ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PANGAN PADI MENJADI LAHAN PERKEBUNAN SAWIT SUMATERA UTARA.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PANGAN PADI MENJADI LAHAN PERKEBUNAN SAWIT
SUMATERA UTARA
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Megister Sains pada
Program Studi Ilmu Ekonomi
Oleh:
RAFIDA KHAIRANI 8126161012
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
(2)
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PANGAN PADI MENJADI LAHAN PERKEBUNAN SAWIT
SUMATERA UTARA
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Megister Sains pada
Program Studi Ilmu Ekonomi
Oleh:
RAFIDA KHAIRANI 8126161012
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
(3)
(4)
(5)
i
ABSTRAK
RAFIDA KHAIRANI. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya
Konversi lahan Pangan Padi Menjadi Lahan Perkebunan Sawit Sumatera Utara. Universitas Negeri Medan, 2014.
Alih fungsi lahan yang marak terjadi, hal ini disebabkan karena tidak tegasnya kebijakan yang disediakan pemerintah dan tidak memanfaatkan prosedur hukum yang benar, politik pembangunan tidak jelas arahnya dan tidak terintegrasi sehingga pembangunan yang ada pragmatis. Kondisi yang memprihatinkan adalah petani kecil yang areal sawahnya kecil tidak mampu melakukan konversi karena biaya investasi awal perkebunan yang tinggi. Banyak pemandangan yang aneh dimana areal sawah yang sempit dikelilingi oleh perkebunan sawit di Sumatera Utara dan sebagian sawah petani kecil telah dijual kepada petani kaya untuk perkebunan kelapa sawit. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini terjadi. Penelitian ini mencoba melihat penyebab dari beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi lahan pangan tanaman padi ke perkebunan sawit Sumatera Utara. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data skunder berupa data time series dan data primer berupa kuisioner berupa wawancara kepada petani. Metode analisis yang digunakan untuk data sekunder adalah Ordinary Least Square (OLS) dengan analisis program software Eviews version 7.1. Sedangkan metode analisis yang digunakan untuk data primer adalah probit logit model. Dari hasil peneliian yang dilakuakan, nilai tukar petani, indeks petanaman, impor beras dan harga patokan pemerintah secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap terjadinya konversi lahan pangan. Secara parsial, masing-masing adalah, nilai tukar petani berpengaruh negatif, indeks pertanaman berpengaruh negatif, impor berpengaruh positif dan harga patokan pemerintah berpengaruh positif terhadap terjadinya konversi lahan pangan. (2) Hasil analisis model logit pendapatan berpengaruh negatif terhadap terjadinya konversi lahan pangan. Dan hasil Model probit menyatakan petani yang tingkat pendidikannya di bawah sekolah dasar melakukan konversi lahan pangan adalah sebesar (84%) dan tingkat pendidikannya di atas sekolah dasar melakukan konversi lahan pangan sebesar (41%)
Kata kunci: nilai tukar petani, indeks pertanaman, impor beras, harga patokan pemerintah
(6)
ii
ABSTRACT
RAFIDA KHAIRANI. Analysis of Factors Affecting Occurrence of Rice Food
Land conversion Becoming Palm Plantation in North Sumatera. State University Medan.
Land conversion is rife, it is because the policy does not specifically provided by the government and not utilizing the correct legal procedures, development politics obscure and not integrated so that there is a pragmatic development. Poor condition are small farmers who can not afford a small rice paddy acreage conversion for plantations initial investment costs are high. Many strange sights which the narrow paddy fields surrounded by palm plantations in North Sumatra and some small paddy farmers have sold to wealthy farmers to oil palm plantations. There are several factors that cause this to happen. This study tried to look at the cause of some of the factors that influence the occurrence of food crop paddy land conversion to oil palm plantations in North Sumatra. The data used in this study is a secondary data in the form of time series data and primary data in the form of questionnaires to farmers in the form of an interview. The analytical method used for secondary data is Ordinary Least Square (OLS) with analysis software program Eviews version 7.1. While the methods of analysis used for primary data is the probit logit models. From the results of the dilakuakan peneliian, farmers exchange rate, index petanaman, the benchmark price of imported rice and government jointly significant effect on the occurrence of food conversion. Partially, respectively, the negative effect of exchange rate farmers, cropping index of negative affect, positive affect import prices and the government benchmark has positive influence on the occurrence of food conversion. (2) The results of the logit model analysis of income negatively affect the food conversion. And the results of the probit model states that the level of education of farmers under the elementary school land conversion of food is equal to (84%) and less educated above primary school land conversion of food (41%)
Keywords: exchange rate farmers, cropping index, the import of rice, the price of benchmark government
(7)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Tesis ini berjudul
“Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konversi Lahan Pangan Padi Menjadi Lahan Perkebunan Sawit Sumatera Utara” guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar megister Sains Ilmu Ekonomi pada Program Pascasarjana Universitas Negeri
Medan.
Selama penyusunan tesis ini, penulis menerima banyak dukungan dari berbagai
pihak. Pertama-tama, penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada
Ayahanda Almarhum H. Syawal Effendy Piliang, BA dan Ibunda tercinta Hj. Asliah Br.
Tohang yang tak putus memberikan dukungan moril dan materil serta doa yang tulus
dan tak putus dari mereka sampai terselesaikannya tesis ini. Ungkapan terima kasih juga
kepada seluruh saudara saudara penulis yang selalu member dukungan Lydia Madonna,
S.E, Dina Hayati, S.Pd, Halim Afif S.Si, Dian Mayasari, Amd, Nelly Isnaini, S.Pd.I dan
Rizki Radhifan, S.E.I atas semua do’a dan dukungan.
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Ibnu Hajar, M.Si selaku Rektor Universitas Negeri Medan.
2. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Muin Sibuea, M.Pd selaku Direktur Program pascasarjana
Universitas Negeri Medan.
3. Bapak Dr. Arif Rahman, M.Pd selaku Asisten Direktur I dan Bapak Prof. Dr. Sahat
Siagian, M.Pd selaku Asisten Direktur II Program Pascasarjana Universitas Negeri
(8)
4. Bapak Dr. H. Dede Ruslan, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Program
Pascasarjana Universitas Negeri Medan sekaligus penguji yang memberikan
masukan kepada penulis.
5. Bapak Dr. Eko Wahyu Nugrahadi, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Ilmu
Ekonomi Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan sekaligus Pembimbing I
yang telah banyak membantu dan memberikan arahan selama proses penyelesaian
tesis ini.
6. Bapak Dr. Zahari Zein, M.Sc selaku Pembimbing II yang dengan kesabaran yang
besar memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis hingga terselesaikannya
tesis ini.
7. Bapak Dr. Arwansyah, M.Si dan Dr. Rahmanta, M.Si selaku Penguji.
8. Seluruh dosen Pascasarjana Universitas Negeri Medan dan teman-teman
seperjuangan angkatan tahun 2012.
