Mapadik Orang Biasa Kawin Biasa Cara Biasa di Bali.

Uud

Sutlfmliln, イ セ
um.dpl'eS!!l@ll:mall com h

MAPADIK
Orang Biasa
Kawin Biasa
Cara Biasa di Bali

MAPADIK
Orang Biasa
Kawin Biasa
Cara Biasa di Bali
Penulis:
Prof. Dr. Wayan P. Windia, S.H., M.Si.
Cover &: Dustrasi:
Wayan P. Windia

layOut:
I Putu Mertadana


Diterbitkan oleh:
"Bali Shanti" Pusat Pelayanan Konsultasi Adat
dan Budaya Bali (LPPM Unud)
dan Puslit Hukum Adat (LPPM Unud)
bekerjasama dengan
Udayana University Press
Kampus Universitas Udayana Denpasar,
]1. P.B. Sudirman, Denpasar - Bali Telp. (0361) 255128
unudpresS@gmail.com http://penerbit.unud.ac.id

Cetakan Pertama:
2015, xviii + 275 hIm, 15,5 x 23 em

ISBN 978-602-294-079-1

91111111111111111'

セ セャ セ lil


Hak Opta pada Penulia.
Hak Opta Dilindungi Undang-Undang:
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seIuroh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbil

MAPADIK
Orang Biasa
Kawin Biasa
Cara Biasa di Bali
Penulis:
Pmi. Dr. Wayan P. Windia, S.H., M.Si.

PENGANTAR PENYUSUN

Cover 8t Dustrasi:
Wayan P. Windia

layOut:
I Putu Mertadana


Diterbitkan oIeh:
Pusat PeIayanan Konsultasi Adat
:
dan Budaya Bali (LPPM Unud)
· dm Puslit Hukum Adat (LPPM Unud)
·
bekerjasama dengan
Udayana University Press
K.npus Universitas Udayana Denpasar,
t



,

.... Denpasar - Bali Telp. (0361) 255128
http://penerbit.unud.ac.id

. . . . .' com


Cetakan Pertama:
2015, xviii + 275 hIm, 15,5 x 23 em

ISBI 978-602-294-079-1

ャ セ i G j エBY

·
_

Hak Cipta pada Penulis.
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang:
-.opabauyak sebagian atau seluruh isi bulcu ini
tanpa izin tertuIis dari penerbil

Penjelasan Judul
imaksud "mapadik" dalam hal ini adalah meminang,
serangkaian dengan pelaksanaan perkawinan
menurut Hukum Adat Bali. "Orang biasa" maksudnya orang
kebanyakan atau orang yang bukan keturunan bangsawan.

Fokus pembahasan diletakan pada "perkawinan biasa", bukan
uperkawinan nyentana", dan bukan pula "perkawinan pada

D

gelahang" .
Ada beberapa cara dan gaya dalam mapadik. Ada yang
menyampaikan dengan ungkapan wayah makulit, didukung
dengan rupa-rupa kutipan sastra agama (kitab sud) dan berbagai
bentuk pengandaian yang kadang-kadang susah dimengerti.. Ada
yang menyampaikan dengan ungkapan sederhana atau dengan

v

MAP A 0 I K

I

Orang Biasa


I

Kawin Biasa

I

Cara Biasa di Bali

cara dan gaya bablakasan atau lelengisan (dikenal pula dengan
sebutan cara biasa atau biasa-biasa dogen atau alelomosan atau apa
adanya). Dalam buku ini dipilih mapadik dengan cara bablakasan
atau cara biasa.
Dipilihnya judul "Mapadik: Perkawinan Biasa, Orang Biasa,
Cara Biasa di Bali", didasarkan atas pertimbangan bahwa menulis
buku "perkawinan biasa" oleh "orang biasa" dengan "eara biasa",
relatif lebih gampang, dibandingkan dengan menulis buku
tentang "perkawinan tidak biasa" oleh "orang yang tidak biasa"
dengan "cara luar biasa".

