BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi - HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KOHESIVITAS KELOMPOK DENGAN KOMITMEN ORGANISASI PADA UKM KSR DI UNIVERSITAS YOGYAKARTA - UMBY repository

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Menurut Allen & Meyer (1990) komitmen organisasi merupakan dorongan

  dalam diri individu untuk berbuat sesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi dengan tujuan dan lebih mengutamakan kepentingan organisasi. Steers (1988) mengatakan komitmen organisasi menjelaskan kekuatan relatif dari sebuah identifikasi individu dengan keterlibatan dalam sebuah organisasi. Komitmen menghadirkan sesuatu di luar loyalitas belaka terhadap suatu organisasi. Disamping itu, hal ini meliputi suatu hubungan yang aktif dengan organisasi dimana individu bersedia untuk memberikan sesuatu dari diri mereka untuk membantu keberhasilan dan kemakmuran organisasi.

  Luthans (2006) menyatakan bahwa komitmen organisasi merupakan sikap yang menunjukkan loyalitas karyawan dan merupakan proses berkelanjutan bagaimana seorang anggota organisasi mengekspresikan perhatian mereka kepada kesuksesan dan kebaikan organisasinya. Robbins (2003) mengemukakan komitmen organisasi merupakan salah satu sikap yang merefleksikan perasaan suka atau tidak suka terhadap organisasi tempat bekerja dan menyalurkan bakat yang dimiliki.

  Komitmen organisasi adalah sikap karyawan untuk tetap berada dalam organisasi dan terlibat dalam upaya-upaya mencapai misi, nilai-nilai dan tujuan organisasi. lebih konkrit yang dapat dilihat dari sejauhmana karyawan mencurahkan perhatian, gagasan, dan tanggung jawab dalam upaya mencapai tujuan organisasi (Alwi, 2001). Komitmen organisasional menggambarkan seberapa jauh seseorang itu mengidentifikasikan dan melibatkan dirinya pada organisasinya dan keinginan untuk tetap tinggal di organisasi itu, (Grenberg dan Baron, 2000). Berdasarkan dari beberapa pengertian komitmen organisasi diatas dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi pada UKM KRS adalah dorongan dalam diri individu untuk berbuat sesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi dengan tujuan dan lebih mengutamakan kepentingan organisasi.

2. Dimensi Komitmen Organisasi

  Allen & Meyer (1990) membagi komitmen menjadi tiga dimensi yaitu: (1)

  Komitmen Afektif Allen dan Meyer (1990) menyebutkan bahwa karyawan yang memilki komitmen afektif akan merasa identik dengan organisasinya. Anggota terikat secara emosi, mampu mengenal, dan terlibat penuh dalam organisasi. Srimulyani (2009) menyatakan bahwa karyawan yang memiliki komitmen organisasi afektif yang tinggi akan memiliki kedekatan emosional yang erat dengan organisasinya sehingga karyawan akan memiliki motivasi dan kontribusi yang besar bagi organisasi. Secara lebih ringkas: komitmen organisasional afektif adalah keadaan dimana karyawan ingin melakukan sesuatu untuk organisasi (Allen & Meyer, 1990).

  Allen dan Meyer (1990) mendefinisikan komitmen normatif merupakan perasan bertanggung jawab untuk tetap tinggal dalam organisasi. Komitmen Normatif adalah kuatnya keinginan seseorang dalam melanjutkan pekerjaannya bagi organisasi disebabkan karena dia merasa berkewajiban dari orang lain untuk dipertahankan, Greenberg (dalam Harahap 2010). Srimulyani (2009) menegaskan bahwa karyawan yang memiliki komitmen organisasional normatif akan menempatkan perasaan kewajiban terhadap rekan kerja maupun manajemen dan akan memberikan perasaan kewajiban pada karyawan untuk memberi balasan atas apa yang telah organisasi berikan. Secara lebih ringkas: komitmen organisasi normatif adalah keadaan dimana ada sesuatu yang seharusnya (ought) mereka lakukan untuk organisasi (Allen & Meyer, 1990). (3)

