Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Tenaga Kependidikan pada Biro Pusat Administrasi Universitas Sumatera Utara (Studi Kasus pada BPA USU Medan)

BAB II
KERANGKA TEORETIS

2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitan terdahulu yang dapat mendukung penelitian ini dapat dilihat
pada Tabel 2.1 :
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Nama
Judul Penelitian
Peneliti
(Tahun)
Setyawan
(2005)

Yulinda
(2009)

Analisis Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kepuasan kerja dan

relevansinya terhadap
komitmen
organisasi
(Studi
kasus
pada
Pemkab Temanggung).
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi kepuasan
kerja pegawai pada
pegawai Dinas Luar
Asuransi Jiwa Bersama
Bumiputera
1912
Cabang
Setiabudi
Medan

Metode

Analisis

Hasil Penelitian

Regresi
Hasil analisis data menunjukkan terdapat
Berganda pengaruh yang signifikan antara kualitas
kepemimpinan, motivasi kerja dan iklim
organisasi terhadap kepuasan kerja serta
hubungan antara kepuasan kerja dengan
komitmen organisasi
Regressi
berganda

Hasil penelitian menunjukkan Variabel
faktor motivator dan faktor hygiene
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kepuasan kerja pegawai dinas
luar Asuransi Jiwa Bersama (AJB)
Bumiputera 1912 Cabang Setiabudi,

Medan berdasarkan hasil uji F (serempak)
dan uji t (parsial). Faktor yang paling
dominan mempengaruhi kepuasan kerja
pegawai dinas luar Asuransi Jiwa Bersama
(AJB) Bumiputera 1912 Cabang Setiabudi
Medan adalah faktor motivator

2.2 Teori Tentang Kepuasan Kerja
2.2.1 Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan sikap positif terhadap pekerjaan pada diri
seseorang. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual.
Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan
sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Biasanya orang akan merasa puas atas

8

kerja yang telah atau sedang dijalankan, apabila apa yang dikerjakan dianggap
telah memenuhi harapan, sesuai dengan tujuannya bekerja. Apabila seseorang
mendambakan sesuatu, berarti yang bersangkutan memiliki suatu harapan dan
dengan demikian akan termotivasi untuk melakukan tindakan kearah pencapaian

harapan tersebut. Jika harapan tersebut terpenuhi, maka akan dirasakan kepuasan.
Pemahaman kepuasan kerja ( job satisfaction) dapat dilihat dengan
mengenal istilah dan

pengertian kepuasan kerja tersebut. Griffin (2005)

menyatakan kepuasan kerja adalah tingkatan kenikmatan yang diterima orang
dari mengerjakan pekerjaan mereka. Sulistiyani (2003) menyatakan kepuasan
kerja didasarkan pada perbandingan antara yang diterima pegawai dari
perusahaan dibandingkan dengan yang diharapkan, diinginkan atau dipikirkan
seseorang. Kepuasan kerja menurut Kinicki dan Robert (2006) adalah
kecenderungan emosi terhadap pekerjaan. Kecenderungan emosi ini dikemukakan
Newstroom (2007) sebagai emosi suka atau tidak suka terhadap pekerjaan.
Robbins dan Timothy (2008) berpendapat bahwa kepuasan kerja adalah perasaan
positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil evaluasi karakteristikkarakteristiknya. Menurut Kuswadi (2004) menyatakan bahwa kepuasan pegawai
merupakan ukuran sampai seberapa jauh perusahaan dapat memenuhi harapan
pegawainya yang berkaitan dengan berbagai aspek dalam pekerjaan dan
jabatannya. Pegawai yang tidak puas biasanya mempunyai motivasi kerja yang
rendah sehingga dalam bekerjapun biasanya kurang bersemangat, malas, lambat
bahkan bisa banyak melakukan kesalahan dan lain-lain yang bersifat negatif

sehingga akan menimbulkan pemborosan biaya, waktu dan tenaga.
Gibson, dkk (2000) menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap

