BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penggunaan Lahan - DESI WULANDARI BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penggunaan Lahan Penggunan lahan (landuse) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur

  tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, baik materil ataupun spiritual. Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu penggunaan lahan untuk pertanian dan penggunaan lahan untuk non pertanian (Sartohadi, Junun, dkk., 2012).

  Karnawati (2003 dalam Surtanto 2008) menyatakan bahwa pemanfaatan lahan dapat menjadi faktor pengontrol gerakan tanah dan meningkatkan risiko gerakan tanah karena pemanfaatan lahan akan berpengaruh pada tutupan lahan (land cover) yang ada. Tutupan lahan dalam bentuk tanaman-tanaman hutan akan mengurangi erosi. Tutupan lahan dalam bentuk permukiman, sawah dan kolam akan rawan terhadap erosi, lebih-lebih lahan tanpa penutup akan sangat rawan terhadap erosi yang akan mengakibatkan gerakan tanah.

  Pemanfaatan lahan atau tata guna lahan (landuse) adalah pengaturan penggunaan lahan. Tata guna lahan terdiri dari 2 (dua) unsur, yaitu: tata guna yang berarti penataan atau pengaturan penggunaan, hal ini merupakan sumber daya manusia dan tanah yang berarti ruang, hal ini merupakan sumber daya alam serta memerlukan dukungan berbagai unsur lain seperti air, iklim, tubuh tanah, hewan, vegetasi, mineral, dan sebagainya. Secara prinsip dalam tata guna lahan diperhitungkan faktor geografi budaya atau faktor geografi sosial dan faktor geografi alam serta relasi antara manusia dengan alam (Jayadinata, 1999 dalam Surtanto 2008).

B. Penyusunan Lahan Non Pertanian 1. Permukiman

  Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, fasilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. (UU RI Nomor 1 Tahun 2011 Bab 1 Pasal 1 No.5 tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman).

  Menurut Dwi Ari & Antariksa (2005:78) Permukimaan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia karena menjalankan aktifitas manusia hidup membutuhkan tempat bernaung, segala sarana dan prasarana dan masyarkata tidak selalu terpaku pada kondisi rumah itu sendiri. Lebih memperhatikan kelengkapan dari fasilitas kegiatan dan sosial di lingkungan tempat tinggal serta kemudahan aksesibilitas.

  2. Bangunan

  Bangunan adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas atau di dalam tanah dan air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus (UU RI Nomor 28 Tahun 2002 Bab 1 Pasal 1 No. 1 tentang Bangunan Gedung).

  3. Lahan Kebun

  Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan Tahun 2004 Bab 1 Pasal 1 No.1 tentang Perkebunan).

  Kebun dalam pengertian di Indonesia adalah sebagian sebidang lahan biasanya di tempat terbuka, yang mendapat perlakukan tertentu oleh manusia khususnya sebagai tempat tumbuhan tanaman. Kebun merupakan salah satu bentuk penggunan lahan kering untuk non pertanian, di samping tegal, kebun campuran, ladang hutan, dan lahan tandus. Karena lahan yang ditumbuhi tumbuhan secara liar juga dapat disebut kebun, asalkan berada di wilayah permukiman (Su Ritohardoyo, 2013).

  Kebun adalah kebun campuran yang terdiri atas campuran yang tidak teratur antara tanaman tahunan yang menghasilkan buah-buhan dan sayuran serta tanaman semusiman yang terletak disekitar rumah seperti ubi jalar, ubi kayu, kacang tanah, paria, atau peria, talas atau keladi (Arsyad, 2010).

C. Longsorlahan

  Longsorlahan mengacu pada kejadian yang melibatkan pergerakan massa lereng cepat, seperti batuan beku dan aliran puing, yang merupakan ancaman bagi kehidupan manusia (Cepeda, dkk.,2010).

  Karnawati (2005) sebenarnya longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah ataupun batuan ataupun bahan rombakan yang menuruni lereng. Pada prinsipnya longsorlahan terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah, sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, beban serta jenis batuan.

  Pengertian longsorlahan adalah salah satu bentuk dari gerak masa tanah, batuan dan runtuhan batu atau tanah yang terjadi seketika bergerak menuju lereng kedap yang jenuh air (Paimin, dkk.,2009).

  Menurut definisi ini longsoran adalah bagian gerakan tanah (Purbohadiwidjojo dalam Pangular, 1985). Jika menurut definisi ini perpindahan massa tanah atau batu pada arah tegak adalah termasuk gerakan tanah, maka gerakan vertikal yang mengakibatkan bulging (lendutan) akibat keruntuhan fondasi dapat dimasukkan pula dalam jenis gerakan tanah.

  Menurut Peraturan Mentri Pekerja Umum No 22 Tahun 2007 Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor, longsorlahan merupakan gejala alami yakni suatu proses perpindahan masa tanah atau batuan pembentukan lereng dengan arah miring dari kedudukan semula, sehingga terpisah dari masa yang mantap karena pengaruh gravitasi dengan jenis gerakan berbentukan translasi dan rotasi.

D. Risiko Bencana Longsorlahan

  Becana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam atau mengganggu dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis (BNPB No 2 tahun 2012).

  Menurut UU RI No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Pasal 1 ayat 17 menjelaskan risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, menguasai kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.

  Risiko Longsorlahan Keylock (1997), menjelaskan bahwa risiko merupakan hasil dari 3 faktor yaitu : 1) probabilitas; merupakan kemungkinan waktu terjadi bangunan yang spesifik pada wilayah longsor dan 3) adalah kerentanan yang merupakan derajad kerugian (kehilangan jiwa dan bangunan).

