PENGATURAN DAN PEMENUHAN HAK ATAS PENDIDIKAN DI INDONESIA.

(1)

BAHAN AJAR

HAK ASASI MANUSIA

PENGATURAN DAN PEMENUHAN

HAK ATAS PENDIDIKAN DI INDONESIA

Oleh:

I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH MH

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA


(2)

PENGATURAN DAN PEMENUHAN HAK ATAS PENDIDIKAN DI INDONESIA

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terkenal dengan keanekaragamannya. Sebagai negara kepulauan Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah ruah. Selain sumber daya alamya, Indonesia juga kaya akan sumber daya manusianya. Penduduk indonesia saat ini berjumlah 240 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,49 %/ tahun. Dinilai dari jumlah penduduknya, Indonesia menduduki peringkat 4 di dunia. Jumlah sumber daya manusia di Indonesia memang melimpah ruah namun tidak diimbangi dengan sumber daya manusia yang berkualitas. Masalah ini yang membuat negara Indonesia masih harus bekerja keras untuk mencapai tangga kesuksesan. Padahal Negara Indonesia dituntut untuk menyediakan sumber daya manusia yang berkualitas guna mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki negara ini. Pembangunan negara tidak hanya dilihat dari peningkatan ekonominya saja tetapi bagaimana kualitas sumber daya manusianya. Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan indikator penting dalam menunjang kesuksesan suatu negara. Hal ini perlu menjadi prioritas penting bagi pemerintah untuk segera diselesaikan. Masalah sumber daya manusia yang tidak berkualitas didukung dengan pernyataan dari Komisi Nasional Perlindungan Anak yang mengatakan bahwa angka putus sekolah di negara Indonesia termasuk tinggi. Setiap tahunnya lebih dari 1,5 juta anak sekolah tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Salah satu penyebabnya adalah biaya pendidikan yang mahal dan keterbatasan ekonomi orang tuanya.1

Sejatinya pendidikan merupakan hak seluruh warga negara, seperti yang telah dijelaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pada kenyataannya, pendidikan yang digadang-gadangkan oleh pemerintah dapat diperoleh oleh seluruh kalangan masyarakat hanya menjadi sebatas mimpi karena permasalahan yang kompleks dalam dunia pendidikan di Indonesia. Banyak anak-anak usia sekolah di Indonesia yang justru harus putus sekolah dan tidak bisa melanjutkan pendidikannya. Jumlah anak putus sekolah dan berpendidikan rendah di Indonesia terbilang relatif tinggi.

1

Tingginya Angka Putus Sekolah di Indonesia, http://edukasi.kompasiana.com/2013/12/24/tingginya-angka-putus-sekolah-di-indonesia-622368.html, diakses Rabo 19 Februari 2014.


(3)

Berdasarkan laporan dari departemen Pendidikan dan Kebudayaan, setiap menit ada empat anak yang harus putus sekolah. Sementara itu, menurut Pengamat Pendidikan, Muhammad Zuhdan, sebagaimana dilansir suaramerdeka.com, 09/03/2013, mengatakan bahwa tahun 2010 tercatat terdapat 1,3 juta anak usia 7 – 15 tahun di Indonesia terancam putus sekolah. Tingginya angka putus sekolah ini, salah satunya akibat mahalnya biaya pendidikan. Tentu saja kondisi ini sangat memprihatinkan, mengingat bahwa seluruh anak di Indonesia harus memperoleh pendidikan dasar minimal 12 tahun (jenjang SD-SMA). Data dari Mendikbud menyebutkan bahwa pada tahun 2007, dari 100 persen anak-anak yang masuk SD, yang melanjutkan sekolah hingga lulus hanya 80 persennya, sedangkan 20 persen lainnya harus putus sekolah. Dari 80 persen siswa SD yang lulus sekolah, hanya 61 persennya yang melanjutkan sekolah ke jenjang SMP sekolah yang setingkat lainnya. Kemudian setelah itu hanya 48 persen yang akhirnya lulus sekolah. Sementara itu, 48 persen yang lulus dari jenjang SMP hanya 21 persennya saja yang melanjutkan ke jenjang SMA. Sedangkan yang bisa lulus jenjang SMA hanya sekitar 10 persen. Persentase ini menurun drastis dimana jumlah anak-anak yang melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi tinggal 1,4 persen saja. Miris rasanya melihat kenyataan yang terjadi di negeri ibu pertiwi

ini. Di mana peran pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan persoalan ini ?2 Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak, tingginya angka putus sekolah

berkorelasi dengan kasus buta aksara, diperkirakan ada lebih dari 11,7 juta anak usia sekolah di negeri ini yang belum bisa baca tulis alias buta aksara. Anak bangsa yang putus sekolah di negeri ini banyak dari kalangan keluarga tidak mampu, karena faktor ekonomi dengan biaya sekolah yang cukup mahal membuat mereka memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikannya dan memilih bekerja mencari uang.3