9

yang dimiliki pegawai tentang pekerjaan mereka. Hal tersebut merupakan hasil
dari persepsi pegawai tentang pekerjaan. Kemudian menurut Gibson, dkk (2000)
menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah sikap seseorang terhadap pekerjaannya.
Sikap tersebut berasal dan persepsi mereka mengenai pekerjaannya dan hal itu
tergantung pada tingkat outcome intrinsik maupun ekstrinsik dan bagaimana
pekerja memandang outcome tersebut. Kepuasan kerja akan mencerminkan
perasaan mereka terhadap pekerjaannya. Menurut Hoppeck dalam As’ad (2005)
menyatakan kepuasan kerja merupakan penilaian dari pekerja yaitu seberapa jauh
pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya. Gibson, dkk (2000)
menyatakan kepuasan kerja adalah sikap yang dikembangkan para pegawai
sepanjang waktu mengenai berbagai segi pekerjaannya seperti upah, gaya
penyeliaan dan rekan sekerja. Morse dalam Panggabean (2004) menyatakan
bahwa pada dasarnya kepuasan kerja tergantung pada yang diinginkan seseorang
dari pekerjaannya dan yang diperoleh. Orang yang tidak puas adalah yang
mempunyai keinginan paling banyak namun mendapatkan yang paling sedikit

sedangkan yang merasa puas adalah orang yang menginginkan banyak dan
mendapatkannya.
Kepuasan kerja ( job satisfaction) adalah keadaan emosional yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi para pegawai dalam memandang
pekerjaan (Handoko,

2001).

Sikap

umum

seorang

individu

pekerjaannya adalah makna lain kepuasan kerja. Seorang

terhadap


yang memiliki

kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap positif terhadap pekerjaan, berbicara
positif tentang organisasi dan memiliki kinerja yang lebih tinggi melampaui
pekerjaan normal (Robbins, 2006).

10

Dari pendapat tersebut di atas, bahwa kepuasan kerja menurut peneliti
adalah tingkatan perasaan yang diterima seseorang dari mengerjakan pekerjaan
yang didasarkan pada perbandingan antara yang diterima pegawai dari hasil
pekerjaannya

dibandingkan

dengan

yang

diharapkan,


diinginkan

dan

dipikirkannya.

2.2.2 Teori Kepuasan Kerja
Beberapa pendekatan ditemukan dari hasil eksplorasi teori kepuasan kerja.
Pendekatan pertama berorientasi individu, menekankan pengkondisian lingkungan
dan pemberian reward untuk membangun kinerja personal di dalam organisasi.
Pendekatan kedua menekankan pentingnya hubungan antar pribadi dan supervisi
di dalam organisasi. Sejalan dengan ini maka organisasi membangun sistem
pemberian reward untuk mempengaruhi kepuasan dalam kelompok kerja.
Pendekatan yang ketiga berorientasi pada pekerjaan dan pertumbuhan individu di
dalam pekerjaan. Variasi tugas dan otonomi serta peluang untuk mengembangkan
diri digunakan sebagai strategi untuk meningkatkan kinerja dan kepuasan kerja.
Sejalan dengan pendekatan-pendekatan ini diidentifikasi berbagai teori kepuasan
kerja. Beberapa diantaranya adalah teori pemenuhan kebutuhan (need fulfillment),
teori kesesuaian harapan (discrepancy), teori kesesuaian nilai kerja (value

attaintment),

teori

keseimbangan

(equity)

dan

teori

disposisi

pribadi

(dispositional/genetic).
Teori Hirarki kebutuhan Maslow adalah : 1) Kebutuhan fisiologi yakni
kebutuhan paling dasar manusia yakni kebutuhan akan pakaian, perumahan,
makanan, seks dan kebutuhan ragawi lainnya. 2) Kebutuhan keamanan yakni

