Model Layanan Perpustakaan Selain Model

Teori Informasi dan Kepustakaan
Tugas UAS Tentang Model Layanan Perpustakaan Selain Model yang Ada Dalam Pembahasan
Buku Ilmu Informasi,Komunikasi dan Kepustakaan
Dosen Pengampu Mata Kuliah Drs.Pawit M. Yusup,M.S.

Oleh
Nama

: Risma Intani Pertiwi

NPM

: 210210130098

Kelas

: DIIP-B

Departemen Ilmu Informasi dan Perpustakaan
Program Sarjana Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Padjadjaran

2014Jl.Raya Bandung –Sumedang Km.21 Jatinangor 45363 Telp.022-842888

Technology Acceptance Model (TAM)
Sejak tahun 1980-an ketika teknologi informasi secara jelas mempunyai pengaruh pada
kehidupan manusia, berbagai teori telah dikembangkan dalam berbagai penelitian tentang
penerimaan teknologi. Pada era itu, komputer diperkenalkan di tempat kerja. Bagaimanapun
juga, banyak manfaat yang terantisipasi tidak dapat direalisasikan terutama dalam kaitannya
dengan kesiapan para pemakai untuk menerima komputer dan sistem perangkat lunak yang
menghubungkannya. Hal ini terjadi terutama sekali dilakukan oleh para peneliti yang membahas
tentang komunitas ilmu tentang tingkah laku (behavioral sciences) dalam menyelidiki alas analasan yang mungkin terjadi.
Beberapa masalah yang baru dikerjakan oleh para peneliti dengan mengembangkan
Model-model yang dimodifikasi oleh sebagian orang dengan melihat kasus khusus sebagai
Theory of Reasoned Action (TRA)dan melihatnya dari perspektif tingkah laku manusia ketika
suatu alat baru diperkenalkan pada kehidupan umat manusia. TRA menjelaskan tingkah laku
manusia secara nyata sebagai hasil pengaruh dua kategori kepercayaan yang signifikan % yaitu
tingkah laku(behavioral)dan normatif (normative) (Tery, 1993: 207)
Model TAM sebenarnya diadopsi dari model TRA yaitu teori tindakan yang beralasan
dengan satu premis bahwa reaksi dan persepsi seseorang terhadap sesuatu hal, akan menentukan
sikap dan perilaku orang tersebut. Reaksi dan persepsi pengguna Teknologi Informasi (TI) akan
mempengaruhi sikapnya dalam penerimaan terhadap teknologi tersebut. Salah satu faktor yang

dapat mempengaruhinya adalah persepsi pengguna terhadap kemanfaatan dan kemudahan
penggunaan TI sebagai suatu tindakan yang beralasan dalam konteks pengguna teknologi.
Sehingga alasan seseorang dalam melihat manfaat dan kemudahan penggunaan TI menjadikan
tindakan/perilaku manusia tersebut sebagai tolok ukur dalam penerimaan sebuah teknologi.
Davis mendefinisikan perceived usefulness(PU) sebagai “the degree of which a person
believes that using a particular system would enhance his or her job performance” dan perceived
ease of use (PEU)sebagai “the degree of which a person believes that using a particular system
would be free of effort.” (Chee%Kit, 2005: 372). Kepercayaan ini menentukan suatu sikap
pemakai ke arah penggunaan suatu system kemudian menentukan niat tingkah laku dan
mengarah pada penggunaan sistem secara nyata. Penelitian-penelitian telah menunjukkan
kebenaran TAM atas berbagai macamsistem penggunaan teknologi

informasi oleh berbagai jenis instansi dan perusahaan.
Davis dkk. telah mempelajari dua model berbeda yaitu TRA dan Model Penerimaan
Teknologi (Technology Acceptance Model (TAM)) untuk melihat bagaimana mereka
melakukannya dengan membedakan dalam kelas pemakai (user class)dan kelas komputer
(computer class). Penelitian dalam bidang ilmu tingkah laku terutama dalam pengembangan
TRA dilakukan oleh Fishbein dan Azjen (1975). Hasilnya telah berhasil meramalkan dan
menjelaskan perilaku dalam suatu kajian yang luas. Bagaimanapun juga, peneliti mengamati
TRA sebagai sesuatu yang terlalu umum sehingga perlu melakukan pengembangan pada TAM

untuk menjelaskan perilaku pemakaian komputer secara rinci seperti pada gambar di bawah.
TAM didasarkan pada berbagai pengetahuan sistem informasi yang telah ada dan sesuai dengan
model penerimaan komputer. Pada model tersebut telah diperkenalkan adanya variabel eksternal
(external variables). Adanya dugaan (notion)dikaitkan antara Persepsi Kegunaan (Perceived
Usefulness)dan Persepsi Kemudahan Penggunaan(Perceived Ease of Use). Demikian pula,
pengaruh yang penting dari persepsi kegunaan atas niat pada penggunaannyadengan
memperkenalkan suatu hubungan sebab akibat antara keduanya seperti terlihat pada Gambar 1.
Kedua model tersebut telah diuji oleh para pemakai model yang mengenalkan suatu
pengolah kata baru. Sikap dan niat lebih sedikit bila dibandingkan dengan prediksi dari TRA dan
TAM. Keduanya merekomendasikan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi kondisikondisi atas sikap yang menghubungkannya dengan tingkat/niat kepercayaan terhadapnya. Pada
penelitian lain, Davis yang mengamati skala pengukuran untuk mengetahui penerimaan pemakai
dalam short supplydan mencoba membuat skala Perceived Ease of Use dan Perceived
Usefulness dalam TAM. Satuan materi skala yang telah diusulkan pada awalnya telah
diperlakukan untuk suatu uji coba dan analisa untuk keandalan dan kebenarannya. Hasilnya telah
disaringuntuk masing-masing kegunaan usefulness)dan kemudahan penggunaan (Ease of Use)
. Dua penelitian lain telah dilakukan untuk melihat seberapa baik skala yang dapat diadaptasikan
ke suatu sistem. Sehubungan dengan pengamatan Cohen dkk. (1975), dalam penelitiannya
menyatakan bahwa kegunaan memiliki hubungan yang kuat dengan kemudahan penggunaan.
Hal tersebut juga telah ditunjukkan pada pengaruh motivasi intrinsik sebagai faktor yang perlu
untuk dipelajari. Hal inilah yang dapat dipakai sebagai petunjuk untuk penelitian%penelitian

