ANALISIS KEMAMPUAN GURU DALAM MENGELOLA PEMBELAJARAN IPS UNTUK MENGEMBANGKAN BERPIKIR KRITIS SISWA SEKOLAH DASAR.

(1)

ANALISIS KEMAMPUAN GURU DALAM MENGELOLA

PEMBELAJARAN IPS UNTUK MENGEMBANGKAN

BERPIKIR KRITIS SISWA SEKOLAH DASAR

(Analisis Deskriptif Pada Lima Sekolah Dasar di Gugus II Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Dasar

Oleh Ai Nurhayati NIM 1204717

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR

SEKOLAH PASCASARJANA


(2)

ANALISIS KEMAMPUAN GURU DALAM MENGELOLA

PEMBELAJARAN IPS UNTUK MENGEMBANGKAN

BERPIKIR KRITIS SISWA SEKOLAH DASAR

(Analisis Deskriptif Pada Lima Sekolah Dasar di Gugus II Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat)

Oleh Ai Nurhayati

S.Pd. SD Universitas Terbuka, 2008

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Dasar

Konsentrasi Pendidikan IPS

© Ai Nurhayati 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Februari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

(4)

Ai Nurhayati, 2014

DAFTAR ISI

Hal.

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Struktur Organisasi... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 13

A. Kemampuan Guru ... 13

B. Teori Kompetensi Guru ... 17

C. Kemampuan Mengelola Pembelajaran ... 19

1. Kemampuan Merencanakan Pembelajaran Untuk Mengembangkan Berpikir Kritis Siswa ... 22

2. Kemampuan Melaksanakan Pembelajaran Untuk Mengembangkan Berpikir Kritis Siswa ... 26

3. Kemampuan Melaksanakan Penilaian (Evaluasi) Untuk Mengembangkan Berpikir Kritis Siswa ... 31

D. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ... 33

1. Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ... 33

2. Pengertian Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ... 34

3. Karakteristik Mata Pelajaran IPS ... 35

4. Tujuan Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar ... 36

E. Berfikir Kritis Dalam Pembelajaran IPS ... 38


(5)

G. Berpikir Kritis Siswa SD ... 47

H. Hasil Penelitian Yang Relevan ... 49

I. Kerangka Berpikir Penelitian ... 53

BAB III METODE PENELITIAN ... 57

A. Lokasi dan SubjekPenelitian... 57

1. Lokasi Penelitian ... 57

2. Subjek Penelitian ... 58

B. Pendekatan Penelitian ... 60

C. Metode Penelitian ... 61

D. Penjelasan Istilah... 62

E. Instrumen Penelitian ... 64

F. Teknik Pengumpulan Data ... 65

G. Tahap-Tahap Penelitian ... 68

H. Teknik Analisis Data ... 70

I. Keabsahan Data ... 72

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ... 74

A. Hasil Penelitian ... 74

1. Deskripsi Umum Lokasi dan Subjek Penelitian ... 74

2. Kemampuan Guru Dalam Perencanaan Pembelajaran Untuk Mengembangkan Berpikir Kritis Siswa ... 83

Analisis Setiap Komponen Dalam RPP Untuk Mengembangkan Berpikir Kritis... 84

a. Indikator Dalam Mengembangkan berpikir kritis ... 86

b. Tujuan Pembelajaran dalam Mengembangkan Berpikir Kritis ... 91

c. Metode Pembelajaran Dalam Mengembangkan Berpikir Kritis ... 94

d. Langkah-langkah Pembelajaran Dalam Mengembangkan Berpikir Kritis ... 96

e. Penilaian Dalam Kegiatan Pembelajaran Untuk Mengembangkan Berpikir Kritis ... 101

3. Kemampuan Guru Dalam Melaksanakan Pembelajaran Untuk Mengembangkan Berpikir Kritis Siswa ... 106

Analisis Pelaksanaan Pembelajaran Dalam Mengembangkan Berpikir Kritis... 107

a. Metode Pembelajaran Dalam Mengembangkan Berpikir Kritis ... 109 b. Pengelolaan Kelas Dalam Mengembangkan


(6)

Ai Nurhayati, 2014

Berpikir Kritis ... 113 c. Langkah-langkah Pembelajaran dari Mulai

Kegiatan Awal, Kegiatan Inti, dan Kegiatan

Akhir dalam Mengembangkan Berpikir Kritis... 117 d. Pertanyaan Guru Dalam Mengembangkan

Berpikir Kritis ... 130 e. Pertanyaan Siswa Dalam Mengembangkan

Berpikir Kritis ... 133 f. Interaksi Dalam Kegiatan Pembelajaran Untuk

Mengembangkan Berpikir Kritis ... 135 g. Penjelasan Materi Pelajaran Dalam

MengembangkanBerpikir Kritis ... 137 h. Sumber dan Media Pembelajaran Dalam

Mengembangkan Berpikir Kritis ... 139 4. Kemampuan Guru Melaksanaan Penilaian

Pembelajaran untuk Mengembangkan Berpikir

Kritis Siswa ... 143 Analisis Penilaian Dalam Proses Pembelajaran Untuk

Mengembangkan Berpiker Kritis ... 143 5. Upaya-Upaya Yang Dilakukan Guru Dalam Kegiatan

Pembelajaran Untuk Mengembangkan Berpikir Kritis

Siswa ... 148 Analisis Terhadap Upaya-Upaya yang Dilakukan

Guru Dalam Kegiatan Pembelajaran Untuk

Mengembangkan Berpikir Kritis... 148 6. Hambatan-Hambatan Yang Dihadapi Guru dalam

Mengembangkan Berpikir Kritis Siswa ... 152 Analisis Hambatan-Hambatan Yang Dihadapi Guru

Dalam Mengembangkan Berpikir Kritis ... 153 B. Pembahasan ... 159

1. Perencanaan Pembelajaran dalam Mengembangkan

Berpikir Kritis ... 159 2. Pelaksanaan Pembelajaran dalam Mengembangkan

Berpikir Kritis ... 168 3. Penilaian Pembelajaran dalam Mengembangkan

Berpikir Kritis ... 176 4. Upaya-Upaya Yang Dilakukan Guru Dalam Kegiatan

Pembelajaran Untuk Mengembangkan Berpikir Kritis ... 179 5. Hambatan-Hambatan Yang Dihadapi Guru dalam

Mengembangkan Berpikir Kritis ... 180 BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 182


(7)

A. Simpulan ... 182 B. Saran ... 183 DAFTAR PUSTAKA ... 186 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(8)

Ai Nurhayati, 2014

DAFTAR TABEL

Tabel Hal.

4.1 Hasil observasi terhadap RPP dalam mengembangkan

berikir kritis ... 85 4.2 Hasil observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran dalam

mengembangkan berpikir kritis ... 108 4.3 Hasil observasi terhadap penilaian proses pembelajaran

dalam mengembangkan berpikir kritis ... 144 4.4 Upaya-upaya yang dilakukan guru dalam kegiatan

pembelajaran untuk mengembangkan berpikir kritis ... 149 4.5 Hambatan-Hambatan Yang Dihadapi Guru Dalam


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

A. SK Bimbingan

B. Surat Izin Melakukan Penelitian dari SPs UPI

C. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari Sekolah yang Menjadi Lokasi Penelitian

D. Kartu Kegiatan Bimbingan Penelitian dan Penulisan Tesis E. Kisi-kisi Instrumen Tes

F. Pedoman Wawancara dengan Guru G. Pedoman Wawancara dengan Siswa H. Pedoman Observasi Terhadap RPP

I. Pedoman Obsevasi Pelaksanaan Pembelajaran

J. Pedoman Observasi Pertanyaan Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran K. Riwayat Hidup


(10)

(11)

ANALISIS KEMAMPUAN GURU DALAM MENGELOLA PEMBELAJARAN IPS UNTUK MENGEMBANGKAN

BERPIKIR KRITIS SISWA SEKOLAH DASAR AI NURHAYATI

NIM 1204717 ABSTRAK

Penelitian ini didasarkan pada permasalahan rendahnya kemampuan siswa dalam berpikir kritis. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran IPS untuk mengembangkan berpikir kritis siswa di sekolah dasar, dilihat dari kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran, melaksanaan pembelajaran, dan melakukan penilaian pembelajaran. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif yang dilakukan di lima buah sekolah dasar di Gugus II Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat. Subyek penelitian adalah lima orang guru kelas VI. Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, studi dokumentasi, dan studi pustaka. Hasil penelitian adalah kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran secara keseluruhan mampu mengembangkan berpikir kritis, melalui kemampuan dalam merumuskan komponen-komponen yang ada dalam RPP yaitu; indikator, tujuan pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan juga dalam menentukan metode dan media pembelajaran. Sedangkan dalam pelaksanaan pembelajaran baru sebagian kecil guru yang mampu mengembangkan berpikir kritis, melalui kegiatan tanya jawab dan kemampuan menerapkan keterampilan mengajar yang dilaksanakan dengan baik selama proses pembelajaran. Penilaian yang dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran belum sepenuhnya dapat mengembangkan berpikir kritis. Penilaian proses yang dilakukan guru selama kegiatan pembelajaran melalui tanya jawab mampu mengembangkan berpikir kritis siswa. Sedangkan penilaian hasil yang dilaksanakan di akhir kegiatan pembelajaran melalui evaluasi secara individual, belum mampu mengembangkan berpikir kritis, dikarenakan soal-soal yang diberikan baru sebatas ingatan saja.

Reinforcement, dan juga waktu yang diberikan baik untuk bertanya ataupun

menjawab pertanyaan merupakan upaya-upaya yang dilakukan guru dalam mengembangkan berpikir kritis. Adapun hambatan-hambatan yang dihadapi guru dalam mengembangkan berpikir kritis siswa berasal dari guru itu sendiri, siswa, dan juga lingkungan sekitar. Berdasarkan hasil penelitian, direkomendasikan untuk lebih memotivasi guru agar dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam merancang dan melaksanakan penilaian dalam kegiatan pembelajaran yang dapat mengembangkan berpikir kritis dalam rangka meningkatkan diri sebagai guru profesional.