  Komitmen Kontinuan Robbins & Judge (2008) menyatakan bahwa komitmen organisasional kontinuan mengarah pada nilai ekonomi yang dirasa dari bertahan dalam suatu organisasi bila dibandingkan dengan meninggalkan organisasi. Srimulyani (2009) mengungkapkan bahwa karyawan yang memiliki komitmen organisasional kontinuan yang tinggi tetap tinggal dalam organisasi karena mereka butuh untuk berbuat demikian sehingga mereka berkemungkinan melakukan usaha yang tidak maksimal terhadap organisasi. Hal yang serupa juga ditemukan dalam UKM, jika anggota kelompok merasa enggan untuk meninggalkan UKM karena telah banyak menjadi anggota UKM KSR, karena anggota merasa sudah merelakan banyak hal seperti tenaga, materi, dan waktu hanya untuk menjadi anggota tetap UKM KSR. Secara lebih ringkas: komitmen organisasi kontinuan adalah keadaan dimana karyawan perlu (need) melakukan sesuatu untuk organisasi (Allen & Meyer, 1990). Steers (1985) menjelaskan 3 aspek utama komitmen organisasi, yaitu: a.

  Aspek Identifikasi Menurut Kuncoro (dalam Yuwono,dkk 2005) mengungkapkan identifikasi dengan organisasi yaitu penerimaan tujuan organisasi, dimana penerimaan ini merupakan dasar komitmen organisasi. Identifikasi karyawan tampak melalui sikap menyetujui kebijaksanaan organisasi, kesamaan nilai-nilai pribadi dan nilai-nilai organisasi, rasa kebanggaan menjadi bagian dari organisasi. Jewell dan Siegel (dalam Dwiyatno dan Amalia, 2012) menggambarkan komitmen organisasi sebagai suatu kontinum. Pada sisi ekstrem yang lain adalah Identifikasi, yaitu persepsi individu terhadap organisasi demikian kuatnya sehingga jati dirinya cenderung berkaitan dangan peran kerja dalam organisasi tersebut.

  b.

  Aspek Keterlibatan Kuncoro (dalam Yuwono,dkk 2005) Keterlibatan sesuai peran tanggung jawab pekerjaan di organisasi tersebut. Misalnya melibatkan karyawan dalam pembuatan keputusan sehingga karyawan dapat merasakan bahwa hasil akhir merupakan keputusan bersama. Karyawan akan merasa diterima bekerja dengan senang hati baik dengan pimpinan maupun rekan sekerjanya. Karyawan yang memiliki komitmen tinggi akan menerima hamper semua tugas dan tanggung jawab pekerjaan yang diberikan.

  c.

  Aspek Loyalitas Karyawan Memiliki makna kesedian seorang untuk melanggengkan hubungannya dengan organisasi, jika dirasa perlu bahkan mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apapun. Trihapsari dan Nashori (2011) komitmen organisasi sering diidentikkan dengan loyalitas kerja atau kesetiaan. Jika seorang karyawan mempunyai perasaan loyalitas yang erat terhadap kelompoknya, maka anggota kelompok tersebut akan merasa betah, nyaman, senang melakukan hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan kelompok sehingga individu tetap ingin bertahan dengan kelompoknya. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dimensi komitmen organisasi dari Allen dan Meyer (1990) adalah komitmen afektif, komitmen normatif, dan komitmen kontinuan. Sedangkan menurut Steers (1985) aspek komitmen organisasi yaitu: aspek identifikasi, aspek keterlibatan, aspek loyalitas karyawan. Pada penelitian ini, peneliti memilih untuk menggunakan aspek-aspek komitmen organisasi berdasarkan pada aspek yang diungkapkan oleh Allen dan Meyer (1990) karena aspek yang dibuat lebih komprehensif sehingga memudahkan peneliti dalam pembuatan instrumen pengumpulan data, dan aspek tersebut mampu mengungkap komitmen organisasi dan lebih sesuai dengan yang

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Komitmen Organisasi

  Minner (dalam Sopiah, 2008) mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan antara lain: a.

