BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan - PENGARUH PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN KOMPETENSI KEWARGANEGARAAN DALAM MENUMBUHKAN KESADARAN KONSTITUSI SISWA (Studi Deskriptif Analiti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan Kewarganegaraan merupakan sebuah disiplin ilmu

  yang terdiri dari tiga (3) buah rumpun besar yaitu politik, hukum, dan kewarganegaraan. Pasal 37 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara serta pendidikan bela negara agar dapat menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara. Sejalan dengan penjelasan tersebut (Winataputra dan Budimansyah, 2007:4) yang menyatakan bahwa :

  Citizenship or civics education is conctrued broodly to encompass the preparation of young people for their roles and responsibility as citizens and in particular, the role of education (through schooling, theacing, and learning) in that preparatory proces.

  atau, “citizenship or civics education” atau Pendidikan Kewarganegaraan dirumuskan secara luas untuk mencakup proses penyiapan generasi muda untuk mengambil peran dan tanggung jawabnya sebagai warga negara, dan secara khusus peran pendidikan termasuk di dalamnya persekolahan, pengajaran, dan belajar, dalam proses penyiapan warga negara tersebut.

  Istilah Civics dan Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia sudah dikenalkan dalam kurikulum sekolah sejak tahun 1968 sebagi upaya untuk menyiapkan warga negara yang baik, yaitu warga negara

  13 yang mengetahui hak-hak dan kewajiban-kewajibanya (Wahab dan Sapriya, 2011: 15). Sementara itu menurut Zamroni berpendapat bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk memepersiapkan warga masyarakat yang berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalu aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru kesadaran bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat (TIM ICCE UIN, Jakarta:7). Secara filosofis, pendidikan kewarganegaraan memegang misi sici (mission sacre) untuk pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan menjadikan manusia sebagai warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab (Winataputra dan Budimansyah, 2007:156).

  Berdasarkan pada beberapa pendapat diatas, Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang termasuk dalam ruang lingkup ilmu sosial, karena mata pelajaran ini mengajarkan dan mendidik siswa agar mereka sadar akan hak dan kewajibanya, membentuk watak siswa agar manjadi manusia yang berkarakter. Sehingga mereka mengerti dan memahami hak dan kewajibanya berdasarkan konstitusi, serta mampu berperan dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan negara, sehingga menjadi warga negara yang bertanggungjawab dan dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.

2. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

  Pada hakikatnya pendidikan kewarganegaraan bertujuan untuk menjadikan warga negara yang baik (tobegood citizenship), yaitu warga negara yang sadar akan hak dan kewajibanya sebagai warga negara, seperti memiliki kesadaran berkonstitusi dan kesadaran hukum. Pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang secara imperatif menggariskan bahwa :

  Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Ynag Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

  Sejalan dengan ketentuan tersebut, dalam penjelasan pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa penidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Ketentuan tersebut dipertegas dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah menyatakan bahwa :

  Pendidikan Kewarganegaraan dipandang sebagai mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibanya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD NRI 1945.

  Sedangkan tujuan pembelajaran PKn dalam Depdiknas (2006 : 49), adalah untuk memberikan kompetensi sebagai berikut: a.

  Berfikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu Kewarganegaraan.

  b.

  Berpartisipasi secara cerdas dan bertanggungjawab, serta bertindak secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

  c.

  Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.

  d.

  Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia sacara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

  Berkaitan dengan tujuan Pendidikan Kewarganegaraan Winataputra (2003) dalam Tukiran, dkk., (2009:23) juga menyatakan bahwa :

  Secara umum, PKn bertujuan untuk mengembangkan potensi individu warga negara Indonesia. Oleh karena itu diharapkan setiap individu memiliki wawasan, watak, serta keterampilan intelektual dan sosial yang memadai sebagai warga negara. Dengan demikian setiap warga negara dapat berpartisipasi secara cedas dan bertanggung jawab dalam berbagai dimensi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia sewrta dunia. Oleh karena itu bahwa setiap jenjang pendidikan diperlukan PKn yang akan mengembangkan kecerdasan peserta didik melalui pemahaman dan pelatihan keterampilan intelektual. Proses ini diharapkan akan bermanfaat sebagai bekal bagi peserta didik untuk berperan dalam pemecahan masalah yang ada dilingkunganya.

  Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan (Wahab dan Sapriya, 2011: 346) adalah pertisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik warga negara yang taat terhadap nilai-nilai dan prinsip- prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia. Partisipasi warga negara yang aktif dan penuh tanggung jawab memerlukan penguasaan seperangkat ilmu pengetahuan dan keterampilan intelektual serta keterampilan untuk berperan serta. Partisipasi yang efektif dan bertanggung jawab tersebut ditingkatkan lebih lanjut melalui perkembangan disposisi atau watak-watak tertentu yang meningkatkan kemampuan individu berperan serta dalam proses politik dan sistem politik yang sehat serta perbaikan masyarakat.

  Dari penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa melalui Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan peserta didik dapat menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara, serta memiliki kesadaran terhadap hak dan kewajibanya sebagai warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kesadaran warga negara tersebut seperti halnya kesadaran terhadap hukum dan kesadaran terhadap konstitusi sebagai mana tertuang dalam pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Dengan melalui Pendidikan Kewarganegaraan dapat menumbuhkan kepekaan peserta didik terhadap permasalahan sosial kemasyarakatan sehingga dapat terwujud peserta didik yang kritis, kreatif, dan berkarakter.

