Strategi Penanganan Konflik: Model Pemberdayaan Dengan Teknologl Informasi.

STRATEGI PENANGANAN KONFLIK:
MODEL PEMBERDAYAAN DENGAN TEKNOLOGl INFORMASI

PENDAHULUAN
Konflik dapat mendisintegrasi bangsa, menimbulkan keadaan bahaya,
kekacauan, pengungsian, tercerai berainya kehidupan keluarga, hilangnya
dukungan sosial tradisional, jungkirbaliknya peranan dan ikatan sosial yang hanya
sebatas artifisial dan rawan. Selain itu, disertai tak terjaminnya privasi masyarakat,
keterbatasan akses, rentan pelanggaran hak, eksploitasi seksual, memburuknya
kondisi kesehatan, keterbenaman mental dan trauma, serta masih banyak lagi
berbagai ketidakpastian. Konflik dapat terjadi secara berangsur maupun mendadak
yang disertai dengan kerugian materi maupun jiwa.
Bencana akibat konflik menjadi isu sentral, karena terkait pula dengan
perbedaan ideologi dan politik, kebijakan daerah dan kesenjangan ekonomi,
perbedaan agama, etnis dan faktor ras, diperkuat dan dipercepat lagi oleh buruknya
kualitas informasi yang terjadi di dalam sistem konflik tersebut. Oleh karena itu,
dalam penanggulangannya dapat menggunakan perspektif sosial politik dengan
pendekatan model pemberdayaan: peningkatan kemampuan segala sumber day a
lokal maupun nasional serta meningkatkan penggunaan teknologi. Dengan
demikian, dalam mengatasi permasalahan akibat konflik yang sangat kompleks,
perlu adanya sistem Pemberdayaan berbasis Teknologi Informasi yang terintegrasi,

sehingga mampu mengantisipasi secara dini guna pengendalian-pengendalian
situasi dan kondisi daerah untuk pencegahan konflik.
MASALAH PENANGANAN KONFLIK
Fakta di Kawasan Konflik
Konflik di beberapa wilayah Indonesia, seperti Sambas, Poso, Maluku, dan Papua
seperti Sambas, Poso, Maluku, dan Papua sudah bergeser menuju status paska
konflik. Konflik yang terjadi merupakan interaksi antar individu maupun interaksi
antar kelompok masyarakat, yang jika dibiarkan, menjadi ancaman bagi kehidupan
berbangsa dan bernegara. Masyarakat di daerah konflik sadar, bahwa konflik
komunal adalah sesuatu yang menyakitkan, yang telah membuat luka dan
sebaiknya tidak terjadi lagi. Masyarakat juga sadar, walaupun ada upaya provokasi
oleh pihak-pihak yang tidak menginginkan kedamaian. Sementara mayoritas
masyarakat membutuhkan kedamaian, serta mengharapkan dapat mencari nafkah
dengan normal, seperti kondisi ketika belum terjadi konflik komunal.
Peran Pemda sebagai ujung tombak, diharapkan mampu melayani kondisi
masyarakat yang telah tersakiti dan terluka oleh konflik. Ada kebutuhan
masyarakat untuk berinteraksi secara positif dengan pemerintah di daerah melalui
berbagai media. Contohnya, setiap hari kolom "Lapor Pak" dari koran Ambon
Ekspres selalu dipenuhi oleh kiriman pesan melalui SMS (Short Message Services)
maupun melalui telepon rumah, yang memberikan masukan dan saran bagi

pemerintah. Upaya berinteraksi dengan pemerintah daerah juga telah dilakukan
melalui sarana buku tamu pada website pemerintahan provinsi, yaitu
www.rnalukuprov.go.id. Sayangnya, kualitas sumberdaya manusia kurang mampu

mengelola pengoperasian layanan buku tamu pada website, dalam menghadapi
masuknya provokasi melalui hacker yang tidak bertanggung jawab, telah memicu
potensi konflik baru. KAPOLDA Kalimantan Barat berinisiatif untuk menerima
pengaduan langsung dari masyarakat melalui layanan SMS ke nomor telepon
seluler milik pribadi. Padahal upaya tersebut apabila didukung oleh kesiapan
infrastruktur teknologi informasi termasuk ketersediaan sumber daya manusianya,
akan sangat efektif untuk meningkatkan keserasian komunikasi antara aparat
dengan komunitas masyarakat.
Belajar dari e-Government milik pemerintahan Afrika Selatan, sebagai salah
satu negara yang telah berhasil lepas dari pengaruh konflik komunal antar ras,
terlihat jelas adanya kebutuhan layanan masyarakat paska konflik, yang dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kebutuhan layanan individu, layanan bagi
organisasi,
dan
layanan
bagi

pendatang
atau
orang
asing
(http://www.gov.za/index.html). Penyajian e-Government tersebut sangat
sederhana, serta berorientasi untuk melayani rakyatnya dengan cara yang mudah
dan jelas.




