SEBARAN KOSAKATA DASAR BAHASA SUNDA DI KECAMATAN SAGARANTEN KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT: Suatu Kajian Dialektologi Sinkronis.

(1)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERSEMBAHAN

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR ISTILAH ... xi

DAFTAR LAMBANG ... xii

DAFTAR BENTUK LAMBANG ... xiii

DAFTAR TANDA ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

DAFTAR PETA ... xvii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Masalah Penelitian ... 12

1.2.1 Identifikasi Masalah ... 12

1.2.2 Batasan Masalah ... 13


(2)

1.3Tujuan Penelitian ... 15

1.4Manfaat Penelitian ... 15

1.4.1 Manfaat Teoretis ... 15

1.4.2 Manfaat Praktis ... 16

1.5Asumsi Dasar ... 17

1.6Definisi Operasional ... 17

BAB 2 DIALEKTOLOGI SINKRONIS ... 20

2.1Dialektologi ... 20

2.2Dialek ... 21

2.3Geografi Dialek ... 23

2.4Perbedaan Fonologi, Morfologi, Leksikal, dan Semantik ... . 24

2.4.1 Perbedaan Fonologi ... 24

2.4.1.1Jenis-jenis Perubahan Bunyi ... 25

2.4.1.2Korespondensi Bunyi ... 25

2.4.1.3Variasi Bunyi ... 27

2.4.1.3.1 Disimilasi ... 27

2.4.1.3.2 Metatesis ... 28

2.4.1.3.3 Zeroisasi (Penghilangan Bunyi) ... 28

2.4.1.3.3.1Aferesis ... 28

2.4.1.3.3.1 Sinkop ... 28

2.4.1.3.4 Anaptiksis (Penambahan Bunyi) ... 29

2.4.1.3.4.1.Protesis ... 29


(3)

2.4.1.3.4.3Paragog ... 29

2.4.1.3.5 Modifikasi vokal ... 29

2.4.1.3.6 Kompresi ... 30

2.4.1.3.7 Pelemahan Bunyi ... 30

2.4.2 Perbedaan Morfologi ... 31

2.4.2.3Proses Afiksasi ... 31

2.1.2.2Proses Pengulangan (Reduplikasi) ... 32

2.1.2.3Morfofonemik ... 32

2.4.3 Perbedaan Leksikal ... 33

2.4.4 Perbedaan Semantik ... 33

2.4.5 Isoglos, Heteroglos, dan Watas Kata ... 33

2.5 Peta Bahasa ... 34

2.5.1 Peta Peragaan (Display Map) ... 35

2.5.2 Peta Penafsiran (Interpretative map) ... 36

2.6 Dialektrometri ... 36

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 38

3.1Metode Penelitian ... 38

3.1.1 Pendekatan Penelitian ... 38

3.2Sumber Data dan Korpus ... 39

3.3Teknik Pengumpulan Data ... 39

3.4Informan ... 39

3.5Titik Pengamatan ... 40


(4)

3.5.2 Profil Kecamatan Sagaranten ... 42

3.5.3 Keadaan Bahasa ... 43

3.5.4 Keadaan Demografi dan Jumlah Penduduk ... . 44

3.5.5 Keadaan Sosial Ekonomi ... 45

3.5.6 Keadaan Sosial Budaya ... 46

3.5.7 Pendidikan ... 47

3.6Teknik Analisis dan Interpretasi Data ... 48

3.7Instrumen Penelitian ... 49

BAB 4 DESKRIPSI BENTUK KOSAKATA DASAR BAHASA SUNDA BERDASARKAN PERBEDAAN FONOLOGI, MORFOLOGI, LEKSIKAL, SEMANTIK, KORESPONDENSI BUNYI, PEMETAAN, PENGHITUNGAN DIALEKTOMETRI, DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Bentuk Kosakata Dasar Bahasa Sunda ... 51

4.2 Penghitungan Dialektometri ... 153

4.3 Pembahasan ... 155

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN ... 161

5.1 Simpulan ... 161

5.2 Saran ... 164

DAFTAR PUSTAKA ... 166

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 168


(5)

BAB 1 PENDAHULUAN

Dalam BAB 1, akan dipaparkan latarbelakang, masalah, tujuan, manfaat, asumsi dasar, dan definisi operasional. Paparan tersebut sebagai berikut.

1.1Latar Belakang Masalah

Menurut KBBI (2008:324), dialek adalah variasi bahasa yang berbeda-beda menurut pemakainya, sedangkan menurut Ayatrohaedi (2003:2) dialek memiliki dua ciri, yaitu (1) seperangkat ujaran setempat yang berbeda-beda, yang memiliki ciri-ciri umum dan masing-masing lebih mirip sesamanya dibandingkan dengan bentuk ujaran yang lain dari bahasa yang sama, (2) dialek tidak harus mengambil semua bentuk ujaran dari sebuah bahasa.

Menurut KBBI (2008:324) dialektologi adalah ilmu tentang dialek atau cabang linguistik mengenai variasi bahasa dengan memperlakukannya sebagai struktur yang utuh, sedangkan menurut Mahsun (1995:11) dialektologi merupakan ilmu tentang dialek atau cabang dari linguistik, yang mengkaji perbedaan-perbedaan isolek dengan memperlakukan perbedaan-perbedaan tersebut secara utuh. Namun, perbedaan itu tidak sampai menyebabkan munculnya bahasa yang berbeda. Perbedaan itu tidak mencegah mereka untuk secara keseluruhan merasa memiliki satu bahasa yang sama. Oleh karena itu, ciri utama dialek adalah perbedaan dalam kesatuan dan kesatuan dalam perbedaan (Ayatrohaedi, 1983:1-2). Perbedaan dalam kesatuan artinya dialektologi melihat perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam satu bahasa, sedangkan kesatuan dalam perbedaan artinya dialektologi meneliti bahasa yang mempunyai variasi bahasa.


(6)

Bahasa Sunda adalah salah satu bahasa di Indonesia, yang telah digunakan sejak berabad-abad yang termasuk dalam keluarga bahasa Austronesia. Bahasa Sunda digunakan oleh orang Sunda sebagai alat berkomunikasi, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri dalam suatu masyarakat tertentu. Meskipun ada persamaan-persamaan yang mencolok antara bahasa Sunda dengan bahasa-bahasa yang terdapat di Nusantara, akan tetapi bahasa Sunda mempunyai sifat dan ciri tersendiri, bahasa Sunda yang dipergunakan oleh kurang lebih 20 juta orang itu mempunyai dialek-dialek, yang masing-masing mempunyai kosakata yang khas, lagu bicara sendiri, bahkan susunan kalimat yang tersendiri, tetapi masih dapat saling memahami satu sama lain. Dialek yang terkenal adalah dialek Cirebon dan dialek Banten.

Dalam penelitian ini dibahas mengenai dialek bahasa Sunda di Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Seperti pada umumnya di kota lain, bahasa Sunda yang digunakan oleh masyarakat di Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat adalah bahasa Sunda umum yang sama dengan dialek Bogor-Bandung. Namun, di Kecamatan Sagaranten terdapat kosakata bahasa Sunda dialek Sagaranten yang berbeda dari kota lain dalam penggunaan bahasa Sundanya. Kosakata yang khas dari sagaranten terlihat pada kata Cinung berpadanan dengan kata cindung (=kerudung), pameunteu berpadanan dengan kata beungeut (=muka), toa berpadanan dengan kata ua (=kakak perempuan/laki-laki dar ayah atau ibu), dodongkal berpadanan dengan kata awug (=makanan yang terbuat dari tepung beras di bentuk piramida), dan masih banyak contoh-contoh lainnya.


(7)

Selain itu, adapula bahasa yang sangat popular di kalangan para pemuda kota Sukabumi, yaitu bahasa Widal. Bahasa Widal biasa digunakan sebagai bahasa pergaulan di kalangan pemuda kota Sukabumi. Bahasa ini mulai diciptakan sejak masa pengusiran penjajah, yaitu ketika kota Sukabumi akan dimasuki bangsa Belanda setelah Negara ini memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Bahasa Widal ini diciptakan agar komunikasi yang dilakukan tidak mudah dipahami oleh para penjajah. Bahasa Widal berasal dari daerah Tipar, yaitu daerah yang terletak di Kecamatan Warudoyong Kota Sukabumi. Bahasa Widal tidak menggunakan kosa kata baru melainkan mengganti/menukar huruf konsonan ke konsonan lain. Adapun huruf vokal tidak digantikan/ditukarkan dengan lainnya.

Secara garis besar penelitian mengenai dialek bahasa Sunda pernah dilakukan oleh Muliawati (2008) tentang “Geografi Dialek Bahasa Sunda Kota Banjar, Propinsi Jawa Barat”. Banyaknya kosakata yang diambil adalah 300 kosakata yang dimodifikasi dari 200 kosakata swadesh dan 100 kosakata hasil modifikasi. Penelitian Muliawati dilakukan di empat kecamatan yang mencakup delapan desa. Metode yang digunakan yaitu metode deskriptif dan pengumpulan data menggunakan metode pupuan lapangan, metode penyampaian daftar tanyaan langsung ke lapangan, wawancara terarah, rekaman, dan observasi. Penganalisisannya mencakup korespondensi bunyi, deskripsi bahasa Sunda (fonologis, morfologis, dan leksikal), pemetaan, dan penghitungan dialektrometri. Hasil yang didapat dalam penelitian tersebut perbedaan fonologis 94 kosakata perbedaannya sebesar 31,3%, perbedaan morfologis 21 kosakata perbedaannya


(8)

sebesar 7%, dan leksikal 115 kosakata perbedaannya sebesar 61,7%. Hasil penghitungan dialektrometri menunjukkan tidak ada perbedaan bahasa, tetapi terdapat perbedaan wicara dan perbedaan dialek.

