Perbedaan Tekanan Darah Pasien Gagal Ginjal Kronik Sebelum Dan Sesudah Hemodialisa Di Ruang Hemodialisa BLUD Dr Pirngadi Medan

(1)

i

PERBEDAAN TEKANAN DARAH PASIEN GAGAL GINJAL

KRONIK SEBELUM DAN SESUDAH HEMODIALISA

DI RUANG HEMODIALISA BLUD

DR. PIRNGADI MEDAN

SKRIPSI

Oleh Muktiali 121121044

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat ALLAH SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini yang berjudul “Perbedaan tekanan darah pasien gagal ginjal kronik sebelum dan sesudah hemodialisa di ruang hemodialisa BLUD DR.Pirngadi Medan.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian proposal ini,sebagai berikut :

1. Bapak dr. Dedi Ardinata M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Ibu Farida Linda Sari Siregar, S.Kep, Ns, M.Kep selaku Dosen pembimbing dalam penyelesaian skripsi ini yang telah meluangkan banyak waktu untuk membimbing penulis, memberikan ilmu dan memberi masukan serta arahan yang begitu berharga dalam pembuatan skripsi ini. 4. Bapak Dr. Amran Lubis, Sp.JP (K) FIHA selaku Direktur RSUD

Dr.Pirngadi Medan yang telah memberikan izin melakukan penelitian di RSUD Dr.Pirngadi Medan


(5)

v

5. Keluarga besar penulis yang amat penulis cintai.Terima kasih penulis ucapkan atas bantuan moril dan materil serta do’a yang tiada putus untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

6. Teman sejawat di BLUD Dr.Pirngadi Medan yang tetap memberi semangat dan dukungan sepenuhnya kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini

7. Begitu pula kepada seluruh staf pengajar dan administrasi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan yang turut melancarkan proses penyelesaian skripsi ini

Semoga ALLAH SWT selalu mencurahkan berkah dan anugerah kepada semua pihak yang telah membantu penulis. Harapan penulis semoga karya ini bermanfaat bagi kemajuan pendidikan dan pengetahuan keperawatan.

Medan, Januari 2014


(6)

vi DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Kata Pengantar. ... iii

Daftar Isi ... iv

Daftar tabel ... vi

Abstrak ... vii

Bab 1. Pendahuluan 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 4

1.3Tujuan Penelitian ... 5

1.4Manfaat Penelitian ... 6

Bab 2. Tinjauan Pustaka 2.1Tekanan Darah 2.1.1 Defenisi Tekanan Darah ... 7

2.1.2 Mekanisme Terjadinya Tekanan ... 7

2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Darah ... 10

2.1.4 Pengaturan Tekanan Darah ... 13

2.1.5 Mengukur Tekanan Darah ... 14

2.2 Gagal Ginjal Kronik 2.2.1 Pengertian Gagal Ginjal Kronik... 15

2.2.2 Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik ... 17

2.2.3 Etiologi Gagal Ginjal Kronik... 18

2.2.4 Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronik ... 21

2.3 Hemodialisa 2.3.1 Defenisi Hemodialisa ... 22

2.3.2 Indikasi Hemodialisa ... 23

2.3.3 Tujuan Hemodialisa ... 23

2.3.4 Prinsip Hemodialisa ... 24

2.3.5 Komplikasi Hemodialisa ... 25

Bab 3. KerangkaKonseptual 3.1Kerangka Konsep ... 29

3.2Defenisi Operasional... 29

Bab 4. MetodologiPenelitian 4.1Desain Penelitian ... 30

4.2Populasi, Sampel ... 30

4.3Lokasidan Waktu Penelitian... 31

4.4Pertimbangan Etik ... 32


(7)

vii

4.6Pengumpulan data... 33 4.7Analisa Data ... 33 Bab 5. Hasil Penelitian dan Pembahasan

5.1 Hasil Penelitian ... 34 5.2 Pembahasan ... 42 Bab 6. Kesimpulan dan Saran

6.1 Kesimpulan ... 47 6.2 Saran ... 47 DaftarPustaka ... 50 Lampiran-Lampiran

1. Inform Consent 2. Surat Survey Awal 3. Instrumen Penelitian 4. DaftarRiwayatHidup


(8)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 KlasifikasiHipertensiMenurut JNC -7 ... 9 Tabel 3.1 DefenisiOperasional ... 29 Tabel 5.1.1 Distribusi Frekuensi Data Demografi Pasien yang

MenjalaniHemodialisa di Ruang Hemodialisa BLUD

DR. Pringadi Medan ... 35 Tabel 5.1.2 Distribusi “Tekanan Darah Sebelum Hemodialisa di Ruang

Hemodialisa BLUD DR. Pringadi Medan ... 35 Tabel 5.1.3 Distribusi “Tekanan Darah Sesudah Hemodialisa di Ruang

Hemodialisa BLUD DR. Pringadi Medan ... 37 Tabel 5.1.4 Distribusi Frekuensi “Perbedaan Tekanan Darah Sebelum

dan Sesudah Hemodialisa di Ruang Hemodialisa BLUD

DR. Pringadi Medan ... 37 Tabel 5.1.5 Distribusi Frekuensi “UFG Responden selama Hemodialisa

di Ruang Hemodialisa BLUD DR. Pringadi Medan ... 37 Tabel 5.1.6 Distribusi Frekuensi “Kadar Hb Responden Hemodialisa

di Ruang Hemodialisa BLUD DR. Pringadi Medan ... 39 Tabel5.1.7 Distribusi Frekuensi “IDWG Responden Selama Hemodialisa

di Ruang Hemodialisa BLUD DR. Pringadi Medan ... 40 Tabel 5.1.8 Distribusi Frekuensi “Etiologi Gagal Ginjal Responden

Hemodialisa di Ruang Hemodialisa BLUD

DR. Pringadi Medan ... 41 Tabel 5.1.9 Distribusi Frekuensi “QB Responden Selama Hemodialisa


(9)

ix

Judul Penelitian : Perbedaan tekanan darah pasien gagal ginjal kronik sebelum dan sesudah hemodialisa di ruang hemodialisa BLUD Dr Pirngadi Medan

Nama : Mukti Ali

NIM : 121121044

Program : Ilmu Keperawatan

Tahun : 2014

ABSTRAK

Ginjal mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital dalam tubuh. Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang bersifat progressif dan irreversibel. Terdapat beberapa penatalaksanaan terapi untuk gagal ginjal kronik,Terapi pengganti ginjal terdiri dari hemodialisa, peritoneal dialysis dan transplantasi ginjal. Tetapi saat ini hemodialisa (HD) merupakan terapi pengganti ginjal yang paling banyak dilaksanakan dan jumlahnya dari tahun ketahun terus meningkat.Pada penelitian ini menggunakan desain quasi eksperiment, jumlah populasi sebanyak 184orang dengan penentuan jumlah sampel menggunakan tehnik nonprobability sampling yaitu dengan cara purposive sampling,dimana diambil sebagian populasi sebagai sampel penelitian yaitu sebanyak 65 orang. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan pengisian lembar observasi.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tekanan darah sebelum hemodialisa, pasien yang mengalami hipertensi stage 1 sebanyak 23 orang (35,4%), dan sesudah hemodialisa mengalami hipertensi stage 2 sebanyak 22 orang(33,8%).Terlihat nilai mean perbedaan antara pengukuran pertama dan kedua adalah 0,62 dengan Standart Deviasi -0,65. Hasil uji statistic didapat nilai P = 0,4 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan hemodialisa di RSUD Dr.Pirngadi Medan.Berdasarkan hasil penelitian di atas maka disarankan agar tenaga kesehatan meningkatkan pemantauan terhadap kondisi tekanan darah pasien yang menjalani hemodialisa.

Kata Kunci:Tekanan darah, sebelum dan sesudah hemodialisa, gagal ginjal kronik


(10)

x

Title : The Difference of Blood Pressure of Patients with Chronic Renal Failure Before and After Hemodialysis in the Hemodialysis Unit of BLUD DR. Pirngadi Medan

Name : Mukti Ali

Student Number : 121121044

Program : Bachelor of Nursing

Year : 2014

ABSTRACT

The kidneys have a very important role in maintaining overall health because the kidney is one of the vital organs in the body. Chronic renal failure is a progressive and irreversible renal disorder. There are several therapies for the treatment of chronic renal failure. Renal replacement therapy consists of hemodialysis, peritoneal dialysis and renal transplantation. But currently hemodialysis (HD) is a renal replacement therapy that the most widely implemented and the number continues to increase from year to year. This research using a quasi-experimental design, total population were 184 people determined by using non probability sampling technique that is by purposive sampling, and 65 people were taken from the population as the sample of the research. Data collection method used is filling the observation sheets. The results of this research indicate that there is a blood pressure before hemodialysis, patients who had stage 1 hypertension as many as 23 people (35.4%), and after hemodialysis stage 2 hypertension were 22 persons (33.8%). The research showed the mean value of the difference between the first and second measurements, namely 0.62 with a Standard Deviation of 0.65. The results of statistical tests obtained P value = 0.4, it can be concluded that there was no significant difference in blood pressure before and after hemodialysis in Dr. Pirngadi Hospital Medan. Based on the above results it is recommended for health workers to improve the monitoring of the blood pressure of patients undergoing hemodialysis.


(11)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ginjal mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital dalam tubuh. Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang bersifat progressif dan irreversibel. Gangguan fungsi ginjal ini terjadi ketika tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah. Kerusakan ginjal ini mengakibatkan masalah pada kemampuan dan kekuatan tubuh yang menyebabkan aktifitas kerja terganggu, tubuh jadi mudah lelah dan lemas (Brunner dan Suddarth, 2007).

Gagal ginjal erat hubungannya dengan tekanan darah. Tekanan darah merupakan tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan sistolik. Tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi saat jantung beristirahat. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik, dengan nilai dewasa normalnya berkisar dari 100/60 sampai 140/90. Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80 (Smeltzer & Bare, 2001).

