PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION DI SMP MANBA’UL ULUM KOTA TANGERANG.

(1)

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR , DIAGRAM, dan BAGAN ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.5 Hipotesis Penelitian ... 8

1.6 Definisi Operasional... 9

1.7 Ruang Lingkup Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemampuan Koneksi Matematik ... 12

2.2 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ... 15

2.3 Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation ... 19

2.4 Penelitian yang Relevan ... 24 vi


(2)

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 26

3.4 Instrumen Penelitian ... 27

3.4.1 Tes Matematika ... 27

3.4.1 Skala Sikap Siswa ... 35

3.5 Analisis Data ... 35

3.5.1 Data Kuantitatif ... 35

3.5.2 Data Kualitatif ... 35

3.6 Prosedur Penelitian... 41

3.6.1 Tahap Persiapan ... 41

3.6.2 Tahap Pelaksanaan ... 41

3.6.3 Tahap Analisis Data ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 45

4.1.1 Pretes ... 45

4.1.1.1 Analisis Kemampuan Awal Koneksi Matematik ... 47

4.1.1.2. Analisis Kemampuan Awal Pemecahan Masalah Matematik.. ... 51

4.1.2. Data Postes ... 55


(3)

4.1.4. Deskripsi dan Analisis Skala Sikap ... 67

\4.1.4.1. Sikap Siswa Terhadap Pelajaran Matematika ... 67

4.1.4.2 Sikap Terhadap Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation 69 4.1.4.3 Sikap Terhadap Soal-soal Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah ... 74

4. 1.5 PEMBAHASAN ... 75

4.1.5.1 Peningkatan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa ... 76

4.1.5.2 Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation ... 80

4.1.5.3 Temuan ... 81

4.1.5.3.1 Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation ... 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 85

5.2 Implikasi ... 86

5.3 Temuan ... 87

5.4 Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 91 vii


(4)

Tabel 2.1 Pedoman Pemberian Skor Soal Koneksi Matematik ... 21 Tabel 2.2 Pedoman Pemberian Skor Soal Komunikasi Matematik ... 25 Tabel 3.1 Koefisien Korelasi... 44 Tabel 3.2 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Tes Kemampuan Koneksi

dan Komunikasi Matematik ... 45 Tabel 3.4 Klasifikasi Daya Pembeda ... 48 Tabel 3.5 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Daya Pembeda Tes Kemampuan Koneksi dan Komunikasi Matematik ... 48 Tabel 3.6 Kriteria Indeks Kesukaran ... 49 Tabel 3.7 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran

Tes Kemampuan Koneksi dan Komunikasi Matematik………...50 Tabel 3.8 Skor Gain Ternormalisasi ... 54 Tabel 4.1 Rekapitulasi Data Kemampuan Koneksi dan Komunikasi

Matematik ... 60 Tabel 4.2 Deskripsi Kemampuan Awal Koneksi dan Komunikasi

Matematik ... 61 Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Pretes Kelas Eksperimen dan Kontrol………. 62 Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor Pretes Kemampuan Koneksi dan Komunikasi Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol.. .. 62 Tabel 4.5 Uji Perbedaan Rata-rata Skor Pretes Kemampuan Koneksi Siswa... 64 Tabel 4.6 Deskripsi Hasil Skor Postes kemampuan Komunikasi Matematik ... 65

viii

ix ix


(5)

Tabel 4.9 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor Postes Kemampuan Koneksi dan Komunikasi Matematik Siswa... 67 Tabel 4.10 Uji Perbedaan Rata-rata Skor Postes Kemampuan Koneksi

Matematik ... 68 Tabel 4.11 Uji Perbedaan Rata-rata Skor Postes Kemampuan Komunikasi

Matematik ... 70 Tabel 4.12 Gain Ternormalisasi Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 71 Tabel 4.13 Rekapitulasi Indikator Gain Ternormalisasi Kemampuan Koneksi

Matematik Siswa Kelas Eksperimen………72 Tabel 4.14 Rekapitulasi Indikator Gain Ternormalisasi Kemampuan

Komunikasi Matematik Siswa Kelas Kontrol ... 73 Tabel 4.15 Rekapitulasi Indikator Gain Ternormalisasi Kemampuan Koneksi

Matematik Siswa Kelas Kontrol ….………74 Tabel 4.16 Rekapitulasi Indikator Gain Ternormalisasi Kemampuan

Komunikasi Matematik Siswa Kelas Eksperimen ... 75 Tabel 4.17 Koefisien Korelasi antara Koneksi dan Komunikasi Matematik

Siswa Kelompok Eksperimen ... 76 Tabel 4.18 Koefisien Korelasi antara Koneksi dan Komunikasi Matematik

Siswa Kelompok Kontrol. ... 77


(6)

Berbantuan Program Geometer’s Sketchpad ... 79

Tabel 4.21 Sikap Siswa terhadap Matematika ... 80

Tabel 4.22 Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Kontekstual ... 83

Tabel 4.23 Sikap Siswa terhadap Koneksi Matematik ………….………...88


(7)

Judul Halaman Diagram 3.1 Tahap Analisis Data ... 25 Diagram 3.2 Alur Pelaksanaan Penelitian ... 44

b


(8)

Judul Halaman

Lampiran A Rencana Pembelajaran dan Bahan Ajar/LKS/Modul GSP ... 114

Lampiran B Kisi-kisi Tes Matematik Aspek Koneksi dan Komunikasi ... 181

Tes Kemampuan Koneksi dan Komunikasi Matematik ... 182

Alternatif Kunci Jawaban ... 186

Lampiran C Perhitungan Validitas Item Tes Kemampuan Koneksi Matematik ... 200

Perhitungan Validitas Item Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 201

Perhitungan Reliabilitas Item Tes Kemampuan Koneksi Matematik………....202

Perhitungan Reliabilitas Item Tes Kemampuan Komunikasi Matematik………....204

Perhitungan Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Koneksi Matematik ... 206

Perhitungan Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 207

Perhitungan Daya Pembeda Tes Kemampuan Koneksi Matematik ... 208


(9)

Kelas Eksperimen... 210

Data Hasil Pretes Kemampuan Koneksi Matematik Kelas Kontrol ... 211

Data Hasil Pretes Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen... 212

Data Hasil Pretes Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Kontrol ... 213

Data Hasil Postes Kemampuan Koneksi Matematik Kelas Eksperimen... 214

Data Hasil Postes Kemampuan Koneksi Matematik Kelas Kontrol ... 215

Data Hasil Postes Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen... 216

Data Hasil Postes Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Kontrol ... 217

Gain Kemampuan Koneksi Matematik Kelas Eksperimen ... 218

Gain Kemampuan Koneksi Matematik Kelas Kontrol ... 219

Gain Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen ... 220

Gain Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Kontrol ... 221


(10)

Uji Normalitas Skor Gain pada Kelas Eksperimen ... 234

Uji Normalitas Skor Gain pada Kelas Kontrol ... 237

Uji Homogenitas Pretes... 240

Uji Homogenitas Postes ... 243

Uji Homogenitas Gain... 246

Uji Korelasi…..………... 249

Uji Perbedaan Rata-rata Pretes Kelas Kontrol dan Eksperimen ... 250

Uji Perbedaan Rata-rata Postes Kelas Kontrol dan Eksperimen ... 253

Uji Perbedaan Rata-rata Gain Kelas Kontrol dan Eksperimen ... 256

Lampiran E Kisi-kisi Skala Sikap Siswa ... 259

Skala Sikap Siswa ... 260

Pemberian Skor Butir Skala Sikap ... 262

Distribusi skor skala sikap ... 264

Lembar Observasi……… 266

Lampiran F Dokumentasi dan Perizinan ... 267 xiii


(11)

1

Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. Masalah dapat muncul dalam matematika itu sendiri, dalam mata pelajaran lain atau dari konteks kehidupan sehari-hari. Untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah matematik dengan baik, diperlukan kemampuan lain, di antaranya yaitu kemampuan melakukan koneksi matematik. Demikian pentingnya kemampuan melakukan koneksi matematik (mathematical

connections), National Council of Teachers of Mathematics (NCTM)

menjadikannya sebagai salah satu standar kurikulum pendidikan matematika di Amerika Serikat.