Latar Belakang

Buku-buku tentang perkawinan menurut Hukum Adat
Bali, lumayan banyak jumlahnya. Beberapa eontoh antara lain
disusun oleh Gde Pudja, 1974. Pengantar Tentang Perkawinan
Menurut Hukum Hindu. Ditjen Bimas dan Budha Dep.Agama RI,
Jakarta. Putu Dyatmikawati, 2013. Perkawinan pada Gelahang di
Bali Ditinjau dati U.U. No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Unud
Press, Denpasar. I Gusti Ketut Kaler, 1979. Butir-Butir Tercecer
tentang Adat Bali. Denpasar, Bali Agung. Ketut Natih, 1990.
Pembinaan Perkawinan Agama Hindu. Jakarta: Yayasan Dhanna
Sarathi. I Gusti Agung Oka, 2000. Buku Panduan Percakapan tentang
Perkawinan Adat Bali. I Ketut Sudantra, I Gusti Ngurah Sudiana,
dan Komang Gede Narendra, 2011. Perkawinan Menurut Hukum
Adat Bali. Unud Press, Denpasar.
Hasil penelitian tentang perkawinan yang dituangkan
dalam bentuk skripsi, tesis, disertasi, dan artikel ilmiah, tak
terhitungjumlahnya. Hasil peneIitian relatifbaru yang dituangkan
dalam bentuk disertasi antara lain dilakukan oleh I Nyoman Yoga
Segara, 2011. "Perkawinan Nyerod. Studi tentang Dinamika Relasi
Jaba - Tri Wangsa, di Bali". Disertasi pada Fakultas llmu Sosial


vi

MAP A D I K

I

Orang Biasa

I

Kawin Biasa

I

Cara Biasa di Bali

cara dan gaya bablakasan atau lelengisan (dikenal pula dengan
sebu.tan cara biasa atau biasa-biasa dogen atau alelomosan atau apa
adanya). Dalam buku ini dipilih mapadik dengan cara bablakasan
atau cara biasa.

Dipilihnya judul "Mapadik: Perkawinan Biasa, Orang Biasa,
Cara Biasa di Bali", didasarkan atas pertimbangan bahwa menulis
buku "perkawinan biasa" oleh "orang biasa" dengan "cara biasa",
relatif lebih gampang, dibandingkan dengan menulis buku
tentang "perkawinan tidak biasa" oleh "orang yang tidak biasa"
tI
dengan "cara luar biasa".

Latar Belakang
Buku-buku tentang perkawinan menurut Hukum Adat
Bali, lumayan banyak jumlahnya. Beberapa contoh antara lain
disusun oleh Gde Pudja, 1974. Pengantar Tentang Perkawinan
Menurut Hukum Hindu. Ditjen Bimas dan Budha Dep.Agama RI,
Jakarta. Putu Dyatmikawati, 2013. Perkawinan pada Gelahang di
Bali Ditinjau dati U.U. No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Unud
Press, Denpasar. I Gusti Ketut Kaler, 1979. Butir-Butir Tercecer
tentang Adat Bali. Denpasar, Bali Agung. Ketut Natih, 1990.
Pembinaan Perkawinan Agama Hindu. Jakarta: Yayasan Dharma
Sarathi. I Gusti Agung Oka, 2000. Buku Panduan Percakapan tentang
Perkawinan Adat Bali. I Ketut Sudantra, I Gusti Ngurah Sudiana,

dan Komang Gede Narendra, 2011. Perkawinan Menurut Hukum
Adat Bali. Unud Press, Denpasar.
Hasil penelitian tentang perkawinan yang dituangkan
dalam bentuk skripsi, tesis, disertasi, dan artikel ilmiah, tak
terhitungjumlahnya. Hasilpenelitianrelatifbaruyangdituangkan
dalam bentuk disertasi antara lain dilakukan oleh I Nyoman Yoga
Segara, 2011. "Perkawinan Nyerod. Studi tentang Dinamika Relasi
Jaba - Tri Wangsa, di Bali". Disertasi pada Fakultas Ilmu Sosial

VI

MAP A 0 I K

I

Orang Biasa

I

Kawin Biasa


I

Cara Biasa di Bali

pasangannya. Sesarnpai di rumah calon pengantin laki-Iaki,
segala perlengkapan upacara sudah siap menanti, dan tak larna
kemudian upacara perkawinan dilangsungkan. Pertanyaannya,
apakah kawin dengan cara ngrorod memang seperti itu?
Kasus ketiga. Ada pasangan anak muda biasa, mau kawin
biasa dengan cara mapadik. Atas kesepakatan orangtua kedua
belah pihak, ditetapkanlah hari dan waktu untuk acara papadikan.
Merasa sarna-sarna tidak memiliki keterarnpilan mapadik, masingmasing orangtua menyiapkan juru bicara (juru raos). Pada
waktu acara berlangsung, kedua juru bicara pun tampil dengan
kekuatan maksimal tanpa reserve. Kedua juru bicara berdebat
sengit dengan aneka ungkapan makulit dan berbagai pengandaian
(raos wayah) yang susah dimengerti. Suasana papadikan menjadi
sangat formal dan cendrung tegang. Padahal, pasangan calon
pengantin baik-baik saja, walau tampil dengan gaya cengar-cengir,
tetapi mereka siap lahir batin untuk melangsungkan perkawinan
biasa. Orangtua dan keluarga kedua belah pihak juga telah
merestui perkawinan mereka (perkawinan pada arus), jauh hari
sebelum acara papadikan dilaksanakan. Kalau demikian adanya,
mengapa kedua juru raos harus berdebat sengit dengan kekuatan
maksimal tanpa reserve, sehingga suasana menjadi arnat formal
dan cendrung tegang?
Kasus keempat. Ada pasangan anak muda biasa, mau
kawin biasa dengan cara mapadik. Atas kesepakatan orang tua
kedua belah pihak, ditetapkanlah hari dan waktu untuk acara
papadikan. Kedua orangtua dan keluarganya sangat mendukung
perkawinan anaknya, karena pasangan ini terbilang papadan
(wajahnya, pendidikannya, kekayaannya, pekerjaannya, serba
seimbang). Suasana papadikan menjadi sangatsantai dan cendrung
seperti bercanda (macanda), mirip suasana magenjekan. Padahal,
selain calon mempelai dan keluarganya, di tempat itu hadir juga
jro mangku, prajuru kedua belah pihak yang tidak tahu menahu
dengan hubungan mereka sebelumnya. Nah!