(12)

Ai Nurhayati, 2014

ANALYZING TEACHER’S ABILITY IN THE MANAGEMENT OF SOCIAL STUDIES EDUCATION TEACHING AND LEARNING TO DEVELOP

ELEMENTARY SCHOOL STUDENTS’ CRITICAL THINKING AI NURHAYATI

STUDENT ID 1204717 ABSTRACT

The research was based on the issue of students’ low ability in critical thinking. The aim of this research is thus to analyze teacher’s ability in the management of Social Studies Education teaching and learning to develop students’ critical thinking in elementary schools, viewed from teacher’s ability in planning, conducting, and assessing the teaching and learning. The method employed for the research was descriptive analysis, conducted at five elementary schools in the Cluster II of Cipongkor District, Bandung Barat Regency. The subjects consisted of five sixth grade teachers. The data were collected through observation, interview, documentary study, and literary study. The results of the research demonstrated that in general the teachers were able to plan the teaching and learning to develop students’ critical thinking through the ability of formulating the components of a lesson plan, namely indicators, teaching and learning objectives, teaching and learning stages; and also the ability of determining teaching and learning method and media. Meanwhile, in conducting the new teaching and learning, only a minority of the teachers were able to develop critical thinking through question-answer activity and the ability of implementing good teaching skills during the teaching and learning process. The assessment done in the teaching and learning activities had not fully developed critical thinking. On the other hand, the assessment conducted during the process of teaching and learning through question and answer could develop students’ critical thinking. Meanwhile, the assessment of learning results at the end of teaching and learning activities through individual evaluation could not develop critical thinking skill because the questions given by teachers were only at the level of memorization. Reinforcement and time given for asking or answering questions were some of the attempts made by the teachers to develop critical thinking. The obstacles faced by the teachers in developing students’ critical thinking came from the teachers themselves, the students, and the surrounding environment. Based on the outcomes of the research it is recommended that teachers be more motivated to improve the ability and skills of planning and conducting the teaching and learning activities that can develop

students’ critical thinking in an attempt of improving themselves as professional

teachers.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Manusia sebagai individu dan sebagai warga Negara perlu mengembangkan kemampuan diri untuk dapat hidup di tengah-tengah komunitasnya. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan wawasan melalui jalan pendidikan. Hal ini dinyatakan dalam pasal 3 Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pendidikan juga perlu mengembangkan kemampuan berpikir. Costa Arthur L.(Al Muchtar, 2007) mengemukakan bahwa pengembangan kemampuan berpikir ini terkait dengan asumsi bahwa berpikir merupakan potensi manusia yang perlu secara sengaja dikembangkan untuk mencapai kapasitas optimal. Proses pendidikan dalam konteks ini merupakan sarana untuk mengembangkannya. Kemampuan berpikir dianggap sebagai sumberdaya yang amat vital bagi suatu bangsa, karena itu dibutuhkan dari kaum pendidik untuk menyelenggarakan pendidikan berpikir.

Salah satu hal yang terkait dengan bidang pendidikan adalah guru. Guru merupakan komponen yang sangat penting dalam pendidikan, karena secara keseluruhan merupakan komponen yang paling menentukan dalam sistem pendidikan, khususnya yang diselenggarakan secara formal di sekolah, terutama yang berkaitan dengan proses belajar mengajar. Guru merupakan komponen yang paling berpengaruh terhadap terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas.


(14)

Ai Nurhayati, 2014

Pendidikan yang berkualitas adalah yang mampu mengembangkan potensi yang ada pada siswa. Kemampuan berpikir merupakan salah satu potensi yang harus dikembangkan. Dalam mengembangkan kemampuan berpikir diperlukan suatu proses keterampilan berpikir yang melibatkan aktivitas mental. Aktivitas tersebut dapat dijelaskan berdasarkan pada apa yang dilakukan ketika berpikir. Berpikir pada umumnya dianggap suatu proses yang akan melahirkan pengetahuan, sikap maupun tindakan.

Pendidikan berpikir diperlukan untuk mengembangkan intelegensi yang merupakan potensi kodrati untuk ditumbuhkembangkan tanpa henti. Intelegensi menentukan harkat sebagai manusia dalam mengembangkan kemampuan berpikirnya. Semakin tinggi kemampuan berpikir seseorang makin tinggi kemampuan intelegensi orang itu. Bahkan kemampuan berpikir itu dapat mendorong perkembangan potensi lain yang ada pada diri siswa. Pendidikan dalam hal ini merupakan wadah yang dapat mengoptimalkan potensi diri sehingga tercapai kualitas sesuai dengan yang diharapkan.

Dalam kaitannya dengan kemampuan berpikir Fakri, (Almuhtar, 2007) mengatakan bahwa pendidikan berpikir itu ditunjukan untuk mengembangkan kualitas anak agar proses perkembangan kognitifnya (intelegensi) ini memperoleh peluang secara optimal pula. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa apabila kemampuan berpikir anak dikembangkan maka perkembangan intelegensinyapun berkembang sesuai dengan yang diharapkan. Bila dihubungkan dengan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan, apabila guru mampu mengembangkan proses berpikir siswa, maka kemampuan-kemampuan yang lainpun akan berkembang salah satunya adalah kemampuan kognitifnya.Walaupun belajar selalu mengandung kegiatan berpikir, namun apabila tidak diprogram secara khusus proses pendidikan berpikir ini hanya sekedarnya dan tidak memadai untuk melatih seseorang dalam mengembangkan berpikir secara optimal.


(15)

3

Banyak pakar psikologi dan pendidikan yang mengemukakan perlunya aplikasi pendidikan berpikir.Walaupun pendidikan itu sebagai sarana pengembangan berpikir ia sering diabaikan dalam praktek, sehingga dilihat dari dimensi kualitas pendidikan pengembangan berpikir ini masih lemah. Salah satu cirinya adalah banyak proses pendidikan memberikan sebanyak mungkin bahan pelajaran untuk mencapai

“target kurikulum”, sedang kapasitas berpikir tidak ditingkatkan kepada tarap yang

optimal (higher order thinking skills).

Keterampilan berpikir adalah salah satu bidang terpenting dalam kurikulum. Membantu anak mengembangkan dan meningkatkan keterampilan berpikir merupakan tugas guru yang tidak boleh terlewatkan karena keterampilan berpikir merupakan bekal anak untuk menghadapai kehidupan nantinya.

Bob Kizlik (Aisyah & Setiawan, 2010) menyatakan bahwa berpikir mengacu pada proses membuat satu seri terstruktur dari transaksi yang berhubungan di antara bagian-bagian yang diterima. Bob kizlik juga mendefinisikan keterampilan berpikir sebagai satu set keterampilan dasar dan lanjut yang merupakan bagian dari keterampilan yang mengendalikan proses mental seseorang.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan berpikir pada umumnya dianggap suatu proses kognitif, suatu aksi mental yang dengan proses dan tindakan pengetahuan itu diperoleh. Proses berpikir berhubungan dengan bentuk-bentuk tingkah laku yang lain dan memerlukan keterlibatan aktif pada bagian-bagian tertentu karena melibatkan proses mental.

Salah satu dimensi keterampilan berpikir adalah berpikir kritis (critical

thinking). Paul (Fisher, 2008) mendefinisikan berpikir kritis adalah mode berpikir

mengenai hal, substansi atau masalah apa saja, dimana si pemikir meningkatkan kualitas pemikirannya dengan menangani secara terampil struktur-struktur yang melekat dalam pemikiran dan menerapkan standar-standar intelektual padanya.

Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa berpikir kritis merupakan sebuah proses terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental, seperti memecahkan


(16)

Ai Nurhayati, 2014

masalah, mengambil keputusan, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpendapat dengan cara yang terorganisasi dan mengevaluasi secara sistematis melalui bobot pendapat pribadi dan orang lain. Dengan berpikir kritis memungkinkan siswa untuk mempelajari masalah secara sistematis, menghadapi berbagai tantangan dengan cara yang terorganisasi, dan merumuskan pertanyaan inovatif beserta solusi yang rasional.

Ilmu Pengetahuan Sosial, merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari Sekolah Dasar yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Melalui mata pelajaran IPS, siswa diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Diharapkan dengan mempelajari IPS siswa akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam tentang keterkaitan antara berbagai bidang ilmu. Sehingga menjadikan sesuatu yang bermakna dan menyenangkan bagi siswa yang akan diaplikasikan dalam kehidupannya.

Apabila dikaitkan dengan kondisi pendidikan IPS saat ini, proses berpikir ini sangat lemah. Hal ini ditunjukan dengan hasil pembelajaran tersebut lebih menekankan siswa untuk menghapal dan mengingat, dan kurang memfasilitasi siswa untuk memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Pembelajaran IPS selama ini hanya mengarahkan kepada kemampuan untuk menghafal informasi sehingga siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Pada akhirnya siswa menjadi pasif yang menjadikannya tidak tanggap terhadap lingkungan sekitar.

Dalam praktek pembelajaran IPS saat ini siswa dipaksa untuk mengingat dan mengemukakan berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari sehingga ketika siswa lulus sekolah, mereka pintar teoritis tetapi miskin aplikasi. Siswa kurang mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut diaplikasikan pada kehidupan nyata.


(17)

5

Beberapa penelitian telah dilakukan berkaitan dengan kegiatan pembelajaran IPS. Hasil Penelitian Samsani (2009) menyatakan bahwa pembelajaran IPS di sekolah dasar selama ini menitik beratkan pada bagaimana menghabiskan materi pelajaran dari buku teks melalui metode ceramah, dan menuliskan materi di papan tulis, sehingga siswa tidak begitu aktif dalam proses pembelajaran. Hal inilah yang menjadikan kegiatan pembelajaran yang membosankan dan siswa tidak termotivasi untuk belajar sehingga kemampuan berpikirnyapun tidak berkembang. Romi Junior (2008) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa ada kecenderungan menempatkan masalah pendidikan IPS terbatas pada kurikulum persekolahan, dengan dominasi teknik guru bercerita dan siswa mengingat. Di samping itu perkembangan ilmu dan teknologi dalam era informasi modern yang ditandai dengan banyak terjadinya pergeseran nilai dalam perubahan sosial budaya tidak terantisipasi secara konstruktif dalam pembaharuan pendidikan IPS. Sebagaimana yang dikemukakan oleh

Rofi’uddin (2009) bahwasanya pendidikan berpikir tidak tetangani secara sistematis dan dilaksanakan secara parsial. Sebagai akibatnya, kemampuan berpikir lulusan SD masih sangat rendah

Hasil penelitian Suharkat (2011) menyatakan permasalahan yang berhubungan dengan pembelajaran IPS bila dikaitkan dengan kondisi guru yang ada di lapangan masih banyak hal yang dianggap kurang memadai dan harus segera dibenahi, diantaranya :1) Adanya keengganan guru untuk mengajar secara proporsional. Hal ini dikarenakan materi pembelajaran yang begitu banyak dalam jatah waktu yang terbatas. Sebagai penyelesaiannya guru hanya mendiktekan ringkasan dari materi pelajaran untuk dihapal siswa. Pola pengajaran seperti ini yang secara tidak langsung membangun apatisme dalam diri siswa terhadap pembelajaran IPS. 2) Isi materi pembelajaran yang banyak secara kuantitas tidak dibarengi dengan kualitas yang memadai. Pernyataan ini didasarkan pada kenyataan bahwa guru tidak mengemas materi pembelajaran pada situasi yang memberi peluang pada siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini kegiatan pembelajaran


(18)

Ai Nurhayati, 2014

jarang dihubungkan dengan masalah yang ada menyangkut kehidupan sosial di sekitarnya. Siswa tidak dituntun untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Dimana kemampuan tersebut akan membentuk kompetensi-kompetensi sosial yang menjadi tuntunan mata pelajaran IPS. 3) Guru masih mendominasi dalam proses pembelajaran. Hal ini berakibat komunikasi searah, dimana guru menempatkan dirinya sebagai komponen yang paling aktif dan siswa hanya sebagai penerima pasif informasi.