kebutuhan akan keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan

11

emosional. 3) Kebutuhan sosial mencakup kasih sayang, rasa dimiliki, diterima
baik dan persahabatan. 4) Kebutuhan penghargaan merupakan kebutuhan akan
rasa hormat internal seperti harga diri, otonomi, prestasi dan faktor rasa hormat
misalnya status, pengakuan dan perhatian 5) Kebutuhan aktualisasi diri yaitu
dorongan untuk menjadi yang mampu dikerjakannya mencakup pertumbuhan,
mencapai potensialnya dan pemenuhan diri (Robbins, 2006).
Teori Herzbergh dikenal dengan “Teori Dua Faktor” yakni faktor
ekstrinsik dan intrinsik (extrinsic and intrinsic) (Gibson dkk, 2000). Kedua
faktor tersebut memiliki perbedaan penting seperti disajikan pada penjelasan di
bawah ini. Pertama, faktor ekstrinsik yakni “keadaan pekerjaan” ( job context)
yang menyebabkan rasa tidak puas (dissatisfaction) apabila kondisi ini tidak
ada. Kondisi ini adalah faktor-faktor yang membuat orang merasa tidak puas.
Faktor-faktor yang menyebabkan orang puas atau tidak puas adalah : upah,
keamanan kerja, kondisi kerja, status, prosedur perusahaan, mutu supervisi
teknis dan mutu dari hubungan interpersonal di antara teman sejawat, dengan
atasan dan dengan bawahan.

Kedua, faktor intrinsik yakni “kepuasan kerja” ( job content) yang
apabila terdapat dalam pekerjaan akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat
yang dapat menghasilkan prestasi pekerjaan yang baik. Jika kondisi ini tidak
ada, maka kondisi ini ternyata tidak menimbulkan rasa ketidakpuasan yang
berlebihan. Serangkaian faktor ini dinamakan satisfier atau motivators yang
meliputi prestasi, pengakuan, tanggung jawab, kemajuan pekerjaan itu sendiri
dan kemungkinan untuk berkembang.
Menurut Mangkunegara, (2002) teori-teori yang berhubungan dengan

12

kepuasan kerja antara lain :
1. Teori keseimbangan (equity theory) dikembangkan oleh Adam yang terdiri
dari komponen input, outcome dan equity in equity. Pertama, input adalah semua
nilai yang diterima pegawai yang dapat menunjang pelaksanaan kerja misalnya
pendidikan, pengalaman, skill, usaha, peralatan pribadi dan jumlah jam kerja.
Kedua, outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai
misalnya upah, keuntungan tambahan, status simbol, pengenalan kembali dan
kesempatan untuk berprestasi atau mengekspresikan diri. Ketiga, equity in equity
dimana menurut teori ini puas atau tidak puasnya pegawai merupakan hasil dari
membandingkan antara input-outcome dirinya dengan output-outcome pegawai
lain.
2. Teori perbedaan (discrepancy theory) dipelopori pertama kali oleh Porter
yang berpendapat bahwa untuk mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan
cara menghitung selisih antara yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan
pegawai. Apabila seseorang memperoleh lebih besar dari yang diharapkan maka
orang tersebut akan menjadi puas, sebaliknya jika memperoleh sesuatu yang
lebih kecil dari yang diharapkannya maka terjadi ketidakpuasan. Teori perbedaan
ini hampir sama dengan teori keadilan yang juga membandingkan masukan dan
keluaran pekerjaan mereka tetapi dengan masukan dan keluaran orang lain dan
kemudian berespon untuk menghapuskan setiap ketidakadilan. Individu-individu
tidak hanya peduli akan jumlah mutlak ganjaran atas kerja mereka tetapi juga
berhubungan dengan jumlah yang diterima orang lain.
3. Teori pemenuhan kebutuhan (need fulfillment theory) menyimpulkan bahwa
kepuasan kerja pegawai tergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan.

13

Pegawai akan merasa puas apabila ia mendapatkan yang dibutuhkannya. Makin
besar kebutuhan pegawai terpenuhi, makin puas pula pegawai tersebut, demikian
juga sebaliknya pegawai akan merasa tidak puas jika kebutuhannya tidak
terpenuhi.
4. Teori pandangan kelompok (social reference group theory) menyikapi
kepuasan seseorang berdasarkan pandangan dan pendapat kelompok acuan.
Seseorang akan merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan
kebutuhan yang diharapkan kelompok acuan.
Seluruh teori kepuasan kerja yang telah dibahas di atas merupakan dasar
dalam mengkaji dan meneliti mengenai kepuasan kerja. Kesimpulan dari teoriteori tersebut bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh sesuatu yang berada di
dalam dan di luar diri pegawai.