Penelitian yang dilakukan Abdulgani (2008) berjudul “Geografi Dialek Bahasa Daerah di Kecamatan Padarincang Kabupaten Serang Provinsi Banten” yang mencakup perbandingan kata kerabat, korespondensi bunyi, pemetaan, dan penghitungan dialektrometri. Metode penelitian menggunakan metode deskriptif dan metode pupuan lapangan yang meliputi pencatatan langsung dan perekaman. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh dialek kebahasaan dalam bahasa daerah yang dipergunakan masyarakat di seluruh desa Kecamatan Padarincang di titik 3 desa, berupa aspek fonologis, morfologis, dan leksikal. Sampel penelitian berjumlah 200 kosakata, 47 kosakata merupakan perbedaan fonologis, 124 kosakata perbedaan leksikal sehingga tidak ditemukan perbedaan morfologis. Dari hasil penghitungan dialektrometri diperoleh adanya perbedaan wicara yang menunjukkan perbedaan fonologis sebesar 23, 5%, perbedaan leksikal sebesar 62% yang menunjukkan adanya perbedaan dialek.

Penelitian yang dilakukan Nurbayinah (2009) berjudul “Geografi Dialek Bahasa Melayu Kelapa Kabupaten Bangka Barat Provinsi Bangka Belitung”. Penelitian Nurbayinah mencakup bentuk kosakata pokok, korespondensi dan variasi bunyi, deskripsi bahasa melayu Kelapa berdasarkan aspek fonologis, morfologis, dan leksikal, pemetaan, dan penghitungan dialektrometri. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dan mentode pupuan lapangan yang meliputi pencatatan langsung dan perekaman. Observasi dan


(9)

wawancara dengan teknik simak-libat-cakap. Sampel penelitian berjumlah 200 daftar kosakata yang diambil dari 13 desa. Hasil dari penelitian Nurbayinah menunjukan 123 kosakata merupakan perbedaan fonologis sebesar 61,5% yang menunjukkan adanya perbedaan bahasa, 10 kosakata merupakan perbedaan morfologis sebesar 5%, dan 67 kosakata merupakan perbedaan leksikal sebesar 33,5% yang menunjukkan adanya perbedaan subdialek.

Selain itu, penelitian mengenai dialek bahasa Sunda di Sukabumi sudah pernah dilakukan oleh Senjaya (2005) yang berjudul “Basa Sunda Dialek Sukabumi di Kacamatan Waluran”. Isinya kata-kata dialek yang terdapat di Kecamatan Waluran Kabupaten Sukabumi. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan mendeskripsikan kata-kata Bahasa Sunda dialek Sukabumi di Kecamatan Waluran. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, sedangkan teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah angket, dan pedoman wawancara. Populasi dalam penelitian Senjaya ini adalah masyarakat yang menggunakan dialek bahasa Sunda dalam komunikasi sehari-harinya di desa-desa di Kecamatan Waluran Kabupaten Sukabumi. Sampel yang ditentukan adalah sampel wilayah dan sampel purposive. Adapun informan yang diambil berjumlah 18 orang. Jumlah kata-kata bahasa Sunda dialek Sukabumi di Kecamatan Waluran yang berhasil dikumpulkan sebanyak 85 kosakata. Kata-kata tersebut diklasifikasikan menurut bentuk kata, yakni (1) kata dasar berjumlah 68 kosakata, (2) kata berimbuhan berjumlah 2 kosakata, (3) kata ulang berjumlah 7 kosakata, dan (4) kata majemuk berjumlah 8 kosakata. Kata-kata bahasa Sunda dialek Sukabumi di Kecamatan Waluran tersebut dipetakan ke dalam peta dialek


(10)

geografis sebanyak 85 buah peta. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian tersebut adalah kata-kata bahasa Sunda dialek Sukabumi di Kecamatan Waluran masih dipakai oleh sebagian besar masyarakat di daerah tersebut.

Penelitia yang dilakukan Andriani (2009) berjudul “Geografi Dialek Basa Sunda di Kacamatan Jampangkulon Kabupaten Sukabumi pikeun Bahan Pangajaran di SMPN I Jampangkulon”. Penelitian Andriani mencakup paparan tentang kata-kata geografi dialek yang mencakup empat hal pokok, yakni: (1) kata-kata bahasa Sunda dialek Jampangkulon Sukabumi, (2) bentuk kata bahasa Sunda dialek Jampangkulon Sukabumi, (3) peta wilayah sebaran dialek Jampangkulon Sukabumi, dan (4) bahasa dialek digunakan sebagai bahan pelajaran di SMP. Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode deskriptif, sedangkan teknik pengumpulan data menggunakan observasi dan pedoman wawancara. Populasi dalam penelitian ini adalah sejumlah kata-kata dialek bahasa Sunda yang terdapat di Kecamatan Jampangkulon Kabupaten Sukabumi. Penelitian ini menggunakan stratified sample, jumlah dari informan yang diwawancara adalah 20 orang dan 5 desa di Kecamatan Jampangkulon. Dari hasil penelitian ditemukan hal sebagai berikut, yaitu 102 jumlah kosakata bahasa Sunda dialek Jampangkulon Sukabumi. kosakata tersebut kemudian diklasifikasikan menurut bentuk kata, yaitu: (1) kata dasar berjumlah 77 kosakata (74%), (2) kata berimbuhan berjumlah 5 kosakata (5, 07%), (3) kata ulang berjumlah 12 kosakata (11, 98%), dan (4) komposisi berjumlah 9 kosakata (8, 95%). Kata-kata dialek bahasa Sunda tersebut kemudian dipetakan dalam peta sebaran bahasa Sunda dialek Jampangkulon Sukabumi sebanyak 102 buah peta.


(11)

Kesimpulan yang dapat di ambil dari penelitian ini adalah kata-kata bahasa Sunda dialek Jampangkulon Sukabumi masih dipakai oleh sebagian besar masyarakat di daerah tersebut.

Penelitian yang dilakukan Septian (2012) berjudul “Geografi Dialek Basa Sunda Surade di Kabupaten Sukabumi Pikeun Bahan Pangajaran Maca di SMP. Analisisnya mencakup 1) kata-kata bahasa Sunda dialek Surade Kabupaten Sukabumi, 2) bentuk kata dialek bahasa Sunda Kabupaten Sukabumi, 3) perbedaan makna kata bahasa Sunda Dialek Surade Kabupaten Sukabumi, 4) perbedaan bahasa Sunda Surade dengan bahasa Ibu. Metode yang digunakan metode deskriptif, pengumpulan data mengguanakan angket dan wawancara, populasi dan sampel. Analisis perbedaan fonologis, morfologis dan semantis. Informan berjumlah 21 orang dari 2 Desa dan 1 kelurahan. Sampel penelitian berjumlah 532 kosakata, tetapi kosakata yang diambil hanya 250 kosakata, kemudian yang dijadikan pemetaan hanya 52 kosakata. hasil dari penelitian Septian menunjukan 149 kosakata merupakan kata-kata Bahasa Sunda Surade, 52 kosakata merupakan bentuk kata dialek bahasa Sunda Surade Kabupaten Sukabumi, dan 49 kosakata merupakan perbedaan makna kata.

Selain skripsi, ada pula yang meneliti jurnal bahasa Indonesia tentang dialek bahasa Sunda seperti penelitian yang dilakukan oleh Hesti Muliawati (2008), dalam penelitiannya, Muliawati menganalisis atau mengkaji variasi kebahasaan yang terjadi di wilayah perbatasan Jawa Barat yang masyarakatnya mayoritas berbahasa Sunda dengan masyarakat Jawa Tengah yang mayoritasnya bahasa Jawa. Variasi bahasa tersebut terjadi di kota Banjar. Penelitian Muliawati


(12)

bertujuan untuk mendeskripsikan variasi dialek bahasa Sunda di Banjar dan ciri khas dialek tersebut serta untuk memetakan kondisi kebahasaan yang terjadi di daerah yang diamati, yaitu di Kota Banjar. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif yang berfungsi untuk mendeskripsikan variasi dialek dan hubungan antara bahasa Sunda dengan bahasa Jawa. Peneliti hanya menggunakan delapan desa sebagai sampel penelitian yang terdapatdi empat kecamatan. Hasil penelitiannya adalah terdapat 98 (32,7%) kosakata berasal dari bahasa Jawa dan 67,3% merupakan kosakata dasar bahasa Sunda. Jadi, kota Banjar terdapat kantung bahasa Sunda dan kantung bahasa Jawa. Secara fonologis ditemukan 94 (31,3%) kosakata yang menunjukkan adanya perbedaan fonologis dan ditemukan 21 (7%) kosakata yang menunjukkan perbedaan morfologis. Selain itu, masih di daerah titik pengamatan yang sama ditemukan 115 (61,7%) kosakata yang menunjukan adanya perbedaan leksikal.

Sastromiharjo, dkk (2010) melakukan penelitian yang berjudul “Pemetaan Perbedaan Isolek di Kabupaten Indramayu”. Penelitiannya dilatarbelakangi oleh ditemukannya seperangkat ujaran yang berbeda-beda di Kabupaten Indramayu. Di sana ditemukan tuturan kosakata bahasa Sunda, bahasa Jawa, bahkan ada masyarakat yang menggunakan kosakata bahasa lain. Metode penelitian yang digunakan adalah metode pupuan lapangan dengan menetapkan 200 kosakata berdasarkan kosakata Swadesh yang telah dimodifikasi oleh peneliti. Adapun hasil penelitian Sastromiharjo, dkk adalah perbandingan kata kerabat dan korespondensi bunyi. Dari 200 kosakata dasar tersebut menunjukkan bahwa ditemukan 153 kosakata yang menunjukan adanya perbedaan (95 perbedaan


(13)

fonologis, 33 perbedaan morfologis, dan 25 perbedaan leksikal). Selain itu, masih di daerah titik pengamatan yang sama ditemukan kosakata yang menunjukkan adanya persamaan di setiap titik pengamatan dengan jumlah 47 kosakata. Berdasarkan hasil pemetaannya, ditemukan penggunaan kosakata bahasa Sunda di Kecamatan Lelea selain penggunaan kosakata bahasa Jawa. Sekait dengan silsilah kekerabatan dialek-dialek yang ada di Kabupaten Indramayu diperoleh hasil penghitungan dialektrometri yang menunjukkan adanya perbedaan dialek. Hal ini didasarkan pada hasil perolehan penghitungan yang menunjukkan 76,5%. Sesuai dengan standar kualifikasi, hasil tersebut menunjukkan perbedaan dialek.