9. Semua adik-adik kos Annida yang ikut serta mendoakan dan selalu memberikan
support, dalam penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari sempurna, namun penulis bertahap
dengan segala keterbatasan yang ada semoga karya ini dapat memberikan manfaat bagi
penulis dan pembaca sekalian.
Medan, Agustus 2014
(9)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GRAFIK ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 15
1.3 Tujuan Penelitian ... 15
1.4 Manfaat Penelitian ... 16
BAB II KAJIAN PUSTAKA ………. 17
2.1 Kerangka Teoretis ... 17
2.1.1 Studi Efisiensi dalam Analisis Fungsi Produksi dan Fungsi Laba ... 17
2.1.2 Hakekat Konversi Lahan ... 23
2.1.3 Laju Konversi Lahan ... 24
2.1.4 Undang-undang perlindungan Lahan Pertanian Pangan . 25
2.1.5 Potensi Dampak Konversi Lahan Secara Ekonomi, Sosial dan Lingkungan ... 26
2.1.6 Konversi dan Mutasi Lahan ... 30
2.1.7 Lingkup dampak Konversi Lahan Terhadap Ketahanan Pangan ... 31
2.1.8 Aspek kuantitas Ketersediaan Pangan ... 35
2.1.9 Upaya Antisipasi Konversi dan peningkatan Produksi .. 36
2.1.10 Hasil Penilitian Terdahulu ... 43
2.2 Kerangka Konseptual dan Hipotesis... 46
2.2.1 Kerangka Konseptual ... 46
2.2.2 Definisi Operasional ... 48
2.2.3 Hipotesis Penelitian ... 49
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 50
3.1 Lokasi Penelitian ... 50
3.2 Sumber Data ... 50
3.3 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Data Primer ... 53
3.3.1. Kabupaten Simalungun... 53
3.3.2. Kabupaten Langkat ... 54
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 55
3.5 Teknik Analisis Data ... 55
(10)
3.5.2 Metode Deskriptif Kuantitatif ... 56
3.6 Uji Asumsi Klasik ... 57
3.6.1 Uji Normalitas ... 57
3.6.2 Uji Multikolineritas ... 58
3.6.3 Uji Heteroskedasitisitas ... 60
3.6.4 Uji Autokorelasi ... 61
3.7. Uji Regresi Berganda ... 62
3.8. Model Logit ... 64
3.9. Model Probit ... 66
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 67
4.1 Perkembangan Luas lahan Sawah dan Perkebunan Sumatera Utara ... 67
4.2 Perkembangan Konversi Lahan Pangan dan Perkebunan Sumatera Utara ... 68
4.3 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) ... 70
4.4 Perkembangan Indeks Pertanaman (IP) ... 71
4.5 Perkembangan Harga Patokan Pemerintah (HPP) ... 72
4.6 Perkembangan Impor Beras (M) ... 73
4.7 Hasil Estimasi Regresi Berganda Konversi Pangan ... 74
4.7.1 Hasil Uji Hipotesis... 76
4.8 Hasil Uji Asumsi Klasik ... 81
4.9 Hasil Metodologi Cobb-Douglass ... 87
4.10 Hasil Model Probit dan Logit ... 87
4.10.1 Hasil Model Logit ... 88
4.10.2 Hasil Model Probit... 89
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 92
5.1 Simpulan ... 92
5.2 Saran ... 94
DAFTAR PUSTAKA ... 96
(11)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Jumlah Usaha Pertanian Menurut Subsektor dan Pelaku Usaha
Pertanian Tahun 2003-2013... 27
Tabel 3.1. Kerangka Sampel (Sampling Frame) Kabupaten Simalungun yang Terancam Konversi Lahan Pangan ... 49
Tabel 3.2 Kerangka Sampel (Sampling Frame) Kabupaten Langkat yang Terancam Konversi Lahan Pangan ... 50
Tabel 4.1. Hasil Akhir Estimasi Regresi Konversi Lahan ... 70
Tabel 4.2. Hasil Akhir Estimasi Regresi Produksi Pangan ... 75
Tabel 4.3. Hasil Analisis Analisis Logit ... 84
Tabel 4.5. Hasil Hitungan Analisis Logit ... 84
(12)
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1. Luas Panen - Tanaman Pangan Provinsi Sumatera Utara
Tahun 1994-2013 ... 6
Grafik 1.2. Luas Tanam Berbagai Komoditas dan Luas Panen Padi Kabupaten Labuhan Batu 2001-2009... 7
Grafik 1.3. Luas Tanam Berbagai Komoditas dan Luas Panen Padi Kabupaten Simalungun 2001-2009 ... 7
Grafik 1.4. Luas Tanam Berbagai Komoditas dan Luas Panen Padi Kabupaten Tapanuli Selatan, Padang Lawas Utara, dan Padang lawas 2001-2009... 8
Grafik 1.5. Jumlah Usaha Pertaniab Menurut Subsektor dan Pelaku Usaha Pertanian 2003-2013 ... 11
Gafik 2.1. Constant Return To Scale (CRTS) ... 19
Grafik 2.2 Increasing Return To Scale (IRTS) ... 19
Grafik 2.3. Decreasing Return To Scale (DRTS) ... 20
Grafik 2.4. Hubungan Subtitusi Dalam Konsep Isoquant ... 20
Grafik 4.1. Perkembangan Luas Lahan Sawah dan Perkebunan Sumatera Utara 1994-3013 ... 65
Grafik 4.2. Luas Lahan Pangan yang Terkonvensi 1994-2013 ... 67
Grafik 4.3. Perkembangan Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan dan Perkebunan Sumatera Utara 1994-2013 ... 68
Grafik 4.4. Perkembangan Nilai Indeks Pertanaman Tanaman Pangan Sumatera Utara 1994 – 2013 ... 69
Grafik 4.5. Perkembangan Harga Patokan Pemerintah Sumatera Utara 1994-2013 ... 70
Grafik 4.6. Pengadaan Lokal dan Impor Beras Sumatera Utara 1994-2013 ... 70
(13)
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.5 Keragka Konseptual Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Konversi Lahan Pangan Menjadi Konversi Lahan Perkebunan ... 46
Gambar 4.1 Gamabar Hasil Uji Normalitas ... 78
(14)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Saat ini luas lahan pertanian pangan yang ada semakin terancam.
Sedangkan kebutuhan pangan meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah
penduduk. Diprediksikan peningkatan jumlah penduduk tiap tahunnya adalah
sekitarr 1,49 persen per tahun (3,5 juta jiwa). Rusli (2005:3) mengungkapkan
bahwa dengan meningkatnya jumlah penduduk, rasio antara manusia dan lahan
menjadi semakin besar, sekalipun pemanfaatan setiap jengkal lahan sangat
dipengaruhi taraf perkembangan kebudayaan suatu masyarakat. Pertumbuhan
penduduk menyebabkan persediaan lahan semakin kecil. Indonesia harus cermat
dalam melihat keadaan ini, dengan peningkatan yang begitu pesat maka
kebutuhan pangan hendaknya harus lebih diperhatikan. Jumlah penduduk tersebut
secara tidak langsung turut memicu terjadinya konversi lahan pertanian pangan
untuk pemukiman penduduk, industri, perkebunan, jalan dan pengembangan kota.
