Analisis Yuridis Penanggulangan Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Pasar Modal Melalui Pendekatan Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasar modal atau caiptal market adalah suatu tempat atau sistem dipenuhinya
kegiatan bisnis berupa kebutuhan-kebutuhan dana atau kapital suatu perusahaan,
merupakan pasar tempat orang membeli dan menjual efek yang baru dikeluarkan 1
atau pasar modal dapat berarti pasar dimana dana jangka panjang (obligasi) baik
utang maupun modal sendiri (saham) diperdagangkan. 2 Udang-Undang Nomor 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) memberikan pengertian pasar modal
sebagai suatu kegiatan yang berkenaan dengan penawaran umum dan perdagangan
efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya serta
lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. 3
Pasar modal bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam
rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas ekonomi nasional
kearah peningkatan kesejahteraan masyarakat pada sub-sistem pelengkap sektor
keuangan. 4 Dalam rangka pencapaian tujuan tersebut, pasar modal mempunyai peran
strategis sebagai salah satu sumber pembiayaan dunia usaha, termasuk usaha
1
Abdurrahman, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan dan Perdagangan, (Jakarta: Pradya
Paramita, 1999), hal. 169
2
Yayasan Mitra Dana, Penuntun Pelaku Pasar Modal, (Jakarta: Bina Mitra, 1991), hal. 33
3
Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pasar Modal
4
Marzuki Darusman dalam Pandji Anuraga, Piji Pakarti, Pengantar Pasar Modal, Edisi
Revisi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hal. 5 bahwa pasar modal sebagai pelengkap di sektor keuangan
terhadap dua lembaga lainnya yaitu bank dan lembaga pembiayaan. Pasar modal merupakan sarana
moneter penghubung antara pemilik modal (masyarakat atau investor) dengan peminjam dana
(pengusaha atau pemilik emiten).
menengah dan kecil untuk pembangunan usahanya, sedangkan disisi lain pasar modal
juga merupakan wahana investasi bagi masyarakat, termasuk pemodal menengah dan
kecil. 5 Sedangkan tujuan utama Undang-Undang Pasar Modal adalah mengatur
prinsip keterbukaan atau menyediakan fakta material dan untuk mencegah perbuatan
curang dalam perdagangan saham. 6 Keterbukaan tentang fakta material sebagai jiwa
pasar modal didasarkan pada keberadaan prinsip keterbukaan yang memungkinkan
tersedianya bahan pertimbangkan bagi investor sehingga investor secara rasional
dapat mengambil keputusan untuk melakukan pembelian atau penjualan saham. 7
Disamping itu pasar modal pada sistem perekonomian nasional mendapat peranan
yang sangat penting, arti pentingnya pasar modal didasarkan dari fungsinya yakni:
1. Sarana untuk menghimpun dana masyarakat untuk disalurkan dalam kegiatan
yang produktif
2. Sumber pembiayaan yang murah, mudah dan cepat bagi dunia usaha dan
pembangunan nasional.
3. Mendorong terciptanya kesempatan berusaha dan sekaligus menciptakan
kesempatan kerja.
4. Mempertinggi efesiensi alokasi sumber produksi.
5. Memperkokoh beroprasinya mekanisme finansial market dalam menata sistem
moneter, karena pasar modal dapat menjadi open market operasion sewaktuwaktu diperlukan oleh Bank Sentral.
6. Menekan tingginya tingkat bungai menuju suatu rate yang reasionable.
7. Alternatif investasi bagi para pemodal. 8
5
C.S.T Kansil, Cristine S.T Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pasar Modal, (Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 1997), hal. 38
6
Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi I, (Bandung: Books Terrace&Library, 2007),
hal. 73 bahwa prinsip keterbukaan merupakan persoalan inti di pasar modal dan sekaligus merupakan
jiwa pasar modal itu sendiri.
7
Richard A. Posner dan Kenneth E. Scott, ed, Economic of Corporation Law and Securities
Regulation, (Boston, Toronto: Litte, Brown & Company, 1980), hal. 317 dalam Bismar Nasution, Ibid
8
Munir Fuady, Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum), Buku Kesatu, (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2001), hal. 11-12
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar modal telah mengatur
tentang beberapa perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana,
pengaturan ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan pelaku bisnis pasar
modal dan penciptaan ketertiban, ketentraman sehingga terciptanya pembangunan
nasional di bidang ekonomi.
