Studi Deskriptif Mengenai Resiliency pada Penderita Penyakit Gagal Ginjal yang Menjalani Cuci Darah (Hemodialisa) di Rumah Sakit 'X' Cimahi.

(1)

i

Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Studi Deskriptif Mengenai Resiliency Pada Penderita Penyakit Gagal Ginjal yang Menjalani Cuci Darah (hemodialisa) di Rumah Sakit ‘X’ Cimahi”. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai derajat resiliency yang terdiri dari aspek sense purpose and bright future, problem solving, autonomy, dan social competence pada penderita penyakit gagal ginjal yang menjalani cuci darah (hemodialisa) di Rumah Sakit ‘X’ Cimahi. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 39 responden.

Alat ukur yang digunakan adalah kuisioner yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori resiliency (Bonnie Benard, 2004). Berdasarkan hasil uji validitas dengan menggunakan Spearmen dan uji reliabilitas dengan menggunakan rumus koefisien reabilitas split half, didapatkan validitas keseluruhan item berkisar 0,301 sampai 0,959 dan reabilitas sebesar 0,961.

Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa sebagian besar penderita penyakit gagal ginjal yang menjalani cuci darah (hemodialisa) di Rumah Sakit ‘X’ Cimahi memiliki derajat resiliency yang rendah. Penderita yang memiliki derajat resiliency yang rendah sebanyak 26 orang, dan yang memiliki derajat resiliency yang tinggi sebanyak 13 orang.

Saran bagi penelitian selanjutnya, diharapkan melakukan penelitian mengenai derajat protective factor yang berpengaruh pada derajat resiliency pada penderita penyakit gagal ginjal. Peneliti juga dapat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor dari tahap perkembangan dan penderita yang masih menjalani cuci darah di bawah satu tahun di Rumah Sakit ‘X’ Cimahi. Peneliti juga dapat melakukan penelitian mengenai derajat resiliency pada penderita penyakit gagal ginjal di rumah sakit ini dengan hubungan risk factor dan protective factor dengan derajat resiliency.


(2)

ABSTRACT

The title of this study is “The Descriptive Study on the Resiliency of Renal Failure Patients who Underwent Dialysis Treatment (hemodialysis) in Hospital ‘X’ Cimahi”. The aims of this study is to give description on the resiliency degrees which is comprised of sense purpose and bright future aspect, problem solving, autonomy, and social competence of the kidney failure patients who hemodialysis treatment in Hospital ‘X’ Cimahi. The totaled sample on this study are consisted of 39 respondents.

The measuring tool used for the questionnaire which is prepared by researcher is based on the resiliency theory (Bonnie Benard, 2004). Based on the result of the validity test by using Spearmen and the reliability test by using split half reliability coefficient formula, has been obtained item total validity in the range of 0,301 to 0,959 and reliabilty of 0,969.

This study shows that most of renal failure patients hemodialysis treatment in Hospital ‘X’ Cimahi have a low resilienncy degrees. The patiet who has low resiliency degrees is consisted of 26 persons, and those with high resiliency is consisted of 13 persons.

Advises for the next study, it is expected to do study on the degrees of protective factor which take effect on the resiliency degrees of renal failure patients. Researcher may also conduct a further research on the developmental stage factors and patient who still have hemodialysis treatment under one year in Hospital ‘X’ Cimahi. Researcher may also research with correlation risk factor and protective factor on the resiliency degrees of renal failure patients in this hospital.


(3)

vii

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan

Abstrak ... i

Abstract ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi... vii

Daftar Tabel ... xii

Daftar Bagan ... xiii

Daftar Lampiran ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang Masalah ... 1

1.2.Identifikasi Masalah ... 11

1.3.Maksud dan Tujuan Penelitian ... ..11

1.4.Kegunaan Penelitian... 12

1.4.1Kegunaan Teoretis ... 12

1.4.2Kegunaan Praktis ... 12

1.5.Kerangka Pemikiran ... 13


(4)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 24

2.1. Resiliency ... 24

2.1.1 Pengertian Resiliency ... 24

2.1.2 Resilience Outcomes: Personal Strength ... 24

2.1.3 Empat Aspek Resiliency ... 25

2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Resiliency ... 36

2.1.4.1 Protective Factor ... 36

2.1.4.2 Risk Factors ... 37

2.2. Gagal Ginjal ... 39

2.2.1 Pengertian Gagal Ginjal ... 39

2.2.2 Jenis Gagal Ginjal ... 40

2.2.3 Gejala-Gejala dari Gagal Ginjal ... 41

2.2.4 Orang-orang yang Beresiko Tinggi Menderita Gagal Ginjal ... 42

2.2.5 Pengobatan Pada Penderita Gagal Ginjal ... 43

2.3. Perkembangan Masa Hidup ... 44

2.3.1 Perkembangan Masa Remaja ... 44

2.3.2 Perkembangan Masa Dewasa Awal ... 45

2.3.3 Perkembangan Masa Dewasa Tengah ... 47

2.3.4 Perkembangan Masa Dewasa Akhir ... 49

2.4. Health Psychology ... 51

2.4.1 Penyakit-Penyakit Kronis ... 51

2.4.2 Dukungan Sosial ... 52


(5)

ix

Universitas Kristen Maranatha

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 55

3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 55

3.2 Bagan Rancangan Penelitian ... 55

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 56

3.3.1 Variabel Penelitian ... 56

3.3.2 Definisi Operasional ... 56

3.4 Alat Ukur ... 60

3.4.1 Alat Ukur Resiliency ... 60

3.4.2 Kisi-kisi Alat Ukur ... 61

3.4.3 Sistem Penilaian ... 64

3.4.4 Data Pribadi dan Data Penunjang ... 65

3.4.5 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 65

3.4.5.1 Validitas ... 65

3.4.5.2 Reliabilitas ... 67

3.5 Populasi Sasaran dan Teknik Penarikan Sampel ... 68

3.5.1 Populasi Sasaran... 68

3.5.2 Karaktersitik Sampel ... 69

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ... 69

3.6 Teknik Analisis Data ... 69

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 71

4.1 Gambaran Sampel Penelitian ... 71


(6)

4.1.2 Berdasarkan Usia ... 72

4.1.3 Berdasarkan Lama Menderita Penyakit Gagal Ginjal dan Menjalani Cuci Darah (hemodialisa) ... 72

4.1.4 Berdasarkan Jumlah Melakukan Cuci Darah dalam 1 Minggu ... 73

4.1.5 Berdasarkan Status Pekerjaan ... 73

4.2 Hasil Penelitian ... 74

4.2.1 Gambaran Hasil Penelitian Derajat Resiliency ... 74

4.2.2 Gambaran Hasil Tabulasi Silang antara sense of purpose and bright future dengan Derajat Resiliency ... 74

4.2.3 Gambaran Hasil tabulasi Silang antara Problem Solving dengan Derajat Resiliency... 75

4.2.4 Gambaran Hasil Tabulasi Silang antara Autonomy dengan Derajat Resiliency... 76

4.2.5 Gambaran Hasil Tabulasi Silang antara Social Competence dengan Derajat Resiliency ... 76

4.3 Pembahasan ... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 85

5.1.Kesimpulan ... 85

5.2.Saran ... 86

5.2.1 Saran Teoritis ... 86


(7)

xi

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA ... 88 DAFTAR RUJUKAN... 89 LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.4.2 Kisi-kisi Alat Ukur ... 61

Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 71

Tabel 4.2 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 72

Tabel 4.3 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Lama Menderita Penyakit Gagal Ginjal dan Menjalani Cuci Darah (hemodialisa) .. 72

Tabel 4.4 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jumlah Melakukan Cuci Darah dalam 1 Minggu ... 73

Tabel 4.5 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pekerjaan ... 73

Tabel 4.6 Gambaran Derajat Resiliency ... 74

Tabel 4.7 Gambaran Sense of Purpose and Bright Future dengan derajat Resiliency ... 74

Tabel 4.8 Gambaran Problem Solving dengan derajat Resiliency ... 75

Tabel 4.9 Gambaran Autonomy dengan derajat Resiliency ... 76


(9)

xiii

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

Bagan 1.5 Kerangka Pemikiran...22 Bagan 3.2 Rancangan dan Prosedur Penelitian...55


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kata Pengantar Kuesioner dan Lembar Persetujuan Lampiran 2 Identitas dan Data Penunjang

Lampiran 3 Petunjuk Pengisian Kuisioner Lampiran 4 Kuisioner Resiliency

Lampiran 5 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Lampiran 6 Hasil Tabulasi Silang

Lampiran 7 Persetujuan Etik dari Rumah Sakit

Lampiran 8 Kelengkapan Administrasi Bagi Mahasiswa yang melaksanakan penelitian dari Rumah Sakit


(11)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Pentingnya kesehatan bagi tubuh tidak perlu diragukan lagi. Kesehatan sangat penting dan menjadi harta manusia yang paling berharga. Tidak ada kesehatan bisa dikatakan tidak ada kesempatan untuk menikmati kehidupan. Kesehatan merupakan hal yang mutlak dibutuhkan oleh tubuh. Tanpa kesehatan, manusia tidak bisa beraktivitas dan bekerja. Banyak berbagai penyakit yang dapat kita ketahui, dari penyakit ringan seperti flu, batuk, demam, dan sebagainya itu membuat kita merasa terganggu. Adapun penyakit keras yang banyak kita ketahui, seperti kanker, jantung, liver, dan gagal ginjal. Keempat penyakit tersebut merupakan penyakit yang membutuhkan banyak dukungan. Tak hanya dari kesiapan mental seseorang untuk dapat bertahan dan terjadinya perubahan di dalam kehidupan sehari-harinya.

Penyakit ini membuat daya tahan tubuh menjadi lemah dan juga dapat membuat penderita mengalami banyak hambatan di dalam hidupnya. Ada berbagai macam jenis penyakit gagal ginjal dan penderita yang sudah cukup keras dan tidak dapat dibantu oleh pengobatan obat-obatan biasa seperti halnya melakukan pengobatan alternatif dan sebagainya sehingga akhirnya mereka harus melakukan pengobatan yang disebut dengan cuci darah (hemodialisa).


(12)

2

Ketika seseorang divonis menderita penyakit tersebut dan harus melakukan cuci darah (hemodialisa), yang terlintas di pikiran mereka adalah bahwa penyakit ini membutuhkan biaya yang cukup besar untuk menjalani pengobatan dan bagaimana dapat bertahan hidup dalam menjalani kehidupan sehari-harinya serta bahwa penyakit ini termasuk penyakit yang dapat berujung pada kematian. Keterbatasan informasi yang mereka dapat pun dapat menjadikan mereka kurang mengetahui informasi dan adanya perasaan tertekan dalam perubahan hidupnya. Berdasarkan hasil wawancara, banyak perubahan-perubahan yang akan terjadi di dalam hidup seseorang ketika ia divonis penyakit keras, seperti dari ekonomi, keluarga, pola hidup, bentuk perhatian dan kasih sayang, serta hal lainnya yang dapat membuat mereka merasa tertekan.

Faktanya banyak orang bahwa penyakit ini jika tidak diobati dan ditangani oleh pengobatan dengan cara yang tepat maka seseorang tersebut akan meninggal walaupun dengan menjalani cuci darah (hemodialisa) selama hidupnya maka akan berakhir pada kematian. Dari sini dapat dilihat bahwa bagaimana seseorang yang penyakit gagal ginjal dapat tetap bertahan atau memiliki resiliency dalam menghadapi masalah-masalah yang dihadapinya dalam melawan penyakit tersebut. Resiliency merupakan kemampuan individu untuk dapat beradaptasi dengan baik dan mampu berfungsi dengan baik walaupun di tengah situasi yang menekan atau banyak halangan dan rintangan. Resiliency memiliki 4 aspek di dalamnya yaitu, sense of purpose and bright future, problem solving, autonomy, dan social competence. (Bonnie Benard, 2004).


(13)

3

Universitas Kristen Maranatha Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap tujuh orang penderita penyakit gagal ginjal yang menjalani hemodialisa, diperoleh gambaran bahwa pada masa awal penderita divonis mengidap penyakit gagal ginjal empat dari tujuh orang merasa tertekan. Hal tersebut dapat mempengaruhi gejala psikisnya yang membuat diri mereka menjadi merasa tertekan dan kehilangan harapan hidup karena mereka berpikir bahwa penyakit tersebut merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan berkeyakinan bahwa umurnya tidak akan berlangsung lama. Pada awal divonis menderita penyakit gagal ginjal, empat dari tujuh penderita juga kehilangan semangat bekerja karena akibat dari penyakitnya yang membuat daya fisiknya menjadi lemah sehingga sulit bagi dirinya untuk terus bekerja dan mendapatkan penghasilan.

Dari tujuh penderita penyakit gagal ginjal ini, lima penderita memiliki kebutuhan finansial yang berkecukupan dan mampu. Dua penderita yang kurang mampu ini, memiliki semangat hidup, terlihat dari keinginan penderita untuk terus berobat dan sembuh dari penyakit tersebut. Di sisi lain, untuk dapat terus bertahan hidup, penderita gagal ginjal harus melakukan perawatan cuci darah (hemodialisa) yang dilakukan setidaknya 2-3 kali seminggu, yang mana biaya cuci darah tersebut memerlukan biaya yang tidak sedikit walaupun di rumah sakit “X” mendapatkan biaya jaminan kesehatan bagi yang kurang mampu maupun yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil dan TNI. Bagi para penderita yang memiliki jaminan kesehatan, mereka merasa hal tersebut sangat membantu dalam menjalani penyembuhan selama mereka harus melakukan cuci darah (hemodialisa), walaupun mereka memiliki permasalahan dalah biaya untuk membeli obat


(14)

4

ataupun biaya untuk keperluan rumah tangga lainnya yang menjadi terbatas. Tunjangan dari pemerintah adalah satu-satunya jalan yang mereka harapkan.