Rendahnya kemampuan matematik siswa, bisa jadi salah satunya disebabkan karena kemampuan siswa dalam melakukan koneksi matematik masih rendah. Penelitian Ruspiani (2000) dan Herlan (2006) mengungkapkan bahwa kemampuan siswa dalam melakukan koneksi matematik memang tergolong rendah. Kemampuan terendah ada pada kemampuan koneksi antar topik matematika. Rendahnya tingkat kemampuan koneksi antar topik ini, dibandingkan dengan koneksi dengan disiplin ilmu lain dan koneksi dengan dunia nyata, antara lain karena banyaknya topik matematika yang harus dikaitkan dengan penyelesaian soal sehingga memerlukan jangkauan pemikiran yang tinggi.


(12)

Sedangkan pada koneksi dengan dunia nyata, permasalahan utamanya adalah kesulitan siswa membuat model matematika.

Selain kemampuan koneksi matematik, hasil lain yang diharapkan dalam pembelajaran matematika adalah kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematik. Pemecahan masalah matematika merupakan hal yang sangat penting sehingga menjadi tujuan umum pengajaran matematika bahkan sebagai jantungnya matematika (Branca dalam Sumarmo, 1994). Pemecahan masalah pada prinsipnya lebih mengutamakan proses daripada hasil (Ruseffendi, 1991), Pemecahan masalah juga sebagai fokus dari matematika sekolah dan bertujuan untuk membantu dalam mengembangkan berpikir secara matematis (NCTM, 2000). Sehingga diharapkan pembelajaran matematika dapat berjalan sesuai tujuan awal dari proses pembelajaran.

Lebih lanjut, Sumarmo (2002) menjelaskan bahwa pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika merupakan pendekatan dan tujuan yang harus dicapai. Sebagai pendekatan, pemecahan masalah digunakan untuk menemukan dan memahami materi atau konsep matematika. Sebagai tujuan, diharapkan agar siswa dapat mengidentifikasi unsur yang diketahui, ditanyakan serta kecukupan unsur yang diperlukan; merumuskan masalah dari situasi sehari-hari dalam matematika; menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah baru) dalam atau di luar matematika; menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal; menyusul model matematika dan menyelesaikannya untuk masalah nyata dan menggunakan matematika secara bermakna (meaningful). Sebagai implikasinya maka kemampuan pemecahan


(13)

masalah hendaknya dimiliki oleh semua anak yang belajar matematika. Secara teknis Polya (1985) menyebutkan empat langkah dalam penyelesaian masalah, yaitu: 1) memahami masalah; 2) merencanakan pemecahan; 3) melakukan perhitungan; dan 4) memeriksa kembali.

Dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (KTSP, 2006) dinyatakan bahwa pengajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan : 1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; 2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dalam pernyataan matematika; 3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; dan 5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Untuk mencapai target kompetensi dasar matematik yang telah ditetapkan oleh Depdiknas di atas, guru harus senantiasa dapat menjabarkan aktivitas kegiatan belajar-mengajar dalam bentuk perencanaan pengajaran yang mempertimbangkan pengurutan kompetensi dasar menjadi pokok bahasan dan perlu memperhatikan target aspek kompetensi yang akan dicapai. Bila aspek


(14)

kompetensi yang akan dicapai penekanannya pada kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik, maka hal yang memungkinkan pembelajaran dan pengenalan konsep matematik disajikan melalui salah satu metode pembelajaran yang kreatif, inovatif dan efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir matematik yaitu dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Group

Investigation.

Pembelajaran kooperatif merupakan suatu metode pembelajaran yang mengelompokkan siswa dalam kelompok kecil beranggotakan 4 sampai 6 orang, bekerja secara kolaboratif dengan struktur kelompok heterogen (Slavin, 1995), dengan pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang, untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerjasama selama berlangsungnya proses pembelajaran dan mencari sendiri dengan didasari pada pengetahuan yang telah dimilikinya (Sunal & Hans, dalam Haryanto, 2000). Implementasi metode pembelajaran ini diupayakan agar meningkatkan penguasaan konsep matematika dan penumbuhan kreativitas siswa, serta penciptaan iklim yang kondusif bagi siswa dalam pengembangan daya nalar dan berpikir tingkat tingginya. Pengembangan pembelajaran ini hanya dimungkinkan jika hubungan kerjasama antar siswa terjalin dengan baik, komunikasi tercipta secara dialogis, kolaborasi dan partisipasi dapat terbentuk dan terbina secara efektif serta hubungan persahabatan yang saling percaya dapat terjalin dengan baik. Pembelajaran yang berorientasi kepada penciptaan iklim yang kondusif dapat membangun hubungan kerjasama, berbagi informasi, pengetahuan dan pengalaman antar sesama siswa maupun guru dengan siswa.


(15)

Selain itu penciptaan suasana kooperatif dapat membangun hubungan interaksi secara intensif dan saling menguntungkan. Jika syarat-syarat tersebut terpenuhi maka pengaruh pembelajaran kooperatif secara umum hasilnya positif (Slavin, dalam Grouws; 1984). Hal ini sejalan dengan pendapat Ruseffendi (1991) yang menyatakan bahwa “….menemukan sesuatu oleh kemampuan sendiri dapat menumbuhkan rasa percaya terhadap diri sendiri, dapat meningkatkan motivasi, melakukan pengkajian lebih lanjut dapat meningkatkan sikap positif terhadap matematik”, dan selanjutnya dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.

Namun kenyataan di lapangan menunjukkan indikasi yang berbeda, guru terbiasa melakukan pembelajaran secara konvensional, sekedar menyampaikan pesan-pesan pengetahuan, sementara siswa cenderung sebagai penerima pengetahuan semata dengan mencatat, mendengarkan, dan menghapal apa yang telah disampaikan gurunya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Kerami (Ruspiani, 2000) yang menyatakan bahwa guru saat ini cenderung mengajarkan siswa belajar dengan cara menghapal, kurang melakukan perlakuan yang berbeda terhadap siswa. Akibatnya, prestasi belajar siswa menjadi sangatlah rendah, sebagaimana pendapat Ruspiani (2000) yang mengungkapkan bahwa rata-rata nilai kemampuan koneksi siswa sekolah menengah masih rendah, nilai rata-ratanya kurang dari 60 pada skor 100, yaitu sekitar 22,2% untuk koneksi matematik dengan pokok bahasan lain, 44,9% untuk koneksi matematik dengan bidang studi lain dan 37,3% untuk koneksi matematik dengan kehidupan keseharian. Ini menunjukkan bahwa kemampuan koneksi matematik siswa sangat


(16)

rendah di ukur dari tiga aspek koneksi dalam matematik. Hal senada juga diungkap oleh Nasir (2008) yang menyatakan bahwa bahwa rata-rata nilai kemampuan koneksi siswa sekolah menengah masih rendah, nilai rata-ratanya kurang dari 60 pada skor ideal 86, yaitu sekitar 46,2% untuk koneksi matematik dengan pokok bahasan lain, 59,9% untuk koneksi matematik dengan bidang studi lain dan 67,3% untuk koneksi matematik dengan kehidupan keseharian.

Selanjutnya Sumarmo (1994) dalam studinya mengenai pemecahan masalah siswa SLTP dan SLTA serta guru-guru matematika menemukan bahwa tingkat berpikir formal siswa belum berkembang secara optimal dan kemampuan pemecahan masalahnya masih rendah (1994 a); keterampilan matematika yang dipandang sukar oleh siswa adalah pembuktian secara langsung, tidak langsung, dan dengan induksi lengkap, penyelesaian yang menggunakan penalaran, perhitungan dalam geometri, membentuk model matematika, dan mencari hubungan antar data (1994 b).