Kategori tindak pidana di bidang pasar modal dibagi ke dalam dua jenis yaitu
kejahatan dan pelanggaran. Apabila dilihat dari sudut beratnya ancaman pidana
undang-undang ini membagi empat kategori sebagai berikut:
1. Kejahatan dengan ancaman pidana maksimum 10 tahun penjara dan maksimal
denda 15 milyar rupiah.
2. Kejahatan yang diancam dengan pidana 5 tahun penjara dan denda maksimum
5 milyar rupiah.
3. Kejahatan yang diancam dengan pidana maksimum 3 tahun penjara dan denda
maksimum 5 milyar rupiah.
4. Pelanggaran yang diancam dengan pidana maksimum 1 tahun kurungan dan
denda maksimum 1 juta rupiah.
Kategori pidana penjara, kurungan dan denda diterapkan di dalam sistem
peradilan pidana di Indonesia (criminal justice system) didasarkan pada pembentukan
hukum (law making) sebagai bahagian dari sistem hukum (legal system). Kategori ini
berbeda dengan jenis tindak pidana pada umumnya karena tindak pidana pasar modal
mempunyai karakteristik yang khas, karakteristik itu antara lain adalah:
1. Barang yang menjadi objek dari tindak pidana adalah informasi
2. Pelaku tidak mengandalkan kemampuan fisik, akan tetapi kemampuan
membaca situasi pasar serta memanfaatkan secara maksimal.
Salah satu kejahatan di bidang pasar modal adalah penipuan (fraud) disamping
kejahatan-kejahatan lainnya di bidang pasar modal misalnya insider traiding dan
manipulasi pasar. 9 Perbedaan antara jenis kejahatan ini adalah akibat perbuatan yang
timbulkan. Contoh perbedaan antara manipulasi pasar dan penipuan, jika manipulasi
pasar yang dilakukan sudah jelas bahwa pasar akan termanipulasi sehingga akibatnya
antara lain bahwa harga saham menjadi semu. Sementara itu, jika tindakan penipuan
yang dilakukan maka dengan informasi atau keadaan yang tidak sebenarnya tersebut
jelas akan ada pihak yang dirugikan tanpa harus mempunyai akibat kepada pasar
yang termanipulasi.
Pengaturan menyangkut kejahatan penipuan (fraud) terhadap fakta material pada
pelaksanaan kegiatan perdagangan efek dapat dilihat dari rumusan Pasal 90 UUPM
menyatakan bahwa, dalam melaksanakan kegiatan perdagangan efek, setiap pihak
dilarang secara langsung atau secara tidak langsung :
1.
Menipu atau mengelabui pihak lain dengan menggunakan sarana dan/atau
cara apapun.
9
Lihat Pasal 91 sampai Pasal 93 UUPM mensyaratkan bahwa manipulasi pasar merupakan
tindak pidana dimana undang-undang hanya mengaturnya untuk kejadian yang hanya terjadi di bursa
efek saja yaitu khusus untuk efek/saham yang terdaftar dan diperdagangkan di bursa efek saja.
Sedangkan Pasal 95 UUPM mengatur bahwa perdagangan orang dalam tidak hanya mencakup
komisaris, direksi, pemegang saham utama dan pegawai. Tetapi juga mencakup orang atau badan
hukum atau pihak lain yang karena profesi atau karena hubungannya dengan perusahaan (emiten)
menjadikannya sebagai orang dalam.
2.
Turut serta menipu atau mengelabui pihak lain.
3.
Membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak
mengungkapkan fakta yang material agar pernyataan yang dibuat tidak
menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat
dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk
diri sendiri atau pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi pihak lain
untuk membeli atau menjual efek.
Selanjutnya penjelasan atas pasal 90 ini menyatakan bahwa yang dimaksud
dengan "kegiatan perdagangan efek" adalah kegiatan yang meliputi kegiatan
penawaran, pembelian danlatau penjualan efek yang terjadi dalam rangka penawaran
umum, atau terjadi di Bursa Efek, maupun kegiatan penawaran, pembelian dan/atau
penjualan efek di luar Bursa Efek atas efek emiten atau perusahaan publik.