Zen, McCarthy dan Gillespie (2008:6) menyatakan:
Agriculture is seen as the key to reducing the poverty that is so extensive in rural areas. Current Indonesian government policies emphasize the role of the plantation sector in regional development. Yet, if agriculture is to assist the poor, appropriate governance arrangements are critical. One of the critical areas that governance measures must address in order to protect the poor is to ensure procedural justice in agricultural development projects utilising their land.
Pernyataan tersebut menyatakan bahwa pentingnya pertanian yang
dipandang sebagai kunci untuk mengurangi kemiskinan yang begitu luas di daerah 1
(15)
pedesaan. Saat ini perkebunan dianggap menjadi salah satu usaha dalam
meningkatkan pembangunan daerah. Petani tidak memiliki lahan yang luas dan
modal yang besar. Oleh karena itu, pemerintah harus bisa mengatasi dan
melindungi orang miskin dalam memastikan keadilan prosedural dalam
pembangunan proyek pertanian dan pemanfaatan lahan yang mereka miliki. Pada
dasarnya pembangunan pertanian bertujuan untuk melindungi orang miskin dan
memastikan keadilan prosedural dalam pembangunan pertanian. Prosedur hukum
yang benar berkaitan dengan pelaksanaan perlindungan hak menguasai
sumberdaya yang adil bagi masyarakat.
Alih fungsi lahan yang marak terjadi saat ini disebabkan karena tidak
tegasnya kebijakan yang disediakan pemerintah dan tidak memanfaatkan prosedur
hukum yang benar, politik pembangunan tidak jelas arahnya dan tidak
terintegrasi sehingga pembangunan yang ada pragmatis. Pembangunan satu
sektor yang mengorbankan sektor lain sering terjadi di Indonesia. Hal ini sering
dilakukan karena motif mencari keuntungan finansial individu tanpa
pertimbangan matang dalam jangka panjang. Sehingga orang mampu akan
menyebabkan orang miskin semakin menderita. Keadaan inilah salah satu alasan
sektor pertanian Indonesia tertinggal dengan negara lain.
Dalam Undang- undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang perlindungan
lahan pertanian pangan berkelanjutan, Pemerintah telah melakukan pengaturan
tentang alih fungsi lahan, yaitu aturan perubahan fungsi Lahan Pertanian pangan
baik secara tetap maupun sementara akan dipidana dan didenda sesuai dengan
(16)
diimplimentasikan dengan baik. Masih banyak keadaan di lapangan penciutan
lahan persawahan menjadi lahan perkebunanan dan lain sebagainya.
Aset penting yang dimiliki petani adalah lahan pertanian tempat mereka
berusahatani. Pilihan yang dilakukan petani merupakan pilihan yang rasional
dengan berbagai pertimbangan. Tak jarang petani mengganti-ganti jenis tanaman
yang ditanam seperti padi dan jagung menjadi tanaman perkebunanan. Yang
menjadi masalah adalah jika dibiarkan dan tanpa pengawasan ekstra maka tidak
menutup kemungkinan hal ini akan menjadi sebab terganggunya ketahanan
pangan .
Santosa (2013:4) Profesor dari Institut Pertanian Bogor menilai Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono tidak memenuhi janjinya menambah area lahan
pertanian pangan seluas 7 juta hektar menjadi se r 15 juta hektar dari kondisi awal
7,9 juta hektar. Beliau berjanji pada tahun 2004 awal kepemimpinannya bersama
Wakil Presiden Yusuf Kalla pada tahun 2005 sampai akhir kepemimpinan. Di
akhir pemerintahannya yang terjadi justru sebaliknya. Lahan pertanian pangan
menyusut dari 7,9 juta hektar menjadi 7,3 hektar.
Menteri Pertanian Suswono berkata, ”Saya harap ada diversifikasi dalam pembiayaan untuk tanaman pangan, karena kebun kelapa sawit yang ada sekarang
lebih dari 9 juta hektar, sedangkan luas sawah hanya 7,9 juta hektar yang artinya
sudah melampaui.” Menurut beliau semua pihak harus waspada dengan dengan konversi areal tanaman pangan ke perkebunan karena faktanya kebun kelapa sawit
(17)
Zen (2012:2) Kondisi yang memprihatinkan adalah petani kecil yang areal
sawahnya kurang dari ½ ha tidak mampu melakukan konversi karena biaya
investasi awal perkebunan yang tinggi. Banyak pemandangan yang aneh dimana
areal sawah yang sempit dikelilingi oleh perkebunan sawit di Sumatera Utara dan
sebagian sawah petani kecil telah dijual kepada petani kaya untuk perkebunan
kelapa sawit.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka tetap (ATAP)
produski tahun 2011 sebesar 65,78 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) atau
turun menjadi 0,71 juta ton (1,07 %) dibanding produksi tahun 2010 yang terjadi
di Pulau Jawa. Naik turunnya hasil panen yang terjadi merupakan hasil dari
perencanaan yang sebelumnya sudah menjadi rencana yang matang. Banyak hal
yang menyebabkan kenyataan itu seperti di berbagai daerah yang belum terjadi
hujan dan menyebabkan kekeringan terjadi, konversi lahan, rusaknya sawah dan
lain-lain.
Salah satu indikator yang menunjukkan masih kurangnya produksi beras
dalam negeri adalah impor beras dan kenaikan harga beras. Hingga bulan Agustus
2012, jumlah impor beras sudah mencapai 1.033.794.255 ton. Sementara rata-rata
harga beras September 2012 naik 0,22% dibanding Agustus 2012 dan naik 7,98%
dibandingkan September 2011. Adapun komoditas jagung pada tahun 2011
sebesar 17,64 juta ton pipilan kering atau turun sebanyak 684,39 ribu ton (3,73%)
dibandingkan tahun 2010.
Irawan (2005:4) Salah satu dampak konversi lahan sawah yang sering
(18)
yang ditimbulkan bersifat permanen atau tetap akan terasa dalam jangka panjang
meskipun konversi lahan sudah tidak terjadi lagi. Untuk mencegah terjadinya alih
fungsi lahan secara tidak terkendali, pengambil kebijakan harus memiliki data dan
informasi yang memadai terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi petani
melakukan alih fungsi lahan .
Irawan dan Prayitno (2012:6) Ketersediaan bahan pangan dipengaruhi oleh
produktivitas lahan, luas lahan dan intensitas panen per tahun. Artinya ada
variabel luas lahan yang harus diperhatikan dalam menjaga ketersediaan pangan
untuk menjaga ketahanan pangan.
Kondisi ketahanan pangan tidak cukup hanya diukur dari kondisi
swasembada pangan di tingkat negara karena hal tersebut belum menjamin
terjadinya kecukupan pangan sepanjang waktu bagi seluruh lapisan masyarakat.
