BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi - Studi Pengaruh Kepercayaan Karyawan pada Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi di PT. Bank Sumut

BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Organisasi

1. Pengertian Komitmen Organisasi

  Secara teoritis terdapat perbedaan dalam mendefinisikan konsep komitmen terhadap organisasi di antara para ahli dan peneliti (Karim dan Noor, 2006).

  Sebelum membicarakan pengertiannyam pendekatan terhadap pengklasifikasian, penting diketahui bahwa pada dasarnya dapat dibedakan pendekatan antara

  

attitudinal commitment dan behavioral commitment (Mowday, dalam Allen &

Meyer 1997).

  Pendekatan sikap berfokus pada proses berpikir individu tentang hubungan mereka dengan organisasi (Mowday dalam Allen & Meyer,1997). Individu akan mempertimbangkan kesesuaian nilai dan tujuan mereka dengan organisasi. Komitmen organisasi yang tinggi akan ditunjukkan dengan keyakinan yang kuat dan penerimaan terhadap nilai-nilai serta tujuan dari organisasi tersebut.

  Sedangkan pendekatan perilaku berhubungan dengan proses dimana individu itu telah terikat dengan organisasi tertentu. Komitmen individu tersebut ditunjukkan dengan adanya tindakan. Contohnya individu dengan komitmen yang tinggi akan tetap berada di organisasi dan akan mempunyai pandangan yang positif tentang organisasinya. Selain itu individu akan menunjukkan perilaku yang konsisten untuk tetap mempunyai persepsi diri yang positif (Mowday dalam Allen & Meyer, 1997).

  Komitmen organisasi itu sendiri memiliki dasar yang berbeda-beda secara psikologis. Untuk itu perlu meneliti komitmen organisasi dengan menggunakan pendekatan secara multidimensional. Allen & Meyer (1997) melakukan penelitian secara multidimensional tentang komitmen organisasi. Ia mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kondisi psikologis yang menunjukkan karakteristik hubungan antara karyawan dengan organisasi dan mempunyai pengaruh dalam keputusan untuk tetap melanjutkan keanggotaannya di dalam organisasi tersebut. Pengertian komitmen organisasi menurut Robbin (1997) yaitu suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu.

  Sedangkan menurut Spector (2000), secara umum komitmen melibatkan keterikatan individu terhadap pekerjaannya. Komitmen merupakan sebuah variabel yang mencerminkan derajat hubungan yang dianggap dimiliki oleh individu terhadap pekerjaan tertentu dalam organisasi. Greenberg dan Baron (1995) mengemukakan bahwa komitmen merefleksikan tingkat identifkasi dan keterlibatan individu dalam pekerjaannya dan ketidaksediaannya untuk meninggalkan pekerjaan tersebut.

  Menurut Mathis dan Jackson (2001) komitmen terhadap organisasi adalah tingkat kepercayaan dan penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan organisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap ada di dalam organisasi tersebut yang pada akhirnya tergambar dalam statistik ketidakhadiran dan masuk keluar tenaga kerja (turnover).

  Menurut Mowday, Porter dan Steers (dalam Luthans, 2006) dikatakan bahwa komitmen terhadap organisasi terdiri dari tiga faktor, yaitu : keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi, kemauan yang besar untuk berusaha bagi organisasi dan kepercayaan yang kuat dan penerimaan terhadap nilai dan tujuan organisasi. Hal ini melibatkan suatu hubungan yang aktif dengan organisasi, dimana para karyawan mempunyai kemampuan untuk memberikan diri mereka dan membuat suatu kontribusi personal untuk membantu organisasi mencapai kesuksesan. (Cherrington, 1994)

  Salancik (1977) mendefinisikan komitmen terhadap organisasi sebagai keadaan dimana perilaku karyawan menjadi terikat pada organisasi dan karyawan memiliki keyakinan untuk meneruskan perilaku dan keterlibatannya. Dessler (dalam Oktorita, Rosyid & Lestari, 2001) memberi pengerian komitmen karyawan terhadap perusahaan/organisasi sebagai hubungan antara karyawan dengan perusahaan/organisasi yang merupakan orientasi karyawan pada perusahaan sehingga bersedia menyumbangkan energinya dan mengikatkan diri melalui aktivitas dan keterlibatan dalam perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan. Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan.