Penipuan sebagaimana dimaksud oleh pasal 90 sebenarnya dapat dianggap
sama seperti penipuan dalam tindak pidana umum. Hal ini karena kejahatan mengenai
efek ini juga telah diatur dalam ketentuan-ketentuan KUH Pidana yakni Pasal 378,
Pasal 390, Pasal 391 dan Pasal 392 KUH Pidana. Tetapi karena penipuan di pasar
modal lebih punya potensi untuk menimbulkan kekacauan ekonomi secara luas, dan
hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap perekonomian suatu negara, maka
UUPM memperlakukannya secara khusus, antara lain dengan ancaman hukuman
yang lebih tinggi terhadap jenis kejahatan ini (maksimal 10 tahun penjara dan denda
paling banyak Rp 15 milyar). Penipuan di pasar modal, sebagaimana dijelaskan
dalam penjelasan UUPM, dapat meliputi penipuan yang dilakukan melalui prospektus
atau dalam kegiatan perdagangan efek di Bursa. Selain itu penipuan juga dapat
dilakukan baik atas efek yang tercatat (listed) di bursa maupun efek yang
diperdagangkan di luar bursa (over the counter). Pernyataan terakhir ini tentunya
dimaksudkan untuk mengantisipasi perkembangan di masa depan, di mana
kemungkinan ada juga efek yang diperdagangkan di luar bursa (seperti efek-efek
yang diperdagangkan melalui sarana "pink sheets " di Amerika serikat).
Pasal 90 ayat 3 UUPM yang mengatur mengenai membuat pernyataan tidak
benar atau tidak mengungkapkan fakta material, tidak hanya dimaksudkan untuk
menangkal isu (rumors), yang memang banyak terjadi di bursa, tetapi juga untuk
menjalin bahwa setiap informasi dan fakta material yang disampaikan memang benar
dan tidak menyesatkan. Kewajiban yang tidak hanya dibebankan kepada emiten ini
dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi investor untuk memutuskan
membeli, menjual atau tetap menahan efek, karena keputusan untuk investasi ini
memang selalu dilakukan berdasarkan informasi-informasi yang tepat dan benar yang
menyangkut efek tersebut. Di lantai bursa sendiri pernyataan tidak benar ini dapat
muncul baik dari anggota bursa, investor maupun orang dalam emiten sendiri.
Berdasarkan rumusan Pasal 90 ayat 3 ini dapat diklasifikasi tindak pidana penipuan
menyangkut prinsip keterbukaan yakni:
1. Membuat pernyataan salah mengenai fakta atau menghilangkan fakta material
yang membuat pernyataan menjadi menyesatkan.
2. Sehubungan dengan perdagangan saham.
3. Dengan maksud untuk menyesatkan.
4. Menyebabkan kerugian
Kasus penipuan pada kegiatan pasar modal di Indonesia dapat dilihat di dalam
kasus PT Bank Global Tbk dengan modus kejahatan penipuan yakni melakukan
mark-up portofolio surat berharga milik bank tersebut sampai hampir Rp. 1 triliun. 10
Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Mahmud M. Balfas bahwa: 11
Kasus terakhir yang muncul dan melibatkan sebuah bank publik adalah yang
menyangkut PT Bank Global, Tbk. Kasus Bank Global ini mengakibatkan
kerugian yang sangat besar bagi pemegang obligasi subordinasi bank tersebut
maupun pemegang sahamnya yang diperkirakan mencapai sekitar Rp. 1,8
triliun.Kasus ini Bank Global ini diantaranya dilakukan dengan cara
menggelumbungkan (mark-up) portofolio surat berharga milik bank tersebut
sampai hampir Rp. 1 triliun. Kasus mark-up ini terjadi dengan cara seperti
yang akan diterangkan berikut ini: berdasarkan laporan keuangan Desember
10
Lihat, http://www.Bapepam,go.id, diakses tanggal 8 Juni 2011, bahwa pada kasus terhadap
masalah yang hampir sejenis juga dilakukan oleh institusi perbankan lainnya yaitu Bank Lippo.
Kebalikan dengan kasus Bank Global di atas dalam kasus yang terjadi pada Bank Lippo adalah
mengurangi nilai dari laporan keuangan. Kejadian yang menimpa Bank Lippo ini menyangkut asset
yang diambil alih (AYDA). Berikut adalah kejadian yang diambil dari berita di media massa.