Vlll

rl セ


Iセ

IiasiI cI Bali

PROF. DR. WAYAN P. WINOlA, S.H., M.SI.

calon pengantin laki-laki,

Kasus kelima. Kalau ada calon pengantin yang tidak
mengerti Hukum Adat Bali dan awig-awig desa pakraman, itu
biasa. Tidak kenal prajuru desanya, tidak kenal yang mana nyama
dan yang mana braya di sekitarnya, tidak mengerti bahasa Bali,
dan juga tidak mengerti tata krama melangsungkan perkawinan
biasa menurut Hukum Adat Bali, itu juga biasa. Yang tidak biasa
alias luar biasa, temyata ada sementara orang yang justru bangga
dengan ketidakmengertiannya tentang berbagai hal yang patut
diketahui terkait dengan perkawinan biasa diantara orang biasa
dengan cara biasa. Ini narnanya luar biasa.
Kasus keenam. Membangun rumah tangga, mirip
membangun rumah tinggal. Banyak hal yang patut diselesaikan
dengan cara kompromi di antara ayah, ibu dan anak. Bail< halhal yang dirasakan sebagai masalah kecil dan sepele maupun
hal-hal yang diyakini sebagai masalah besar, patut diberi
"penghargaan" dan Perhatian yang sarna. Sebab, masalah yang
kecil dapat berubah menjadi besar dan masalah yang besar
cendrung menjadi semakin besar. Konsekuensi dan implikasinya
terhadap rangkaian pelaksanaan Perkawinan biasa, sarna saja.
Dapat memicu ketidakharmonisan, saling menyalahkan (saling
cureng) di antara ayah, ibu, dan anak.
Beberapa kasus seperti itulah antara lain yang
me1atarbelakangi disusunnya buku ini.

IiasiI



siap menanti, dan tal< lama
In dilangsungkan. Pertanyaannya,
I.od memang sePerti itu?
Po anak muda biasa, mau kawin
iIas kesepakatan orangtua kedua
l dan waktu. untuk acara papadikan.
Iiki keterampilan mapadik, masingIn juro. bieara (juru raos). Pada
-.a juro. bieara pun tampil dengan
ave. Kedua juru bicara berdebat
l.l1aIlit dan berbagai pengandaian
iIBerti Suasana papadikan menjadi
1Iesang. Padahal, pasangan calon
ktampil dengan gaya cengar-cengir,
ioIuk melangsungkan perkawinan
l kedua belah pihak juga telah
fpedcawinan pada arus), jauh hari
Imakan. Kalau demikian adanya,
i berdebat sengit dengan kekuatan
. . suasana menjadi amat formal

!

"'tgenl anak muda biasa, mau

Wit. Atas kesepakatan orang tua
lIah hari dan waktu untuk acara

l1eluarganya sangat mendukung
!pasangan ini terbilang papadan
Ibyaannya, Pekerjaannya, serba
I!IIjad.i sangat santai dan cendrung
kip suasana magenjekan. Padahal,
セケ。L
di tempat itu hadir juga
II pihak yang tidak tahu menahu
Imnnya. Nah!

Bahan dan Cara Penulisan
Bahan-bahan untuk menulis buku ini diPeroleh melalui
pengalarnan lahirmelangsungkan Perkawinan, sebagai pelaksana
upaeara perkawinan, mengarnati Pelaksanaan rangkaian
perlcawinan, serta pengalarnan batin, yang didapat dan diolah
dari sejum1ah buku serta beberapa informan. PerIu ditarnbahkan
hahwa Perkawinan yang dialami dan harnpir semua Perkawinan

IX