Salah satu dari sekian banyak materi dalam matematika yang membutuhkan kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik dengan baik adalah geometri. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Sumarmo (1994) di atas. Adapun kemampuan geometri yang harus dimiliki siswa dari level SD sampai SMA menurut NCTM (Rahim, 2005) adalah sebagai berikut : (1) mampu menganalisis karakter dan sifat dari bentuk geometri baik 2D atau 3D, dan mampu membangun argumen-argumen matematika mengenai hubungan geometri dengan yang lainnya; (2) mampu menentukan kedudukan suatu titik dengan lebih spesifik dan gambaran hubungan spasial dengan menggunakan koordinat geometri


(17)

serta menghubungkannya dengan sistem yang lain; (3) aplikasi transformasi dan

menggunakannya secara simetris untuk menganalisis situasi matematik; (4) menggunakan visualisasi, koneksi spasial, dan model geometri untuk

memecahkan permasalahan.

Pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation diharapkan menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik siswa. Untuk itu penulis mencoba mengadakan sebuah penelitian dibidang pendidikan matematika dengan judul: “Peningkatan Kemampuan

Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMP melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation”.

1. 2. Rumusan Masalah Penelitian

Dalam penelitian ini masalah dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan koneksi matematik siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ?

2. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ?

3. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe Group

Investigation?

1.3 Tujuan Penelitian


(18)

1. Menelaah peningkatan kemampuan koneksi matematik siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

2. Menelaah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

3. Mendeskripsikan sikap siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe Group

Investigation.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat Penelitian ini adalah :

1) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada guru matematika untuk dapat menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Group

Investigation agar pembelajaran lebih efektif.

2) Penelitian ini memberikan pengetahuan bagi para pendidik tentang pembelajaran yang dapat digunakan di kelas, khususnya dalam usaha meningkatkan kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation.

3) Penelitian ini, bagi peneliti dan siswa diharapkan dapat menambah wawasan serta pengalaman menggunakan pembelajaran kooperatif tipe

Group Investigation.

1.5 Hipotesis Penelitian


(19)

1. Peningkatan kemampuan koneksi matematik siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional

2. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

1.6 Definisi Operasional

Agar tidak terjadi kesalahan persepsi dalam menangkap maksud dari penelitian ini perlu dijelaskan beberapa istilah yang digunakan diantaranya : 1) Kemampuan koneksi matematik adalah kemampuan siswa dalam

menghubungkan suatu gagasan matematis dengan gagasan matematis lainnya (mengkaitkan antar konsep matematika), matematika dengan bidang ilmu lain dan matematika dengan kehidupan nyata.

2) Kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan kemampuan atau usaha nyata dalam rangka mencari jalan keluar atau ide yang berkaitan dengan permasalahan matematis untuk memperoleh penyelesaian, dengan indikator (a) memahami masalah, (b) merencanakan penyelesaian, (c) menyelesaikan masalah, dan (d) memeriksa kembali.

3) Pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation adalah pendekatan pembelajaran yang dihubungkan dengan hal-hal semacam penguasaan, analisis, dan mensintesiskan informasi sehubungan dengan upaya menyelesaikan masalah yang bersifat multi aspek dengan siswa belajar


(20)

dalam kelompok-kelompok heterogen yang terdiri dari empat hingga enam anggota. Setelah memilih sendiri topik yang akan di bahas dalam kelompok yang pilihannya diberikan oleh guru, kemudian siswa secara berkelompok mengadakan penyelidikan untuk menemukan atau menyelesaikan masalah. Kedudukan guru dalam pembelajaran sebagai fasilitator yang mengarahkan proses yang terjadi dalam kelompok, ia lebih berfungsi sebagai pembimbing akademik.

4) Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang dilakukan dengan ekspositori, di mana guru menjelaskan materi pelajaran, kemudian siswa mengerjakan latihan dan siswa dipersilahkan untuk bertanya apabila tidak mengerti, dan siswa belajar secara sendiri-sendiri.

1.7 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini terfokus pada penerapan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan konvensional. Subyek penelitian adalah siswa kelas VII SMP Manba’ul Ulum Kota Tangerang Propinsi Banten.

Penelitian ini dilakukan pada dua kelas yang memiliki kemampuan yang homogen dengan pendekatan pembelajaran yang berbeda. Kelas pertama diberikan pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif tipe Group

Investigation. Kelas pertama ini merupakan kelompok eksperimen, sedangkan

kelas kedua merupakan kelompok kontrol yang memperoleh pembelajaran konvensional.


(21)

Dipilihnya pokok bahasan segiempat dikarenakan pokok bahasan ini termasuk ke dalam kurikulum KTSP yang diajar pada kelas VII dan banyak memuat permasalahan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga, baik untuk diterapkan pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan kemampuan koneksi dan pemecahan masalah. Agar memperdalam pemahaman siswa, guru dapat mengunakan metode Group Investigation yang memungkinkan siswa mengeksplorasi masalah secara mendalam.


(22)

25

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan kuasi eksperimen dengan desain penelitian berbentuk randomized pre-test post-test control group design. Pada kuasi eksperimen ini subyek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek apa adanya (Ruseffendi, 1994: 47). Penggunaan desain dilakukan dengan pertimbangan bahwa, kelas yang ada telah terbentuk sebelumnya sehingga tidak dilakukan lagi pengelompokan secara acak.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengelompokkan sampel dalam 2 kelas yaitu kelas pertama yang terpilih dijadikan sebagai kelas eksperimen, sedangkan kelas kedua terpilih dijadikan sebagai kelas kontrol dimana kelompok kelas sampel tersebut dipilih secara acak.

Dengan demikian rancangan atau desain penelitiannya menggunakan

randomized pre-test post-test control group design dapat digambarkan

sebagai berikut:

O X O

O O

Keterangan :

O : Tes Awal (pre test) & Tes Akhir (pos test) X : pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation


(23)

3.2 Variabel Penelitian

Variabel bebas yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah pembelajaran matematika melalui pembelajaran kooperatif tipe Group

Investigation yang diterapkan kepada siswa kelas eksperimen. Variabel terikat

dalam penelitian ini adalah kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik siswa.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII di SMP Manba’ul Ulum Kota Tangerang Propinsi Banten. Dipilih siswa kelas VII SMP dengan pertimbangan bahwa mereka merupakan kelas awal yang sudah dapat dikembangkan kemampuan pembelajarannyaa. Usaha peningkatan kemampuan matematika lebih baik dilakukan sejak awal untuk meminimalisir kesulitan-kesulitan dalam pembelajaran matematika. Selain itu, mereka juga tidak disibukkan dengan persiapan ujian akhir dan dianggap sudah dapat mengikuti pembelajaran yang akan diterapkan. Salah satu alasan pemilihan SMP Manba’ul Ulum adalah peneliti ingin mencoba menerapkan sebuah pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan matematik di sekolah yang berbasis keagamaan.

Sampel dalam penelitian ini adalah siswa dari dua kelas di SMP Manba’ul Ulum sebanyak 60 orang yang dipilih secara acak dari beberapa kelas VII yang menjadi populasi dengan cara diundi. Satu kelas sebagai kelas eksperimen dan kelas lainnya sebagai kelas kontrol. Penentuan sampel dilakukan dengan


(24)

menggunakan teknik ”Simple Random Sampling”, karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi (Sugiyono, 2007).

3.4 Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data, dalam penelitian ini digunakan dua macam instrumen yang terdiri dari soal tes matematika dan angket skala sikap siswa terhadap pembelajaran. Untuk kegiatan pembelajaran disusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Bahan Ajar yang secara lengkap dapat dilihat dalam Lampiran A.