Layanan individu dibutuhkan untuk melayani, mendata dan memantau
entitas suatu individu sejak lahir, aktivitasnya ketika masih hidup, hingga
mati.
Layanan organisasi digunakan untuk melayani, mendata dan memantau
siklus hidup suatu organisasi usaha yang menjadi tempat berkumpulnya
individu berdasarkan untuk mencari nafkah.
Layanan bagi pendatang atau orang asing digunakan untuk melayani,
mendata dan memantau keberadaan pendatang atau orang asing di daerah
itu.


Di balik ketiga layanan tersebut, terdapat jaringan aktdvitas pemerintahan
Afrika Selatan, lintas departemen dan Iintas koordinasi, berjenjang dari daerah ke
pusat secara terbagi dan terpadu, yang mendukung penuh ketiga ujting tombak
layanan bagi rakyat mereka. Pemerintahan Afrika Selatan tersebut menerapkan
konsep satu pintu sebagai antarmuka interaksi dengan rakyatnya, untuk
menjembatani kebutuhan layanan yang sebenarnya cukup kompleks.
Koordinasi Lintas Instansi
Upaya pemulihan (di Indonesia) dan pemberdayaan (masyarakat) tidak hanya
membutuhkan pembagian kerja yang jelas dari instansi pusat maupun daerah,
namun juga membutuhkan sinergi yang membentuk kerjasama terpadu lintas
departemen, bahkan lintas koordinasi. Hal ini seperti dicantumkan dalam dokumen
Instruksi Presiden tentang Percepatan Pemulihan Pembangunan Propinsi Maluku
dan Propinsi Maluku Utara Pasca Konflik. Di dalamnya menuntut keterlibatan
sinergi tiga kementerian koordinator, 21 kementerian, instansi TNI dan Kepolisian,
dua badan tingkat nasional, serta para pejabat di daerah konflik tersebut. (Inpres
No 6 Tahun 2003).
Untuk membentuk koordinasi yang terpadu - dibutuhkan bukan hanya
kompetensi yang menjadi tugas dari setiap instansi, namun juga dukungan sistem
informasi yang lengkap, baik dan benar. Sistem informasi yang dapat mendukung

sinergi tersebut tidak hanya membutuhkan sarana pengolahan data, namun juga
membutuhkan dukungan komunikasi data yang menghubungkan petugas di
Iapangan dengan kantor pimpinannya.

Pemetaan interaksi
Pada dasarnya setiap individu/kelompok mempunyai perbedaan dengan individu
maupun kelompok lain. Tidak ada orang yang ingin dilahirkan menjadi orang Jawa,
Ambon, Bugis, atau penganut agama tertentu. Begitu lahir, secara default dia diberi
idenritas oleh komunitasnya. Akan tetapi perbedaan tersebut bukanlah merupakan
unsur yang menghalangi kerukunan bermasyarakat diantara mereka, namun
perbedaan tersebut sering dimanfaatkan oleh pihak yang menginginkan kekacauan
untuk menciptakan kondisi konflik diantara mereka. Oleh karena itu diperlukan
pencegahan dini terjadinya provokasi yang memperuncing perbedaan tersebut,
apalagi disertai upaya membenturkan perbedaan tersebut, sehingga terbentuk
interaksi yang negatif.
Pemetaan pola interaksi masyarakat di daerah konflik, sangatlah diperlukan.
Diharapkan dengan adanya pemetaan pola interaksi tersebut, terbentuknya interaksi
yang negatif dapat ditekan serendah mungkin, sementara interaksi yang positif
dapat ditumbuhkan untuk lebih memberdayakan masyarakat di daerah konflik.
Pada waktu yang sama, infrastruktur teknologi informasi juga merupakan salahsatu

media yang dapat dimanfaatkan untuk proses pemetaan pola interaksi tersebut,
seperti Teknologi SMS dapat digunakan untuk memudahkan interaksi antar
individu dalam komunitas, maupun interaksi masyarakat dengan aparat dilapangan
secara on-line. Implementasi aplikasi IT yang didukung oleh teknologi SMS akan
membuat pola interaksi dan kerjasama menjadi lebih efektif dan efisien, karena data
yang tersalurkan merupakan data tertulis dan dapat direkam dalam database.
Sehingga hal ini dapat memudahkan proses deteksi dini, sebagai indikator terhadap
kemungkinan terjadinya potensi konflik.
Teknologi berbasis web bisa digunakan untuk membentuk pola interaksi
masyarakat melalui jaringan private atau intranet, baik antar individu maupun antar
instansi, melalui mekanisme satu pintu yang memiliki security system yang
memadai di dalam setiap instansi, hubungan saling menukar data atau penggunaan
data bersama antar instansi dapat diwujudkan dengan mudah. Ini akan mendukung
upaya sinergi untuk membentuk koordinasi yang lebih baik antar instansi di daerah,
maupun antar instansi daerah kabupaten/kota dengan provinsi maupun dengan
pusat. Hal ini dapat didukung dengan standarisasi data secukupnya, untuk
membedakan antara data private bagi instansi, data protected antar instansi,
maupun data public untuk keperluan layanan kepada masyarakat.
KONFLIK: MODEL PENANGANAN
Konsepsi Konflik