Di masa awal penderita divonis menderita penyakit gagal ginjal rata-rata penderita merasa berputus asa akan hidup yang penderita jalani. Keterbatasan informasi yang penderita miliki akan penyakit tersebut membuat beberapa penderita merasa cobaan dan pukulan yang sangat berat bagi penderita yang harus terus berjuang dalam menjalani pengobatan yang terus-menerus dilakukan selama masa hidupnya yaitu menjalani cuci darah (hemodialisa). Pihak keluarga yang membantu penderita dalam menjalani pengobatan hemodialisa seperti halnya, membantu dalam keuangan. Enam dari tujuh penderita memiliki pasangan yang selalu mengantarkan setiap kali akan cuci darah. Dua dari tujuh penderita membutuhkan bantuan mengenai kebutuhan yang diinginkan oleh penderita ketika penderita ada yang tidak mampu untuk dilakukannya sendiri serta lima dari tujuh pasien sisanya masih mampu untuk melakukan segala sesuatunya sendiri bahkan ada yang mengendarai kendaraan ke rumah sakit tersebut seorang diri dan memiliki semangat dalam hidupnya. Enam dari tujuh penderita menemukan hikmah yang penderita rasakan ketika mereka menderita penyakit gagal ginjal, salah satu diantaranya ada yang merasa bahwa penyakit yang penderita derita merupakan suatu anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa dan membuatnya menjadi sadar akan pola hidup yang dulunya tidak sehat sehingga saat ini mendapatkan makna atas penyakitnya tersebut. Adapun yang dapat terlihat dari kemampuan para penderita untuk dapat beradaptasi, berkembang, dan bertahan dengan baik walaupun di tengah situasi yang menekan atau banyak halangan dan


(15)

5

Universitas Kristen Maranatha rintangan ketika penderita mengalami masalah, ujian, dan kesengsaraan atas penyakit yang yang dideritanya (resiliency).

Berdasarkan hasil wawancara dapat dilihat gambaran bahwa lima orang dari tujuh orang tersebut memiliki fokus terhadap masa depan yang positif dan kuat walaupun penderita mengidap penyakit gagal ginjal (sense of purpose and bright future). Semua penderita memiliki harapan dan tujuan untuk sembuh dari penyakitnya dengan berbagai cara yang penderita lakukan masing-masing dalam merencanakan tujuan yang ingin penderita capai dengan menjalani hemodialisa selama hidupnya (goal direction, achievement motivation, educational aspirations). Di antaranya, empat dari tujuh penderita memiliki kegemaran hobi yang berbeda-beda ada yang senang menyanyi dengan teman di lingkungan rumahnya, ada yang senang bercocok tanam, bermain tenis, dan memasak serta tiga orang sisanya tidak memiliki kegemaran tertentu hanya berdiam diri berbaring di atas kasur karena sudah tidak mampu untuk berjalan dan bekerja (special interest, creativity, and imagination).

Lima dari tujuh orang penderita berkeyakinan bahwa penyakit yang dideritanya tidak menjadi hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari dan dalam mencapainya tujuan yang ingin diraihnya, seperti halnya penderita yang awalnya merasa tertekan kemudian bangkit kembali dan melakukan pekerjaan sehari-hari dan mampu untuk bekerja lagi. Dua orang lainnya lebih memasrahkan diri karena merasa sudah tidak sanggup untuk melakukan apa-apa dan masih merasa stress akan penyakit yang dideritanya walaupun mereka memiliki harapan untuk sembuh (optimism and hope). Dari tujuh orang penderita mereka memiliki


(16)

6

keyakinan bahwa Tuhan memberikan penyakit tersebut dengan banyaknya berbagai alasan dan membuat penderita menjadi orang yang lebih baik dan menemukan hikmah penyakit yang telah mereka alami saat ini, walaupun diawal divonis menderita penyakit gagal ginjal empat diantaranya menyalahkan Tuhan akan penyakit yang dideritanya sehingga mereka merasa tertekan (faith, spirituality, and sense of meaning).

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada tujuh orang penderita penyakit gagal ginjal, mereka memiliki langkah-langkah dalam memecahkan permasalahan yang terjadi selama mereka menderita penyakit tersebut (problem solving). Lima dari tujuh orang penderita, mereka memiliki langkah-langkah dalam suatu rencana, seperti halnya keinginan penderita untuk terus memiliki rejeki dalam semasa pengobatan hingga sembuh dan dua orang sisanya memasrahkan diri (planning). Berbagai cara penderita lakukan demi mencapai apa yang telah mereka rencanakan, namun terkadang ada hambatan dan rintangan yang terjadi dan hal tersebut membuat penderita harus memiliki rencana atau solusi lain untuk mencapai yang telah mereka rencanakan, seperti empat dari tujuh penderita mampu untuk mencari alternatif lain dan mencari solusi lain yang tepat. Dapat dilihat dari salah satu penderita yang mencari solusi pengobatan herbal untuk membantunya dalam penyembuhan. Tiga penderita sisanya tetap melakukan pengobobatan cuci darah dan mengikuti segala prosedur yang dianjurkan dan diberikan oleh dokter (flexibility).

Empat dari tujuh orang penderita mencari sumber dukungan untuk membantu memecahkan masalah yang penderita hadapi, seperti penderita yang


(17)

7

Universitas Kristen Maranatha mencari informasi mengenai gagal ginjal kepada salah satu spesialis gagal ginjal untuk memotivasi dirinya, mencari bantuan kendaraan dan uang dari kerabat untuk membantu proses penyembuhan penderita walaupun mereka semua mendapatkan jaminan kesehatan dari pemerintah, sedangkan tiga penderita sisanya memasrahkan apa yang disesuaikan oleh anjuran dokter (resourcefulness). Tiga dari tujuh diantaranya dalam menghadapi permasalahan berupa tidak mengerti tentang penyakitnya mencoba bertanya kepada dokter atau spesialis ginjal yang kemudian mereka memproses jawaban dari dokter tersebut dan berusaha memikirkan hal negatif dan hal positifnya sampai mereka akhirnya mengerti. Empat orang diantaranya hanya memasrahkan dengan apa yang seharusnya dilakukan sesuai pengobatan yang dianjurkan dikarenakan sudah lamanya menderita penyakit tersebut dan juga masih dalam keadaan yang menekan karena baru saja menderita penyakit tersebut (critical thinking and insight).

Penderita memiliki kemampuan untuk bertindak secara mandiri untuk tidak bergantung dengan orang lain dan memiliki kendali atas lingkungannya selama menderita penyakit gagal ginjal (autonomy). Lima dari tujuh penderita penyakit gagal ginjal memiliki self esteem, penderita menilai diri mereka sebagai seorang yang tidak menderita penyakit gagal ginjal dan merasa diri penderita sehat serta mampu melakukan kegiatan dan pekerjaan sehari-hari pada umumnya. Dua penderita memasrahkan mengenai penyakit yang dideritanya dan pengobatan cuci darah dilaukan sebagai penyambung keberlangsungan hidup mereka (positive identity). Tujuh dari tujuh memiliki tanggung jawab untuk melakukan cuci darah


(18)

8

(hemodialisa) dan berusaha untuk hidup sehat demi kesembuhannya. Tanggung jawab tersebut datang dari dalam dirinya sendiri (internal locus of control and initiative). Lima dari tujuh penderita memiliki keyakinan diri untuk sembuh dan masih dapat melakukan kegiatan seperti biasanya walaupun menderita penyakit gagal ginjal sedangkan dua penderita lainnya lebih memasrahkan diri mereka dan memerlukan bantuan dari anaknya ataupun dari pasangannya untuk membantunya dalam melakukan aktifitas yang tidak dapat dilakukannya sendiri (self efficacy and mastery). Enam dari tujuh penderita tidak menjadikan dirinya sebagai sumber permasalahan di keluarganya, meskipun dalam kenyataan ketika dirinya sakit keluarga tersebut mengalami perubahan yang signifikan dan memerlukan adaptasi, sedangkan satu penderita lainnya masih merasa tertekan akan penyakit yang dialaminya (adaptice distancing and resistance).