3.4.1 Tes Matematika

Tes matematika digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematik siswa. Soal ini dibuat dalam dua paket soal yang terdiri dari soal-soal untuk mengukur kemampuan pemahaman dan soal-soal untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. Soal dibuat dalam bentuk uraian karena dengan tipe uraian maka proses berpikir, ketelitian dan sistematika penyusunan dapat dilihat melalui langkah-langkah penyelesaian soal dan dapat diketahui kesulitan yang dialami siswa sehingga memungkinkan dilakukan perbaikan. Penyusunan soal diawali dengan pembuatan kisi-kisi soal, yang dilanjutkan dengan menyusunan soal-soal, membuat kunci jawaban dan pedoman penskoran tiap butir soal. Pedoman penskoran kemampuan pemahaman


(25)

dan pemecahan masalah matematik siswa dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.

Untuk memperoleh soal tes yang baik maka soal tes tersebut harus dinilai

validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda. Untuk mendapatkan

validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda maka soal tersebut terlebih dahulu dikonsultasikan pada penilai yang dianggap ahli (expert), yaitu 2 orang dosen pembimbing dan 2 orang mahasiswa S2 Program Studi Pendidikan Matematika, dan diuji cobakan pada siswa kelas VIII SMP dengan pertimbangan bahwa mereka sudah pernah menerima materi. Uji coba dilakukan pada siswa kelas VIIIC SMP Negeri 249 Jakarta yang berjumlah 40 siswa. Pengukuran validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda soal tes tersebut diuraikan berikut ini.

1. Analisis Validitas Butir Soal

Analisis validitas butir soal digunakan untuk mengetahui dukungan suatu butir soal terhadap skor total. Untuk menguji validitas setiap butir soal, skor-skor yang ada pada butir soal yang dimaksud dikorelasikan dengan skor total. Sebuah soal akan memiliki validitas yang tinggi jika skor soal tersebut memiliki dukungan yang besar terhadap skor total. Perhitungan validitas butir soal dilakukan dengan menggunakan rumus koefisien korelasi Product Moment dari Carl Pearson, yaitu sebagai berikut:


(26)

Keterangan :

rxy : koefisien korelasi,

N : banyaknya sampel x : skor item

y : skor total

Interpretasi besarnya koefisien korelasi berdasarkan patokan disesuaikan dari Arikunto (2001) seperti pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Koefisien Korelasi (r)

Koefisien Korelasi (r) Interpretasi 0,80 < r ≤ 1,00

0,60 < r ≤ 0,80 0,40 < r ≤ 0,60 0,20 < r ≤ 0,40 r ≤ 0,20

Sangat tinggi

Tinggi Sedang

Rendah Sangat rendah

Kemudian untuk mengetahui signifikansi korelasi diuji dengan uji-t dengan rumus berikut:

2 1 2 xy xy r N r t − −

= , (Sudjana, 2005)

Keterangan:

t : Daya pembeda dari uji-t N : Jumlah subjek

rxy : koefisien korelasi

Uji-t ini dilakukan untuk melihat mana yang lebih baik antara dua kelas yang dijadikan sampel penelitian., hipotesis yang diuji yaitu sebagai berikut.

Untuk taraf signifikan = α, H0 diterima jika –ttabel < thitung < ttabel, dengan dk = (n-2), selain itu H0 ditolak. Dengan menggunakan taraf signifikansi 0,05 dan N=40 diperoleh harga t tabel = 2,704.


(27)

Berdasarkan rumus di atas, maka harga t dapat dihitung dan hasilnya dirangkum pada Tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas Butir Soal Tes Matematika

No No.soal Kemampuan rxy Interpretasi r Interpretasi Signifikansi 1. 1a. Koneksi

matematik

0,381 Rendah Signifikan

2. 1b. 0,607 Tinggi Signifikan (Valid)

3. 1c. 0,708 Tinggi Signifikan (Valid)

4. 2a 0,667 Tinggi Signifikan (Valid)

5. 2b 0,693 Tinggi Signifikan (Valid)

6. 3a 0,778 Tinggi Signifikan (Valid)

7. 3b 0,557 Sedang Signifikan (Valid)

8. 3c 0,656 Tinggi Signifikan (Valid)

9. 4a 0,295 Sangat rendah Tidak Signifikan 10. 4b 0,254 Sangat rendah Tidak Signifikan

11. 4c 0,381 Rendah Tidak Signifikan

12. 4d 0,049 Sangat rendah Tidak Signifikan 13. 5. Pemecahan

masalah matematik

0,671 Tinggi Signifikan (Valid)

14. 6. 0,763 Tinggi Signifikan (Valid)

15. 7a. 0,859 Sangat

Tinggi

Sangat Signifikan (Valid)

16. 7b. 0,712 Tinggi Signifikan (Valid)

17. 8. 0,625 Tinggi Signifikan (Valid)

2. Analisis Reliabilitas Tes

Instrumen memiliki reliabilitas yang baik apabila alat ukur itu memiliki konsistensi yang handal pada tingkatan yang sama, walaupun dikerjakan oleh siapapun, di manapun dan kapanpun. Uji reliabilitis diperlukan untuk melengkapi syarat valid sebuah alat evaluasi. Untuk mengukur reliabilitas soal menggunakan Rumus alpha-cronbach yaitu:

        −       −

=

2

2 1 1 t i n n r σ σ , (Sugiyono, 2007)


(28)

Keterangan:

r : koefisien reliabilitas tes

n : banyaknya butir item yang dikeluarkan dalam tes

2

i

σ : variansi item soal

2

t

σ : variansi total

Hasil perhitungan koefisien reliabilitas, kemudian ditafsirkan dan diinterpretasikan mengikuti interpretasi menurut J.P. Guilford (Suherman dan Sukjaya, 1990) seperti pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Koefisien Reliabilitas

Interval reliabilitas

r ≤ 0,20 Sangat rendah (SR)

0,20 < r ≤ 0,40 Rendah (RD) 0,40 < r ≤ 0,60 Sedang (SD) 0,60 < r ≤ 0,80 Tinggi (TG) 0,80 < r ≤ 1,00 Sangat tinggi (ST)

Setelah dilakukan perhitungan, maka diperoleh koefisien reliabilitas tes koneksi dan pemecahan masalah sebesar 0,74 dan 0,79 yang berarti soal-soal dalam tes yang diuji cobakan memiliki reliabilitas tinggi untuk paket soal koneksi dan untuk paket soal pemecahan masalah. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B.

3. Analisis Daya Pembeda

Daya pembeda dari sebuah butir soal menunjukkan seberapa jauh kemampuan butir soal itu membedakan antara siswa yang menjawab benar


(29)

dengan siswa yang menjawab salah. Untuk menghitung daya pembeda atau indeks diskriminasi tes adalah dengan memisahkan 27% nilai siswa dari urutan atas dan urutan bawah untuk diklasifikasikan menjadi kelompok atas dan kelompok bawah (Suherman & Sukjaya, 1990). Dalam menentukan daya pembeda tiap butir soal menggunakan rumus (Arikunto, 2001):

Keterangan :

Dp : indeks daya pembeda suatu butir soal,

BA : jumlah siswa kelompok atas yang menjawab benar,

JA : jumlah siswa kelompok atas

BB : jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab benar,

JB : jumlah siswa kelompok bawah

Interpretasi nilai daya pembeda (Dp) dapat dilihat pada Tabel 3.4, sedangkan hasil analisis daya pembeda soal tes dapat dilihat pada Tabel 3.5. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B.

