Tinea Kruris Et Korporis Pada Pasien Wanita.

LAPORAN KASUS
TINEA KRURIS ET KORPORIS PADA PASIEN WANITA
Ida Bagus Reza Nanda Iswara, dr. IGK Darmada, Sp.KK (K),
dr. Luh Made Mas Rusyati, Sp.KK
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana / Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar
ABSTRAK
Tinea Korporis adalah infeksi jamur dermatofita yang menyerang kulit halus tanpa
rambut (glabrous skin), sedangkan tinea kruris adalah infeksi dermatofita yang
menyerang tubuh dibagian lipatan paha, perineum dan kulit sekitar anus. Infeksi
dermatofita paling sering disebabkan oleh jamur dari genus Trychophyton,
Microsporum dan Epidermophyton dimana Trycophyton rubrum merupakan penyebab
utama dari tinea kruris dan tinea korporis. Dilaporkan kasus seorang wanita berumur 23
tahun dengan diagnosis tinea kruris et korporis. Gambaran klinis pasien dengan keluhan
gatal di bagian tangan, ketiak dan pantat dengan efloresensi makula eritema multipel
berbatas tegas, bentuk geografis, ukuran 0.5 x 1 cm s/d 2 x 3 cm dengan skuama tipis
diatasnya dan makula eritema multipel berbatas tegas, bentuk bulat dengan ukuran 5 x 8
cm, dengan tepi meninggi dan central healing positif. Pada pemeriksaan kalium
hidroksida (KOH) 20% ditemukan arthrospora pada ketiak dan hifa panjang di tangan.
Pengobatan yang diberikan mikonazole cream 2 kali sehari dan oral sistemik
griseofulvin tablet 1x 500mg perhari selama 2 minggu. Prognosis pasien baik.

Kata kunci: Tinea korporis, Tinea kruris , RSUP Sanglah, T. rubrum

ABSTRACT
Tinea corporis is a dermatophyte infection of glabrous skin, while tinea cruris is
dermatophyte infection of the groin, perineum area and perianal skin. Dermatophyte
infection usually caused by fungal from genus Trycophyton, Microsporum and
Epidermophyton while Trycophyton rubrum is the main cause of tinea corporis and
cruris. Reported the case a 23 –year old woman with a diagnosis of tinea cruris et
corporis. Clinical feature with complain itch in axilla, hand and buttocks with
efflorescence multiple erythemathous macula, demarcated, geographic shape, size 0.5 x
1cm up to 2 x 3 cm with thin squama and multiple erythematous macula, demarcated,
round shape, size 5 x 8 cm, raised leading edge and positive central healing. Kalium
Hidroxyde (KOH) 20% examination finds arthrospora in axilla and long hyphae on
hands. Miconazole cream treatment given twice / day and oral sistemik griseofulvin
tablet 1x500 mg per day for 2 weeks. Patient’s prognosis is good.
Keywords: Tinea korporis, Tinea kruris , RSUP Sanglah, T. rubrum

1

PENDAHULUAN

Kondisi geografis Indonesia
sebagai Negara tropis dengan suhu dan
kelembaban yang tinggi memudahkan
tumbuhnya
jamur.
Hal
tersebut
menyebabkan
prevalensi
penyakit
infeksi jamur yaitu dermatofitosis di
Indonesia
cukup
tinggi.
Studi
menyebutkan 20% - 25% orang dewasa
di seluruh dunia terinfeksi oleh
dermatofitosis.
Dermatofitosis
merupakan infeksi jamur superfisial

yang disebabkan oleh
jamur
dermatofita pada jaringan yang terdapat
zat
tanduk
(berkeratin),
jarang
mengenai lapisan yang lebih dalam,
ditandai dengan lesi inflamasi maupun
non inflamasi, mengenai stratum
korneum pada kulit, rambut dan kuku.
Infeksi jamur yang sering menyebabkan
dermatofitosis
adalah
genus
Tricophyton,
Microsporum
dan
Epidermophyton.
Transmisi

dermatofitosis menyebar melalui 3 cara
yakni Antropofilik, Zoofilik, dan
Geofilik.
Transmisi
antropofilik
merupakan penularan dari manusia ke
manusia, Zoofilik adalah penularan dari
hewan ke manusia, dan Geofilik adalah
penularan dari tanah ke manusia.
Transmisi antropofilik dan zoofilik
dapat berupa transmisi secara langsung
maupun tidak langsung.. 1,2,3,
Trycophyton
rubrum,
Trycophyton
mentagrophytes
dan
Microsporum canis merupakan agen
penyebab paling sering pada infeksi
tinea korporis dan tinea kruris. Tinea