Sebagaimana diberitakan, diduga telah terjadi upaya penjarahan terhadap Bank Lippo, baik dengan
cara penggembosan nilai agunan yang diambil alih (AYDA), maupun manipulasi pasar. Kasus ini
mencuat setelah terjadi perbedaan laporan kenangan per 30 September 2002, di mana kepada publik
tangga128 November 2002 manajemen Bank Lippo menyebutkan total aktiva perseroan Rp 24 trilyun
dan laba bersih Rp 98 milyar. Akan tetapi, dalam laporan keuangan kepada BEJ tanggal 27 Desember
2002, manajemen menyebutkan total aktiva berkurang menjadi Rp 22,8 trilyun dan rugi bersih Rp 1,3
trilyun. Perbedaan laba bersih tersebut terjadi karena adanya kemerosotan nilai AYDA dari Rp 2,393
trilyun dalam laporan kepada publik menjadi Rp 1,420 trilyun pada laporan ke BEJ.
11
Lihat, Hamud M. Balfas, Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: PT.
Tatanusa, 2006), hal. 461, bahwa kejahatan penipuan yang dilakukan oleh perusahaan
di awal abad kedua puluh satu ini sangat sering kali kita dengar, dan umumnya terjadi
dalam skala yang sangat besar. Salah satu kasus penipuan yang mengemuka tersebut
adalah seperti yang terjadi dengan Enron, sebuah perusahaan energi terkemuka di
Amerika Serikat. Kasus yang menimpa Enron ini melibatkan catatan keuangan
perusahaan yang dalam banyak hal pencatatannya dilakukan secara berlebihan,
sehingga keuangan perusahaan terlihat baik dari segi keuntungan, asset atau
parameter keuangan lainnya, yang kelihatan bagus dan menggambarkan suatu
perusahaan yang sehat. Pencatatan keuangan yang menimbulkan kesan demikian
biasanya disebut "cooking the books". Kasus Enron ini kemudian diikuti kasus-kasus
lainnya yang melibatkan perusahaan-perusahaan besar di Amerika Serikat seperti
:Global Crossing, Ltd danPT Indo Farma, Tbk.
2003 yang telah diaudit, dari total aset Bank Global yang Rp 1,8 triliun,
sebanyak Rp 1,123 triliun di antaranya portofolio atau surat berharga. Ketika
diperiksa kemudian, ternyata surat berharga yang benar-benar ada hanya
senilai Rp 200 miliar. Jadi, ada perbedaan signifikan sejumlah Rp 900 miliar
lebih. Selanjutnya, berdasarkan laporan keuangan per 30 April 2004, tertulis
bahwa Bank Global memiliki surat berharga senilai Rp 800 miliar lebih,
hampir mendekati Rp 900 miliar. Setelah diperiksa, ternyata surat berharga
yang benar-benar ada juga hanya sekitar Rp 200 miliar. Terdapat selisih
sekitar Rp 600 miliar. Dalam hal ini masih diperlukan pemeriksaan lebih
lanjut mengenai berapa tepatnya nilai obligasi fiktif tersebut, antara Rp 600
miliar sampai Rp 900 miliar. Obligasi yang diaku dimiliki Bank Global itu
sendiri memang ada di pasar, tetapi yang dimiliki Bank Global hanya senilai
Rp 200 miliar. Bagaimana caranya meningkatkan jumlahnya sehingga seolaholah melonjak? Dengan melakukan pencatatan beberapa kali atas obligasi
yang sama.Gambaran sederhana, misalnya Bank Global sekarang memiliki
obligasi Rp 200 miliar yang disimpan di perusahaan efek A yang juga berlaku
seolah sebagai bank kustodian. Kemudian, obligasi tersebut dijual kepada
perusahaan efek B, yang pembelinya adalah Bank Global juga. Seharusnya,
sekalipun seolah-olah dijual dan dibeli oleh pihak yang sama, jumlah obligasi
yang dimiliki akan tetap hanya Rp 200 miliar. Akan tetapi, yang terjadi
adalah, ketika telah dijual ke perusahaan efek B, catatan kepemilikan obligasi
tersebut oleh Bank Global di perusahaan efek A tetap dibiarkan ada. Oleh
karena itu, dalam catatan kepemilikan portofolio tampak seolah-olah seusai
transaksi itu, obligasi yang dimiliki Bank Global meningkat dari Rp 200
miliar menjadi Rp 400 miliar. Rp 200 miliar dicatat di perusahaan efek A, dan
Rp 200 miliar dicatat di perusahaan efek B. Adapun mengenai munculnya
reksa dana siluman di Bank Global sendiri, [Kepala Biro Pemeriksaan
BAPEPAM] Abraham menduga, merupakan rangkaian kejadian dengan
munculnya obliasi fiktif tersebut, dalam rangka menutup likuiditas yang
bolong.