Ketahan Pangan FAO pada tahun 1991 yang mendefenisikan bahwa: “ ketahan
pangan adalah suatu kondisi ketersediaan pangan yang cukup bagi setiap orang
pada saat dan setiap individu memiliki akses untuk memperolehnya baik secara
non fisik maupun secara ekonomik. Dengan demikian maka permasalahan
substantif ketahan pangan tidak hanya mencakup aspek aspek kuantitas
ketersediaan pangan secara memadai, tetapi menyangkut pula aspek stabilitas
ketersediaan pangan menurut waktu dan aspek aksebilitas penduduk terhadap
bahan pangan yang dibutuhkan.
Menurut Tim Penelitian Ketahanan Pangan dan Kemiskinan, beberapa
komponen yang harus dicapai dalam ketahan pangan adalah kecukupan
(19)
musim atau dari tahun ke tahun, aksebilitas/keterjangkauan terhadap pangan dan
kualitas keamanan pangan. Sedangkan ukuran keamanan pangan bisa dilihat dari
ada atau tidaknya bahan makanan yang mengandung protein hewani dan/atau
nabati yang dikonsumsi dalam suatu rumah tangga. Dengan terpenuhinya
ketahanan pangan tentunya bisa diikuti dengan keamanan pangan.
Berikut beberapa grafik yang menunjukkan luas panen padi dan luas
tanaman perkebunan di Sumatera Utara.
Sumber: BPS SUMUT, 2003-2013 (diolah)
Grafik di atas menjelaskan berkurangnya jumlah luas panen padi yang ada
di Sumatera Utara. Berkurangnya luas lahan di satu sektor, maka artinya ada
penambahan lahan di sektor lain. Dari data yang yang dipaparkan pada Laporan
BPS Sumatera Utara terjadi kenaikan luas tanaman perkebunan. Sesuai dengan
pendapat menteri Pertanian Suwono yang menyatakan bahwa adanya penambahan
luas lahan perkebunan dan berkurangnya luas lahan pertanian tanaman pangan
merupakan masalah yang harus ditangani dengan cermat. 0
100,000 200,000 300,000 400,000 500,000 600,000 700,000 800,000 900,000
1990 1995 2000 2005 2010 2015
hek
ta
r
tahun
Grafik 1.1 Luas Panen - Tanaman Pangan Provinsi Sumatera UtaraTahun 1994-2013
(20)
Sumber: Zen (2012:8)
Sumber: Zen (2012 : 9) 0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Grafik 1.2. Luas Tanam Berbagai Komoditas dan Luas Panen
Padi Kabupaten Labuhan Batu 2001-2009
Luas Panen Padi / Rice Harvested Area Luas Tanam Karet / Rubber Planted Area Luas Tanam Kelapa Sawit / Palm Oil Planted Area 0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000
2001 2003 2005 2007 2009
Grafik 1.3. Luas Tanam Berbagai Komoditas dan Luas Panen Padi Kabupaten Simalungun 2001-2009
Luas Panen Padi / Rice Harvested Area
Luas Tanam Karet / Rubber Planted Area
Luas Tanam Kelapa Sawit / Palm Oil Planted Area
(21)
Sumber : Zen (2012: 9)
Zen (2012:9) apabila diamati data luas tanaman karet dan kelapa sawit
dibandingkan luas panen padi di Kabupaten Tapanuli Selatan, Padang Lawas
Utara, dan Padang Lawas, maka terlihat adanya perkembangan luas tanam sawit
terutama pada tahun 2003 sampai 2004 dan karet pada tahun 2004-2008 tetapi
pada periode yang sebaliknya terjadi penurunan luas panen padi tahun 2007-2009.
Demikian pula di Kabupaten Labuhan Batu terlihat dimana terjadi peningkatan
luas tanaman kelapa sawit sementara luas panen padi berkurang. Hal yang sama
juga terlihat pada kabupaten Simalungun dimana terjadi penurunan luas panen
padi dan peningkatan luas tanam kelapa sawit. Hal ini mengindikasikan telah
terjadinya perubahan fungsi lahan untuk pertanian padi menjadi lahan kelapa
sawit dan karet. 0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 90000 100000
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Gambar1.4. Luas Tanam Berbagai Komoditas dan Luas Panen Padi Kabupaten Tapanuli Selatan, Padang Lawas
Utara, dan Padang Lawas 2001-2009
Luas Panen Padi / Rice Harvested Area Luas Tanam Karet / Rubber Planted Area
(22)
Terjadinya alih fungsi lahan sawah ke tanaman perkebunan memiliki
beberapa alasan yaitu pendapatan perkebunan lebih tinggi dengan resiko yang
lebih rendah, nilai jual agunan/ kebun lebih tinggi, biaya produksi perkebunan
lebih rendah, dan terbatasnya ketersediaan air.
Dalam penelitian ini peneliti akan mengambil Provinsi Sumatera Utara
sebagai wilayah penelitian. Dari laporan hasil sensus Pertanian 2013, usaha
pertanian di Sumatera Utara di dominasi oleh rumah tangga. Jumlah rumah
tangga usaha pertanian tahun 2013 adalah 1.327.729 rumah tangga yang menurun
11,01 persen jika dibandingkan dengan tahun 2003 1.492.104. Sedangkan jumlah
perusahaan pertanian yang berbadan hukum tahun 2013 tercatat 420 perusahaan
dan pelaku usaha lainnya sebanyak 352 unit. Kabupaten Simalungun tercatat
sebagai kabupaten dengan jumlah rumah tangga usaha pertanian terbanyak tahun
2013 yaitu sebanyak 126.388 rumah tangga dan Kabupaten Langkat sebagai
kabupaten yang memiliki jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum
terbanyak. Sedangkan penurunan jumlah rumah tangga usaha pertanian terbesar
adalah di Kabupaten Deli Serdang dengan pertumbuhan jumlah rumah tangga
usaha pertanian turun sebesar 31,75%.
Jumlah rumah tangga usaha pertanian tahun 2013 sebanyak 1.327.759
rumah tangga, subsektor tanaman pangan 741.067 rumah tangga, hortikultura
397.212 rumah tangga, perkebunan 938.842 rumah tangga, peternakan 534.632
rumah tangga, perikanan 75.930 rumah tangga, dan kehutanan 56.154 rumah
(23)
Jumlah rumah tangga petani gurem di Provinsi Sumatera Utara tahun 2013
sebanyak 570.184 rumah tangga atau sebesar 43,58 persen dari rumah tangga
pertanian pengguna lahan, mengalami penurunan sebanyak 181.146 rumah tangga
atau turun 24,11 persen dibandingkan tahun 2003.
Jumlah petani yang bekerja di sektor pertanian sebanyak 1.708.764 orang,
terbanyak di subsektor perkebunan sebesar 1.061.983 orang dan terkecil di
subsektor perikanan kegiatan penangkapan ikan sebesar 40.715 orang.