Tekanan darah dikontrol oleh otak, sistem saraf otonom, ginjal, beberapa kelenjar endokrin, arteri dan jantung. Otak adalah pusat pengontrol tekanan darah didalam tubuh. Serabut saraf adalah bagian sistem saraf otonom yang membawa


(12)

isyarat dari semua bagian tubuh untuk menginformasikan kepada otak perihal tekanan darah, volume darah dan kebutuhan khusus semua organ. Semua informasi ini diproses oleh otak dan keputusan dikirim melalui saraf menuju organ-organ tubuh termasuk pembuluh darah, isyaratnya ditandai dengan mengempis atau mengembangnya pembuluh darah. Saraf-saraf ini dapat berfungsi

secara otomatis (Hayens, 2003). Ginjal adalah organ yang berfungsi mengatur fluida (campuran cairan dan

gas) di dalam tubuh. Ginjal juga memproduksi hormon yang disebut renin. Renin dari ginjal merangsang pembentukan angiotensin yang menyebabkan pembuluh darah kontriksi sehingga tekanan darah meningkat. Sedangkan hormon dari beberapa organ juga dapat mempengaruhi pembuluh darah seperti kelenjar adrenal pada ginjal yang mensekresikan beberapa hormon seperti adrenalin dan aldosteron juga ovari yang mensekresikan estrogen yang dapat meningkatkan tekanan darah. Kelenjar tiroid atau hormon tiroksin, yang juga berperan penting dalam pengontrolan tekanan darah (Hayens, 2003).

Apabila fungsi ginjal untuk membuang zat-zat sisa metabolik yang beracun dan kelebihan cairan dari tubuh sudah sangat menurun (GFR<15 ml/min) sehingga tidak mampu lagi menjaga kelangsungan hidup penderita gagal ginjal, maka harus dilakukan hemodialisa sebagai terapi pengganti fungsi ginjal (NKF-K/DOQI, 1997).

Penatalaksanaan terapi untuk gagal ginjal kronik, terapi ini berfungsi untuk mengganti kerja ginjal yang sudah tidak berfungsi dengan baik (Smeltzer, 2002). Terapi pengga nti ginjal terdiri dari hemodialisa, peritoneal dialysis dan


(13)

3

transplantasi ginjal. Tetapi saat ini hemodialisa (HD) merupakan terapi pengganti ginjal yang paling banyak dilaksanakan dan jumlahnya dari tahun ketahun terus meningkat.

Data WHO menunjukkan, penyakit gagal ginjal dan saluran kemih telah menyumbang 850.000 kematian setiap tahunnya. Hal ini membuktikan bahwa penyakit gagal ginjal kronik menduduki peringkat ke-12 tertinggi angka kematian atau angka ke-17 angka kecacatan, hingga tahun 2015 WHO memperkirakan sebanyak 36 juta orang di dunia meninggal akibat gagal ginjal kronik.

Peningkatan penderita penyakit ini di Indonesia mencapai 20%. Pusat data dan informasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PDPERSI) menyatakan jumlah penderita gagal ginjal kronik diperkirakan sekitar 50 orang per satu juta penduduk. Berdasarkan data dari Indonesia Renal Registry, pada tahun 2007 jumlah pasien yang menjalani HD mencapai 2146 orang, sedangkan pada tahun 2008 jumlah pasien 2260 orang, hasil penelitian Roderick, dkk (2008).

Pasien gagal ginjal menjalani terapi hemodialisa 1-3 kali seminggu dan setiap terapi memerlukan waktu 2-5 jam, kegiatan ini berlangsung terus menerus sepanjang hidupnya. Pasien gagal ginjal kronik sangat tergantung dengan terapi hemodialisa untuk mengganti fungsi ginjalnya.

Prinsip hemodialisa adalah menempatkan darah berdampingan dengan dialisat yang di pisahkan oleh membrane semipermeable. Membran ini dapat dilalui air dan sebagian zat yang tidak di perlukan tubuh seperti ureum, kreatinin, asam urat. Di membrane ini juga terjadi proses difusi, osmosis dan ultrafiltrasi.


(14)

Di Indonesia penelitian terkait hal ini dilakukan oleh Heri (2003) dengan judul”Hubungan Status Volume dan Tekanan Darah Penderita Hemodialisa di RS DR Kariadi” mengambil 34 responden dengan 61,8% laki-laki dan 38,2% wanita, didapat ada hubungan status volume terhadap tekanan darah.

Menurut catatan rekam medis BLUD RS Dr.Pirngadi di tahun 2011 ditemukan bahwa penyakit gagal ginjal kronik menempati tempat ke 6 sebagai penyakit yang banyak di derita pasien setelah dyspepsia, diare, TB Paru, Kemoterapi dan DHF. Sedangkan pada tahun 2011 terdapat 277 pasien gagal ginjal dan yang menjalankan terapi hemodialisa terdapat 121 pasien.

Dari survei data awal dan hasil penelitian-penelitian di atas yang dijadikan sebagai studi pendahuluan. Peneliti tertarik untuk mengetahui apakah ada perbedaan tekanan darah pasien gagal ginjal kronik sebelum dan sesudah hemodialisa di ruang hemodialisa BLUD DR. Pringadi Medan.

1.2 Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas penulis merumuskan masalah sebagai berikut:”Perbedaan tekanan darah pasien gagal ginjal kronik sebelum dan sesudah hemodialisa di ruang hemodialisa BLUD DR. Pringadi Medan.


(15)

5

1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

1. Untuk mengetahui tekanan darah pasien gagal ginjal kronik sebelum menjalani hemodialisa di ruang hemodialisa BLUD Dr. Pirngadi Medan. 2. Untuk mengetahui tekanan darah pasien gagal ginjal kronik sesudah

menjalani hemodialisa di ruang hemodialisa BLUD Dr. Pirngadi Medan. 1.3 2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui berapa UFG (Ultrafiltrasi Goal)pasien gagal ginjal kronik selama menjalani hemodialisa di ruang hemodialisaBLUD Dr. Pirngadi Medan

2. Untuk mengetahui IDWG (Interdialitic Weight Gain) yaitu kenaikan berat badan pasien selang antara 2 kali hemodialisa,di ruang hemodialisaBLUD Dr. Pirngadi Medan.

3. Untuk mengetahui apa sebenarnya etiologi gagal ginjal kronik pasien yang menjalani hemodialisa di ruang hemodialisaBLUD Dr. Pirngadi Medan.

4. Untuk mengetahui kadar Hb (Haemoglobin) pasien selama menjalani hemodialisa di ruang hemodialisaBLUD Dr. Pirngadi Medan.

5. Untuk mengetahui QB (Quick Blood) yaitu kecepatan aliran darah selama hemodialisa di ruang hemodialisaBLUD Dr. Pirngadi Medan.


(16)

1.4 Manfaat penelitian 1.4.1 Praktek Keperawatan

Sebagai masukan tentang pentingnya perbedaan tekanan darah pasien tiap terapi hemodialisa, serta meningkatkan kualitas pelayanan selama menjalani terapi hemodialisa.

1.4.2 Pendidikan keperawatan

Dengan adaya penelitian ini, dapat dimanfaatkan pada ilmu keperawatan, khususnya keperawatan medikal bedah, dalam pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif pada pasien gagal ginjal kronik yang khususnya menjalani hemodialisa.

1.4.3 Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai wawasan peneliti sehingga menjadi masukan, dengan adanya penelitian ini, dapat menjadi data dasar serta referensi bagi penelitian berikutnya.


(17)

7 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tekanan Darah

2.1.1 Defenisi Tekanan Darah

Tekanan darah adalah gaya yang di berikan oleh darah terhadap setiap satuan luas dinding kapiler, dan di ukur dalam milli meter air raksa, (mmHg) (Guytog & Hall, 2000). Darah dipompa keseluruh tubuh oleh jantung di mana jantung menggunakan sistem pembuluh darah yang luas untuk memastikan darah menjangkau dari ujung kepala hingga ke ujung jari kaki. Darah mengalir keseluruh tubuh melalui pembuluh arteri dan vena. Tekanan darah adalah tekanan yang di desakkan dengan mensirkulasikan darah pada dinding pembuluh darah, dan merupakan salah satu tanda-tanda vital yang prinsipil (Ramadhan, 2010).

2.1.2 MekanismeTerjadinya Tekanan

Organ-organ yang ada dalam tubuh mengisi kembali nutrisi dan mengeluarkan zat-zat sisa metabolisme dari darah menerima persentase curahan jantung yang lebih besar dari pada yang di perlukan untuk menenuhi kebutuhan metabolik. Darah tersebut mengalir dalam lengkung tertutup antara jantung dan jaringan. Arteri mengangkut darah dari jantung keseluruh tubuh dan vena mengembalikan darah dari jaringan kembali ke jantung. Dimana laju aliran darah melaluisebuah pembuluh berbanding lurus dengan gradien dan berbanding terbalik dengan resistensi. Hal ini menyatakan pentingnya tekanan darah yang stabil agar darah dapat mencapai tujuan (Sherwood, 2001).


(18)

Menurut Hayens (2003), tekanan darah timbul ketika bersirkulasi didalam pembuluh darah. Organ jantung dan pembuluh darah berperan penting dalam proses ini dimana jantung sebagai pompa maskular yang mempunyai tekanan untuk menggerakkan darah, dan pembuluh darah yang memiliki dinding yang elastis dan ketahanan yang kuat. Sedangkan menurut Sherwood (2001), tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan di sebut tekanan sistolik.

Tekanan darah terjadi karena ada dua kekuatan, satu kekuatan di ciptakan oleh jantung ketika ia memompa darah menuju pembuluh arteri dan melalui sistem sirkulatori. Sedangkan kekuatan yang lain adalah kekuatan pembuluh arteri ketika mereka mendesak darah mengalir ke jantung (Ramadhan, 2010). Sedangkan menurut Ganong (2008), darah akan selalu mengalir karena adanya tekanan. Tekanan itu berasal dari daerah bertekanan tinggi kedaerah bertekanan rendah, kecuali pada situasi tertentu.

Tekanan darah yang paling lazim dikenal dan dijadikan barometer adalah tekanan arteri. Tekanan di aorta dan di arteri brakialis serta arteri besar lainnya pada orang dewasa muda meningkat ke nilai puncak (tekanan sistolik) selama tiap siklus jantung dan turun kenilai normal (tekanan diastolik) (Ganong, 2008). Sedangkan menurut Sherwood (2001), Tekanan sitolik adalah tekanan puncak yang ditimbulkan oleh darah yang di semprotkan pada pembuluh selama sistol jantung dan tekanan diastolik adalah tekanan minimum di arteri sewaktu darah mengalir keluar untuk memasuki pembuluh-pembuluh di sebelah hilir selama diastol jantung. Tekanan arteri secara konversional di tulis sebagai tekanan


(19)

9

sistolik di atas tekanan diastolik. Tekanan diastolik pada dewasa muda berkisar 120 mmHg dan diastolik 70 mmHg, maka tekanan arteri biasanya di tulis 120/70 mmHg (Ganong, 2008).

Pada tahun 1970-an The American Heart Association membentuk suatu organisasi yang disebut The Joint National Committee on the Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure yang tugasnya seperti namanya tersebut. Organisasi ini sering di sebut JNC. Pengumuman pertama JNC ini di keluarkan pada tahun 1977.