  Karakteristik struktur Karakteristik struktur merupakan faktor yang berasal dari keadaan dan lingkungan struktur organisasi. Misalnya besar kecilnya organisasi, bentuk organisasi, kehadiran serikat pekerjaan, dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan yang merupakan ciri dari adanya kekompakan dalam kelompok. Organisasi yang mempraktekkan keterlibatan karyawan dalam pengambilan keputusan akan mempengaruhi tingginya komitmen karyawan terhadap organisasi.

  Menururt Yuwon, dkk (2005) kelompok kerja merupakan bagian dari kehidupan organisasi, dengan kata lain bahwa kelompok kerja merupakan sebuah organisasi kecil dari suatu organisasi besar. Kelompok kerja memang keberadaannya dibutuhkan oleh organisasi besar, demi pencapaian tujuan organisasi. Untuk mencapai tujuan organisasi, semakin banyak orang yang secara bersama-sama memiliki kesatuan dan kekompaka yang tinggi dalam pencapaian tujuan kelompok maka akan ada tuntutan untuk mengatur mereka secara bersama-sama juga, yaitu dengan membentuk suatu kesatuan kelompok (kohesivitas kelompok). Kohesivitas kelompok kerja yang terjalin dalam kelompok kerja dapat meningkatkan komitmen terhadap organisasi, karena bekerja (Purwaningtyastuti, 2012). Adanya kohesivitas kelompok kerja dapat memberikan motivasi dan semangat kerja yang tinggi kepada karyawan, dimana sesama karyawan akan saling membantu, sehingga dapat meningkatkan kinerjanya (Kurniawati, 2016). Jika dilihat dari sudut pandang tenaga kerja, kohesivitas kelompok kerja memberikan gambaran kebersamaan dalam bekerja di suatu organisasi. Bagi organisasi, kohesivitas kelompok kerja memberikan jaminan kenyamanan dalam bekerja bagi karyawan sehingga karyawan tidak akan lengah dalam bekerja (Davis, 2000).

  Hal ini sesuai dengan penelitian Mossholder, Bedeian dan Armenakis (dalam Gibson,dkk, 2003) melaporkan adanya hubungan antara tingkat kohesivitas kelompok dengan komitmen organisasi yang dilakukan terhadap para perawat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kohesivitas kelompok berpengaruh positif terhadap komitmen karyawan terhadap organisasi yang digambarkan dengan menurunnya tekanan kerja dan kecenderungan meninggalkan pekerjaan serta meningkatnya prestasi kerja. Karyawan yang mempunyai kohesivitas yang tinggi terhadap kelompoknya akan memiliki keinginan yang rendah untuk keluar dari organisasi dimana kelompok tersebut berada.

  b.

  Faktor personal Faktor personal merupakan faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu. Misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan kepribadian. Semakin tinggi usia dan masa kerja seorang karyawan maka bekerja. Hal ini dikarenakan kesempatan individu untuk mendapatkan pekerjaan lain menjadi ebih terbatas sejalan dengan meningkatnya usia dan masa kerja individu tersebut. Masa kerja juga berkaitan dengan intensitas keikatan dengan organisasi dan senioritas.

  Karyawan yang telah lama bekerja memiliki pertalian yang telah terbangun kuat dengan organisasi maupun sesama anggotanya serta memiliki pengaruh senioritas. Senioritas mendatangkan beberapa keuntungan bagi pegawai terutama dalam hal level jabatan, besarnya kompensasi, dan kekuasaan.

  Pendidikan sering membentuk keterampilan yang kadang-kadang tidak dapat dimanfaatkan sepenuhnya dalam pekerjaan sehingga harapan individu sering tidak terpenuhi dan menimbulkan kekecewaan terhadap organisasi, sehingga dapat dikatakan, semakin tinggi tingkat pendidikan individu makin banyak pula harapan yang mungkin tidak dapat dipenuhi atau tidak dapat diakomodir oleh organisasi tempatnya bekerja.

  c.