Pada dasarnya, pendidikan adalah unsur terpenting di dalam sebuah negara. Karena dari pendidikan, lahir para sumber daya manusia yang handal. Oleh karena itu jika pendidikan di dalam suatu negara tidak dikelola dengan baik bahkan diabaikan, maka

2

Tingginya Angka Putus Sekolah di Indonesia, http://edukasi.kompasiana.com/2013/12/24/tingginya-angka-putus-sekolah-di-indonesia-622368.html, diakses Rabo 19 Februari 2014.

3

Tingginya Jumlah Anak Putus Sekolah, http://www.medanbisnisdaily.com/ news/ read/ 2013/ 10/24/58003/ tingginya_jumlah_anak_putus_sekolah/#.UwQRG6IQ9H0, diakses Rabo 19 Februari 2014.


(4)

sudah dapat dipastikan anak bangsa yang lahir sebagai penerus untuk membangun negara akan menjadi seorang yang tak berdaya tergerus oleh jaman, dan akan berdampak pada kelangsungan hidup suatu negara. Hanya saja, pendidikan yang diimpikan oleh semua kalangan masyarakat hanyalah menjadi mimpi karena begitu besar dan kompleks permasalahan yang terjadi di dalam dunia pendidikan Indonesia. Salah satunya adalah masih banyak anak Indonesia yang tidak bisa menikmati atau melanjutkan pendidikannya. Jumlah anak putus sekolah dan berpendidikan rendah di Indonesia masih tinggi. Pengamat Pendidikan, Muhammad Zuhdan, sebagaimana dilansir suaramerdeka.com, 09/03/2013, menyebutkan bahwa tercatat ada 1,3 juta anak usia 7-15 tahun di Indonesia terancam putus sekolah. Tingginya jumlah anak putus sekolah, salah satunya disebabkan oleh mahalnya biaya pendidikan. Berbicara pendidikan, pasti yang jadi pikiran pertama soal berapa besar biaya yang harus dibayar, mulai dari pendaftaran pertama, uang SPP bulanan, biaya membeli buku, serta sederet biaya lainnya. Itu belum termasuk membeli perlengkapan seragam, sepatu dan aksesoris sekolah lainnya. Bagi mereka yang tergolong mampu bukan merupakan masalah, akan tetapi persoalannya sekarang, bagaimana dengan mereka yang tidak mampu atau hidup di bawah garis kemiskinan. Terkadang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja masih sulit, apalagi membiayai anak-anak mereka untuk sekolah, rasanya mimpi di siang bolong.4

Pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia memandang adanya perbedaan kelas dalam hal biaya pendidikan. Lembaga pendidikannya pun dibeda-bedakan sesuai dengan kualitas yang berpengaruh kepada biaya pendidikannya dalam semua jenjang pendidikan. Masalah yang menyangkut biaya pendidikan di Indonesia dalam berbagai jenjang adalah pendidikan yang berkualitas berarti mahal biaya pendidikannya. Masalah ini menyebabkan masyarakat yang dirasa tidak mampu tidak dapat mengenyam pendidikan di lembaga pendidikan yang berkualitas sehingga masyarakat kurang mampu hanya dapat mengenyam pendidikan yang kurang berkualitas di lembaga pendidikan biasa. Seharusnya pendidikan yang berkualitas di Indonesia itu berlaku untuk seluruh warga

4

Tingginya Jumlah Anak Putus Sekolah, http://www.medanbisnisdaily.com/ news/ read/ 2013/ 10/24/58003/ tingginya_jumlah_anak_putus_sekolah/#.UwQRG6IQ9H0, diakses Rabo 19 Februari 2014.