  Risiko bencana adalah potensi kerugian yang diakibatkan oleh bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu. Risiko bencana dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan penggunan kegiatan masyarakat (BNPB No 1 tahun 2012).

  Pada penelitian ini kerusakan pada risiko bencana longsorlahan langsung ditekankan dari hasil perhitungan luas bagunan rumah, hasil panen kebun dan niliai lahan rusak akibat longsorlahan. Secara formalitas risiko longsorlahan pada penggunaan non pertanian dengan rumus sebagai berikut : R = H + D Keterangan : R = risiko; H = Kelas Kerawanan fisik ; D = faktor (Kerusakan langsung).

  (Surwano, dan Sutomo : 2015).

E. Penelitian Terdahulu

  Penelitian oleh Anggit Purwoto (2016) melakukan Risiko Longsorlahan pada Penggunaan Lahan Kebun di Sub DAS Logawa Kabupaten Banyumas. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode survey deskriptif, hasil dari penelitian yaitu Hipotesis dalam penelitian ini diterima karena <20% risiko longsorlahan pada penggunaan lahan kebun di Sub DAS Logawa Kabupaten Banyumas yaitu sebesar 18,52% terdapat pada kategori risiko tinggi.

  Penelitian oleh Aditya Heri Prasetyo (2015) melakukan penelitian Resiko Longsorlahan pada Penggunaan Lahan Permukimaan di Sub DAS Logawa Kabupaten Banyumas. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode survey deskriptif, hasil dari penelitian yaitu Hipotesis diterima karena kawasan pemukiman yang memiliki risiko longsorlahan tinggi <20 % yaitu sebesar 14,52 % terdapat pada kategori risiko sedang.

Tabel 2.1 Penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang

  Peneliti Judul Tujuan Metode Hasil Anggit Purwoto (2016) Risiko

  Longsorlahan pada Penggunaan Lahan Kebun di Sub DAS Logawa Kabupaten Banyumas

  

Mengetahui Resiko

Longsorlahan pada

Penggunaan Lahan

Kebun di Sub DAS

Logawa Kabupaten

Banyumas

  Metode survey deskriptif Kawasan Kebun yang memiliki <20% risiko longsorlahan tinggi di Sub DAS Logawa Kabupaten Banyumas yaitu sebesar 18,52% terdapat pada kategori risiko tinggi. Aditya Heri Prasetyo (2015) Risiko

  Longsorlahan pada Penggunaan Lahan Permukimaan di Sub DAS Logawa Kabupaten Banyumas

  

Mengetahui Risiko

Longsorlahan di

Permukimaan Sub

DAS Logawa

Kabupaten Banyumas Metode survey deskriptif

  Kawasan pemukiman yang memiliki risiko longsorlahan tinggi kurang dari 20 % yaitu sebesar 14.52 % terdapat pada kategori risiko sedang. Desi Wulandari (2018) Kajian Risiko

  Longsorlahan Pada Penggunaan Lahan non Pertanian di Sub DAS Kali Arus Kabupaten Banyumas

  

Mengetahui Kajian

Risiko Longsorlahan

Pada Penggunaan

Lahan non Pertanian

di Sub DAS Kali Arus

Kabupaten Banyumas

  Metode survey Kawasn Non Pertanaian >50 % risiko longsorlahan pada penggunaan lahan non pertanian di Sub-DAS Kali Arus Kabupaten Banyumas yaitu sebesar 51,161 % terdapat pada kategori risiko tinggi.

  Sumber : Anggit Purwoto (2016) dan Aditya Heri Prasetyo (2015).

F. Landasan Teori 1. Penggunaan Lahan

  Penggunan lahan (landuse) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.

  2. Pemukiman

  Permukiman adalah suatu wilayah, tempat bermukimnya seseorang atau kelompok pada tempat tertentu yang dilengkapi sarana dan prasarana.

  3. Bangunan

  Bangunan adalah barang yang merupakan bakal untuk membangun rumah atau gedung dan material yang di dirikan secara permanen maupun non permanen di suatu tempat.

  4. Lahan Kebun

  Kebun adalah lahan pertanian di sekitar pekarangan rumah. Kegiatan berkebun semata-mata hanya untuk memanfaatkan tanah sekitar rumah untuk ditanami beraneka ragam tanaman.

  5. Longsorlahan

  Longsorlahan merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah ataupun batuan ataupun bahan rombakan yang menuruni lereng. Pada arah tegak, mendatar atau miring dari kedudukan semula.

  6. Risiko Bencana Longsorlahan

  Risiko bencana longsorlahan adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, menguasai kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.

G. Kerangka Pikir

  • Hasil Panen dari Kebun - Jumlah dan Harga Bangunan - Lahan Permukiman dan Bangunan - Lahan Kebun Kerugian Kerawanan Longsorlahan - Kemiringan Lereng - Curah Hujan - Jenis tanah

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian G.

   Hipotesis

  Berdasarkan kerangka pikir di atas maka dapat di rumuskan hipotesis yang diajukan dalam penilitian ini adalah “Risiko longsorlahan pada penggunaan lahan nonpertanian di Sub DAS Kali Arus Kabupaten Banyumas > 50 % kategori tinggi.

  Lahan Pertanian Bencana Longsorlahan

  Penggunaan Non pertanian

  Risiko Becana Longsorlahan