B. Hakekat Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

  Teori pembelajaran menurut Snelbecker (dalam Taniredja dan Mustafidah, 2011:191) sebagai seperangkat prinsip yang dapat dijadikan pedoman dalam mengatur kondisi untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam pembelajaran disekolah yang termasuk dalam pendidikan formal dipelajari berbagai mata pelajaran yang mencakup seluruh aspek kehidupan, dan salah satunya Pendidikan Kewarganegaraan.

  Pembelajaran PKn selayaknya dapat membekali siswa dengan pengetahuan dan keterampilan intelektual yang memadai serta pengalaman praktis agar memiliki kompetensi dan efektivitas dalam berpartisipasi. Oleh karena itu, perlu adanya perhatian dari guru maupun calon guru dalam mempersiapkan pembelajaran PKn, yaitu bekal materi pembelajaran dan metode atau pendekatan pembelajaran yang digunakan. Sehingga diharapkan dapat terwujudnya tujuan dari pembelajaran PKn tersebut.

1. Landasan Yuridis Formal

  Secara yuridis formal landasan Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia adalah Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) sebagai landasan konstitusional. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional merupakan landasan operasional. Sedangkan peraturan Menteri nomoe 22 tahun 2006 tentang standar isi dan nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) sebagai landasan kurikuler.

  Dengan landaskan konstitusi dan peraturan perundang-undangan tersebut diatas, melalui pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dapat menciptakan warga negara yang baik. Sehingga siswa mampu berpartisipasi dalam rangka memberikan check and balance terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang menyimpang dari UUD NRI 1945 atau konstitusi negara.

2. Komponen Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

  Dalam pembelajaran disekolah yang termasuk dalam pendidikan formal dipelajari berbagai mata pelajaran yang mencakup seluruh aspek kehidupan, dan salah satunya Pendidikan Kewarganegaraan. Pendidikan Kewaraganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara (PPBN) agar menjadi warga negara yang diandalkan oleh bangsa dan negara Indonesia (Tukiran, dkk,. 2009:15)

  Dari pendapat tersebut, pembelajaran PKn diposisikan sebagai wahana pokok untuk membekali peserta didik supaya menjadi warga negara yang baik dan cerdas sehingga dapat diandalkan oleh bangsa dan negara. Djahiri menyatakan bahwa proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan proses kegiatan belajar siswa yang direkayasa oleh seluruh komponen belajar yang meliputi guru, materi, metode, media, sumber dan evaluasi pembelajaran.

  Berkaitan dengan pemaparan diatas, penulis paparkan penjelasan dari setiap komponen dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaran.

a. Materi Pembelajaran

  Materi pembelajaran merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran yang memegang peran penting dalam membantu siswa mencapai kompetensi dasar dan standar kompetensi. Materi Pembelajaran (instructional materials) adalah bahan yang diperlukan untuk pembentukan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dikuasai siswa dalam rangka memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan (Komalasari, 2010:28). Materi pembelajaran yang dipilih untuk kegiatan pembelajaran hendaknya hendaknya materi yang benar-benar relevan dan menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar yang termuat dalam kurikulum.

  Materi pembelajaran yang termuat dalam kurikulum merupakan materi esensial dalam suatu ilmu yang harus dimiliki oleh siswa. Karhami (2000: 293) mengemukakan beberapa materi yang esensial dari suatu ilmu yang dimuat kedalam kurikulum sekolah, antara lain: 1.

  Materi yang mengungkapkan gagasan kunci dari ilmu, 2. Materi sebagai struktur pokok suatu mata pelajaran, 3. Materi menerapkan penggunaan metode inquiry secara tepat pada setiap mata pelajaran,

  4. Konsep dan prinsip memuat pandangan global secara luas dan lengkap terhadap dunia,

  5. Keseimbangan antara materi teoritis dan materi praktis, dan

6. Materi yang mendorong daya imajinasi peserta didik.

  (dalam Komalasari, 2011: 28) Materi pelajaran dalam kurikulum perlu dikembangkan dengan tepat agar seoptimal mungkin membantu siswa dalam mencapai standar kompetensi dan kompetems dasar. Maka materi pelajaran tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

  

Tabel 2.1Klasifikasi materi pembelajaran menjadi fakta, konsep,

prinsip, prosedur, dan sikap atau nilai.

  Jenis Materi Pelajaran Tuntutan Pembelajaran

  Fakta Menyebutkan nama, kapan, berapa, di mana Konsep Mendefinisi, mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan menyebutkan ciri-ciri Prinsip Pemahaman dan penerapan dalil, hukum atau rumus, hipotesis, hubungan antar variabel

  Prosedur Pembuatan bagan arus (flowchart), langkah- langkah mengerjakan secara urut Sikap atau nilai Bersikap dan berperilaku jujur, kasih sayang, tolong menolong, semangat belajar, kemandirian, dsb. (Komalasari, 2011: 34) b.

   Metode Pembelajaran

  Metode pembelajaran menurut Riyanto (Tukiran Taniredja, dkk. 2011 : 1) adalah “seperangkat komponen yang telah dikombinasikan secara optimal untuk kualitas pembelajaran”. Metode adalah rencana menyeluruh tentang penyajian materi ajar secara sistematis dan berdasarkan pendekatan yang ditentukan (Madjid, 2011;132). Dengan demikian metode pembelajaran merupakan salah satu komponen yang ikut ambil bagian dalam mencapai keberhasilan proses belajar mengajar.

  Sejalan dengan pendapat tersebut, Komalasari (2011:56) mengartikan teknik pembelajaran sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Oleh karena itu, keberhasilan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan tidak hanya tergantung pada kemampuan guru dalam mengembangkan kompetensi dan materi pembelajaran saja, tetapi juga didukung oleh penggunaan metode pembelajaran yang tepat. Dengan pemilihan metode pembelajaran yang tepat ini maka dapat menunjang kegiatan belajar mengajar, sehingga dapat dijadikan sebagai alat yang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran.