  Karakteristik pekerjaan Karakteristik pekerjaan merupakan faktor yang berasal dari lingkungan pekerjaan. Misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik peran, tingkat kesulitan dalam pekerjaan. Adanya tantangan dalam bekerja dapat menaikkan komitmen pegawai, tantangan kerja dapat dibangun dengan memperkaya pekerjaan dan tugas-tugas yang diberikan pada karyawan. Identitas tugas berkaitan dengan kejelasan peran pegawai di dalam organisasi. Identitas tugas pegawai yang kurang jelas timbul akibat tujuan yang tidak jelas atau karyawan tidak mencapai output yang baik, dan komitmennya menjadi rendah. Umpan balik yang negatif dapat menurunkan komitmen organisasi Sebaliknya, umpan balik yang positif, yakni yang mengandung evaluasi obyektif dan diarahkan untuk peningkatan kinerja, serta dengan cara yang tidak menyinggung, akan meningkatkan komitmen organisasi.

  d.

  Pengalaman kerja Merupakan faktor yang berasal dari pengalaman pertalian yang telah terbangun kuat dengan organisasi maupun sesama anggotanya serta memiliki pengaruh senioritas. Seorang karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen karyawan pada organisasi. Karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dan karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja dalam organisasi tentu memiliki tingkat komitmen yang berlainan. Sunarto (2004) mengatakan bahwa masa kerja yang diekspresikan sebagai pengalaman kerja, tampaknya menjadi peramal yang baik terhadap produktivitas karyawan. Berdasarkan beberapa uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi menuut Minner (dalam Sopiah, 2008) adalah karakteristik personal, karakteristik pekerjaan, pengalaman kerja, dan karakteristik strukur yang merupakan faktor yang berasal dari keadaan dan lingkungan struktur organisasi. Misalnya besar kecilnya organisasi, bentuk organisasi, kehadiran serikat pekerjan, dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan yang merupakan ciri dari adanya kekompakan dalam kelompok. Organisasi yang mempraktekkan keterlibatan karyawan dalam pengambilan organisasi. Kelompok kerja memang keberadaannya dibutuhkan oleh organisasi besar, demi pencapaian tujuan organisasi. Untuk mencapai tujuan organisasi, semakin banyak individu yang secara bersama-sama memiliki kesatuan yang baik dalam pencapaian tujuan kelompok maka akan ada tuntutan untuk mengatur mereka secara bersama-sama juga, yaitu dengan membentuk suatu kesatuan kelompok (kohesivitas kelompok).

  Penelitian ini memfokuskan pada faktor kohesivitas kelompok yang terdapat dalam karakteristik struktur karena setiap anggota kelompok yang memiliki penilaian yang baik terhadap kesatuan kelompoknya, diyakini mempunyai komitmen yang tinggi pula untuk mempertahankan kelompok tersebut. Kohesivitas kelompok adalah salah satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya komitmen organisasi (Robin, 2005). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Trihapsari dan Nashori (2011) yang mengatakan bahwa ada hubungan positif yang sangat siginfikan antara kohesivitas dengan komiten organisasi pada financial

  