Konflik sebagai suatu konsepsi pada umumnya dapat digunakan sebagai
landasan untuk membahas masalah konflik yang wujud dalam kehidupan
masyarakat. Dalam memahami, enangani, maupun mengelola konflik perlu
diketahui penyebab terjadinya konflik dari beberapa perspektif. Misalnya hubungan
masyarakat; negosiasi prinsip; kebutuhan manusia; identitas; kesalahpahaman antar
budaya; dan seterusnya. Masing-masing perspektif dapat dipilih untuk digunakan
sebagai sarana pendekatan mengelola konflik secara tepat guna berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan yang dimiliki oleh f asilitator.

Arus utama dalam teori konflik pada intinya terdiri dari:





Masyarakat selalu berada dalam proses perubahan yang ditandai
dengan adanya pertentangan terus menems diantara unsur-unsurnya.
Setiap elemen akan memberikan sumbangan pada disintegrasi sosial.
Keteraturan yang terdapat dalam masyarakat itu hanyalah disebabkan oleh
adanya tekanan atau pemaksaan kekuasaan dari alas oleh golongan

yang berkuasa.

Menurut teori struktural yang ditentang oleh teori konflik mengandung tiga
pemikiran utama :
masyarakat. Oleh karena itu, maka konflik akhirnya menjadi sesuatu yang hampir
dapat dipastikan memang wujud dalam kehidupan masyarakat.



Konflik juga dapat berasal dari tidak tunduknya individu sebagai pihak
yang dikuasai terhadap sanksi yang diberikan oleh pihak yang sedang
berada pada posisi menguasai.
Konflik merupakan fungsi dari adanya pertentangan antara penguasa
dengan yang dikuasai, dimana penguasa senantiasa ingin mempertahankan
"Set of Properties" yang melekat pada kekuasaannya. Sementara itu, yang
dikuasai selalu ter-obsesi untuk mewujudkan perubahan yang dianggapnya
merupakan satu-satunya jalan untuk mencapai perbaikan posisi dirinya.

Fenomena konflik dan kekerasan sudah berkembang. Montagu dan Matson
(1983) mengemukakan: This contemporary, vague-which has been variously

labeled "terrorist chick", is cruelty cult, and just plain "Punk" is not limited to the
movie built runs like a crimson thread throughout the realm of popular culture all
the way (Taufiq, 2000). Di Indonesia, kekerasan yang dilakukan pada masa tertentu
dipandang sebagai seni mereka dalam menghadapi atau menyelesaikan konflik
yang ada. Hal itu dilakukan sebagai pembenaran diri atas tindakan yang dilakukan
olehmassa adalah dengan menilai hukum positif yang ada sebagai konstitusi yang
tidak dapat dipercaya lagi. Hal ini tidak hanya terkait dengan masalah-masalah
umum, seperti ketimpangan sosial ekonomi dan budaya, keridakadilan politik dan
sektarianisme ideologi kehidupan, tetapi juga dalam masalah-masalah yang bersifat
individual.
Konflik maupun kekerasan dapat pula bersifat konkrit dan abstrak. Konflik
yang konkrit cenderung mudah diupayakan alternatif solusi yang tepat. Sebaliknya
konflik abstrak relatif lebih sulit untuk diupayakan solusinya. Konflik dapat
Diklasifikasikan berdasarkan; dampak dalam organisasi yakni fungsional dan
disfungsional, berdasarkan posisi para pelaku yakni horisonal dan vertikal,
berdasarkan sifat dari para pelaku yakni tertutup dan terbuka, berdasarkan
lamanya konflik yakni sesaat dan berkepanjangan, serta berdasarkan rencana
target yakni sistematis dan nonsistematis. Bagaimanapun, faktor latar belakang
agama, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan bahkan posisi wilayah
geografis berpengaruh terhadap terjadinya konflik. Dari konflik, dapat dipelajari

berbagai hal untuk menghasilkan situasi yang lebih baik di masa-masa selanjutnya.

Tabel 1
Tahapan Terjadinya Konflik
Pra Konflik

kondisi dimana tidak terdapat kesesuaian sasaran di antara
parapihak
sehingga
dapat berkelanjutan menjadi konflik.
Ditandai adanya ketegangan hubungan di antara para pihak dan
atau keinginan untuk menghindari kontak satu sama lainnya.