(5)

negara tanpa terkecuali bukan hanya golongan-golongan atas saja. Padahal Pendidikan di Indonesia merupakan Hak asasi yang harus dipenuhi dari lembaga atau institusi yang menyelenggarakan pendidikan yang diberikan secara merata. Mengingat pentingnya pendidikan untuk semua warga, sehingga posisinya sebagai salah satu bidang yang mendapat perhatian serius dalam konstitusi Negara kita, dan menjadi salah satu tujuan didirikannya Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu Negara dalam hal ini pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan secara murah dan bahkan gratis untuk masyarakatnya. Banyak faktor penyebab mahalnya biaya pendidikan akibat kebijakan lembaga pendidikan ataupun pemerintah yang harus ditangani agar terjadinya pemerataan pendidikan di Indonesia. Dampaknyapun sangat serius bagi kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia sehingga harus adanya kebijakan atau tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah biaya pendidikan yang tidak merata ini.5 Pendidikan yang mahal dan tak terjangkau sama saja menghambat atau bahkan mematikan potensi anak Indonesia untuk berkembang atau mengasah kemampuannya dalam menjalani kehidupan (life skill).

Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), garis kemiskinan di Indonesia mencapai angka 33-38 juta orang dan penduduk berpenghasilan di bawah 2 dollar per hari sebanyak 100 juta orang. Oleh karena itu, pendidikan gratis sebagai saluran mobilitas sosial vertikal atau sosial elevator masyarakat sangat membantu kehidupan kaum yang berada di garis kemiskinan tersebut.6

Secara logis negara bisa maju apabila dijalankan oleh rakyatnya yang cerdas. Lalu, apakah ini mungkin apabila pendidikan saja masih mahal sementara masyarakat Indonesia sebagian besar masih miskin? Tentu pendidikan gratis adalah alasan logis dan sangat mungkin untuk Indonesia, kalau hal ini diusahakan secara sungguh-sungguh dan mengesampingkan alasan-alasan seperti ketidaksiapan ataupun kekhawatiran akan membebani anggaran negara. Kita bisa lihat di Jerman, mereka memberlakukan pendidikan gratis dari tingkat pendidikan dasar sampai tingkat tinggi terhadap rakyatnya,

5

Masalah Pendidikan di Indonesia : Mahalnya Biaya Pendidikan, http://whendikz.blogspot.com/2013/12/ masalah-pendidikan-di-indonesia_6764.html, diakses Minggu 16 Februari 2014.

6

Adi Permana dan Felix Martha, Masalah Pendidikan Indonesia, http://oswinjaya.blogspot.com/ 2012/06 /masalah-pendidikan-indonesia.html, diakses Minggu 16 Februari 2014.


(6)

dan hasilnya bisa kita lihat sendiri sekarang: Jerman menjadi salah satu negara termaju di dunia dengan ilmu pengetahuan dan teknologinya. Jadi ini bukan masalah siap atau tidak siap, tetapi mau atau tidak mau. Kemauanlah yang menjadi pendorong utama kemajuan, bukan kesiapan. Jika ada kemauan untuk menetapkan kebijakan pendidikan gratis untuk anak negeri, kapanpun waktunya, kesiapan untuk implementasinya tentu akan mengikuti. Dan sudah barang tentu respon masyarakat Indonesia yang mayoritas masih miskin adalah meningkatnya antusiasme mereka untuk memperoleh pendidikan, tentunya dibarengi oleh upaya sosialisasi pemerintah yang meyakinkan. Dalam hal ini, pemerintah sudah sewajarnya memberikan harapan positif tentang masa depan rakyatnya yang ingin belajar.7

Hak-hak asasi manusia (HAM) atau sebenarnya tepatnya harus disebut dengan istilah 'hak-hak manusia' (human rights) adalah hak-hak yang (seharusnya) diakui secara universal sebagai hak-hak yang melekat pada manusia karena hakekat dan kodrat kelahiran manusia itu sebagai manusia. Dikatakan ‘universal’ karena hak-hak ini dinyatakan sebagai bagian dari kemanusiaan setiap sosok manusia, tak peduli apapun warna kulitnya, jenis kelaminnya, usianya, latar belakang kultural dan pula agama atau kepercayaan spiritualitasnya. Sementara itu dikatakan ‘melekat’ atau ‘inheren’ karena hak-hak itu dimiliki oleh siapapun sebagai manusia berkat kodrat kelahirannya sebagai manusia dan bukan karena pemberian oleh suatu organisasi kekuasaan manapun. Karena dikatakan ‘melekat’ itu pulalah maka pada dasarnya hak-hak ini tidak sesaatpun boleh dirampas atau dicabut. Pengakuan atas adanya hak-hak manusia yang asasi memberikan jaminan secara moral maupun demi hukum kepada setiap manusia untuk menikmati kebebasan dari segala bentuk perhambaan, penindasan, perampasan, penganiayaan atau perlakuan apapun lainnya yang menyebabkan manusia itu tak dapat hidup secara layak sebagai manusia yang dimuliakan Allah.8

Hak atas pendidikan merupakan bagian dari hak asasi manusia. Sebagai hak asasi manusia (HAM), hak atas pendidikan memberikan arti penting bagi upaya pemenuhan hak

7

Adi Permana dan Felix Martha, Masalah Pendidikan Indonesia, http://oswinjaya.blogspot.com/ 2012/06 /masalah-pendidikan-indonesia.html, diakses Minggu 16 Februari 2014.

