DESAIN DIDAKTIS KONSEP LAYANG-LAYANG DAN BELAH KETUPAT UNTUK SISWA SMP.

(1)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ………….……… i

PERNYATAAN ………...……… ii

ABSTRAK ………...………. iii

KATA PENGANTAR ………..………... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ………...……… v

DAFTAR ISI ………...……… vii

DAFTAR TABEL ……… ix

DAFTAR DIAGRAM ………. xi

DAFTAR GAMBAR ...……… xii

DAFTAR LAMPIRAN ………..………. xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Definisi Operasional ... 8

BAB II TINJAUAN LITERATUR A. Didactical Design Research ... 9

B. Konsep Layang-Layang dan Belah Ketupat …………... 14

C. Learning Obstacles... 21


(2)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian ... 40

B. Prosedur Penelitian ... 40

C. Subjek Penelitian ... 42

D. Teknik Analisis Data ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Analisis Learning Obstacle ... B. Analisis Desain Didaktis Awal Konsep Luas Daerah Layang – Layang dan Belah Ketupat ... C. Desain Didaktis yang Dikembangkan ... D. Analisis Implementasi Desain Didaktis ... E. Analisis Respon Siswa terhadap Implementasi Desain Didaktis ... F. Desain Didaktis Revisi ... 46 62 68 90 141 163 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 171

B. Rekomendasi ... 178


(3)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1

Perbedaan Model Pembelajaran Inkuiri dan Ekspositori ………. 90 Tabel 4.2

Hasil Observasi Implementasi Desain Didaktis Model Pembelajaran

Inkuiri ………...……… 112

Tabel 4.3

Hasil Observasi Implementasi Desain Didaktis Model Pembelajaran

Ekspositori ………..………. 114

Tabel 4.4

Rubrik Penskoran Tes Hasil Belajar ………...…. 116 Tabel 4.5

Perbandingan Model Pembelajaran Inkuiri dan Model Pembelajaran

Ekspositori berdasarkan Penelitian yang telah Dilakukan ………. 131 Tabel 4.6

Rubrik Penskoran Skala Sikap ………. 137 Tabel 4.7

Hasil Skala Sikap Siswa terhadap Konten Pembelajaran ……… 138 Tabel 4.8

Hasil Skala Sikap Siswa terhadap Model Pembelajaran ………. 141 Tabel 4.9


(4)

Tabel 4.10

Hasil Skala Sikap Siswa terhadap Konten Pembelajaran ………... 147 Tabel 4.11

Hasil Skala Sikap Siswa terhadap Model Pembelajaran ………. 151 Tabel 4.12

Hasil Skala Sikap Siswa terhadap Evaluasi Pembelajaran ……….. 157 Tabel 4.13

Deskripsi Kegiatan Siswa selama Pembelajaran pada Desain Didaktis Revisi Pertemuan Pertama ………... Tabel 4.14

Deskripsi Kegiatan Siswa selama Pembelajaran pada Desain Didaktis Revisi Pertemuan Kedua ..……… Tabel 4.15

Deskripsi Kegiatan Siswa selama Pembelajaran pada Desain Didaktis Revisi Pertemuan Ketiga …..………... Tabel 4.16

Deskripsi Kegiatan Siswa selama Pembelajaran pada Desain Didaktis Revisi Pertemuan Keempat ………..………

157

159

160


(5)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 4.1

Langkah Pembuatan Desain Didaktis ……….. 46 Diagram 4.2

Skema Penyampaian Konsep Layang-Layang dan Belah Ketupat …….. 91 Diagram 4.3

Skema Penyampaian Konsep Layang-Layang dan Belah Ketupat …….. 105 Diagram 4.4

Grafik Hasil Belajar Konsep Layang-Layang pada Kelas Dengan

Model Pembelajaran Inkuiri ……… 117 Diagram 4.5

Grafik Hasil Belajar Konsep Belah Ketupat pada Kelas dengan Model

Pembelajaran Inkuiri ……… 120

Diagram 4.6

Grafik Hasil Belajar Konsep Layang-Layang pada Kelas dengan Model Pembelajaran Ekspositori ……… 123 Diagram 4.7

Grafik Hasil Belajar Konsep Belah Ketupat pada Kelas dengan Model

Pembelajaran Ekspositori ……… 126 Diagram 4.8


(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1

Segitiga Didaktik ………... Gambar 3.1

Alur Penelitian ………..

Gambar 4.1

Digram Venn Hubungan Layang-Layang dan Belah Ketupat …………..

9

40

49 Gambar 4.2

Jawaban Siswa pada Tes Diagnostik No. 1 ………...……… 49 Gambar 4.3

Jawaban Siswa Lain pada Tes Diagnostik No. 1 ……….. 49 Gambar 4.4

Jawaban Siswa pada Tes Diagnostik No. 2 ………...………… 52 Gambar 4.5

Jawaban Siswa Pada Tes Diagnostik No. 2 …………...……… 52 Gambar 4.6

Jawaban Siswa pada Tes Diagnostik No. 3 ……..………. 55 Gambar 4.7

Jawaban Siswa pada Tes Diagnostik No. 4 ...……… 56 Gambar 4.8

Jawaban Siswa pada Tes Diagnostik No. 5 ………...… 59 Gambar 4.9


(7)

Jawaban Siswa pada Tes Diagnostik No. 5 ….………..………… 59 Gambar 4.10

Jawaban Siswa pada Tes Diagnostik No. 5 ………... 59 Gambar 4.11

Jawaban Siswa pada Tes Diagnostik No. 6 ...……… 61 Gambar 4.12

Gambaran Cara Menjelaskan Luas Layang-Layang pada Desain Didaktis yang Biasa Dipakai Guru ………..….. 65 Gambar 4.13

Gambaran Cara Menjelaskan Konsep Luas Belah Ketupat pada Desain Didaktis yang Biasa Dipakai Guru ……… 65 Gambar 4.14

Soal yang Dipakai sebagai Latihan Siswa yang Tersedia Dalam BSE Matematika Konsep dan Aplikasinya ………... 66 Gambar 4.15

Urutan Peyampaian Materi Segi Empat menurut BSE Matematika Kelas

VII ………. 89

Gambar 4.16

LKS Siswa saat Melakukan Hands – on Activity Membentuk

Layang-Layang ………... 92

Gambar 4. 17

LKS Siswa saat Melakukan Hands – on Activity Mengidentifikasi Sifat


(8)