advisor asuransi X Yogyakarta, semakin tinggi tingkat kohesivitas kelompok, maka

  semakin tinggi pula komitmen organisasi. Karyawan yang memiliki keterikatan dan ketertarikan yang tinggi terhadap kohesivitas kelompoknya akan memiliki keinginan yang rendah untuk keluar dari organisasi dimana anggota kelompok tersebut berada. Hal ini juga diperkuat dengan hasil penelitian di lapangan. Peneliti melakukan observasi dan wawancara dan didapati bahwa anggota dalam kelompok sudah tidak terdorong untuk tetap bersatu, hal ini didukung oleh anggota yang kurang menerima jadwal dan tugas baru yang dibuat oleh ketuanya. Anggota misalnya anggota baru yang canggung jika harus memulai pembicaraan dengan seniornya, dan jika sedang berada dilapangan dengan senior, anggota baru hanya lebih banyak diam menunggu perintah dari seniornya. Anggota lebih tertarik melihat dari segi kelompok kerjanya sendiri daripada melihat dari anggotanya secara spesifik. Seperti adanya kelompok di dalam kelompok yang tercipta dari anggota baru karena merasa tidak nyaman dengan kehadiran seniornya di dalam kelompok tersebut. Dan anggota ditemukan bahwa individu yang memiliki rasa untuk bekerja sama dalam kelompok sangat rendah. Hal ini diperkuat dari anggota UKM yang merasa jika ada permasalahan dalam pekerjaannya, terkadang anggota yang lain tidak mau peduli dan membiarkan anggota tersebut mengatasi masalahnya sendiri, kemudian tugas yang seharusnya menjadi tanggung jawab dari kadiv (kepala divisi) sepenuhnya dilimpahkan pada anggota lain.

  Berdasarkan hasil observasi dan wawancara tersebut, dapat disimpulkan bahwa anggota UKM KSR unit Perguruan Tinggi di Yogyakarta disimpulkan mengalami permasalahan dalam kohesivitas terhadap kelompoknya yang di tandai dengan rendahnya rasa ingin bersatu anggota, kurangnya rasa tanggung jawab dan kerja sama di dalam kelompok. Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan, maka kohesivitas kelompok diasumsikan sebagai faktor penting yang mempengaruhi komitmen organisasi. Oleh karena itu peneliti memilih faktor kohesivitas kelompok untuk diangkat sebagai variabel bebas dalam penelitian ini.

B. Kohesivitas Kelompok 1. Pengertian Kohesivitas Kelompok

  Forsyth (2006) Kohesivitas kelompok adalah kesatuan dan kekompakan yang terjalin dalam kelompok, menikmati interaksi satu sama lain, dan memiliki waktu tertentu untuk bersama dan didalamnya terdapat semangat yang tinggi. Kohesivitas sangat penting dalam dunia organisasi dan industri untuk menjaga performa dari tim kerja dan karyawan untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Menurut Walgito (2007) Kohesivitas adalah saling tertariknya atau saling senangnya anggota satu dengan yang lain dalam kelompok.

  Dengan demikian, kesimpulannya adalah tingkatan kohesi akan dapat mempengaruhi saling hubungan atau interaksi anggota dalam kelompok bersangkutan. Carron, Bray, & Eys (2002) mendefinisikan kohesivitas kelompok sebagai proses yang terlihat melalui kecenderungan kelekatan dan kebersatuan kelompok dalam pemenuhan tujuan atau keputusan anggota kelompok.

  Robbins dan Judge (2008) mendefinisikan kohesivitas kelompok sebagai tingkat ketertarikan antar anggota kelompok, sehingga dapat bertahan di dalamnya dengan menjadi seperti orang-orang di dalam kelompok tersebut. Kesamaan dengan orang-orang di dalam satu kelompok tersebut akan menjadikan anggota satu lebih kompak dengan anggota lain dalam kehidupan berkelompok. Menurut Myers (1993) kohesivitas adalah suatu perasaan, tingkat dimana anggota dari suatu kelompok terikat satu sama lain dan memiliki daya tarik antara satu dengan yang lainnya. Levi (2001) mendefinisikan cohesiveness yaitu peningkatan komitmen, interaksi dan ketertarikan pada diri individu untuk bergabung di dalam suatu kelompok.

  Berdasarkan uraian diatas, penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti terhadap kohesivitas kelompok diukur melalui perilaku saling tertarik dan terikat anggota terhadap tingkat kohesivitas kelompoknya. Dapat disimpulkan bahwa kohesivitas kelompok adalah kesatuan dan kekompakan yang terjalin dalam suatu kelompok, menikmati interaksi satu sama lain, dan memiliki waktu tertentu untuk bersama dan didalamnya terdapat semangat yang tinggi.