  Berdasarkan beberapa definisi dari tokoh-tokoh tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi pada karyawan mengandung pengertian sebagai sesuatu hal yang lebih dari sekedar kesetiaan yang pasif terhadap organisasi, dengan kata lain komitmen karyawan terhadap organisasi menyiratkan kondisi psikologis karyawan terhadap perusahaan atau organisasi secara aktif dengan adanya kesediaan dan kesiapan untuk mencurahkan usaha demi kepentingan perusahaan/organisasi dimana karyawan dengan komitmen yang tinggi memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab yang lebih dalam menyokong kesejahteraan dan keberhasilan organisasi serta keinginan untuk mempertahankan keanggotaannya, dengan adanya 3 komponen yaitu affective commitment, continuance commitment dan normative commitment.

2. Komponen Komitmen Organisasi

  Menurut Allen dan Meyer (1997) terdapat tiga komponen dalam komitmen organisasi, yaitu: a. Komponen affective

  Komponen ini menunjukkan kelekatan emosional karyawan, mengidentifikasikan dirinya dan menunjukkan keterlibatannya di dalam organisasi tersebut. Dimana karyawan yang memiliki komponen afektif yang tinggi melanjutkan keanggotaannya ke dalam organiasi karena memang hal itulah yang mereka inginkan (want to) untuk tetap berada di organisasi. Dalam komponen ini, individu merasakan adanya kesesuaian antara nilai pribadinya dan nilai-nilai organisasi.

  b. Komponen continuance Komponen ini menunjukkan kesadaran tentang kerugian yang dihadapi seorang karyawan bila dia meninggalkan pekerjaannya. karyawan yang mau tetap berada di organisasi berdasar komponen continuance karena memang mereka membutuhkan organisasi (need to). Komitmen ini lebih mendasarkan keterikatannya pada cost benefit analysis c. Komponen normative

  Komponen ini mencerminkan perasaan tentang kewajiban untuk tetap bekerja di organisasi. Karyawan dengan komponen normatif yang tinggi merasa mereka harus tetap berada di organisasi (ought to). Komitmen ini lebih dikarenakan nilai- nilai moral yang dimiliki karyawan secara pribadi.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komitmen Komitmen di dalam suatu organisasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.

  Pendekatan multidimensional akan lebih menjelaskan hubungan pekerja dengan organisasi yang mempekerjakannya (Cetin, 2006). Van Dyne dan Graham (dalam Coetzee, 2005) menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi seseorang berdasarkan pendekatan multidimensional, yaitu: a. Personal Factors

  Ada banyak penelitian yang menunjukkan bahwa beberapa tipe karyawan memiliki komitmen yang lebih tinggi pada organisasi yang mempekerjakannya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, karyawan yang lebih teliti, ekstrovet, dan mempunyai pandangan positif terhadap hidupnya (optimis) cenderung lebih berkomitmen. Selain itu, karyawan yang berorientasi kepada kelompok, memiliki tujuan serta menunjukkan kepedulian terhadap kelompok, juga merupakan tipe karyawan yang lebih terikat kepada keanggotaannya. Sama halnya dengan karyawan yang berempati, mau menolong sesama (altruistic) juga lebih cenderung menunjukkan perilaku sebagai anggota kelompok pada pekerjaannya.

  b. Situational Factors

  1. Workpace values Pembagian nilai merupakan komponen yang penting dalam setiap hubungan atau perjanjian. Nilai yang tidak terlalu kontroversial (kualitas, inovasi, kerjasama, partisipasi) akan lebih mudah dibagi dan akan membangun hubungan yang lebih dekat. Jika karyawan percaya pada nilai kualitas produk organisasi, mereka akan terikat pada perilaku yang berperan dalam meningkatkan kualitas. Jika karyawan yakin pada nilai partisipasi organisasi, mereka akan lebih merasakan bahwa partisipasi mereka akan membuat suatu perbedaan. Konsekuensinya, mereka akan lebih bersedia untuk mencari solusi dan membuat saran untuk kesuksesan suatu organisasi.