Gambar 4.18

Foto Kegiatan Hands – on Activity Siswa ……… 96 Gambar 4. 19

LKS Siswa saat Melakukan Hands – on Activity Mencari Luas Daerah

Layang-Layang ……….. 97

Gambar 4. 20

Foto Kegiatan Siswa ……….…………. 98

Gambar 4.21

Foto saat Beberapa Siswa Mempresentasikan Hasil Pekerjaannya …….. 99 Gambar 4.22

LKS Siswa saat Melakukan Hands – on Activity Membentuk Belah

Ketupat ……….. 100

Gambar 4.23

Temuan Jawaban Lain pada LKS tentang Membentuk Bangun Belah

Ketupat ……….. 101

Gambar 4.24

LKS Siswa saat Melakukan Hands – on Activity Mengidentifikasi Sifat

Belah Ketupat ……….………... 102

Gambar 4.25

LKS Siswa saat Melakukan Hands – on Activity Menemukan Rumus Luas Daerah Belah Ketupat ………... 103 Gambar 4. 26


(9)

Luas Daerah Belah Ketupat ………... 104 Gambar 4.27

Slide Show Penyampaian Materi Pengertian Layang – Layang ………… 106

Gambar 4. 28

Slide Show Penyampaian Materi Sifat Layang – Layang ………. 107

Gambar 4. 29

Slide Show Penyampaian Materi Sifat Layang – Layang ………. 107

Gambar 4. 30

Slide Show Penyampaian Materi Sifat Layang – Layang ………. 108

Gambar 4.31

Slide Show Penyampaian Materi Penemuan Rumus Luas Daerah Layang

– Layang ……….………... 108

Gambar 4. 32

Slide Show Penyampaian Materi Pengertian Belah Ketupat ……….…… 109

Gambar 4. 33

Slide Show Penyampaian Materi Sifat Belah Ketupat ……….. 110

Gambar 4. 34

Slide Show Penyampaian Materi Sifat Belah Ketupat ……….. 110

Gambar 4. 35

Slide Show Penyampaian Materi Luas Daerah Belah Ketupat ………….. 111

Gambar 4.36

Soal untuk Mengukur Indikator No. 4 ………..……… 119 Gambar 4.37


(10)

Soal untuk Mengukur Indikator No. 4 ……….. 125 Gambar 4. 38

Hasil Wawancara Siswa ……… 134

Gambar 4. 39

Hasil Wawancara Siswa ……… 134

Gambar 4.40

Hasil Wawancara Siswa ……… 135

Gambar 4.41

Hasil Wawancara Siswa ……… 135

Gambar 4.42


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP) ……… 184

Lampiran B Lampiran C

LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS) ………..

TES DIAGNOSTIK ………

215 238 Lampiran D KISI-KISI SOAL UNTUK MENGUKUR HASIL

BELAJAR KONSEP LAYANG-LAYANG …………... 240 Lampiran E KISI-KISI SOAL UNTUK MENGUKUR HASIL

BELAJAR KONSEP BELAH KETUPAT ………. 243 Lampiran F KISI-KISI SKALA SIKAP SISWA ………... 247 Lampiran G LEMBAR OBSERVASI KEGIATAN SISWA ……….. 249 Lampiran H SURAT KETERANGAN PENELITIAN ……… 250


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Di masa sekarang ini saat perkembangan jaman semakin pesat, manusia di tuntut agar selalu dapat aktif berpikir, kreatif dan kritis dalam menghadapi semua tantangan yang ada dan dapat muncul sebagai manusia- manusia pelopor. Sesuai dengan pendapat Shadiq (2007) yang berpendapat bahwa pembelajaran matematika masa kini harus mengantarkan siswa menjadi: (1) pemikir yang analitis, (2) pemecah masalah, (3) inovatif dan kreatif, (4) komunikator yang efektif, (5) kolaborator yang efektif, (6) melek informasi dan media, (7) memiliki kesadaran global, dan (8) melek finansial dan ekonomi.

Curriculum and Evaluation Standard for School Mathematics dari NCTM (Wahyudin, 2008) diarahkan matematika untuk siswa pada lima tujuan umum yaitu:

1. Siswa belajar menghargai matematis

2. Siswa membangun kepercayaan diri terhadap kemampuan mereka dalam menggunakan matematika

3. Siswa menjadi pemecah masalah

4. Siswa belajar berkomunikasi secara matematis 5. Siswa belajar bernalar secara matematis

Berdasarkan tujuan di atas, karakter manusia yang selalu aktif berpikir, kreatif dan kritis sebaiknya ditanamkan pada generasi-generasi muda sejak dini.


(13)

Sehingga kebiasaan hidup seperti itu tertanam sejak mereka duduk di bangku sekolah. Sekolah dan individu guru mengadaptasi kurikulum yang telah ada untuk membuatnya lebih mengikuti zaman, multikultural, multimedia, tematis, relevan pada kehidupan siswa dan menekankan pengalaman (hands-on).

Perkembangan kurikulum Indonesia sekarang ini sebetulnya sudah menyediakan kesempatan yang sangat luas bagi para guru untuk mendesain pembelajaran yang bervariasi yang dapat memicu siswa meningkatkan kemampuan-kemampuan matematikanya yang kelak akan mereka gunakan untuk menghadapai dunia nyata. Peluang yang diberikan melalui Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP) adalah bahwa kurikulum berbasis sekolah dikembangkan sesuai kebutuhan dan kemampuan pihak sekolah, juga tidak kalah pentingnya adalah bahwa kurikulum harus dikembangkan oleh guru. Dalam hal ini guru bukan hanya sebagai pelaksana kurikulum, melainkan juga sebagai pengembang kurikulum di kelasnya.

Menurut data Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) 2011 yang di kaji dalam buku Inside Indonesia’s Mathematics Classrooms (A TIMSS Video Study) fakta-fakta yang ditemukan di dalam pembelajaran matematika di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Mayoritas guru – guru di Indonesia menghabiskan lebih sedikit waktu untuk menyelesaikan masalah dibandingkan dengan guru matematika di negara lain.

2. Permasalahan yang disajikan di kelas menitikberatkan pada single solution problem.


(14)

3. Komunikasi yang terjadi antara guru dan siswa lebih sedikit dibandingkan dengan Negara lain.

4. Guru lebih sedikit melakukan apersepsi pada saat memulai pembelajaran. Masih dari sumber yang sama, guru-guru di Indonesia diberikan rekomendasi sebagai berikut:

1. Guru mengolah waktu dengan baik, karena sebetulnya di Indonesia durasi pembelajaran matematika khususnya tingkat SMP lebih panjang dibandingkan dengan Negara lain.

2. Lebih ditekankan pada permasalahan yang menuntut kemampuan High order Thinking.

3. Guru membentuk sebuah situasi belajar sedemikian sehingga siswa bisa lebih terlibat aktif dalam pembelajaran.

4. Guru melakukan evaluasi dan review pembelajaran secara berkala karena proses evaluasi dan review pembelajaran berkaitan erat dengan hasil akhir yang ditunjukan siswa.