Konfrontasi

konflik terbuka di mana hubungan parapihak menjadi sangat
tegang dan mengarah pada polarisasi di antara
para
pendukungnya; ditandai adanya pertikaian dan \ kekerasan pada
tingkat rendah masing-masing pihak, serta upaya mencari

dukungan untuk meningkatkan taraf konfrontasi itu sendiri.

Krisis

kondisi yang menunjukkan klimaks suatu konflik, ditandai
ketegangan dan atauj kekerasan yang paling hebat. Para pihak
sudah tidak ingin saling berkomunikasi dan saling perang
pernyataan bahkan fisik (senjata).

Akibat

situasi tertentu yang
timbul dari krisis.
Pada tahap ini
tingkat ketegangan,
konfrontasi, dan
kekerasan mulai
menurun dan
terdapat kemungkinan
penyelesaian. Dapat
berbentuk menangkalah, menangmenang, atau kalahkalah.

Paska Konflik

Kondisi konflik
dapat
diselesaikan dan
ketegangan
berangsur kurang.
Hubungan para
pihak mengarah
padal situasi
normal. Namun,
jika: pemicu
konflik tidak
diatasi1 dengan
pendekatan yang
tepat, dapat
berakibat fatal
yaitul kembali
pada tahap pra
konflik tidak
sebagai awal
siklus.

Gambar 1
Siklus Konflik

Tahapan dan siklus konflik di atas secara ringkas menggambarkan bahwa proses
terjadinya konflik antar kelompok, dapat menimbulkan terjadinya konsekuensi
disfungsional atau fungsional. Konsekuensi disfungsional ditandai adanya
perubahan dalam kelompok; seperti adanya peningkatan kepaduan munculnya
kepemimpinan otokratis; fokus pada kegiatan dan penekanan atas loyalitas; serta
perubahan antar kelompok seperti adanya persepsi yang terganggu; stereotip negatif
dan komunikasi yang menurun. Sementara konsekuensi fungsional ditandai oleh
adanya unsur-unsur kewaspadaan terhadap masalah;
upaya-upaya
dalam
pencarian penyelesaian serta adanya perubahan danadaptasi.
Beberapa studi tentang konflik dan kekerasan di berbagai dunia ketiga, dan
khususnya di Indonesia menunjukkan:




David Bloomfield dan Ben Reilly, mengkaji secara mendalam atas
berbagai konflik horizontal yang terjadi di negara-negara dunia ketiga;
menyimpulkan, adanya dua elemen kuat yang sering bergabung dan
menjadi pemicu terjadinya konflik yang berkepanjangan. Pertama, elemen
identitas, yaitu mobilisasi orang dalam kelompok-kelompok identitas
komunal yang didasarkan atas ras, agama, kulrur, bahasa dan seterusnya.
Kedua, elemen distribusi, yakni cara untuk membagi sumberdaya ekonomi,
sosial dan politik da] am sebuah masyarakat.
Kajian UNSFIR (2002) di Indonesia tentang anatomi kekerasan sosial
menyebutkan adanya tingkat kerentanan sosial yang tinggi dan ketahanan
sosial yang rendah akibat Indonesia memasuki masa transisi di bidang
politik dan ekonomi. Yaitu dari sistem pemerintahan autokratik ke
demokratik, dari sistem ekonomi patron-Mien dan sistem kroni ekonomi
kapitalis ke ekonomi berbasis pasar, dan dari sistem sentralisasi sosial
ekonomi ke sistem desentralissi sosial ekonomi. Akibat yang terjadi dari
adanya perubahan-perubahan maupun masa transisi tersebut adalah
timbulnya berbagai konflik (horizontalvertikal), communal violence,





separatist violence, state-community violence, dan industrial relations
violence.
Kerusuhan sosial yang terjadi di wilayah kesatuan Republik Indonesia
merupakan kerusuhan komunal (communal violence) disebut juga konflik
horizontal. Dampaknya menimbulkan masalah sosial, ekonomi, dan
psikologis; terjadinya segresi (fisik) dan disintegrasi (sosial) pada
masyarakat (STKS Bandung, 2002).
Konflik yang terjadi di wilayah rusuh Indonesia, merupakan akumulasi
kerapuhan persatuan dan kesatuan masyarakat heterogen dalam satuan
wilayah kebudayaan dengan kepentingan konspirasi kelompok tertentu di
dalam negeri dan pihak asing, yang dilatarbelakangi oleh tujuan politik,
ekonomi, dan agama (Lemlit & LPM UIN Syarif Hidayatullah
Balatbangsos Dep Sosial R.I., 2004).