  2. Subordinate-supervisor interpersonal relationship Perilaku dari supervisor merupakan suatu hal yang mendasar dalam menentukan tingkat kepercayaan interpersonal dalam unit pekerjaan. Perilaku dari supervisor yang termasuk ke dalamnya seperti berbagi informasi yang penting, membuat pengaruh yang baik, menyadari dan menghargai unjuk kerja yang baik dan tidak melukai orang lain. Butler (dalam Coetzee, 2005) mengidentifikasi 11 perilaku supervisor yaitu memfasilitasi kepercayaan

  

interpersonal yaitu kesediaan, kompetensi, konsistensi, bijaksana, adil, jujur,

  loyalitas, terbuka, menepati janji, mau menerima, dan kepercayaan. Secara lebih luas apabila supervisor menunjukkan perilaku yang disebutkan ini maka akan memperngaruhi tingkat komitmen bawahannya.

  3. Job characteristics Berdasarkan Jernigan, Beggs dan Kohut (dalam Coetzee, 2005) kepuasan terhadap otonomi, status, dan kepuasan terhadap organisasi adalah prediktor yang signifikan terhadap komitmen organisasi. Hal inilah yang merupakan karakteristik pekerjaan yang dapat meningkatkan perasaan individu terhadap tanggung jawabnya, dan keterikatan terhadap organisasi.

  4. Organizational support Ada hubungan yang signifikan antara komitmen karyawan dan keyakinan karyawan terhadap keterikatan dengan organisasinya. Berdasarkan penelitian, karyawan akan lebih bersedia untuk memenuhi panggilan di luar tugasnya ketika mereka bekerja di organisasi yang memberikan dukungan serta menjadikan keseimbangan tanggung jawab pekerjaan dan keluarga menjadi lebih mudah, mendampingi mereka menghadapi masa sulit, menyediakan keuntungan bagi mereka dan membantu anak mereka melakukan sesuatu yang mereka tidak dapat lakukan.

  c. Positional Factors

  1. Organizational tenure Beberapa penelitian menyebutkan adanya hubungan antara masa jabatan dan hubungan karyawan dengan organisasi. Penelitian menunjukkan bahwa karyawan yang telah lama bekerja di organisasi akan lebih mempunyai hubungan yang kuat dengan organisasi tersebut.

  2. Hierarchical job level Penelitian menunjukkan bahwa status sosial ekonomi menjadi satusatunya prediktor yang kuat dalam komitmen organisasi. Hal ini terjadi karena status yang tinggi akan merujuk pada peningkatan motivasi dan kemampuan untuk terlibat secara aktif. Secara umum, karyawan yang jabatannya lebih tinggi akan memiliki tingkat komitmen organisasi yang lebih tinggi pula bila dibandingkan dengan para karyawan yang jabatannya lebih rendah. Ini dikarenakan posisi atau kedudukan yang tinggi membuat karyawan dapat mempengaruhi keputusan organisasi, mengindikasikan status yang tinggi, menyadari kekuasaan formal dan kompetensi yang mungkin, serta menunjukkan bahwa organisasi sadar bahwa para pekerjanya memiliki nilai dan kompetensi dalam kontribusi mereka.

  Menurut Steers & Porter (dalam Yuwono, et. al, 2006), faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen individu pada organisasinya juga cukup beragam, antara lain karakteristik pribadi (umur, masa kerja, motivasi berprestasi, dan pendidikan), karakteristik pekerjaan (tantangan kerja, kesempatan berinteraksi sosial, identitas tugas, dan umpan balik), desain organisasi (desentralisasi, derajat formalitas, dan derajat partisipasi dalam pengambilan keputusan) serta

  

pengalaman kerja (merupakan bagian dari komponen kepuasan dari pengalaman

  kerja, perasaan dibutuhkan oleh organisasi, dan perasaan terpenuhinya harapan- harapan individu terhadap organisasi).