Masalah penipuan di pasar modal bukan hanya menyangkut masalah-masalah
yang berhubungan dengan pencatatan atas laporan keuangan semata. Kejahatan ini
dapat dilakukan dengan cara lain dan motif lain, meskipun mempunyai akibat yang
sama seperti yang dilakukan melalui laporan keuangan. Misalnya penipuan yang
dilakukan oleh manajemen Bre-X sebagai perusahaan tambang emas dari Kanada
yang beroperasi di Kalimantan dengan modus melebih-lebihkan dan mengelabui
investor terhadap cadangan emas yang ada di dalam daerah kuasa pertambangannya.
Kasus ini dapat dideskripsikan sebagai berikut: 12
”Kalau kita pernah ingat beberapa tahun yang lalu mengenai kasus Bre-X,
yaitu sebuah perusahaan tambang emas dari Kanada yang beroperasi di
Kalimantan, maka apa yang dilakukan oleh Bre-X tersebut tidak lain adalah
penipuan. Penipuan tersebut dilakukan oleh manajemen Bre-X dengan
melebih-lebihkan jumlah cadangan emas yang ada di dalam daerah kuasa
pertambangannya di Kalimantan. Manajemen Bre-X, pada waktu itu,
mengelabui investornya dengan memberikan sample tanah untuk pemeriksaan
laboratorium
mengenai
cadangan
emasnya,
dengan
terlebih
dahulu
menambahkan butiran-butiran emas ke dalam sampling tersebut. Akibat dari
usaha pengelabuan investor ini, cadangan emas di dalam tambang tersebut
diperkirakan berjumlah lebih dari 200 juta pon. Berita tidak benar tersebut
menyebabkan harga saham Bre-X di bursa naik beberapa kali lipat. Tetapi
setelah masalahnya terbuka harga saham langsung turun pada tingkat yang
sangat rendah sekali”.
Deskripsi kasus-kasus diatas mengambarkan bahwa perbuatan penipuan
didasarkan pada informasi yang menyesatkan (misleading information) terhadap fakta
material 13 dan prinsip keterbukaan (disclosure principle) yang merupakan sesuatu
12
Lihat, Bismar Nasution, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, (Jakarta: Universitas Indonesia
Fakultas Hukum Program Pascasarjana, 2001), hal. 73-74
13
Informasi atau fakta material adalah informasi atau fakta yang penting dan relevan mengenai
peristiwa, kejadian atau fakta yang dapat mempengaruhi harga efek pada bursa efek atau keputusan
yang harus ada baik untuk kepentingan pengelola bursa, Bapepam (selaku pengawas)
maupun investor. Keterbukaan dalam suatu transaksi efek adalah informasi mengenai
keadaan usahanya yang meliputi aspek keuangan, hukum, manajemen dan harta
kekayaan perusahaan kepada masyarakat.
Dalam rangka penegakan hukum pidana terhadap kejahatan penipuan di
bidang pasar modal perlu pemahanan yang signifikan oleh aparat penegak hukum di
dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system) terutama untuk menjerat
pelaku dan meminta pertanggungjawaban pelaku berupa pidana penjara maupun
penjatuhan sanksi administratif, 14 pemahaman dimaksud adalah pembuktian
misrepresentation atau pernyataan tersebut tidak lengkap (omissions) yang berkaitan
dengan salah dan palsu. Untuk memahami kata "salah" itu dapat dikaitkan dengan dua
terminologi Pertama, dimaksudkan atau diketahui (knowingly) atau dengan
sembrono (negligently) tidak benar (untrue). Kedua, tidak benar karena kesalahan
pemodal, calon pemodal atau pihak lain yang berkepentingan atau informasi atau fakta tersebut. Lihat
Pasal 1 angka (7) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
14
Lihat, Margonti Sianturi, Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pasar Modal,
Media Hukum, Volume XIII, Nomor 2, Juli-Desember 2004, hal. 329 bahwa adapun sebegai kategori
pelaku yang menjadi pihak-pihak yang melakukan tindak pidana di bidang pasar modal sebagai
berikut:
a. Pelangggaran di bidang administrasi, dimana setiap pihak yang tanpa izin, persetujuan atau
pendaftaran melakukan kegiatan di bidang pasar modal.