korporis merupakan infeksi jamur
dermatofita yang menyerang bagian
kulit halus tanpa rambut (glabrous skin)
kecuali telapak tangan, telapak kaki dan
lipatan paha. Sedangkan tinea kruris
merupakan infeksi jamur yang sering
menyerang bagian lipatan paha, bagian
perineum, dan kulit disekitar anus.
Secara klinis, pada pasien biasanya
hanya terdapat satu jenis tinea, namun

dapat pula ditemukan lebih dari satu.
Tinea kruris et korporis merupakan
salah satu infeksi jamur yang sering
mengenai masyarakat di Indonesia. Hal
ini diakibatkan masyarakat yang tidak
menyembuhkan salah satu tinea yang
dideritanya yang kemudian terjadi
penyebaran
dan

menyebabkan
timbulnya tinea yang lainnya.1,3
Diagnosis
laboratorium dari
dermatofitosis biasanya dapat dilakukan
preparat Kalium Hidroksida (KOH).
Konsentrasi
larutan
KOH
yang
digunakan adalah 10% untuk sediaan
rambut, dan 20% pada sediaan kulit dan
kuku. Hasilnya akan didapatkan adanya
hifa
maupun
spora
berderet
(arthrospora). Adapun cara lainnya
menggunakan medium agar dekstrosa
Sabouraud, namun cara ini jarang

digunakan karena memerlukan waktu
yang lama.1,3
Pengobatan
infeksi
dermatofitosis
sebagian
besar
memberikan respon baik terhadap
pemberian topical antifungal selama 2-4
minggu. Pemberian obat antifungal
secara oral dapat diberikan apabila
infeksi dermatofitosis cukup luas
maupun tidak berespon terhadap
pemberian antifungal topical.1,3
Laporan kasus ini membahas
tinea kruris et tinea korporis pada
pasien wanita, yang merupakan kasus
dermatofitosis yang sangat sering
terjadi pada masyarakat di Indonesia.
Penentuan diagnosis yang tepat serta

edukasi terhadap masyarakat sangatlah
penting untuk mencegah penyebaran
penyakit ini.
LAPORAN KASUS
Seorang wanita, Ny. I , sudah
menikah, berumur 23 tahun datang ke
poliklinik kulit dan kelamin RSUP
Sanglah pada tanggal 9 Desember 2013
dengan nomor RM 13034199. Pasien
datang dengan keluhan utama gatal2

gatal diseluruh tubuh. Berdasarkan
anamnesis didapatkan keluhan gatal di
telapak tangan kiri sejak 5 bulan yang
lalu. Keluhan awal berupa bintil merah
berair yang timbul setelah pasien
mencuci
pakaian
menggunakan
pemutih. Selain itu pasien juga

mengeluhkan gatal di pantat dan ketiak
yang dirasakan semenjak 2 minggu
yang lalu. Rasa gatal di ketiak dan
pantat semakin berat saat berkeringat.
Riwayat pengobatan sebelumnya pasien
diberi obat oral dan salep saat
berkunjung ke puskesmas. Tidak
terdapat nyeri pada pasien.
Tidak ada riwayat alergi baik
obat
maupun
makanan.
Tidak
ditemukan penyakit penyerta. Riwayat
operasi dan transfusi tidak ditemukan.
Riwayat keluarga tidak ada yang
menderita keluhan yang sama. Pada
rambut tidak terjadi alopesia. Tidak ada
kelainan pada kuku. Pada penilaian
fungsi

kelenjar
keringat
tidak
ditemukan
hyperhidrosis
maupun
anhidrosis. Pembesaran kelenjar limfe
dan penebalan saraf negatif. Keadaan
umum tampak baik, tekanan darah
110/70 mmHg, frekuensi napas 20
kali/menit, suhu 36oC, Nadi 80
kali/menit. Status internus pasien dalam
batas normal.
Pada status dermatologi terdapat
lokalisasi pada region antebrachii
sinistra, region gluteus sinistra &
dextra, dan pada region axilla. Bentuk
efloresensi berupa makula eritema
multiple
berbatas

tegas,
bentuk
geografis, ukuran 0.5 x 1 cm s/d 2 x 3
cm dengan skuama tipis diatasnya.
Didapatkan juga makula eritema
multiple berbatas tegas , bentuk bulat
dengan ukuran 5 x 8 cm, dengan tepi
meninggi dan central healing positif.
Pada pemeriksaan larutan KOH 20%
didapatkan arthrospora pada ketiak dan
hifa panjang di tangan. Diagnosa kerja
adalah Tinea Kruris et Korporis.
Penatalaksanaan diberikan mikonazole
cream 2 kali/hari dan griseofulvin tablet