Petani utama Provinsi Sumatera Utara sebesar 27,58 persen berada di
kelompok umur 45-54 tahun. Rata-rata luas lahan yang dikuasai per rumah tangga
usaha pertanian seluas 1,08 ha, terjadi peningkatan sebesar 135,75 persen
dibandingkan tahun 2003 yang hanya sebesar 0,46 ha.
Dari jumlah usaha pertanian menurut subsektornya, subsektor Perkebunan
memiliki jumlah usaha pertanian terbanyak pada tahun 2003 dan 2013. Pada
rumah tangga usaha pertanian pada tahun 2003 dan 3013 diduduki oleh subsektor
perkebunan yaitu 858.655 dan 938.842 maka terjadi kenaikan 9,34% yaitu
sebesarr 80.187, begitu juga dengan perusahaan pertanian Berbadan Hukum 372
da 355 walaupun terjadi sedikit penurunan sebesar -4,57% yaitu -17. Sedangkan
dengan subsektor pertanian tanaman pangan pada rumah tangga usaha pertanian
2003 dan 2013 yaitu 834.394 dan 741.067 yang terjadi penurunan sebesar
-11,19% yaitu 93.327, begitu pula dengan perusahaan pertanian berbadan hukum
2003 dan 2013 yaitu 3 dan 4 hanya terjadi 33,33% yaitu satu kenaikan saja.
Berikut merupakan grafik usaha pertanian menurut subsektor 2003-2013.
Grafik 1.5. Jumlah Usaha Pertanian Menurut Subsektor dan Pelaku Usaha Pertanian 2003-2013
(24)
Sumber: BPS SUMUT, 2003-2013 (diolah)
Pada grafik jumlah usaha pertanian di atas 2003-2013 subsektor
perkebunanan pada usaha pertanian tampak paling tinggi jika dijumlahkan
subsektor perkebunan rumah tangga usaha pertanian, perusahaan dan usaha
pertanian lainnya adalah 1.878.551,77 sedangkan subsektor tanaman pangan
adalah 1.575.462,81. Terdapat selisih 303,088.96 usaha anatar kedua sektor yang
bersaing tersebut.
Faktor yang mendorong petani melakukan konversi lahan pertanian dan
beralih ke lahan perkebunan dengan beberapa penelitian yang pernah dilakukan.
Menurut Kursianto (2011:13) terjadinya alih fungsi lahan sawah ke tanaman
kelapa sawit disebabkan oleh pendapatan usaha tani kelapa sawit lebih tinggi
dengan tingkat resiko yang lebih rendah, nilai jual/ agunan kebun lebih tinggi,
biaya produksi usaha tani lebih rendah, dan terbatasnya ketersediaan air.
Zen (2012:13) Perubahan iklim dan variabilitas iklim menyebabkan
bencana alam seperti banjir dan kekeringan yang bersamaan dengan kurangnya 0.00
200,000.00 400,000.00 600,000.00 800,000.00 1,000,000.00 1,200,000.00 1,400,000.00 1,600,000.00 1,800,000.00 2,000,000.00
usaha pertanian
(25)
pengembangan dan pemeliharaan sistem irigasi menyebabkan luas panen
berkurang dan penurunan frekuensi panen. Luas panen berkurang menyebabkan
tidak ada pertambahan produksi padi yang signifikan. Penurunan panen
bersamaan dengan harga pupuk yang terus meningkat, biaya produksi, kebijakan
harga pemerintah yang menetapkan HPP yang terlalu rendahsehingg atidak
mampubersaing dengan tengkulak, dan impor beras mempengaruhi NTP petani
padi rendah yang menyebabkan petani melakukan alih fungsi lahan.
Penelitian ini juga akan melihat preferensi petani untuk mengetahui alasan
petani melakukan konversi lahan. Preferensi merupakan keinginan atau
kecenderungan seseorang untuk melakukan tindakan di suatu tempat yang
dipengaruhi oleh variabel-variabel. Preferensi petani dalam megkonversi lahan
merupakan kecenderungan petani untuk memilih dan melakukan tindakan untuk
konversi lahan.
Menurut penelitian Fadhly (2009:1) terjadinya alih fungsi lahan juga
disebabkan karena peningkatan indeks pertanaman. Indeks pertanaman (IP)
menunjukkan kekerapan pertanaman pada sebidang lahan supaya bisa
meningkatkan produksi dalam menghadapi masalah peningkatan tanaman pangan,
penciutan lahan, dan kerterbatasan lahan untuk ekstensifikasi.
Ibrahim, Soelistiyo dan Hanani (2010:20) faktor yang mempengaruhi
ketahanan pangan adalah harga beras dan nilai tukar petani. Produksi tanaman
pangan dipengaruhi oleh nilai tukar petani karena secara konseptual NTP adalah
pengukur kemampuan tukar barang - barang produk pertanian yang dihasilkan
(26)
keperluan mereka dalam menghasilkan produk pertanian. Begitupula dengan
harga. Jika harga beras yang dipatokkan pemerintah di bawah harga yang petani
maka petani akan lebih cenderung bergantung kepada tengkulak.
Rujito (2007:1) Fenomena tentang tidak tercukupinya kebutuhan pangan
nasioal melalui produksi pangan domestik dan meningkatnya alih fungsi lahan
pertanian di Indonesia adalah dua masalah utama pertanian selama 15 tahun
terakhir disamping rendahnya nilai tukar petani.
Santosa, Adyana dan Dinata (2011:6) Beberapa alternatif solusi dalam
kerangka ketahanan pangan daerah atas kemampuan produksi sebelum regulasi
impor beras dilakukan yaitu: (a) Menekan laju konversi lahan sawah sampai di
bawah 100 ha/tahun melalui regulasi insentif terhadap petani sawah; (b)
meningkatkan luas tanaman padi sampai IP empat (indeks panen empat kali dalam
setahun) dan produktivitas tanaman ditingkatkan sampai 10 ton/ha GKP melalui
perbaikan teknik budidaya dan penggunaan varietas unggul baru (VUB); (c)
mengendalikan laju pertumbuhan penduduk sampai di bawah 1% per tahun
melalui program Keluarga Berencana (KB) dan (d) melaksanakan program
keanekaragaman pangan yang dimulai dari penduduk perkotaan.
Dari beberapa penelitian tersebut peneliti tertarik untuk mengambil
beberapa indikator yang peneliti anggap mempengaruhi konversi lahan pangan:
Indeks Pertanaman, Nilai Tukar Petani, Impor beras dan Harga Patokan
Pemerintah. Keempat variabel inilah yang akan menjadi variabel bebas yang
(27)
Keempat faktor tersebut akan menjadi variabel bebas penelitian ini dengan
pembahasan konversi lahan pertanian tanaman pangan menjadi lahan perkebunan
dan dari pemaparan di atas peneliti menetapkan judul penelitian yaitu “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Pangan Padi Menjadi
Lahan Perkebunan Sawit Sumatera Utara”.
1.2. Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah perkembangan konversi lahan pangan padi menjadi
lahan perkebunan sawit dan keterkaitan keamanan pangan?