b. Manajer investasi dan pihak terafiliasi yang menerima imbalan dari pihak lain dalam bentuk
apapun, langsung maupun tidak langsung untuk melakukan pembelian atau penjualan efek.
c. Emiten atau perusahaan publik melakukan penawaran umum namun tidak menyampaikan
pernyataan pendaftaran atau penyataan pendaftaran belum dinyatakan efektif oleh Badan
Pengawas Pasar Modal (Bapepam).
d. Siapa saja yang melakukan penipuan, menyesatkan Bapepam, menghilangkan, memusnahkan,
menghapuskan, mengubah, mengaburkan, menyembunyikan atau memalsukan catatan dari
pihak yang memperoleh izin, persetujuan dan pendaftaran Bapepam.
e. Pihak yang langsung atau mempengaruhi pihak lain untuk melakukan pelanggaran pasal-pasal
UUPM diancam pidana seperti ditentukan Pasal 103 s/d 107 UUPM.
atau kekeliruan (mistake) atau tidak sengaja atau setelah dilakukan dengan jujur
(reasonable care) tapi tetap salah. 15
Apabila misrepresentation dan omissions dapat menciptakan informasi
menyesatkan (misleading information), seperti pernyataan menyesatkan di pasar
modal, 16 maka perlu diamati bagaimana pendapat-pendapat pengadilan di negara
maju dalam membuat unsur-unsur pernyataan menyesatkan di pasar modal.
Dari berbagai pendapat pengadilan di Amerika dapat disarikan enam unsur yang
membuat suatu pernyataan menjadi menyesatkan. Pertama, adanya pernyataan fakta
materiel yang palsu (misrepresentation) atau pernyataan tersebut tidak lengkap
15
Lihat, Bismar Nasution, Op.cit, hal. 122 bahwa sesuatu itu dikatakan "salah" apabila hal
tersebut terjadi atau dibuat dengan pengetahuan, baik secara aktual maupun secara konstruktif,
bahwa sesuatu itu tidak benar atau illegal atau terjadi dengan salah. Dalam konteks ini, " s e sua tu
p ern ya ta an ( ter ma suk da la m s ua tu doku me n) dikatakan salah apabila pernyataan itu
tidak benar karena dilakukan oleh orang itu atau dimaksudkan orang tersebut untuk salah".
Sedangkan, yang dimaksud "palsu", khususnya dalam suatu undang-undang pidana (criminal
statute), mensyaratkan sesuatu yang lebih dari tidak benar (bukan hanya tidak benar), dimana termasuk
perfidiously atau curang yang dimaksudkan untuk melakukan penipuan. Hal itu diaplikasikan
dengan membuat dan merubah suatu tulisan dengan maksud untuk memalsukan, dalam hal ini
termasuk kertas atau tulisannya tidak asli, dimana dokumen itu bisa kertasnya palsu atau
tulisannya palsu. Dalam penentuan salah atau palsu itu perlu diperhatikan yakni: Pertama, apakah tidak
adanya kesesuaian dokumen informasi dengan fakta material berupa tidak benar karena kesalahan atau
kekeliruan (mistake) atau tidak sengaja atau setelah dilakukan dengan jujur (reasonable care) tetapi tetap salah.
Kedua, secara signifikan berupa perbuatan dilakukan dengan curang yang dimaksudkan untuk melakukan
penipuan. Sebaliknya, apabila tidak adanya kesesuaian tersebut secara signifikan, misalnya ada
unsur-unsur curang, kelalaian (negligence), kesengajaan, dimaksudkan untuk menipu, maka
dengan ini informasi dapat dikategorikan palsu. Dengan demikian pemahaman informasi
yang menyesatkan terhadap fakta material disebut dengan misrepresentation. Adapun pengertian
misrepresentation adalah suatu kata-kata atau tingkah laku seseorang kepada seseorang lain dalam
bentuk pernyataan yang secara jelas tidak sesuai dengan fakta. Dalam hal ini pernyataan itu tidak benar
sesuai dengan fakta dan terdapat suatu gambaran yang salah. Gambaran yang telah diterima oleh
seseorang lain itu menciptakan kondisi yang berlainan dengan keadaan yang sebenarnya. Maksud
pernyataan ini adalah untuk menipu (deceive) dan menyesatkan (mislead). Sementara itu, yang
disebut menyesatkan adalah suatu kegagalan memasukkan seluruh fakta yang sebenarnya
kemudian menciptakan penyimpangan oleh karena terjadi pengurangan informasi (omissions).