Model Penanganan Konflik
Dalam menangani serta untuk dapat mewujudkan pengelolaan konflik yang baik,
Yash Ghai - Profesor Hukum Publik Universitas Hongkong menyatakan: "ada
prasyarat utama yang harus dipenuhi oleh segenap komponen masyarakat yang
bertikai, yaitu kepemimpinan yang berwawasan kedepan dan keinginan kuat
segenap komponen masyarakat untuk menyudahi konflik yang terjadi". Keinginan
masyarakat untuk menyudahi konflik, dapat dilihat dari berbagai indikator/variabel
modal sosial yang meliputi kesediaan mereka untuk saling mengerti, tolong
menolong, menghormati hak orang lainnya, menerima perbedaan dan prulitas
serta kesediaan untuk menjalankan kewajiban-kewajiban sosialnya. Penanganan
konflik dapat juga dilakukan dengan mengintensifkan maupun menekan konflik.
Apabila kita mampu mengungkapkan suatu konflik terbuka demi pencapaian suatu
tujuan, maka kita telah mengintensifkan konflik. Berbeda dengan istilah
meningkatkan konflik yang merujuk pada peningkatan kekerasan.
Untuk memudahkan penanganan konflik dalam proses analisis masalah,
disusun model berbasis sistem inf ormasi dan kebutuhan masyarakat (lihat halaman
selanjutnya).

Dalam menangani konflik, terdapatbeberapa asumsi yang menopang teori
integrasi yang juga terlukis dalam teori struktural fungsional Parsons dan lainnya:





Setiap masyarakat yang secara relatif tetap, struktur unsur-unsurnya relatif
stabil;
Setiap masyarakat tersusun dari unsur- unsur yang terintegrasi secara baik;
Setiap unsur dalam masyarakat mempunyai fungsi, yakni memberikan
kontribusi terhadap pemeliharaan keutuhannya sebagai sebuah sistem;
Setiap fungsi struktur sosial didasarkan atas konsensus terhadap nilai-nilai
di antara anggota-anggotanya.
(Dahrendorf,1986).

Salah satu tugas sulit dalam menangani konflik adalah melakukan diagnosis dan
mengatasi konflik. Mengingat tidak mungkin menghindari konflik, maka kita
seharusnya mengedepankan teknik mengelola konflik hingga bersifat fungsional.
Teknik penyelesaian konflik dalam organisasi antara lain problem solving, tujuan
tinggi, perluasan sumber daya, penghindaran, pelunakan atau penindasan konflik,
kompromi, pemerintah yang otoriter, mengubah struktur variabel, dan
mengidentifikasi musuh atau pesaing bersama. Teknik penyelesaian konflik ini
mempengaruhi kelompok untuk melakukan gerakan positif menuju tujuan
organisasi yang akan menimbulkan konsekuensi fungsional dan kelangsungan
hidup organisasi. Problem solving process yang dikenal secara luas meliputi
identifikasi dan seleksi masalah; analisis masalah; alternatif solusi; memilih dan
merencanakan solusi; implementasi solusi; dan evaluasi terhadap solusi.
Di samping itu terdapat beberapa teknik stimulasi atau rangsangan terhadap
kelompok dengan cara-cara antara lain komunikasi, membawa orang dari luar
ke dalam kelompok, mengubah struktur organisasi, serta kompetisi. Menangani
suatu konflik tidak dapat dilakukan sembrono tetapi perlu berbagai pendekatan
yang hingga kini dikenal beberapa istilah.






Pencegahan konflik, secara umum mengacu pada trategi mengatasi
konflik laten dengan harapan dapat mencegah meningkatkannya kekerasan.
Penyelesaian konflik, mengacu pada upaya pengakhiran kekerasan melalui
persetujuan perdamaian.
Pengelolaan konflik untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan
mendorong perubahan perilaku yang positif bagi para pihak yang terlibat.
Resolusi konflik pada umumnya menangani akar persoalan dan berusaha
membangun hubungan baru lebih permanen di antara para pihak.
Pendekatan ini bukan hanya untuk penyelf'Saian konflik, tetapi juga
mencapai resolusi dari berbagai akar persoalan.
Transformasi konflik, sangat popular dan bersifat menyeluruh serta
membutuhkan komitmen. Pada umumnya mengatasi sumber-sumber
konflik sosial polirik yang lebih luas dan mengubah aspek-aspek negatif
menjadi aspek-aspek positif.