Tabel 3.4 Klasifikasi Daya Pembeda

Daya Pembeda Klasifikasi Soal

Sangat rendah Rendah Cukup/sedang Baik


(30)

Tabel 3.5 Hasil Analisis Daya Pembeda Soal Tes No. No Soal. (%) Interpretasi

1. 1a. 12,12 Sedang

2. 1b. 36,36 Sedang

3. 1c. 54,55 Baik

4. 2a 33,33 Sedang

5. 2b 39,39 Sedang

6. 3a 66,67 Baik

7. 3b 24,24 Sedang

8. 3c 84,85 Sangat Baik

9. 4a -30,30 Sangat Rendah

10. 4b 9,09 Rendah

11. 4c 27,27 Sedang

12. 4d 0,00 Sangat Rendah

13. 5. 31,82 Sedang

14 6. 36,36 Sedang

15. 7a. 77,27 Sangat baik

16. 7b. 27,27 Sedang

17 8. 18,18 Sedang

Dari hasil perhitungan diperoleh daya pembeda hasil uji coba sebagai berikut: 1. Untuk soal aspek koneksi matematik, nomor 1a, 1b, 2a, 2b, 3b, dan 4c

masuk kategori cukup, dan soal nomor 1c, 3a dan 3c adalah kategori baik. Hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran C

2. Untuk soal aspek pemecahan masalah, nomor 5, 6, 7 dan 8 termasuk kategori cukup. Hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran C.

4. Analisis Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran untuk setiap item soal menunjukkan apakah butir soal itu tergolong sukar, sedang atau mudah. Kesukaran suatu butir soal ditentukan oleh perbandingan antara banyaknya siswa yang menjawab benar dengan banyaknya siswa yang menjawab butir soal itu. Untuk menganalisis tingkat kesukaran dari setiap item soal dihitung berdasarkan jawaban seluruh siswa yang mengikuti tes. Rumus yang digunakan adalah :


(31)

N B

TK = , (Arikunto, 2001)

Keterangan:

TK : Tingkat kesukaran.

B : Jumlah siswa yang menjawab soal dengan benar.

N : Jumlah seluruh siswa peserta tes.

Interpretasi tingkat kesukaran (TK) dapat dilihat pada Tabel 3.6, sedangkan hasil analisis untuk tingkat kesukaran soal-soal tes dapat dilihat pada Tabel 3.7. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B.

Tabel 3.6 Kriteria Indeks Kesukaran

Indeks Kesukaran Kategori Soal

0,00 ≤ TK ≤ 0,30 0,30 < TK ≤ 0,70 0,70 < TK ≤ 1,00

Sukar Sedang

Mudah

Tabel 3.5 Hasil Analisis indeks Kesukaran Soal Tes No. No Soal. Ik(%) Interpretasi

1. 1a. 48,48 Sedang

2. 1b. 54,55 Sedang

3. 1c. 33,33 Sedang

4. 2a 77,27 Mudah

5. 2b 46,97 Sedang

6. 3a 60,61 Sedang

7. 3b 78,79 Mudah

8. 3c 45,45 Sedang

9. 4a 60,61 Sedang

10. 4b 95,45 Mudah

11. 4c 13,64 Sukar

12. 4d 30,30 Mudah

13. 5. 50,00 Sedang

14 6. 38,64 Sedang

15. 7a. 56,82 Sedang

16. 7b. 59,09 Sedang

17 8. 56,82 Sedang

Dari hasil analisis indeks kesukaran menunjukkan bahwa seluruh soal dapat digunakan untuk pengambilan data dalam penelitian.


(32)

3.4.2 Skala Sikap Siswa

Skala sikap digunakan untuk mengetahui sikap siswa kelas eksperimen terhadap pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation yang telah diberikan. Sikap siswa yang dilihat meliputi sikap terhadap pelajaran matematika, sikap terhadap pembelajaran pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation, dan sikap terhadap soal koneksi dan pemecahan masalah matematik yang telah diberikan saat pembelajaran. Pertanyaan-pertanyaan disusun dalam bentuk pertanyaan tertutup, tentang pendapat siswa.

Model Skala sikap yang digunakan adalah model skala sikap Likert. Tes skala sikap diberikan kepada siswa pada kelompok eksperimen setelah semua kegiatan pembelajaran berakhir yaitu setelah postes. Skala sikap pada penelitian ini terdiri atas pernyataan-pernyataan dengan empat pilihan jawaban, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).

3.5 Analisis Data

Analisis data yang digunakan, yaitu data kuantitatif berupa hasil tes kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematik siswa serta data kualitatif berupa hasil skala sikap siswa.

3.5.1 Data Kuantitatif

Analisis data hasil tes dimaksudkan untuk mengetahui peningkatan kemampuan koneksi dan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. Data


(33)

primer hasil tes siswa sebelum dan setelah perlakuan penerapan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan pembelajaran konvensional dianalisis dengan cara membandingkan skor pretes dan postes. Menyatakan gain dalam hasil proses pembelajaran tidaklah mudah. Misalnya, siswa yang memiliki gain 2 dari 4 ke 6 dan yang memiliki 2 dari 7 ke 9 dengan skor maksimal 10. Gain absolut menyatakan bahwa kedua siswa memiliki gain yang sama. Secara logis seharusnya siswa yang mengalami peningkatan dari nilai 7 ke 9 memiliki gain yang lebih tinggi dari siswa yang pertama. Hal ini karena usaha untuk meningkatkan dari 7 ke 9 akan lebih berat daripada meningkatkan dari 4 ke 6. Menyikapi kondisi bahwa siswa memiliki gain absolut yang sama belum tentu memiliki gain hasil belajar yang sama, Meltzer (Lestari, 2008) mengembangkan sebuah alternatif untuk menjelaskan gain yang disebut gain ternormalisasi. Menghitung gain ternormalisasi dengan rumus:

(Meltzer dalam Lestari, 2008) Tabel 3.9 Kriteria Indeks Gain

Interval Kriteria

g > 0,7 Tinggi

0,3 < g < 0,7 Sedang

g < 0,3 Rendah

(Hake dalam Lestari, 2008)

Hipotesis statistik yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

H0 : µ1(eksperimen) = µ2(kontrol) H1 : µ1(eksperimen) > µ2(kontrol)


(34)

Hipotesis 1 :

H0 : Peningkatan kemampuan koneksi matematik siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional sama (tidak terdapat perbedaan).

H1 : Peningkatan kemampuan pemahaman matematik siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation secara signifikan lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional.

Hipotesis 2 :

H0 : Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional sama (tidak terdapat perbedaan).

H1 : Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation secara signifikan lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional.

Untuk menguji hipotesis ke-1 dan 2 digunakan uji perbedaaan dua rata-rata (uji-t) dengan taraf signifikan α = 0,05 dan derajat kebebasan dk= (ne + nk – 2), criteria pengujian adalah tolak H0 jika thitung > ttabel , terima H0 untuk kondisi lainnya (Ruseffendi,1998). Adapun langkah-langkah uji perbedaan rata-rata sebagai berikut.


(35)

1. Menghitung rata-rata skor hasil pretes, postes dan gain ternormalisasi menggunakan rumus berikut.

n x x k i i

= = 1 ,

2. Menghitung simpangan baku pretes, postes dan gain menggunakan rumus berikut.

= − = k i i n x x s 1 2 ) (

, (Ruseffendi, 1998)

3. Menguji normalitas data skor pretes dan gain ternormalisasi.

Uji normalitas diperlukan untuk menguji apakah data berdistribusi normal atau tidak. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut.

H0 : sebaran data berdistribusi normal

H1 : sebaran data tidak berdistribusi normal

Perhitungan selengkapnya dengan menggunakan SPSS 17 melalui Uji Kolmogorov-Smirnov. Menurut Ruseffendi (1993) uji ini digunakan sebagai pengganti uji kai kuadrat untuk ukuran sampel yang lebih kecil. Kriteria pengujian adalah tolak H0 apabila Asymp.Sig < taraf signifikansi ( ).