JNC tidak hanya memuat mengenai tata cara pengobatan hipertensi tetapi juga memuat tata cara pengukuran tekanan darah, diagnosis, klasifikasi hipertensi serta berbagai golongan dan jenis obat yang actual dan akhir akhir ini mengenai stratifikasi faktor resiko sehingga menjadi panduan bukan hanya dalam menurunkan tekanan darah, akan tetapi juga member arahan pemberian terapi secara komprehensif, termasuk perubahan gaya hidup. JNC-2 dilaporkan tahun 1980, JNC-3 tahun 1984, JNC-4 tahun 1988, JNC-5 tahun 1993, JNC-6 tahun 1997 dan JNC-7 tahun 2003.

Tabel 2.1

Klasifikasi Hipertensi menurut JNC-7

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal <120 < 80

Pre-hipertensi 120 – 139 0 -89

Hipertensi stage 1 140 – 159 90 – 99


(20)

2.1.3 Faktor-FaktorYangMempengaruhi Tekanan Darah

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah. Pertama, seberapa cepat jantung bergerak, pada umumnya ketika jantung berdetak maka tekanan darah pun akan meningkat. Ketika detak jantung menurun, makanya tekanan darah pun akan menurun. Bukan hanya tekanan darah yang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, detak jantung juga di pengaruhi oleh beberapa hal termasuk sistem saraf, hormon, suhu tubuh, medikasi dan penyakit.

Hal kedua yang dapat mempengaruhi tekanan darah jumlah volume cairan (darah) yang dipompa jantung pada setiap detaknya (stroke volume). Ketika kita sedang beristirahat, volume gerakannya sama dengan jumlah darah yang dibawa pembuluh vena kembali ke jantung, Tetapi, bila di bawah kondisi yang menegangkan, sistem saraf bisa meningkatkan Stroke volume dengan membuat pompa jantung menjadi lebih keras.

Jumlah darah yang di pompa melalui tubuh di kenal dengan istilah Cardiac output, dimana cardiacoutput didefenisikan sebagai jumlah darah yang dipompa keluar dari ventrikel jantung per menitnya. Hubungan cardiac output, stroke volume dan detak jantung dapat di lihat dengan rumus sebagai berikut :

Cardiac output = heart rate x stroke volume

Hal ketiga yang dapat mempengaruhi tekanan darah adalah seberapa sulit darah untuk mengalir ke seluruh tubuh. Hal ini bisa disebut sebagai resistensi perifer total, dimana terkait pada kaliber atau lebat dari pembulu arteri itu sendiri.


(21)

11

Peredaran darah dalam pembuluh-pembuluh yang lebih sempit menghadapi lebih banyak resistensi dari pada peredaran darah melalui pembuluh darah yang lebih besar.

Dimana kemampuan pembuluh darah dalam mengatur lebar pembuluh darah disebut dengan resistensi peripheral. Resistensi terhadap aliran darah dalam sirkulasi sering terjadi dalam pembuluh arteri berdiameter kecil yang disebut dengan arteriola. Arteriola inilah yang sangat penting dalam proses mengatur tekanan darah. Hal ini terjadi karena arteriola-arteriola ini otot halus yang khusus dalam dindingnya yang bisa berkontraksi atau tidak berkontriksi, yang membuat pembuluh darah bisa menjadi lebih lebar atau lebih sempit (Rahmadhan, 2010).

Selain faktor diatas, ada beberapa macam yang dapat menyebabkan perubahan tekanan darah. Berikut ini ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi perubahan tekanan darah:

A. Ras

Data dari Thierd National hearth and Nutriti survey ( NHANES III, 1988-1991) menunjukkan bahwa orang dengan ras kulit hitam cenderung memiliki tekanan darah tinggi dibandingkan dengan yang berkulit putih. Diantara orang berusia 18 tahun keatas, perbandingan jumlah penderita hipertensinya adalah 32,4% berkulit hitam dan 23,3% berkulit putih (Sheps, 2005).

B. Faktor keluarga

Mereka yang anggota keluarganya mempunyai sejarah tekanan darah tinggi, penyakit kardiovaskuler atau dibetes, biasanya penyakit itu juga akan menurun ke pada anak-anaknya. Dugaan ini dengan sendirinya hendak membuktikan bahwa


(22)

faktor genetik dapat menjadi faktor yang mempengaruhi tekanan darah (Rusdi & Isnawati, 2009).

1. Umur

Sering bertambahnya usia maka resiko untuk menderita penyakit hipertensi juga semakin meningkat. Meskipun penyakit hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering di jumpai pada orang berusia 35 tahun ke atas. Diantara orang Amerika baik yang berkulit hitam maupun berkulit putih yang berusia 65 tahun keatas, setengahnya menderita penyakit hipertensi (Sheps, 2005). Sementara itu menurut Muhammadun AS (2010) bahwa sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah, tekanan darah sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan darah diastoliknya sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun secara drastis.

2. Jenis kelamin

Pada pria umumnya lebih banyak memiliki tekanan darah lebih tinggi dari pada perempuan (Muhammadun AS, 2010). Tetapi bagi wanita yang telah mengalami monopause lebih bervariasi tekanan darahnya. Para pakar menduga perubahan hormon berperan besar dalam perubahan tekanan darah di kalangan wanita usia lanjut ( Muhammadun AS, 2010).

Selain itu, Viskositas darah juga dapat juga mempengaruhi tekanan darah seseorang. Tahanan yang diberikan oleh arteriole dari ukuran tertentu bergantung pada viskositas darah. Darah yang merupakancairan kental, lengket, yang memberikan tekanan dua sampai tiga kali lebih besar dari pada air biasa atau


(23)

13

larutan garam. Viskositas darah bergantung pada plasma dan sebagaimana pada jumlah sel darah merah yang ada. Viskositas darah biasanya konstan, tetapi merupakan cairan kental.

Pengurangan dalam jumlah sel darah merah yang beredar sedikit berpengaruh pada viskositas, akan tetapi akan meningkat pada polisetemia. Viskositas darah yang rendah akan berhubungan dengan tekanan darahrendah dan darah berviskositas tinggi dengan tekanan darah tinggi (Green, 2008).

2.1.4 Pengaturan Tekanan Darah

Selain ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tekanan darah, ada juga pengetahuaan tekanan darah dapat mempertahankan kestabilannya. Pengaturan jangka pendek tekanan darah dilakukan terutama oleh refleks baroreseptor. Baroreseptor sinus karotikus dan lengkung aorta secara terus menerus memantau tekanan arteri rata-rata. Jika keduanya mendeteksi adanya penyimpangan dari normal, keduanya memberi sinyal pusat kardiovaskuler medulla, yang berespon dengan menyesuaikan keluaran otonom ke jantung dan pembuluh darah untuk memulihkan tekanan darah ketingkat normal. Sedangkan kontrol jangka panjang tekanan darah melibatkan pemeliharaan volume plasma yang sesuai melalui kontrol keseimbangan garam dan air oleh ginjal (Smeltzer, 2001).

Pengaturan keseimbangan yang ada di ginjal di pengaruhi hormon renin angiotensin-aldosteron system (RAAS) dikarenakan hormon ini bekerja di ginjal. Oleh karena itu, ginjal memainkan peranan penting dalam perubahan jangka panjang pada tekanan darah. Hormon-hormon tersebut bereaksi di ginjal untuk


(24)

mengkontrol jumlah sodium dan air yang di keluarkan. Jika terlalu banyak air atau sodium yang tinggal di ginjal, jumlah cairan dalam darah yang disebut dengan volume darah akan meningkat. Hal ini juga berlaku sebaliknya, jika jumlah cairan yang tinggal di ginjal sedikit maka volume darah akan menurun dan mengakibatkan penurunan tekanan darah. Hal ini dapat terjadi jika ginjal sudah mengalami kerusakan (Ramadhan, 2010).

2.1.5 Mengukur Tekanan Darah

Untuk mengukur tekanan darah maka perlu dilakukan pengukuran tekanan darah secara rutin. Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Pada metode langsung, kateter arteri di masukkan ke dalam arteri. Walaupun hasilnya sangat tepat, akan tetapi metode pengukuran ini sangat berbahaya dan dapat menimbulkan masalah kesehatan lain (Smeltzer & Bare, 2001).

Menurut Nursecerdes (2009), Bahaya yang di timbulkan saat pemasangan kateter arteri yaitu nyeri inflamasi pada lokasi penusukkan, bekuaan darah karena tertekuknya kateter, perdarahan ekimosis bila jarum lepas dan tromboplebitis.

Sedangkan pengukuran tidak langsung dapat di lakukan dengan menggunakan sphygmomanometer dan stetoskop. Sphygmomanometer tersusun atas manset yang dapat di kembangkan dan alat pengukuran tekanan darah yang berhubungan dengan ringga dalam manset. Alat ini dikalibrasi sedemikian rupa sehingga tekanan yang terbaca pada manometer sesuai dengan tekanan dalam milimeter air raksa yang dihantarkan oleh arteri brakialis (Smeltzer & Bare, 2001).


(25)

15

Adapun cara pengukuran tekanan darah dimulai dengan membalutkan manset dengan kencang dan lembut pada lengan atas dan di kembangkan dengan pompa. Tekanan dalam manset dinaikkan sampai denyut radial atau brakialmenghilang.Hilangnya denyutan menunjukkan bahwa tekanan sistolik dalam darah dilampaui dan atreri brakialis telah tertutup. Manset dikembangkan lagi sebesar 20 sampai 30 mmHg diatas titik hilangnya denyut radial.Kemudian manset dikempeskan perlahan, dan dilakukan pembacaan secara auskultasi maupun palpasi. Dengan palpasi kita hanya dapatmengukur tekanan sistolik. Sedangkan dengan auskultasi kita dapat mengukurtekanan sistolik dan diastolik dengan lebih akurat (Smeltzer & Bare, 2001).

Untuk mengauskultasi tekanan darah, ujung stetoskop yang berbentuk corong atau diafragma diletakkan pada arteri brakialis, dapat di bawah lipatan siku (rongga antekubital), yang merupakan titik dimana arteri brakialis muncul diantara kedua kaput ototbiseps. Manset dikempiskan dengan kecepatan 2 sampai 3 mmHg perdetik, sementara kita mendengarkan awitan bunyi berdetak, yang menunjukkan tekanan darah sistolik. Bunyikan tersebut dikenal sebagai bunyi korotkof yang terjadi bersama dengan detak jantung,dan akan terus terdengar dari arteri brakialis sampai tekanan dalam manset turun dibawah tekanan diastolik dan pada titik tersebut, bunyi akan menghilang (Smeltzer & Bare, 2001).