Lima dari tujuh penderita menyadari bahwa lingkungan sekitarnya mengasihani dan merasa iba terhadap penyakitnya, akan tetapi perasaan iba tersebut tidak menjadikan penderita terus menerus merasa sedih melainkan berusaha untuk tetap berobat demi hasil yang lebih baik. 2 dari penderita tersebut membuthkan bantuan dari orang lain untuk membantunya dalam menyuapi makanan, membalutkan perban, serta aktifitas yang tidak dapat dilakukannya sendiri (selfawareness and mindfullness). Dari tujuh penderita mampu merubah kemarahan, kesedihan menjadi gelak tawa dan ketika sedang merasa tertekan hiburan akan canda tawa dengan keluarga menjadi reda (humor).

Penderita mampu membentuk suatu hubungan positif dan kedekatan yang positif dengan orang lain terdapat lima orang dari tujuh penderita karena dua


(19)

9

Universitas Kristen Maranatha lainnya ada yang masih merasa tertekan dan sudah tidak dapat melakukan aktifitas apapun selain berbaring di tempat tidur (social competence). Enam dari tujuh penderita merasa ketika mereka meminta tolong atau menanyakan sesuatu kepada orang lain, orang lain memberikan respon yang positif kepada dirinya. Namun, satu orang diantaranya merasa bahwa respon positif dan diberikan oleh orang lain tidak dapat membantu dirinya (responsiveness). Lima dari tujuh penderita mampu melakukan komunikasi secara dua arah dengan baik dan adanya timbal balik, seperti halnya dalam berkomunikasi dengan sesama penderita ataupun perawat di

rumah sakit “X” sedangkan yang lainnya hanya dapat berkomunikasi satu arah

dan tidak mau menerima masukan dari orang lain (communication).

Lima dari tujuh penderita dapat mengetahui, memahami, dan peduli terhadap perasaan serta sudut pandang orang lain dimana salah satu penderitanya suka mendatangi orang yang sedang sakit, berbagi cerita dengan penderita lain dan dapat merasakan apa kelebihan dan keurangan dari penderita yang dapat menjadikan motivasi bagi dirinya sendiri serta adapun salah satu penderita yang senang menengok teman-temannya yang sedang sakit walaupun dirinya pun sakit (emphaty and caring). Empat dari tujuh penderita mereka memiliki keinginan untuk membantu orang lain yang membutuhkan bantuan tanpa orang lain memintanya sendiri walaupun mereka menderita penyakit gagal ginjal (altruism, compassion). Enam dari tujuh penderita mampu untuk memaafkan diri sendiri dalam menerima penyakit yang dialaminya dan dapat memaafkan orang lain yang berbuat salah sedangkan satu orang penderita masih dalam tahap dimana ia


(20)

10

merasa bahwa ini merupakan akibat dari pola hidupnya yang tidak baik dan masih dalam keadaan yang menekan (forgivemness).

Rumah Sakit “X” Cimahi adalah salah satu Rumah Sakit yang cukup besar

di sana dan merupakan Rumah Sakit umum. Berdasarkan observasi pada Rumah Sakit, dapat terlihat bahwa kondisi lingkungan di tempat bagian hemodialisa kebersihannya terjaga, suster dan dokter pun ramah baik pada pasien maupun keluarga yang mengantar. Rumah Sakit ini menyediakan alat untuk pengobatan cuci darah yang tergolong bagus. Lingkungan sosial di Rumah Sakit tersebut terlihat hangat satu dengan yang lainnya walaupun antar pasien jarang melakukan interaksi. Pada Rumah Sakit ini jika dibandingkan dengan Rumah Sakit lainnya, Rumah sakit ini mengijinkan piha keluarga untuk menemani disamping pasien sepanjang menjalani cuci darah dan juga pasien diperbolehkan makan apa saja selama menjalani cuci darah. Rumah Sakit ini termasuk salah satu Rumah Sakit yang seluruh pasien cuci darahnya menggunakan bantuan pemerintah (BPJS).

Dari paparan diatas, adapun faktor yang mempengaruhi dalam resiliency. Seperti halnya dukungan dari pihak keluarga seperti mengantai pasien, teman, rumah sakit, ekonomi dan dari diri mereka sendiri. Hal tersebut juga dapat berpengaruh dari harapan-harapan orang terdekat pasien yang dilihat dari protective factor, yaitu high expectation, caring relationship, and participation and contribution.

Berdasarkan hasil survei awal yang telah dipaparkan di atas, diperoleh gambaran mengenai resiliency pada penderita penyakit gagal ginjal yang menjalani cuci darah. Terlihat dari keempat aspek yang terdapat dalam resiliency


(21)

11

Universitas Kristen Maranatha bahwa mereka memiliki semangat hidup untuk sembuh, akan tetapi belum menggambarkan dari aspek yang lainnya. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang resiliency pada penderita penyakit gagal ginjal yang menjalani cuci darah di Rumah Sakit “X” Cimahi.

1.2 Identifikasi Masalah

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana derajat resiliency pada penderita penyakit gagal ginjal yang menjalani cuci darah (hemodialisa) di Rumah Sakit “X” Cimahi.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian adalah untuk memberikan gambaran dan informasi mengenai derajat resiliency pada penderita penyakit gagal ginjal yang menjalani cuci darah (hemodialisa) di Rumah Sakit “X” Cimahi.

. 1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberi gambaran yang lebih rinci mengenai derajat resiliency pada penderita penyakit gagal ginjal yang menjalani cuci darah (hemodialisa) di Rumah Sakit “X” Cimahi.


(22)

12

Dimana resiliency memiliki 4 aspek yang terdiri dari sense of purpose and bright future, problem solving, autonomy, dan social competence.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis :

Dapat mengkaji derajat resiliency pada penderita penyakit gagal ginjal yang menjalani cuci darah (hemodialisa) di Rumah Sakit “X” Cimahi, sehingga dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu psikologi khususnya dalam bidang psikologi klinis.

 Memperkaya hasil penelitian yang telah ada dan dapat memberi gambaran lebih lanjut mengenai derajat resiliency, khususnya pada penderita penyakit gagal ginjal yang menjalani cuci darah (hemodialisa).

1.4.2 Kegunaan Praktis :

 Memberikan informasi kepada pihak Rumah Sakit “X” Cimahi mengenai gambaran derajat resiliency yang terjadi di bagian cuci darah (hemodialisa) secara lebih spesifik. Dapat memberikan masukan dan saran mengenai penderita gagal ginjal yang menjalani cuci darah (hemodialisa) di Rumah Sakit “X” dengan cara memberikan gambaran hasil penelitian pada pihak Rumah Sakit “X” bagian cuci darah (hemodialisa).