Dengan adanya begitu banyak inovasi model pembelajaran yang muncul belakangan ini, guru sebaiknya mempunyai kemampuan untuk memilih dan memilah model pembelajaran yang sesuai dengan konten yang akan disampaikan. Adanya beragam model, pendekatan, strategi pembelajaran baru tentu saja memunculkan pendapat dan anggapan baru tentang kelemahan dan kelebihan masing-masing model, tidak asing lagi terdengar berbagai pendapat yang mengunggulkan salah satu model atau justru menolak dengan tegas.


(15)

Menurut Sabandar (2010), pembelajaran matematika di sekolah akhir-akhir ini mengarah pada pendekatan pembelajaran yang bernuansa konstruktivisme. Konsep-konsep atau materi matematika tersebut seharusnya diajarkan dengan cara “bottom-up” yaitu dikenalkan untuk kemudian dikonstruksi oleh siswa dengan panduan dan arahan dari guru yang berperan sebagai fasilitator dan tidak sebagai penyampai informasi belaka. Sejalan dengn pendapat Ernest (2002) yang mengatakan bahwa “knowledge is not transferred directly from the environment or other persons in to the mind of the learner. Instead any new knowledge has to be actively constructed within the mind of the learners”. Dari pembelajaran yang seperti itu diharapkan terbentuk sebuah “Thinking Classroom”. Istilah ”Thinking Classroom” dapat diartikan sebagai sebuah kelas yang berpikir atau suatu kelas yang difasilitasi sedemikan rupa dengan kegiatan belajar yang mengutamakan proses berpikir.

Bertolak belakang dengan pendapat di atas, Kirschner et,al (2006) berpendapat bahwa pembelajaran langsung yang melibatkan pengarahan maksimal dari guru lebih efektif dibandingkan pembelajaran-pembelajaran yang tidak dibimbing sepenuhnya oleh guru. Pembelajaran yang dimaksudkan adalah pembelajaran yang bersifat konstruktivistik, problem-based, dan inkuiri. Ditambah lagi pembelajaran secara langsung menghindarkan siswa dari terjadinya miskonsepsi dan disorganized knowledge.

Tetapi dengan adanya berbagai pendapat pro-kontra terhadap masing-masing model pembelajaran guru harus selalu berusaha mencari berbagai inovasi untuk


(16)

meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas, bukan berarti menjadi sosok yang apatis dan menghindarkan diri dari inovasi pembelajaran terkini.

Aristoteles (dalam Wahyudin, 2008) mengungkapakan kalimat: “…dan tidak ada kesepakatan tentang apakah sebenarnya yang cenderung menuju kebaikan. Manusia tidak seluruhnya menghargai paling tinggi suatu kebaikan yang sama dan dengan demikian sewajarnyalah mereka berbeda pandangan tentang pelatihan yang pantas untuk kebaikan itu”. Adanya keragaman pendekatan menimbulkan pikiran yang terbuka terhadap solusi-solusi alternatif.

Menurut Wahyudin (2008) guru yang kompeten akan terampil dalan model-model pembelajaran dengan tepat dan lebih sesuai untuk tujuan-tujuannya Pekerjaan seorang guru adalah memanipulasi lingkungan belajar supaya memberikan kesempatan terbaik bagi siswa untuk berkembang dalam cara-cara yang sesuai dengan apa yang diinginkan.

Lingkungan belajar dibuat dengan memperhatikan kesulitan-kesulitan yang muncul dari siswa atau lebih dikenal dengan istilah learning obstacle. Menurut Supriatna (2011) siswa mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah berkenaan dengan luas daerah bangun datar karena kurangnya pemahaman konsep tentang bangun datar tersebut, terlebih lagi siswa terbiasa menyelesaikan soal sesuai dengan yang sudah dicontohkan sebelumnya.

Learning obstacle pun dapat muncul dari faktor emosional, siswa yang sering gagal matematika karena adanya perasaan takut, cemas dan benci pada matematika (Supriyadi, 2010). Jika demikian maka hambatan itu dapat dipecahkan dengan pembuatan desain didaktis yang akan melahirkan respon


(17)

positif dari siswa sehingga mereka tidak merasa terancam saat melakukan pembelajaran. Sejalan dengan pendapat Suryadi (2010) seorang guru dalam merancang sebuah didaktis sekaligus juga perlu memikirkan respon siswa atas situasi tersebut serta antisipasinya sehingga menciptakan situasi didaktis yang baru. Banyak orang di masyarakat teknologi tinggi saat ini mengalami perasaan intimidasi dan ketakutan saat berhadapan dengan matematika (Wahyudin, 2008).

Dalam penelitian kali ini peneliti mencoba menyusun beberapa desain didaktis berkenaan dengan konsep luas daerah layang-layang dan belah ketupat menggunakan beberapa model pembelajaran yang berbeda. Desain didaktis tersebut juga akan disesuaikan dengan learning obstacle siswa yang dihadapi. Sehingga melalui desain didaktis ini akan muncul sebuah thinking classroom yang menyediakan kesempatan siswa berpikir secara aktif.

Berdasarkan uraian di atas, penulis terdorong untuk membuat sebuah penelitian dengan judul “Disain Didaktis Konsep Layang - Layang dan Belah Ketupat untuk Siswa SMP”.

B. RUMUSAN MASALAH

Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap, rumusan masalah untuk penelitian tahap pertama adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana karakteristik learning obstacle yang bisa diidentifikasi terkait konsep luas daerah layang-layang dan belah ketupat?

b. Bagaimana desain didaktis awal konsep luas daerah layang-layang dan belah ketupat?


(18)

Sedangkan rumusan masalah untuk penelitian tahap kedua adalah sebagai berikut: c. Desain didaktis seperti apa saja yang sesuai dengan learning obstacle yang

telah diidentifikasi?

d. Bagaimana implementasi desain didaktis tersebut?

e. Bagaimana respon siswa terhadap implementasi desain didaktis tersebut? f. Bagaimana desain didaktis revisi ?

C. TUJUAN PENELITIAN

Sejalan dengan rumusan masalah di atas, tujuan pada penelitian ini dibagi menjadi dua. Tujuan penelitian tahap pertama adalah:

a. Mengetahui karakteristik learning obstacle yang bisa diidentifikasi terkait konsep luas daerah layang-layang dan belah ketupat.

b. Mengetahui bagaimana desain didaktis awal konsep luas daerah layang-layang dan belah ketupat .

Tujuan penelitian untuk tahap kedua adalah sebagai berikut:

c. Mengetahui beberapa desain didaktis yang sesuai dengan learning obstacle yang telah diidentifikasi.

d. Mengetahui bagaimana implementasi desain didaktis yang telah disusun.\ e. Mengetahui bagaimana respon siswa terhadap implementasi desain didaktis

yang telah disusun.