Dari beberapa penelitian di atas, terdapat persamaan dari segi analisisnya yang kebanyakan hanya menggunakan analisis pada tataran fonologi, morfologi, dan leksikal. Oleh karena itu, peneliti akan menganalisis tidak hanya pada tataran fonologi, morfologi, dan leksikal saja, tetapi juga menganalisis pada tataran semantiknya. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengetahui makna yang terdapat pada berian-berian bahasa Sunda di Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Dalam penelitian ini, data yang diambil oleh peneliti hanya berbentuk kata saja, untuk data yang berupa frasa atau kalimat tidak peneliti gunakan. Oleh karena itu, analisis pada tataran sintaksis hanya diuraikan saja.

Selain itu, ada beberapa perbedaan dari hasil tinjauan pustaka yang meneliti dialek bahasa Sunda di Sukabumi dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Senjaya (2005) di Kecamatan Waluran hanya mendeskripsikan kosakata dasarnya saja tidak dengan korespondensi bunyi dan kosakatanya berjumlah 85 kosakata berdasarkan


(14)

kosakata Swadesh. Penelitiam yang dilakukan oleh Andriani (2009) di Kecamatan Jampangkulon juga hanya mendeskripsikan bentuk kosakata dasar saja tidak dengan korespondensi bunyi dan kosakatanya berjumlah 102 kosakata berdasarkan kosakata Swadesh. Penelitian yang dilakukan Septian (2012) di Kecamatan Surade hanya mendeskripsikan kosakata saja dengan jumlah kosakata yang diambil 532 kosakata. Namun, dalam penelitiannya, Septian hanya menggunakan 250 kosakata dan 52 pemetaan. Dengan demikian, dalam penelitian yang akan peneliti lakukan di Kecamatan Sagaranten tidak hanya mendeskripsikan kosakata dasar, tetapi juga menggunakan korespondensi bunyi dan kosakatanya berjumlah 200 kosakata berdasarkan kosakata dasar Swadesh.

Kabupaten Sukabumi terdiri atas 47 kecamatan, yang terdiri dari : Kecamatan Bantargadung, Kecamatan Bojong Genteng, Kecamatan Caringin, Kecamatan Ciambar, Kecamatan Cibadak, Kecamatan Cibitung, Kecamatan Cicantayan, Kecamatan Cicurug, Kecamatan Cidadap, Kecamatan Cidahu, Kecamatan Cidolog, Kecamatan Ciemas, Kecamatan Cikakak, Kecamatan Cikembar, Kecamatan Cikidang, Kecamatan Cimanggu, Kecamatan Ciracap, Kecamatan Cireunghas, Kecamatan Cisaat, Kecamatan Cisolok, Kecamatan Curugkembar, Kecamatan Geger Bitung, Kecamatan Gunung Guruh, Kecamatan Jampang Kulon, Kecamatan Jampang Tengah, Kecamatan Kabandungan, Kecamatan Kadudampit, Kecamatan Kalapa Nunggal, Kecamatan Kali Bunder, Kecamatan Kebonpedes, Kecamatan Lengkong, Kecamatan Nagrak, Kecamatan Nyalindung, Kecamatan Pabuaran, Kecamatan Parakan Salak, Kecamatan Parung Kuda, Kecamatan Palabuhan / Pelabuhan Ratu, Kecamatan Purabaya, Kecamatan


(15)

Sagaranten, Kecamatan Simpenan, Kecamatan Sukabumi, Kecamatan Sukalarang, Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Surade, Kecamatan Tegal Buleud, Kecamatan Waluran, dan Kecamatan Warung Kiara. Penelitian yang dilakukan di Sukabumi baru dilakukan di Kecamatan Waluran, dan Kecamatan Jampangkulon.

Dari 47 kecamatan tersebut, baru Kecamatan Waluran dan Kecamatan Jampangkulon yang sudah dipetakan kondisi kebahasaannya. Kecamatan yang belum diteliti salah satunya Kecamatan Sagaranten. Kecamatan Sagaranten dipilih peneliti karena keadaan bahasa daerah terutama bahasa Sunda di Kecamatan Sagaranten cukup mengkhawatirkan karena mobilitas yang tinggi dan banyaknya warga yang cenderung berurbanisasi. Oleh karena itu, banyak warga dan anak sekolah tidak menguasai bahasa Sunda dengan baik. Berdasarkan pemaparan tersebut, penelitian ini penting untuk dilakukan, karena selain adanya pergeseran bahasa Sunda di Kecamatan Sagaranten yang kini sudah tidak digunakan sebagai bahasa ibu juga banyak bahasa Sunda yang berbeda dari bahasa Sunda lainnya baik bahasa Sunda Tasikmalaya, Bogor, dan lain-lain.

Dengan demikian, penelitian di Kecamatan Sagaranten penting untuk diteliti karena selain untuk melakukan pemetaan dan melihat kondisi, status silsilah atau pemertahanan bahasa Sunda di Kecamatan Sagaranten, penelitian ini juga penting untuk melihat dialek bahasa Sunda khas Sagaranten tersebut. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian mengenai “Sebaran Kosakata Dasar Bahasa Sunda di Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat”. Sebagai contoh ada beberapa berian yang merupakan ciri khas bahasa Sunda di Kecamatan Sagaranten, yaitu sebagai berikut:


(16)

1. Gloss dapur memiliki 2 berian yaitu pawon dan dapur. Berian pawon ditemukan di 3 desa, yaitu Desa Sagaranten, Desa Pasanggrahan, dan Desa Curugluhur. Sedangkan berian dapur ditemukan di Desa Pasanggrahan dan Desa Datarnangka.

2. Gloss nanti memiliki 2 berian yaitu engke dan engkin. Berian engke ditemuakan di semua Desa, dan berian engkin ditemukan di 2 desa, yaitu Desa Pasanggrahan dan Desa Datarnangka.

3. Gloss awug memiliki 2 berian yaitu dodongkal, dan sasagon. Berian awud ditemukan di Desa Sagaranten, berian dodongkal ditemukan di semua desa, dan berian sasagon ditemukan di Desa Curugluhur.

1.2Masalah Penelitian

Dalam bagian ini akan diuraikan tiga aspek yang berkaitan dengan masalah penelitian, yaitu (1) identifikasi masalah, (2) batasan masalah, dan (3) rumusan masalah.

1.2.1 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dari penelitian ini diuraikan seperti di bawah ini. 1) Penggunaan kosakata dasar bahasa Sunda di Kecamatan Sagaranten,

Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat bervariasi sehingga mengalami perbedaan baik pada tataran fonologi, morfologi, maupun semantik.

2) Setiap gloss yang ada di Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat memiliki berian-berian yang berbeda yang dapat memengaruhi


(17)

pergeseran makna sehingga akan terjadi kesalahpahaman antara penutur satu dengan penutur lainnya.

3) Bahasa Sunda di Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat mengalami perubahan dalam penggunaannya, karena bahasa Sunda di Kecamatan Sagaranten sudah jarang digunakan sehingga dikhawatirkan bahasa Sunda di Kecamatan Sagaranten akan punah.

1.2.2 Batasan Masalah

Batasan masalah dari penelitian ini diuraikan seperti di bawah ini.

1) Dalam Penelitian ini peneliti mendeskripsikan bentuk perbedaan kosakata dasar bahasa Sunda yang terjadi di Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat berdasarkan perbandingan kata kerabat dan korespondensi bunyi pada tataran fonologi, morfologi, leksikal, dan semantik.

2) Dalam Penelitian ini peneliti membatasi dengan menggambarkan pemetaan perbedaan kosakata dasar bahasa Sunda yang terjadi di Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat khususnya di Desa Sagaranten, Desa Pasanggrahan, Desa Curugluhur, dan Desa Datarnangka. Dari sekian banyak desa, desa-desa tersebut merupakan desa yang terlihat jelas perbedaan penggunaan bahasa Sunda.

3) Dalam Penelitian ini peneliti mengetahui status dan silsilah kekerabatan kosakata dasar dialek bahasa Sunda yang ada di Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat berdasarkan perhitungan dialektometri.


(18)

Dengan demikian, peneliti akan mengetahui status bahasa Sunda yang ada di Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

4) Dalam penelitian ini peneliti menggunakan kajian dialektologi sinkronis. Karena dalam penelitian ini, peneliti hanya meneliti bahasa Sunda pada masa sekarang.

1.2.3 Rumusan Masalah

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa penelitian dialektologi ini diperlukan untuk melihat gambaran umum kondisi kebahasaan yang terjadi di daerah titik pengamatan, yaitu di Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Adapun rumusan masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Bagaimanakah deskripsi perbedaan kosakata bahasa Sunda yang digunakan di Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat jika dilihat pada tataran fonologi, morfologi, leksikal, dan semantik berdasarkan perbandingan kata kerabat dan korespondensi bunyi?