(23)

13

Universitas Kristen Maranatha  Memberikan informasi kepada keluarga penderita dan penderita yang

menjalani cuci darah (hemodialisa) mengenai gambaran derajat resiliency di Rumah Sakit “X” Cimahi. Dapat membantu mereka dalam menghadapi dan menanggulangi permasalahan yang terjadi pada penderita dengan cara memberikan gambaran secara umum dari hasil penelitian.

1.5 Kerangka Pemikiran

Pada awal penderita mengidap penyakit gagal ginjal terdapat banyak perubahan yang terjadi di dalam hidup penderita. Penderita penyakit gagal ginjal pada awalnya memiliki keluhan-keluhan yang dirasakan yaitu, seperti sakit pinggang, mual, merasa bengkak pada bagian tubuh tertentu dan cepat lelah yang dapat membuat penderita harus istirahat. Penyebab utama gagal ginjal ialah penyakit diabetes, sedangkan penyebab gagal ginjal yang kedua adalah penyakit genetik, seperti kelainan kekebalan, cacat lahir, dan lain sebagainya. Penyakit yang menyerang pada salah satu organ tubuh manusia ini, yang dikenal sebagai penyakit gagal ginjal ini juga telah mempengaruhi kehidupan sang penderita. Penderita gagal ginjal kronis harus melakukan cuci darah seumur hidup (hemodialisis) atau menjalani transplantasi ginjal (Serba-Serbi Gagal Ginjal, 2012). Penderita inipun diharuskan meminum obat yang dianjurkan oleh dokter untuk membantu meringankan penyakitnya dan membuat penderita juga menjadikan obat tersebut sebagai suatu kebutuhannya setiap hari.


(24)

14

Dalam rentang waktu yang cukup panjang dalam kehidupan mereka, penderita yang mengidap penyakit ini juga mengalami keluhan-keluhan psikis selama mereka menderita penyakit tersebut. Gejala-gejala yang muncul pada penderita gagal ginjal ini antara lain, ketika penderita harus menjalani kehidupan yang tidak sama lagi seperti biasanya, kehilangan pekerjaan, perhatian dan dorongan-dorongan yang lebih dari orang-orang terdekat, mengurangnya kepercayaan akan keimanan, lingkungan sosial yang menjadi berubah karena keterbatasan dalam bersosialisasi yang dapat mengakibatkan penderita menagalami stress, kecemasan bahkan hingga mengalami perasaan tertekan

Penderita yang dahulunya dapat melakukan berbagai aktifitas normal dan memiliki harapan akan masa depan yang ingin dicapainya. Saat ini penderita harus merencanakan kembali serta merubah segala pikiran serta pola hidup mereka dari biasanya. Penderita merasa tidak enak badan, maka penderita akan dapat jatuh sakit yang menyerang pada bagian organ ginjalnya yang dapat mempengaruhi aktifitasnya dalam bekerja dan membuat penderita tersebut mengalami kekurangan waktunya dalam bekerja dan beraktifitas. Penderita gagal ginjal ini mengalami keterbatasan dalam melakukan aktifitas sehari-harinya walaupun ada juga penderita yang masih mampu melakukan pekerjaan dan aktifitas mereka sendiri. Penderita gagal ginjal ini harus mengetahui keterbatasan akan kelemahan fisiknya untuk melakukan aktifitas. Hal ini dapat membuat penderita merasa kehilangan harapan, keinginan, dan semangat untuk meraih apa yang telah dirancang sebelumnya.


(25)

15

Universitas Kristen Maranatha Penderita yang merasakan kurangnya informasi mengenai gagal ginjal dan kurang mengetahui gagal ginjal itu seperti apa, mereka akan berpikir bahwa penyakit tersebut akan berujung pada kematian. Sehingga penderita dapat mengalami suatu tekanan yang mengakibatkan mereka merasakan bahwa hidup mereka sulit untuk dijalani. Meskipun sedang mengalami tekanan dalam kehidupannya, namun penderita penyakit gagal ginjal ini diharapkan dapat tetap menjalankan perannya, baik dalam bidang pekerjaan, keluarga, maupun dalam bersosialisasi dengan lingkungannya. Untuk menghadapi tekanan tersebut, mereka membutuhkan resiliency. Menurut Benard (2004), resiliency adalah kemampuan untuk beradaptasi dan berfungsi dengan baik di tengah situasi yang menekan atau banyak halangan dan rintangan.

Penderita penyakit gagal ginjal yang resilient, tidak hanya dapat bertahan dari tekanan yang ditimbulkan dari keadaan sakit yang mereka alami, tetapi juga mampu berkembang secara positif dan dapat melindungi mereka dari berbagai efek negatiif yang mereka hayati, seperti merasa diri tidak berguna, merasa bersalah, menarik diri dari lingkungan, merasakan adanya tekanan, bahkan keinginan untuk bunuh diri. Resiliency ini dimana penderita gagal ginjal dapat bertahan dalam menghadapi suatu penyakit yang ia derita selama menjalani cuci darah seumur hidupnya. Resiliency memiliki empat aspek, yaitu: sense of purpose and bright future, problem solving, autonomy, dan social competence. (Benard, 2004)

Pandangan penderita penyakit gagal ginjal dapat fokus terhadap masa depan yang positif di dalam hidup mereka walaupun mereka dalam keadaan sakit


(26)

16

(sense of purpose and bright future). Dilihat dari goal direction yaitu, kemampuan untuk merencanakan suatu tujuan dimana penderita ini dapat bangkit dari tekanan yang menjadi hambatannya untuk mencapai suatu tujuan yang ingin diraihnya yaitu sembuh dari penyakit gagal ginjal tersebut. Sehingga yang dibutuhkan oleh penderita ini ialah adanya to be health motivation, dimana penderita ini dapat menyikapi dan memotivasi dirinya dalam mencapai tujuan yang ingin dicapainya untuk sembuh dan keterbangkitan dirinya terhadap penyakit yang di deritanya ketika ia diharuskan menjalankan cuci darah. Penderita ini merasa adanya tekanan yang menghambatnya untuk mencapai suatu tujuan, penderita juga membutuhkan health aspirations, yaitu dimana adanya faktor yang mengontrol penderita untuk meraih kesuksesannya dalam menghadapi keinginannya untuk sembuh, seperti penderita yang divonis harus melakukan cuci darah seumur hidupnya dan dia dapat mengontrol bagaimana penderita dapat terus bertahan dan mencari cara dalam keinginannya untuk sembuh. Dapat disimpulkan yaitu dimana penderita gagal ginjal ini dapat memiliki arah dan tujuan dalam mencapai suatu keinginan yang penderita harapkan. Misalnya seorang penderita gagal ginjal yang memiliki kemampuan untuk merencanakan suatu tujuan yang akan ia lakukan dan mengacu pada motivasi di dalam situasi yang dimana penderita memiliki kompetensi dalam hal tersebut namun dengan keadaan yang sedang sakit.