  Secara teoritis, pembaharuan metode pembelajaran telah digagas oleh filsuf pendidikan John Dewey menjelang abad ke – 20.

  Dalam bukunya “My Pedagogic Creed ” yang diterbitkan tahun 1897, John Dewey mendeklarasikan “I believe that the question of method is

  

ultimately reducible to the question of rhe order of development of the

child’s powers and interests ”. Deklarasi ini menunjukan bahwa

  metode dapat menjadi solusi dalam mengatasi masalah kekuatan dan daya tarik anak dalam belajar (Wahab dan Sapriya, 2011: 344)

c. Media Pembelajaran

  Media dalam pembelajaran dapat diartikan sebagai bentuk- bentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual serta peralatanya. Sejalan dengan pendapat tersebut, Djamarah dan Zain (2010:121) menyatakan bahwa media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pengajara. Dalam proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan media mempunyai peran yang sangat penting untuk mencapai tujuan pembelajaran. Melalui media pembelajaran maka dapat meminimalisir ketidak jelasan materi dan membantu guru dalam menjelaskan kerumitan materi yang akan disampaikan. Sehingga media dapat mewakili apa yang kurang dapat disampaikan oleh guru melalui kata- kata maupun melalui kalimat.

  Ada beberapa jenis media yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran, termasuk dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Adapun jenis media pembelajaran menurut taksonomi Leshin, dkk. (1992) dalam Arsyad (2007: 81) yaitu:

  1. Media berbasis manusia (guru, instruktur, tutor, main peran, kegiatan kelompok, dan lain-lain)

  2. Media berbasis cetak (buku, penuntun, buku kerja/latihan, dan lembaran lepas)

  3. Media berbasis visual (buku, charts, grafik, peta, figur/gambar, transparansi, film bingkai/slide)

4. Media berbasis audiovisual (video, film, slide bersama

  tape , televisi) 5.

  Media berbasis komputer (pengajaran dengan menggunakan bantuan komputer dan video interaktif)

d. Sumber Pembelajaran

  Menurut Association for Educational Communications and

  

Thecnology (AECT, 1997) dan Bank (1990), sumber belajar adalah

  segala sesuatu atau daya yang dapat dimanfaatkan oleh guru, baik secara terpisah maupun dalam bentuk gabungan, untuk kepentingan belajar mengajar dengan tujuan meningkatkan efektivitas dan efisiensi tujuan pembelajaran. Sejalan dengan pendapat tersebut, Winataputra (dalam Djamarah dan Zain, 2010: 122) mengelompokan sumber belajar menjadi lima kategori, yaitu manusia, buku/perpustakaan, media massa, alam lingkungan, dan media pendidikan. Dengan demikian, sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat dimana bahan pengajaran terdapat atau asal untuk belajar seseorang. Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa sumber belajar merupakan segala sesuatu yang menjadi hal baru bagi siswa selaku peserta didik sehingga dapat menambah ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh siswa tersebut.

e. Evaluasi Pembelajaran

  Dalam arti luas, evaluasi adalah suatu proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan (Mehrens & Lehman dalam Purwanto, 2010: 3). Sesuai dengan pengertian tersebut maka setiap kegiatan evaluasi atau penilaian merupakan suatu proses yang sengaja direncanakan untuk memperoleh informasi atau data, berdasarkan data tersebut kemudian dicoba membuat suatu keputusan. Dalam evaluasi pembelajaran Pendidikan kewarganegaraan harus dapat dilakukan dengan baik, baik dalam proses pembelajaran maupun hasil dari pembelajaran. Yang menjadi obyek evaluasi dalam pembelajaran Pendidikan kewrganegaraa meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.

  Penilaian untuk kelompok mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan oleh pendidik dalam bentuk penilaian kelas (classroom assessment) dan oleh suatu pendidikan untuk penentuan nilai akhir pada suatu pendidikan melalui ujian sekolah dan rapat dewan. Untuk mengetahui tingkat ketercapaian kompetensi lulusan, penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran Kewarganegaraan dan kepribadian melalui: (a) Pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afektif dan kepribadian peserta didik, dan (b) Ujian, ulangan, dan/ atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik (Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 64 ayat (3)).

C. Hakekat Kompetensi Kewarganegaraan 1. Pengertian Kompetensi Kewarganegaraan

  Menurut Finch dan Crunkilton dalam Mulyasa (2004: 38) bahwa yang dimaksud dengan kompetensi adalah penguasaan terhadap suatu tugas, ketrampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Hal itu menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas, ketrampilan sikap dan apresiasi yang harus dimiliki peserta didik untuk dapat melaksanakan tugas-tugas pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu.

  Kompetensi juga diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas, penuh rasa tanggung jawab, yang harus dimiliki oleh seseorang sebagai syarat untuk dapat dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Kompetensi lulusan Pendidikan Kewarganegaraan adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh rasa tanggung jawab seorang warga negara dalam berhubungan dengan negara dan memecahkan berbagai masalah hidup bermasyarakan, berbangsa dan bernegara dengan menerapkan konsepsi falsafah negara, wawasan nusantara dan ketahanan nasional. Sifat cerdas yang dimaksudkan tampak pada kemahiran, ketepatan dan keberhasilan bertindak, sedangkan bertanggung jawab diperlihatkan sebagai kebenaran tindakan ditilik dari nilai ilmu pengetahuan dan teknologi, etika maupun kepatutan ajaran agama dan budaya (Ditjen Dikti, 2000:5 dalam Tukiran, 2009:16).