2.2 Gagal Ginjal Kronik

2.2.1 Pengertian Gagal Ginjal Kronik

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan


(26)

umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006).

Menurut Nursalam (2006), gagal ginjal kronis (chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal. Gagal ginjal kronis (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lainnya dalam darah) (Smeltzer dan Bare, 1997 dalam Suharyanto dan Madjid, 2009).

Menurut Brunner & Suddarth (2002), gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolismedan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). Gagal ginjal kronis menurut The Kidney Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of National Kidney Foundation (NKF) pada tahun 2009 adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama atau lebih tiga bulandengan laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/men/1,73 m(Perhimpunan Nefrologi Indonesia, 2003).


(27)

17

2.2.2 Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik

Berdasarkan perjalanan klinis, gagal ginjal dapat dibagi menjadi tiga stadium (Suharyanto dan Madjid, 2009), yaitu :

a. Stadium I, dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal, dan penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dengan tes pemekatan kemih dan tes GFR yang teliti.

b. Stadium II, dinamakan insufisiensi ginjal. Pada stadium ini dimana lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak. GFR besarnya 25% dari normal. Kadar BUN dan kreatinin serum mulai meningkat dari normal. Gejala-gejala nokturia atau sering berkemih di malam hari sampai 700 ml dan poliuria (akibat dari kegagalan pemekatan) mulai timbul.

c. Stadium III, dinamakan gagal ginjal stadium akhir atau uremiaSekitar 90% dari massa nefron telah hancur atau rusak, atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh. Nilai GFR hanya 10% dari keadaan normal. Kreatinin serum dan BUN akan meningkatdengan mencolok. Gejala-gejala yang timbul karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh, yaitu: oliguri karena kegagalan glomerulus, sindrom uremik.

Menurut The Kidney Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) (dalam Desita, 2010), gagal ginjal kronis dapat diklasifikasikanberdasarkan tahapan penyakit dari waktu ke waktu sebagai berikut:


(28)

b. Stadium 2 : ringan (GFR 60-89 ml/min/1,73 m2 c. Stadium 3 : sedang (GFR 30-59 ml/min/1,73 m ) 2

d. Stadium 4 : gagal berat (GFR 15-29 ml/min/1,73 m )

2

e. Stadium 5 : gagal ginjal terminal (GFR <15 ml/min/1,73 m )

2

Pada gagal ginjal kronis tahap 1 dan 2 tidak menunjukkan tanda-tandakerusakan ginjal termasuk komposisi darah yang abnormal atau urin yang abnormal (Arora, 2009 dalam Desita, 2010).

)

2.2.3 Etiologi Gagal Ginjal Kronik

Etiologi dari gagal ginjal kronik adalah glomerulonefritik, nefropati analgesik, nefropati refluks, ginjal polikistik, nefropati, diabetik, serta penyebab lain seperti hipertensi, obstruksi, gout, dan penyebab yang tidak diketahui. Menurut (Price, 1995), penyebab GGK adalah:

a. Infeksi seperti pielonefritis kronik.

b. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.

c. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis dan stenosis arteri renalis.

d. Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit polikistik ginjal, dan asidosis tubulus.

e. Penyakit metabolik seperti diabetes melitus, gout, hiperparatiroidisme, dan amiloidosis.

f. Penyakit ginjal obstruktif seperti pembesaran prostat, batu saluran kemih, dan refluks ureter.


(29)

19

Walaubagaimanapun, penyebab utama GGK adalah diabetes dan tekanan darah yang tinggi. Diabetes terjadi apabila kadar gula darah melebihi batas normal, menyebabkan kerusakan organ-organ vital tubuh seperti jantung dan ginjal, serta pembuluh darah, syaraf dan mata. Tekanan darah yang tinggi atau hipertensi, terjadi apabila tekanan darah pada pembuluh darah meningkat dan jika tidak dikawal, hipertensi bisa menjadi puncak utama kepada serangan jantung, stroke dan gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik juga bisa menyebabkan hipertensi (NKF, 2010).

Hampir 1 juta unit nefron ada pada setiap ginjal yang menyumbang kepada jumlah akhir laju filtrasi glomerulus (LFG). Tanpa mengambil kira penyebab kerusakan jaringan ginjal, yang progresif dan menahun, ginjal mempunyai keupayaan untuk terus mempertahankan LFG menerusi hiperfiltrasi dan mekanisme kompensasi kerja yaitu hipertrofi pada nefron yang masih berfungsi. Keupayaan ginjal ini dapat meneruskan fungsi normal ginjal untuk mensekresi bahan buangan seperti urea dan kreatinin sehingga bahan tersebut meningkat dalam plasma darah hanya setelah LFG menurun pada tahap 50% dari yang normal. Kadar kretinin plasma akan mengganda pada penurunan LFG 50%. Walaupun kadar normalnya adalah 0,6 mg/dL menjadi 1,2 mg/dL, ia menunjukkan penurunan fungsi nefron telah menurun sebanyak 50% (Arora, 2010).

Bagian nefron yang masih berfungsi yang mengalami hiperfiltrasi dan hipertrofi, walaupun amat berguna, tetapi telah menyebabkan kerusakan ginjal yang progresif. Ini dipercayai terjadi karena berlaku peningkatan tekanan pada


(30)

kapilari glomerulus, yang seterusnya bisa mengakibatkan kerusakan kapilari tersebut dan menjadi faktor predisposisi terhadap kejadian glomerulosklerosis segmental dan fokal (Arora, 2010). Antara faktor-faktor lain yang menyebabkan kerusakan jaringan ginjal yang bersifat progresif adalah hipertensi sistemik, nefrotoksin dan hipoperfusi ginjal, proteinuria dan hiperlipidemia.

Pada gagal ginjal kronik fungsi normal ginjal menurun, produk akhir metabolisme protein yang normalnya diekskresi melalui urin tertimbun dalam darah. Ini menyebabkan uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh penderita. Semakin banyak timbunan produk bahan buangan, semakin berat gejala yang terjadi. Penurunan jumlah glomerulus yang normal menyebabkan penurunan kadar pembersihan substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Dengan menurunnya LFG, ia mengakibatkan penurunan pembersihan kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum terjadi. Hal ini menimbulkan gangguan metabolisme protein dalam usus yang menyebabkan anoreksia, nausea dan vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Peningkatan ureum kreatinin yang sampai ke otak bisa mempengaruhi fungsi kerja, mengakibatkan gangguan pada saraf, terutama pada neurosensori. Selain itu, blood urea nitrogen (BUN) biasanya juga meningkat. Pada penyakit ginjal tahap akhir urin tidak dapat dikonsentrasikan atau diencerkan secara normal sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan tertahan meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung kongestif. Penderita akan menjadi sesak nafas, akibat ketidakseimbangan asupan zat oksigen dengan kebutuhan tubuh. Dengan tertahannya natrium dan cairan bisa terjadi edema dan ascites. Hal


(31)

21

ini menimbulkan resiko kelebihan volume cairan dalam tubuh, sehingga perlu diperhatikan keseimbangan cairannya. Semakin menurunnya fungsi ginjal, terjadi asidosis metabolik akibat ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan, juga terjadi penurunan produksi hormon eritropoetin yang mengakibatkan anemia. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi (Smeltzer, 2001).

2.2.4 Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronik

Oleh karena ginjal memainkan peran yang sangat penting dalam mengatur keseimbangan homeostasis tubuh, penurunan fungsi organ tersebut akan mengakibatkan banyak kelainan dan mempengaruhi pada sistem tubuh yang lain. Antara gejala-gejala klinis yang timbul pada GGK adalah (Pranay, 2010):

a. Poliuria, terutama pada malam hari (nokturia). b. Udem pada tungkai dan mata (karena retensi air). c. Hipertensi.

d. Kelelahan dan lemah karena anemia atau akumulasi substansi buangan dalam tubuh.

e. Anoreksia, nausea dan vomitus.

f. Gatal pada kulit, kulit yang pucat karena anemia.


(32)

h. Neuropati perifer. Status mental yang berubah karena ensefalopati akibat akumulasibahan buangan atau toksikasi uremia.

i. Nyeri dada karena inflamasi di sekitar jantung penderita.

j. Perdarahan karena mekanisme pembekuan darah yang tidak berfungsi. k. Libido yang berkurangan dan gangguanseksual.

2.3 Hemodialisa

2.3.1 Defenisi Hemodialisa

Hemodialisa merupakan metode pengobatan yang sudah dipakai secara luas dan rutin dalam program penanggulangan gagal ginjal akut maupun gagal ginjal kronik (Smeltrzer, 2001). Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaaan gagal ginjal akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanen.

Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang dinamakan dializer (suatu membran semipermeabel) yang digunakan untuk membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin di luar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk kealiran darah, maka dibuat suatu hubungan buatan antara arteri dan vena (Fistula arteriovenosa) melalui pembedahan (NKF, 2006).

Sehelai membran sintetik yang semipermiable menggantikan glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai renal serta bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya. Bagi penderita gagal ginjal kronis, hemodialisa akan


(33)

23

mencegah kematian, hemodialisa tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal (Smeltzer, 2001).

2.3.2 Indikasi Hemodialisa

Pelaksanaan hemodialisa dilaksanakan bila penderita telah mencapai PGK stadium 5 atau gagal ginjal. Bila laju filtrasi glomerulus (LFG) penderita berkurang hingga 30 atau telah mencapai staium 4 PGK, maka sebagai seorang dokter harus menjelaskan pilihan-pilihan terapi untuk PGK (National Kidney Foundation, 2007). Pasien gagal ginjal harus menjalani terapi dialysis sepanjang hidupnya sampai mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan yang berhasil. Pasien memerlukan tetapi dialisis yang kronis bila terapi ini diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan mengendaliakn gejala uremia (Smeltzer, 2001).

Menurut Hudakk (2010), hemodialisis di indikasikan pada keadaan gagal ginjal akut, gagal ginjal kronik, intoksikasi obat dan zat kimia, ketidakseimbangan cairan dan elektronik berat dan sindrom hepatorenal.

2.3.3 Tujuan Hemodialisa

Hemodialisa akan dapat membantu penderita dengan mempermudah kerja ginjal. Mengekskresi zat-zat sisa, garam, dan cairan yang berlebih agar tidak terakumulasi dalam sirkulasi tubuh; beberapa zat kimia dalam kadar yang aman bagi tubuh. Selain itu, proses hemodialisa juga akan meregulasi tekanan darah pasien (National Kidney Foundation, 2007).