2) Bagaimanakah bentuk pemetaan kosakata dasar bahasa Sunda yang terjadi di Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat Desa Sagaranten, Desa Pasanggrahan, Desa Curugluhur, dan Desa Datarnangka. 3) Bagaimanakah status dan silsilah kekerabatan dialek kosakata bahasa Sunda yang ada di Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat berdasarkan perhitungan dialektometri?


(19)

1.3Tujuan Penelitian

Dengan adanya rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka terdapat tujuan yang ingin dicapai, yaitu untuk mendeskripsikan :

1) perbedaan kosakata bahasa Sunda yang digunakan di Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat jika dilihat pada tataran fonologi, morfologi, leksikal, dan semantik berdasarkan perbandingan kata kerabat dan korespondensi bunyi;

2) bentuk pemetaan kosakata dasar bahasa Sunda yang terjadi di Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat Desa Sagaranten, Desa Pasanggrahan, Desa Curugluhur, dan Desa Datarnangka; dan

3) status dan silsilah kekerabatan dialek kosakata bahasa Sunda yang ada di Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat berdasarkan perhitungan dialektometri.

1.4Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan setelah penelitian ini dilakukan yang terdiri dari : 1) manfaat teoretis dan 2) manfaat praktis yang diuraikan sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis dalam penelitian ini diuraikan seperti di bawah dengan maksud untuk:

1) memberikan sumbangan keilmuan dialektologi,


(20)

3) memberikan sumbangan leksikografi

4) bermanfaat untuk mengetahui peta kebahasaan dan status dialek bahasa yang digunakan di Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dalam penelitian ini diuraikan seperti di bawah dengan maksud untuk:

1) penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dalam mengkaji dialektologi sinkronis,

2) dapat memberikan gambaran kebahasaan di Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat melalui peta bahasa,

3) menambah perbendaharaan penelitian dialektologi, 4) menambah penyusunan atlas bahasa,

5) sebagai usaha untuk melestarikan bahasa Sunda di Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat agar tidak punah,

6) menambah perbendaharaan kosakata serapan bahasa Sunda ke bahasa Indonesia dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan

7) memberikan sumbangan analisis kosakata dasar bahasa Sunda untuk Kamus Bahasa Sunda.


(21)

1.5Asumsi Dasar

Asumsi dasar dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut;

1) kosakata dasar bahasa Sunda di Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat memiliki ciri khas kebahasaan tersendiri sesuai dengan bahasa yang dituturkan oleh penuturnya.

2) kosakata dasar bahasa Sunda di Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat bervariasi sesuai dengan tata bahasa penuturnya.

1.6Definisi Operasional

Berikut ini dijelaskan definisi operasional dari beberapa istilah yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) sebaran bahasa Sunda adalah bahasa Sunda yang digunakan di berbagai wilayah khususnya di Desa Sagaranten, Desa Pasanggrahan, Desa Curugluhur, dan Desa Datarnangka.

2) kosakata dasar bahasa Sunda adalah kosakata bahasa Sunda yang digunakan oleh masyarakat Sagaranten yang bervariasi.

3) bahasa Sunda Sagaranten adalah bahasa yang lazim digunakan di Kecamatan Sagaranten khususnya di Desa Sagaranten, Desa Pasanggrahan, Desa Curugluhur, dan Desa Datarnangka. Kosakata bahasa Sunda yang diambil berjumlah 200 kosakata berdasarkan daftar kosakata Swadesh yang diklasifikasikan kepada beberapa aspek, yaitu: 1) kata ganti dan sapaan, 2) bagian tubuh, 3) sistem kekerabatan, 4) kehidupan desa dan maysarakat, 5) rumah dan bagiannya, 6) peralatan dan perlengkapan, 7) makanan dan


(22)

minuman, 8) tumbuh-tumbuhan, bagian dan buah-buahan, dan hasil olahannya, 9) binatang dan bagiannya, 10) waktu, musim, keadaan alam, benda alam, dan arah, 11) gerak dan kerja, dan 12) perangkat, sifat, dan warna.

4) perbedaan fonologi yang dimaksud menyangkut perbedaan fonetik dan fonologis. Perbedaan yang berupa korespondensi bunyi yang sangat sempurna. Perbedaan fonologi dibedakan dengan leksikon mengingat dalam penentuan isolek sebagai bahasa, dialek, atau subdialek dengan menentukan dialektometri pada tataran leksikon, perbedaan-perbedaan fonologi (termasuk morfologi) yang muncul dianggap tidak ada. Perbedaan fonetik, polimorfisme, atau alofonik berada pada satu bidang yang sama, yaitu fonologi.

5) perbedaan morfologi yaitu perbedaan yang dibatasi oleh adanya sistem tata bahasa Sunda dialek Sagaranten yang meliputi frekuensi morfem-morfem yang berbeda, kegunaannya yang berkerabat, wujud fonetisnya, daya rasanya, dan sejumlah faktor lainnya lagi. Perbedaan morfologis tersebut di antaranya menyangkut aspek afiksasi, reduplikasi, komposisi (pemajemukan), dan morfofonemik.

6) perbedaan leksikal berkaitan dengan leksem-leksem bahasa Sunda dialek Sagaranten yang digunakan untuk merealisasikan suatu makna yang sama tidak berasal dari satu etimon prabahasa. Semua perbedaan bidang leksikon selalu berupa variasi.


(23)

7) perbedaan semantik adalah perbedaan makna yang diberikan pada kosakata bahasa Sunda dialek Sagaranten yang memiliki kesamaan bentuk.

8) dialektologi sinkronis atau penelitian sinkronis adalah penelitian bahasa daerah terutama bahasa Sunda yang dilakukan di Kecamatan Sagaranten hanya dengan mengamati fenomena suatu bahasa pada masa sekarang.


(24)

BAB 3

METODE PENELITIAN

Dalam BAB 3, akan dipaparkan metode penelitian, uraian data dan korpus, teknik pengumpulan data, informan, titik pengamatan, teknik analisis dan interpretasi data, serta instrumen penelitian yang digunakan untuk memecahkan masalah yang terdapat dalam BAB 1. Adapun pemaparan hal-hal tersebut adalah sebagai berikut.

3.1Metode Penelitian

3.1.1 Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan prosedur penelitian yang mengahasilkan kosakata dasar yang berupa kata-kata tertulis atau lisan. Pendekatan kualitatif yang melibatkan data lisan di dalam bahasa melibatkan apa yang disebut informasi (penutur asli bahasa yang diteliti). Sejalan dengan pendekatan penelitian yang digunakan, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Perlu dicatat bahwa penelitian deskriptif ini tidak mempertimbangkan benar dan salahnya penggunaan bahasa oleh penutur-penuturnya sehingga data bahasa tersaji apa adanya. Data yang berupa angka-angka hanya dijadikan sebagai penunjang atau pendukung dalam melakukan penelitian ini.

Menurut Djajasudarma (2006:16), penelitian kualitatif adalah penelitian data yang dikumpulkan bukanlah berupa angka-angka, dapat berupa kata-kata


(25)

atau gambaran sesuatu. Semua yang dikumpulkan mungkin dapat menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Deskripsi merupakan gambaran ciri-ciri data secara akurat sesuai dengan sifat alamiah itu sendiri.

3.2Sumber Data dan Korpus

Sumber data dalam penelitian ini adalah masyarakat asli Kecamatan Sagaranten khususnya Desa Sagaranten, Desa Pasanggrahan, Desa Curugluhur, Desa Datarnangka, kamus bahasa sunda.

Korpus data penelitian ini adalah kosakata bahasa Sunda yang berjumlah 200 kosakata berdasarkan daftar kosakata Swadesh.

3.3Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah dengan teknik (metode) pupuan lapangan yang meliputi pencatatan langsung, wawancara dan perekaman. Pada teknik pencatatan, peneliti secara langsung mencatat berian yang dijawab oleh informan. Sistem pencatatan menggunakan transkripsi fonetis. Teknik wawancara dilakukan peneliti untuk mendapatkan informasi yang jelas tentang makna dalam kosakata tersebut, sedangkan teknik perekaman dilakukaan untuk mengantisipasi terdistorsinya (terjadinya penyimpangan) data hasil pencatatan.

3.4Informan

Informan penelitian adalah orang yang memberikan informasi data dialek bahasa yang diteliti. Informan penelitian dipilih dengan menggunakan kriteri-kriteria tertentu. Dalam memilih informan, peneliti menggunakan kriteri-kriteria yang


(26)

dikemukakan oleh Mahsun (1995: 105-106) yang menjadi sumber data dalam penelitian adalah informan yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1) penduduk asli,

2) berjeniskelamin pria atau wanita,

3) berusia antara 40-70 tahun (tidak pikun), 4) pendidikan maksimal SMP,

5) berstatus sosial menengah,

6) dapat berbahasa atau dapat mengerti bahasa Indonesia, 7) alat artikulasinya lengkap (tidak ompong),

8) tidak cacat berbahasa dan memiliki pendengaran yang tajam untuk menangkap pertanyaan-pertanyaan dengan tepat, dan

9) informan berjumlah 8 orang.

Kriteria tersebut digunakan dalam penelitian dialek. Setiap titik pengamatan dipilih dua orang informan, satu informan utama dan satu informan pendamping.