Bagaimanapun untuk mengatasi konflik yang sudah terlanjur terjadi dengan
karakteristik tertentu, antara lain dapat ditempuh dengan cara:

KARAKTERISTIK
1. Kemajemukan Vertikal : Konflik
yang
timbul
karena
tiap
kelompok/individu
yang
berdasarkan pekerjaan, profesi dan
tempat tersebut tinggal memiliki
kepentingan yang berbeda, bahkan
saling bertentangan.
2. Kemajemukan
Horizontal,
dimana
stuktur
masyarakat
terpolarisasi, menurut pemikiran,
kekayaan,
pengetahuan
dan
kekuasaan

3. Katarsis Politik,
Kurangnya komukikasi dalam
penyaluran
aspirasi
dan
partisipasi politik. Konplik ini
dapat disebabkan adanya
ketimpangan kekuatan besar
dari negara yang menyebabkan
ketidak berdayaan golongan
masyarakat tertentu.

TINDAKAN
Tindakan alternatif yang dapat
dilakukan :
Yaitu, didorongnya kemampuan semua
pihak yang mengalami konflik untuk
saling menyesuaikan diri dengan
kepentingan dan nilai pihak lain.
Tindakan yang perlu diupayakan :
Dicarikan cara untuk mengurangi
disparitas diantara kedua belah pihak
dan mengalami konflik.
 Jika konflik itu pemikiran,
diupayakan
cara
dialog,
musyawarah
agar
ada
kesepahaman.
 Jika konflik itu kekakayaan,
diupayakan
cara
mendistribusikan
kekayaan
secara
merata,
sehingga
kesenjangan
tidak
terjadi
mencolok.
 Jika konflik itu kekuasaan,
diupayakan
prinsip
azas
proporsionalitas.
Tindakan yang perlu diupayakan :
Penyaluran
aspirasi,
komentar,
partisipasi masyarakat perlu diciptakan.
Kondisi politik yang kondusif dari
sistem politik yang wujud atau kaku
perlu diberikan peluang kemandiriaan
masyarakat.

Dari gambaran di atas, upaya untuk mengatasi konflik dapat dilakukan
melalui tindakan:





Diciptakan suatu kemandirian yang cukup tinggi dari individu dan kelompok
dalam masyarakat, terutama ketika berhadapan dengan negara.
Diperlukan adanya ruang publik yang bebas yang berguna sebagai wahana
Bagi keterlibatan politik secara aktif dari seluruh warga negara melalui
wacana dan praktisi yang berkepentingan publik, dan
Perlu diupayakan untuk membatasi kekuasaan negara agar tidak memiliki sifat
intervensionis.

APLIKASITEKNOLOGI
Model Analisis: Criminal Analysis Charts Dalam pendekatan Pemberdayaan
dengan Teknologi Informasi (TI) ini dapat menggunakan Criminal Analysis
Charts, yang merupakan alat analisis untuk pemetaan interaksi antara individu
dengan individu, antara individu dengan komunitas, ataupun antar komunitas.
Analisis ini dibutuhkan untuk melacak. Hubungan interaksi para aktor
intelektual yang melakukan konflik, ataupun yang menjadi provokatornya.
Termasuk dalam model Criminal Analysis ini antara lain:




Link Analisis Chart yang digunakan untuk memetakan hubungan suatu
individu dengan individu lain yang berada dalam suatu organisasi ataupun
dalam organisasi lain.
Link Analisis Matrik
Telephone Call Analysis
GAMBAR 3

GAMBAR 4

GAMBAR 5

Hubungan antara suatu nomor telepon dapat dilacak dengan bantuan
pemetaan hubungan yang digenerate dari database. Analisis ini dapat digunakan
untuk melacak hubungan komunikasi suara maupun komunikasi melalui Short
Messaging Service (SMS).
Bentuk analisis lain, dapat menggunakan model matriks yang
menggambarkan hubungan antara beberapa individu. Bentuk analisis hubungan
ini mempunyai beberapa status, yaitu:
1. Hubungannya masih status dalam dugaan
2. Hubungannya sudah pasti karena sudah dikonf irmasi
3. Individu yang menjadi kunci suatu hubungan
PERALATAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI
1. SMS Gateway

Pada saat mengirim pesan SMS dari ponsel (pengirim atau mobile
originated), pesan tersebut tidak langsung dikirimkan ke ponsel tujuan (penerima
atau mobile terminated), akan tetapi dikirim terlebih dahulu ke SMS Center
(SMSC), baru kemudian pesan tersebut diteruskan ke ponsel tujuan. Dengan
adanya SMSC ini kita dapat mengetahui status dari pesan SMS yang telah dikirim,
apakah telah sampai atau gagal diterima oleh ponsel tujuan. Apabila Ponsel tujuan
dalam keadaan aktif dan dapat menerima pesan SMS yang dikirim, ia akan
mengirimkan kembali pesan konfirmasi ke SMSC yang menyatakan bahwa pesan
telah diterima. Kemudian SMSC mengirimkannya kembali status tersebut kepada
pengirim. Jika ponsel tujuan dalam keadaan tidak aktif (mati), pesan yang kita
kirimkan akan disimpan pada SMSC sampai period-validity terpenuhi.
Selanjutnya, untuk dapat mengirim dan menerima pesan, kita harus
melakukan koneksi ke SMSC. Ada beberapa cara untuk melakukan
koneksikeSMSC antaralain:





Menggunakan terminal baik berupa GSM modem atau ponsel. Cara ini adalah
yang paling mudah tetapi memiliki kekurar.gan antara lain jumlah pesan yang
dikirim per menit sangat terbatas (sekitar 6-10 persen per menit). Untuk
mengantisipasi hal ini biasanya digunakan lebih dari satu terminal.
Koneksi langsung ke SMSC
Dengan melakukan koneksi langsung ke SMSC, kita dapat mengirim pesan
dalam jumlah banyak, dapat mencapai sekitar 600 sms per menit bergantung
pada kapasitas dari SMSC itu sendiri. Untuk melakukan koneksi ke SMSC,
diperlukan protokol penghubung. Protokol yang umum digunakan adalah
UCP, SMPP, CIMD2, OIS dan TAP. Masing-masing operator GSM
menyediakan tipe protokol yang berbeda-beda.
Menggunakan perangkat lunak bantu Saat ini banyak vendor telekomunikasi
menawarkan perangkat lunak bantu untuk melakukan koneksi ke SMSC, dari
yang bersifat freeware, open source sampai dengan komersial.

Pemilihan koneksi ke SMSC biasanya disesuaikan dengan jumlah pesan SMS
yang akan dikirim.

PENUTUP
Untuk menangani konflik tidak sederhana, karena harus didasari pada filosofi,
paradigma, pendekatan (model), serta penggunaan teknologi yang sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi masyarakat. Dalam pemberdayaan dengan aplikasi
Teknologi Informasi (TI) memerlukan kerjasama dengan pelbagai pihak terkait
(stakeholder), tentang pertukaran data antar kelompok masyarakat/daerah. Model
ini dapat dijadikan satu bentuk solusi bagi tugas-tugas penanganan konflik,
terutama dalam hal deteksi dini guna memperkuat dan memberdayakan ujung
tombak operasional serta mendukung upaya koordinasi strategis di tingkat
nasional.
Rekomendasi tulisan ini memiliki spektrum luas, dari perlunya bahasan dan
kajian pada tingkatan filosofi dan prinsip-prinsip kerja, pendekatan
saintifik/akademik sampai memilih dan menentukan penggunaan teknologi yang

sesuai dengan kebutuhan di tingkat operasional. Namun, khusus pada tingkat
implementasinya difokuskan pada kajian pengembangan aplikasi TI yang perlu
dilakukan secara bertahap, dengan mengoptimalkan peran TI dalam masyarakat
sebagai media yang menunjang dalam proses percepatan tindakan dan penanganan
konflik. Karena itu perlu pula meningkatkan kepedulian publik mengenai
pentingnya TI melalui sosialisasi, promosi, motivasi dan edukasi, baik pada
masyarakat maupun pada aparat pemerintah daerah dan aparat keamanan di daerah
konflik; sekaligus mendorong penggunaan TI secara efektif dalam segala bidang
baik di lingkungan masyarakat maupun di lingkungan aparat pemerintah daerah
konflik, baik dalam proses pelayanan maupun dalam proses koordinasi antar
instansi, sehingga, dapat menciptakan masyarakat berbasis komunitas informasi.
Hal ini akan efektif dalam produktivitas informasi yang dibangun atas azas
transparansi dan akuntabilitas, dan mampu memberdayakan masyarakat sebagai
pemasok informasi dalam pendeteksian dini terjadinya konflik (di) masyarakat;
serta perlu adanya pola koordinasi berbasis TI yang lebih terarah, baik antar
instansi pemerintah daerah, antara pemerintah daerah dengan aparat keamanan
maupun antar instansi aparat keamanan sendiri. Koordinasi tersebut dapat terjadi
secara vertikal maupun horisontal.