  Berdasarkan penjelasan diatas, kompetensi kewarganegaraan dilihat dari aspek konstitusional dapat diartikan sebagai kemampuan yang dimiliki oleh setiap warga negara dalam bidang pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku untuk mempertahankan hak-haknya serta melaksanakan kewajibanya sesuai dengan konstitusi.

2. Komponen Kompetensi Kewarganegaraan

  Sebagaimana semestinya suatu bidang studi yang diajarkan di sekolah, materi Pendidikan Kewarganegaraan harus mencakup tiga komponen. Ketiga komponen tersebut, yaitu Civic Knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), Civic Skills (keterampilan kewarganegaraan), dan Civic Disposition (watak kewarganegaraan).

a) Pengetahuan Kewarganegaraan (Civic Knowledge)

  Pengetahuan Kewarganegaraan (Civic knowledge) berkaitan dengan materi substansi yang seharusnya diketahui oleh warga negara berkaitan dengan hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Pengetahuan ini bersifat mendasar tentang struktur dan sistem politik, pemerintah dan sistem sosial yang ideal sebagaimana terdokumentasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta nilai-nilai universal dalam masyarakat demokratis serta cara-cara kerjasama untuk mewujudkan kemajuan bersama dan hidup berdampingan secara damai dalam masyarakat global.

  Aspek ini menyangkut kemampuan akademik keilmuan yang dikembangkan dari berbagai teori atau konsep politik, hukum dan moral. Maka dari itu, mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bidang kajian multidisipliner. Secara lebih rinci, materi pengetahuan kewarganegaraan meliputi pengetahuan tentang hak dan tanggung jawab warga negara, hak asasi manusia, prinsip-prinsip dan proses demokrasi, lembaga pemerintah dan non pemerintah, identitas nasional, pemerintahan berdasar hukum (Rule of Law) dan peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, serta nilai-nilai dan norma- noma dalam masyarakat. Dalam kontek tentang kesadaran konstitusi siswa, civicknowledge merupakan pengetahuan kewarganegaraan yakni pengetahuan tentang konstitusi serta isi yang termuat didalamnya.

  Komponen pengetahuan kewarganegaraan menurut Branson dalam (Arif, 2009) diwujudkan dalam bentuk lima pertanyaan penting yang secara terus menerus harus diajukan sebagai sumber belajar PKn. Lima pertanyaan dimaksud adalah: (1) Apa kehidupan kewarganegaraan, politik, dan pemerintahan?; (2) Apa dasar-dasar sistem politik?; (3) Bagaimana pemerintahan yang dibentuk oleh konstitusi mengejawantahkan tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan prinsip- prinsip demokrasi?; (4) Bagaimana hubungan antara suatu negara dengan negara-negara lain dan posisinya dalam masalah-masalah internasional?; dan (5) Apa peran warga negara dalam demokrasi?

  Pendidikan Kewarganegaraan memuat pengetahuan kewarganegaraan yang berbasis pada ilmu politik, hukum, dan kewarganegaraan. Dengan demikian Pendidikan Kewarganegaraan menyajikan fakta, konsep, generalisasi, dan teori-teori yang dikembangkan dari ilmu politik, hukum, dan kewarganegaraan. Pendidikan Kewarganegaraan hendaknya memperhatikan konsep- konsep kunci yang dikembangkan lebih lanjut dalam generalisasi dan teori. Konsep-konsep kunci yang menjadi elemen inti dari Pendidikan Kewarganegaraan atau “Essensial Elements of Citizenship Education” (Qualifications and Curriculum Authority-QCA, 1998:44 dalam Komalasari, 2009:8) sebagai berikut: 1) Democracy and Authocracy; 2) Cooperation and Conflict; 3) Equality and Diversity; 4) Fairness Justice, the rule of law, rules, laws and human right; 5) Freedom and order; 6) Individual and community; 7) Power and authority ; 8) Rights and responsibility. Sementara itu, dalam Kurikulum 2006 konsep-konsep kunci yang harus dikembangkan melalui Pendidikan Kewarganegaraan meliputi persatuan dan kesatuan, norma, hukum dan peraturan, hak asasi manusia, kebutuhan warga negara, konstitusi negara, kekuasan dan politik, demokrasi dan sistem politik, Pancasila, dan globalisasi.

b) Keterampilan Kewarganegaraan (Civic Skills)

  Aspek kompetensi ketrampilan kewarganegaraan atau

CivicSkills meliputi keterampilan intelektual (intellectualskills).

  Keterampilan intelektual ini meliputi kemampuan menjelaskan, mnganalisis, dan berfikir kritis atas konstitusi. Keterampilan berpartisipasi (participatoryskills) dalam kontek konstitusimisalnya kemampuan atau keterampilan peserta didikdalam menggunakan hak dan kewajibannya dalam hidup berbangsa dan bernegara sebagaimana termuat dalam konstitusi negara. Serta menyuarakan pentingnya konstitusi pada masyarakat luas dan upaya untuk mengimplementasikanya dalam kehidupan sehari-hari.

  Dimensi civic skills ini dikembangkan dengan tujuan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk berperan serta secara efektif dalam masyarakat, pengalaman berperan serta yang dirancang untuk memperkuat kesadaran berkemampuan dan berprestasi unggul dari siswa, dan mengembangkan pengertian tentang pentingnya peran serta aktif warga negara. Untuk dapat berperan secara aktif tersebut diperlukan pengetahuan tentang konsep fundamental, sejarah, isu dan peristiwa aktual, dan fakta yang berkaitan dengan substansi dan kemampuan untuk menerapkan pengetahuan itu secara kontekstual, dan kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan watak dari warga negara (Quigley, Buchanan dan Bahmueller dalam Komalasari, 2009: 9).