8

Soetandyo Wignjosoebroto, 2005, Hak Asasi Manusia Konsep Dasar Dan Perkembangan Pengertiannya Dari Masa Ke Masa, Seri Bahan Bacaan Kursus HAM Untuk Pengacara X Tahun 2005, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Website : www.elsam.or.id / Email : elsam@nusa.or.id.


(7)

asasi manusia (HAM) secara luas. Penegasan ini penting artinya bagi upaya membangun kesadaran kolektif terhadap pemenuhan hak atas pendidikan. Hak atas pendidikan berkaitan erat dengan hak sipil dan politik serta hak ekonomi, sosial dan budaya. Sibonile Khoza menguraikan hal tersebut dengan sangat baik. Ia mengatakan sebagai berikut:

An education is necessary to enjoy civil and political rights. For example, the exten of your participation in political life depends on your level of education, or using your right to vote. Without a basic level of literacy, you cannot read a ballot paper, newspaper and other materials that will assist you in making an informed choice. Education is also necessary for the enjoyment of economic, social and cultural rights. For example, your freedom to choose a trade, occupation or profession is largely dependent on the level of education that you receive.9

Hak atas pendidikan adalah hak yang memberdayakan (empowerment rights). Hak atas pendidikan, secara efektif, memberikan pengaruh langsung bagi penikmatan dan pemenuhan hak-hak lainnya. Pemenuhan terhadap hak pendidikan adalah pemenuhan bagi jati diri dan kemartabatan manusia.10 Demikian pula Manfred Nowak menegaskan

education is a precondition for the exercise of human rights. Manfred Nowak mengingatkan tentang pentingnya pendidikan dan pendidikan hak asasi manusia (HAM) sebagai bagian dari hak asasi manusia (HAM). Manfred Nowak menyatakan:

Education is an important means of promoting human rights. Tolerance of, and resfect for, human rights is not only an important goal of education, but human rights education at all levels is also the most important means to create a universal human rights culture.11

Hak atas pendidikan merupakan satu kesatuan bangunan sistem hukum hak asasi manusia (HAM) internasional. Dalam upaya memajukan hak atas pendidikan, negara wajib

9

Sibonile Khoza, (ed), Socio Economic Rights in South Africa (South Africa: The Socio-Economic Rights Project University of Western Cape, second edition, 2006), halaman 412 dalam Majda El Muhtaj, 2009, Dimensi-Dimensi HAM: Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Rajawali Pers, Ed. 2, Jakarta, hlm. 166-167.

10

Coomans, “The Core Content of the Right to Education”, dalam Brand dan Russel (ed), Exploring the Core Content of Socio-Economic Rights: South African and International Perspectives (Pretoria: Protea Book House, 2002), halaman 160 dalam dalam Majda El Muhtaj, 2009, Dimensi-Dimensi HAM: Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Rajawali Pers, Ed. 2, Jakarta, hlm. 167.

11

Manfred Nowak, ”The Rights of Education”, dalam Asborjn Eide, at.al. (ed.), Economic, Social and Cultural Rights; A Textbook (Boston: Martinus Nijhoff Publishers, 1995), halaman 189-190 dalam Majda El Muhtaj, 2009, Dimensi-Dimensi HAM: Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Rajawali Pers, Ed. 2, Jakarta, hlm. 167-168.


(8)

memajukan nilai-nilai hak asasi manusia (HAM) dalam kurikulum pendidikan yang selaras dengan konstruksi hak asasi manusia universal.12 Hak atas pendidikan diatur dalam perjanjian internasional atau kovenan internasional. Hak atas pendidikan diatur dalam Pasal 13 Ayat 1 Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya 1966 (International Covenant On Economic, Social And Cultural Rights 1966) yang menyatakan:

Negara-negara Pihak13 pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang atas pendidikan. Bahwa pendidikan harus diarahkan pada perkembangan kepribadian manusia seutuhnya dan kesadaran akan harga dirinya, dan memperkuat penghormatan atas hak-hak asasi dan kebebasan manusia yang mendasar. Bahwa pendidikan harus memungkinkan semua orang untuk berpartisipasi secara efektif dalam suatu masyarakat yang bebas, meningkatkan rasa pengertian, toleransi serta persahabatan antar semua bangsa dan semua kelompok, ras, etnis atau agama, dan lebih memajukan kegiatan-kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memelihara perdamaian.