B. Kepercayaan pada Organisasi

1. Pengertian Kepercayaan pada Organisasi

  Menurut Doney & Cannon (1997), kepercayaan muncul melalui interpretasi dan penilaian terhadap motivasi mitra bisnis. Orang atau sekelompok orang akan dimotivasi agar dapat membantu pihak lain menjadi lebih percaya, daripada sebelumnya. Maksud lain dari sebuah hubungan dapat disimpulkan ketika kedua belah pihak saling berbagi nilai yang memungkinkan salah satu pihak dapat memahami tujuan satu pihak lainnya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Anderson & Narus (1990) mengatakan bahwa kepercayaan sebagai bentuk keyakinan satu pihak bahwa pihak lain dalam kemitraan perkerjaannya.

  Mencarikan hasil yang positif pada pihak tersebut dan tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang tidak diharap yang memberikan hasil negatif. Selanjutnya, menurut Moore (1998) kepercayaan adalah keyakinan dalam diri atau kepercayaan dalam kerjasama dengan pihak lain dalam memberikan suatu hasil yang dinginkan di masa akan datang.

  Mayer, Davis dan Schoorman (1995) menyatakan bahwa kepercayaan adalah kesediaan satu pihak terhadap perlakuan pihak lainnya berdasarkan pengharapan bahwa yang lain akan melakukan tindakan terbaik ataupun penting untuk pihak itu (trustor), terlepas dari kemampuan untuk memonitor atau mengendalikan pihak lain tersebut. Definisi kepercayaan ini berlaku untuk hubungan dengan pihak lain yang dapat diidentifikasi yang dianggap untuk bertindak dan bereaksi dengan kemauan menuju trustor tersebut. Definisi ini berlaku baik secara pribadi manusia dan dalam hubungan person-to-

  

organization/institution . Kepercayaan ditentukan oleh kecenderungan trustor

untuk percaya pada umumnya dan kemampuan, kebajikan, dan integritas trustee.

  Tingkat kepercayaan dan resiko yang dirasakan oleh trustor akan mempengaruhi risiko trustor yang mengambil perilaku (risiko). Dengan asumsi risiko dan pelaksanaan tindakan yang melekat akan menyebabkan hasil tertentu, yang akan mempengaruhi faktor-faktor penentu kepercayaan dalam umpan balik.

  Menurut Zalabak, et. al (2010) kepercayaan pada organisasi merupakan keyakinan (belief) menyeluruh terhadap organisasi bahwa organisasi tersebut kompeten dalam komunikasi dan perilakunya, terbuka dan jujur, perduli

  

(concerned), handal (reliable) dan layak diidentifikasikan dengan tujuan, norma

  dan nilai-nilainya. Selanjutnya, Kreitner & Kinicke (2003) mendefinisikan kepercayaan sebagai keyakinan timbal balik terhadap tujuan dan perilaku orang lain. Individu yang percaya terhadap orang lain mempunyai keyakinan bahwa perilaku orang yang dipercayai akan memberi keuntungan kepada dirinya dan individu juga akan menunjukkan perilaku yang menguntungkan terhadap orang tersebut (Johnson&Johnson, 1997).

  Berdasarkan pendapat para tokoh diatas maka disimpulkan bahwa kepercayaan pada organisasi adalah keyakinan karyawan secara menyeluruh terhadap organisasinya bahwa organisasi tersebut kompeten, terbuka dan jujur, perduli (concerned) terhadap karyawan, dapat dihandalkan (reliable) dan layak diidentifikasikan dengan tujuan, norma dan nilai-nilainya.

2. Dimensi Kepercayaan pada organisasi

  Menurut Zalabak, et. al (2010) terdapat 5 dimensi dalam kepercayaan pada organisasi, yaitu : a.

  Competence Dimensi competence adalah kemampuan organisasi melalui kepemimpinan, strategi/keputusan, kualitas dan kemampuan untuk menghadapi tantangan dari lingkungannya. Competence berhubungan kepada efisiensi organisasi secara keseluruhan sebagaimana kualitas dari produk ataupun layanannya.