  Berdasarkan pendapat tersebut menunjukan bahwa civic skills merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap siswa atau segenap warga negara. Melalui kompetensi yang dimiliki oleh siswa dan segenap warga negara maka akan dapat terwujud kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang konstitusional.

c) Watak Kewarganegaraan (Civic Disposition)

  Quigley, Buchanan dan Bahmueller dalam (Komalasari, 2009:9) merumuskan civic disposition adalah sikap dan kebiasaan berpikir warga negara yang menopang berkembangnya fungsi sosial yang sehat dan jaminan kepentingan umum dari sistem demokrasi. Secara konseptual civic disposition meliputi sejumlah karakteristik kepribadian, yakni: “Civility (respect and civil discourse), individual

  

responsibility, self-discipline, civic-mindedness, open-mindedness

(openness, scepticism, recognition of ambiguity), compromise (conflict of principles, compassion, generosity, and loyalty to the

nation and its principles ” (Quigley, Buchanan dan Bahmueller., 1991:

  13-14). Artinya kesopanan yang mencakup penghormatan dan interaksi manusiawi, tanggung jawab individual, disiplin diri, kepedulian terhadap masyarakat, keterbukaan pikiran yang mencakup keterbukaan, skeptisisme, pengenalan terhadap kemenduaan, sikap kompromi yang mencakup prinsip-prinsip konflik dan batas-batas kompromi, toleransi pada keragaman, kesabaran dan keajekan, keharuan, kemurahan hati, dan kesetiaan terhadap bangsa dan segala prinsipnya.

  Branson dalam Komalasari (2009:10) menegaskan bahwa

  civic disposition mengisyaratkan pada karakter publik maupun privat

  yang penting bagi pemeliharaan dan pengembangan demokrasi konstitusional. Watak-watak kewarganegaraan sebagaimana kecakapan kewarganegaraan, berkembang secara perlahan sebagai akibat dari apa yang telah dipelajari dan dialami oleh seseorang di rumah, sekolah, komunitas, dan organisasi-organisasi civil society. Karakter privat seperti tanggung jawab moral, disiplin diri dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia dari setiap individu adalah wajib. Karakter publik juga tidak kalah penting. Kepedulian sebagai warga negara, kesopanan, mengindahkan aturan main (rule of the game), berpikir kritis, dan kemauan untuk mendengar, bernegosiasi dan berkompromi merupakan karakter yang sangat diperlukan agar demokrasi berjalan dengan sukses.

  Aspek kompetensi watak atau karakter kewarganegaraan atau

  CivicDisposition (watakkewarganegaraan), komponen ini

  sesungguhnya merupakan dimensi yang paling substantive dan

  esensial dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Dimensi

  watak kewarganegaraan dapat dipandang sebagai “muara” dari pengembangan kedua dimensi sebelumnya. Dengan memperhatikan visi, misi, dan tujuan mata pelajaran PKn, karakteristik mata pelajaran ini ditandai dengan penekanan pada dimensi watak, karakter, sikap dan potensi lain yang bersifat afektif. Dengan demikian civic

  disposition dalam kontek konstitusi merupakan nilai-nilai dasar yang

  bersumber dari konstitusi (UUD NRI 1945) diharapkan dimiliki oleh siswa.

3. Kompetensi Kewarganegaraan Siswa SMA

  Di Indonesia, dengan merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permen Diknas) Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan SMA mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, kompetensi kewarganegaraan siswa SMA meliputi kompetensi untuk : 1) memahami hakikat Bangsa dan negara Kesatuan Republik Indonesia; 2) menganalisis sikap positif terhadap penegakan hukum, peradilan nasional, dan tindakan anti korupsi; 3) menganalisis pola-pola dan partisipasi aktif dalam pemajuan, penghormatan, serta penegakan HAM baik di Indonesia maupun di luar negeri; 4) menganalisis peran dan hak warga negara dan sistem pemerintahan NKRI; 5) menganalisis budaya politik demokrasi, konstitusi, kedaulatan negara, keterbukaan dan keadilan di Indonesia; 6) mengevaluasi hubungan Internasional dan sistem hukum Internasional; 7) mengevaluasi sikap berpolitik dan bermasyarakat madani sesuai dengan Pancasila dan UUD NRI 1945; 8) menganalisis peran Indonesia dalam politik dan hubungan Internasional, regional, dan kerjasama global lainya; 9) menganalisis sistem hukum Internasional, timbulnya konflik internasional, dan mahkamah Internasional.

  Standar Kompetensi Lulusan (SKL) mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan jenjang SMA diatas terjabarkan lebih rinci dalam kompetensi dasar yang dimuat dalam Permen Diknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi sebagaimana terlihat dlam Tabel berikut:

Tabel 2.2 Kompetensi Kewarganegaraan Siswa SMA berdasarkan

  Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006

  Kelas Butir Kompetensi Dasar Kewarganegaraan Kelas X 1.