Ratifikasi14 kovenan15 internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya oleh pemerintah Indonesia dilaksanakan pada tahun 2005, telah menandai babak baru wacana hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Dengan diratifikasinya kovenan tersebut, negara ini memiliki kewajiban untuk menegakan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya dalam kehidupan warganya. Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Economic, Social And Cultural Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya / Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 2200 A XXI mulai berlaku pada tanggal 16 Desember 1966 dengan jumlah negara pihak 153 negara termasuk indonesia). Adapun dasar pertimbangan diratifikasinya

12

M.H. Syed, Human Rights; the Global Perspective (New Delhi: Reference Press, 2003), halaman 308 dalam Majda El Muhtaj, 2009, Dimensi-Dimensi HAM: Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Rajawali Pers, Ed. 2, Jakarta, hlm. 165.

13

Negara Pihak adalah negara-negara yang membuat perjanjian internasional (kovenan).

14

Ratifikasi artinya suatu negara mengikatkan diri untuk melaksanakan isi atau substansi perjanjian internasional yang dibuat oleh negara-negara secara multilateral untuk melaksanakan tujuan bersama negara-negara yang membuat perjanjian internasional tersebut.

15

Kovenan diartikan sebagai perjanjian internasional, yaitu perjanjian yang dibuat secara multilateral oleh negara-negara yang ada di dunia ini.


(9)

Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya sesuai dengan bagian Menimbang dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 adalah: a. bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri

manusia, bersifat universal dan langgeng, dan oleh karena itu, harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun;

b. bahwa bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional, menghormati, menghargai, dan menjunjung tinggi prinsip dan tujuan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa serta Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia;

c. bahwa Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, dalam sidangnya tanggal 16 Desember 1966 telah mengesahkan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya);

d. bahwa instrumen internasional sebagaimana dimaksud pada huruf c pada dasarnya tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sesuai dengan sifat negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia dan yang menjamin persamaan kedudukan semua warga negara di dalam hukum, dan keinginan bangsa Indonesia untuk secara terus menerus memajukan dan melindungi hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;

Dengan telah diratifikasinya Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya, maka negara (pemerintah) terikat untuk melaksanakan substansi dari kovenan tersebut. Diratifikasinya Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya oleh Negara Republik Indonesia artinya bahwa negara telah tunduk dan terikat untuk melaksanakan atau mengimplementasikan rejim Hukum Internasional khususnya tentang penghormatan, perlindungan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya ke dalam hukum nasional. Kovenan internasional (international covenant) merupakan salah satu bentuk dari perjanjian internasional yang merupakan salah satu sumber dari Hukum Internasional, Mark W. Janis mengatakan: ”Most rules of international law find their source in the explicit, usually written, agreements of states. Such international agreements are commonly called treaties...”16

16

Mark W. Janis, 2003, An Introduction to International Law, Aspen Publishers, New York, NY 10036, page 9.


(10)

Perlindungan dan penegakan hak-hak dibidang ekonomi, sosial dan budaya termasuk juga hak atas pendidikan merupakan pencapaian peradaban manusia yang luar biasa disamping hak-hak sipil dan politik. Hal ini dikarenakan, perlindungan hak-hak asasi manusia meniscayakan seseorang untuk hidup sesuai dengan martabat kemanusiaannya yang dicirikan oleh kehidupan yang terhormat, bebas dan tidak diliputi oleh ketakutan. Perlindungan hak asasi manusia (HAM) merupakan penemuan manusia moderen yang belum pernah terpikirkan oleh generasi manusia sebelumnya.

Ditengah gejolak kehidupan global yang tidak menentu seperti sekarang, penegakan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya memang bukan perkara mudah. Ada berbagai tekanan kepentingan serta banyak rintangan yang harus dihadapi. Tidak menutup kemungkinan hal tersebut menjadi penyebab utama terabaikannya perlindungan dan penegakan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Bagi Indonesia sendiri, masalah ekonomi adalah rintangan yang cukup berat dalam menjalankan perlindungan terhadap hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya17, termasuk pemenuhan hak atas pendidikan terhadap warga negara Indonesia.