selanjutnya.

TAM pada Perpustakaan Digital
Perkembangan

selanjutnya

banyak

penelitian

tentang

pengembangan

TAM

diimplementasikan pada perpustakaan digital menghasilkan model pengembangan TAM yang
salah satu diantaranya dilakukan oleh J.Y.L.
Thong (2002) dimana faktor eksternal berupa karakteristik antarmuka, konteks organisasi

dan perbedaan individu mampu mempengaruhi persepsi kemudahan penggunaan dan persepsi
kegunaan atas perpustakaan digital. Kemudian Taha (2005) mengusulkan bahwa TAM dari Davis
dan Tong, dimodifikasi sehingaa menghasilkan model sebagai berikut:

Perpustakaan Hibrida Berbasis Web 2.0: Format Perpustakaan di Era Milenium

Agar mampu menjadi lembagai penyedia informasi yang ideal bagi masyarakat maka
perpustakaan perlu melakukan identifikasi terhadap pemakai perpustakaan lengkap perilaku dan
kebutuhannya. Saat ini pengguna perpustakaanterdiri dari 3 generasi, yaitu generasi x, generasi y
dan generasi milenia atau milenium.Terkait dengan perilaku dan kebutuhan ketiga generasi
tersebut, terdapat generasi yang memiliki literasi di bidang teknologi informasi dan generasi
yang tidak memiliki literasidibidang teknologi informasi dengan baik. Untuk mengakomodir
semua kebutuhan dan perilaku pengguna dalam memanfaatkan perpustakaan maka perpustakaan
hibrida berbasis web 2.0 adalah jawabannya.
Para pustakawan dan teknolog di Inggris mendefinisi perpustakaan hibrida sebagai
perpustakaan yang secara bersama-sama menghimpun koleksi jenis baru yaitu koleksi digital
dengan koleksi jenis lama yaitu koleksi tercetak (Putu Pendit, 2008, 239). Dengan kedua jenis
koleksi ini memungkinkan bagi mereka yang tidak familiar tengan teknologi informasi tetap
mengakses koleksi tercetak dan bagi mereka yang familiar dengan teknologi informasi dapat
mengakses koleksi digital untuk memenuhi kebutuhan informasinya. Kemudian untuk mengelola

koleksi tercetak dan digital agar dapat diakses oleh pengguna, perpustakaan jenis
ini memanfaatkan teknologi web 2.0.
Perpustakaan hibrida berbasis web 2.0 adalah konsep perpustakaan hibrida yang
mengadopsi konsep kerja web 2.0 sehingga menghasilkan konsep kerja Library 2.0. Dengan
kata lain konsep ini adalah pengelolaan koleksi yang dimiliki perpustakaan, baik itu koleksi
digital maupun koleksi tercetak dengan bantuan teknologi informasi khususnya teknologi web
2.0. Penerapan teknologi web 2.0 dalam memberikan layanan kepada pengguna perpustakaan
disebut dengan istilah Library 2.0.
Melalui konsep baru ini, perpustakaan mencoba mengoptimalkan aplikasi berbasis web
dengan teknologi web 2.0 untuk memberikan layanan kepada pengguna perpustakaan. Web 2.0
sendiri memiliki definisi sebagai generasi web yang mempunyai karateristik kerjasama,
interaktif, dinamis, dan batas tidak tegas antara pembuatan dan pemakaian konten web. Web 2.0
bukanlah web penerbitan tekstual melainkan sebuah web komunikasi multi sensor. Web jenis ini
merupakan sebuah matriks dialog dan bukan kumpulan monolog. Sebuah web yang berpusat
pada pengguna dalam suatu cara yang belum pernah dilakukan selama ini (O’Relly, 2005;2).
Sumber Referensi

Yuadi,Imam. Analisis Technology Acceptance Model terhadap Perpustakaan Digital dengan
Structural Equation Modeling .Hal.2-4. http://palimpsest.fisip.unair.ac.id/images/pdf/imam.pdf
.(Diakses pada tanggal 2 Desember 2014)

Burachman, A Heri. Perpustakaan Hibrida Berbasis Web 2.0: Format Perpustakaan di Era
Milenium.Hal.5.http://www.pnri.go.id/iFileDownload.aspx?ID=Attachment%5CMajalahOnline
%5CHeri_Abi_Perpustakaan_Hibrida.pdf.(Diakses pada tanggal 2 Desember 2014)