Kualitas guru dapat ditinjau dari dua segi, dari segi proses dan segi hasil. Dari segi proses guru dikatakan berhasil apabila mampu melibatkan sebagian besar siswa secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran. Di samping itu, dapat dilihat dari gairah dan semangat mengajarnya, serta adanya rasa percaya diri. Adapun dari segi hasil, guru dikatakan berhasil apabila pembelajaran yang diberikannya mampu mengubah perilaku sebagian besar siswa ke arah penguasaan kompetensi dasar yang lebih baik.

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan guru sangat berperan dalam mengembangkan standar isi dan membentuk kompetensi siswa. Sehubungan dengan itu, guru harus kreatif, profesional dan menyenangkan. Guru harus kreatif memilih dan mengembangkan standar isi sebagai bahan untuk membentuk kompetensi peseta didik. Guru harus profesional dalam membentuk kompetensi siswa sesuai dengan karakteristik individual masing-masing. Guru juga harus menyenangkan, tidak saja bagi siswa,tetapi juga dirinya. Artinya, belajar dan pembelajaran harus menjadi makanan pokok bagi guru sehari-hari, harus dicintai agar dapat membentuk dan membangkitkan rasa cinta dan semangat belajar siswa.

Keberhasilan dan proses belajar mengajar di sekolah sangat dipengaruhi oleh faktor guru dan siswa. Pola mengajar guru dan cara belajar siswa mempunyai peranan penting dalam mencapai tujuan pendidikan. Ini berarti, bahwa di dalam proses belajar mengajar memerlukan tenaga yang profesional dalam menjalankan aktivitas sebagai tenaga yang mengajar dan mengelola belajar siswanya. Hal ini menuntut agar guru


(19)

7

lebih meningkatkan kualitas mengajarnya, kekompakan dan kerjasama dengan sesama guru, orang tua dan tenaga pendidikan lainnya sangatlah dibutuhkan dalam mengelola belajar para siswa, sebab apalah artinya kerja keras dan semangat belajar guru dalam proses mengajar bila anak menerimanya dengan malas dan tak bersemangat. Disinilah letak pentingnya pengelolaan belajar agar pendidikan yang diselenggarakan mencapai hasil dan tujuan sesuai dengan yang diharapkan.

Tujuan dan fungsi mata pelajaran IPS yang tercantum dalam standar isi diantaranya agar siswa memiliki kemampuan dasar untuk berpikir kritis.Untuk mencapai tujuan tersebut maka pembelajaran yang mampu mengembangkan berpikir kritis merupakan hal yang vital. Karena sumber daya manusia yang berkualitas akan tercipta jika ilmu yang diperoleh digali lebih dalam dengan mengembangkan budaya berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan dalam pembelajaran IPS, karena melalui kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran IPS akan menjadikan siswa membiasakan diri untuk berpikir sehingga keterampilan-keterampilan lainpun akan berkembang dengan baik. Berpikir kritis sebagai sebuah proses aktif dimana informasi atau gagasan yang diterima atau disampaikan tidak begitu saja diterima, akan tetapi dipikirkan dulu alasan-alasan yang mendukung suatu keyakinan dan kesimpulan-kesimpulan dari suatu hal yang dikemukakan.

Berpikir kritis dalam pembelajaran IPS berkenaan juga dengan peningkatan mutu pendidikan. Dalam hal ini sejauh mana pembelajaran IPS dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa melalui kegiatan belajarnya. Bagaimana kegiatan proses belajar yang mengandung latihan atau kegiatan berpikir kritis itu, sebab tidak setiap proses kegiatan belajar selalu ada kegiatan yang mengandung proses berpikir kritis. Walaupun tidak dipungkiri bahwa setiap kegiatan belajar pasti melibatkan kegiatan ataupun latihan berpikir.

Dari hasil pengamatan awal yang dilakukan pada lima sekolah dasar di gugus II Kecamatan Cipongkor (SDN Cibangban, SDN Citalem, SDN Ciburuy, SDN Pasir Banteng dan SDN Cibeureum) permasalahan pembelajaran IPS yang muncul tidak


(20)

Ai Nurhayati, 2014

jauh berbeda dengan permasalahan yang terjadi pada umumnya. Pembelajaran IPS yang dilaksanakan hanya berorientasi mendengar dan mencatat pelajaran setelah itu menghapal. Hal ini sangat tidak efektif untuk diterapkan, karena siswa tidak memperoleh penguasaan konsep dan kurang mengembangkan kemampuan berpikir kritis secara baik. Harapan dari tujuan pembelajaran yang telah dirumusakan tidak tercapai dengan maksimal, dikarenakan kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada penyampaian materi semata yang mengakibatkan pembelajaran bersifat monoton, tidak menantang sehingga membosankan untuk dipelajari. Hal inipula yang menjadi salah satu penyebab kemampuan berpikir siswa tidak berkembang. Padahal salah satu kemampuan yang harus dimiliki siswa dalam pembelajaran IPS adalah berpikir kritis (Critical thinking). Kemampuan mereka yang hanya bisa menerima ceramah dari guru tanpa adanya latihan untuk berpikir kritis menimbulkan titik jenuh dalam kegiatan pembelajaran, sehingga tujuan dari pendidikan IPS belum tercapai secara optimal. Permasalahan tersebut dikaitkan dengan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran, guru belum mengemas kegiatan pembelajaran yang membuat siswa belajar. Komunikasi masih searah hingga pembelajaran bersifat teacher

centered siswa hanya sebagai penerima informasi saja.Kegiatan pembelajaran belum

dikaitkan pada masalah yang terjadi dalam kehidupan siswa, hal ini dikarenakan guru terfokus pada satu sumber belajar yaitu buku teks. Isu-isu dan masalah sosial yang terjadi di sekeliling siswa belum dijadikan sebagai sumber belajar, karena kurikulum menjadi target utama dalam kegiatan pembelajaran. Hal inilah yang menjadikan siswa kurang peka terhadap lingkungan sekitar sehingga kemampuan berpikir siswa tidak terlatih dengan baik.

Sehubungan dengan permasalahan di atas maka upaya peningkatan proses belajar mengajar pendidikan IPS yang melibatkan siswa dalam pembelajaran hingga dapat mengembangkan berpikir kritis pada diri siswa merupakan kebutuhan yang sangat mendesak untuk dilakukan. Salah satu alternative untuk memecahkan permasalahan tersebut tersebut adalah dengan cara meningkatkan kemampuan guru


(21)

9

dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu guru dituntut untuk memiliki kemampuan yang mendalam dalam mengelola pembelajaran, sehingga pembelajaran menjadi suatu kegiatan yang bermakna dan menyenangkan bagi siswa.Untuk itu dibutuhkan kemauan dan kemampuan dari guru dalam pengelolan pembelajaran. Mengamati kondisi yang ada di lapangan, penulis ingin mengungkap sejauh manakah kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran IPS sehingga dapat mengembangkan berpikir kritis pada siswa.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang“Analisis Kemampuan Guru Dalam Mengelola Pembelajaran IPS Untuk Mengembangkan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar”

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarksan latar belakang penelitian diatas, maka penulis mengidentifikasikannya menjadi beberapa permasalahan yang ingin diungkap dalam penelitian ini, yakni :

a. Bagaimanakah kemampuan guru dalam merencanakan kegiatan pembelajaran IPS untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa?

b. Bagaimanakah kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran IPS untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa?

c. Bagaimanakah kemampuan guru dalam melaksanakan penilaian pembelajaran IPS untuk mengembangkan berpikir kritis siswa?

d. Upaya-upaya apa yang dilakukan guru agar siswa dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran IPS sehingga kemampuan berpikir kritisnya dapat berkembang?

e. Hambatan-hambatan apa yang dihadapai guru dalam mengembangkan berpikir kritis pada pembelajaran IPS?

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih tajam maka fokus kajian penelitian ini adalah tentang analisis kemampuan guru dalam mengelola


(22)

Ai Nurhayati, 2014

pembelajaran IPS yang dibatasi pada segi perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran, yang berkaitan dengan pengembangan keterampilan berpikir kritis.

Sesuai dengan uraian di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimanakah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran IPS untuk mengembangkan berfikir kritis siswa sekolah dasar ?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini ingin mengungkapkan dan menganalisis tentang kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran IPS untuk mengembangkan berpikir kritis siswa di lima sekolah dasar.

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengungkap dan menganalisis kemampuan guru yang berkaitan dengan :

a. Perencanaan pembelajaran IPS yang dapat mengembangkan berpikir kritis pada siswa.

b. Pelaksanaan Pembelajaran IPS yang dapat mengembangkan berpikir kritis pada siswa.

c. Penilaian dalam proses pembelajaran yang dapat mendukung pengembangan kemampuan berpikir kritis pada siswa.

d. Upaya-upaya yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran IPS sehingga membuat siswa aktif dan kemampuan berpikir kritisnya dapat berkembang. e. Hambatan-hambatan dalam mengembangkan berpikir kritis siswa pada

pembelajaran IPS.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran untuk mengembangkan berpikir kritis siswa, melalui kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran IPS di Sekolah Dasar.