(34)

2.3.4 Prinsip Hemodialisa

Mesin dialisis memiliki suatu filter yang di sebut dialyser, atau ginjal artifisial. Untuk dapat menyaring darah melalui dialyser maka harus di buat suatu akses pada pembuluh darah, hal ini dapat di lakukan dengan bedah minor, biasanya pada lengan penderita (National Kidney Foundation, 2007).

Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisa yaitu: difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah di keluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi ke cairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah. Sedangkan air yang lebih didalam tubuh di keluarkan dengan proses osmosis. Pengeluaran air dikendalikan dengan menciptakan gradient tekanan, dengan kata lain air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisa).

Gradient dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang di kenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialysis. Tekanan negatif diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan penghisap pada membrane dan memfasilitasi pengeluaran cairan. Hal ini bertujuan untuk mencapai isovolemia (keseimbangan cairan) karena pasien yang menjalani hemodialisa tidak dapat mensekresikan air. Pada proses ultrafiltasi yaitu berpindahnya air dan zat melalui membrane semipermeable akibat tekanan hidrostatik didalam kompartemen darah dan kompartemen dialisat, perpindahan ini dipengaruhi oleh; TMP (Transmembrane Pressure), luas permukaan membrane , KUF (Koefisien Ultarafiltrasi), Perbedaan tekanan osmotik, QB (Quick Blood), QD (Quick Diaslisat) (Pardede 2011).


(35)

25

Qb atau kecepatan aliran darah yang tercantum di mesin hemodialisa, qb yang di perlukan untuk sirkulasi ini ± 200 – 400 ml/ menit. Memulai hemodialisa Qb 50 ml/menit kemudian dinaikkan 100 ml/menit dan secara bertahap dinaikkan tergantung kecukupan dari aliran darah dari sarana hubungan sirkulasinya (Pardede 2011). Dimana terdapat tiga sarana hubungan sirkulasi atau akses pembuluh darah yang digunakanyaitu: (a) kateter subklavia dan femoralis, (b) fistula, (c) tanur (Smeltzer, 2001).

Selain prinsip hemodialisa ada hal hal lain yang menunjang tercapainya hemodialisa yang adekuat yaitu IDWG. Interdialytic Weight Gain (IDWG) merupakan peningkatan volume cairan yang dimanifestasikan dengan peningkatan berat badan sebagai indikator untuk mengetahui jumlah cairan yang masuk selama periode interdialitik. Peningkatan IDWG melebihi 5% dari berat badan kering dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi seperti hipertensi ,hipotensi intadialisis, gagal jantung kiri, ascites, pleural effusion, gagal jantung kongestif, dan dapat mengakibatkan kematian. IDWG dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor baik faktor internal yang meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, rasa haus, stress, maupun faktor eksternal yaitu dukungan keluarga dan social serta intake cairan (levey,Coresh, Balk, kaustz & Levin, 2003). Nilai Interdialytic Weight Gain yang dapat ditoleransi sekitar 2hingga 3 pon atau sekitar 0,9 – 1,3 kilogram.

2.3.5 Komplikasi Hemodialisa

Didalam melakukan terapi hemodialisa penting adanya pengkajian. Pengkajian bukan hanya dilakukan sebelum hemodialisa, saat berlangsung dan


(36)

selesainya proses hemodialisa penting dilakukan pengkajian. Hal ini terkait dengan komplikasi yang ditimbulkan pada saat terapi hemodialisa (Hudduk, 2010). Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada proses hemodialisa adalah: (a) hipotensi; (b) emboli udara; (c) nyeri dada; (d) pruritus; (e) gangguan keseimbngan dialysis; (f) kram otot dan nyeri serta mual dan muntah (Smeltzer, 2001).

Menurut Daurgirdas et al. (2007) komplikasi hemodialisa dapat dibedaka menjadi komplikasi akut dan kronik.

a. Komplikasi akut

Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi adalah: hipotensi, kram otot, mual muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil (Daurgirdas et al., 2007). Komplikasi yang cukup sering terjadi adalah gangguan hemodinamik, baik hipotensi maupun hipertensi saat HD atau HID. Komplikasi yang jarang terjadi adalah sindrom disekuilibrium, reaksi dialiser, aritmia, tamponade jantung, perdarahan intrakranial, kejang, hemolisis, emboli udara, neutropenia, aktivasi komplemen, hipoksemia (Daurgirdas et al., 2007).

Hipotensi intradialitik (IDH) merupakan salah satu komplikasi yang paling sering dari hemodialisa, mencapai 20-30 % dari komplikasi hemodialisa. IDH masih merupakan masalah klinis yang penting, dikarenakan gejala-gejala seperti mual dank ram, memiliki pengaruh yang tidak baik pada kualitas pasien hemodialisis. IDH sering membutuhkan cairan, atau penghentian dialysis lebih awal, dimana kedua hal ini dapat menyebabkan pembuangan cairan tidak adekuat.


(37)

27

Pasien dengan IDH sering mengalami keadaan kelebihan cairan (volume overload) dan dialysis sering tidak adekuat (Sulowiez et al, 2006).

Patogenensis dari hipotensi multifaktor, namun secara umum disebabkan sebagai hasil dari gangguan tiga faktor utama yang memainkan peranan dalam stabilitas hemodinamik selama hemodialisa yaitu; refilling volume darah dari intertisial ke dalam kompartemen vascular, sehingga disebut preservasi volume darah; kedua, kontriksi dari resistance vassels seperti arteri yang kecil dan arteriol dan ketiga mempertahankan output jantung, melalui peningkatan kontraktilitas miokardium, heart rate, dan kontriksi dari capacitance vassels seperti venula dan vena.

Berikut kelompok pasien dengan hemodialisis kronik yang haru dievaluasi dengan hati –hati karena memiliki faktor resiko untuk mengalami terjadinya IDH:

- Pasien dengan diabetes CKD stadium 5

- Paien dengan penyakit kardiovaskular: disfungsi diastolic dengan atau tanpa CHF; pasien dengan penyakit katup jantung; pasien dengan penyakit kardium (perikarditis kontriktif atau efusi perikardium)

- Pasien dengan anemia berat

- Pasien yang membutuhkan volume ultrafiltrasi yang lebih besar, misalnya pada pasien dengan berat badan yag melibihi intrerdialytic weight gain - Pasien dengan usia 65 tahun atau usia yang lebih muda

- Pasien dengan tekanan darah diastolic presialisis < 100 mmhg. b. Komplikasi kronik


(38)

Adalah komplikasi yang terjadi pada pasien dengan hemodialisis kronik antara lain; Penyakit jantung, Malnutrisi, Hipertensi / volume excess, Anemi, Renal osteodystrophy Neurophaty, Disfungsi reproduksi, Komplikasi pada akses, Gangguan perdarahan Infeksi, Amiloidosis, Acquired cystic kidney disease.

Hipertensi dialitik sering ditemukan pada pasien-pasien yang menjalani HD rutin, walaupun komplikasi HD ini sudah dikenal sejak beberapa tahun lalu namun sampai saat ini belum ada batasan yang jelas mengenai HID. Berbagai penelitian mengemukakan definisi yang berbeda-beda. Beberapa penelitian mendefinisikan HID adalah peningkatan mean arterial blood pressure (MABP) 15 mmHg atau lebih selama atau sesaat setelah HD selesai (Amerling et al., 1995; Mees, 1996). Hipertensi intradialitik juga didefinisikan sebagai adanya hipertensi yang mulai sejak jam kedua atau ketiga saat sesi HD, setelah dilakukan UF atau peningkatan tekanan darah saat HD yang resisten terhadap UF.

Mekanisme terjadinya HID pada penderita dengan HD reguler sampai saat ini belum sepenuhnya diketahui. Banyak faktor yang diduga sebagai penyebab HID seperti volume overload, aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron system (RAAS) karena diinduksi oleh hipovolemia saat dilakukan UF, overaktif dari simpatis, variasi dari ion K + dan Ca2+ saat HD, viskositas darah yang meningkat karena diinduksi oleh terapi eritropoeitin (EPO), UF yang berlebih saat HD, obat antihipertensi terekskresikan saat HD dan adanya disfungsi endotel (Locatelli et al., 2010).


(39)

29 BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1Kerangka Konsep

Tahap yang penting dalam suatu penelitian adalah menyusun kerangka konsep. Konsep adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar variabel (baik variabel yang diteliti maupu n yang tidak diteliti). Variabel yang akan penulis teliti digambarkan dalam kerangka konsep sebagai berikut:

3.2Defenisi operasional

Berdasarkan kerangka konsep, maka defenisi operasional adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1 Defenisi Operasional

No. Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil

Ukur

Skala Ukur 1. TekananDarah Tekanan yang diperoleh dari

sirkulasi pada dinding pembuluh darah

Sphygmomanometer MmHg Rasio

Hemodialisa Perbedaan


(40)

30 BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1Desain penelitian

Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalahquasi eksperiment. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah hemodialisa pada pasien penyakit ginjal kronik di ruang hemodialisa Badan Layanan Umum Daerah Dr. pirngadi Medan.

4.2Populasi, Sampel Penelitian dan Tehnik Sampling 4.2.1 Populasi

Populasi penelitian adalah subjek (misalnya manusia; klien) yang memenuhi kriteria yang telah di tetapkan (Nursalam, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa di Badan layanan Umum Daerah Dr.Pirngadi Medan pada bulan April 2013 sebanyak 184 pasien. 4.2.2 Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian objek yang diambil dari keseluruhan objek yang akan diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005). Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan tehnik nonprobability sampling yaitu dengan cara purposive sampling. Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu minimal menjalani terapi hemodialisa 2 kali dalam satu minggu, lama tindakan hemdialisa 5 jam, kooperatif, dan bersedia menjadi responden pada penelitian ini.


(41)

31

Teknik pengambilan besar sampel ini berdasarkan rumus Slovin dalam Nursalam 2008 sebagai berikut:

Keterangan :

N : Besar populasi n : Besar sampel

d : Tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan, diambil 0,5

Berdasarkan rumus di atas maka besar sampel dalam penelitian ini adalah:

n = 184

1+184 (0,1)2

n = 64,7 dibulatkan menjadi 65 orang

Maka sampel penelitian ini di ambil 65 orang pasien. 4.3Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama bulan september 2013 di Badan Layanan Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan. Penelitian ini dilakukandi Rumah Sakit ini karena jumlah pasien yang menjalani hemodialisa cukup banyak.