2. Dimensi-dimensi Kohesivitas Kelompok

  Dimensi-dimensi kohesivitas dikemukakan oleh Forsyth (2006) ada empat, yaitu: a.

  Kekuatan Sosial Kekuatan sosial merupakan keseluruhan dari dorongan yang dilakukan oleh individu dalam kelompok untuk tetap berada dalam kelompoknya. Dorongan yang menjadikan anggota kelompok selalu berhubungan. Kumpulan dari dorongan tersebut membuat mereka bersatu. Penelitian Oktaviansyah (2008) mengatakan individu dalam kelompok yang tingkat kohesivitasnya tinggi lebih banyak saling berinteraksi satu sama lain, lebih kooperatif, memberikan respon yang positif sesama anggota, dan adanya konformitas sehingga hal tersebut dapat menimbulkan perasaan menyenangkan berada dalam kelompok. b.

  Kesatuan dalam kelompok Kesatuan dalam kelompok merupakan perasaan saling memiliki terhadap kelompoknya dan memiliki perasaan moral yang berhubungan dengan keanggotaan dalam kelompok. Setiap individu dalam kelompok merasa kelompok adalah sebuah keluarga, tim, dan komunitasnya serta memiliki kebersamaan. Penelitian Kurniawati (2016) perasaan saling memiliki terhadap kelompoknya dan memiliki perasaan moral yang berhubungan dengan keanggotaannya dalam kelompok di PT. Madubaru Bantul Yogyakarta. Setiap karyawan dalam kelompok merasa kelompok adalah sebuah keluarga, tim dan komunitasnya serta memiliki perasaan kebersamaan.

  c.

  Daya Tarik Daya tarik merupakan individu akan lebih tertarik melihat dari segi kelompok kerjanya sendiri daripada melihat dari anggotanya secara spesifik. Penelitian Winardi (2004) mengatakan karyawan tetap PT. X akan lebih tertarik melihat dari segi kelompok kerjanya sendiri daripada melihat dari anggotanya secara spesifik karena untuk mencapai tujuan organisasi.

  d.

  Kerja sama kelompok Kerja sama kelompok merupakan individu memiliki keinginan yang lebih besar untuk bekerja sama mencapai tujuan kelompok. Masing-masing dimensi ini sangat menentukan kekompakkan lingkungan kerja. Penelitian Oktaviansyah (2008), pada Karyawan Universitas Muhammadiyah Surakarta memiliki keinginan yang lebih besar untuk bekerja sama untuk mencapai tujuan

  Mc. David & Harari (dalam Rahkmat,1994), mengemukakan bahwa aspek- aspek kohesivitas kelompok terdiri dari: a.

  Keterikatan anggota secara interpersonal atau suka sama lain.

  Menunjukkan hubungan antar anggota yang akrab, hangat dan berkomunikasi lebih mendalam. Kohesivitas kelompok kerja merupakan sejauh mana anggota tertarik satu sama lain antar anggota kelompok dan termotivasi untuk berada dalam dalam kelompok tersebut. Dalam hal ini, kelompok kerja dikatakan kohesif karena anggota-anggotanya menghabiskan banyak waktu bersama, atau kelompok yang berukuran kecil menyediakan sarana interaksi yang lebih intensif, atau kelompok yang telah berpengalaman dalam menghadapi ancaman dari luar menyebabkan anggotanya lebih dekat satu sama lain (Robbins, 2001).

  b.

  Ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok Anggota-anggota saling kerjasama untuk mewujudkan tujuan kelompok.