(23)

11

2. Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis dalam penelitian ini adalah : a. Bagi Siswa

1. Memberikan kemudahan bagi siswa dalam memahami konsep yang dipelajari.

2. Kegiatan pembelajaran IPS menjadi sesuatu yang bermakna dan menyenangkan karena menantang untuk dipelajari.

3. Meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam kegiatan pembelajaran khususnya pada mata pelajaran IPS.

b. Bagi Guru

1. Menambah pengetahuan guru dalam merancang dan mengelola pembelajaran IPS.

2. Memberikan alternative perbaikan cara mengajar dan memperbaiki kegiatan pembelajaran IPS.

3. Meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran IPS untuk mengembangkan berpikir kritis pada siswa.

c. Bagi Sekolah

1. Meningkatkan kualitas pembelajaran IPS di sekolah tersebut.

2. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai upaya inovatif pendidikan dalam rangka peningkatan keilmuan dan sebagai masukan dalam mengelola kegiatan pembelajaran IPS untuk mengembangkan berpikir kritis.

d. Bagi Peneliti

1. Menjadi suatu titik awal untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang pembelajaran yang dapat mengembangkan berpikir kritis.

2. Menjadi acuan untuk melaksanakan penelitian yang berkaitan dengan pengembangan berpikir lainnya seperti berpikir logis atau berpikir kreatif dalam pembelajaran IPS di sekolah dasar.


(24)

Ai Nurhayati, 2014

E. Struktur Organisasi

Struktur penulisan tesis ini didasarkan pada pedoman penulisan karya ilmiah UPI 2012

Bab I Pendahuluan, pada bab ini dikemukakan latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian,

Bab II Kajian Pustaka, tentang teori yang relevan dengan masalah yang sedang diteliti, yaitu kemampuan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran IPS untuk mengembangkan berpikir kritis siswa di sekolah dasar.

Bab III Metode Penelitian, diuraikan lokasi dan subjek penelitian, pendekatan penelitian, metode penelitian, penjelasan istilah, instrument penelitian, teknik pengumpulan data, tahap-tahap penelitian, teknik analisis data, dan keabsahan data.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan meliputi analisis setiap kemampuan guru dari rumusan masalah yang diteliti yaitu kemampuan guru dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran serta upaya-upaya dan hambatan-hambatan dalam mengembangkan berpikir kritis pada siswa

Bab V Kesimpulan dan saran yaitu kesimpulan hasil penelitian dan saran/rekomendasi bagi guru, kepala sekolah, serta peneliti selanjutnya.


(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian. 1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di lima sekolah dasar, yaitu SD Negeri Cibangban, SD Negeri Cibeureum, SD Negeri Citalem, SD Negeri Ciburuy, dan SD Negeri Pasir Banteng. Lima sekolah tersebut berada dalam satu gugus yaitu gugus II yang berada di Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat. Ketertarikan peneliti dalam hal ini ingin mengetahui kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran IPS untuk mengembangkan berfikir kritis pada siswa.

Ada beberapa alasan pemilihan lokasi penelitian yaitu :

1. Ingin mengetahui kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran IPS di gugus II Kecamatan Cipongkor Bandung Barat baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran dalam mengembangkan berpikir kritis.

2. Dipilih di gugus II Kecamatan Cipongkor Bandung Barat dimaksudkan agar hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi daerah asal peneliti.

3. Salah satu SD di gugus II Kecamatan Cipongkor Bandung Barat merupakan sekolah Sekolah Dasar Standar Nasional, sehingga peneliti ingin mengetahui gambaran tentang perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran serta inovasi-inovasi yang dilakukan dalam pembelajaran.

4. Dilihat dari segi prestasi gugus II ini selalu bersaing dengan gugus yang lainnya yang ada di Cipongkor dan dari berbagai lomba selalu menjadi juara baik di tingkat Kecamatan bahkan ada yang sampai tingkat Kabupaten. 5. Belum adanya penelitian yang berorientasi kepada kemampuan guru dalam

pengelolaan pembelajaran IPS baik dari segi perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi pembelajaran.


(26)

Ai Nurhayati, 2014

Berdasarkan alasan tersebut penulis ingin menganalisis dan mendeskripsikan kemampuan guru dalam mengembangkan berpikir kritis melalui pengelolaan pembelajaran IPS. Kemampuan guru yang akan diteliti di sini yaitu kemampuan dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran. Adapun berpikir kritis siswa dalam penelitian ini dibatasi pada kemampuan untuk mengklarifikasi masalah atau isu-isu, memutuskan dan menggunakan informasi serta menarik kesimpulan.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah guru dan siswa di lima sekolah dasar di Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat. Sampel penelitian dipilih secara purposif (purposive sample), yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah guru dan siswa kelas VI di lima sekolah dasar yang diteliti. Sampel ini memfokuskan pada informan-informan terpilih yang kaya dengan informasi yang bersifat mendalam. Sebelum sampel dipilih perlu dihimpun sejumlah informasi tentang sub-sub unit dan informan-informan di dalam masalah yang akan diteliti. Kemudian peneliti memilih informan, kelompok, tempat, kegiatan, dan peristiwa yang kaya dengan informasi.

Dengan perkataan lain sampel purposif dipilih karena memang menjadi sumber dan kaya dengan informasi tentang penomena yang ingin diteliti. Kekuatan dari sampel purposif adalah dari sedikit kasus yang diteliti secara mendalam memberikan banyak pemahaman tentang topik yang di teliti.

Lincoln dan Guba (Satori & Komariah, 2011) ciri-ciri khusus sampel purposive yaitu:

a. Emergent sampling design; bersifat sementara; sebagai pedoman awal terjun ke lapangan, setelah sampai di lapangan boleh saja berubah sesuai dengan keadaan.

b. Serial selection of sample units; menggelinding seperti bola salju (snow ball); sesuai dengan petunjuk yang didapatkan dari informan-informan yang telah diwawancarai.

c. Continuous adjustment or’ fokusing’ of the sample; siapa yang akan dikejar sebagai informan baru disesuaikan dengan petunjuk informan sebelumnya dan


(27)

59

sesuai dengan kebutuhan penelitian, unit sampel yang dipilih makin lama makin terarah sejalan dengan terarahnya fokus penelitian.

d. Selection to the point of redundancy; pengembangan informan dilakukan terus

sampai informasi mengarah ke titik jenuh/ sama.

Jadi, penentuan sampel dalam penelitian kualitatif lebih banyak ditentukan saat peneliti mulai memasuki lapangan dan selama penelitian berlangsung (emergent

sampling design). Caranya yaitu, peneliti memilih orang tertentu yang

dipertimbangkan akan memberikan data yang diperlukan, selanjutnya berdasarkan data atau informasi yang diperoleh dari sampel sebelumnya itu, peneliti dapat menentukan sampel lainnya yang dipertimbangkan akan memberikan data lebih

lengkap. Praktik seperti inilah yang disebut sebagai”serial selection of sample units” atau dinamakan”“snowball sampling technique”. Unit sampel yang dipilih makin lama makin terarah sejalan dengan makin terarahnya fokus penelitian. Proses ini

dinamakan “continuous of focusing of the sample”. (Bodan dan Biklen, 1992). Hal ini dapat dipahami karena kekuatan dari penelitian kualitatif terletak pada kekayaan informasi yang dimilki oleh responden, dari apa yang diteliti, dan kemampuan analitis peneliti. Artinya dalam penelitian kualitatif, masalah yang dihadapi dalam penarikan sampel, ditentukan oleh pertimbangan-pertimbangan (judgment) peneliti, berkaitan dengan perlunya memperoleh informasi yang lengkap dan mencukupi, sesuai dengan tujuan atau masalah penelitian. Miles dan Huberman (Satori & Komariah, 2011) menyatakan, sampel-sampel kualitatif cenderung :

a. Menggunakan orang yang lebih kecil jumlahnya.( mengambil sepenggalan kecil dari suatu keseluruhan yang lebih besar).

b. Bersifat purposif; karena proses sosial memiliki suatu logika dan perpaduan, sehingga suatu penarikan sampel secara acak pada peristiwa-peristiwa atau perlakuan-perlakuan, biasanya mengurangi jumlah hal-hal kecil yang tidak akan dapat ditafsirkan.

c. Dapat berubah; pilihan awal seorang informan dapat berubah kepada informan-informan baru sebagai perbandingan atau untuk menemukan hubungan.

d. Merupakan usaha menemukan keseragaman dan sifat umum dunia sosial yang dilakukan terus dan berulang, dengan langkah-langkah: mempertentangkan,


(28)

Ai Nurhayati, 2014

membandingkan, mereplikasikan, menyusun katalog, dan mengklasifikasikan suatu objek penelitian.

e. Penarikan sampel (pada kasus berganda) terkait dengan kehandalan menggeneralisasi dalam hubungannya dengan kelompok orang yang lebih luas, peristiwa-peristiwa, latar-latar atau proses yang berhubungan dengan masalah penelitian.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penarikan sampel meliputi keputusan-keputusan tentang orang-orang mana yang akan diamati atau diwawancara. Jadi penentuan sampel dalam penelitian kualitatif ini didasarkan pada tujuan atau masalah penelitian, yang menggunakan pertimbangan-pertimbangan dari peneliti itu sendiri, dalam rangka memperoleh ketepatan dan kecukupan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan atau masalah yang dikaji. Oleh karena itu informan yang ditetapkan adalah yang sesuai dengan katagori penelitian (unit analisis) oleh karena itu, tipe yang digunakan adalah purposive sampling.

B. Pendekatan Penelitian

Sesuai dengan batasan dan rumusan masalah yang telah dijelaskan pada bagian awal, penelitian ini akan mengkaji, mendeskripsikan, dan menganalisis masalah yang dikembangkan sesuai dengan tujuan utama penelitian. Oleh sebab itu pendekatan penelitian yang dilaksanakan adalah kualitatif. Menurut Margono, (1997) penelitan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata, tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati. Tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah ingin menggambarkan realita empirik dibalik penomena secara mendalam, rinci dan tuntas.

Untuk menghasilkan data-data yang berbentuk kata-kata dan tindakan, Nasution (1992) mengatakan, dalam penelitian kualitatif, peneliti harus langsung mengumpulkan data dalam situasi sesungguhnya. Selanjutnya menurut Biklen, Lincoln dan Guba (Moleong, 2007) beberapa ciri pokok penelitian kualitatif ini: yaitu lingkungan alamiah merupakan sumber data langsung, manusia merupakan alat


(29)

61

instrumen utama pengumpuilan data, analisis data dilakukan secara induktuf, bersifat deskriptif.

C. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Menurut Moh. Nazir (2003), pengertian dari metode deskriptif analisis adalah “Penelitian yang ditujukan untuk menyelidiki secara terperinci aktivitas dan pekerjaan manusia dan hasil penelitian tersebut dapat memberikan rekomendasi-rekomendasi untuk keperluan masa yang akan datang.