3.5Titik Pengamatan

3.5.1 Sejarah Kecamatan Sagaranten

Sejaran atau asal-usul nama Sagaranten diambil dari

http://adeirawan74.wordpress.com/2009/04/30/asal-usul-nama-sagaranten/ [10

Juni 2012]. Masyarakat Cidolog banyak yang tahu tentang cerita nenek

moyangnya secara turun temurun, hal ini ada kebiaasan atau budaya untuk menceritakan hal -hal yang pernah terjadi atau dongeng secara lisan kepada anak


(27)

cucu mereka. Dalam hal ini ada satu kebiaasaan dalam melestarikan tradisi lisan, budaya tersebut sangat bermanfaat bagi pelestarian mengenai cerita-cerita rakyat baik berupa dongeng, legenda mitos dan sebagainya. Konon ceritanya di zaman dahulu ada seorang putri dari keraton Pajajaran Cirebon yang dituduh dengan sebab musabab yang belum diketahui dan setiap penduduk tidak tahu perihal permasalahannya. Karena keberaniaanya yang kuat putri Pajajaran tersebut pergi tanpa tujuan yang pasti (melakukan pengembaraan) sehingga selama perjalanannya, putri Pajajaran tersebut sampailah di sebuah kampung yang bernama Cidolog dan mulai menetap di sana. Karena parasnya yang cantik banyak sekali pemuda yang tertarik padanya, tetapi tidak seorang pemuda pun yang berani untuk mendekatinya apalagi untuk merayunya, karena mereka telah mengetahui asal-usul sebenarnya putri itu. Selain itu, ia mempunyai suatu kelebihan berupa kesaktian yang dapat mengeringkan sagara (sungai).

Suatu hari ia mengeringkan sebuah sagara dan dari dasarnya banyak terdapat intan permata, sehingga orang -orang yang melihatnya berebut untuk mengambilnya. Kejadian tersebut akhirnya mulai tersebar di seluruh kampung dan menjadi bahan pembicaraan setiap orang, karena kejadian tersebut akhirnya daerah tersebut dinamakan Sagaranten yang diambil dari kata sagara dan intan yang sekarang menjadi sebuah kecamatan bagian dari wilayah Kabupaten Sukabumi.


(28)

3.5.2 Profil Kecamatan Sagaranten

Profil Kecamatan Sagaranten diambil dari jbptunikom

pp-gdl-si-2007-Muhamadnur-5209-bab-2: [9 Juni 2012]. Kecamatan Sagaranten terletak di

bagian Selatan Kabupaten Sukabumi dengan luas 11.010,18 Ha, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

- Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Purabaya

- Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Cidolog dan Cidadap

- Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Pabuaran

- Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Curugkembar.

Kecamatan Sagaranten terdiri dari 11 Desa, 65 Rukun Warga (RW), 272 Rukun Tetangga (RT). Jarak antara Pusat Kecamatan Sagaranten dengan Ibukota Kabupaten ± 91 km dan dengan Ibukota Propinsi ± 158 km. Desa-desa yang termasuk dalam Wilayah Kecamatan Sagaranten adalah sebagai berikut :

- Desa Sagaranten Luas Wilayah 948,91 Ha - Desa Curugluhur Luas Wilayah 2.648,25 Ha - Desa Cibaregbeg Luas Wilayah 1.227,30 Ha - Desa Pasanggrahan Luas Wilayah 764,14 Ha - Desa Datarnangka Luas Wilayah 807,71 Ha - Desa Puncakmanggis Luas Wilayah 1.032,07 Ha - Desa Hegarmanah Luas Wilayah 1.642,07 Ha - Desa Gunungbentang Luas Wilayah 287,74 Ha - Desa Sinarbentang Luas Wilayah 528,06 Ha - Desa Cibitung Luas Wilayah 595,65 Ha - Desa Margaluyu Luas Wilayah 528,28 Ha

Wilayah Kecamatan Sagaranten berada pada ketinggian antara 457 meter di atas permukaan laut. Bentuk Wilayah Kecamatan Sagaranten memiliki kemiringan antara 15-25% dengan luas lahan mencapai 44,23% dan antara 3-8%


(29)

dengan luas lahan mencapai 43,25% dari total seluruh luas wilayah, sementara wilayah lainnya memiliki kemiringan antara 8-15% dan >40%.

Iklim di Kecamatan Sagaranten masih dipengaruhi keadaan iklim secara regional wilayah Kabupaten Sukabumi yang beriklim tropis basah dengan curah hujannya sangat dipengaruhi oleh angin Muson yang bertiup dari dataran Australia dan Asia. Berdasarkan data yang diperoleh dari stasion pengamatan di Sagaranten, curah hujan berkisar 1.123 mm/th dan jumlah hari hujan mencapai 67 hari hujan dalam satu tahun kalender. Suhu udara bervariasi antara 22.32ºC dan kelembaban antara 80-95%.Keadaan iklim tersebut menyebabkan lingkungan fisik secara umum dapat digunakan untuk budidaya pertanian.

3.5.3 Keadaan Bahasa

Berdasarkan data dan penelitian arkeologis, Tanah Sunda telah dihuni oleh masyarakat Sunda secara sosial sejak lama sebelum Tarikh Masehi. Situs purbakala di Ciampe'a (Bogor), Klapa Dua (Jakarta), dataran tinggi Bandung dan Cangkuang (Garut) memberi bukti dan informasi bahwa lokasi-lokasi tersebut telah ditempati oleh kelompok masyarakat yang memiliki sistem kepercayaan, organisasi sosial, sistem mata pencaharian, pola pemukiman, dan lain sebagainya sebagaimana layaknya kehidupan masyarakat manusia betapapun sederhananya.

Era sejarah di Tanah Sunda baru dimulai pada pertengahan abad ke-5 seiring dengan dibuatnya dokumen tertulis berupa beberapa buah prasasti yang dipahat pada batu dengan menggunakan Bahasa Sansekerta dan Aksara Pallawa.


(30)

dibuat pada zaman Kerajaan Tarumanagara dengan salah seorang rajanya bernama Purnawarman dan ibukotanya terletak di daerah Bekasi sekarang. Pada masa itu sampai abad ke-7, sistem kerajaan sebagai merupakan pemerintahan, Agama Hindu sebagai agama resmi negara, sistem kasta sebagai bentuk stratifikasi sosial, dan hubungan antar negara telah mulai terwujud, walaupun masih dalam tahap awal dan terbatas.

Namun, seiring dengan berjalannya kemajuan teknologi di negara kita, kini bahasa Sunda di Kecamatan Sagaranten sudah sangat mengkhawatirkan. Bahasa Sunda di Kecamatan Sagaranten sudah jarang digunakan oleh masyarakat sekitar. Bahkan, di sekolah-sekolah pun bahasa Sunda sudah jarang dipelajari. Dengan demikian, keadaan bahasa Sunda di Kecamatan Sagaranten hampir punah.

3.5.4 Keadaan Demografi dan Jumlah Penduduk

Penduduk merupakan subyek dan sekaligus menjadi obyek dari suatu proses pembangunan, begitu pula dengan penduduk yang ada di Kecamatan Sagaranten, seiring dengan perubahan tahun terjadi perubahan komposisi pada peta demografi di Desa tersebut. Dari tahun ke tahun penduduk Kecamatan Sagaranten mengalami perubahan jumlah penduduk.

Jumlah penduduk Kecamatan Sagaranten terhitung Bulan September Tahun 2011 tercatat sebanyak 49.711 Orang, yang terdiri dari 25.699 Orang laki-laki dan 24.694 Orang perempuan yang terbagi jumlah Kepala Keluarga sebanyak 16.999 KK.


(31)

Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah penduduk Kecamatan Sagaranten dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 3.1

Data Jumlah Penduduk Kecamatan Sagaranten

3.5.5 Keadaan Sosial Ekonomi

Salah satu indikator yang digunakan untuk menggambarkan struktur ekonomi Wilayah adalah tingkat penyerapan tenaga kerja. Dalam konteks tersebut, tingkat pertumbuhan ekonomi di Kecamatan Sagaranten lebih di dominasi oleh kontribusi sektor pertanian.

Kegiatan pembangunan yang telah dilaksanakan di Kecamatan Sagaranten saat ini telah meningkatkan mobilitas dalam bidang perekonomian. Dengan telah dilaksanakannya pembangunan, maka mobilitas dari Kecamatan Sagaranten keluar Kecamatan semakin meningkat sehingga pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat semakin meningkat, khususnya dalam distribusi hasil pertanian.

No Desa

Jumlah Penduduk

Jumlah (L + P) Kepala

Keluarga L P

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11 Sagaranten Curugluhur Cibaregbeg Pasanggrahan Datarnangka Puncakmanggis Hegarmanah Gunungbentang Sinarbentang Cibitung Margaluyu 1.643 2.779 1.870 1.461 1.094 1.578 1.717 1.018 1.013 1.563 1.263 2.409 3.659 2.732 2.334 1.908 2.606 2.664 1.411 1.350 2.111 1.833 2.428 3.654 2.752 2.321 1.751 2.498 2.619 1.374 1.378 2.089 1.830 4.837 7.313 5.484 4.655 3.659 5.104 5.283 2.785 2.728 4.200 3.663


(32)

3.5.6 Keadaan Sosial Budaya

Penduduk Kecamatan Sagaranten mayoritas beragama Islam, sehingga kegiatan-kegiatan yang berdasarkan norma-norma agama Islam. Kondisi sosial budaya masyarakat Kecamatan Sagaranten dapat dinilai baik, serta pembinaan komunikasi antar penduduk dapat berjalan lancar. Hal lain yang dapat dilihat adalah sikap kehidupan bermasyarakat yang saling menghormati dan menghargai serta saling bergotong royong dalam melakukan berbagai kegiatan, seperti dalam kerja bakti dan membersihkan serta memelihara lingkungan tempat ibadah dan fasilitas umum yang dilakukan oleh warga masyarakat secara mandiri dan gotong royong. Jumlah sarana peribadatan di kecamatan Sagaranten dapat diperlihatkan pada tabel dibawah ini.

Tabel 3.2

Jumlah sarana Peribadatan diKecamatan Sagaranten

No Sarana Peribadatan Jumlah

1. 2. 3.

Mesjid Mushola Langgar/Tajug

199 Buah 745 Buah 915 Buah

Jumlah 1.859 Buah

Kehidupan Sosial Budaya banyak dipengaruhi oleh budaya adat sunda. Hal tersebut sangat beralasan mengingat hampir seluruh anggota masyarakat Kecamatan Sagaranten merupakan masyarakat yang berasal dari suku Sunda.

Kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dan Sosial di Kecamatan Sagaranten seringkali dilakukan khususnya oleh Lembaga-lembaga kemasyarakatan.


(33)

Lembaga-lembaga kemasyarakatan di Kecamatan Sagaranten dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 3.3

Lembaga-lembaga Kemasyarakatan di Kecamatan Sagaranten

No Nama Organisasi Jumlah

1 2 3 4 5 IPHI Majlis Ta’lim Karang Taruna PKK Remaja Mesjid 1 Buah 235 Buah 11 Buah 12 Buah 90 Buah

Jumlah 349 Buah

3.5.7 Pendidikan

Jumlah dan gambaran tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Sagaranten dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.4

Tingkat Pendidikan Pendudukdi Kecamatan Sagaranten

No. Tingkat Pendidikan Jumlah

1 2 3 4 5

Tidak Tamat SD SD/Sederajat SLTP/Sederajat SLTA/Sederajat Perguruan Tinggi - 5.997 2.603 797 57

Jumlah 9.454

Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa tingkat pendidikan masyarakat di Kecamatan Sagaranten ternyata mayoritas adalah tamatan Sekolah Dasar/Sederajat yaitu 5.997 Orang, sedangkan urutan kedua adalah tamatan Sekolah menengah Pertama/Sederajat sebanyak 2.603 Orang. Hal


(34)

ini menunjukan bahwa tingkat pendidikan di Kecamatan Sagaranten sudah berkembang.

Sementara itu untuk sarana atau tempat pendidikan, khususnya pendidikan dasar banyak terdapat di Kecamatan Sagaranten, untuk pendidikan umum terdapat Sekolah Dasar Negeri, Madrasah Ibtidaiyah, dan Madrasah Tsanawiyah. Untuk pendidikan Keagamaan, banyak terdapat disini, antara lain pendidikan yang dilakukan di Pesantren dan madrasah. Jumlah sarana pendidikan dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 3.5

Jumlah Sarana Pendidikan di Kecamatan Sagaranten

No. Sarana Pendidikan Jumlah

1. 2. 3. 4. 5.

Madrasah Diniyah Madrasah Ibtidaiyah Sekolah Dasar SLTP

SLTA

72 Buah 11 Buah 25 Buah 12 Buah 3 Buah

Jumlah 123 Buah

3.6Teknik Analisis dan Interpretasi Data

Pada tahap analisis data, peneliti membagi penganalisisan ke dalam lima tahap pengerjaan, di antaranya adalah: proses transkripsi, klasifikasi, identifikasi, pemetaan, penghitungan dan pembandingan antar titik daerah pengamatan.

1) Data bahasa hasil wawancara yang telah didapat selanjutnya ditranskripsi secara fonetis dan fonemis.


(35)

2) Setelah data tersebut ditranskripsi fonetis dan fonemis, setiap berian diklasifikasikan berdasarkan aspek fonologis, morfologis, leksikal, dan semantik.

3) Mengidentintifikasi setiap perbedaan yang termasuk dalam tataran fonologi, morfologi, leksikal, dan semantik sehingga didapat kesimpulan berapa banyak perbedaan yang ada. Perbedaan yang dideskripsikan dalam penelitian ini hanyalah perbedaan secara fonologi, morfologi, leksikal, dan semantik. 4) Memindahkan data yang sudah diidentifikasi ke dalam bentuk peta yang

dilengkapi dengan penggambaran isoglos sehingga diperoleh peta dari keseluruhan berian yang digunakan.

5) Proses terakhir adalah menentukan jarak perbedaan unsur-unsur kebahasaan antardaerah dengan menggunakan penghitungan dialektometri, sehingga akan diperoleh hasil yang akan menentukan apakah perbedaan-perbedaan yang ada merupakan perbedaan bahasa, dialek, subdialek, perbedaan wicara, atau tidak ada perbedaan.

3.7Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa tabel daftar kosakata dasar Swadesh yang terdiri dari 200 kosakata berdasarkan klasifikasinya masing-masing seperti:

1) kata ganti dan sapaan berjumlah 15 kosakata, 2) bagian tubuh berjumlah 20 kosakata,


(36)

4) kehidupan desa dan masyarakat berjumlah 15 kosakata, 5) rumah dan bagiannya berjumlah 15 kosakata,

6) peralatan dan perlengkapan berjumlah 20 kosakata, 7) makanan dan minuman berjumlah 15 kosakata,

8) tumbuh-tumbuhan, bagian dan buah-buahan, dan hasil olahannya berjumlah 15 kosakata,

9) binatang dan bagiannya berjumlah 15 kosakata,

10) waktu, musim, keadaan alam, benda alam, dan arah berjumlah 25 kosakata, 11) gerak dan kerja berjumlah 15 kosakata, dan

12) perangan, sifat, dan warna berjumlah 15 kosakata

disini, peneliti hanya mengambil data kosakata sebanyak 200 kosakata saja, karena menurut peneliti 200 kosakata tersebut sudah mewakili dan sudah terlihat jelas perbedaan serta persamaan kosakata bahasa Sunda yang digunakan oleh masyarakat Sagaranten. Selain itu, adapun alat pelengkap dalam penelitian ini yaitu berupa Tape Rekorder (alat perekam) yang diguankan untuk merekam bahasa (jawaban) dari informan.


(37)

BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan pada BAB 4 yang mencakup deskripsi bentuk kosakata dasar bahasa Sunda di Kecamatan Sagaranten maka dapat diambil simpulan sebagai berikut.

1. Berdasarkan deskripsi perbedaan kosakata bahasa Sunda yang berjumlah 200 kosakata berdasarkan daftar kosakata swadesh yang diperoleh dari hasil penelitian di empat desa di Kecamatan Sagarnten yang meliputi Desa Sagaranten, Desa Pasanggrahan, Desa Curugluhur, dan Desa Datarnangka ditemukan 55 kosakata yang menunjukkan adanya persamaan dari segi bentuk maupun makna dan 145 kosakata yang menunjukkan adanya perbedaan. Perbedaan-perbedaan tersebut meliputi perbedaan fonologis berjumlah 39 kosakata, perbedaan morfologis berjumlah 19 kosakata, perbedaan leksikal berjumlah 123 kosakata, dan perbedaan semantis berjumlah 27 kosakata. 2. Berdasarkan hasil pemetaan, kosakata yang dominan digunakan di empat

desa di Kecamatan Sagaranten Kabupaten Sukabumi yang meliputi Desa Sagaranten, Desa Pasanggrahan, Desa Curugluhur, dan Desa Datarnangka adalah kosakata bahasa Sunda. Selain kosakata bahasa Sunda ditemukan juga penggunaan kosakata bahasa Jawa yang terdapat di titik pengamatan 1 dan 4 ( Desa Sagaranten dan Desa Datarnangka), yaitu udel yang bermakna pusar,

lompong yang bermakna makanan dari talas, sangu yang bermakna nasi, ulen yang bermakna uli, kuwu yang bermakna kepala desa, dan raka yang


(38)

bermakna anak yang tertua. Selain itu, dikarenakan peneliti membahas tentang perbedaan semantis maka ditemukan 29 kosakata yang merupakan kosakata atau dialek khas Kecamatan Sagaranten di antaranya adalah rangap yang bermakna gigi yang bertumpuk, sengeh/sengehan yang bermakna gigi

yang menonjol ke luar, bibir yang bermakna bibir, teteh yang bermakna panggilan untuk gadis remaja, khotib yang bermakna khotib, ngeret yang

bermakna khitanan, mushola yang bermakna surau, nyamut dan ngawuluku yang bermakna bajak, garuk yang bermakna kayu di atas pundak kerbau, piso yang bermakna pisau, kadeudeumeus yang bermakna makanan dari kulit

singkong, daang dan jajablog yang bermakna makan, nginum yang bermakna minum, bakecrot dan enye yang bermakna makanan yang terbuat dari singkong, obi, gulakatikung, bakecrot, dan gula katingkeur yang bermakna makanan yang terbuat dari ubi berisi gula merah, lunte yang bermakna dedak (serbuk dari padi), angkeuk yang bermakna awan, enjing (enying)

yang bermakna besok, dua poe kalewat yang bermakna dua hari yang lalu, cai

jadi yang bermakna embun, ngising dan berak yang bermakna berak, ngojay

yang bermakna berenang, leweh yang bermakna menangis, handap lanyap yang bermakna angkuh, era yang bermakna malu, dan ungu yang bermakna

ungu. Penentuan kekhasan kosakata bahasa tersebut didasarkan dengan cara

membandingkan unsur-unsur (kosakata) bahasa Sunda yang ditemukan di Kecamatan Sagaranten Kabupaten Sukabumi dengan unsur-unsur (kosakata) bahasa Sunda lulugu (bahasa Sunda baku). Untuk penggunakan kosakata dalam bahasa Jawa hanya terdapat pada beberapa kosakata saja, sedangkan


(39)

yang dominan digunakan oleh masyarakat Sagaranten adalah kosakata asli bahasa Sunda. Hal tersebut dapat peneliti simpulkan bahwa peristiwa itu dapat terjadi karena adanya pengaruh atau kontak langsung antara pengguna bahasa baik pengguna bahasa Sunda, bahasa Indonesia, dan bahasa Jawa di Kecamatan Sagaranten Kabupaten Sukabumi.