  Competence diukur berdasarkan kemampuan organisasi untuk mencapai tujuannya.

  b.

  Openness dan honesty Dimensi openness and honesty merefleksikan bagaimana organisasi berkomunikasi untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang konstruktif, dan memberikan masukan terhadap keputusan yang diambil perusahaan yang berhubungan dengan pekerjaan. Karyawan menilai sebuah organisasi itu terbuka dan jujur ketika para manajer dan atasan memberikan informasi mengenai kinerja dan evaluasi kinerja, mengatasi masalah yang berhubungan dengan pekerjaan dan bagaimana keputusan penting diambil organisasi yang ada dampaknya pada mereka.

  c.

  Concern for employees/stakeholders.

  Concern for employees adalah mengenai praktek kerja perusahaan terhadap

  karyawannya. Karyawan akan percaya terhadap organisasi yang perhatian pada mereka dan mendengar mereka. Hal ini dimulai dari atasan langsung atau menajer yang mendengar ide/gagasan karyawannya dan bertindak untuk kebutuhan, dan keperdulian terhadap mereka/karyawan. Kepercayaan berhubungan dengan usaha pimpinan untuk membawa informasi kepada karyawan. Dimensi concern dicerminkan dalam persepsi dan bagaimana pada kenyataannya keinginan top manajemen untuk berkomunikasi secara rutin dengan karyawan dan menunjukkan harapan karyawan untuk didengar dan bentindak untuk kepentingan karyawan. Karyawan percaya terhadap organisasi ketika mereka yakin atasan langsung ataupun manajer perduli

  

(concern) terhadap kesejahteraan mereka. Top manajemen dipercayai ketika

kebijakan dan prosedur mereka dibuat untuk kesejahteraan karyawan.

  d.

  Reliablity (keterandalan) Dimensi reliablity adalah mengenai menjaga komitmen perusahaan dan dasar dari tindakan. Hal ini mengenai apa yang dikatakan atasan dan manajer adalah sama dengan apa yang mereka lakukan. Hal ini berkaitan dengan bagaimana mereka mengatakan kepada seluruh anggota organisasi ketika sesuatu berubah serta alasan perubahan tersebut. Hal ini merupakan perilaku yang konsisten dari hari ke hari. Bagi top manajemen, reliability adalah menjaga komitmen dari organisasi dan mengatakan alasannya jika ada yang berubah. Reliability adalah melakukan apa yang kita katakan dan mengatakan alasannya. Reliability adalah kemantapan dalam perilaku yang membangun kepercayaan yang dibutuhkan untuk saat yang tidak menentu. Sebuah organisasi yang dapat diandalkan adalah organisasi yang dipercaya karena melakukan apa yang dikatakannya. e.

  Identification

  Identification merupakan hubungan antara organisasi dan karyawan secara

  individual lebih bedasarkan kepada nilai-nilai inti (core values). Identifikasi berkaitan dimana individu membangun hubungan pribadi dengan manajemen dan rekan-rekan dalam organisasi. Identification muncul ketika individu yakin bahwa nilai-nilai mereka tercermin dalam nilai-nilai organisasi.

  Karyawan mengidentifikasi dan percaya terhadap organisasi jika organisasi bertindak dengan cara yang berkaitan erat dengan nilai-nilai organisasi itu sendiri. Menurut Mayer, Davis & Schoorman (1995) dimensi dari kepercayaan adalah kemampuan (ability), kebaikan (benevolence), integritas (integrity). Kemampuan adalah sesuatu yang berhubungan dengan keahlian, kompetensi, dan karakter yang mana satu pihak dapat mempengaruhi dengan beberapa spesifikasi tertentu.

  Kebaikan (benevolence) adalah tingkat kepercayaan di mana seorang yang dipercayai (trustee) akan percaya bahwa akan melakukan hal yang baik ke orang yang memberikan kepercayaan. Integritas (integrity) adalah orang yang percaya akan selalu berkeinginan untuk mengikuti prinsip-prinsip dimana orang yang memberikan kepercayaan akan menerimanya (Mayer, Davis & Schoorman, 1995).