(19)

D. DEFINISI OPERASIONAL

Untuk menghindari perbedaan atau kekurangjelasan makna, maka definisi operasional dalam penelitian ini adalah:

1. Disain didaktis merupakan rancangan tentang sajian bahan ajar yang memperhatikan prediksi respon siswa. Desain didaktis dikembangkan berdasarkan sifat konsep yang akan disajikan dengan mempertimbangkan learning obstacle yang muncul dari siswa. Disain didaktis disusun untuk meminimalisir learning obstacle yang muncul.

2. Learning obstacle merupakan hambatan yang terjadi dalam proses pembelajaran. Learning obstacle terdiri atas didaktis (cara mengajar), ontogenis (penggunaan) dan epistimologis (konsep yang terbatas pada konteks tertentu).


(20)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. DESAIN PENELITIAN

Fokus dari penelitian ini adalah untuk merumuskan suatu desain didaktis berdasarkan learning obstacle yang ditemukan pada siswa dalam konsep luas daerah layang-layang dan belah ketupat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, sehingga dalam proses pengolahan data tidak menggunakan perhitungan statistik melainkan lebih menekankan pada kajian interpretatif. Metode kualitatif dipilih dalam penelitian ini karena metode kualitatif dapat menjelaskan fenomena yang lebih kompleks yang sulit diungkapkan hanya dengan penelitian kualitatif.

B. PROSEDUR PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan melalui dua tahap penelitian, tahapan penelitian pertama adalah sebagai berikut:

1. Identifikasi learning obstacle yang dialami oleh siswa terkait dengan konsep luas daerah layang-layang dan belah ketupat. Materi tentang layang-layang dan belah ketupat diberikan pada siswa kelas VII semester 1, sehingga dalam penelitian tahap pertama ini subjek penelitian diambil dari kelas VIII, IX, X dan kelas XI. Subjek penelitian dalam tahap penelitian pertama ini adalah siswa yang sudah pernah mengalami pembelajaran luas daerah layang-layang dan belah ketupat.


(21)

2. Observasi desain didaktis awal yang dilakukan guru di kelas dan dilanjutkan dengan wawancara dengan guru tersebut serta dilengkapi dengan studi dokumentasi pada RPP yang pernah dipakai guru yang bersangkutan saat melakukan pembelajaran luas daerah layang-layang dan belah ketupat.

Tahapan penelitian kedua adalah sebagi berikut:

1. Menyusun sebuah desain didaktis berdasarkan data-data yang telah di peroleh pada penelitihan tahap pertama.

2. Mencobakan desain didaktis di kelas VII.

3. Menganalisis proses implementasi desain didaktis yang telah dibuat.

4. Mengumpulkan data tentang respon siswa terhadap implementasi desain didaktis yang telah dibuat.

5. Membuat desain didaktis revisi sebagai perbaikan dari desain didaktis yang telah diimplementasikan sebelumnya.

Proses penelitian dapat di gambarkan sebagai berikut:

Gambar 3. 1 Alur Penelitian


(22)

C. SUBJEK PENELITIAN

Subjek penelitian dibagi kedalam dua tahap: pertama, subjek penelitian tahap pertama untuk mengetahui learning obstacle terkait dengan konsep luas daerah layang-layang dan belah ketupat. Subjek yang dipilih dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 3.1

Subjek penelitian tahap 1

Subjek penelitian Sekolah asal Jumlah subjek

Kelas VIII SMP Assalaam 10

Kelas IX SMP Assalaam 10

Kelas X SMAN 1

Baleendah

2

Kelas XI SMAN 1

Baleendah

3 Guru Matematika

kelas VII

SMP Assalaam 2 Jumlah subjek penelitian 27

Pada penelitian tahap kedua, subjek penelitian dipilih dengan teknik sampel purposif dikarenakan peneliti sudah lama berperan sebagai guru di sekolah yang akan dijadikan sampel sehingga keajegan peneliti di tempat penelitian dapat terjaga. Diambil 2 kelas, yaitu kelas VII- A untuk diberikan pembelajaran menggunakan desain didaktis tipe 1 dan kelas VII-E untuk diberikan pembelajaran menggunakan desain didaktis tipe 2 yang telah disusun berdasarkan karakteristik learning obstacle yang ditemukan pada penelitian tahap pertama. Setelah implementasi desain didaktis jika dibutuhkan perbaikan dari berbagai aspek maka disususnlah desain didaktis revisi yang merupakan produk akhir dari penelitian ini.


(23)

D. TEKNIK ANALISIS DATA 1. Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada kedua tahapan penelitian dilakukan dengan proses triangulasi, yaitu menyatukan data yang diperoleh dari observasi, wawancara, skala sikap dan studi dokumentasi yang dilakukan pada perolehan tes hasil belajar pada konsep matematika yang telah diajarkan dan LKS yang telah dikerjakan siswa.

a. Wawancara

Pada penelitian ini, wawancara dilakukan dengan tujuan menggali informasi yang sifatnya lebih mendalam dari subjek penelitian.

b. Observasi

Pada penelitian tahap pertama, observasi dilakukan untuk mendapatkan data dan fakta tentang pelaksanaan desain didaktis awal yang guru terapkan di kelas. Hasil dari observasi menjadi bahan untuk menyusun desain didaktis baru yang akan diterapkan pada subjek penelitian.

c. Skala sikap

Skala sikap digunakan untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan kedua desain didaktis yang telah disusun. Model skala sikap yang digunakan adalah model skala sikap Likert yang dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan analisis data. Tes skala sikap diberikan kepada siswa pada kedua kelas yang dijadikan subjek penelitian setelah kegitan pembelajaran berakhir.


(24)

d. Studi Dokumentasi

Peneliti akan memanfaatkan sumber-sumber dokumen (non human resources) untuk pengembangan analisis kajian. Studi dokumentasi pada penelitian tahap pertama bersumber dari RPP guru yang pernah dipakai dalam menyampaikan pembelajaran luas daerah layang-layang dan belah ketupat, dan instrumen yang telah disusun sebelumnya untuk mengkaji karakteristik learning obstacle siswa. Pada penelitian kedua studi dokumentasi bersumber dari LKS dan lembar angket. Dari kedua bahan studi dokumentasi itu dapat diketahui miskonsepsi, kesalahan penemuan dan macam-macam kesulitan belajar siswa, serta respon siswa tentang pembelajaran yang telah dilakukan.

2. Reduksi Data

Data yang telah diperoleh selama percobaan selanjutnya dipilih sesuai dengan rumusan masalah yang akan dijawab.