  Ketertarikan anggota pada kelompok tersebut karena ingin menemukan jati diri yang sebenarnya dan pengalaman yang berarti bagi dirinya sendiri dan diakui oleh keberadaannya. Hariadi (dalam Purwaningtyastuti dkk, 2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa dalam kegiatan unit belajar, semakin kuat kohesi anggota berpengaruh meningkatkan keberhasilan kelompok sebagai unit belajar. Semaikn kuat kohesi menunjukkan semakin tingginya ketertarikan diantara anggota kelompok. Hal ini mempermudah dan mendorong anggota satu dengan yang lainnya saling belajar dan tukar informasi atau pendapat tentang materi penyuluhan sehingga semakin tinggi tingkat keberhasilan kelompok berpengaruh nyata terhadap keberhasilan kelompok sebagai unit kerjasama. Hal ini berarti bahwa kelompok yang memiliki kohesi tinggi dan kelompok yang memiliki kohesi rendah ternyata tingkat keberhasilan kelompok sebagai unit kerjasama tidak berbeda (Munandar, 2001).

  Berdasarkan dari beberapa uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dimensi- dimensi kohesivitas kelompok menurut Forsyth (2006) yaitu: kekuatan sosial, kesatuan dalam kelompok, daya tarik, kerja sama dalam kelompok. Sedangkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Mc. David & Hariri (dalam Rakhmat, 1994) yaitu: ketertarikan anggota secara interpersonal atau suka sama lain, dan ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok. Pada penelitian ini, peneliti memilih untuk menggunakan aspek-aspek kohesivitas kelompok berdasarkan pada aspek yang diungkapkan oleh Forsyth (2006) karena aspek yang dibuat lebih komprehensif sehingga memudahkan peneliti dalam pembuatan instrumen pengumpulan data.

C. Hubungan antara Kohesivitas Kelompok dengan Komitmen Organisasi

  Kohesivitas kelompok adalah kesatuan dan kekompakan yang terjalin dalam kelompok, menikmati interaksi satu sama lain, dan memiliki waktu tertentu untuk bersama dan didalamnya terdapat semangat yang tinggi. Dimensi-dimensi kohesivitas kelompok menurut Forsyth (2006) yaitu: kekuatan sosial, kesatuan dalam kelompok, daya tarik, dan kerja sama kelompok.

  Aspek kekuatan sosial merupakan keseluruhan dari dorongan yang dilakukan oleh individu dalam kelompok untuk tetap berada dalam kelompoknya.

  Dorongan yang menjadikan anggota kelompok selalu berhubungan. Kumpulan dari dorongan tersebut membuat mereka bersatu (Gibson, dkk, 1992). Penelitian Kurniawati (2016) menyatakan keseluruhan dari dorongan yang dilakukan oleh karyawan tetap PT. Madubaru Bantul Yogyakarta untuk tetap berada dalam kelompoknya merupakan dorongan yang menjadikan karyawan dalam anggota kelompok selalu berhubungan dan kumpulan dari dorongan tersebut membuat mereka bersatu. Muchlas (2005), jika seorang anggota mempunyai perasaan yang erat terhadap kelompoknya, maka anggota kelompok tersebut akan merasa betah, nyaman, dan senang melakukan hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan kelompok sehingga individu tetap ingin bertahan pada kelompoknya, dengan begitu dapat diprediksikan akan mendorong munculnya perasaan kesatuan, rasa memiliki, dan meningkatkan tingkat komitmen organisasi yang tinggi sehingga meminimalisirkan rasa untuk meninggalkan organisasi.

  Aspek kesatuan dalam kelompok merupakan perasaan saling memiliki terhadap kelompoknya dan memiliki perasaan moral yang berhubungan dengan keanggotaan dalam kelompok. Setiap individu dalam kelompok merasa kelompok adalah sebuah keluarga, tim, dan komunitasnya memiliki kebersamaan (Muchlas, 2005). Penelitian Meiwintar (2016) mengungkapkan bahwa ada perasaan saling memiliki terhadap kelompoknya dan memiliki perasaan moral yang berhubungan dengan keanggotaannya dalam kelompok di PT. Madusari Nusaperdana. Hal ini tingginya komitmen organisasi karena jika semakin tinggi rasa kebersamaan pada kelompok maka semakin rendah keinginan untuk meninggalkan organisasi tersebut.