  

C. Pengaruh Kepercayaan Karyawan pada Organisasi terhadap Komitmen

Organisasi

  Kepercayaan pada organisasi merupakan hal yang sangat penting dalam suatu organisasi. Menurut Doney & Cannon (1997), kepercayaan muncul melalui interpretasi dan penilaian terhadap motivasi mitra bisnis. Orang atau sekelompok orang akan dimotivasi agar dapat membantu pihak lain menjadi lebih percaya, daripada sebelumnya. Maksud lain dari sebuah hubungan dapat disimpulkan ketika kedua belah pihak saling berbagi nilai yang memungkinkan salah satu pihak dapat memahami tujuan satu pihak lainnya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Anderson & Narus (1990) mengatakan bahwa kepercayaan sebagai bentuk keyakinan satu pihak bahwa pihak lain dalam kemitraan pekerjaannya. Mencarikan hasil yang positif pada pihak tersebut dan tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang tidak diharap yang memberikan hasil negatif. Selanjutnya, menurut Moore (1998) kepercayaan adalah keyakinan dalam diri atau kepercayaan dalam kerjasama dengan pihak lain dalam memberikan suatu hasil yang dinginkan di masa akan datang.

  Definisi yang lebih jelas diungkapkan oleh Mayer, Davis dan Schoorman (1995) yang menyatakan bahwa kepercayaan adalah kesediaan satu pihak terhadap perlakuan pihak lainnya berdasarkan pengharapan bahwa yang lain akan melakukan tindakan terbaik ataupun penting untuk pihak itu (trustor), terlepas dari kemampuan untuk memonitor atau mengendalikan pihak lain tersebut.

  Definisi kepercayaan ini berlaku untuk hubungan dengan pihak lain yang dapat diidentifikasi yang dianggap untuk bertindak dan bereaksi dengan kemauan menuju trustor tersebut. Definisi ini berlaku baik secara pribadi manusia dan dalam hubungan person-to-organization/institution. Kepercayaan ditentukan oleh kecenderungan trustor untuk percaya pada umumnya dan kemampuan, kebajikan, dan integritas trustee. Tingkat kepercayaan dan resiko yang dirasakan oleh trustor akan mempengaruhi risiko trustor yang mengambil perilaku (risiko).

  Zalabak, et. al (2010) mengatakan bahwa kepercayaan pada organisasi merupakan keyakinan (belief) menyeluruh terhadap organisasi bahwa organisasi tersebut kompeten dalam komunikasi dan perilakunya, terbuka dan jujur, perduli

  

(concerned), keterandalan (reliable) dan layak diidentifikasikan dengan tujuan,

  norma dan nilai-nilainya. Kepercayaan timbul atas dasar adanya pengharapan di mana terdapat di dalamnya kejujuran dan potensi membangun sistem yang akan saling menguntungkan kedua belah pihak di masa depan. Dengan demikian terdapat suatu level yang lebih tinggi daripada sekedar keyakinan. Trustor dikatakan memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap trustee bila trustor siap menerima konsekuensi apapun dari keputusannya tersebut (Nasution & Widjajanto, 2007).

  Karyawan perusahaan dahulu memiliki kepercayaan bahwa perusahaan akan memberikan penghargaan untuk kesetiaan dan pekerjaan baik mereka, dengan keamanan kerja, kenaikan gaji/upah dan berbagai keuntungan lainnya. Tetapi, di negara-negara maju, khususnya sejak pertengahan tahun 80-an, sebagai respons terhadap kompetisi global, pengambilalihan perusahaan, pembajakan tenaga ahli dan semacamnya, perusahaan mulai membuang kebijakan lama tentang keamanan kerja, senioritas, dan kompensasi. Perubahan-perubahan ini mengakibatkan menurunnya kesetiaan karyawan. Dalam penelitian terakhir pada karyawan di Amerika Serikat, 57% di antara mereka mengatakan bahwa perusahaan sendiri kurang setia kepada karyawannya sekarang ini dibandingkan dengan sepuluh tahun yang lalu (Traub dalam Muchlas, 2005). Tentu saja komitmen karyawan berkurang.