3. Penyajian Data

Dalam tahap ini, data penelitian dianalisa dan disajikan secara deskriptif dengan bantuan tabel dan presentase. Analisa pada hasil penelitian didukung dengan teori yang berkaitan.

4. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan diperoleh setelah kegiatan mereduksi data dan menyajikan data. Kesimpulan merupakan hasil dari mengaitkan pertanyaan-pertanyaan penelitian dengan data yang diperoleh di lapangan.


(25)

5. Kriteria Keabsahan Data

Dalam memastikan keabsahan data, strategi-strategi berikut dapat dilakukan (Creswell, 2002):

 Triangulasi data, data akan dikumpulkan melalui sumber majemuk dengan memasukkan data wawancara, observasi dan studi dokumentasi.

Pemeriksaan subjek, subjek di check ulang mengenai data yang telah diberikan melalui berbagai instrumen penelitian.

 Pengamatan jangka panjang di lokasi penelitian.  Ketekunan dan keajegan di tempat penelitian.  Kecukupan referensi dan teori


(26)

BAB 5

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian kualitatif tidak bersifat general, temuan – temuan yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan berupa ilustrasi dari fenomena yang ditemukan pada subjek yang diteliti. Fenomena – fenomena yang ditemukan dari subjek penelitian kali ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan sebagai masukan untuk diterapkan dalam perkembangan pendidikan matematika. Hal ini sesuai dengan pendapat Ernest (1998) yang mengatakan bahwa “Qualitative paradigm adopts a bottom-up perspective, using a particular and concrete instance to suggest, evoke and illustrate the general case”. Berdasarkan penelitian kualitatif yang telah dilakukan pada subjek penelitian yang berasal dari SMP Assalaam Bandung, maka kesimpulan yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut:

1. Karakteristik Learning obstacle yang ditemui pada siswa adalah: a. Siswa yang diteliti mengalami kesulitan menghubungkan satu

konsep bangun datar dengan konsep datar lainnya, siswa masih beranggapan bahwa kedua konsep tersebut terpisah.

b. Siswa yang diteliti mengalami kesulitan dalam menjelaskan jawaban karena pemahaman konsep belum tertanam secara mendalam.


(27)

c. Siswa yang diteliti mengalami kesulitan dalam menjelaskan keseluruhan sifat yang dimiliki layang-layang dan belah ketupat. d. Siswa yang diteliti mengalami kesulitan dalam memahami konsep

sama panjang, sama besar, tegak lurus, sejajar.

e. Siswa yang diteliti mengalami kesulitan dalam menjelaskan jawaban dalam struktur kalimat yang baik.

f. Siswa yang diteliti mengalami kesulitan menyebutkan rumus luas daerah layanglayang dan belah ketupat dengan benar karena mereka mengingatnya, sehingga saat pembelajaran sudah dilaksanakan kemungkinan mereka akan cepat lupa.

g. Siswa yang diteliti tidak memaknai rumus luas daerah tersebut karena siswa tidak pernah mengkonstruksi rumus tersebut sendiri. h. Beberapa siswa yang diteliti tidak terbiasa dengan pertanyaan

“Bagaimana menemukan rumusnya? ” karena mereka terbiasa menerima informasi langsung dari guru atau buku tanpa proses penemuan sendiri.

i. Siswa yang diteliti tidak bisa mengkoneksikan pengetahuannya dengan teorema Pythagoras. Karakteristik learning obstacle yang ditemukan adalah jenis learning obstacle epistimologis karena siswa terbatas hanya pada konteks tertentu saja

2. Dari RPP yang telah ditelaah, guru yang diteliti melakukan pembelajaran konvensional dengan berbantuan multimedia Power


(28)

Point. Bahan ajar yang dipakai mengacu pada BSE (Buku Sekolah Elektronik) berjudul Matematika Konsep dan Aplikasinya.

3. Desain didaktis yang disusun terdapat dua macam desain dengan pendekatan dan model pembelajaran yang berbeda. Desain pertama menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing yang mengusung teori belajar konstruktivisme. Desain kedua menggunakan model pembelajaran ekspositori. Pemilihan kedua desain tersebut bertujuan untuk melihat kelemahan dan kelebihan masing-masing desain. Dan kekurangan serta kelebihan yang akan ditemukan selama penelitian berlangsung akan dijadikan acuan untuk membuat revisi desain didaktis.

4. Temuan-temuan yang diperoleh saat implementasi desain didaktis tipe 1, yaitu pembelajaran layang – layang dan belah ketupat menggunakan model pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut:

a. Aktivitas siswa saat membentuk bangun datar layang-layang dan belah ketupat berjalan dengan baik, subjek penelitian menunjukan sikap yang baik.

b. Aktivitas siswa saat mengidentifikasi sifat-sifat yang dimiliki bangun datar layang-layang dan belah ketupat berjalan dengan baik, hasil skala sikap menunjukan sikap siswa yang positif dan tes hasil belajar menunjukan bahwa siswa menguasai konsep ini. c. Aktivitas siswa saat menemukan rumus layang-layang dan belah


(29)

untuk menemukan rumus luas daerah kedua bangun tersebut tidak terlihat pada siswa. Siswa hanya menguasai satu cara yang seragam. Skala sikap menunjukan bahwa sebagian subjek penelitian merasa kebingungan terhadap proses penemuan ini, tetapi hasil belajar siswa memperlihatkan bahwa siswa menguasai rumus luas daerah layang-layang dan belah ketupat.

d. Soal-soal yang disajikan saat proses drilling sebaiknya lebih beragam dan lebih menantang siswa. Soal yang diberikan saat drilling sudah diterima dan dikerjakan dengan baik oleh subjek penelitian.

e. Siswa yang diteliti masih sulit untuk mengkomunikasikan jawabannya dan menanggapi jawaban temannya. Hal tersebut sebaiknya dibiasakan dengan proses yang terus menerus.