  Aspek daya tarik merupakan individu akan lebih tertarik melihat dari segi kelompok kerjanya sendiri daripada melihat dari anggotanya secara spesifik.

  Penelitian Kurniawati (2016) mengatakan karyawan tetap PT. Madubaru Bantul Yogyakarta akan lebih tertarik melihat dari segi kelompok kerjanya sendiri daripada melihat dari anggotanya secara spesifik. Hal ini juga dapat berpengaruh pada tingginya rasa untuk menetap dalam organisasi tersebut (Gibson, dkk, 1992).

  Aspek selanjutnya adalah aspek kerja sama kelompok yang merupakan individu memiliki keinginan yang lebih besar untuk bekerja sama mencapai tujuan kelompok. Mossholder, Bedeian dan Armenakis (Gibson,dkk, 2003) berpendapat bahwa terdapat hubungan antara tingkat kohesivitas kelompok dengan komitmen organisasi. Penelitian yang dilakukan Hongyan (2008) bahwa dalam sebuah organisasi faktor kunci untuk meningkatkan kinerja anggota adalah kekompakkan (kohesivif). Kekompakkan dapat meningkatkan komitmen, loyalitas, serta daya tarik organisasi itu sendiri, hal itu semua mampu memperkuat kohesivitas kelompok di dalam organisasi.

  Berdasarkan pemaparan aspek-aspek kohesivitas kelompok diatas dan pengaruhnya dengan komitmen organisasi, maka peneliti menyimpulkan bahwa kohesivitas kelompok mempunyai hubungan positif dengan komitmen organisasi. Ketika kohesivitas kelompok meningkat maka diiringi dengan meningkatnya komitmen organisasi pada anggota UKM KSR. Begitupun sebaliknya, ketika kohesivitas kelompok menurun maka diiringi dengan menurunnya komitmen organisasi pada anggota UKM KSR.

D. Hipotesis

  Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara kohesivitas kelompok dengan komitmen organisasi pada UKM KSR.

  Semakin tinggi kohesivitas kelompok pada organisasi UKM KSR, maka semakin tinggi pula komitmen organisasi terhadap kelompok tersebut. Sebaliknya jika kohesivitas kelompok pada organisasi UKM KSR rendah, maka komitmen organisasi pada kelompok tersebut akan semakin rendah.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN TEORITIS - Pengaruh Sikap Pada Perubahan Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi Pengurus Partai Keadilan Sejahtera di Kota Medan

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. CYBERLOAFING 1. Pengertian Cyberloafing - Hubungan Tipe Komitmen Organisasi Terhadap Cyberloafing Pada Karyawan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara

0 1 18

BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi - Studi Pengaruh Kepercayaan Karyawan pada Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi di PT. Bank Sumut

0 0 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Komitmen Organisasi 1.1 Definisi Komitmen Organisasi - Perbedaan Komitmen Organisasi ditinjau dari Budaya Organisasi pada Karyawan

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah - Perbedaan Komitmen Organisasi ditinjau dari Budaya Organisasi pada Karyawan

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Pengertian Anggaran - Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja SKPD Pemerintahan Propinsi Sumatera Utara

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komitmen Organisasi 2.1.1. Pengertian Komitmen Organisasi - Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV (persero) Medan Unit Kebun Pabatu

0 0 14

BAB II LANDASAN TEORI A. KOMITMEN KARYAWAN PADA ORGANISASI 1. Definisi Komitmen Karyawan pada Organisasi - Pengaruh Budaya Organisasi dan Persepsi Dukungan Organisasi terhadap Komitmen Karyawan pada Organisasi

0 0 27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku merokok 1. Pengertian perilaku merokok - HUBUNGAN ANTARA KELOMPOK TEMAN SEBAYA, IKLAN ROKOK DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA(KELAS 10)DI SMK YPT 1 PURBALINGGA - repository perpustakaan

0 0 30

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Organisasi 1. Pengertian organisasi - Taufik Hidayat BAB II

0 0 19