Penggunaan metode dan pendekatan ini berdasarkan tujuan untuk mengkaji, mendeskripsikan dan menganalisis sejauh mana kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran IPS sehingga mampu mengembangkan berpikir kritis pada siswa di lima Sekolah Dasar di Gugus II Kecamatan Cipongkor Kabupaten Bandung Barat, Peneliti langsung mengamati di lapangan untuk memahami cara, pola perbuatan dan prilaku objek yang diteliti untuk menghasilkan temuan-temuan yang dapat dipertanggung jawabkan.

Pemilihan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut:

 Mengamati secara langsung cara mengajar yang dilakukan guru di dalam kelas.

 Ingin mengamati secara dekat perilaku belajar siswa ketika ketika sedang menerima pelajaran.

Penelitian kualitatif sering disebut dengan metode naturalistik. Lebih lanjut Nasution (1996 ) mengemukakan ciri-ciri metode penelitian kualitatif sebagai berikut:

1)Sumber data adalah situasi yang wajar, berdasarkan observasi situasi yang wajar dan sebagaimana adanya.

2)Peneliti berperan sebagai instrument peneliti yang utama, peneliti mengadakan sendiri pengamatan dan wawancara langsung.


(30)

Ai Nurhayati, 2014

4)Mementingkan proses maupun produk.

5)Mencari makna di belakang kelakuan atau perbuatan, sehingga dapat memahami masalah dan situasi.

6)Mengutamakan data langsung, peneliti sendiri yang terjun ke lapangan mengadakan observasi dan wawancara.

7)Tringulasi, data-data atau informasi dari satu pihak di chek kebenarannya dari sumber lain.

8)Menonjolkan rincian kontekstual, peneliti mengumpulkan dan mencatat data dengan sangat rinci.

9) Subyek yang diteliti dipandang berkedudukan sama dengan peneliti.

10)Mengutamakan perspektif enemic, yakni mementingkan pandangan dan penafsiran responden sesuai dengan pendiriannya.

11)Verifikasi, antara lain melalui kasus yang bertentangan atau negatif untuk memperoleh hasil yang dapat lebih dipercaya.

12)Sampling yang purposive, yakni tidak menggunakan sampel yang banyak tetapi sampelnya sedikit dipilih menurut tujuan.

13)Menggunakan audit trail, untuk mengetahui apakah laporan sesuai dengan data yang dikumpulkan.

14)Partisipasi tanpa menggangu, artinya observasi dilakukan secara wajar (natural) sehingga tidak mengganggu kewajaran situasi, dan

15)Mengadakan analisis sejak awal penelitian.

Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode interaktif yang menggunakan teknik pengumpulan data langsung dari orang dalam lingkungan alamiahnya. Dalam hal ini peneliti menginterpretasikan fenomena-fenomena bagaimana orang mencari makna daripadanya dengan didasarkan pada rumusan masalah penelitian yang menuntut peneliti melakukan eksplorasi dalam memahami dan menjelaskan masalah yang diteliti melalui hubungan yang intensif dengan sumber data, sedangkan untuk menjawab permasalahan secara teoritis digunakan studi kepustakaan dengan harapan penganalisaan terhadap beberapa variabel yang dijadikan faktor penelitian akan menjadi lebih akurat. Dalam peneliti ini, peneliti mengumpulkan data mengenai kegiatan atau prilaku subyek yang diteliti, baik persepsinya maupun pendapat-pendapatnya serta aspek-aspek lain yang relevan yang dapat diperoleh melalui kegiatan wawancara dan observasi.


(31)

63

D. Penjelasan Istilah

Beberapa istilah penting dalam penelitian ini dapat diinterprestasikan sebagai berikut:

1. Kemampuan guru yaitu dari segi kemampuan perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran. Perencanaan yang dibuat, merupakan antisipasi dan perkiraan tentang apa yang dilakukan dalam pengajaran, sehingga tercipta situasi yang memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar yang dapat mengantar siswa mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Pelaksanaan pengajaran selayaknya berpegang pada apa yang tertuang pada perencanaan. Penilaian pembelajaran adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan yang ditetapkan dalam kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan, melalui pengamatan yang terus menerus tentang perubahan dan kemajuan ataupun melalui pemberian skor angka atau nilai terhadap hasil belajar siswa.

Dalam penelitian ini berpikir kritis siswa yang dimaksud bagaimana guru mengembangkannya melalui pengelolaan dalam pelaksanaan pembelajaran. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ennis (Mayadiana, 2009) berpikir kritis yaitu kemampuan memberikan alasan, berpikir secara reflektifdan fokus untuk memutuskan apa yang akan dilakukan atau apa yang diyakini. Dari pernyataan tersebut bila dihubungkan dengan kemampuan guru dalam pelaksanaan pembelajaran dapat dilihat dari indikator pertanyaan yang digunakan guru dalam proses pembelajaran.

Indikator Keterampilan Berpikir Kritis Komponen Keterampilan Berpikir

Kritis

Indikator

Pertanyaan guru dalam pelaksanaan pembelajaran

1. Memberikan

penjelasan sederhana 

Memfokuskan pertanyaan


(32)

Ai Nurhayati, 2014

untuk

mengembangkan berpikir kritis

 Bertanya dan

menjawab pertanyaan yang menantang 2. Membangun

keterampilan dasar 

Mempertimbangkan kriteria suatu sumber

3. Menyimpulkan  Membuat dan

mempertimbangkan nilai keputusan

2. Berpikir kritis dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir siswa sekolah dasar. Siswa secara beralasan dan pertimbangan mendalam yang dapat membantu dalam mengemukakan gagasan/ide melalui pertanyaan ataupun jawaban, mengevaluasi, mengambil, dan memperkuat suatu keputusan atau kesimpulan tentang pembelajaran yang dihadapinya, dan untuk membantu memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-harinya. 3. Pembelajaran IPS di sekolah dasar adalah kegiatan belajar mengajar yang

dilakukan oleh siswa dan guru dan ada interaksi edukatif untuk mencapai tujuan pembelajaran IPS yang telah ditetapkan pada tingkat satuan pendidikan dasar.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian menggunakan prinsip bahwa peneliti sebagai instrument yang utama. Hal ini sangat tepat karena hanya penelitilah yang dapat secara fleksibel mengumpulkan data dari berbagai subjek penelitian yang mungkin menunjukan kemajemukannya. Hal seperti ini hanya bisa dilakukan secara fungsional apabila peneliti sendiri berperan sebagai instrument, sehingga dapat menggali sekaligus menafsirkan data untuk pelacakan berikutnya, sehingga gagasan untuk mengaplikasikan hasil penelitian ini dibangun atas dasar pendapat yang bersifat alami. Dalam hal ini peneliti secara langsung berhubungan dengan subjek penelitian sekaligus dengan peristiwa dan latar alamiah (setting naturalistic).


(33)

65

Dalam penelitian naturalistik/ kualitatif peranan peneliti sangat menentukan, peneliti secara pribadi langsung terjun ke lapangan untuk berusaha sendiri mengumpulkan informasi melalui observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Oleh

karena itu, “metode naturalistik sangat mengutamakan peneliti sebagai instrument penelitian. Dengan peneliti sebagai instrument, senantiasa dapat memperluas pertanyaan untuk memperoleh data yang rinci menurut keinginannya dan dapat menyesuaikan diri dengan situasi yang berubah-ubah yang mungkin dihadapi oleh peneliti.

F. Teknik Pengumpulan Data

Data utama yang akan dikumpulkan melalui studi lapangan yang menggunakan instrumen tertentu hanya bersifat kata-kata atau kalimat. Teknik pengumpulan data yang akan digunakan adalah observasi dan wawancara. Observasi digunakan untuk mengamati pola mengajar guru dan pola belajar siswa. Sedangkan wawancara digunakan dalam upaya menggali lebih jauh telaah observasi. Sumber informasi adalah guru dan siswa yang berada di lima sekolah dasar pada gugus II yang berada di Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat.

1. Observasi

Observasi merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Kegiatan tersebut bisa berkenaan dengan cara mengajar guru, siswa yang sedang belajar, kepala sekolah yang sedang memberikan pengarahan, dan sebagainya (Sukmadinata, 2005). Observasi yang dipilih disini adalah observasi non partisipatif, dimana peneliti tidak ikut serta dalam kegiatan namun hanya berperan mengamati kegiatan, tidak ikut dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Kegiatan yang diobservasi dalam penelitian ini yaitu pengelolaan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru meliputi perencanaan pembelajaran (RPP), pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian dalam proses pembelajaran sehingga mampu mengembangkan berpikir kritis siswa.


(34)

Ai Nurhayati, 2014

Peneliti secara langsung melakukan pengamatan terhadap subyek penelitian guna memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkan sesuai dengan fokus penelitian, sehingga peneliti akan memperoleh makna dari informasi yang dikumpulkan.

Kaitannya dengan hal tersebut di atas, manfaat dari teknik pengamatan adalah sebagai berikut : Pertama, dengan berada di lapangan peneliti lebih mampu memahami konteks data dalam arti keseluruhan situasi (holistik). Kedua, pengalaman langsung memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif, sehingga membuka kemungkinan melakukan penemuan atau discovery. Ketiga, peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau tidak yang tidak diamati orang lain, karena telah

dianggap “biasa” dan karena itu tidak akan terungkapkan dalam wawancara.

Keempat, peneliti dapat menemukan hal-hal yang sedianya tidak akan terungkapkan

oleh responden karena bersifat sensitive atau ingin ditutupi. Kelima, peneliti dapat menemukan hal-hal di luar persepsi responden, sehingga gambaran yang didapat lebih komprehensif. Keenam, di lapangan peneliti tidak hanya dapat mengadakan pengamatan akan tetapi juga memperoleh kesan-kesan secara pribadi.

2. Wawancara

Teknik wawancara dilakukan dalam rangka melengkapi data-data hasil observasi. Wawancara dilakukan terhadap subjek penelitian, yang dalam hal ini adalah guru, dan siswa. Teknik wawancara yang dilakukan adalah wawancara terstruktur, dimana peneliti telah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum pengumpulan data dilaksanakan. Sehingga wawancara dilakukan berdasarkan pada topik permasalahan yang secara umum telah ditetapkan peneliti. Hal-hal yang akan diwawancara adalah seputar kegiatan belajar mengajar. Bagaimana guru dalam merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, penilaian pembelajaran, upaya-upaya yang dilakukan guru agar siswa dapat berpartisipasi aktif dalam


(35)

67

kegiatan pembelajatan pembelajaran serta hambatan-hambatan yang dihadapi guru berkaitan dengan pengembangan berpikir kritis pada pembelajaran IPS.