2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Faktor yang berhubungan dengan kepuasan dalam pekerjaan itu sendiri, faktor
yang berhubungan dengan teman sekerja, faktor yang berhubungan dengan
pengawasan, faktor yang berhubungan dengan promosi jabatan/pengembangan
karir

dan

faktor yang berhubungan dengan gaji. Faktor-faktor tersebut

merupakan item instrumen Job Describsion Index yang digunakan banyak
peneliti dalam mengkaji kepuasan kerja (Jewell dan Siegal dalam Juliandi, 2003).
Luthans (2006) menyatakan lima dimensi kepuasan kerja yaitu :
(1) Pekerjaan Itu Sendiri
Dalam hal dimana pekerjaan memberikan tugas yang menarik, kesempatan
untuk belajar dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab.

14

(2) Gaji
Sejumlah upah yang diterima dan tingkat dimana hal ini bisa dipandang
sebagai hal dianggap pantas dibandingkan dengan orang lain dalam organisasi.
(3) Kesempatan Promosi
Kesempatan untuk maju dalam organisasi.
(4) Pengawasan
Kemampuan penyelia untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan
prilaku.
(5) Rekan Kerja
Tingkat dimana rekan kerja pandai secara teknis dan mendukung secara
sosial. Penelitian ini memilih tiga faktor dari lima faktor kepuasan kerja
tersebut. Karir tidak diikutsertakan dalam kajian ini dengan alasan kurang
relevannya mengkaji karir bagi dosen sedangkan gaji akan diikutsertakan ke
dalam variabel kompensasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhui kepuasan kerja pegawai
a. Faktor Individual
Faktor individual adalah kondisi pekerjaan itu sendiri yakni kondisi
pekerjaan yang secara mental menantang. Pegawai cenderung lebih menyukai
pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan
ketrampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan
dan umpan balik mengenai seberapa baik mereka mengerjakan sesuatu
(Robbins, 2006).
Karakteristik penggunaan ketrampilan dan kemampuan ini membuat
kerja secara mental

menantang. Pekerjaan yang terlalu kurang menantang

15

menciptakan kebosanan tetapi pekerjaan yang terlalu banyak menantang dapat
menciptakan stres, frustasi dan perasaan gagal bagi pegawai. Hal yang terbaik
adalah pekerjaan yang memiliki tantangan dan seseorang memiliki kemampuan
mengerjakan sesuai dengan kapasitas ketrampilan dan penguasaan terhadap
pekerjaan tersebut.
Luthans (2006) menyatakan kepuasan dari pekerjaan itu sendiri
merupakan sumber utama kepuasan. Otonomi pekerjaan yang menantang dan
perkembangan karir merupakan hal yang penting. Kondisi kerja yang bagus
(bersih dan lingkungan menarik) individu akan lebih mudah menyelesaikan
pekerjaan mereka. Jika kondisi kerja buruk (misalnya udara panas dan lingkungan
bising) individu akan lebih sulit menyelesaikan pekerjaan.
Abelson King dan Mc Ginnies, dalam Robbins (2006) menyatakan pada
kondisi tantangan sedang, kebanyakan pegawai akan mengalami kesenangan dan
kepuasan. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan pegawai akan
mengalami kesenangan dan kepuasan. Pernyataan tersebut memberikan kejelasan,
pekerjaan menantang yang dapat menciptakan kepuasan adalah kondisi pekerjaan
yang menantang normal atau sedang.
Sarana-sarana dalam pekerjaan yang tersedia dengan lengkap juga turut
mempengaruhi kepuasan kerja. Pekerja tidak akan dapat melakukan pekerjaan
dengan baik jika fasilitas pendukung tidak tersedia, konsekuensinya akan
mempengaruhi rendahnya kepuasan kerja.
b. Faktor Sosial
Salah satu tujuan yang diharapkan dalam melakukan pekerjaan setelah
terpenuhinya kepuasan

akan kebutuhan

fisik

adalah

kebutuhan

sosial.