  Gibbs (1972) menggambarkan kepercayaan organisasional sebagai suasana di mana orang secara emosional merasa aman dan nyaman saat mereka berinteraksi, dan menerima satu sama lain. Iklim kepercayaan meningkatkan kerja tim, kepemimpinan, tercapainya tujuan, kinerja, kepuasan karyawan dan komitmen (Laschinger dalam Celik, et al. 2011). Cummings dan Bromiley (dalam Kramer & Tyler, 1996) mengemukakan bahwa keyakinan seorang terhadap pihak lain akan berpengaruh dengan komitmen orang tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa rasa percaya dari karyawan akan mengarah pada komitmen. Kramer & Goldman menekankan suatu pernyataan bahwa komitmen merupakan refleksi dari perilaku mempercayai. (dalam Kramer & Tyler, 1996).

  Menurut Greenberg dan Baron (dalam Cetin, 2006), karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi adalah karyawan yang lebih stabil dan lebih produktif sehingga pada akhirnya juga lebih menguntungkan bagi organisasi. Menurut Morrow (dalam Setiawati dan Zulkaida, 2007) karyawan dengan komitmen organisasi yang tinggi akan menunjukkan sikap bahwa dia membutuhkan dan mempunyai harapan yang tinggi terhadap organisasi tempatnya bekerja, serta lebih termotivasi dalam bekerja. Komitmen dapat diartikan sebagai kesetiaan untuk melakukan apa yang telah diputuskan. Biasanya komitmen memerlukan suatu pengorbanan dan pengabdian.

  Probowo (2002) menyebutkan bahwa untuk mencapai tujuan dan mempertahankan kelangsungannya, perusahaan membutuhkan adanya penerimaan, kemauan, kesediaan, loyalitas dan keterlibatan secara penuh dari karyawan dalam upaya mencapai tujuan dan kelangsungan perusahaan.

  Penerimaan, kemauan, kesediaan dan keterlibatan ini akan tercermin dari adanya perilaku kerja yang mau bekerja keras, bekerja di luar tugasnya serta bekerja dengan tingkat perhatian dan ketekunan tinggi. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Alwi (2001) menyatakan bahwa sikap karyawan yang tetap bertahan dalam perusahaan dan terlibat mendalam dalam upaya-upaya mencapai visi, misis, nilai dan tujuan perusahaan dikatakan sebagai komitmen organisasi.

  Komitmen ini meliputi hubungan yang aktif antar individu dengan perusahaannya, dimana individu bersedia memberikan sesuatu atas kehendak sendiri demi tercapainya tujuan perusahaan.

  Faktor yang mempengaruhi komitmen individu pada organisasinya seperti yang disebutkan Steers & Porter (dalam Yuwono, et. al, 2006) cukup beragam, salah satunya adalah pengalaman kerja yang di dalamnya terdapat perasaan terpenuhinya harapan-harapan individu terhadap organisasi. Organisasi merupakan wadah keuntungan bersama. Keuntungan bersama ini sering dinyatakan dengan organisasi membutuhkan orang dan orang juga membutuhkan organisasi atau perusahaan membutuhkan karyawan dan karyawan membutuhkan perusahaan. Organisasi ini dibentuk dan dipertahankan dalam prinsip demi keuntungan bersama di antara para pelakunya. Manusia memandang organisasi sebagai alat bantu atau cara untuk membantu mencapai mereka, sedangkan organisasi membutuhkan manusia untuk membantu mencapai sasaran atau target organisasi (Muchlas, 2005). Rosseau, et. al (1998) menyatakan bahwa kepercayaan merupakan pengaruh psikologi terhadap harapan yang positif untuk intensi atau behavior. Menurut Sanner (dalam Ryan, 2002), ketika seseorang telah mempercayai pihak lain maka orang tersebut harapannya akan terpenuhi dan tak akan ada lagi kekecewaan.