Tujuan wawancara ialah untuk mengetahui apa yang terkandung dalam pikiran dan hati orang lain, bagaimana pandangannya tentang dunia, yaitu hal-hal yang tidak dapat diketahui melalui observasi. Hubungan antara pewawancara dengan yang diwawancara berlangsung dalam suasana biasa dan wajar, sehingga tanya jawab berjalan seperti hanya obrolan santai sehari-hari. Situasi pelaksanaaan wawancara di atas sengaja diciptakan oleh peneliti agar tidak menimbulkan kecurigaan dari pihak yang diwawancara. Sebagai pegangan, peneliti menyediakan pedoman wawancara meskipun dalam pelaksanaannya tidak terlalu terikat pada pedoman tersebut. Pedoman tersebut disusun secara rinci, disesuaikan dengan paradigma penelitian.

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dilakukan untuk melengkapi data dan menjadi bukti bahwa peneliti benar-benar melakukan penelitian. Dokumen adalah setiap bahan tertulis atau film yang telah dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik (Moleong, 2002). Dalam penelitian ini, dokumen yang menjadi sumber data adalah dokumen resmi yang diperoleh di lapangan seputar perencanaan pembelajaran (RPP) yang dibuat guru sebelum kegiatan pembelajaran dan perencanaan penilaian yang akan dilakukan guru yang tercantum dalam RPP.

Dalam penelitian ini, dokumen dapat digunakan sebagai bahan telaah yang lebih luas mengenai langkah-langkah perencanaan pembelajaran sekaligus dijadikan bahan triangulasi untuk mencek kesesuaian data hasil pengamatan dan wawancara dengan dokumen yang tersedia.

4. Studi Pustaka

Studi pustaka merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis buku-buku ilmiah dihimpun serta dipilih sesuai


(36)

Ai Nurhayati, 2014

dengan tujuan dan fokus masalah (Sukmadinata, 2005). Dalam hal ini, peneliti akan mengumpulkan data ilmiah dari berbagai literatur yang berhubungan dengan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran IPS sehingga dapat mengembangkan berpikir kritis pada siswa.

G. Tahap – Tahap Penelitian

Alwasilah (2009) mengemukakan bahwa ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan dalam upaya mengumpulkan data dalam sebuah penelitian, yaitu:

a. Tahap Orientasi

Pada tahap ini peneliti melakukan survei terhadap lima sekolah dasar di Gugus II yang ada di Kecamatan Cipongkor, Bandung Barat. Kemudian melakukan wawancara dengan guru, dengan pertanyaan-pertanyaan yang masih bersifat umum dan terbuka. Informasi diperoleh, selanjutnya dikaji untuk menemukan hal-hal yang menonjol, menarik, penting dan berguna untuk diteliti, dengan jalan menganalisis dan mendiskusikannya bersama pihak-pihak yang dianggap kompeten. Kemudian mengumpulkan informasi yang relevan dalam memahami fokus penelitian, peneliti mencoba mengembangkannya dalam paradigma penelitian yang akan dijadikan pedoman dalam proses penelitian.

Setelah ditentukan responden peneliti, peneliti mengadakan observasia awal untuk memperoleh data tentang pembelajaran IPS. Pada tahap ini, peneliti mengurus surat izin penelitian dalam rangka menjaga keamanan dan stabilitas sosial di lokasi penelitian.

b. Tahap Eksplorasi

Peneliti mulai melakukan kunjungan pada responden. Mengadakan pengamatan permulaan terhadap pelaksanaan pembelajaran IPS di lima sekolah dasar yang ada di Kecamatan Cipongkor, Bandung Barat. Selain itu juga melakukan wawancara untuk mendapatkan data yang lebih kaya.


(37)

69

Pada tahap ini penelitian lebih terfokus dan jelas, sehingga dapat dikumpulkannya data yang lebih terarah dan spesifik. Observasi dilakukan pada hal-hal yang ada hubungannya dengan fokus penelitian, sehingga wawancara tidak lagi umum dan terbuka, akan tetapi sudah lebih terstruktur dalam memperoleh informasi yang mendalam mengenai aspek-aspek yang menjadi fokus penelitian. Untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam maka dilakukan diskusi yang lebih mendalam dengan imformasi yang berkompeten dan memiliki pengetahuan tentang hal-hal yang berhubungan dengan fokus penelitian. Selanjutnya seluruh informasi yang diperoleh dituangkan dalam catatan lapangan (field notes).

c. Tahap pencatatan data

Catatan merupakan rekaman dari hasil observasi dan wawancara, dilakukan di sekolah. Catatan memuat data penting yang dilihat dan ditanyakan sebagai catatan kunci untuk kemudian ditulis ulang dalam rangka mengantisipai kelupaan. Pencatatan data dapat dibedakan dalam dua bentuk yakni catatan deskriptif dan catatan reflektif. Catatan deskriptip terdiri dari catatan lapangan, catatan laporan lapangan, dan catatan harian lapangan. Sedangkan catatan reflektif berisi catatan tentang hubungan berbagai data, menambahkan ide-ide, komentar-komentar, membuat kerangka berpikir, menelaah desain dan metode, menuliskan hal-hal yang dapat memperjelas data yang rancu, mencatat kata-kata kunci, dan selanjutnya didiskusikan dengan teman sejawat atau dosen pembimbing.

d. Tahap Analisa Data

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang telah dituangkan ke dalam catatan, selanjutnya data diolah dan dianalisa. Pengolahan dan penganalisaan data merupakan upaya menata dan menjadi sistematis. Dengan penatan tersebut, diharapkan dapat meningkatkan pemahaman peneliti terhadap masalah yang sedang diteliti dan upaya memahami maknanya. Analisa data yang digunakan adalah analisa data induktif. Strategi yang digunakan untuk meningkatkan validitas adalah dengan


(38)

Ai Nurhayati, 2014

menggunakan triangulasi (pengumpulan data dari individu dan latar dengan menggunakan berbagi metode) member cheks (mendapat masukan dari responden), dan rich data (data yang kaya merujuk pada data yang rinci, lengkap, dan beragam sehingga mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi).

1. Mencari dan mengumpulkan data dari penelusuran empirik observasi lapangan melalui wawancara langsung dengan para pendidik, dan siswa sebagai pelengkap data.

2. Melakukan observasi dan penilaian terhadap subyek penelitian secara seksama melalui materi observasi, wawancara dalam file, video dan tape

recorder.

3. Melakukan sejumlah langkah metodologis terhadap data yang telah dihimpun, antara lain analisis data, komposisi dan deskripsi masalah dalam kerangka pembahasan yang telah ditetapkan.

H. Teknis Analisis Data

Teknis analisis data yang digunakan adalah deskriptif analitis. Untuk memberikan makna terhadap data yang telah dikumpulkan, dilakukan analisis dan interpretasi. Sehubungan dengan penelitian ini dilaksanakan melalui pendekatan kualitatif, maka analisis data dilakukan sejak pertama dikumpulkan sampai penelitian berakhir secara terus menerus. Data hasil penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif, pada awalnya masih sulit untuk diidentifikasi. Data yang diperoleh dari lapangan sangat bervariasi, seperti catatan lapangan , komentar peneliti, gambar serta berbagai dokumen yang berhubungan. Untuk memudahkan dalam menganalisis data, tentu saja perlu diorganisasikan ke dalam bentuk yang lebih sederhana. Maka pengolahan dilakukan dengan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/ verifikasi.


(39)

71

Reduksi data yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis dan lapangan (Miles, 2009). Laporan lapangan sebagai bahan mentah terlebih dahulu akan direduksi, yakni dirangkum dipilih hal-hal yang pokok untuk difokuskan kepada hal-hal yang lebih penting, disusun secara sistematis dengan jalan dicari temanya atau polanya sehingga lebih mudah dipahami. Kegiatan reduksi data ini dilakukan secara terus menerus sejak data dikumpulkan, sehingga kesimpulan akhir dapat ditarik dan diverivikasi. Adapun data yang direduksi antar lain seluruh data mengenai permasalahan penelitian dan kemudian dilakukan penggolongan ke dalam beberapa bagian. Kemudian dari masing-masing bagian tersebut dikelompokan lagi berdasarkan sistematisasinya. Perolehan data yang tidak relevan dalam penelitian tidak dimasukan dalam penyajian hasil, namun tetap disimpan apabila suatu saat diperlukan. Dengan demikian, data yang direduksi akan memberikan gambaran yang lebih spesifik dan mempermudah peneliti melakukan pengumpulan data selanjutnya serta mencari data tambahan jika diperlukan.

2. Penyajian Data ( Display Data)

Penyajian data yaitu penyajian informasi untuk memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Data yang terkumpul,

selanjutnya dilakukan kegiatan “Display” data. Display data dilakukan dengan jalan membuat berbagai macam matrik, grafik, network dan chart, sehingga data yang terkumpul dalam jumlah banyak dan bertumpuk akan lebih mudah dilihat hubungannya. Dengan demikian peneliti akan lebih mudah menguasai data dan tidak tenggelam dalam tumpukan detail.

3. Penarikan kesimpulan/ verifikasi

Penarikan kesimpulan/ verifikasi yaitu penarikan kesimpulan dari data yang dianalisis. Kesimpulan yang diambil mula-mula masih sangat tentatif, kabur, diragukan , akan tetapi dengan bertambahnya data maka kesimpulan lebih mendasar (grounded). Untuk itu selama kegiatan penelitian berlangsung, peneliti senantiasa


(40)

Ai Nurhayati, 2014

secara terus menerus melakukan kegiatan verifikasi. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin tingkat kepercayaan hasil penelitian, sehingga prosesnya dapat berlangsung dengan memberchek dan triangulasi.

I. Keabsahan Data

Dalam penelitian dilakukan pengecekan keabsahan data melalui : 1. Keterpercayaan (Credibility/Validitas Internal)

Penelitian berangkat dari data. Data adalah segala-galanya dalam penelitian.Oleh karena itu, data harus benar-benar valid. Guna memenuhi kriteria kredibilitas, dalam penelitian ini dilakukan langkah-langkah sebagai berikut.

a. Member chek

Adalah kegiatan mengulang pertanyaan diakhiri dengan kegiatan wawancara secara garis besar, sehingga informasi yang disampaikan narasumber dapat diperbaiki jika ada kekeliruan atau menambahkan apa yang masih kurang.