Temuan-temuan yang diperoleh saat implementasi desain didaktis tipe 2, yaitu pembelajaran layang – layang dan belah ketupat menggunakan model pembelajaran ekpositori adalah sebagai berikut:

a. Aktivitas siswa saat memperhatikan guru menerangkan pengertian bangun datar layang-layang dan belah ketupat berjalan dengan baik, subjek penelitian menunjukan sikap yang positif.

b. Aktivitas siswa saat memperhatikan penjelasan guru mengenai sifat-sifat yang dimiliki bangun datar layang-layang dan belah ketupat berjalan dengan baik, hasil skala sikap menunjukan sikap


(30)

siswa yang positif dan tes hasil belajar menunjukan bahwa siswa menguasai konsep ini.

c. Aktivitas siswa saat memperhatikan guru menerangkan mengenai cara menemukan rumus layang-layang dan belah ketupat berjalan dengan baik. Skala sikap menunjukan bahwa sikap yang positif dan hasil belajar siswa memperlihatkan bahwa siswa menguasai rumus luas daerah layang-layang dan belah ketupat.

d. Soal-soal yang disajikan saat proses drilling sebaiknya lebih beragam dan lebih menantang siswa. Soal yang diberikan saat drilling sudah diterima dan dikerjakan dengan baik oleh subjek. Siswa masih sulit untuk mengkomunikasikan jawabannya dan menanggapi jawaban temannya. Hal tersebut sebaiknya dibiasakan dengan proses yang terus menerus. Tes hasil belajar siswa menunjukan bahwa siswa yang menerima pembelajaran melalui model pembelajaran ekspositori menunjukan hasil yang rendah pada soal dengan tingkat kesulitan lebih tinggi

5. Hasil angket siswa di kedua kelas penelitian adalah sebagai berikut: a. Hasil yang diperoleh dari angket sikap siswa pada kelas yang

belajar menggunakan model inkuiri, sebesar 5,78% dari keseluruhan subjek memiliki sifat negatif terhadap pembelajaran, sebesar 34,21% memiliki sifat netral terhadap pembelajaran dan sebesar 60,01% bersifat positif terhadap pembelajaran. Sehingga diperoleh kesimpulan siswa yang telah diteliti bersikap positif


(31)

terhadap pembelajaran layang-layang dan belah kertupat dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri.

b. Hasil yang diperoleh dari angket sikap siswa pada kelas yang belajar menggunakan model ekspositori, sebesar 4,36% dari keseluruhan subjek memiliki sifat negatif terhadap pembelajaran, 27,59% memiliki sifat netral terhadap pembelajaran dan 68,05% bersifat positif terhadap pembelajaran. Sehingga diperoleh kesimpulan siswa yang diteliti bersikap positif terhadap pembelajaran layang-layang dan belah kertupat dengan menggunakan model pembelajaran ekspositori.

Dari hasil yang diperoleh melalui skala sikap beberapa hal yang sebaiknya diperhatikan adalah:

a. Pembelajaran ekspositori sebaiknya dikemas semenarik mungkin sehingga dapat menarik motivasi siswa dalam belajar

b. Pemilihan soal-soal yang disajikan dalam pembeljaran sebaiknya lebih menantang siswa untuk berpikir aktif di kelas, hal ini juga bisa didukung dengan sikap guru yang mengajak siswa untuk mengerjakan soal secara antusias.

c. Saat dilakukan proses penemuan luas daerah layang-layang dan belah ketupat, guru sebaiknya memberikan scaffolding secara terus menerus agar siswa merasa didampingin dan tidak kebingungan. Selain itu guru sebaiknya melakukan konfirmasi terhadap


(32)

hasil-hasil yang diperoleh siswa sehingga dapat dihindari terjadinya miskonsepsi.

d. Pemilihan soal-soal yang disajikan dalam pembeljaran sebaiknya lebih menantang siswa untuk berpikir aktif di kelas, hal ini juga bisa didukung dengan sikap guru yang mengajak siswa untuk mengerjakan soal secara antusias.

e. Saat dilakukan proses penemuan luas daerah layang-layang dan belah ketupat, siswa sebaiknya dibiasakan untuk berdiskusi dengan temannya agar mereka dapat saling berbagi ide, sehingga proses penemuan rumus tersebut akan terbantu. Saat diskusi kelas berjalan guru tetap melakukan interfensi terhadap isi diskusi siswa dengan tujuan mengarahkan mereka pada maksud yang akan dituju.

f. Siswa sebaiknya dibiasakan mempresentasikan hasil kerja mereka di depan kelas, walaupun pekerjaan mereka belum sepenuhnya benar.

g. Siswa sebaiknya dibiasakan menanggapi siswa lain yang telah mengkomunikasikan idenya, tanggapan tersebut dapat berupa pertanyaan, sanggahan, saran atau tambahan ide.

6. Revisi desain didaktis berbentuk satu buah desain didaktis baru yang menggabungkan kedua model tersebut, beberapa konsep matematika menggunakan model ekspositori sedangkan konsep lain yang tercakup di dalamnya menggunakan model inkuiri. Modifikasi ini dibuat dengan mempertimbangkan karakteristik konsep matematika, sikap siswa,


(33)

kematangan kognitif siswa dan hasil tes hasil belajar yang siswa peroleh dalam desain didaktis awal.

Aspek yang sebaiknya diperhatikan dalam implementasi pembelajaran menggunakan desain didaktis revisi adalah:

a. Siswa disajikan permasalahan yang menantang.

b. Siswa sebaiknya mampu mengidentifikasi masalah yang diberikan. c. Siswa sebaiknya mampu membuat kesimpulan-kesimpulan sendiri. d. Siswa sebaiknya dibiasakan memberikan pertanyaan-pertanyaan

untuk guru atau sesama siswa lain.

e. Siswa sebaiknya mampu menuliskan pemahaman yang mereka peroleh dari penjelasan guru

f. Siswa sebaiknya termotivasi untuk mempresentasikan hasil kerja mereka di depan kelas

g. Siswa diharapkan memberikan atensi penuh dan antusiasme untuk mengikuti pembelajaran

h. Guru memberikan scaffolding secara terus menerus

i. Guru selalu memberikan konfirmasi-konfirmasi agar tidak terjadi miskonsepsi.

B. REKOMENDASI

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh, maka diajukan beberapa saran berikut ini:


(34)

1. Pembuatan desain didaktis dapat menggunakan beragam model dan pendekatan pembelajaran.

2. Penelitian dapat menggunakan instrumen penelitian yang lebih baik dan lebih beragam sehingga hasil penelitian akan lebih baik lagi. 3. Analisis mengenai kelemahan dan kelebihan model pembelajaran

inkuiri terbimbing dan ekspositori dapat digunakan untuk bahan pertimbangan saat menyusun desain didaktis untuk konsep matematika yang lain.

4. Alternatif desain didaktis seperti ini hanya salah satu alternative yang dapat dipakai untuk mengatasi learning obstacle dalam konsep matematika tertentu, namun hasil yang diperoleh mungkin berbeda dengan penelitian ini karena berbagai faktor yang berbeda, seperti keadaan siswa, keadaan sekolah dan lainnya.

5. Permasalah matematika yang dipakai dalam desain didaktis dapat lebih diperluas mencakup kemampuan-kemampuan matematika lain, seperti kemampuan komunikasi, kemampuan koneksi dan kemampuan penalaran.


(35)

DAFTAR PUSTAKA

Abdussakir. (2010). Pembelajaran Matematika Sesuai Teori Van hiele. (online)( http://abdussakir.wordpress.com/2011/02/09/pembelajaran-geometri-sesuai-teori-van-hiele-lengkap/). Diakses tanggal: 22 februari 2012

Brousseau, G. (2002). Theory of Didactical Situations in Mathematics. New York: Kluwer Academic Publisher.