Penderita ini memiliki special interest yaitu adanya ketertarikan penyaluran hobi atau kegiatan yang dilakukan oleh penderita, creativity and imagination yang juga berperan sebagai pertahanan dalam pengembangan hobi yang disalurkan. Penderita yang dapat mencari kegiatan dalam suatu lingkungan


(27)

17

Universitas Kristen Maranatha sosialnya bersama dengan penderita yang sama yang membuatnya tertarik untuk turut berperan dalam kegiatan tersebut (creativity). Penderita yang dapat membayangkan bahwa dirinya ketika ia dapat melakukan suatu hal yang penderita sukai itu dapat membantunya untuk termotivasi dalam dirinya untuk sembuh dan dapat bangkit dari penyakit yang dihadapinya dan menjalani kehidupan sehari-harinya (imagination). Penderita ini memiliki optimism and hope yaitu bagaimana menrefleksikan diri akan motivasi yang diharapkan dalam kesembuhan penderita terhadap penyakitnya. Penderita gagal ginjal harus memiliki keyakinan dalam dirinya untuk sembuh dan dapat menjalani pengobatan cuci darah yang membantunya dalam bertahan hidup serta memiliki harapan bahwa penderita dapat terlepas dari penyakitnya tersebut. Seperti penderita yang mendapatkan hikmah ataupun adanya menyalahkan Tuhan akan penyakit yang mereka alami (faith spirituality and sense of meaning). Seperti pendekatan mereka terhadap Tuhan lebih dekat dan dapat menambah keyakinan diri seseorang untuk mendapatkan rasa optimis dalam dirinya untuk memecahkan suatu masalah dalam hidupnya yang berada pada tekanan yaitu untuk sembuh yang disebut juga problem solving.

Problem solving adalah pemecahan suatu masalah yang dihadapi oleh penderita ketika penderita sedang menghadapi penyakitnya tersebut dan dengan suatu kondisi yang seharusnya sedang penderita hadapi dan yang penderita lakukan. Problem solving ini terdapat 3 sub aspek yaitu; langkah-langkah yang dilakukan oleh penderita terhadap keinginan yang ingin dicapainya dalam keadaan kondisi yang sedang sakit dan juga keterbangkitan akan dirinya untuk dapat


(28)

18

melakukan aktifitas seperti normal kembali (planning). Penderita memiliki alternatif rencana lain dalam perencanaan menjalani kehidupannya selama penderita menderita penyakit gagal ginjal (flexibility). Critical thinking, membantu orang-orang untuk mengembangkan kesadaran kritis atau ia dapat mengkritik mengenai rencana yang telah penderita buat seperti halnya dengan kewaspadaan terhadap suatu masalah dan mendapatkan insight seperti penderita yang mendapatkan cara lain untuk berobat dan dalam masa penyembuhannya penderita membutuhkan orang yang benar-benar dapat menjaga dan mengerti akan penyakit yang dideritanya. Terakhir adalah resourcefulness, mencari pertolongan untuk bertahan yang berasal dari sumber pendukung atau mencari sumber pengganti untuk mendukung membantu memecahkan permasalahan tersebut. Misalnya jika telah dikaitkan, seseorang yang menderita penyakit gagal ginjal ini ketika penderita harus dihadapkan dalam situasi yang sulit, penderita dapat memilih dan merencanakan suatu pemecahan masalah apa yang akan penderita buat untuk membantunya dalam memecahkan masalah tersebut. lalu memikirkan alternatif lain dalam menghadapi tantangan yang ada untuk mencapai tujuannya yaitu sembuh dari penyakit gagal ginjal tersebut. Sehingga dalam problem solving ini, seseorang yang menderita penyakit gagal ginjal juga membutuhkan autonomy.

Autonomy melibatkan kemampuan untuk bertindak secara bebas dan dapat mengontrol lingkungannya untuk bertahan dalam menghadapi penyakitnya. Terdapat 6 sub aspek, yang pertama yaitu positive identity, penderita gagal ginjal harus memiliki penilaian diri yang positif pada dirinya untuk sembuh agar segala


(29)

19

Universitas Kristen Maranatha sesuatu yang ia kerjakan pun ia mampu untuk melakukannya walaupun penderita dalam keadaan tertekan dan juga bagaimana seseorang yang menderita gagal ginjal mengrefleksikan terhadap dirinya sendiri selama penderita menderita penyakit tersebut (positive identity).

Kedua yaitu, internal locus of control and initiative, dimana penderita memiliki tanggung jawab atau memiliki personal power, yang merupakan kunci dari resiliency (Werner, Smith dalam Bernard, 2004). Penderita tersebut dalam mengendalikan dirinya, memiliki tanggung jawab, dan berusaha untuk mencapai tujuan yang ingin dicapainya yaitu sembuh dan bagaimana penderita bertahan ketika penderita divonis untuk menjalani cuci darah seumur hidupnya.

Ketiga, self efficacy and mastery, adanya kepercayaan dalam diri penderita gagal ginjal tersebut atas kekuatannya dalam menentukan hasil dalam tujuan kehidupannya dan menjadi sumber motivasi yang kuat untuk sembuh dan dalam menjalani cuci darah. Keempat, adaptive distancing and resistance, adanya keterlibatan emosional untuk melepaskan diri dari lingkungan atau disfungsi komunitas (buruknya), dan menyadari hal tersebut bukanlah sebagai penyebab dan dia tidak dapat mengontrolnya sehingga adanya pelindung sebagai bentuk penolakan pesan negatif yang diterima dari orang lain terhadap dirinya yang menderita penyakit gagal ginjal. Kepekaan dalam diri penderita dalam lingkungan yang melibatkannya seperti adanya pengamatan mengenai yang orang lain pikirkan mengani dirinya akan penyakit yang dideritanya (self awareness and mindfullness). Penderita gagal ginjal dapat menjadikan suatu kesedihan, kemarahan menjadi suatu gelak tawa untuk membantunya dalam menghadapi


(30)

20

permasalahan yang sedang dihadapainya dapat mencairkan kembali suasana hatinya untuk mencapai apa yang diinginkannya (humor).

Penderita penyakit gagal ginjal tidak dapat terlepas dari adanya lingkungan sosial yang berada di sekitarnya. Penderita gagal ginjal ini membentuk hubungan positif dan kedekatan yang positif dengan orang lain karena dengan kondisi psikis yang tidak menerima akan kenyataan hidupnya menderita penyakit tersebut, sehingga membuat penderita gagal ginjal ini lebih enggan untuk memulai suatu pendekatan dengan orang lain (social competence). Ada 4 macam sub aspek yaitu: responsiveness, dimana aspek ini mempengaruhi social ability dengan mendapatkan respon yang positif dari orang lain. Penderita gagal ginjal ini dengan kondisi fisik yang kurang dapat menerima respon positif dari orang lain dapat mampu berkomunikasi secara dua arah dan adanya timbal balik dengan orang lain (communication). Mereka dapat peduli akan dengan keadaan orang lain, mau mengetahui apa yang dirasakan, serta dapat memahami orang lain (emphaty and caring). Mereka dapat lakukan dalam berbagi cerita mengenai penyakit mereka sesama penderita penyakit gagal ginjal. Adanya hal tersebut, membuat penderita dapat membantu meringankan kesulitan yang dialami oleh orang lain (altruism and compassion) dan dapat membantu penderita untuk memaafkan dirinya dan orang lain (forgiveness).