  Mendeskripsikan hakikat bangsa dan unsur-unsur terbentuknya negara

  2. Mendeskripsikan hakikat negara dan bentuk-bentuk kenegaraan

  3. Menjelaskan pengertian, fungsi dan tujuan NKRI 4.

  Menunjukkan semangat kebangsaan, nasionalisme dan patriotisme dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara 5. Mendeskripsikan pengertian sistem hukum dan peradilan nasional

  6. Menganalisis peranan lembaga-lembaga peradilan 7.

  Menunjukkan sikap yang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku

  8. Menganalisis upaya pemberantasan korupsi di Indonesia 9.

  Menampilkan peran serta dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia 10. Menganalisis upaya pemajuan, penghormatan, dan penegakan HAM

  11. Menampilkan peran serta dalam upaya pemajuan, penghormatan, dan penegakan HAM di Indonesia

  Mendeskripsikan pengertian budaya politik 2. Menganalisis tipe-tipe budaya politik yang berkembang dalam masyarakat Indonesia

  8. Menampilkan perilaku budaya demokrasi dalam kehidupan sehari-hari

  Menganalisis pelaksanaan demokrasi di Indonesia sejak orde lama, orde baru, dan reformasi

  6. Mengidentifikasi ciri-ciri masyarakat madani 7.

  Mendeskripsikan pengertian dan prinsip-prinsip budaya demokrasi

  4. Menampilkan peran serta budaya politik partisipan 5.

  3. Mendeskripsikan pentingnya sosialisasi pengembangan budaya politik

  22. Menampilkan peran serta dalam sistem politik di Indonesia Kelas XI 1.

  12. Mendeskripsikan instrumen hukum dan peradilan internasional HAM

  21. Mendeskripsikan perbedaan sistem politik di berbagai negara

  19. Menghargai persamaan kedudukan warga negara tanpa membedakan ras, agama, gender, golongan, budaya, dan suku 20. Mendeskripsikan supra struktur dan infra struktur politik di Indonesia

  18. Menganalisis persamaan kedudukan warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan negara

  Mendeskripsikan kedudukan warga negara dan pewarganegaraan di Indonesia

  Menganalisis kedudukan pembukaan UUD 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia 16. Menunjukkan sikap positif terhadap konstitusi negara 17.

  14. Menganalisis substansi konstitusi negara 15.

  13. Mendeskripsikan hubungan dasar negara dengan konstitusi

  9. Mendeskripsikan pengertian dan pentingnya keterbukaan dan keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara 10. Menganalisis dampak penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan

  11. Menunjukkan sikap keterbukaan dan keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

  12. Mendeskripsikan pengertian, pentingnya, dan sarana- sarana hubungan internasional bagi suatu negara

  13. Menjelaskan tahap-tahap perjanjian internasional 14.

  Menganalisis fungsi Perwakilan Diplomatik 15. Mengkaji peranan organisasi internasional (ASEAN,

  KAA, PBB) dalam meningkatkan hubungan internasional.

  16. Menghargai kerja sama dan perjanjian internasional yang bermanfaat bagi Indonesia

  17. Mendeskripsikan sistem hukum dan peradilan internasional

  18. Menjelaskan penyebab timbulnya sengketa internasional dan cara penyelesaian oleh Mahkamah Internasional

  19. Menghargai putusan Mahkamah Internasional

  Kelas 1.

  Mendeskripsikan Pancasila sebagai ideologi terbuka

  XII 2.

  Menganalisis Pancasila sebagai sumber nilai dan paradigma pembangunan

  3. Menampilkan sikap positif terhadap Pancasila sebagai ideologi terbuka

  4. Menganalisis sistem pemerintahan di berbagai negara 5.

  Menganalisis pelaksanaan sistem pemerintahan Negara Indonesia 6. Membandingkan pelaksanaan sistem pemerintahan yang berlaku di Indonesia dengan negara lain

  7. Mendeskripsikan pengertian, fungsi dan peran serta perkembangan pers di Indonesia

  8. Menganalisis pers yang bebas dan bertanggung jawab sesuai kode etik jurnalistik dalam masyarakat demokratis di Indonesia 9. Mengevaluasi kebebasan pers dan dampak penyalahgunaan kebebasan media massa dalam masyarakat demokratis di Indonesia 10. Mendeskripsikan proses, aspek, dan dampak globalisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

  11. Mengevaluasi pengaruh globalisasi terhadap kehidupan Bangsa dan Negara Indonesia 12. Menentukan sikap terhadap pengaruh dan implikasi globalisasi terhadap Bangsa dan Negara Indonesia

  13. Mempresentasikan tulisan tentang pengaruh globalisasi terhadap Bangsa dan Negara Indonesia Sumber: diolah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi

D. Hakekat Kesadaran Konstitusi 1. Pengertian Konstitusi

  Perkataan “konstitusi” berarti “pembentukan” yang berasal dari kata “constituer” (Perancis) yang berarti membentuk. Konstitusi dipergunakan untuk membentuk negara, sehingga konstitusi mengandung makna permulaan dari segala bentuk peraturan mengenai suatu negara. Di dalam literatur kepustakaan dikenal beberapa peristilahan konstitusi dari berbagai negara, yaitu: istilah “konstitusi” dalam bahasa Indonesia antara lain berpadanan dengan kata “politea” (Yunani Kuno), “constitution” (Inggris), “constitutie” (Belanda), “constitutionel” (Perancis), “verfassung” (Jerman), “constitutio” (Latin), dan “fundamental laws” (AS), “Die Groudsalzoung” (Jerman), “Dastur” (Arab), “Samwidhana” (Sangsekerta) (Efriza, 2008: 147).