2. Bagaimana preferensi petani dalam mengkonversi lahan pangan padi
ke tanaman perkebunan sawit?
3. Bagaimanakah pengaruh indeks pertanaman, nilai tukar petani, harga
impor, dan harga patokan pemerintah terhadap konversi lahan pangan
padi di Sumatera Utara?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan konversi lahan pangan
padi menjadi lahan perkebunan sawit dan keterkaitan keamanan
pangan.
2. Untuk mengetahui preferensi petani dalam mengkonversi lahan pangan
(28)
3. Untuk mengetahui pengaruh indeks pertanaman, nilai tukar petani,
harga impor, dan harga patokan pemerintah terhadap konversi lahan
pangan padi di Sumatera Utara.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis
Penelitian ini dapat diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan peneliti khususnya mengenai konversi lahan pertanian.
2. Akademis
Merupakan tambahan informasi yang bermanfaat bagi pembaca yang
berkepentingan dan sebagai salah satu sember referensi bagi
kepentingan keilmuan dalam mengatasi masalah yang sama.
3. Pemerintahan
Menjadikan gambaran rill Sumatera Utara untuk lebih memperhatikan
lahan pertanian yang semakin lama semakin merosot jauh
dibandingkan dengan lahan perkebunan yang semakin meningkat.
Sehingga pemerintah Sumatera Utara bisa lebih cermat dan dapat
(29)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Simpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor faktor yang
mempengaruhi konversi lahan pangan menjadi lahan perkebunan Sumatera Utara.
Sesuai dengan tujuan tesis pada BAB I, melalui telaah literature, analisa data, dan
pembahasan yang telah dilakukan, maka penulis memperoleh simpulan penelitian
sebagai berikut:
1. Salah satu dampak konversi lahan yang sering mendapat sorotan
masyarakat luas adalah terganggunya ketahanan pangan yang merupakan
salah satu tujuan pembangunan nasional. Kecukupan ketersediaan pangan
bisa diantisipasi dengan dua cara yaitu pengadaan dari lokal dan
pengadaan dari luar (impor). Jika jumlah pangan yang menjadi cadangan
suatu wilayah terpenuhi dengan cadangan dari petani lokal maka tidak ada
masalah lagi. Dan jika cadangan lokal tidak tersedia, maka alternatif lain
masih bisa melakukan impor pangan dari luar daerah atau bahkan luar
negara. Tetapi bukan berarti harus tetap menggantungkan nasib pangan
ke wilayah tersebut. Hal ini tentunya, karena belum diketahuinya iklim
apa yang akan terjadi di wilayah tersebut, atau bahkan masalah yang akan
muncul terhadap negara tersebut. Keadaan ini tentunya tidak
menggambarkan ketahanan dan keamanan pangan yang banyak.
(30)
2. Banyak alasan mengapa petani sawah memilih untuk melakukan konversi
lahan pangan. Kurangnya irigasi, mahal dan jarangnya pupuk, resiko
sawah yang besar (keong mas, tikus, burung dan penyakit padi), harapan
yang lebih baik, ketetapan pemerintah tentang lahan yang dimiliki tiap
kecamatan, pembagian pupuk (pemasaran) agar sampai kepada petani
yang. Dari hasil uji probit dan logit, dapat diketahui bahwa semakin tinggi
pendapatan petani yang diperoleh maka semakin sedikit petani melakukan
konversi lahan pangan. Dan dari hasil probit diketahui bahwa dengan
pengeluaran dan jumlah lahan yang sudah diketahui akan mempengaruhi
terjadinya konversi lahan pangan.
3. Nilai tukar petani, indeks pertanaman, impor beras, dan harga patokan
pemerintah secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap
terjadinya konversi lahan pangan dimana NTP menunjukkan pengaruh
negatif, IP menunjukkan pengaruh negatif, impor beras berpengaruh
positif dan harga patokan pemerintah berpengaruh positif terhadap
terjadinya konversi lahan pangan padi.
4. Elastisitas berada pada Increasing Return To Scale (IRTS) yang artinya
persentase perubahan kuantitas terjadinya konversi lahan pangan lebih
besar dari persentase perubahan kuantitas faktor-faktor nilai tukar petani,
indeks peranaman, impor dan harga patokan pemerintah. Elastisitas
produksi lebih besar dari 1 dicapai pada waktu kurva produksi marginal
(31)
lahan pangan padi meningkat, dimana ketika terjadi penambahan input
sebesar 1% akan menyebabkan kenaikan output yang lebih besar dari 1%.
5. Berdasarakan hitungan model logit untuk kabupaten Simalungun dan
kabupaten Langkat terlihat bahwa kedua kabupaten ini memperlihatkan
kesimpulan yang sama yaitu semakin besar pendapatan seseorang dalam
melakukan usaha tani yang dilakukan maka kemungkinan (persentase)
untuk melakukan konversi lahan akan semakin kecil. Hanya saja
persentase di Kabupaten Simalungun untuk melakukan konversi lahan
lebih besar jika dibandingkan dengan Kabupaten Langkat.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan maka saran dari penulis sebagai bentuk
implementasi dari hasil penelitian adalah sebagai berikut:
1. Hendaknya pemerintah bisa lebih memperhatikan keadaan keaamanan
pangan dengan lebih memperhatikan irigasi lahan sawah, subsidi pupuk
dan mengawasi pembagiannya sehingga petani lebih bergairah dalam
melakukan usaha taninya dan akan mempengaruhi ketahanan pangan.
2. Pemerintah hendaknya memberikan penyuluhan yang baik kepada
petani yang menganggap bahwa usaha tani sawit itu lebih sejahtera.
Alasan petani melakukan pilihan terhadap sawit banyak dipengaruhi
oleh tingkat pendidikan mereka jika pemerintah memperhatikan dengan
memberikan penyuluhan dan bantuan pupuk yang baik petani sawah
(32)
3. Saran kepada peneliti berikutnya, agar melakukan penelitian dengan
meggunakan variabel lain dan dengan model yang lain untuk melihat
faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi lahan pangan
menjadi lahan perkebunan di Sumatera Utara.