Dalam pelaksanaannya, laporan hasil penelitian dituangkan oleh peneliti dalam bentuk laporan lapangan dan selanjutnya diperlihatkan kepada sumber informasi untuk dibaca dan diperiksa kebenarannya, apakah sesuai dengan yang dikatakan ketika peneliti mengadakan kegiatan wawancara. Setiap koreksi ataupun tambahan yang diberikan responden tidak segera/langsung diterima dan dibenarkan oleh peneliti, akan tetapi dijadikan bahan masukan yang perlu dipertimbangkan secara serius agar hasil penelitian mencapai tingkat kepercayaan yang lebih tinggi.

b. Triangulasi

Tujuan triangulasi adalah menchek kebenaran data tertentu dengan membandingkannya dengan data yang diperoleh dari sumber lain, pada berbagai fase penelitian, pada waktu yang berlainan, dan sering menggunakan metode yang berlainan. Untuk membuktikan kebenaran informasi yang diperoleh dalam penelitian ini, maka cara yang ditempuh oleh peneliti adalah membandingkan data hasil


(41)

73

penelitian dari seorang responden untuk diperiksa lagi kebenarannya oleh responden lain sampai diperoleh informasi yang lengkap dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

c. Pengamatan Terus Menerus

Dilakukan dengan maksud agar peneliti dapat memperhatikan sesuatu secara cermat, terinci, dan mendalam, selama pengumpulan data di lapangan. Peneliti dapat membedakan hal-hal yang bermakna dan tidak bermakna untuk memahami gejala tertentu. Melalui pengamatan yang kontinyu, peneliti dapat memberikan deskripsi yang cermat dan terperinci mengenai segala yang diamati. Dan hasilnya akan dituangkan dan disusun dalam catatan lapangan.

2. Kebergantungan (Debendabiliy/ realiabilitas)

Kebergantungan menunjukan bahwa penelitian memiliki sifat ketaatan dengan menunjukan konsistensi dan stabilitas data atau temuan yang dapat direflikasi.

3. Kepastian(confirmability/ Objectivitas)

Kepastian yaitu bahwa data yang diperoleh dapat dilacak kebenarannya dan sumber informasinya jelas.

4. Keteralihan( Transferability/Validitas Eksternal)

Validitas eksternal berkenaan dengan derajat akurasi apakah hasil penelitian dapat digeneralisasikan atau diterapkan pada populasi dimana sampel tersebut diambil atau pada setting sosial yang berbeda dengan karakteristik yang hampir sama.


(42)

182 Ai Nurhayati, 2014

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Sesuai dengan rumusan permasalahan yang ingin diungkap dalam penelitian ini, maka diperoleh simpulan berdasarkan hasil penelitian sebagai berikut:

Kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran, secara keseluruhan menunjukan mampu dalam membuat RPP untuk mengembangkan berpikir kritis, melalui komponen-komponen yang ada dalam RPP yaitu; indikator, tujuan pembelajaran, metode pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan penilaian pembelajaran. Akan tetapi penilaian di akhir kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan secara individual, rata-rata belum mampu mengembangkan berpikir kritis, dikarenakan soal-soal yang disusun guru berupa pertanyaan yang lebih menekankan kepada mengingat apa yang telah dijelaskan sebelumnya

Kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran, baru sebagian kecil saja guru yang mampu mengembangkan berpikir kritis. Melalui kemampuan dalam mengelola proses pembelajaran, dengan menerapkan keterampilan mengajar yang dilaksanakan guru dari awal sampai akhir kegiatan pembelajaran, diantaranya melalui tanya jawab, reinfocement baik melalui perkataan maupun perbuatan, memberikan waktu yang cukup untuk bertanya ataupun menjawab, interaksi yang multi arah, penjelasan materi yang sistematis, penggunaan media yang tepat dan variatif, dan selalu melaksanakan penilaian proses, yang dilakukan secara terus menerus mampu mengembangkan berpikir kritis pada siswa.

Kemampuan guru dalam melaksanakan penilaian pembelajaran, secara umum belum sepenuhnya dapat mengembangkan berpikir kritis. Tanya jawab yang dilaksanakan selama kegiatan pembelajaran merupakan penilaian proses yang dilakukan guru dapat mengembangkan berpikir kritis. Akan tetapi penilaian di akhir kegiatan pembelajaran melalui evaluasi secara individual belum mampu


(43)

183

mengembangkan berpikir kritis, karena rata-rata dari soal-soal yang diberikan baru sebatas ingatan dan pemahaman saja, dengan bentuk soal uraian terbatas. Namun demikian ada juga salah satu guru yang sudah mampu mengembangkan berpikir kritis siswa, melalui penilaian proses yang dilaksanakan dari awal sampai akhir kegiatan pembelajaran. Melalui tanya jawab, diskusi, dan penugasan guru mampu mengembangkan berpikir kritis siswa dalam mengemukakan gagasan/ ide sesuai dengan pemahaman dan pengetahuan siswa berdasarkan pengalaman belajar yang diperolehnya.

Upaya-upaya yang dilakukan guru dalam kegiatan pembelajaran untuk mengembangkan berpikir kritis, melalui reinforcement, baik dengan kata-kata maupun dengan perbuatan, mampu memotivasi siswa untuk mengungkapkan gagasannya. Hal itu dikarenakan siswa merasa dihargai, sehingga kemampuan berpikir kritisnya berkembang. Selain itu guru memberikan waktu dalam menjawab dan bertanya, menganalisis jawaban dan pertanyaan, serta dalam menarik kesimpulan berdasarkan pemahaman dan pengalaman belajar siswa.

Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh guru dalam mengembangkan berpikir kritis muncul dari guru itu sendiri, siswa dan lingkungan. Hambatan yang muncul dari guru diantaranya, belum mampu mengembangkan kegiatan-kegiatan dalam pelaksanan pembelajaran baik itu dalam mengembangkan metode pembelajaran maupun dalam meyusun soal-soal evaluasi. Hambatan dari siswa yaitu kemampuan siswa yang berbeda, tidak aktif (malu untuk bertanya ataupun menjawab), dan malas untuk belajar. Hambatan yang muncul dari lingkungan yaitu terbatasnya buku sumber, perpustakaan belum dimanfaatkan secara maksimal, karena belum ada tenaga khusus yang mengelolanya.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian maka ada beberapa saran/rekomendasi yang disampaikan berkaitan dengan pengembangan berpikir kritis siswa.


(44)

Ai Nurhayati, 2014

1. Untuk guru, dalam merencanakan pembelajaran untuk mengembangkan berpikir kritis perlu adanya latihan-latihan, sehingga kegiatan pembelajaran dapat terlaksana dengan baik. Suatu kegiatan apabila direncanakan dengan baik akan berhasil dengan baik. KKG merupakan salah satu cara bagi guru dalam mengembangkan keprofesionalannya. Kolaborasi antar guru merupakan alternative dalam memecahkan persoalan pembelajaran. Dalam kegiatan tersebut guru bisa berbagi pendapat dan pengalaman sehingga permasalahan dalam kegiatan pembelajaran yang dihadapi dapat dipecahkan bersama-sama.

Dalam melaksanakan pembelajaran IPS, guru hendaknya lebih mengembangkan berpikir kritis, karena banyak peluang dalam belajar IPS untuk mengembangkan berpikir kritis. Guru sebaiknya lebih memanfaatkan waktu belajar dengan kegiatan-kegitan yang mampu mendorong siswa dalam mengemukakan gagasan/pendapat, sehingga melatih proses berpikir pada siswa. Pengembangan berpikir kritis juga sebaiknya dilakukan melalui penilaian secara individual agar siswa terbiasa untuk memecahkan berbagai permasalahan sesuai dengan kemampuannya, baik melalui soal-soal maupun tugas-tugas yang menuntut argumen siswa.

2. Untuk Kepala Sekolah, dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah, Kepala sekolah harus lebih mendorong guru untuk mengembangkan berpikir kritis siswa dalam mengelola kegiatan pembelajaran. Salah satu cara yang bisa dilakukan kepala sekolah untuk meningkatkan kemampuan guru adalah dengan memotivasi guru untuk terus meningkatkan proses pembelajaran yang dilaksanakannya. Selain itu dengan memberikan kesempatan kepada guru untuk mengikuti pelatihan-pelatihan cara mengajar, agar menambah wawasan dan pemahaman tentang pengelolaan pembelajaran. Pengadaan buku-buku sumber belajar untuk guru dan siswa harus lebih diperbanyak lagi, pemanfaatan perpustakaan sebagai sumber ilmu pengetahuan juga agar dikelola dengan baik.


(45)

185

3. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dengan permasalahan yang penulis teliti, disarankan terutama untuk melakukan pengujian keefektifan pembelajaran dengan mengembangkan berpikir kritis pada siswa. Karena kemampuan berpikir kritis dipandang sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa, sehingga dapat mengembangkan potensi-potensi yang lainnya dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.


(46)

186

Ai Nurhayati, 2014

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, S.& Setiawan.D (2010)Meningkatkan Pemahaman Anak Terhadap

Pendidikan Moral Melalui Peningkatan Kemampuan Kognitif Dengan Metode Bercerita(Jurnal Pendidikan Islam). Jakarta: Candimas Metropoli.

Al Muchtar, Suwarma (2007). Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Dalam Ali, M., Ibrahim, R., Sukmadinata, N.S., Sudjana, D., dan Rasjidin, W (Penyunting).

Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Pedagogiana Press (Halaman

985-988).

Al Muchtar, Suwarma (2000). Pengembangan Kemampuan Berpikir dan Nilai dalam

Pendidikan IPS. Bandung :Gelar Pustaka Mandiri.

Asrori, Muhammad(2009) Psikologi Pembelajaran. Bandung. CV Wacana Prima. Atmowidjoyo, Sutardjo (2009) Perencanaan Sistem Instruksional. Jakarta.

Universitas Islam Jakarta.

Dayana, Rikrik (2011). Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berpikir

Kritis SD Pada Mata Pelajaran IPS Melalui Strategi REACT. Tesis SPsUPI

Bandung. tidak diterbitkan.

Desmita (2011). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Fathurohman, Pupuh & Sutikno, Sobry (2010) Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum & Konsep Islam. Bandung. Rafika Atitama.

Fisher, Alec (2008) Berpikir Kritis (Sebuah Pengantar). Jakarta Erlangga.

Hakim, Lukmanul (2009) Perencanaan Pembelajaran. Bandung. CV Wacana Prima. Isjoni, (2007) Integrated Learning Pendekatan Pembelajaran IPS di Pendidikan

Dasar. Bandung: Falah Production.


(47)

187

Koswara, Deni & Halimah(2008) Bagaimana Menjadi Kreatif. Bandung PT Pribumi Mekar.

Koswara, Deni & Halimah(2008) Seluk Beluk Profesi Guru. Bandung PT Pribumi Mekar.