Walaupun tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia cukup berat dalam mewujudkan hak atas pendidikan terhadap warga negaranya, tetapi demi mencapai masyarakat Indonesia yang cerdas dan bermoral, maka tahapan-tahapan sekolah harus dilalui oleh semua anak Indonesia, tanpa terkecuali.18 Merupakan kewajiban negara (pemerintah) untuk mewujudkan pendidikan yang merata bagi seluruh warga negaranya. Hak pendidikan merupakan hak dasar manusia yang harus terpenuhi, sebagaimana telah tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu:

...Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa19, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara

17

URL: www.lawyrs.net/files/publications/196-Naskah%20essay.doc, diakses Kamis, 23 Februari 2012.

18

Adi Permana dan Felix Martha, Masalah Pendidikan Indonesia, http://oswinjaya.blogspot.com/ 2012/06 /masalah-pendidikan-indonesia.html, diakses Minggu 16 Februari 2014.

19


(11)

Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.


(12)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Bambang Sunggono, 2006, Metodelogi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Coomans, “TheCore Content of the Right to Education”, dalam Brand dan Russel (ed), Exploring the Core Content of Socio-Economic Rights: South African and International Perspectives (Pretoria: Protea Book House, 2002), halaman 160 dalam dalam Majda El Muhtaj, 2009, Dimensi-Dimensi HAM: Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Rajawali Pers, Ed. 2, Jakarta.

Mark W. Janis, 2003, An Introduction to International Law, Aspen Publishers, New York, NY 10036.

Manfred Nowak, ”The Rights of Education”, dalam Asborjn Eide, at.al. (ed.), Economic, Social and Cultural Rights; A Textbook (Boston: Martinus Nijhoff Publishers, 1995), halaman 189-190 dalam Majda El Muhtaj, 2009, Dimensi-Dimensi HAM: Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Rajawali Pers, Ed. 2, Jakarta.

M.H. Syed, Human Rights; the Global Perspective (New Delhi: Reference Press, 2003), halaman 308 dalam Majda El Muhtaj, 2009, Dimensi-Dimensi HAM: Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Rajawali Pers, Ed. 2, Jakarta.

Sibonile Khoza, (ed), Socio Economic Rights in South Africa (South Africa: The Socio-Economic Rights Project University of Western Cape, second edition, 2006), halaman 412 dalam Majda El Muhtaj, 2009, Dimensi-Dimensi HAM: Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Rajawali Pers, Ed. 2, Jakarta.

Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.

Sunaryati Hartono, 2006, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke-20, Alumni, Bandung.

Winarno Surachman, 1973, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode dan Teknik,

Tarsito, Bandung.

B. Artikel

Adi Permana dan Felix Martha, Masalah Pendidikan Indonesia, http://oswinjaya.

blogspot.com/ 2012/06 masalah- pendidikan indonesia. html, diakses Minggu 16 Februari 2014.


(13)

Masalah Pendidikan di Indonesia : Mahalnya Biaya Pendidikan, http://whendikz. blogspot.com/ 2013/12/ masalah- pendidikan- di- indonesia_6764. html, diakses Minggu 16 Februari 2014.

Soetandyo Wignjosoebroto, 2005, Hak Asasi Manusia Konsep Dasar Dan Perkembangan Pengertiannya Dari Masa Ke Masa, Seri Bahan Bacaan Kursus HAM Untuk Pengacara X Tahun 2005, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Website : www.elsam.or.id / Email : elsam@nusa.or.id.

Tingginya Angka Putus Sekolah di Indonesia, http://edukasi.kompasiana.com/ 2013/12/24/ tingginya-angka-putus-sekolah-di-indonesia-622368.html, diakses Rabo 19 Februari 2014.

Tingginya Jumlah Anak Putus Sekolah, http://www.medanbisnisdaily.com/ news/ read/ 2013/ 10/24/58003/ tingginya_ jumlah_ anak_ putus_ sekolah/#.UwQRG6IQ9H0, diakses Rabo 19 Februari 2014.

URL: www.lawyrs.net/files/publications/196-Naskah%20essay.doc, diakses Kamis, 23 Februari 2012.