  Pada kehidupan sehari-hari, kita biasa menerjemahkan kata “contitution” dengan istilah bahasa Indonesia “Undang-Undang Dasar (UUD)”. Penerjemahan kata contstitution sebagai UUD, secara kebahasaan memang diadopsi dari bahasa orangBelanda dan Jerman yang dalam percakapan sehari-harinya memakai kata “grondwet” (grond = dasar, wet = undang-undang) dan “grundgesetz” (grund = dasar, gesetz = undang-undang) yang keduanya menunjuk pada naskah tertulis (Efriza, 2008: 149). Sejalan dengan beberapa pendapat diatas kebanyakan orang menganggap bahwa perlu untuk mendokumentasikan prinsip-prinsip fundamental yang akan menjadi dan pedoman bagi pemerintah mereka yang akan datang. Bolingbroke dalam esainya (OnParties) ia menulis :

  “yang kita maksud dengan konstitusi, jika kita ingin membicarakan dengan tepat dan pasti, adalah kumpulan hukum, institusi, dan adat kebiasaan, yang berasal dari prinsip-prinsip nalar tertentu . . . yang membentuk sistem umum, yang dengan itu masyarakat setuju untuk diperintah (dalam Wheare, 1996:3).

  Dari beberapa pendapat diatas kemudian dapat disimpulkan bahwa begitu pentingnya suatu konstitusi bagi setiap negara, dengan konstitusi tersebut kemudian akan terbentuk suatu sistem dimana suatu masyarakat akan setuju untuk diperintah.Hal ini menunjukan bahwa dengan adanya konstitusi menunjukan karakteristik konstitusi.

2. Tujuan dan Fungsi Konstitusi

  Pada umumnya konstitusi disusun dengan tujuan mengadakan tata tertib untuk keselamatan masyarakat yang penuh dengan konflik antara berbagai kepentingan yang ada ditengah masyarakat. Sebagaimana dijelaskan oleh C.F. Strong (dalam Efriza, 2008: 167), yaitu:

  1) Membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah

  2) Menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat

  3) Hak-hak rakyat yang diperintah

  Sejalan dengan pendapat Efriza (2008: 167) berdasarkan uraian diatas tujuan konstitusi adalah juga sebagai tata tertib, terkait dengan ;

  1) Pembagian dan/atau pembatasan lembaga-lembaga negara dengan wewenang dan cara bekerjanya.

  2) Hubungan antar lembaga negara

  3) Hubungan lembaga negara dengan rakyat

  4) Hal-hal lain yang sifatnya mendasar sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.

  Sebagai hukum dasar negara, konstitusi memiliki fungsi, sebagaimana dijelaskan oleh K.C. Wheare, yakni “...its function is to

  

regulate institution, to govern a government” (... fungsinya akan

  mengatur institusi, untuk mengurus suatu pemerintahan). Tanya (2011: 25) menyatakan bahwa fokus mengenai konstitusi pada hakekat idealnya sebagai hukum dasar, yang disatu pihak mengatur dan membatasi kekuasaan, dan di pihak lain serentak menjamin hak-hak rakyat. Dalam konstitusi pula secara teoritis, memuat tujuan-tujuan bersama yang hendak dicapai dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

  Kita tentunya menghendaki agar UUD 1945 merupakan konstitusi yang benar-benar dilaksanakan dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara demi tercapainya cita-cita bersama. Kontitusi mengikat segenap lembaga negara dan seluruh warga negara. Oleh karena itu, yang menjadi pelaksana konstitusi adalah semua lembaga negara dan segenap warga negara sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing sebagaimana diatur dalam UUD NRI 1945. Dalam perspektif hukum, kata

  “pelaksanaan” (implementation) terdiri dari dua konsep fungsional, yaitu; pertama, identifying constitutional norms and specifying their meaning; dan kedua, crafting doctrine or developing standards of review (Assiddique, 2007:13).

  Oleh karena itu setiap lembaga dan segenap warga negara harus dapat melaksanakan kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan UUD NRI 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia, diperlukan adanya kesadaran konstitusi. Untuk menumbuhkan kesadaran tersebut diperlukan pemahaman terhadap nilai-nilai dan norma-norma dasar yang menjadi materi muatan konstitusi. Sehingga setiap lembaga negara dan segenap warga negara menjadi melek konstitusi, tahu akan hak dan kewajiaban konstitusionalnya serta dapat mempertahankan hak dan kewajibanya tersebut. Pemahaman tersebut menjadi dasar bagi setiap lembaga negara dan segenap warga negara untuk dapat selalu menjadikan konstitusi sebagai rujukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

3. Pengertian Kesadaran Konstitusi

  Kesadaranberkonstitusisecara konseptual diartikan sebagai kualitas pribadi seseorang yang memancarkan wawasan, sikap, dan perilaku yang bermuatan cita-cita dan komitmen luhur kebangsaan dan kebernegaraan Indonesia (Winataputra, 2007). Kesadaran konstitusi merupakan salah satu bentuk sikap dan perilaku yang dilakukan secara sadar warga negara akan pentingnya mengimplementasikan nilai-nilai konstitusi.

  Kesadaran konstitusi warga negara memiliki beberapa tingkatan yang menunjukkan derajat setiap warga negara dalam melaksanakan ketentuan konstitusi negara. Tingkatan-tingkatan tersebut jika dikaitkan dengan tingkatan kesadaran menurut N.Y Bull (Djahiri, 1985:24), terdiri dari:

  1) Kesadaran yang bersifat anomous, yaitu kesadaran atau kepatuhan terhadap ketentuan konstitusi negara yang tidak jelas dasar dan alasannya atau orientasinya;

  2) Kesadaran yang bersifat heteronomous, yaitu kesadaran atau kepatuhan ketentuan konstitusi negara yang berlandaskan dasar/orientasi motivasi yang beraneka ragam atau berganti-ganti.

