantulkan atau ditransmisikan diukur dengan fotosensor. Banyaknya analit yang terbaca adalah berdasarkan perbedaan antara sinyal optik daerah yang tidak mengandung bercak dengan daerah yang panjang gelombang maksimum, karena perubahan konsentrasi pada bercak sedikit saja sudah terdeteksi (Mintarsih, 1990). Bercak yang kecil dan intensif akan menghasilkan suatu puncak kurva absorbsi yang sempit dan tajam, sebaliknya bercak yang lebar akan menghasilkan puncak kurva absorbsi yang melebar dan tumpul (Sudjadi, 1988).

  Teknik pengukuran dapat didasarkan atas pengukuran intensitas sinar yang diserap (absorbansi), intensitas sinar yang dipantulkan (reflaktansi) atau intensitas sinar yang difluoresensikan (fluoresensi). Teknik pengukuran berdasarkan refleksi di mana sinar datang sebagian diserap dan sebagian lagi dipantulkan (Mintarsih, 1990).

Dokumen yang terkait

Optimasi metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)-densitometri pada penetapan kadar asam ursolat dalam ekstrak etanol daun binahong.

0 1 1

Uji aktivitas antioksidan ekstrak etanolik buah cabai rawit merah (Capsicum frutescens L.) dengan metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) dan penetapan kadar kapsaisin secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT) - densitometri.

4 17 105

Uji aktivitas antioksidan ekstrak etanolik buah cabai rawit putih (Capsicum frutescens L.) dengan metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) dan penetapan kadar kapsaisin secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT) - densitometri.

1 5 119

Uji aktivitas antioksidan ekstrak etanol buah cabai rawit hijau dengan metode DPPH (1,1 difenil 2 pikrilhidrazil) dan penetapan kadar kapsaisin secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT) densitometri

3 9 85

Uji aktivitas antioksidan ekstrak etanolik buah cabai rawit merah dengan metode DPPH dan penetapan kadar kapsaisin secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT) densitometri

0 2 103

Optimasi metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada penetapan kadar nikotin dalam ekstrak etanolik daun tembakau - USD Repository

0 2 116

Penetapan kadar nikotin dalam ekstrak etanolik daun tembakau Vorstenlanden Bawah Naungan (VBN) dan Na Oogst (NO) dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)-Densitometri - USD Repository

0 0 104

Optimasi metode penetapan kadar kurkumin dalam sediaan cair Obat Herbal Terstandar (OHT) merk `Kiranti` dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)- densitometri - USD Repository

0 1 98

Penetapan kadar nikotin dalam ekstrak etanolik daun tembakau Vorstenlanden Bawah Naungan dan Na Oogst secara kromatografi cair kinerja tinggi - USD Repository

0 0 106

Validasi metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) densitometri pada penetapan kadar kloramfenikol dan lidokain HCL sebagai zat aktif di dalam obat tetes telinga Colme - USD Repository

0 0 123