(1)

memajukan nilai-nilai hak asasi manusia (HAM) dalam kurikulum pendidikan yang selaras dengan konstruksi hak asasi manusia universal.12 Hak atas pendidikan diatur dalam perjanjian internasional atau kovenan internasional. Hak atas pendidikan diatur dalam Pasal 13 Ayat 1 Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya 1966 (International Covenant On Economic, Social And Cultural Rights 1966) yang menyatakan:

Negara-negara Pihak13 pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang atas pendidikan. Bahwa pendidikan harus diarahkan pada perkembangan kepribadian manusia seutuhnya dan kesadaran akan harga dirinya, dan memperkuat penghormatan atas hak-hak asasi dan kebebasan manusia yang mendasar. Bahwa pendidikan harus memungkinkan semua orang untuk berpartisipasi secara efektif dalam suatu masyarakat yang bebas, meningkatkan rasa pengertian, toleransi serta persahabatan antar semua bangsa dan semua kelompok, ras, etnis atau agama, dan lebih memajukan kegiatan-kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memelihara perdamaian.

Ratifikasi14 kovenan15 internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya oleh pemerintah Indonesia dilaksanakan pada tahun 2005, telah menandai babak baru wacana hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Dengan diratifikasinya kovenan tersebut, negara ini memiliki kewajiban untuk menegakan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya dalam kehidupan warganya. Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Economic, Social And Cultural Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya / Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 2200 A XXI mulai berlaku pada tanggal 16 Desember 1966 dengan jumlah negara pihak 153 negara termasuk indonesia). Adapun dasar pertimbangan diratifikasinya

12

M.H. Syed, Human Rights; the Global Perspective (New Delhi: Reference Press, 2003), halaman 308 dalam Majda El Muhtaj, 2009, Dimensi-Dimensi HAM: Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Rajawali Pers, Ed. 2, Jakarta, hlm. 165.

13

Negara Pihak adalah negara-negara yang membuat perjanjian internasional (kovenan).

14

Ratifikasi artinya suatu negara mengikatkan diri untuk melaksanakan isi atau substansi perjanjian internasional yang dibuat oleh negara-negara secara multilateral untuk melaksanakan tujuan bersama negara-negara yang membuat perjanjian internasional tersebut.

15

Kovenan diartikan sebagai perjanjian internasional, yaitu perjanjian yang dibuat secara multilateral oleh negara-negara yang ada di dunia ini.


(2)

Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya sesuai dengan bagian Menimbang dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 adalah: a. bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri

manusia, bersifat universal dan langgeng, dan oleh karena itu, harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun;

b. bahwa bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional, menghormati, menghargai, dan menjunjung tinggi prinsip dan tujuan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa serta Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia;

c. bahwa Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, dalam sidangnya tanggal 16 Desember 1966 telah mengesahkan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya);

d. bahwa instrumen internasional sebagaimana dimaksud pada huruf c pada dasarnya tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sesuai dengan sifat negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia dan yang menjamin persamaan kedudukan semua warga negara di dalam hukum, dan keinginan bangsa Indonesia untuk secara terus menerus memajukan dan melindungi hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;

Dengan telah diratifikasinya Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya, maka negara (pemerintah) terikat untuk melaksanakan substansi dari kovenan tersebut. Diratifikasinya Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya oleh Negara Republik Indonesia artinya bahwa negara telah tunduk dan terikat untuk melaksanakan atau mengimplementasikan rejim Hukum Internasional khususnya tentang penghormatan, perlindungan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya ke dalam hukum nasional. Kovenan internasional (international covenant) merupakan salah satu bentuk dari perjanjian internasional yang merupakan salah satu sumber dari Hukum Internasional, Mark W. Janis mengatakan: ”Most rules of international law find their source in the explicit, usually written, agreements of states. Such international agreements are commonly called treaties...”16

16

Mark W. Janis, 2003, An Introduction to International Law, Aspen Publishers, New York, NY 10036, page 9.


(3)

Perlindungan dan penegakan hak-hak dibidang ekonomi, sosial dan budaya termasuk juga hak atas pendidikan merupakan pencapaian peradaban manusia yang luar biasa disamping hak-hak sipil dan politik. Hal ini dikarenakan, perlindungan hak-hak asasi manusia meniscayakan seseorang untuk hidup sesuai dengan martabat kemanusiaannya yang dicirikan oleh kehidupan yang terhormat, bebas dan tidak diliputi oleh ketakutan. Perlindungan hak asasi manusia (HAM) merupakan penemuan manusia moderen yang belum pernah terpikirkan oleh generasi manusia sebelumnya.