Penderita gagal ginjal ini pun tak luput dari beberapa faktor eksternal yang memengaruhinya dalam bertahan menghadapi penyakit yang dideritanya, yaitu berdasarkan risk factor. Faktor yang hadir dalam kehidupan penderita yang meningkatkan kemungkinan adanya negative outcomes seperti dari faktor


(31)

21

Universitas Kristen Maranatha perubahan peran yang terjadi di dalam diri sendiri, anggota keluarga dari pihak rumah sakit, teman, dan kondisi ekonomi yang menjadi salah satu pertimbangan dalam menjalani pengobatan cuci darah (hemodialisa), yang menjadi hambatan dalam keinginan penderita untuk bangkit dari penyakitnya.

Adanya dukungan, perhatian, bantuan yang dilakukan dari keluarga maupun lingkungan sekitar kepada penderita penyakit gagal ginjal ini untuk dapat terlepas dari masalah yang ada pada risk factor (protective factor). Keluarga maupun kerabat (lingkungan) yang dapat membantu dan meringankan beban yang dialami oleh penderita ketika mereka sedang tidak mampu dalam melakukan sesuatu (caring relationship). Sehingga adanya keyakinan dan kepercayaan dari keluarga maupun kerabat (lingkungan) pad penderita bahwa mereka berharga dan mampu untuk melakukan apa yang mereka cita-citakan dan sukses dalam mencapai tujuannya (high expectation). Keluarga dan kerabat (lingkungan) dapat memberikan kesempatan untuk berpartisipasi dan memberikan kontribusi dalam kegiatan yang bermakna, menarik, dan menantang (opprotunities to participate and contribute)

Dari keseluruhan di atas maka dapat dilihat bagaimana derajat tinggi rendahnya resiliency pada penderita penyakit gagal ginjal yang menjalani cuci darah (hemodialisa).


(32)

22

1.1Skema Kerangka Pemikiran Penderita penyakit

gagal ginjal Resiliency

Tinggi

Personal Strength:

Sense of purpose and bright future

Problem solving skills Autonomy

Social competence

Rendah Protective Factor High expectation Caring relationship Opportunities for

participation and contribution Risk Factor

 Diri sendiri  Pihak keluarga  Pihak rumah sakit  Pihak teman  Factor ekonomi


(33)

23

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi

1. Penderita penyakit gagal ginjal yang menjalani cuci darah (hemodialisa)

di Rumah Sakit “X” Cimahi akan membentuk resiliency untuk mengatasi

situasi sulit yang dialami.

2. Resiliency yang dimiliki pada penderita penyakit gagal ginjal yang menjalani cuci darah (hemodialisa) di Rumah Sakit “X” Cimahi akan terlihat derajat tinggi atau rendahnya dari 4 aspek, yaitu sense of purpose and bright future, problem solving, autonomy, dan social competence. 3. Faktor eksternal pada penderita penyakit gagal ginjal yang menjalani cuci

darah (hemodialisa) di Rumah Sakit “X” Cimahi mempengaruhi tinggi atau rendahnya deajat resiliency.

4. Resiliency yang dimiliki pada penderita penyakit gagal ginjal yang menjalani cuci darah (hemodialisa) di Rumah Sakit “X” Cimahi akan terlihat berbeda-beda karena dipengaruhi oleh faktor yang mempengaruhi.


(34)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Berdasarkan pengolahan data dan pembahasan hasil, dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai derajat resiliency pada penderita pemyakit gagal ginjal yang menjalani cuci darah (hemodialisa) di Rumah Sakit “X” Cimahi,yaitu: 1. Sebagian besar populasi penderita gagal ginjal yang menjalani cuci darah

(hemodialisa) di Rumah Sakit “X” Cimahi memiliki derajat resiliency yang rendah. Artinya, penderita penyakit gagal ginjal belum dapat beradaptasi dengan baik maupun berfungsi dengan baik saat mereka di tengah situasi yang menekan atau banyak halangan dan rintangan.

2. Dalam resiliency terdapat 4 aspek, yaitu sense of purpose and bright future, problem solving, autonomy, dan social competence. Sebagian pasien pederita penyakit gagal ginjal yang menjalani cuci darah (hemodialisa) di Rumah Sakit ‘X’ Cimahi menunjukkan derajat resiliency yang rendah pada aspek sense of purpose and bright future, problem solving, autonomy, dan social competence. Sebagian kecil juga ternyata menunjukkan derajat resiliency yang tinggi pada keempat aspek tersebut.

3. Faktor yang mempengaruhi derajat resiliency adalah protective factor. Dimana sebagian besar lingkungan orang-orang sekitar menunjukkan derajat


(35)

86

Universitas Kristen Maranatha resiliency yang rendah pada high expectation, caring relationship, dan participation and contribution pada penderita penyakit gagal ginjal yang menjalani cuci darah (hemodialisa) di Rumah Sakit “X” Cimahi. Walaupun ada sebagian besar juga orang-orang sekitar menunjukkan derajat resiliency yang rendah pada participation and contribution yang tinggi kepada penderita penyakit gagal ginjal.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh, beberapa saran teoritis yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan :

1. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan jika ingin melakukan penelitian mengenai derajat resiliency pada penderita penyakit gagal ginjal di rumah ini dengan hubungan mengenai risk factor dan protective factor dengan derajat resiliency.

2. Bagi penelitian selanjutnya, hasil penelitian inipun dapat dijadikan masukan apabila ingin melakukan penelitian yang sama dengan mengambil sampel penelitian di rumah sakit ini dan juga dapat dilakukan penelitian ini pada pasien dengan menggunakan tahap perkembangan tertentu.


(36)

87

5.2.2 Saran Praktis

Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh melalui penelitian, diajukan beberapa saran praktis yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan :

1. Untuk para penderita penyakit gagal ginjal yang melakukan cuci darah di

Rumah Sakit “X” Cimahi dapat lebih kemampuan mereka untuk dapat

beradaptasi dengan baik walaupun dalam situasi yang menekan atau banyak halangan dan rintangan dengan cara lebih dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Dengan cara mengembangkan dalam aspek sense of purpose and bright future.

2. Untuk pihak keluarga para penderita penyakit gagal ginjal yang melakukan cuci darah di Rumah Sakit “X” Cimahi, dapat membantu pasien dengan mendukung dan memberikan perhatian dan membantu mereka dalam menghadapi kesulitan akan kesembuhan dalam hidupnya selama menderita sakit gagal ginjal.

3. Pihak Rumah Sakit “X” juga dapat membantu mereka dengan mendukung dan

memberikan perhatian kepada penderita penyakit gagal ginjal yang bertujuan untuk meningkatkan derajat resiliency mereka.

4. Untuk lebih dapat mengerti dan merasakan para penderita penyakit gagal ginjal yang menjalani cuci darah, pihak rumah sakit “X” Cimahi dapat bekerja sama dengan pihak luar yang dapat turut campur untuk mengatasi psikologis bagi mereka (misalnya dengan adanya psikolog rumah sakit).