1x500mg perhari selama 2 minggu. KIE
adalah kontrol ke poliklinik setelah 7
hari. Prognosis pasien adalah baik
DISKUSI
Dermatofita adalah golongan
jamur
yang
menyebabkan
dermatofitosis. Jamur ini tumbuh di
bagian yang mengandung keratin.
Penyakit ini disebabkan oleh jamur
genus Tricophyton, Microsporum dan
Epidermophyton. Dermatofitosis dibagi
menjadi beberapa bagian, yakni Tinea
kapitis, tinea barbe, tinea kruris, tinea
pedis et manum, tinea unguinum, dan
tinea korporis. Umumnya penderita
hanya terkena salah satu jenis tinea,
namun pada infeksi yang lama dapat
muncul tinea jenis lainnya. Pada kasus
diatas pasien menderita 2 jenis tinea,
yakni
tinea
kruris
dan
tinea
1,3,4,5
korporis.
Tinea kruris atau “jock itch”
merupakan dermatofitosis pada lipat
paha, daerah perineum dan sekitar anus.
Biasanya terdapat pada laki-laki dewasa
dan paling sering diakibatkan oleh T.
rubrum dan E. floccosum. Kelainan ini
dapat bersifat menahun, bahkan
berlangsung seumur hidup. Lesi kulit
dapat terbatas pada daerah genito krural
atau dapat meluas ke daerah disekitar
anus , gluteus dan perut bagian bawah.
Manifestasi klinis dapat berupa lesi
berbatas tegas dengan peradangan tepi
lebih nyata daripada daerah tengahnya
atau disebut central healing.1,2,5
Tinea korporis atau “ringworm”
merupakan dermatofitosis
yang
menyerang bagian kulit halus tanpa
rambut (glabrous skin) yaitu tubuh dan
ekstremitas. Infeksi kadang menyebar
ke daerah leher dan pergelangan tangan
pada orang dewasa yang kontak dengan
anak yang terinfeksi. Tinea korporis
paling sering di sebabkan oleh infeksi T.
rubrum dan E. floccosum. Manifestasi
klinis yang dapat dilihat merupakan lesi
berbentuk bulat atau lonjong, berbatas
tegas, terdapat skuama, terkadang
3

terdapat papul dan vesikel pada tepinya.
Pada tinea korporis yang sudah
berlangsung lama , tanda radang sudah
tidak terlihat. Kelainan ini dapat terjadi
diseluruh tubuh dan kadang dengan lesi
di lipatan paha. Seperti kasus diatas, hal
ini disebut dengan Tinea kruris et
korporis maupun sebaliknya. Bentuk
seperti ini biasanya disebabkan oleh
infeksi T. rubrum. 1,2,5
Diagnosis dari tinea kruris dan
tinea korporis didapatkan dari hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang laboratorium.
Dari anamnesis dapat kita ketahui
berdasarkan keluhan pasien seperti
adanya lesi di tubuh dengan rasa gatal,
nyeri atau bahkan sensasi terbakar.
Berdasarkan kasus diatas, seorang
perempuan umur 23 tahun mengeluh
gatal ditangan, ketiak dan pantat. Rasa
gatal terutama dirasakan pada saat
berkeringat. Hal ini sesuai dengan
karakteristik tinea korporis dan tinea
kruris yang menyebabkan gatal semakin
berat
apabila
terkena
keringat.
Kelembapan yang tinggi, keringat yang
berlebih dan menggunakan pakaian
tertutup merupakan faktor predisposisi
dari penyakit ini. Pasien sebelumnya
juga mengeluhkan penyakit dimulai saat
penderita mencuci pakaian, dimana
jamur sering tumbuh diakibatkan
kondisi tubuh yang terpapar air.1,3
Pada
pemeriksaan
fisik
didapatkan adanya macula multiple
berbatas tegas, bentuk geografis dengan
skuama tipis diatasnya dan macula
multiple berbatas tegas, berbentuk bulat
dengan tepi meninggi dan adanya
central healing pada bagian telapak
tangan, ketiak dan pantat. Hal ini sesuai
dengan literature yang menyebutkan
manifestasi klinis dari tinea kruris dan
tinea korporis merupakan lesi berbatas
tegas, berbentuk bulat atau lonjong,
terdapat skuama dan adanya central
healing. Diagnosis banding dari
penyakit
ini
adalah
dermatitis
seboroika, psoriasis, dan pitriasis rosea.