Ditengah gejolak kehidupan global yang tidak menentu seperti sekarang, penegakan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya memang bukan perkara mudah. Ada berbagai tekanan kepentingan serta banyak rintangan yang harus dihadapi. Tidak menutup kemungkinan hal tersebut menjadi penyebab utama terabaikannya perlindungan dan penegakan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Bagi Indonesia sendiri, masalah ekonomi adalah rintangan yang cukup berat dalam menjalankan perlindungan terhadap hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya17, termasuk pemenuhan hak atas pendidikan terhadap warga negara Indonesia.

Walaupun tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia cukup berat dalam mewujudkan hak atas pendidikan terhadap warga negaranya, tetapi demi mencapai masyarakat Indonesia yang cerdas dan bermoral, maka tahapan-tahapan sekolah harus dilalui oleh semua anak Indonesia, tanpa terkecuali.18 Merupakan kewajiban negara (pemerintah) untuk mewujudkan pendidikan yang merata bagi seluruh warga negaranya. Hak pendidikan merupakan hak dasar manusia yang harus terpenuhi, sebagaimana telah tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu:

...Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa19, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara

17

URL: www.lawyrs.net/files/publications/196-Naskah%20essay.doc, diakses Kamis, 23 Februari 2012.

18

Adi Permana dan Felix Martha, Masalah Pendidikan Indonesia, http://oswinjaya.blogspot.com/ 2012/06 /masalah-pendidikan-indonesia.html, diakses Minggu 16 Februari 2014.

19


(4)

Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Bambang Sunggono, 2006, Metodelogi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Coomans, “TheCore Content of the Right to Education”, dalam Brand dan Russel (ed), Exploring the Core Content of Socio-Economic Rights: South African and International Perspectives (Pretoria: Protea Book House, 2002), halaman 160 dalam dalam Majda El Muhtaj, 2009, Dimensi-Dimensi HAM: Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Rajawali Pers, Ed. 2, Jakarta.

Mark W. Janis, 2003, An Introduction to International Law, Aspen Publishers, New York, NY 10036.

Manfred Nowak, ”The Rights of Education”, dalam Asborjn Eide, at.al. (ed.), Economic, Social and Cultural Rights; A Textbook (Boston: Martinus Nijhoff Publishers, 1995), halaman 189-190 dalam Majda El Muhtaj, 2009, Dimensi-Dimensi HAM: Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Rajawali Pers, Ed. 2, Jakarta.

M.H. Syed, Human Rights; the Global Perspective (New Delhi: Reference Press, 2003), halaman 308 dalam Majda El Muhtaj, 2009, Dimensi-Dimensi HAM: Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Rajawali Pers, Ed. 2, Jakarta.

Sibonile Khoza, (ed), Socio Economic Rights in South Africa (South Africa: The Socio-Economic Rights Project University of Western Cape, second edition, 2006), halaman 412 dalam Majda El Muhtaj, 2009, Dimensi-Dimensi HAM: Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Rajawali Pers, Ed. 2, Jakarta.

Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.

Sunaryati Hartono, 2006, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke-20, Alumni, Bandung.

Winarno Surachman, 1973, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode dan Teknik,

Tarsito, Bandung.

B. Artikel

Adi Permana dan Felix Martha, Masalah Pendidikan Indonesia, http://oswinjaya.

blogspot.com/ 2012/06 masalah- pendidikan indonesia. html, diakses Minggu 16 Februari 2014.


(6)

Masalah Pendidikan di Indonesia : Mahalnya Biaya Pendidikan, http://whendikz. blogspot.com/ 2013/12/ masalah- pendidikan- di- indonesia_6764. html, diakses Minggu 16 Februari 2014.

Soetandyo Wignjosoebroto, 2005, Hak Asasi Manusia Konsep Dasar Dan Perkembangan Pengertiannya Dari Masa Ke Masa, Seri Bahan Bacaan Kursus HAM Untuk Pengacara X Tahun 2005, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Website : www.elsam.or.id / Email : elsam@nusa.or.id.

Tingginya Angka Putus Sekolah di Indonesia, http://edukasi.kompasiana.com/ 2013/12/24/ tingginya-angka-putus-sekolah-di-indonesia-622368.html, diakses Rabo 19 Februari 2014.

Tingginya Jumlah Anak Putus Sekolah, http://www.medanbisnisdaily.com/ news/ read/ 2013/ 10/24/58003/ tingginya_ jumlah_ anak_ putus_ sekolah/#.UwQRG6IQ9H0, diakses Rabo 19 Februari 2014.

URL: www.lawyrs.net/files/publications/196-Naskah%20essay.doc, diakses Kamis, 23 Februari 2012.