( )

2 1 N d

N n

+ =

( )

2 1 N d

N n

+ =


(42)

4.4Pertimbangan etik

Pertimbangan etik penelitian ini bertujuan untuk melindungi hak-hak subjektif responden. Sebelum melaksanakan penelitian, maka dilakukan pendekatan kepada responden dan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian. Menurut Nursalam (2003), ada pertimbangan etik yang perlu di perhatikan pada penelitian ini yaitu: 1) Self determination, peneliti memberi kebebasan kepada responden untuk menentukan apakah bersedia atau tidak untuk mengikuti penelitian ini, 2) Informed consent, peneliti menanyakan kesediaan menjadi responden setelah peneliti memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan, dan manfaat penelitian. Jika responden bersedia menjadi peserta maka responden diminta menandatangani lembar persetujuan, 3) Anonimity, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data, tetapi memberikan kode pada masing-masing lembar persetujuan tersebut,4) Confidentially, peneliti menjamin kerahasiaan informasi responden dan kelompok tertentu yang di laporkan sebagai hasil penelitian.

4.5Instrument penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk lembar observasi setelah mengukur tekanan darah baik sebelum dan sesudah hemodialisis. Instrumen penelitian terdiri dari dua bagian yaitu karakteristik responden dan pemantauan tekanan darah.

4.5.1 Karakteristik responden

Karakteristik ini menjelaskan data demografi pasien hemodialisa yang terdiri dari usia dan jenis kelamin.


(43)

33

4.5.2 Pemantauan tekanan darah

Bagian kedua meliputi data tekanan darah pre dan post hemodialisa. Penurunan tekanan darah pada penelitian ini dilihat dari selisih tekanan sebelum dan sesudah pasien hemodialisa yaitu dengan cara mengurangkannya.

4.6Pengumpulan data

Pengumpulan data pada penelitian ini di lakukan dengan cara melakukan pengukuran tekanan darah sebelum melaksanakan hemodialisa, melakukan pencatatan, sesudah hemodialisa selama 5 jam tekanan darah di ukur kembali dan di catat ulang. Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan dengan menggunakan alat sphygmomanometer.

4.7Analisa data

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk table distribusi frekuensi dengan langkah-langkah sebagai berikut: Editing, Coding, Entry dan Tabulating melalui program komputerisasi.

Data demografi dipresentasikan dalam bentuk distribusi frekuensi. Variabel menggunakan metode analisa data bivariat kemudian ditabulasikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Untuk setiap item pernyataan sesuai dengan intrumen penelitian.


(44)

34 BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian serta pembahasan mengenai perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah hemodialisa di RSUD Dr.Pirngadi Medan.

5.1Hasil Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September di Ruang Hemodialisa RSUD Dr.Pirngadi Medan. Responden pada penelitian ini adalah pasien yang menjalani hemodialisa. Hasil penelitian ini menguraikan karakteristik demografi yang meliputi usia dan jenis kelaminpasien yang menjalani hemodialisa di ruang hemodialisa di ruang hemodialisa RSUD Dr.Pirngadi Medan

5.1.1 Data Demografi

Deskripsi karakteristik demografi pasien yang menjalani hemodialisa di ruang hemodialisa BLUD DR. Pringadi Medan didapat 65 responden. Terlihat bahwa mayoritas usia responden berada pada usia 30-60 tahun yaitu sebanyak 54 orang (83,08%), mayoritas responden yangberjenis kelamin laki-laki sebanyak 42 orang (64,6%).


(45)

35

Tabel 5.1.1 Distribusi Frekuensi Data Demografi Pasien Yang Menjalani Hemodialisa di Ruang Hemodialisa BLUD DR. Pringadi Medan (n= 65)

Karakteristik Responden

Frekuensi Persentase (%)

Usia < 30 tahun 30-60 tahun > 60 tahun

4 54 7 6,15 83,08 10,77 Total Jeni Kelamin. Perempuan Laki-laki Total 65 23 42 65 100 35,4 64,6 100

5.1.2 Tekanan Darah Sebelum Menjalani Hemodialisa

Data tentang perbedaan tekanan darah sebelum dilakukan hemodialisa di Ruang Hemodialisa didapat bahwa mayoritas responden yang memiliki tekanan darah Hipertensi Stage 1 sebanyak 23 orang (35,4%). Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.1.2

Tabel 5.1.2 Distribusi “Tekanan Darah Sebelum Hemodialisa di Ruang Hemodialisa BLUD DR. Pringadi Medan, n= 65”

Tekanan Darah Sebelum Hemodialisa N %

Tekanan darah normal 11 16,9

Tekanan darah pre-hipertensi 13 20,0

Tekanan darah hipertensi stage 1 23 35,4


(46)

5.1.3 Tekanan Darah Sesudah Menjalani Hemodialisa

Data tentang perbedaan tekanan darah sesudah dilakukan hemodialisa di Ruang Hemodialisa didapat bahwa mayoritas responden yang memiliki tekanan darah Hipertensi Stage 2 sebanyak 22 orang (33,8%). Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.1.3

Tabel 5.1.3 Distribusi “Tekanan Darah Sesudah Hemodialisa di Ruang Hemodialisa BLUD DR. Pringadi Medan, n= 65”

Tekanan Darah SesudaHemodialisa N %

Tekanan darah normal 11 16,9

Tekanan darah pre-hipertensi 13 20,0

Tekanan darah hipertensi stage 1 19 29,2

Tekanan darah hipertensi stage 2 22 33,8

5.1.4 Perbedaan Tekanan Darah Sebelum Dan Sesudah Hemodialisa Data tentang perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan hemodialisa di Ruang Hemodialisa RSUD Dr.Pirngadi Medan adalah rata-rata tekanan darah pada pengukuran pertama adalah 2,74 dengan Standart Deviasi 1,05. Pada pengukuran kedua didapat rata–rata tekanan darah 2,80 dengan Standart Deviasi 1,09. Terlihat nilai mean perbedaan antara pengukuran pertama dan kedua adalah 0,62 dengan Standart Deviasi 0,65. Hasil uji statistic didapat nilai P = 0,4 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan hemodialisa di RSUD Dr.Pirngadi Medan. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.1.4


(47)

37

Tabel 5.1.4 Distribusi Frekuensi “Perbedaan Tekanan Darah Sebelum Dan Sesudah Hemodialisa di Ruang Hemodialisa BLUD DR. Pringadi Medan, n= 65”

Variabel Mean SD SE P.Value N

Tekanan darah sebelum Hd 2,74 1,05 0,130

Tekanan darah sesudah Hd 2,80 1,09 0,136 0,4 65

Banyak faktor lain yang juga diyakini berpengaruh terhadap perubahan tekanan darah yang terjadi pada tekanan darah pasien yang menjalani hemodialisa dfiantaranya; UF selama hemodialisa yaituproses berpindahnya air dan zat melalui membrane semipermeable akibat tekanan hidrostatik didalam kompartemen darah dan kompartemen dialisat. Pada ultrafiltrasi tekanan negatif diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan penghisap pada membrane dan memfasilitasi pengeluaran cairan. Pada penelitian ini proses hemodialisa UFG rata-rata antara 1-5 kg penarikan. Seperti tampak pada tabel 5.1.5

Tabel 5.1.5 Distribusi Frekwensi “UFG Responden Selama Hemodialisa di Ruang Hemodialisa BLUD DR. Pringadi Medan, n= 65”

Rentang UFG N %

UFG < 2 kg 5 7.7

UFG 2 - 4 kg 32 49.2


(48)

Penurunan tekanan darah saat hemodialisa mencerminkan besarnya jumlah cairan yang pindah dari intra vascular ke jaringan sekitarnya. Volume darah dalam hemodialisa dipertahankan tergantung pada cepatnya pengisian ulang kompartemen darah dari jaringan sekitar. Penurunan volume darah menyebabkan penurunan cardiac autput yang pada ahirnya menyebabkan penurunan tekanan darah. Pembatasan ultrafiltrasi dapat dicapai dengan perpanjangan durasi HD. Frekuensi hemodialisa 6x/minggu mempunyai resiko lebih kecil terjadi penurunan tekanan darah dibandingkan dengan yang 2-3 kali seminggu. Kadar hematokrit dapat dipakai sebagai monitor terjadinya perpindahan cairan selama hemodialisis.

Faktor lain adalah kadar hemoglobin satu bulan terakhir, kadar Hb pasien hemodialisa rata-rata adalah anemis yang ditunjukkkan dari frekwensi antara 6-10 g/dl. Viskositas darah ini juga dapat mempengaruhi tekanan darah seseorang. Tahanan yang diberikan oleh arteriole dari ukuran tertentu bergantung pada viskositas darah. Darah yang merupakan cairan kental, lengket, yang memberikan tekanan dua sampai tiga kali lebih besar dari pada air biasa atau larutan garam. Viskositas darah bergantung pada plasma dan sebagaimana pada jumlah sel darah merah yang ada. Viskositas darah biasanya konstan, tetapi merupakan cairan kental.

Pengurangan dalam jumlah sel darah merah yang beredar sedikit berpengaruh pada viskositas, akan tetapi akan meningkat pada polisetemia. Viskositas darah yang rendah akan berhubungan dengan tekanan darah rendah dan darah berviskositas tinggi dengan tekanan darah tinggi (Green, 2008).


(49)

39

Tabel 5.1.6 Distribusi Frekwensi “Kadar Hb responden Hemodialisa di Ruang Hemodialisa BLUD DR. Pringadi Medan, n= 65”

Kadar Hb N %

6,0 2 3.1

6,2 1 1.5

6,4 1 1.5

6,9 1 1.5

7,2 1 1.5

7,6 1 1.5

7,8 1 1.5

7,9 1 1.5

8,0 2 3.1

8,1 6 9.2

8,2 3 4.6

8,3 4 6.2

8,4 1 1.5

8,5 2 3.1

8,6 1 1.5

8,7 4 6.2

8,8 1 1.5

8,9 5 7.7

9,0 3 4.6

9,1 2 3.1

9,2 5 7.7

9,3 2 3.1

9,4 1 1.5

9,6 1 1.5

9,8 4 6.2

10,0 2 3.1

10,2 2 3.1

10,3 3 4.6

10,5 1 1.5


(50)

Interdialytic Weight Gain (IDWG) merupakan peningkatan volume cairan yang dimanifestasikan dengan peningkatan berat badan sebagai indikator untuk mengetahui jumlah cairan yang masuk selama periode interdialitik. Peningkatan IDWG melebihi 5% dari berat badan kering dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi seperti hipertensi, hipotensi intadialisis, gagal jantung kiri, ascites, pleural effusion, gagal jantung kongestif, dan dapat mengakibatkan kematian. IDWG dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor baik faktor internal yang meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, rasa haus, stress, maupun faktor eksternal yaitu dukungan keluarga dan social serta intake cairan (levey, Coresh, Balk, kaustz & Levin, 2003). Nilai Interdialytic Weight Gain yang dapat ditoleransi sekitar 2 hingga 3 pon atau sekitar 0,9 – 1,3 kilogram. Pada penelitian ini didapatkan mayoritas IDWG respondendiatas 5% atau lebih dari IDWG yang di toleransi, 35 responden atau 53,8% IDWG diatas 1,3 Kg, seperti pada tabel di bawah ini,