Kurikulum (2006) Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan MenengahKerangka Dasar Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.

Jakarta Media Makmur Majumandiri.

Kusmayadi, Ismail (2010) Kemahiran Interpersonal Untuk Guru. Bandung PT Pribumi Mekar.

Margono, S.(1997) Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta:Rineka Cipta.Sutopo Moleong, Lexy J. (2004) Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda

Karya.

Moleong, Nana Sudjana, Ibrahim H., Sutopo (2007) Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Mongdong, Romi junior, (2008) Kemamapuan Guru Dalam Mengembangkan Dialog

Kreatif Pada Bidang Studi IPS di Sekolah Dasar. Tesis SPs UPI Bandung.

tidak diterbitkan.

Muhaimin & Mujib, (1993) Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung : Trigenda Karya Mulyasa, E.(2010). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Rosda Karya. Mulyasa, E.(2008). Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif

dan Menyenangkan . Bandung : Rosda Karya.

Mulyasa, E.(2005). Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: Rosda Karya Mulyasa, E.(2009). Standar Kompetensi dan Sertifikat Guru. Bandung: Rosda Karya. Munandar, U. (1990). Mengembangkan Bakat dan Kualitas Anak Sekolah. Jakarta.

Gramedia

Nasution, S, (1992) Metodologi Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Nazir, Moh. (2003) Metode Penelitian.Jakarta. PT Graha Indonesia.


(48)

Ai Nurhayati, 2014

Rasyid & Mansur (2009) Penilaian Hasil Belajar.Bandung. CV Wacana Prima. Ridwan.(2004). Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru dan Karyawan Dan Peneliti

Pemula. Bandung: Alfabeta.

Rofi’uddin, (2009). Model Pendidikan Berpikir Kritis-Kreatif untuk Siswa Sekolah

Dasar. [Online]. Tersedia:

http://www.infodiknas.com/model-pendidikan-berpikir-kritis-kreatif-untuk-siswa-sekolah-dasar-2/

Rohendi, Agus Ganapian. (2011). Analisis Peranan Guru Dalam Pendidikan

Karakter Pada Pembelajarn Ips Di Sekolah Dasar. Tesis SPs UPI Bandung:

Tidak diterbitkan

Samsani, (2009) Implementasi Pendekatan Open-Ended Dalam Pembelajaran IPS

Untuk Meningkatkan Kemamapuan berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa.

Tesis SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Sanjaya,W (2009). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana prenada Media Group

Sapriya, (2012) Pendidikan IPS.Bandung: Rosda Karya

Satori, Djam’an & Komariah, Aan, (2011) Metodologi Penelitian Kualitatif.

Bandung: Alfabeta.

Solihatin, Entin & Raharjo,(2011) Cooperative Learning Analisis Model

Pembelajaran IPS. Jakarta : PT Bumi Aksara

Sugiono,(2008) Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,dan Kualitatif. Bandung, Alfabeta.

Suharkat,(2011) Pengaruh Penerapan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah

Terhadap Peningkatan Berpikir Kritis dan Motivasi Intrinsik Peserta didik Pada Paembelajaran Ilmu Pengetahuan sosial. Tesis SPs UPI Bandung:

Tidak diterbitkan.

Sukmadinata, N. S.(2010) Metode Penelitian Tindakan. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Sumantri, M. N, (2001) Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Rosda Karya.


(49)

189

Sumarmo, U. (2010). Diskursus Dalam Pembelajaran Matematika: Apa , Mengapa

dan Bagaimana Mengembangkannya. Sekolah pascasarjana UPI. Tidak

diterbitkan.

Sumiati & Asra, (2009) Metode Pembelajaran.Bandung. CV Wacana Prima. Suwarma, Dina M. (2009) Suatu alternative Pembelajaran Kemampuan Berpikir

Kritis Matematika. Jakarta: Cakrawala Maha Karya

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional (Sisdiknas). Penerbit Fokus Media.

Uno,Hamzah B, Sofyan,Herminarto, & Atmowidjojo, Sutardjo. (2004 ) Landasan

Pembelajaran Gorontalo : Nurul Jannah.

Wahab, Abdul Azis, (2008) Metode dan Model-Model Mengajar IPS. Bandung: Alfabeta.


(1)

LAMPIRAN H

OBSERVASI TERHADAP RPP DALAM MENGEMBANGKAN BERPIKIR KRITIS

NO KOMPONEN OBSERVASI HASIL YANG DIPEROLEH

1. Perencanaan guru untuk mengajar dalam mengembangkan berpikir kritis

a. Indikator

b. Tujuan Pembelajaran

c. Metode Pembelajaran

d. Langkah-langkah Pembelajaran - Kegiatan awal


(2)

- Kegiatan akhir

e. Evaluasi Pembelajaran

2. Evaluasi yang dilakukan guru yang mendukung kegiatan pembelajaran dalam mengembangkan berpikir kritis

a. Bentuk soal

b. Jenis soal

c. Jenjang kemampuan berpikir (klasifikasi ranah kognitif, menurut Bloom)


(3)

GURU D

Pembelajaran 1

Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas/Semester : VI (enam) / I (satu) Hari/ Tanggal : Kamis, 24 Oktober 2013

Waktu : 2x 35 menit

Pertemuan ke : 1 (satu) Materi Pokok : Benua Asia

NO KOMPONEN OBSERVASI HASIL YANG DIPEROLEH

1. Perencanaan guru untuk mengajar dalam mengembangkan berpikir kritis

a. Indikator

b. Tujuan Pembelajaran

- Indikator yang tercantum dalam RPP belum sepenuhnya mengarah pada berpikir kritis. Akan tetapi apabila guru mampu mengelola kegiatan pembelajaran dengan baik maka kemampuan berpikir kritis akan muncul, tapi membutuhkan latihan dan juga kemampuan guru dalam menerapkan keterampilan mengajar yang terus menerus dilakukan oleh guru.

- Tujuan pembelajaran yang tercantum dalam RPP merupakan kemampuan yang diharapkan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Kemampuan tersebut merupakan penjabaran dari setiap indikator. Jadi antara indikator dengan tujuan pembelajaran sama. Bila dianalisis tujuan pembelajaran baru sebagian saja yang dapat mengembagkan berpikir kritis.


(4)

NO KOMPONEN OBSERVASI HASIL YANG DIPEROLEH

c. Metode Pembelajaran

d. Langkah-langkah Pembelajaran - Kegiatan awal

tergantung bagaimana guru mengolah dalam kegiatan pembelajaran. Apabila guru mampu mengolah kegiatan pembelajaran dengan baik, maka kemampuan berpikir kritisnya dapat berkembang.

- Metode pembelajaran sesuai dengan kedalaman materi dan karakter siswa, yaitu tanya jawab, diskusi, dan penugasan. Hanya saja kreativitas guru masih kurang dalam

mengembangkan model

pembelajaran. Akan tetapi dengan menerapkan ketiga metode tersebut apabila sesuai dengan langkah-langkah dalam kegiatan pembelajaran, maka kemampuan berpikir kritis dapat berkembang. - Dalam kegiatan awal tahapan yang

harus dilakukan guru tercantum dengan jelas dalam RPP. Begitupun sistematika tahapannya sesuai dan mengarah pada kegiatan pembelajaran yang efektif. Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru dalam kegiatan apersepsi melalui tanya jawab mampu membuat siswa berpikir, apabila kegiatan ini dilaksanakan secara kontinyu dan dan dilaksanakan terus menerus dalam setiap kegiatan pembelajaran, maka berpikir siswa akan mengarah pada tingkat berpikir tinggi (berpikir kritis). Diharapkan kemampuan berpikir kritis dapat berkembang dimulai dari kegiatan awal dalam proses pembelajaran melalui pertanyaan-petanyaan yang mengarah pada kemampuan siswa


(5)

NO KOMPONEN OBSERVASI HASIL YANG DIPEROLEH

- Kegiatan inti

- Kegiatan akhir

e. Evaluasi Pembelajaran

untuk berpendapat sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman belajarnya.

- Sistematika tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh guru dalam kegiatan inti yang tercantum dalam RPP sesuai dengan metode pembelajaran. Apabila tahapan tersebut dilaksanakan sesuai dengan urutannya, diharapkan kemampuan berpikir kritis siswa akan berkembang dan tumbuh subur dalam kegiatan pembelajaran.

- Langkah-langkah yang dilakukan guru dalam kegiatan akhir menyimpulkan materi yang telah disampaikan, melakukan refleksi dan penilaian dan melakukan tindak lanjut, umpan balik dan tidak lanjut terhadap proses pembelajaran dengan mengadakan remedial, pengayaan dan tugas baik secara individu maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar siswa.

- Evaluasi pembelajaran yang dilakukan guru baik dalam proses maupun hasil belajar baik itu kelompok maupun individual mampu mengembangkan berpikir anak, walaupun baru dalam tahap awal. Hal ini dikarenakan soal-soal yang dicantumkan guru beragam dari mulai ingatan, pemahaman maupun yang menuntut argumen yang berbeda dari setiap siswa sesuai dengan pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari. 2. Evaluasi yang dilakukan guru yang


(6)

NO KOMPONEN OBSERVASI HASIL YANG DIPEROLEH mendukung kegiatan pembelajaran

dalam mengembangkan berpikir kritis

a. Bentuk soal

d. Jenis soal

e. Jenjang kemampuan berpikir (klasifikasi ranah kognitif, menurut Bloom)

- Soal yang diberikan guru berupa tes tertulis dengan bentuk uraian terbatas maupun bebas. Untuk uraian bebas mampu mengembangkan berpikir kritis walaupun hanya beberapa soal yang tercantum baik dalam LKPD maupun dalam evaluasi secara individual.

- Jenis soal dalam kegiatan pembelajaran ini yaitu lisan dan tertulis, soal lisan diberikan pada siswa selama kegiatan pembelajaran, yaitu melalui penilaian proses yang dilakukan guru baik dari kegiatan awal, inti dan akhir. Adapun penilaian tertulis dilaksanakan guru dalam kegiatan diskusi kelompok yaitu dalam mengisi LKPD dan dalam kegiatan akhir yaitu melalui tugas secara individual dalam menjawab soal-soal, untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran yang diberikan. - Jenjang keemampuan berpikir

(klasifikasi ranah kognitif menurut bloom) masih dalam tahap ingatan dan pemahaman (C1 dan C2). Walaupun ada beberapa soal yang mengarah pada tahap menganalisis dan membedakan,tapi cukup sebagai langkah awal dalam mengembangkan berpikir kritis anak.