16

Kebutuhan sosial terwujud dalam bentuk interaksi orang-orang yang berada
pada lingkungan kerja. Robbins (2006) menyatakan bahwa bagi kebanyakan
pegawai, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Jika seseorang
mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung akan menghantar kepada
kepuasan kerja yang meningkat.
Luthans (2006) menyatakan tim kerja akan mempengaruhi kepuasan
kerja. Pada umumnya rekan kerja yang kooperatif merupakan sumber kepuasan
kerja yang paling sederhana pada pegawai secara individu. Tim kerja yang kuat
bertindak sebagai sumber dukungan, kenyamanan, nasihat dan bantuan pada
anggota individu. Kelompok yang memerlukan kesalingtergantungan antar
anggota dalam menyelesaikan pekerjaan akan memiliki kepuasan kerja yang
lebih tinggi. Kelompok kerja yang baik atau tim yang efektif membuat pekerjaan
menjadi menyenangkan.
Rekan kerja adalah orang-orang yang turut membantu sukses tidaknya
kerja yang dilakukan. Prilaku sesama pekerja mendorong tumbuhnya kepuasan
jika satu sama lain bersikap menghargai, tidak terjadi konflik negatif dan
bersikap bijaksana jika terdapat kesalahan yang dilakukan rekan kerja lain.
Hubungan yang baik dalam kerja timbul karena adanya komunikasi dan
kepercayaan diantara mereka yang berinteraksi selama bekerja. Supratiknya
dalam Juliandi (2003) menyatakan dalam membangun hubungan baik harus ada
saling kepercayaan diantara orang tersebut. Kepercayaan ini dapat diwujudkan
dalam bentuk frekuensi komunikasi yang dilandasi kesamaan pengertian satu
dengan lainnya.
Komunikasi dapat mengurangi kesalahpahaman diantara sesama anggota

17

organisasi. Sebuah permasalahan dapat dilakukan dengan melakukan komunikasi
terbuka dan kesediaan

untuk menerima kesalahan jika memang terdapat

kesalahan objektif yang telah dilakukan. Hubungan komunikasi yang baik ini
dapat menjadikan tingkat kepuasan seseorang dalam bekerja menjadi tinggi.
Hubungan antar manusia seperti halnya dalam bekerja akan tercipta
dengan baik, jika ada kesediaan melebur sebagian keinginan pribadi individu demi
tercapainya kepentingan bersama yang didasarkan atas saling pengertian, hargamenghargai, hormat-menghormati,

toleransi, menghargai pengorbanan dan

peranan yang diberikan oleh setiap individu/pegawai (Hasibuan, 2003).
Masalah hubungan kerja ini berhubungan dengan teori kebutuhan
Maslow yang menyatakan adanya motivasi seseorang karena kebutuhan sosial
mereka. Jika seseorang dalam bekerja diterima dengan baik secara sosial,
mampu berinteraksi dengan baik, akan memotivasi dirinya untuk melakukan kerja
dan memperoleh kepuasan. Demikian juga dalam teori Mc Clelland, khususnya
pada kebutuhan manusia

akan

berafiliasi

(afilliation

need),

seseorang

mengharapkan hubungan yang ramah dan karib dalam dunia kerja (Robbins,
2006). Dengan demikian, pegawai dalam bekerja juga mengisi kebutuhan akan
interaksi sosial, bila rekan sekerja yang ramah dan mendukung menghantar
kepada kepuasan kerja yang meningkat.
c. Faktor Utama dalam bekerja
Faktor Utama dalam bekerja merupakan fungsi penilaian terhadap
pekerjaan apakah telah memenuhi standar sesuai yang direncanakan atau
terdapat penyimpangan di dalamnya. Terry (dalam Hasibuan, 2003) menyatakan
Faktor Utama dalam bekerja merupakan proses penentuan standar yang harus

18

dicapai yakni pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan apabila perlu melakukan
perbaikan-perbaikan sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras
dengan standar. Madura (2001) menyatakan fungsi Faktor Utama dalam bekerja
terdiri dari tugas-tugas memonitor dan mengevaluasi. Untuk mengevaluasi tugas,
para manajer hendaknya mengukur kinerja dibandingkan dengan standar dan
harapan yang mereka tetapkan. Fungsi pengawasan menilai apakah rencana yang
ditetapkan dalam fungsi perencanaan telah tercapai.
Hasibuan (2003) penerapan Faktor Utama dalam bekerja dengan
kepemimpinan partisipatif yaitu melakukan pengawasan dengan cara persuasif,
menciptakan kerja sama yang serasi menimbulkan loyalitas dan partisipasi dari
bawahan.