4. Pemerintah harus lebih memperhatikan nasib petani khususnya petani
pangan yang sejatinya memberikan kontribusi yang sangat berarti untuk
lahan pangan tetapi di lapangan, mereka kurang diperhatikan
pemerintah. Bantuan pupuk, obat, bibit dan lain sebagainya sangat
mereka harapkan. Selain itu, pembagian bantuan yang diberikan
(33)
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Desi Irnalia. 2011. Keterkaitan Harga Lahan terhadap Laju Konversi Lahan Pertania Di Hulu Sungai Ciliwung Kabupaten Bogor. Skripsi. 1-56
Astute, Umi Pudji, Wahyu Wibawa dan Andi Ishak. 2011. Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pangan Menjadi Kelapa Sawit di Bengkuli: Kasus Petani Kungkai Baru. Forum Penelitian. 1-5
Hareva, Atika Octavia. 2011. Analisis Dampak Ketergantungan Indonesia Terhadap Impor Kedelai dengan produksi Kedelai Lokal di Indonesia. Jurnal Tidak Diterbitkan. 1-5
Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. 2013. Laporan Hasil Sensus Pertanian 2013. Jakarta
Badan Pusat Statistik Sumatera Utara 2013. “Sumatera Utara Dalam Angka.” Pemerintah Sumatera Utara. Jakarta
Biro Pusat Statistik. 1993. Diagram Timbangan Indeks Nilai Tukar Petani. Jakarta: CV. Karya Ina
Endah, Dwi Kursini. 2010. Ekonometrika. Yogyakarta: ANDI
Fadhly, A.F. Teknologi Peningkatan Indeks Pertanian Jagung: Balai Penelitian Tanaman Serealia. (Online). Jurnal. 28 Februari 2014
Harian Kompas. 20 Februari 2013. Lahan Pertanian Menyusut, SBY Dinilai Ingkar Janji. hlm 1-2
Ibrahim, Jabal Tarik, Aris Soelistyo dan Nuhfi Hanani. Analisis Ketahanan Pangan di Jawa Timur. The Food Security Analysis in East Java. (Online). Jurnal. (28 Februari 2014)
Irawan, Bambang. 2005. Konversi Lahan Sawah : Potensi Damapak, Pola Pemanfaatannya, Dan Faktor Determinan. (Online). pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/FAE23-1a.pdf. 3 Januari 2014)
Koran Sindo. 9 November, 2013. Konversi Lahan Pertanian Ancaman Ketahanan Pangan.
Kurdianto, D. 2011. Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Tanaman Tanaman Kelapa Sawit. (Online) http://uripsantoso.wordpress.com
(34)
Mankiw, N Gregory, 2010, Macroeconomich, Seventh Edition, New Yor: Wort Publisher.
Margareta, Elisabeth. 2012. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Kelapa Sawit pada Perkebunanan Rakyat di Sumatera Utara. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana UNIMED MEDAN.
Nasution, Syahrir hakim. 2008. Pengantar Ekonomi Mikro. Medan: USU Press.
Nawatmi, Sri. 2012. Volatilitas Nilai Tukar dan Perdagangan Internasional, Dinamika Akuntansi, Keuangan, dan Perbankan, Vol.1, Bandung.
Nugrahadi, Eko. 2012. Keragaman Model Kebijakan Pembagunan Ekonomi Sektoral di Sumatera Utara.
Perum BULOG. 2013. Evaluasi Pelaksanaan Penyaluran Raskin (Refleksi Permasalahan di Lapangan).
Priyatno, Duwi. 2012. Mandiri Belajar Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Mediakom.
Putong, Iskandar. 2005. Teori Ekonomi Mikro. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Rajiman. 2013. Dampak Konversi Lahan Terhadap Pangan. (Online).
stppyogyakarta.ac.id/wp-content/uploads/2013/04/Konversi-Lahan 30
Januari 2014)
Rangga, Rizky Wijaksono dan Ardy Maulidy Navastara. Pengendalian Konversi Lahan Pertanian sebagai Upaya Sinergis Program Lumbung Pangan Nasional di Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan.
(Online),
(personal.its.ac.id/.../5085-ardynavastara-urplan-03-03%20Wijaksono_%20. 10 Februari 2014)
Rujito, Hari. Optimasi Pengembangan produksi pangan dan Agroindustri dengan memperhatikan Aspek Konversi lahan Sawah Memakai Model
IO-MOGP. (Online).
(http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-s2-2000-harirujito-1735. 28 Februari 2014)
Rusli S. 1995. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta: LP3ES
Santoso, Singgih. 2012. Panduan Lengkap SPSS Versi 20. Jakarta: PT Gramedia Tim Pascasarjana UNIMED. 2010. Pedoman Administrasi dan Penulisan Tesis &
(35)
Tim Penelitian Ketahanan Pangan Dan Kemiskinan Dalam Konteks Demografi Puslit Kependudukan – LIPI. Ketahanan Pangan Rumah Tangga Di Perdesaan: Konsep Dan Ukuran. Penelitian Ketahanan Pangan.
(http://www.google.co.id/url?Laporan%2FLaporan_WS%2FKETAHAN
AN%2520PANGAN%2520RUMAH%2520TANGGA.doc&ei diakses 2
Maret 2014)
UU Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. 1-10
Winarno, Wing Wahyu. 2011. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews Edisi 3. Yogyakarta : UPP STIM YKPN.
Zen, Z. John F. McCarthy dan Piers Gillespie. 2008. Policy Briefs, Linking Pro-Poor Policy and Oil Palm Cultivation. Vol 5 No 3 : 190 -197
Zen, Zahari. 2012. Analisis Dampak PerubahanIklim Yang Ekstrem Dan Ancaman Terhadap Produksi Beras Di Propinsi Sumatera Utara. (Online).
(1)
2. Banyak alasan mengapa petani sawah memilih untuk melakukan konversi lahan pangan. Kurangnya irigasi, mahal dan jarangnya pupuk, resiko sawah yang besar (keong mas, tikus, burung dan penyakit padi), harapan yang lebih baik, ketetapan pemerintah tentang lahan yang dimiliki tiap kecamatan, pembagian pupuk (pemasaran) agar sampai kepada petani yang. Dari hasil uji probit dan logit, dapat diketahui bahwa semakin tinggi pendapatan petani yang diperoleh maka semakin sedikit petani melakukan konversi lahan pangan. Dan dari hasil probit diketahui bahwa dengan pengeluaran dan jumlah lahan yang sudah diketahui akan mempengaruhi terjadinya konversi lahan pangan.
3. Nilai tukar petani, indeks pertanaman, impor beras, dan harga patokan pemerintah secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap terjadinya konversi lahan pangan dimana NTP menunjukkan pengaruh negatif, IP menunjukkan pengaruh negatif, impor beras berpengaruh positif dan harga patokan pemerintah berpengaruh positif terhadap terjadinya konversi lahan pangan padi.
4. Elastisitas berada pada Increasing Return To Scale (IRTS) yang artinya persentase perubahan kuantitas terjadinya konversi lahan pangan lebih besar dari persentase perubahan kuantitas faktor-faktor nilai tukar petani, indeks peranaman, impor dan harga patokan pemerintah. Elastisitas produksi lebih besar dari 1 dicapai pada waktu kurva produksi marginal berada di atas kurva produksi rata-rata. Ini menunjukkan bahawa konversi
(2)
lahan pangan padi meningkat, dimana ketika terjadi penambahan input sebesar 1% akan menyebabkan kenaikan output yang lebih besar dari 1%. 5. Berdasarakan hitungan model logit untuk kabupaten Simalungun dan
kabupaten Langkat terlihat bahwa kedua kabupaten ini memperlihatkan kesimpulan yang sama yaitu semakin besar pendapatan seseorang dalam melakukan usaha tani yang dilakukan maka kemungkinan (persentase) untuk melakukan konversi lahan akan semakin kecil. Hanya saja persentase di Kabupaten Simalungun untuk melakukan konversi lahan lebih besar jika dibandingkan dengan Kabupaten Langkat.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan maka saran dari penulis sebagai bentuk implementasi dari hasil penelitian adalah sebagai berikut:
1. Hendaknya pemerintah bisa lebih memperhatikan keadaan keaamanan pangan dengan lebih memperhatikan irigasi lahan sawah, subsidi pupuk dan mengawasi pembagiannya sehingga petani lebih bergairah dalam melakukan usaha taninya dan akan mempengaruhi ketahanan pangan. 2. Pemerintah hendaknya memberikan penyuluhan yang baik kepada
petani yang menganggap bahwa usaha tani sawit itu lebih sejahtera. Alasan petani melakukan pilihan terhadap sawit banyak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan mereka jika pemerintah memperhatikan dengan memberikan penyuluhan dan bantuan pupuk yang baik petani sawah pasti akan bisa mempertahankan lahan sawahnya.