4. Menguji homogenitas varians.

Uji homogenitas varians digunakan untuk menguji kesamaan varians dari skor pretes dan gain ternormalisasi pada kedua kelompok (kelompok kontrol dan kelompok eksperimen) untuk kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik. Adapun hipotesis statistik yang digunakan adalah:


(36)

Hipotesis:

H0 : varians kelompok eksperimen dan varians kelompok kontrol homogen

H1 : varians kelompok eksperimen dan varians kelompok kontrol tidak homogen.

Uji statistiknya menggunakan Uji Levene melalui SPSS 17 dengan kriteria pengujian adalah terima H0 apabila Sig. Based on Mean taraf signifikansi ( ).

5. Untuk sebaran data normal dan homogen, uji signifikansi dengan statistik uji-t berikut.

,

(Sudjana, 2005)

Keterangan:

= rata-rata sampel pertama

= rata-rata sampel kedua

= varians sampel pertama


(37)

n1 = banyaknya data sampel pertama

n2 = banyaknya data sampel pertama

Kriteria: Terima H0 jika dengan untuk taraf

signifikansi dan derajat kebebasan .

Untuk distribusi data normal tetapi tidak homogen, digunakan uji hipotesis dengan uji-t’ berikut.

(Sudjana, 2005)

Jika distribusi data tidak normal maka pengujiannya menggunakan uji non parametrik pengganti uji-t yaitu uji Mann-Whitney (Ruseffendi, 1998), yaitu:

Keterangan:

U : statistik uji Mann-Whitney

, : ukuran sampel pada kelompok 1 dan kelompok 2

: jumlah ranking yang diberikan pada kelompok yang ukuran sampelnya .


(38)

3.5.2 Data kualitatif

Dalam penelitian ini, data kualitatif yang dianalisa adalah data hasil skala sikap. Hasil skala sikap penganalisaannya difokuskan pada respon siswa terhadap model pembelajaran yang diberikan, yaitu pembelajaran kooperatif tipe Group

Investigation.

3.6 Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dari tiga tahap, yaitu: 1) tahap persiapan; 2) tahap pelaksanaan; dan 3) tahap analisis data. Uraian ketiga tahap tersebut adalah:

3.6.1 Tahap Persiapan

Tahap persiapan dimulai setelah proposal diterima dalam seminar untuk ditindaklanjuti dalam penelitian. Kemudian, menghubungi SMP yang akan dijadikan tempat penelitian. Selanjutnya, menyusun kisi-kisi dan instrumen tes serta merancang pengembangan bahan ajar yang validasi isinya dilakukan oleh kedua dosen pembimbing. Berikutnya, dilakukan revisi, diujicobakan di luar subjek penelitian, dan dianalisis hasilnya. Perangkat lain yang disusun adalah kisi-kisi dan angket sikap siswa yang dikonsultasikan ke dosen pembimbing.

3.6.2 Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan diawali dengan memberikan pretes di kelas eksperimen dan kelas kontrol masing-masing selama 80 menit. Selanjutnya, pembelajaran dilakukan sesuai jadwal yang ditetapkan. Banyaknya jam pelajaran matematika


(39)

adalah 4 × 40 menit per minggu yang dibagi dalam 2 pertemuan. Saat pembelajaran berlangsung peneliti berperan sebagai guru matematika dengan pertimbangan agar tidak terjadi pembiasan dalam perlakuan terhadap masing-masing kelompok yang diteliti. Setelah pembelajaran selesai, dilakukan postes di kedua kelas dengan soal-soal yang diujikan sama dengan soal-soal pretes serta pengisian angket sikap siswa di kelas eksperimen. Selanjutnya, semua data yang terkumpul dianalisis dan dilakukan penarikan kesimpulan.

3.6.3 Tahap Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil tes baik pretes maupun postes dianalisis secara statistik. Proses analisis data disajikan dalam Diagram 3.1. Hasil angket sikap dianalisis secara deskriptif. Sedangkan prosedur penelitian secara keseluruhan secara jelas dapat dilihat pada Diagram 3.2.


(40)

Diagram 3.1 Tahap Analisis Data

Data Normal dan Homogen

Data tidak normal Menguji normalitas dan

homogenitas pretes dan gain ternormalisasi Menghitung simpangan baku

pretes, postes, dan gain ternormalisasi Menghitung rerata skor pretes, postes, dan gain ternormalisasi

Data normal tetapi tidak homogen

Uji signifikansi dengan statistikUji t

Uji hipotesis dengan

uji t’

Uji non parametrik


(41)

Diagram 3.2 Prosedur Penelitian

Pembelajaran konvensional

Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation

Pengisian angket Pretest

Penentuan Subjek Penelitian, Penyusunan instrumen, ujicoba, revisi, dan pengesahan.

Postest

Analisis data Pengumpulan data

Penulisan Laporan Studi Kepustakaan Penyusunan Proposal


(42)

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil temuan selama penelitian dan analisis data hasil penelitian, mengenai kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe group investigation dan pembelajaran konvensional (biasa), peneliti memperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan koneksi matematik siswa yang memperoleh

pembelajaran kooperatif tipe group investigation menunjukkan hasil yang

lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional (biasa).

2. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe group investigation menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional (biasa).

3. Pembelajaran kooperatif memunculkan sikap aktif dan kreatif siswa, terutama mencoba menyelesaikan soal-soal yang diberikan, berdiskusi dengan temannya sesama kelompok, dan siswa berani mengemukakan atau mengajukan pertanyaaan kepada guru. Hal ini menunjukkan repons siswa yang positif pada pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation.

Pembelajaran ini juga membuat siswa merasa senang, tertarik, tertantang, terbantu dan dapat menumbuhkan rasa kebersamaan dalam belajar oleh kegiatan kelompok. Selain itu, selama proses pembelajaran siswa juga terlihat


(43)

meningkat, tumbuhnya sikap saling menghargai dan keberanian dalam menyampaikan suatu pertanyaan atau tanggapan.

B. Implikasi

Dari penelitian ini terungkap bahwa implikasi dari kesimpulan penelitian ini adalah:

1. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dapat meningkatkan kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik siswa SMP.

2. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dapat menciptakan suasana pembelajaran lebih menyenangkan dan dapat meningkatkan aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

3. Pada tahap diskusi kelompok dan penyajian hasil diskusi kelompok pada pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation mampu menumbuhkan sikap siswa saling menghargai pendapat, saling berbagi ide, dan saling membantu. Selain itu pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation juga dapat meningkatkan keberanian mengemukakan pendapat, kemampuan komunikasi antara siswa dengan siswa maupun antara siswa dengan guru, serta mampu meningkatkan rasa percaya diri.

4. Penyajian hasil diskusi di setiap akhir pertemuan mampu memberikan motivasi kepada siswa agar lebih baik lagi dalam mempelajari materi yang


(44)

pembelajaran yang dilakukan.

5. Pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation, menjadikan siswa memiliki pengalaman baru dalam pembelajaran matematika, sehingga siswa merasa sangat antusias dalam melakukan manipulasi sederhana untuk menemukan konsep-konsep matematika yang berhubungan dengan geometri.

C. Temuan

Berdasarkan pada faktor-faktor yang dicermati dalam studi ini, diperoleh beberapa temuan dari penelitian ini. Faktor-faktor tersebut meliputi pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation, kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik siswa. Temuan yang diperoleh diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation ini merupakan pembelajaran yang dapat dianggap baru bagi siswa. Oleh karena itulah, pada pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation yang pertama, para siswa masih merasa agak bingung dalam memahami tugas yang harus mereka selesaikan, karena para siswa belum terbiasa untuk mengerjakan soal yang terdapat dalam LKS dengan membentuk model matematik berupa gambar. Kebiasaan yang mereka lakukan adalah mengerjakan soal-soal dengan prosedur biasa dan memuat unsur-unsur yang jelas tentang apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan.