3. Berdasarkan penghitungan dialektometri, peneliti menggunakan cara penghitungan yang digunakan oleh Lauder dengan membuat penghitungan yang disesuaikan dengan kondisi kebahasaa di Indonesia, yaitu untuk perbedaan fonologis, morfologis, leksikal, dan semantis dikategorikan berbeda. Penghitungan dialektometri ini digunakan untuk melihat seberapa besar perbedaan dan persamaan yang terdapat di desa-desa yang diteliti. Dengan demikian, diperoleh persentase jarak kosakata bahasa Sunda Kecamatan Sagaranten Kabupaten Sukabumi yang meliputi Desa Sagaranten, Desa Pasanggrahan, Desa Curugluhur, dan Desa Datarnangka, yaitu 1) perbedaan bidang leksikon antara Desa Sagaranten dan Desa Pasanggrahan, yaitu 67,5% yang dianggap sebagai perbedaan dialek, 2) perbedaan leksikon yang terjadi antara Desa Sagaranten dan Desa Datarnangka, yaitu 56% yang dianggap sebagai perbedaan dialek, 3) perbedaan leksikon yang terjadi antara Desa Sagaranten dan Desa Curugluhur, yaitu 67,5% yang dianggap sebagai perbedaan dialek, 4) perbedaan leksikon yang terjadi antara Desa Pasanggrahan dan Desa Datarnangka, yaitu 49% yang dianggap sebagai perbedaan subdialek, 5) perbedaan leksikon yang terjadi antara Desa Pasanggrahan dan Desa Curugluhur, yaitu 54,5% yang dianggap sebagai


(40)

perbedaan dialek, dan 6) perbedaan leksikon yang terjadi antara Desa Datarnangka dan Desa Curugluhur, yaitu 51% yang dianggap sebagai perbedaan dialek.

5.2 Saran

1. Penelitian ini dilakukan di empat desa yang terdapat di Kecamatan Sagaranten Kabupaten Sukabumi yang meliputi Desa Sagaranten, Desa Pasanggrahan, Desa Curugluhur, dan Desa Datarnangka. Dalam penelitian ini, peneliti hanya melakukan penelitian pada deskripsi perbedaan kosakata bahasa Sunda yang digunakan di Kecamatan Sagaranten Kabupaten Sukabumi yang dilihat pada tataran fonologis, morfologis, leksikal, dan semantis. Dengan demikian, penelitian ini dapat dikaji lagi dengan menggunakan kajian pada tataran sintaksis. Penelitian ini juga hanya mengambil data pada satu kecamatan saja. Jadi, untuk penelitian selanjutnya bisa mengkaji dengan mengambil data dalam satu kabupaten atau kecamatan lainnya. Sementara itu, di Kabupaten Sukabumi masih terdapat 43 Kecamatan selain Kecamatan Sagaranten, Kecamatan Jampang kulon, Kecamatan Waluran, dan Kecamatan Surade yang dapat dijadikan sebagai titik pengamatan atau dijadikan sebagai penelitian dialektologi selanjutnya.

2. Penelitian dialektologi melibatkan daerah titik pengamatan yang tidak sedikit, karena Kecamatan Sagaranten merupakan wilayah yang cukup luas dan membutuhkan waktu yang cukup lama, biaya yang tidak sedikit, dan tenaga ekstra. Hal tersebut dikarenkan peneliti langsung turun ke lapanagan untuk mendapatkan data dengan cara berinteraksi langsung kepada masyarakat


(41)

Kecamatan Sagaranten, khususnya kepada informan yang tinggal di Desa Sagaranten, Desa Pasanggrahan, Desa Curugluhur, dan Desa Datarnangka. Selain itu, peneliti juga harus memilih informan yang mengetahui tentang bahasa dan kebudayaan di setiap titik pengamatan, sehingga peneliti mendapatkan data yang sesuai. Oleh karena itu, dalam hal penentuan daerah titik pengamatan dianjurkan untuk melakukan observasi terlebih dahulu. 3. Penelitian mengenai dialektologi sangat penting untuk dilakukan, karena

dengan adanya penelitian mengenai kebahasaan, kita dapat mengetahui bahwa bangsa Indonesia kaya akan bahasa. Oleh karena itu, diaharapkan adanya penelitian dialektologi selanjutnya baik di kota yang sama maupun di kota yang berbeda atau bahasa Sunda maupun bahasa daerah lainnya. Selain itu, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk memudahkan penelitian-penelitian selanjutnya.

4. Hasil penelitian mudah-mudahan bermanfaat dan dapat menjadi media pembelajaran bagi pembaca khususnya bagi mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi acuan atau referensi bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian mengenai dialektologi.

5. Penelitian yang dilakukan di Kecamatan Sagaranten Kabupaten Sukabumi, peneliti hanya menggunakan kajian dialektologi sinkronis. Oleh karena itu, diharapkan adanya penelitian lanjutan guna untuk melengkapi kekurangan yang ada dalam penelitian ini maupun melakukan penelitian dengan menggunakan kajian dialektologi diakronis.


(42)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulgani, Boi. 2008. Geografi Dialek Bahasa Daerah di Kecamatan Padarincang Kabupaten Serang Propinsi Banten. FPBS UPI.

Adeirawan. 2009. “Asal-usul Nama Sagaranten”. [Online] Tersedia di http://adeirawan74.wordpress.com/2009/04/30/asal-usul-nama-sagaranten/ [10 Juni 2012].

Andriani, Fitri. 2009. Geografi Dialék Basa Sunda Di Kacamatan Jampangkulon Kabupatén Sukabumi Pikeun Bahan Pangajaran Nyarita Di Kelas VII SMPN I Jampangkulon Tahun Ajaran 2007/2008. Skripsi FPBS UPI Bandung.

Ayatrohaedi. 1983. Dialektologi Sebuah Pengantar. Jakarta. Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Ayatrohaedi. 2003. Pedoman Penelitian Dialektologi. Jakarta. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Crowley, Terry. 1987. An Introduction To Historical Linguistics. Suva: The University Of Papua New Guinea Press.

Danadibrata. 2006. Kamus Basa Sunda. Bandung: PT. Kiblat Buku Utama.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Djajasudarma, Fatimah. 2006. Metode Linguistik :Ancangan Metode Penelitian

dan Kajian. Bandung : PT. Refika Aditama.

Fernandez, Inyo. 2006. Penelitian Kekerabatan dan pemetaan bahasa di

Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Keraf, Gorys. 1996. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia.

Mahsun. 1995. Dialektologi Diakronis. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.


(43)

Mahsun. 2010. Genolinguistik:Kolaborasi Linguistik dengan Genetika dalam

Pengelompokan Bahasa dan Populasi Penuturnya. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Muhamadnur. 2007. “Implementasi Bahasa Sunda Dalam Keseharian Para

Remaja Kota Sukabumi”. [online] Tersedia di jbptunikom pp-gdl-si-2007-Muhamadnur-5209-bab-2: [9 Juni 2012].

Muliawati, Hesti. 2008. Geografi Dialek Sahasa Sunda Kota Banjar, Propinsi Jawa Barat. FPBS UPI.

Muliawati, Hesti. 2008. Geografi Dialek Sahasa Sunda Kota Banjar, Provinsi

Jawa Barat. [online]. Tersedia di

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/7209121129.pdf : [26 Maret 2012].

Multamia, Lauder. 2002. “Perkembangan Kajian Dialektologi Indonesia”, dalam

PELBA 15. Jakarta:PKKBB Unika Atma Jaya.

Muslich, Masnur. 2012. Fonologi Bahasa Indonesia Tinjauan Deskriptif Sistem

Bunyi. Jakarta: Bumi Aksara.

Nurbayinah, Siti. 2009. Geografi Dialek Bahasa Melayu Kelapa Kabuapaten Bangka Barat Propinsi Bangka Belitung. FPBS UPI.

Ramlan. 1987. Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta : C.V. Karyono. Sastromiharjo, Andoyo. 2010. Pemetaan Perbedaan Isolek di Kabupaten

Indramayu. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Satjadibrata. 2011. Kamus Sunda-Indonesia. Bandung: PT. Kiblat Bumi Utama. Senjaya, Adi. 2005. Bahasa Sunda Dialek Sukabumi di Kecamatan Waluran

[online]. Tersedia di

http://jurnal.dikti.go.id/jurnal/detil/id/6:269/q/pengarang: [5 Desember 2011]

Septian, Muhamad Resi .2012, penelitian yang dilakukan Septian berjudul

“Geografi Dialek Basa Sunda Surade di Kabupaten Sukabumi Pikeun

Bahan Pangajaran Maca di SMP. Skripsi FPBS UPI Bandung.

Zulaeha, Ida. 2010. Dialektologi, Dialek Georgai dan Dialek Sosial. Yogyakarta : Graha Ilmu.


(1)

bermakna anak yang tertua. Selain itu, dikarenakan peneliti membahas tentang perbedaan semantis maka ditemukan 29 kosakata yang merupakan kosakata atau dialek khas Kecamatan Sagaranten di antaranya adalah rangap yang bermakna gigi yang bertumpuk, sengeh/sengehan yang bermakna gigi yang menonjol ke luar, bibir yang bermakna bibir, teteh yang bermakna

panggilan untuk gadis remaja, khotib yang bermakna khotib, ngeret yang

bermakna khitanan, mushola yang bermakna surau, nyamut dan ngawuluku yang bermakna bajak, garuk yang bermakna kayu di atas pundak kerbau, piso yang bermakna pisau, kadeudeumeus yang bermakna makanan dari kulit singkong, daang dan jajablog yang bermakna makan, nginum yang bermakna

minum, bakecrot dan enye yang bermakna makanan yang terbuat dari

singkong, obi, gulakatikung, bakecrot, dan gula katingkeur yang bermakna

makanan yang terbuat dari ubi berisi gula merah, lunte yang bermakna

dedak (serbuk dari padi), angkeuk yang bermakna awan, enjing (enying)

yang bermakna besok, dua poe kalewat yang bermakna dua hari yang lalu, cai jadi yang bermakna embun, ngising dan berak yang bermakna berak, ngojay

yang bermakna berenang, leweh yang bermakna menangis, handap lanyap yang bermakna angkuh, era yang bermakna malu, dan ungu yang bermakna ungu. Penentuan kekhasan kosakata bahasa tersebut didasarkan dengan cara

membandingkan unsur-unsur (kosakata) bahasa Sunda yang ditemukan di Kecamatan Sagaranten Kabupaten Sukabumi dengan unsur-unsur (kosakata) bahasa Sunda lulugu (bahasa Sunda baku). Untuk penggunakan kosakata dalam bahasa Jawa hanya terdapat pada beberapa kosakata saja, sedangkan


(2)

yang dominan digunakan oleh masyarakat Sagaranten adalah kosakata asli bahasa Sunda. Hal tersebut dapat peneliti simpulkan bahwa peristiwa itu dapat terjadi karena adanya pengaruh atau kontak langsung antara pengguna bahasa baik pengguna bahasa Sunda, bahasa Indonesia, dan bahasa Jawa di Kecamatan Sagaranten Kabupaten Sukabumi.