Tabel 5.1.7 Distribusi Frekwensi “IDWG Responden Selama Hemodialisa di Ruang Hemodialisa BLUD DR. Pringadi Medan, n= 65”

IDWG N %

0,5-0,8 kg 2 3.1

0,9-1,3 kg 28 43.1


(51)

41

Etiologi dari gagal ginjal kronik adalah glomerulonefritik, nefropati analgesik, nefropati refluks, ginjal polikistik, nefropati, diabetik, serta penyebab lain seperti hipertensi, obstruksi, gout, dan penyebab yang tidak diketahui (Price, 1995). Di dapat mayoritas responden pada penelitian ini etiologinya hipertensi sebanyak 35 responden atau 53,8%, seperti tercantum pada tabel 5.1.8

Tabel 5.1.8 Distribusi Frekwensi “Etiologi Gagal Ginjal Responden Hemodialisa di Ruang Hemodialisa BLUD DR. Pringadi Medan, n= 65”

Ec. Penyebab Hipertensi N %

Hn (Hipertensi Nefropati ) 35 53.8 Dn (Diabetik nefropati ) 7 10.8 GNC (glomerulonefritis) 13 20.0 PGOI (Penyakit Ginjal Obstruksi Infeksi) 8 12.3

lain lain 2 3.1

Selain itu QB juga memiliki peranan dalam mempenggaruhi perubahan suatu tekanan darah sebelum dan sesudah hemodialisa, seperti di ungkapkan Pardede (2011),Qb yaitu kecepatan aliran darah yang tercantum di mesin hemodialisa, qb yang di perlukan untuk sirkulasi ini ± 200 – 400 ml/menit. Memulai hemodialisa Qb 50 ml/menit kemudian dinaikkan 100 ml/menit dan secara bertahap dinaikkan tergantung kecukupan dari aliran darah dari sarana hubungan sirkulasinya. Dari hasil penelitian didapatkan frekwensi QB seperti pada tabel berikut:


(52)

Tabel 5.1.9 Distribusi Frekwensi “QB Responden Selama Hemodialisa di Ruang Hemodialisa BLUD DR. Pringadi Medan, n= 65”

QB N %

180 1 1.5

200 3 4.6

220 6 9.2

230 21 32.3

240 9 13.8

250 25 38.5

5.2 Pembahasan

5.2.1 Tekanan Darah Sebelum Menjalani Hemodialisa

Dari data hasil penelitian yang telah diperoleh, pembahasan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah hemodialisa di Ruang Hemodialisa RSUD Dr.Pirngadi Medan yang dilakukan terhadap 65 responden di dapat responden setelah hemodialisa yang mengalami tekanan darah normal sebanyak 11 orang (16,9%), tekanan darah pre-hipertensi sebanyak 13 orang (20,%), tekanan darah pre-hipertensi stage 1 sebanyak 23 orang (35,4%), dan tekanan darah hipertensi stage 2 sebanyak 18 orang (27,7%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Heri (2003), di RS.Dr Kariadi Semarang dengan hasil bahwa 34 orang (100%) responden mengalami Hipertensi Stage 2, selain itu Bright (2008) menyatakan bahwa pada umumnya pasien yang akan dilakukan hemodialisa cenderung mengalami peningkatan tekanan darah,ia telah menduga adanya hubungan antara tekanan darah yang meningkat sebelum dilakukan hemodialisa ini terjadi karena kenaikan berat badan,kenaikan berat badan mengakibatkan tekanan di pembuluh darah


(53)

43

meningkat karena adanya peningkatan volume cairan, hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Guyton (2008), tentang perfusi ginjal didapat hasil bahwa dalam kurva tekanan perfusi ginjal dan natriuresis, diperlihatkan bahwa kenaikan tekanan darah sebelum hemodialisa disebabkan oleh perfusi ginjal diikuti oleh ekskresi garam.

Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan pada individu yang sedang menjalani hemodialisa, fungsi ekskresi dari ginjal akan digantikan oleh mesin hemodialisis. Individu ini akan menyerap air dan garam dengan mekanisme yang sama dengan individu normal, namun mereka tidak dapat mengekskresikan substansi ini sehingga perlu dibantu oleh mesin hemodialisis. Pada pasien yang menjalani hemodialisis dua sampai tiga kali seminggu, mereka akan memperoleh 1-3 liter cairan ekstraseluler dalam setiap proses dialysis. Perubahan cairan ini akan menimbulkan strain berat pada sistem kardiovaskuler dan menyebabkan peningkatan tekanan darah sebelum hemodialisa. Manifestasi pertama adalah haus, yang dipengaruhi oleh perubahan osmolaritas plasma yang disebabkan oleh jumlah asupan garam dan natrium yang meningkat selama menjalani dialisis. Hal ini akan menyebabkan penarikan cairan dari intrasel menuju ekstrasel kemudian menstimulasi hipotalamus dan hipofisis yang menyebabkan rasa haus, sehingga akan meningkatkan komunikasi cairan yang akan mendilusi natrium plasma agar dapat kembali normal. Pada pasien sebelum menjalani hemodialisa mereka tidak dapat mengekskresikan natrium, sehingga peningkatan natrium plasma berlangsung lebih lama dan menstimulasi rasa haus menjadi lebih lama daripada individu normal.


(54)

Prosedur hemodialisis dapat menimbulkan perubahan hemodinamika yang mengakibatkan berbagai macam komplikasi diantaranya adalah hipertensi

intradialitik atau hemodialysis-induced hypertension (Horl dan Horl, 2002).

Hipertensi dialitik sering ditemukan pada pasien-pasien yang menjalani hemodialisa rutin, walaupun komplikasi hemodialisa ini sudah dikenal sejak beberapa tahun lalu, namun sampai saat ini belum ada batasan yang jelas mengenai HID. Berbagai penelitian mengemukakan definisi yang berbeda-beda. Beberapa penelitian mendefinisikan HID adalah peningkatan mean arterial blood pressure (MABP) 15 mmHg atau lebih selama atau sesaat setelah HD selesai (Amerling et al., 1995; Mees, 1996).

5.2.2 Perbedaan Tekanan Darah Setelah Dilakukan Hemodialisa

Hasil analisa data dari 65 responden menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan hemodialisa di Ruang Hemodialisa RSUD Dr.Pirngadi Medan, bahwa nilai ( P ) value = 0,4 lebih besar dari nilai level of significance yaitu 0,05 yang berarti bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan hemodialisa di Ruang Hemodialisa RSUD Dr. Pirngadi Medan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Heri (2003) di RSUD Dr. Kariadi Semarang, ia membukt ikan bahwa tidak adanya perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan hemodialisa.

Guyton (2008) yang membuktikan dengan suatu pendekatan analisis system (analisis computer) menunjukkan bahwa ginjal adalah organ yang berperan utama terjadinya hipertensi esensial setelah dilakukan tindakan hemodialisa.


(55)

45

Hipertensi intradialitik (HID) merupakan salah satu komplikasi yang paling sering dari hemodialisa, mencapai 20-30 % dari komplikasi hemodialisa. HID juga merupakan masalah klinis yang penting, dikarenakan gejala-gejala seperti pusing dan sakit kepala memiliki pengaruh yang tidak baik pada kualitas pasien setelah hemodialisa. Sementara peneliti lain mengemukakan HID adalah suatu kondisi berupa terjadinya peningkatan tekanan darah yang menetap pada saat hemodialisa dan tekanan darah selama dan pada saat akhir hemodialisa lebih tinggi dari tekanan darah saat memulai hemodialisa (Chazot dan Jean, 2010). Mekanisme terjadinya HID pada penderita dengan hemodialisa reguler sampai saat ini belum sepenuhnya diketahui.

Patogenensis dari hipotensi multifaktor, namun secara umum disebabkan sebagai hasil dari gangguan tiga faktor utama yang memainkan peranan dalam stabilitas hemodinamik selama hemodialisa yaitu; refilling volume darah dari intertisial ke dalam kompartemen vascular, sehingga disebut preservasi volume darah; kedua, kontriksi dari resistance vassels seperti arteri yang kecil dan arteriol dan ketiga mempertahankan output jantung, melalui peningkatan kontraktilitas miokardium, heart rate, dan kontriksi dari capacitance vassels seperti venula dan vena.

Sedangkan kondisi hipertensi intradialitik juga sering ditemukan pada pasien-pasien yang menjalani HDrutin, walaupun komplikasi HD ini sudah dikenal sejakbeberapa tahun lalu namun sampai saat ini belum ada batasan yang jelas mengenai HID. Berbagai penelitian mengemukakan definisi yang berbeda-beda. Beberapa penelitian mendefinisikan HID adalah peningkatan mean arterial blood


(56)

pressure (MABP) 15 mmHg atau lebih selama atau sesaat setelah HD selesai (Amerling et al., 1995; Mees, 1996). Hipertensi intradialitik juga didefinisikan sebagai adanya hipertensi yang mulai sejak jam kedua atau ketiga saat sesi HD, setelah dilakukan UF atau peningkatan tekanan darah saat hemodialisa yang resisten terhadap UF.

Mekanisme terjadinya HID pada penderita dengan HD reguler sampai saat ini belum sepenuhnya diketahui. Banyak faktor yang diduga sebagai penyebab HIDseperti volume overload, aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron system (RAAS) karena diinduksi oleh hipovolemia saat dilakukan UF, overaktif dari simpatis, variasi dari ion K + dan Ca2+ saat HD, viskositas darah yang meningkat karena diinduksi oleh terapi eritropoeitin (EPO), UF yang berlebih saat HD, obat antihipertensi terekskresikan saat HD dan adanya disfungsi endotel (Locatelli et al., 2010).


(57)

47 BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1Kesimpulan

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 65 responden di RSUD dr Pirngadi Medan menggambarkan tekanan darah normal sebanyak 11 orang (16,9%), tekanan darah pre-hipertensi sebanyak 13 orang (20,%), tekanan darah hipertensi stage 1 sebanyak 23 orang (35,4%), dan tekanan darah hipertensi stage 2 sebanyak 18 orang (27,7%). Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji t pada n = 65 α 0,05 didapat nilai signifikansi p=0,4 maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian ditolak karena nilai t hitung < dari t tabel (-062<-8,12) sehingga dapat dinyatakan bahwa

tidak ada perbedaan yang bermakna antara tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan hemodialisa di Ruang Hemodialisa RSUD Dr.Pirngadi Medan.