(45)

karena para siswa dalam kelompok menjadi lebih percaya diri dalam mengerjakan soal-soal yang terdapat di LKS. Mereka lebih senang menggunakan LKS karena mereka tidak perlu menunggu penjelasan guru, cukup mempelajari dan mendiskusikan soal-soal yang terdapat dalam LKS bersama teman dalam kelompok.

3. Siswa juga menjadi lebih aktif untuk bertanya/berdiskusi dengan teman dalam kelompok maupun guru apabila ada hal-hal yang tidak dipahami/dimengerti.

4. Berdasarkan hasil lembar pertanyaan terbuka yang diberikan kepada guru bidang studi, diperoleh kesimpulan bahwa kelebihan dari penggunaan kooperatif tipe Group Investigation ini adalah kemampuan siswa dalam mengkoneksikan materi menjadi lebih cepat dialami oleh siswa, dan dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa karena dengan merencanakan penyelesaian dapat mengoptimalkan daya pikir siswa. 5. Kemampuan siswa dalam menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan

kemampuan koneksi lebih baik dalam indikator koneksi antar topik matematik dengan topik matematika lain jika dibandingkan dengan indikator koneksi terhadap kehidupan sehari-hari dan bidang ilmu lain serta dengan indikator koneksi terhadap pokok bahasan lain dan terhadap kehidupan sehari-hari. Hal ini terlihat dari nilai rata-rata perolehan siswa hasil postes yang menunjukkan rata-rata 2,6 dari skor ideal 3 pada kelas dengan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan pada kelas dengan


(46)

soal no 1.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis mengemukakan saran sebagai berikut:

1. Bagi pihak sekolah terutama guru, hendaknya pembelajaran kooperatif tipe

group investigation dapat disajikan sebagi salah satu alternatif pendekatan

pembelajaran, karena dari hasil penelitian yang telah dilakukan, pembelajaran kooperatif tipe group investigation ternyata dapat meningkatkan kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik.

2. Karena keterbatasan peneliti dalam melaksanakan penelitian ini, maka bagi para peneliti yang tertarik untuk melakukan penelitian lebih jauh, perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe group investigation terhadap peningkatan kemampuan matematik lainnya. Misalnya kemampuan penalaran, kemampuan komunikasi, kemampuan pemahaman dan kemampuan representasi dengan mengambil pokok bahasan lainnya.

3. Kepada guru matematika, disarankan sebaiknya menciptakan suasana belajar yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya dalam bahasa dan cara mereka sendiri, sehingga dalam belajar siswa menjadi berani berargumentasi, lebih percaya


(47)

belajar yang kondusif. Karena dengan suasana seperti itu siswa lebih termotivasi dan bersemangat dalam mengikuti pembelajaran, salah satu yang dapat memunculkan suasana tersebut adalah pembelajaran kooperatif tipe


(48)

Bell, F.H. (1978). Teaching and Learning Mathematics in Secondary School. New York: Wm C. Brown Company Publiser.

Dahar, R. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Djamarah, S.B dan Zain, A (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Guntur, M (2004). Efektivitas Model Pembelajaran Latihan Inkuiri Dalam

Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Pada Konsep Ekologi Siswa Kelas I SMU. Tesis. PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Grouws, D.A. (1984). Hand Book of Research on Mathematics. New York: Macmilian Company.

Haryanto, (2000). Perbandingan Hasil Belajar Matematika antara Siswa yang

Pembelajarannya Menggunakan Model Kooperatif Jigsaw dengan Model Tradisional di Kelas II MAN Jember. Tesis, Bandung : PPS UPI

(Tidak Dipublikasikan)

Helmaheri (2004). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan

Masalah Siswa SLTP Melalui Belajar dalam Kelompok Kecil dengan

Strategi Think-Talk-Write. Tesis PPS-UPI Bandung. Tidak

Dipublikasikan

Henningsen, M. dan Stein, M.K. (1997) Mathematical Task and Student

Cognition : Classroom based factors that Support and inhibit High-level Thinking and Reasoning, JRME,28,524-549

Hodgson, T. R. (1995). “Connections as Problem Solving Tools”, dalam P. A. House (1995), Connecting Mathematics across the Curriculum. Yearbook. Virginia: The National Council of Teachers of Mathematics, Inc.

Hudoyo, H (1979). Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaanya di

depan Kelas. Surabaya: Usaha Nasional.

Ibrahim, M. (2000). Pembelajaran Kooperatif, Surabaya : Universitas Negeri Surabaya


(49)

Killen, R (1998). Effective Teaching Strategies. Lessons from Research and

Practice. Second Edition. Australia: Social Science Press

Krulik, S. Dan Robert E. Reys. (1980). Problem Solving in School Mathematics. Virginia: NCTM.

Lestari, A. (2008). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran

Matematis Siswa SMA melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif. Tesis Magister pada SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Muhidin dan Abdurahman. (2007). Analisis Korelasi, Regresi, dan Jalur dalam

Penelitian. Bandung: Pustaka Setia.

National Council of Teacher of Mathematics (1989) Curriculum and Evaluation

Standards for School Mathematics, reaston , VA: NCTM

National Council of Teacher of Mathematics (1989). Assessment Standards for

School Mathematics. VA: NCTM.

National Council of Teacher of Mathematics (2000), Principles and Standards for

School Mathematics, Reaston , VA: NCTM

Polya, G (1985). How to Solve it. A New Aspect of Mathematical Method. New

Jersey : Princeton University Press

Rahim, H. M. (2005). A Clasroom Use of the Geometer’s Sketchpad in a

Mathematics Pre-Service Teacher Education program. [Online].

Tersedia. http://www.lakeheadu.ca/~mrahimwww/ [17 Januari 2009]. Ruseffendi, H.E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Mengajar Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito

Ruseffendi, E.T.(1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T.(1994). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non

Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press.

Ruseffendi, H.E.T. (1998). Statistik Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

Ruseffendi, H.E.T. (1998). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non


(50)

Ruspiani, (2000) Kemampuan dalam melakukan koneksi matematika. Tesis. (PPs UPI) tidak diterbitkan.

Sabandar, J. (2001). Aspek Konstektual dalam Soal Matematika dalam Realistic

Mathematics Education. Makalah disajikan pada seminar sehari

“Realistic Mathematics Education” di Kampus UPI. Bandung, 4 April 2001.

Santoso, Singgih. (2009). Panduan Lengkap Menguasai Statistik dengan SPSS

17.Jakarta: Gramedia

Sawada, D. (1996). Mathematics as Connection Making in Japanese Elementary

School. School Science and Mathematics. Vol 96 (5)

Slavin, R.E (1995). Cooperative Learning Theory, Research, and Practice. Second Edition. America: Allyn and Bacon.

Slavin, Robert E (2009). Cooperative Learning (Teori, Riset, dan Praktek). Bandung : Nusa Media

Soedjadi, R. (1999). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia, Konstatasi

keadaan masa kini menuju aharapan masa depan. Jakarta: Depdiknas

[hal:

Sudjana. (1992). Metode Statistika, Edisi ke-5. Bandung : Tarsito Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiono (2002). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta.

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Suherman, E. dan Sukjaya, Y (1990). Petunjuk Praktis Untuk Melaksanakan

Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung : Wijaya Kusuma

Suherman, E. Dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. FPMIPA-JICA UPI Bandung: Tidak Diterbitkan. Sumarmo,U. (2003) . Pengembangan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi pada Siswa SLTP dan SMU serta Mahasiswa Strata Satu (S1) melalui berbagai Pendekatan Pembelajaran. Bandung. Laporan Penelitian Pascasarjana UPI-Bandung Sumarmo, Utari(1994). Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan

Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Guru dan Siswa SMA di Kodya Bandung. Laporan Penelitian IKIP Bandung : Tidak Dipublikasikan


(51)

Sumarmo, Utari (2002). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan

Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah pada Seminar Tingkat

Nasional FPMIPA UPI Bandung : Tidak Diterbitkan

Sumarmo, Utari. (2008). Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika pada

Siswa Sekolah Menengah [Online]. Tersedia: http://math.sps.upi.edu/wp-content/uploads/2010/02/MKLH-KETBACA-MAT-NOV-06-new.pdf [12 Desember 2010]

Wahyudin. (1999) Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan

Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi Doktor pada PPS

UPI Bandung : Tidak Diterbitkan

Wahyudin . (2008). Pembelajaran dan Model-model Pembelajaran: Pelengkap

untuk meningkatkan Kompetensi Pedagogis Para Guru dan Calon Guru Profesional. Bandung: diktat Perkuliahan UPI. Tidak diterbitkan.