Budiningsih. (2004). Teori – Teori Belajar. Jakarta: Galang pustaka. Creswell. (2002). Reserch Design. Jakarta: KIK press

Ernest, P. (1998). “The Epostimological Basis Qualitative Research in

mathematics Education: A Postmodern Perspective”. Qualitative Research

Methods in mathematics Education, 22 – 39.

Haryanto; Suyono. (2011). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rosda

Herman, T. (2007). Timss Dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Matematika Di Indonesia. Makalah UPI: tidak dipublikasikan

Husaeni. (2006). Penerapan Model Pembelajaran Van Hiele Dalam Membantu Siswa Kelas IV SD Membangun Konsep Segitiga. Makalah dalam Jurnal Pendidikan, Volume 7, Nomor 2.

Kartini. (2011). Hypotetical Learning Trajectory Untuk Topik Persamaan Kuadrat Melalui Pembelajara Inkuiri Model Alberta. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Matematika UNPAR: Bandung.

Mason, M. ( 2004). Geometry: Explorations and Applications. Virginia: Mc. Doudal littell inc.


(36)

Mulyana, E. (2010). Kapita Selekta Matematika 1. FPMIPA UPI: Bandung

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi. (1980). Pengajaran Matematika Modern. Bandung: Tarsito.

Sabandar, J. (2010). “Thinking Classroom” dalam Pembelajaran Matematika Di Sekolah. Makalah UPI: tidak dipublikasikan

Shadiq, F. (2007). Inovasi Pembelajaran Matematika Dalam Rangka Menyongsong Sertifikasi Guru Dan Persaingan Global. Makalah Disampaikan pada: Seminar dan Lokakarya Pembelajaran Matematika P4tk (PPPG) Matematika

Soedjadi. (2000). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: DEPDIKNAS.

Sugiyono. (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabet Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV. Alfabeta.

Suherman, E. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Sumarmo, U. (2010). Berfikir Dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, Dan Bagaimana Dikembangkan Pada Peserta Didik. FPMIPA UPI: Bandung Supriatna, T. (2011). Pengembangan Disain Didaktis Bahan Ajar Pemecahan

Masalah Matematis Luas Daerah Segitiga Pada Sekolah Menengah Pertama. TESIS SPS UPI BANDUNG: Tidak diterbitkan.


(37)

Suryadi, D. (2010). Penelitian Pembelajaran Matematika untuk pembentukan Karakter Bangsa. Makalah diseminarkan pada: Seminar Nasional Pendidikan Matematika UNY: Yogyakarta

Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan Siswa Dalam Mata Pelajaran Matematika ( Studi Terhadap Tingkat Penguasaan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika, serta Kemampuan Mengajar Para Guru Matematika). Disertasi. UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model – Model Pembelajaran. Bandung.

Widdiharto, R. (2008) Diagnosis Kesulitan Belajar Matematika Siswa SMP. Yogyakarta: DEPDIKNAS

Yadnya. (2011) . Problematik Pembelajaran Geometri: Antara ”Action” dan ”Illusion”.(online)(http://www.infodiknas.com/171-problematik

pembelajaran -geometri-sekolah). Diakses tanggal: 22 februari 2012 Yamin, M. (2011). Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: GP Press

Yuliani, A. (2011). Meningkatkan Kemampuan Analogi dan Generalisasi Matematis Siswa SMP dengan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing. TESIS SPS UPI BANDUNG: Tidak diterbitkan.


(1)

hasil yang diperoleh siswa sehingga dapat dihindari terjadinya miskonsepsi.

d. Pemilihan soal-soal yang disajikan dalam pembeljaran sebaiknya lebih menantang siswa untuk berpikir aktif di kelas, hal ini juga bisa didukung dengan sikap guru yang mengajak siswa untuk mengerjakan soal secara antusias.

e. Saat dilakukan proses penemuan luas daerah layang-layang dan belah ketupat, siswa sebaiknya dibiasakan untuk berdiskusi dengan temannya agar mereka dapat saling berbagi ide, sehingga proses penemuan rumus tersebut akan terbantu. Saat diskusi kelas berjalan guru tetap melakukan interfensi terhadap isi diskusi siswa dengan tujuan mengarahkan mereka pada maksud yang akan dituju.

f. Siswa sebaiknya dibiasakan mempresentasikan hasil kerja mereka di depan kelas, walaupun pekerjaan mereka belum sepenuhnya benar.

g. Siswa sebaiknya dibiasakan menanggapi siswa lain yang telah mengkomunikasikan idenya, tanggapan tersebut dapat berupa pertanyaan, sanggahan, saran atau tambahan ide.

6. Revisi desain didaktis berbentuk satu buah desain didaktis baru yang menggabungkan kedua model tersebut, beberapa konsep matematika menggunakan model ekspositori sedangkan konsep lain yang tercakup di dalamnya menggunakan model inkuiri. Modifikasi ini dibuat dengan mempertimbangkan karakteristik konsep matematika, sikap siswa,


(2)

kematangan kognitif siswa dan hasil tes hasil belajar yang siswa peroleh dalam desain didaktis awal.

Aspek yang sebaiknya diperhatikan dalam implementasi pembelajaran menggunakan desain didaktis revisi adalah:

a. Siswa disajikan permasalahan yang menantang.

b. Siswa sebaiknya mampu mengidentifikasi masalah yang diberikan. c. Siswa sebaiknya mampu membuat kesimpulan-kesimpulan sendiri. d. Siswa sebaiknya dibiasakan memberikan pertanyaan-pertanyaan

untuk guru atau sesama siswa lain.

e. Siswa sebaiknya mampu menuliskan pemahaman yang mereka peroleh dari penjelasan guru

f. Siswa sebaiknya termotivasi untuk mempresentasikan hasil kerja mereka di depan kelas

g. Siswa diharapkan memberikan atensi penuh dan antusiasme untuk mengikuti pembelajaran

h. Guru memberikan scaffolding secara terus menerus

i. Guru selalu memberikan konfirmasi-konfirmasi agar tidak terjadi miskonsepsi.

B. REKOMENDASI

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh, maka diajukan beberapa saran berikut ini:


(3)

1. Pembuatan desain didaktis dapat menggunakan beragam model dan pendekatan pembelajaran.

2. Penelitian dapat menggunakan instrumen penelitian yang lebih baik dan lebih beragam sehingga hasil penelitian akan lebih baik lagi. 3. Analisis mengenai kelemahan dan kelebihan model pembelajaran

inkuiri terbimbing dan ekspositori dapat digunakan untuk bahan pertimbangan saat menyusun desain didaktis untuk konsep matematika yang lain.