6.2Saran

6.2.1 Perawat dan Pelayanan Kesehatan

Dari hasil penelitian ini hendaknya perawat dipelayanan kesehatan, khususnya perawat ruang hemodialisa lebih meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan keperawatan yang mencakup pemberian pendidikan kesehatan dan konseling pada pasien yang menajalani hemodialisa tentang perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah menjalani hemodialisa, terlebih pula pada pasien baru yang menjalani hemodialisa.

Pemberian pendidikan dan konseling kesehatan ini bertujuan agar pasien-pasien yang menjalani hemodialisa baik pasien-pasien lama dan terlebih pada pasien-pasien baru tidak mengalami kebingungan atau bahkan kecemasan karena terjadi perubahan


(58)

tekanan darah sebelum dan sesudah proses hemodialisa. Dengan demikian, tidak muncul kekhawatiran pada diri ataupun keluarga pasien akibat kondisi tersebut.

6.2.2 Pendidikan Keperawatan

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menjadi suatu cerminan kondisi pasien yang menjalani hemodialisa sebagai salah satu lingkup asuhan keperawatan medikal bedah. Dengan adanya perbedaan kondisi khususnya pada tekanan darah pasien setelah menjalani proses hemodialisa akan menimbulkan banyak pertanyaan dari pasien maupun keuarga terhadap kondisi tersebut,hal ini menuntut pengetahuan perawat lebh ditingkatkan untuk menjelaskan penyebab perbedaan kondisi tersebut. Maka dalam pendidikan keperawatan hendaknya lebih menekankan pula peningkatan asuhan keperawatan berupa penyuluhan kesehatan yang komprehensif untuk diimplementasikan pada pelayanan khususnya pada pasien hemodialisa.

6.2.3 Peneliti Selanjutnya

Pada penelitian ini responden adalah sebanyak 65 orang pada satu rumah sakit, dengan kriteria responden dengan siklus hemodialisa dua kali seminggu, berat badan ≥ 50 kg dan lama hemodialisa 5 jam, kriteria dan jumlah responden ini dirasakan peneliti belum cukup untuk mewakili pasien-pasien yang menjalani hemodialisa. Oleh sebab itu, disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk menggunakan lebih banyak responden dengan kriteria yang berbeda serta meneliti di beberapa tempat yang berbeda agar hasil yang didapat lebih refresentatif.


(59)

49

DAFTAR PUSTAKA

Cahyaningsih, Niken D. (2011). Hemodialisa: Panduan Praktis Perawatan gagal Ginjal. Jogjakarta: Mitra Cendekia Press.

Dahlan, Sopiyudin. (2011). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba Medika

Ganong, W.F. (2008). Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC Hidayati, Sri (2012). Tesis: Efektifitas Konseling Analisis Transaksional Tentang Diet Cairan Terhadap Penurunan Interdialytic Weight Gain (IDWG) Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisa Di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal.

Huddak & gallo. (2010). Keperawatan kritis: Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC

Horl, M.T., Horl,W.H. 2002, Hemodialysis-Associated Hypertension:

Pathophysiology and Therapy, Am J Kidney Dis.

Japaries, Willie (2005). Kesehatan popular: Penyakit ginjal. Jakarta: Arcan

Leopoltd, JK, dkk. (2002). Relationship Between Volume Status and Blood Pressure During chronic Hemodialysis. Kidney International

Lubis, Harun Rasyid [et.al] (2008). Hipertensi & Ginjal. Medan: USU Prees Tambunan, Marihot (2011). Komplikasi saat Hemodialisa. RS. PGI Cikini Jakarta Notoatmodjo, S. (2007). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Nursalam. (2007). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

---. (2008). Metode Penelitian Keperawatan dan Tehnik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika.


(60)

National Kidney Foundation. (2006). Hemodialysis. Diambil tanggal 08 Mei 2013

Pardede, Ruslina (2011). Prinsip hemodialisa dalam kumpulan makalah kursus perawatan intensif ginjal. Jakarta

PERNEFRI. (2011). Naskah lengkap & abstrak makalah bebas, The 11th

Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (2010). Buku Ajar, Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI

national congress of InaSN & Annual meeting of nephrology 2011

PPSDM RS Cikini. (2004). Kumpulan makalah kursus intensif ginjal XV. Jakarta Rahmadhan, A.J. (2010). Mencermati berbagai gangguan pada darah dan

pembuluh darah. Jakarta: Diva press.

Roesli, Rully M.A. (2008). Diagnosis & pengelolaan Gangguan Ginjal Akut. Jakarta: Puspa swara

Smeltzer, Suzanne & Brenda G Bare. (2001). Buku ajar keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC

Susalit, E. Suharjono. (2000). Upaya peningkatan kualitas hidup pasien GGK. Jakarta


(61)

51

Lampiran 1

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN Perbedaan tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronik sebelum dan

sesudah hemodialisa di ruang hemodialisa BLUD DR.Pirngadi Medan Oleh :

Mukti ali

Saya adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah menjalani terapi hemodialisa.

Saya mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu untuk memberikan jawaban atau tanggapan sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu sendiri. Saya menjamin kerahasiaan pendapat dan identitas saudara Bapak/Ibu. Informasi yang Bapak/Ibu berikan hanya akan dipergunakan untuk pengembangan Ilmu Keperawatan dan tidak akan dipergunakan untuk maksud-maksud lain.

Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga Bapak/Ibu bebas untuk menerima atau menolak menjadi peserta penelitian ini. Jika Bapak/Ibu bersedia menjadi responden penelitian ini, maka silahkan Bapak/Ibu menandatangani formulir ini.

Tanggal : Tanda tangan :


(62)

Lampiran 2

I. Kuesioner Data Demografi

Petunjuk pengisian: isilah data di bawah ini dengan lengkap dan berilah tanda cek (√) pada kotak pilihan yang tersedia.

1. Nomor Responden :……….. (diisi peneliti) 2. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan

3. Umur :………..Tahun 4. Data Hemodialisa

Berat Badan

Pre HD : Kg Lama HD : Jam

Post HD : Kg Ultrafiltrasi: Liter IDWG : Kg QB : PGK ec : Hb : Mg/Dl Tekanan Darah

Tekanan Darah Sistole Diastole

Pre Hemodialisa Jam 1

Jam 2 Jam 3 Jam 4 Jam 5


(63)

(64)

(65)

55

CURRICULUM VITAE

DATA PRIBADI

Nama : Mukti Ali

Tempat,tanggal lahir : Tamiang, 23 Agustus 1979 Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jl. LetdaSujono, Gang Cempaka, Nomor 12 Medan Kewarganegaraan : Indonesia

Telephone : 0813-7620-9248

LATAR BELAKANG PENDIDIKAN

1986-1992 : SDNegeri 142658 Tamiang Pendidikan Formal

1992-1995 : SMP Negeri 1 Kotanopan 1995-1998 : SMU Negeri 1 Kotanopan

1998-2001 : D3 Keperawatan SyuhadaPadangsidimpuan 2012 s/d sekarang : Mahasiswa S1 EkstensiKeperawatan USU Medan

2002 : LatihanKerjaDialisisRs.Cikini Jakarta Pelatihan

2004 : KursusPerawatanintensifGinjal XV RS. Cikini Jakarta

1. Sept 2001 s/d april 2002 di Klinik ginjal & hipertensi Rasyida Medan


(66)

2. Mei 2002 s/d Agustus 2006 di Dialisis Centre Yayasan Sinar Kasih mulia Medan

3. September 2006 s/d Juli 2010 di RSUD Padangsidempuan

4. April 2011 s/d Agustus 2012 di RS Methodis Medan 5. Agustus 2010 sampai sekarang di RSUD Dr Pirngadi Medan


(1)

Lampiran 1

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN Perbedaan tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronik sebelum dan

sesudah hemodialisa di ruang hemodialisa BLUD DR.Pirngadi Medan Oleh :

Mukti ali

Saya adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah menjalani terapi hemodialisa.

Saya mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu untuk memberikan jawaban atau tanggapan sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu sendiri. Saya menjamin kerahasiaan pendapat dan identitas saudara Bapak/Ibu. Informasi yang Bapak/Ibu berikan hanya akan dipergunakan untuk pengembangan Ilmu Keperawatan dan tidak akan dipergunakan untuk maksud-maksud lain.

Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga Bapak/Ibu bebas untuk menerima atau menolak menjadi peserta penelitian ini. Jika Bapak/Ibu bersedia menjadi responden penelitian ini, maka silahkan Bapak/Ibu menandatangani formulir ini.

Tanggal : Tanda tangan :


(2)

Lampiran 2

I. Kuesioner Data Demografi

Petunjuk pengisian: isilah data di bawah ini dengan lengkap dan berilah tanda cek (√) pada kotak pilihan yang tersedia.

1. Nomor Responden :……….. (diisi peneliti) 2. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan

3. Umur :………..Tahun 4. Data Hemodialisa

Berat Badan

Pre HD : Kg Lama HD : Jam

Post HD : Kg Ultrafiltrasi: Liter IDWG : Kg QB : PGK ec : Hb : Mg/Dl Tekanan Darah

Tekanan Darah Sistole Diastole

Pre Hemodialisa Jam 1 Jam 2 Jam 3 Jam 4 Jam 5 Post Hemodialisa


(3)

(4)

(5)

CURRICULUM VITAE

DATA PRIBADI

Nama : Mukti Ali

Tempat,tanggal lahir : Tamiang, 23 Agustus 1979 Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jl. LetdaSujono, Gang Cempaka, Nomor 12 Medan Kewarganegaraan : Indonesia

Telephone : 0813-7620-9248

LATAR BELAKANG PENDIDIKAN

1986-1992 : SDNegeri 142658 Tamiang Pendidikan Formal

1992-1995 : SMP Negeri 1 Kotanopan 1995-1998 : SMU Negeri 1 Kotanopan

1998-2001 : D3 Keperawatan SyuhadaPadangsidimpuan 2012 s/d sekarang : Mahasiswa S1 EkstensiKeperawatan USU Medan

2002 : LatihanKerjaDialisisRs.Cikini Jakarta Pelatihan

2004 : KursusPerawatanintensifGinjal XV RS. Cikini Jakarta

1. Sept 2001 s/d april 2002 di Klinik ginjal & hipertensi Rasyida Medan


(6)

2. Mei 2002 s/d Agustus 2006 di Dialisis Centre Yayasan Sinar Kasih mulia Medan

3. September 2006 s/d Juli 2010 di RSUD Padangsidempuan

4. April 2011 s/d Agustus 2012 di RS Methodis Medan

5. Agustus 2010 sampai sekarang di RSUD Dr Pirngadi Medan