3. Berdasarkan penghitungan dialektometri, peneliti menggunakan cara penghitungan yang digunakan oleh Lauder dengan membuat penghitungan yang disesuaikan dengan kondisi kebahasaa di Indonesia, yaitu untuk perbedaan fonologis, morfologis, leksikal, dan semantis dikategorikan berbeda. Penghitungan dialektometri ini digunakan untuk melihat seberapa besar perbedaan dan persamaan yang terdapat di desa-desa yang diteliti. Dengan demikian, diperoleh persentase jarak kosakata bahasa Sunda Kecamatan Sagaranten Kabupaten Sukabumi yang meliputi Desa Sagaranten, Desa Pasanggrahan, Desa Curugluhur, dan Desa Datarnangka, yaitu 1) perbedaan bidang leksikon antara Desa Sagaranten dan Desa Pasanggrahan, yaitu 67,5% yang dianggap sebagai perbedaan dialek, 2) perbedaan leksikon yang terjadi antara Desa Sagaranten dan Desa Datarnangka, yaitu 56% yang dianggap sebagai perbedaan dialek, 3) perbedaan leksikon yang terjadi antara Desa Sagaranten dan Desa Curugluhur, yaitu 67,5% yang dianggap sebagai perbedaan dialek, 4) perbedaan leksikon yang terjadi antara Desa Pasanggrahan dan Desa Datarnangka, yaitu 49% yang dianggap sebagai perbedaan subdialek, 5) perbedaan leksikon yang terjadi antara Desa Pasanggrahan dan Desa Curugluhur, yaitu 54,5% yang dianggap sebagai


(3)

perbedaan dialek, dan 6) perbedaan leksikon yang terjadi antara Desa Datarnangka dan Desa Curugluhur, yaitu 51% yang dianggap sebagai perbedaan dialek.

5.2 Saran

1. Penelitian ini dilakukan di empat desa yang terdapat di Kecamatan Sagaranten Kabupaten Sukabumi yang meliputi Desa Sagaranten, Desa Pasanggrahan, Desa Curugluhur, dan Desa Datarnangka. Dalam penelitian ini, peneliti hanya melakukan penelitian pada deskripsi perbedaan kosakata bahasa Sunda yang digunakan di Kecamatan Sagaranten Kabupaten Sukabumi yang dilihat pada tataran fonologis, morfologis, leksikal, dan semantis. Dengan demikian, penelitian ini dapat dikaji lagi dengan menggunakan kajian pada tataran sintaksis. Penelitian ini juga hanya mengambil data pada satu kecamatan saja. Jadi, untuk penelitian selanjutnya bisa mengkaji dengan mengambil data dalam satu kabupaten atau kecamatan lainnya. Sementara itu, di Kabupaten Sukabumi masih terdapat 43 Kecamatan selain Kecamatan Sagaranten, Kecamatan Jampang kulon, Kecamatan Waluran, dan Kecamatan Surade yang dapat dijadikan sebagai titik pengamatan atau dijadikan sebagai penelitian dialektologi selanjutnya.

2. Penelitian dialektologi melibatkan daerah titik pengamatan yang tidak sedikit, karena Kecamatan Sagaranten merupakan wilayah yang cukup luas dan membutuhkan waktu yang cukup lama, biaya yang tidak sedikit, dan tenaga ekstra. Hal tersebut dikarenkan peneliti langsung turun ke lapanagan untuk mendapatkan data dengan cara berinteraksi langsung kepada masyarakat


(4)

Kecamatan Sagaranten, khususnya kepada informan yang tinggal di Desa Sagaranten, Desa Pasanggrahan, Desa Curugluhur, dan Desa Datarnangka. Selain itu, peneliti juga harus memilih informan yang mengetahui tentang bahasa dan kebudayaan di setiap titik pengamatan, sehingga peneliti mendapatkan data yang sesuai. Oleh karena itu, dalam hal penentuan daerah titik pengamatan dianjurkan untuk melakukan observasi terlebih dahulu. 3. Penelitian mengenai dialektologi sangat penting untuk dilakukan, karena

dengan adanya penelitian mengenai kebahasaan, kita dapat mengetahui bahwa bangsa Indonesia kaya akan bahasa. Oleh karena itu, diaharapkan adanya penelitian dialektologi selanjutnya baik di kota yang sama maupun di kota yang berbeda atau bahasa Sunda maupun bahasa daerah lainnya. Selain itu, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk memudahkan penelitian-penelitian selanjutnya.

4. Hasil penelitian mudah-mudahan bermanfaat dan dapat menjadi media pembelajaran bagi pembaca khususnya bagi mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi acuan atau referensi bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian mengenai dialektologi.

5. Penelitian yang dilakukan di Kecamatan Sagaranten Kabupaten Sukabumi, peneliti hanya menggunakan kajian dialektologi sinkronis. Oleh karena itu, diharapkan adanya penelitian lanjutan guna untuk melengkapi kekurangan yang ada dalam penelitian ini maupun melakukan penelitian dengan menggunakan kajian dialektologi diakronis.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulgani, Boi. 2008. Geografi Dialek Bahasa Daerah di Kecamatan Padarincang Kabupaten Serang Propinsi Banten. FPBS UPI.

Adeirawan. 2009. “Asal-usul Nama Sagaranten”. [Online] Tersedia di http://adeirawan74.wordpress.com/2009/04/30/asal-usul-nama-sagaranten/ [10 Juni 2012].

Andriani, Fitri. 2009. Geografi Dialék Basa Sunda Di Kacamatan Jampangkulon Kabupatén Sukabumi Pikeun Bahan Pangajaran Nyarita Di Kelas VII SMPN I Jampangkulon Tahun Ajaran 2007/2008. Skripsi FPBS UPI Bandung.

Ayatrohaedi. 1983. Dialektologi Sebuah Pengantar. Jakarta. Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Ayatrohaedi. 2003. Pedoman Penelitian Dialektologi. Jakarta. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Crowley, Terry. 1987. An Introduction To Historical Linguistics. Suva: The University Of Papua New Guinea Press.

Danadibrata. 2006. Kamus Basa Sunda. Bandung: PT. Kiblat Buku Utama.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Djajasudarma, Fatimah. 2006. Metode Linguistik :Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung : PT. Refika Aditama.

Fernandez, Inyo. 2006. Penelitian Kekerabatan dan pemetaan bahasa di Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Keraf, Gorys. 1996. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia.

Mahsun. 1995. Dialektologi Diakronis. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.


(6)

Mahsun. 2010. Genolinguistik:Kolaborasi Linguistik dengan Genetika dalam Pengelompokan Bahasa dan Populasi Penuturnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Muhamadnur. 2007. “Implementasi Bahasa Sunda Dalam Keseharian Para

Remaja Kota Sukabumi”. [online] Tersedia di jbptunikom pp-gdl-si-2007-Muhamadnur-5209-bab-2: [9 Juni 2012].

Muliawati, Hesti. 2008. Geografi Dialek Sahasa Sunda Kota Banjar, Propinsi Jawa Barat. FPBS UPI.

Muliawati, Hesti. 2008. Geografi Dialek Sahasa Sunda Kota Banjar, Provinsi

Jawa Barat. [online]. Tersedia di

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/7209121129.pdf : [26 Maret 2012]. Multamia, Lauder. 2002. “Perkembangan Kajian Dialektologi Indonesia”, dalam

PELBA 15. Jakarta:PKKBB Unika Atma Jaya.

Muslich, Masnur. 2012. Fonologi Bahasa Indonesia Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi. Jakarta: Bumi Aksara.

Nurbayinah, Siti. 2009. Geografi Dialek Bahasa Melayu Kelapa Kabuapaten Bangka Barat Propinsi Bangka Belitung. FPBS UPI.

Ramlan. 1987. Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta : C.V. Karyono. Sastromiharjo, Andoyo. 2010. Pemetaan Perbedaan Isolek di Kabupaten

Indramayu. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Satjadibrata. 2011. Kamus Sunda-Indonesia. Bandung: PT. Kiblat Bumi Utama. Senjaya, Adi. 2005. Bahasa Sunda Dialek Sukabumi di Kecamatan Waluran

[online]. Tersedia di

http://jurnal.dikti.go.id/jurnal/detil/id/6:269/q/pengarang: [5 Desember 2011]

Septian, Muhamad Resi .2012, penelitian yang dilakukan Septian berjudul “Geografi Dialek Basa Sunda Surade di Kabupaten Sukabumi Pikeun Bahan Pangajaran Maca di SMP. Skripsi FPBS UPI Bandung.

Zulaeha, Ida. 2010. Dialektologi, Dialek Georgai dan Dialek Sosial. Yogyakarta : Graha Ilmu.