Pemimpin

memotivasi bawahan

agar

merasa

ikut

memiliki

perusahaan dan selalu mendengarkan saran dan ide yang diberikan bawahan.
Luthans (2006) mengatakan kepuasan kerja dari penyelia adalah
menggunakan ketertarikan personal dan peduli pada pegawai. Penyelia
diharapkan memberi nasihat dan bantuan pada individu dan berkomunikasi
dengan rekan kerja secara personal maupun dalam konteks pekerjaan.
Faktor Utama dalam bekerja dari atasan atau pimpinan berperan dalam
menunjang kepuasan kerja bawahan. Kepemimpinan yang positif umumnya
menghasilkan

kepuasan

kerja dan

kepemimpinan seorang atasan

prestasi

kerja.

Positifnya

nilai-nilai

juga tercermin dalam pengawasan yang

dilakukannya, dalam arti pengawasan positif akan menghasilkan kepuasan kerja
seseorang.
Peran pimpinan dalam Faktor Utama dalam bekerja cukup berarti untuk
mewujudkan tujuan organisasi. Hal yang perlu dipertimbangkan oleh pimpinan

19

dalam proses Faktor Utama dalam bekerja adalah menciptakan pengawasan yang
fleksibel atau tidak terlalu kaku. Faktor Utama dalam bekerja yang terlalu kaku
dapat mengurangi kepuasan kerja pegawai.
Kinicki dan Robert (2006) menyebutkan bahwa kepuasan kerja
dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan (need fulfillment), perbedaan antara
hasil yang diharapkan dengan perolehannya dari tempat kerja, nilai pekerjaan
terhadap individu, keseimbangan penghargaan dan faktor genetik. Newstroom
(2007) menjelaskan bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh penghasilan yang
diterima individu, supervisi, profil pekerjaan (task performance), sejawat dan
kondisi pekerjaan. Selanjutnya menurut Newstroom (2007) bahwa pekerjaan
adalah salah satu bagian dari kehidupan individu. Oleh karena itu, kepuasan kerja
adalah satu bagian dari kepuasan dalam kehidupan individu.
Mathis dan Jackson (2002) menyatakan bahwa kepuasan kerja mempunyai
banyak dimensi. Secara umum tahap yang diamati adalah kepuasan dalam
pekerjaan itu sendiri, gaji, pengakuan, hubungan antara supervisor dengan tenaga
kerja dan kesempatan untuk maju. Setiap dimensi menghasilan perasaan puas
secara keseluruhan dengan pekerjaan itu sendiri namun pekerjaan juga
mempunyai definisi yang berbeda bagi orang lain. Robbins (2006) menyatakan
bahwa faktor-faktor yang lebih penting yang mendorong kepuasan kerja adalah
kerja yang secara mental menantang, ganjaran yang pantas, kondisi kerja yang
mendukung dan rekan kerja yang mendukung.
Kerja yang secara mental menantang, pegawai cenderung lebih menyukai
pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan
ketrampilan dan kemampuan mereka, menawarkan beragam tugas, kebebasan dan

20

umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja. Pekerjaan yang kurang
menantang menciptakan kebosanan tetapi yang terlalu banyak menantang
menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang,
kebanyakan pegawai akan mengalami kesenangan dan kepuasan. Kondisi kerja
yang mendukung, pegawai peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan
pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik.
Kebanyakan pegawai lebih menyukai bekerja dekat dengan rumah, dengan
fasilitas yang relatif modern serta peralatan yang memadai. Rekan kerja yang
mendukung, orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi
yang berwujud dan pekerjaan mereka. Oleh karena itu, memiliki rekan kerja yang
ramah dan mendukung memberikan kepuasan kerja yang meningkat.

21