  Ini pun kurang mantap sebab mudah berubah oleh keadaan dan situasi; 3)

  Kesadaran yang bersifat sosionomous, yaitu kesadaran atau kepatuhan terhdap ketentuan konstitusi negara yang berorientasikan pada kiprah umum atau khalayak ramai; dan

  4) Kesadaran yang bersifat autonomous, yaitu kesadaran atau kepatuhan ketentuan konstitusi negara yang didasari oleh konsep kesadaran yang ada dalam diri seorang warga negara. Ini merupakan tingkatan kesadaran yang paling tinggi.

  Warga negara yang memiliki kesadaran konstitusi merupakan warga negara yang memiliki kemelekkan terhadap konstitusi (constitutionalliteracy). Berkaitan dengan hal tersebut, Toni Massaro (dalam Brook Thomas, 1996:637) menyatakan bahwa kemelekkan terhadap konstitusi akan mengarahkan warga negara untuk berpartisipasi melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara. Oleh karena itu, setiap warga negara harus memiliki pengetahuan, pemahaman, sikap, dan perilaku yang sesuai dengan konstitusi. Sehingga mampu untuk mempertahankan hak dan kewajibanya yang tertuang dalam konstitusi.

  Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa kesadaran konstitusi meliputi pengetahuan, pemahaman, sikap, dan perilaku warga negara (siswa) tentang konstitussi. Adapun yang menjadi indikator kesadaran konstitusi antara lain: a)

  Pengetahuan konstitusional memiliki arti bahwa siswa mengetahui mengenai peraturan-peraturan dasar, isi, tujuan, dan fungsi konstitusi sebagai hukum dasar di negaranya.

  b) Pemahaman konstitusional memiliki arti bahwa siswa paham tentang peraturan-peraturan dasar, isi, tujuan, dan fungsi konstitusi sebagai hukum dasar di negaranya.

  c) Sikap konstitusional memiliki arti bahwa siswa memiliki kecenderungan untuk menilai dan memberikan feedback tertentu terhadap konstitusi.

  d) Perilaku konstitusional memiliki arti bahwa siswa bertingkah laku sesuai dengan yang dikehendaki oleh konstitusi.

4. Bentuk-Bentuk Kesadaran Konstitusi Siswa

  Kesadaran akan konstitusi bukan berarti bahwa siswa atau warga negara hanya mengetahui dan memahami serta memiliki wawasan tentang konstitusi, akan tetapi yang paling utama adalah siswa mampu bersikap dan berperilaku sesuai dengan pengetahuan serta wawasan konstitusi yang dimiliki. Kesadaran konstitusi ini diharapkan dimiliki oleh segenap warga negara sehingga mampu terwujudnya cita-cita yang termuat dalam konstitusi.

  Adapun bentuk-bentuk kesadaran konstitusi yang dilakukan oleh siswa di lingkungan sekolah diantaranya : a.

  Ketaatan pada tata tertib atau peraturan sekolah, b. Ketertiban dalam mengikuti proses pembelajaran, c. Tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan sekolah, d.

  Mematuhi dan melaksanakan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dan tidak bertentangan dengan konstitusi.

5. Hak dan Kewajiban Konstitusional Siswa Sebagai Warga Negara

  Warga negara merupakan unsur konstitutif dari suatu negara (Gaffar, 2012:190). Sedangkan secara substantif, konstitusi menentukan apa yang harus dilakukan dalam penyelenggaraan negara yaitu melindungi hak-hak rakyat baik sebagai warga negara maupun sebagai manusia. Oleh karena itu jaminan perlindungan hak asasi sebagai manusia dan hak konstitusional sebagai warga negara adalah salah satu materi muatan konstitusi. Kewajiban konstitusional mendasarkan dari status warga negara yaitu patuh dan menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan kesepakatan bersama yang tertuang dalam konstitusi (Gaffar, 2012:191).

  Hak-hak dan kewajiban konstitusional siswa sebagai warga negara Indonesia termuat dalam konstitusi negara Indonesia yakni dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hak-hak tersebut antara lain : a.

  Hak konstitusional yang berupa hak asasi manusia sebagaimana tercantum dalam UUD NRI 1945, misalnya

  1. Pasal 27 ayat (3) yang menyatakan “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam pembelaan negara”

  2. Pasal 28D ayat (3) yang menyatakan “Setiap warga negara berhak atas kesempatan yang sama dalam pemerintahan”

  3. Pasal 30 ayat (1) berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara”

  4. Pasal 31 ayat (1) menyatakan “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”.

  Sedangkan kewajiban konstitusional siswa sebagai warga negara Indonesia antara lain: 1.

  Dalam pasal 23 A menyatakan bahwa setiap warga negara berkewajiban untuk membayar pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara.

  2. Pasal 28J menyatakan bahwa setiap warga negara berkewajiban menghargai hak orang dan pihak lain serta tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan UU.

  3. Dalam pasal 27 ayat (3) menyatakan kewajiban warganegara untuk ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negarasebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat (1) UUD NRI 1945.

  4. Pasal 31 ayat (2) menyatakan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintahan wajib membiayainya.

E. Hipotesis

  Penelitian ini dilaksanakan dengan asumsi bahwa pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan kompetensi kewarganegaraan memiliki pengaruh dalam membentuk dan menumbuhkan sikap serta watak setiap warga negara melalui dunia pendidikan. Yang didalamnya juga menumbuhkan sikap sadar terhadap konstitusi sebagai hukum dasar yang harus diimplementasikan dan dilaksanakan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

  Berdasarkan asumsi tersebut, peneliti merumuskan hipotesis bahwa kesadaran konstitusi siswa dipengaruhi oleh Pendidikan Kewarganegaraan.

  Dengan pembatasan hipotesis sebagai berikut : 1)

  Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesadaran konstitusi siswa.