Kelainan pada dermatitis seboroika
dapat menyerupai tinea korporis karena
terletak pada daerah –daerah predileksi
seperti kulit kepala, lipatan kulit dan
sebagainya. Pitiriasis rosea distribusi
lesinya simetris dan terbatas pada tubuh
dan bagian proksimal anggota badan.
Psoriasis tempat predileksinya didaerah
ekstensor seperti lutut, siku dan
punggung dimana letaknya seperti tinea
kruris dan korporis.2,3,4,5
Pemeriksaan
laboratorium
dilakukan dengan pemeriksaan sediaan
basah. Sediaan basah dilakukan dengan
meletakan bahan diatas gelas alas ,
kemudian di tetesi larutan KOH
sebanyak 2 tetes. Konsentrasi larutan
KOH digunakan 20% karena media
yang digunakan adalah sediaan kulit.
Setelah sediaan dicampur dengan
larutan KOH kemudian didiamkan
selama 15-20 menit. Sediaan kemudian
dipanaskan diatas api kecil untuk
mempercepat pelarutan. Tinta Parker
superchroom blue black ditambahkan
untuk memperjelas penampakan jamur
dalam sediaan. Setelah itu dilakukan
pemeriksaan langsung menggunakan
mikroskop. Untuk mengetahui spesies
jamur penyebab dapat dilakukan dengan
pembiakan di media Agar Sabouroud
Dekstrose. Pada media ditambahkan
antibiotic seperti khlorampenicol untuk
mencegah pertumbuhan bakteri dan
jamur kontaminan lainnya. Pembiakan
dilakukan dalam waktu 1-3 minggu,
yang kemudian dilihat warna, bentuk
dan adanya hifa. Waktu lama yang
dibutuhkan
untuk
pembiakan
menyebabkan cara ini jarang digunakan.
Hasil
dari
pemeriksaan
KOH
didapatkan arthrospora pada ketiak dan
hifa panjang di tangan. Ini menegakan
diagnosis kerja Tinea Kruris dan Tinea
Korporis.1,3
Infeksi dermatofitosis umumnya
berprognosis baik, namun dapat
mengurangi kualitas hidup penderita.
Pengobatan dapat diberikan dengan
topikal maupun oral sistemik. Topikal
4

diberikan kombinasi asam salisilat
dengan sulfur presipitatum berbentuk
salep dan derivate azol : mikonazole 2%
dan klotrimasol 1%. Sedangkan
pengobatan
sistemik
diberikan
griseofulvin 500mg per hari secara oral
apabila lesi luas, dengan pengobatan
topical tidak ada perbaikan maupun
pasien dengan penyakit immunosupresi.

3.

1,3

Dari kasus diatas pemberian
mikonazole cream 2 kali sehari selama
2 minggu sudah sesuai dengan
literature. Pemberian obat sistemik
diperlukan karena lesi cukup luas. KIE
diberikan untuk mencegah terinfeksinya
tinea korporis dan tinea kruris kembali
yakni
dengan
menghindari
menggunakan pakaian tertutup saat
cuaca panas, mengurangi kelembapan
tubuh
penderita,
meningkatkan
higienitas dan menghindari sumber
penularan lainnya seperti binatang. Hal
ini sesuai dengan literatur dimana
munculnya
dermatofitosis
dapat
disebabkan oleh kondisi yang lembab
dan salah satu jalur penyebarannya
adalah melalui kontak dengan binatang.

4.

5.

6.

Society for Microbiology. New
York. 1995, 8(2):240
Risdianto
Arif,
Kadir
Dirmawati, Amin Safruddin.
Tinea Corporis and Tinea Cruris
Caused
by
Trychophyton
mentagrophytes type glanular in
Asthma Bronchiale Patient.
Medical Faculty of Hasanuddin
University, Makassar. 2013
Straten Melody R. Vander,
Hossain
Mohammad
A,
Ghannoum
Mahmoud
A.
Cutaneus
infections
Dermatophytosis, onchomycosis
and tinea versicolor. Infectius
Disease Clinics of North
America. Cleveland. 2003
Kurniati, C. Etiopatogenesis
Dermatofitosis,
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Airlangga, Surabaya. 2008
Dermatophytosis. The Centre
for Food Security & Public
Health. Iowa. 2013

1,2,3

SIMPULAN
Seorang wanita, usia 23 tahun
menderita infeksi Tinea Kruris et
Korporis pada bagian tangan, ketiak,
dan pantat. Pasien mendapatkan
pengobatan topikal mikonazole cream 2
kali perhari dan oral sistemik
griseofulvin tablet 1x500mg perhari
selama 2 minggu. Prognosis pasien
adalah baik.

DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, Adhi. Dkk.: Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin.
Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta. 2009.
2. Weitzman I, Summerbell R C.
The Dermatophytes. American
5