  Zangaro (2001) menyatakan bahwa komitmen merupakan tingkah laku yang menunjukkan janji untuk memenuhi kewajiban terhadap orang lain atau sesuatu pada masa yang akan datang. Hasil Penelitian Dunham, Grube, dan Castaneda (dalam Chairy 2002) menunjukkan bahwa keterandalan organisasi, kepuasan kerja, serta persepsi terhadap manajemen partisipatif memberikan kontribusi yang cukup tinggi terhadap komitmen afektif. Persepsi terhadap manajemen partisipatif memiliki kontribusi yang signifikan pada komitmen normatif. Keterandalan dan persepsi karyawan terhadap perusahaannya merupakan bagian dari dimensi kepercayaan pada organisasi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Misalnya dimensi concern yang dicerminkan dalam persepsi karyawan dan bagaimana pada kenyataannya keinginan top manajemen untuk berkomunikasi secara rutin dengan karyawan dan menunjukkan harapan karyawan untuk didengar dan bentindak untuk kepentingan karyawan (dalam Zalabak, et. al, 2010).

  Kepercayaan menunjukkan kepedulian dan dukungan atau bertindak berdasarkan prinsip yang dapat dipandang sebagai tindakan yang menimbulkan motivasi untuk membalas tindakan. Dari prinsip ini, maka kepercayaan merupakan bagian penting dari hubungan yang ada. Sebagai contoh Meyer dan Allen (1997) membedakan antara komitmen afektif, yang mencerminkan keinginan untuk tetap menjadi anggota dari suatu kelompok karena ikatan emosional, dan komitmen continuance, yang mencerminkan kelekatan berdasarkan ekonomi dan biaya. Komitmen afektif menunjukkan adanya hubungan pertukaran sosial, sedangkan komitmen kelanjutan menunjukkan adanya hubungan pertukaran ekonomi (Mowday, Porter, & Steers, 1982;. Shore et al, 2006). Selain itu juga adanya indikator lain termasuk perasaan adanya kewajiban sehingga memberikan energi dan usaha maksimumnya (Eisenberger, Armeli, Rexwinkel, Lynch, & Rhoades dalam Colquitt, et. al 2007). Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan ini memprediksikan mekanisme dari komitmen afektif, perasaaan memiliki kewajiban dan pemenuhan kontrak psikologis (Colquitt, et. al 2007).

  Penelitian Kramer (2001) Dan Matthai (1989) menemukan bahwa kepercayaan organisasi adalah prediktor yang bermakna terhadap komitmen organisasi. (dalam Tezi, 2007). Beberapa temuan memberikan bukti bahwa kepercayaan organisasi adalah elemen penting untuk kesuksesan organisasi seperti komitmen organisasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa karyawan perlu merasa yakin bahwa usaha mereka akan menghasilkan beberapa manfaat bagi diri mereka sendiri dan organisasi (dalam Tezi, 2007).

  Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kepercayaan karyawan pada organisasi memiliki peranan yang sangat penting. Apabila karyawan percaya terhadap organisasi akan menentukan bagaimana sikap karyawan terhadap perusahaan, apakah akan setia, selalu mendukung keputusan- keputusan perusahaan, selalu berusaha menjadi yang terbaik atau dengan kata lain akan mempengaruhi komitmen karyawan terhadap organisasi. Kepercayaan memainkan peran penting dalam membangun dan mempertahankan hubungan dan merupakan prediktor yang signifikan terhadap komitmen. Karyawan dapat komit pada organisasi yang diyakini dapat dipercaya. Kepercayaan merupakan variabel yang dapat menimbulkan keinginan karyawan untuk menjalin hubungan jangka panjang dengan perusahaan.

D. Hipotesa

  Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesa alternatif yang diajukan dalam penelitian ini adalah : a.

  Terdapat pengaruh kepercayaan karyawan pada organisasi terhadap komitmen affective b.

  Terdapat pengaruh kepercayaan karyawan pada organisasi terhadap komitmen continuance c.

  Terdapat pengaruh kepercayaan karyawan pada organisasi terhadap komitmen normative