(1)

pembelajaran konvensional memiliki hasil rata-rata 2 dari skor ideal 3 pada soal no 1.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis mengemukakan saran sebagai berikut:

1. Bagi pihak sekolah terutama guru, hendaknya pembelajaran kooperatif tipe group investigation dapat disajikan sebagi salah satu alternatif pendekatan pembelajaran, karena dari hasil penelitian yang telah dilakukan, pembelajaran kooperatif tipe group investigation ternyata dapat meningkatkan kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik.

2. Karena keterbatasan peneliti dalam melaksanakan penelitian ini, maka bagi para peneliti yang tertarik untuk melakukan penelitian lebih jauh, perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe group investigation terhadap peningkatan kemampuan matematik lainnya. Misalnya kemampuan penalaran, kemampuan komunikasi, kemampuan pemahaman dan kemampuan representasi dengan mengambil pokok bahasan lainnya.

3. Kepada guru matematika, disarankan sebaiknya menciptakan suasana belajar yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya dalam bahasa dan cara mereka sendiri, sehingga dalam belajar siswa menjadi berani berargumentasi, lebih percaya


(2)

90

diri, dan kreatif. Siswa dapat saling bekerja sama dalam menciptakan suasana belajar yang kondusif. Karena dengan suasana seperti itu siswa lebih termotivasi dan bersemangat dalam mengikuti pembelajaran, salah satu yang dapat memunculkan suasana tersebut adalah pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation.


(3)

Arikunto, S (2001). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.

Bell, F.H. (1978). Teaching and Learning Mathematics in Secondary School. New York: Wm C. Brown Company Publiser.

Dahar, R. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Djamarah, S.B dan Zain, A (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Guntur, M (2004). Efektivitas Model Pembelajaran Latihan Inkuiri Dalam Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Pada Konsep Ekologi Siswa Kelas I SMU. Tesis. PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Grouws, D.A. (1984). Hand Book of Research on Mathematics. New York: Macmilian Company.

Haryanto, (2000). Perbandingan Hasil Belajar Matematika antara Siswa yang Pembelajarannya Menggunakan Model Kooperatif Jigsaw dengan Model Tradisional di Kelas II MAN Jember. Tesis, Bandung : PPS UPI (Tidak Dipublikasikan)

Helmaheri (2004). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Siswa SLTP Melalui Belajar dalam Kelompok Kecil dengan Strategi Think-Talk-Write. Tesis PPS-UPI Bandung. Tidak Dipublikasikan

Henningsen, M. dan Stein, M.K. (1997) Mathematical Task and Student Cognition : Classroom based factors that Support and inhibit High-level Thinking and Reasoning, JRME,28,524-549

Hodgson, T. R. (1995). “Connections as Problem Solving Tools”, dalam P. A. House (1995), Connecting Mathematics across the Curriculum. Yearbook. Virginia: The National Council of Teachers of Mathematics, Inc.

Hudoyo, H (1979). Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaanya di depan Kelas. Surabaya: Usaha Nasional.

Ibrahim, M. (2000). Pembelajaran Kooperatif, Surabaya : Universitas Negeri Surabaya


(4)

92

Killen, R (1998). Effective Teaching Strategies. Lessons from Research and Practice. Second Edition. Australia: Social Science Press

Krulik, S. Dan Robert E. Reys. (1980). Problem Solving in School Mathematics. Virginia: NCTM.

Lestari, A. (2008). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa SMA melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif. Tesis Magister pada SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan Muhidin dan Abdurahman. (2007). Analisis Korelasi, Regresi, dan Jalur dalam

Penelitian. Bandung: Pustaka Setia.

National Council of Teacher of Mathematics (1989) Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics, reaston , VA: NCTM

National Council of Teacher of Mathematics (1989). Assessment Standards for School Mathematics. VA: NCTM.

National Council of Teacher of Mathematics (2000), Principles and Standards for School Mathematics, Reaston , VA: NCTM

Polya, G (1985). How to Solve it. A New Aspect of Mathematical Method. New Jersey : Princeton University Press

Rahim, H. M. (2005). A Clasroom Use of the Geometer’s Sketchpad in a Mathematics Pre-Service Teacher Education program. [Online]. Tersedia. http://www.lakeheadu.ca/~mrahimwww/ [17 Januari 2009]. Ruseffendi, H.E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Mengajar Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito

Ruseffendi, E.T.(1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T.(1994). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press.

Ruseffendi, H.E.T. (1998). Statistik Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

Ruseffendi, H.E.T. (1998). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta lainnya. Semarang : IKIP Semarang


(5)

Ruspiani, (2000) Kemampuan dalam melakukan koneksi matematika. Tesis. (PPs UPI) tidak diterbitkan.

Sabandar, J. (2001). Aspek Konstektual dalam Soal Matematika dalam Realistic Mathematics Education. Makalah disajikan pada seminar sehari “Realistic Mathematics Education” di Kampus UPI. Bandung, 4 April 2001.

Santoso, Singgih. (2009). Panduan Lengkap Menguasai Statistik dengan SPSS 17.Jakarta: Gramedia

Sawada, D. (1996). Mathematics as Connection Making in Japanese Elementary School. School Science and Mathematics. Vol 96 (5)

Slavin, R.E (1995). Cooperative Learning Theory, Research, and Practice. Second Edition. America: Allyn and Bacon.

Slavin, Robert E (2009). Cooperative Learning (Teori, Riset, dan Praktek). Bandung : Nusa Media

Soedjadi, R. (1999). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia, Konstatasi keadaan masa kini menuju aharapan masa depan. Jakarta: Depdiknas [hal:

Sudjana. (1992). Metode Statistika, Edisi ke-5. Bandung : Tarsito Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiono (2002). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta.

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Suherman, E. dan Sukjaya, Y (1990). Petunjuk Praktis Untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung : Wijaya Kusuma

Suherman, E. Dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. FPMIPA-JICA UPI Bandung: Tidak Diterbitkan. Sumarmo,U. (2003) . Pengembangan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi pada Siswa SLTP dan SMU serta Mahasiswa Strata Satu (S1) melalui berbagai Pendekatan Pembelajaran. Bandung. Laporan Penelitian Pascasarjana UPI-Bandung Sumarmo, Utari(1994). Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan

Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Guru dan Siswa SMA di Kodya Bandung. Laporan Penelitian IKIP Bandung : Tidak Dipublikasikan


(6)

94

Sumarmo, Utari (2002). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah pada Seminar Tingkat Nasional FPMIPA UPI Bandung : Tidak Diterbitkan

Sumarmo, Utari. (2008). Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika pada Siswa Sekolah Menengah [Online]. Tersedia: http://math.sps.upi.edu/wp-content/uploads/2010/02/MKLH-KETBACA-MAT-NOV-06-new.pdf [12 Desember 2010]

Wahyudin. (1999) Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi Doktor pada PPS UPI Bandung : Tidak Diterbitkan

Wahyudin . (2008). Pembelajaran dan Model-model Pembelajaran: Pelengkap untuk meningkatkan Kompetensi Pedagogis Para Guru dan Calon Guru Profesional. Bandung: diktat Perkuliahan UPI. Tidak diterbitkan.