(3)
3. Saran kepada peneliti berikutnya, agar melakukan penelitian dengan meggunakan variabel lain dan dengan model yang lain untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi lahan pangan menjadi lahan perkebunan di Sumatera Utara.
4. Pemerintah harus lebih memperhatikan nasib petani khususnya petani pangan yang sejatinya memberikan kontribusi yang sangat berarti untuk lahan pangan tetapi di lapangan, mereka kurang diperhatikan pemerintah. Bantuan pupuk, obat, bibit dan lain sebagainya sangat mereka harapkan. Selain itu, pembagian bantuan yang diberikan hendaknya lebih diawasi karena sering sekali bantuan
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Desi Irnalia. 2011. Keterkaitan Harga Lahan terhadap Laju Konversi Lahan Pertania Di Hulu Sungai Ciliwung Kabupaten Bogor. Skripsi. 1-56
Astute, Umi Pudji, Wahyu Wibawa dan Andi Ishak. 2011. Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pangan Menjadi Kelapa Sawit di Bengkuli: Kasus Petani Kungkai Baru. Forum Penelitian. 1-5
Hareva, Atika Octavia. 2011. Analisis Dampak Ketergantungan Indonesia Terhadap Impor Kedelai dengan produksi Kedelai Lokal di Indonesia. Jurnal Tidak Diterbitkan. 1-5
Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. 2013. Laporan Hasil Sensus Pertanian 2013. Jakarta
Badan Pusat Statistik Sumatera Utara 2013. “Sumatera Utara Dalam Angka.”
Pemerintah Sumatera Utara. Jakarta
Biro Pusat Statistik. 1993. Diagram Timbangan Indeks Nilai Tukar Petani. Jakarta: CV. Karya Ina
Endah, Dwi Kursini. 2010. Ekonometrika. Yogyakarta: ANDI
Fadhly, A.F. Teknologi Peningkatan Indeks Pertanian Jagung: Balai Penelitian Tanaman Serealia. (Online). Jurnal. 28 Februari 2014
Harian Kompas. 20 Februari 2013. Lahan Pertanian Menyusut, SBY Dinilai Ingkar Janji. hlm 1-2
Ibrahim, Jabal Tarik, Aris Soelistyo dan Nuhfi Hanani. Analisis Ketahanan Pangan di Jawa Timur. The Food Security Analysis in East Java. (Online). Jurnal. (28 Februari 2014)
Irawan, Bambang. 2005. Konversi Lahan Sawah : Potensi Damapak, Pola Pemanfaatannya, Dan Faktor Determinan. (Online). pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/FAE23-1a.pdf. 3 Januari 2014) Koran Sindo. 9 November, 2013. Konversi Lahan Pertanian Ancaman Ketahanan
Pangan.
Kurdianto, D. 2011. Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Tanaman Tanaman Kelapa Sawit. (Online) http://uripsantoso.wordpress.com
(5)
Mankiw, N Gregory, 2010, Macroeconomich, Seventh Edition, New Yor: Wort Publisher.
Margareta, Elisabeth. 2012. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Kelapa Sawit pada Perkebunanan Rakyat di Sumatera Utara. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana UNIMED MEDAN.
Nasution, Syahrir hakim. 2008. Pengantar Ekonomi Mikro. Medan: USU Press. Nawatmi, Sri. 2012. Volatilitas Nilai Tukar dan Perdagangan Internasional,
Dinamika Akuntansi, Keuangan, dan Perbankan, Vol.1, Bandung.
Nugrahadi, Eko. 2012. Keragaman Model Kebijakan Pembagunan Ekonomi Sektoral di Sumatera Utara.
Perum BULOG. 2013. Evaluasi Pelaksanaan Penyaluran Raskin (Refleksi Permasalahan di Lapangan).
Priyatno, Duwi. 2012. Mandiri Belajar Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Mediakom.
Putong, Iskandar. 2005. Teori Ekonomi Mikro. Jakarta: Mitra Wacana Media. Rajiman. 2013. Dampak Konversi Lahan Terhadap Pangan. (Online).
stppyogyakarta.ac.id/wp-content/uploads/2013/04/Konversi-Lahan 30 Januari 2014)
Rangga, Rizky Wijaksono dan Ardy Maulidy Navastara. Pengendalian Konversi Lahan Pertanian sebagai Upaya Sinergis Program Lumbung Pangan Nasional di Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. (Online), (personal.its.ac.id/.../5085-ardynavastara-urplan-03-03%20Wijaksono_%20. 10 Februari 2014)
Rujito, Hari. Optimasi Pengembangan produksi pangan dan Agroindustri dengan memperhatikan Aspek Konversi lahan Sawah Memakai Model
IO-MOGP. (Online).
(http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-s2-2000-harirujito-1735. 28 Februari 2014)
Rusli S. 1995. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta: LP3ES
Santoso, Singgih. 2012. Panduan Lengkap SPSS Versi 20. Jakarta: PT Gramedia Tim Pascasarjana UNIMED. 2010. Pedoman Administrasi dan Penulisan Tesis &
(6)
Tim Penelitian Ketahanan Pangan Dan Kemiskinan Dalam Konteks Demografi Puslit Kependudukan – LIPI. Ketahanan Pangan Rumah Tangga Di Perdesaan: Konsep Dan Ukuran. Penelitian Ketahanan Pangan.
(http://www.google.co.id/url?Laporan%2FLaporan_WS%2FKETAHAN AN%2520PANGAN%2520RUMAH%2520TANGGA.doc&ei diakses 2 Maret 2014)
UU Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. 1-10
Winarno, Wing Wahyu. 2011. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews Edisi 3. Yogyakarta : UPP STIM YKPN.
Zen, Z. John F. McCarthy dan Piers Gillespie. 2008. Policy Briefs, Linking Pro-Poor Policy and Oil Palm Cultivation. Vol 5 No 3 : 190 -197
Zen, Zahari. 2012. Analisis Dampak PerubahanIklim Yang Ekstrem Dan Ancaman Terhadap Produksi Beras Di Propinsi Sumatera Utara. (Online).