4. Alternatif desain didaktis seperti ini hanya salah satu alternative yang dapat dipakai untuk mengatasi learning obstacle dalam konsep matematika tertentu, namun hasil yang diperoleh mungkin berbeda dengan penelitian ini karena berbagai faktor yang berbeda, seperti keadaan siswa, keadaan sekolah dan lainnya.

5. Permasalah matematika yang dipakai dalam desain didaktis dapat lebih diperluas mencakup kemampuan-kemampuan matematika lain, seperti kemampuan komunikasi, kemampuan koneksi dan kemampuan penalaran.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdussakir. (2010). Pembelajaran Matematika Sesuai Teori Van hiele. (online)( http://abdussakir.wordpress.com/2011/02/09/pembelajaran-geometri-sesuai-teori-van-hiele-lengkap/). Diakses tanggal: 22 februari 2012

Brousseau, G. (2002). Theory of Didactical Situations in Mathematics. New York: Kluwer Academic Publisher.

Budiningsih. (2004). Teori – Teori Belajar. Jakarta: Galang pustaka. Creswell. (2002). Reserch Design. Jakarta: KIK press

Ernest, P. (1998). “The Epostimological Basis Qualitative Research in

mathematics Education: A Postmodern Perspective”. Qualitative Research

Methods in mathematics Education, 22 – 39.

Haryanto; Suyono. (2011). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rosda

Herman, T. (2007). Timss Dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Matematika Di Indonesia. Makalah UPI: tidak dipublikasikan

Husaeni. (2006). Penerapan Model Pembelajaran Van Hiele Dalam Membantu Siswa Kelas IV SD Membangun Konsep Segitiga. Makalah dalam Jurnal Pendidikan, Volume 7, Nomor 2.

Kartini. (2011). Hypotetical Learning Trajectory Untuk Topik Persamaan Kuadrat Melalui Pembelajara Inkuiri Model Alberta. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Matematika UNPAR: Bandung.

Mason, M. ( 2004). Geometry: Explorations and Applications. Virginia: Mc. Doudal littell inc.


(5)

Mulyana, E. (2010). Kapita Selekta Matematika 1. FPMIPA UPI: Bandung

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi. (1980). Pengajaran Matematika Modern. Bandung: Tarsito.

Sabandar, J. (2010). “Thinking Classroom” dalam Pembelajaran Matematika Di Sekolah. Makalah UPI: tidak dipublikasikan

Shadiq, F. (2007). Inovasi Pembelajaran Matematika Dalam Rangka Menyongsong Sertifikasi Guru Dan Persaingan Global. Makalah Disampaikan pada: Seminar dan Lokakarya Pembelajaran Matematika P4tk (PPPG) Matematika

Soedjadi. (2000). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: DEPDIKNAS.

Sugiyono. (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabet Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV. Alfabeta.

Suherman, E. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Sumarmo, U. (2010). Berfikir Dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, Dan Bagaimana Dikembangkan Pada Peserta Didik. FPMIPA UPI: Bandung Supriatna, T. (2011). Pengembangan Disain Didaktis Bahan Ajar Pemecahan

Masalah Matematis Luas Daerah Segitiga Pada Sekolah Menengah Pertama. TESIS SPS UPI BANDUNG: Tidak diterbitkan.


(6)

Suryadi, D. (2010). Penelitian Pembelajaran Matematika untuk pembentukan Karakter Bangsa. Makalah diseminarkan pada: Seminar Nasional Pendidikan Matematika UNY: Yogyakarta

Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan Siswa Dalam Mata Pelajaran Matematika ( Studi Terhadap Tingkat Penguasaan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika, serta Kemampuan Mengajar Para Guru Matematika). Disertasi. UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model – Model Pembelajaran. Bandung.

Widdiharto, R. (2008) Diagnosis Kesulitan Belajar Matematika Siswa SMP. Yogyakarta: DEPDIKNAS

Yadnya. (2011) . Problematik Pembelajaran Geometri: Antara ”Action” dan ”Illusion”.(online)(http://www.infodiknas.com/171-problematik

pembelajaran -geometri-sekolah). Diakses tanggal: 22 februari 2012 Yamin, M. (2011). Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: GP Press

Yuliani, A. (2011). Meningkatkan Kemampuan Analogi dan Generalisasi Matematis Siswa SMP dengan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing. TESIS SPS UPI BANDUNG: Tidak diterbitkan.


Dokumen yang terkait

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA MATERI JAJARGENJANG, BELAH KETUPAT, LAYANG LAYANG, DAN TRAPESIUM DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA

3 27 207

DESAIN DIDAKTIS MELALUI LEARNING OBSTACLE DAN LEARNING TRAJECTORY PADA PEMBAHASAN LUAS DAERAH SEGIEMPAT (TRAPESIUM, JAJARGENJANG, LAYANG-LAYANG, DAN BELAH KETUPAT).

4 10 11

PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA DALAM PENGUASAAN MATERI BANGUN DATAR LAYANG-LAYANG DAN BELAH Peningkatan Pemahaman Siswa Dalam Penguasaan Materi Bangun Datar Layang-layang dan Bela Ketupat pada Pembelajaran Matematika melalui Metode Guided Note Taking pada S

0 2 15

DESAIN DIDAKTIS KONSEP LUAS DAERAH BELAH KETUPAT PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMP.

1 5 29

EKSPERIMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF GROUP TO GROUP EXCHANGE (GGE) PADA MATERI JAJARGENJANG, BELAH KETUPAT, LAYANG-LAYANG DAN TRAPESIUM DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII SEMESTER GENAP SMP NEGERI 16 SURAKARTA TAHUN AJARAN 20

0 0 21

Mtk Smp Belah Ketupat

0 0 4

DESAIN DIDAKTIS MELALUI LEARNING OBSTACLE DAN LEARNING TRAJECTORY PADA PEMBAHASAN LUAS DAERAH SEGIEMPAT (TRAPESIUM, JAJARGENJANG, LAYANG-LAYANG, DAN BELAH KETUPAT) - repository UPI S MTK 1100466 Title

0 0 3

PENGGUNAAN ALAT PERAGA PAPAN GEOMETRI DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI LUAS BELAH KETUPAT DAN LAYANG-LAYANG | Kantohe | Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika Tadulako 3096 9573 1 PB

0 0 14

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA KELAS VII SMPN 3 PALU PADA MATERI BELAH KETUPAT DAN LAYANG-LAYANG | Ilham | Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika Tadulako 8310 27259 1 PB

0 0 12

DESAIN INTERIOR MUSEUM LAYANG-LAYANG DENGAN KONSEP MODERN DI YOGYAKARTA - UNS Institutional Repository

0 0 16