(37)

88

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Benard, Bonnie. 2004. Resiliency : What We Have Learned : WestEd.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Brunner, Suddarth. 2012, Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC, Penerbit Buku Kedokteran.

Muhammad, As’adi. 2012, Serba-Serbi Gagal Ginjal. Jogjakarta : DIVA Press.

Santrock, John W. 2002. Life-Span Development, Jilid II. Dallas; Erlangga.

Bart, Smed. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta; Grasindo.

Riduwan, 2011. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.


(38)

89

DAFTAR RUJUKAN

2007. Panduan Penulisan Skripsi Sarjana. Bandung; Fakultas Psikologi Univeristas Kristen Maranatha.

www.infopenyakit.com/2008/05/08/penyakit-gagal-ginjal.html (diakses pada tahun 2013)

www.sinarharapan.co.id.Prof.Dr.RahardjoW.2002.BahayaGagalGinjal.2009/11/0 5 (diakses pada tahun 2013)

KY, Louisville. 2009. What’s Resilience go to do with?.

http://www.slideshare.net/nationalwritingproject/bonnie-benard-keynote-at- urban-sites-network-conference (diakses pada tanggal 8 September 2014)

http://klikpsikologi.com/tag/psikologi-sosial (diakses pada tanggal 4 Oktober 2014)


(1)

23

1.6 Asumsi

1. Penderita penyakit gagal ginjal yang menjalani cuci darah (hemodialisa) di Rumah Sakit “X” Cimahi akan membentuk resiliency untuk mengatasi situasi sulit yang dialami.

2. Resiliency yang dimiliki pada penderita penyakit gagal ginjal yang menjalani cuci darah (hemodialisa) di Rumah Sakit “X” Cimahi akan terlihat derajat tinggi atau rendahnya dari 4 aspek, yaitu sense of purpose and bright future, problem solving, autonomy, dan social competence. 3. Faktor eksternal pada penderita penyakit gagal ginjal yang menjalani cuci

darah (hemodialisa) di Rumah Sakit “X” Cimahi mempengaruhi tinggi atau rendahnya deajat resiliency.

4. Resiliency yang dimiliki pada penderita penyakit gagal ginjal yang menjalani cuci darah (hemodialisa) di Rumah Sakit “X” Cimahi akan terlihat berbeda-beda karena dipengaruhi oleh faktor yang mempengaruhi.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Berdasarkan pengolahan data dan pembahasan hasil, dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai derajat resiliency pada penderita pemyakit gagal ginjal yang menjalani cuci darah (hemodialisa) di Rumah Sakit “X” Cimahi,yaitu: 1. Sebagian besar populasi penderita gagal ginjal yang menjalani cuci darah

(hemodialisa) di Rumah Sakit “X” Cimahi memiliki derajat resiliency yang rendah. Artinya, penderita penyakit gagal ginjal belum dapat beradaptasi dengan baik maupun berfungsi dengan baik saat mereka di tengah situasi yang menekan atau banyak halangan dan rintangan.

2. Dalam resiliency terdapat 4 aspek, yaitu sense of purpose and bright future, problem solving, autonomy, dan social competence. Sebagian pasien pederita penyakit gagal ginjal yang menjalani cuci darah (hemodialisa) di Rumah Sakit ‘X’ Cimahi menunjukkan derajat resiliency yang rendah pada aspek sense of purpose and bright future, problem solving, autonomy, dan social competence. Sebagian kecil juga ternyata menunjukkan derajat resiliency yang tinggi pada keempat aspek tersebut.


(3)

86

resiliency yang rendah pada high expectation, caring relationship, dan participation and contribution pada penderita penyakit gagal ginjal yang menjalani cuci darah (hemodialisa) di Rumah Sakit “X” Cimahi. Walaupun ada sebagian besar juga orang-orang sekitar menunjukkan derajat resiliency yang rendah pada participation and contribution yang tinggi kepada penderita penyakit gagal ginjal.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh, beberapa saran teoritis yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan :

1. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan jika ingin melakukan penelitian mengenai derajat resiliency pada penderita penyakit gagal ginjal di rumah ini dengan hubungan mengenai risk factor dan protective factor dengan derajat resiliency.

2. Bagi penelitian selanjutnya, hasil penelitian inipun dapat dijadikan masukan apabila ingin melakukan penelitian yang sama dengan mengambil sampel penelitian di rumah sakit ini dan juga dapat dilakukan penelitian ini pada pasien dengan menggunakan tahap perkembangan tertentu.


(4)

5.2.2 Saran Praktis

Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh melalui penelitian, diajukan beberapa saran praktis yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan :

1. Untuk para penderita penyakit gagal ginjal yang melakukan cuci darah di

Rumah Sakit “X” Cimahi dapat lebih kemampuan mereka untuk dapat

beradaptasi dengan baik walaupun dalam situasi yang menekan atau banyak halangan dan rintangan dengan cara lebih dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Dengan cara mengembangkan dalam aspek sense of purpose and bright future.

2. Untuk pihak keluarga para penderita penyakit gagal ginjal yang melakukan cuci darah di Rumah Sakit “X” Cimahi, dapat membantu pasien dengan mendukung dan memberikan perhatian dan membantu mereka dalam menghadapi kesulitan akan kesembuhan dalam hidupnya selama menderita sakit gagal ginjal.

3. Pihak Rumah Sakit “X” juga dapat membantu mereka dengan mendukung dan

memberikan perhatian kepada penderita penyakit gagal ginjal yang bertujuan untuk meningkatkan derajat resiliency mereka.

4. Untuk lebih dapat mengerti dan merasakan para penderita penyakit gagal ginjal yang menjalani cuci darah, pihak rumah sakit “X” Cimahi dapat bekerja sama dengan pihak luar yang dapat turut campur untuk mengatasi psikologis


(5)

88

DAFTAR PUSTAKA

Benard, Bonnie. 2004. Resiliency : What We Have Learned : WestEd.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Brunner, Suddarth. 2012, Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC, Penerbit Buku Kedokteran.

Muhammad, As’adi. 2012, Serba-Serbi Gagal Ginjal. Jogjakarta : DIVA Press. Santrock, John W. 2002. Life-Span Development, Jilid II. Dallas; Erlangga.

Bart, Smed. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta; Grasindo.

Riduwan, 2011. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.


(6)

DAFTAR RUJUKAN

2007. Panduan Penulisan Skripsi Sarjana. Bandung; Fakultas Psikologi Univeristas Kristen Maranatha.

www.infopenyakit.com/2008/05/08/penyakit-gagal-ginjal.html (diakses pada tahun 2013)

www.sinarharapan.co.id.Prof.Dr.RahardjoW.2002.BahayaGagalGinjal.2009/11/0 5 (diakses pada tahun 2013)

KY, Louisville. 2009. What’s Resilience go to do with?.

http://www.slideshare.net/nationalwritingproject/bonnie-benard-keynote-at- urban-sites-network-conference (diakses pada tanggal 8 September 2014)

http://klikpsikologi.com/tag/psikologi-sosial (diakses pada tanggal 4 Oktober 2014)