KEPUSTAKAAN
Azra, Azyumardi (Ed.) 1998. Agatna dalam Keragaman Etnik di Indonesia.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Agama Departemen Agama RI.
Betty Jo Hibberd, Allison Evatt, Mapping Information Flows: A Practical Guide,
The Information Management Journal, ARMA International, January/ February,
2004.
Bohm, RP.C.J. Fatlolon, Dkn Costan, Fr.Pr (Ed ) 2002. Lintasan Peristiwa
Kerusuhan Maluku tahun 1999-2002, Ambon: Keuskupan Amboina.
Campbell, Tom. 1994. Tujuh Teori Sosial: Sketsa, Penilaian dan Perbandingan.
Jakarta: Kanisius.
Chambersa, Robert. 1983. Rural Development: Putting the Last First. London:
Longman Inc.
Coser, Lewis A. and Bernard Rosenberg. 1976 Sociological Theory (Fourth
Edition) USA: Macmillan Publishing Co. Inc.
Departemen Kominfo, Dokumen elektronik Sisfonas 2010 sebagai tulang
punggung Aplikasi e-Government, www.depkominfo.go.id, 2002
Ecip, S. Sinansari, Darwis Waru, Alip Yog Kunandar. 2002. Rusuh Poso Rujuk
Malino. Jakarta: Cahaya Timur.
Edi Patebang & Eri Sutrisno. 2000. Konflik Etnis Di Sambas. Jakarta : Institut
Studi Arus Informasi.
Edwin E, Tozer, Strategic IS/IT planning, Datamation book series, 1996
Fisher, S., dkk, 2000, Mengelola Konflik, Ketrampilan Dan Strategi Untuk
Bertindak, Jakarta,The British Council,

Fukuyama, Francis. 1999. The Great Disruption. New York: Touchtone Ltd.
Germani, Gino. (Ed.) 1973. Modernization, Urbanization, and the Urban Crisis.
Boston: Little, Brown and Company.
Giddens Anthony, David Held. 1982. Perdebatan Klasik dan Kontemporer
Mengenai Kelompok, Kekuasaan,
Kelompok, dan Konflik : Teori Sosial Kontemporer. Jakarta: CV Rajawali.

Gordon B. Davis & Margrethe H. Olson, Management Information Systems, 2nd
edition, McGraw-Hill, 1984
Hartono, Harry S. Kerusuhan Antaretnis Penyebab dan Dampaknya Terhadap
Guru dan Siswa (Kasus Kerusuhan di Kab. Sambas. Kalimantan Barat).
Jakarta: Depdiknas RI. (www.depdiknas.go.id)
Ignas Kleden, Johnjulaman. 2000. Timur dan Barat di Indonesia Perspektif
Integrasi Baru. Jakarta: The Go-East Institute.
James X. Dempsey , Overview of Current Criminal Justice Information Systems,
Center for Democracy & Technology, www.cdt.org, February 9,2000
Jim Ife. 200Z Community Development : Community Based Alternatives In An Age
Of Globalization. Australia : Cath Godfery.John Ward, Pat Griffiths, dan Paul Whitmore, Strategic Planning for Information
Systems, John Wiley & Sons, 1992
Koentjaraningrat. 1980. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Penerbit Aksara
Baru.
Kompas, Rabu, 25 April 2001. Penanganan Pengungsi Sambas Butuh Waktu
Lama. Kompas Cyber Media.
Kompas, Senin, 07 April 2003. Ribuan Pengungsi di Kalbar Terancam Tak Ikut
Pemilu 2004. Kompas Cyber Media.
Lambang Triono. 2001. KeluarDariKemelut Maluku. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Liputan6 SCTV. 2004. Pengungsi Sambas Menyerbu Kantor Bappeda Kalbar.
Laporan Daerah. www.sctv.co.id.
Ma'arif Jaimun. 1999. Manual Advokasi Resolusi Konflik : antara etnik dan
agama. Kartasura Solo: Ciscore.
Musa, Pabali H. 2003. Sejarah Kesultanan Sambas Kalimantan Barat: Kajian
Naskah Raja-Raja dan Silsilah Raja Sambas. Pontianak: STAIN Pontianak
Press.
Naskah Inpres No 6, tahun 2003 ,www.ri.go.id

Pemerintah Kabupaten Sambas. 2002. Kabupaten Sambas Dalam Angka
(Sambas Regency in Figures). Sambas: Terbitan Badan Pusat Statist* (BPS)
Kabupaten Sambas.
Ratna Megawangi. 1999. Membiarkan Berbeda. Bandung: Mizan.

Saad, Munawar M. 2003. Sejarah Konflik Antar Suku di Kabupaten Sambas.
Pontianak: Kalimantan Persada Press.
Santoso, Budi. 1988. Tragedi Sambas Menurut Antropolog dan Sosiolog.
Kompas.
South Africa Government Online, BATHO PELE
www.gov.za/index.html

-

putting

people

first

Taufiq A. Tuhana, 2000. Konflik Maluku.
Yogyakarta: Gama Global Media.
Tumanggor, Rusmin, Jaenal Aripin, & Imam Soeyoeti. 2004. Konflik dan
Modal Kedamaian Sosial dalam Konsepsi Kalangan Masyarakat di tanah
Air. Jakarta: EMLIT dan LPM UIN Syarif Hidayatullah bekerja sama
dengan BALATBANGSOS Depsos RI.
Wallace A. Ruth, Alison Wolf. 1986. Contemporary Sosiological
Theory:Continuing The Classical Tradition. Prentice all Inc. Englewood
Cliffs. New Jersey.