16
Lihat, Bismar Nasution, Keterbukaan dalam Pasar Modal, Op.cit, hal. 73 bahwa suatu
pernyataan dikategorikan menyesatkan yaitu bila pernyataan fakta material yang diungkapkan adalah
salah atau tidak lengkap dan pihak yang melakukannya mempunyai maksud melakukan penipuan.
(omissions). In re Glenfed, Inc, Sec, Litig, 42 F. 3d 1541 (9th Cir, 1994). Kedua,
adanya kewajiban untuk menyampaikan informasi. Chiarella v. United States,
445 U.S. 222 (1980).$1 Ketiga, adanya pengetahuan oleh pihak yang melakukan misrepresentation atau ommission, bahwa yang dilakukannya dengan maksud
melakukan penipuan (scienter). Mahkamah Agung Amerika membuat batasan
scienter sebagai suatu pernyataan yang digerakkan dengan bermaksud untuk
menipu dan manipulasi atau defraud. Ernst & Ernst v. Hoch feller, 425 U.S.185
(1976). Keempat, merupakan fakta materiel. Shafiro v. UJB Fi lancial Corp, 946 F.
2d. 272 (3rd Cir. 1992). Kelima, adanya keyakinan (reliance). Peil v. Speider, 8o6 F.2d.
1154 (3rd Cir. 1986). Keenam, adanya kerugian (injury). Cooke v. Manufactured
Homes, 998 F.2d. 1265 (4t' Cir. 1993). 17
Selanjutnya pembagian jenis tindak pidana di dalam Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1995 diintrodusir dari pembagian jenis tindak pidana yang diatur oleh KUH
Pidana yang membagi tindak pidana di bidang pasar modal menjadi dua macam, yaitu
kejahatan dan pelanggaran di bidang pasar modal. Dari kasus-kasus pelanggaran
perundang-undangan di Indonesia, sebagaimana diuraikan diatas ketika membahas
tentang kejahatan pasar modal, bahwa selama ini secara mayoritas kasus-kasus yang
terjadi penyelesaiannya dilakukan melalui jalur penjatuhan sanksi administrasi dan
jarang menggunakan kebijakan pidana berupa penerapan sanski pidana yang
17
Ibid, hal. 128
penyelesaiannya dilakukan oleh Bapepam. 18 Adapun yang menjadi hambatan
Bapepam dalam melakukan tindakan penegakan hukum dengan menggunakan sanksi
pidana antara lain:
18
Lihat, Elfira Taufani, Penegakan Hukum di bidang Pasar Modal, Simbur
Cahaya No. 27 Tahun X Januari 2005 ISSN o. 14110-0614, hal. 103 bahwa Di tahun
2004 (sampai 10 Agustus 2004), Bapepam melakukan pemeriksaan
22 kasus
pelanggaran, yang diantaranya sebanyak 15 kasus masih dalam proses pemeriksaan, 6
(enam) kasus telah selesai, dan satu diantaranya yaitu kasus transaksi obligasi dan
obligasi REPO yang dilakukan oleh Bank Asiatic dan Bank Dagang Bali, telah
ditingkatkan statusnya dari pemeriksaan ke penyidikan. Dengan ditingkatkannya dari
status pemeriksaan ke penyidikan pada kasus transaksi obligasi dan obligasi REPO,
maka Bapepam hingga saat ini telah melakukan penyelidikan terhadap 6 kasus (yang
5 kasusnya merupakan tunggakan kasus dari tahun sebelumnya), yang terinci sebagai
berikut :
1. Kasus tindak pidana dalam perdagangan saham PT Primarindo Asia
Infrastruktur Tbk (BIMA), yang status penyidikannya selesai (P21), dan akan
segera dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
2. Kasus tindak pidana divestasi saham PT Indosat Tbk (ISAT), yang status
penyidikannya dihentikan, dan telah diterbitkan SP3;
3. Kasus tindak pidana transaksi obligasi dan obligasi REPO oleh PT. Bank
Asiatic dan Bank Dagang Bali, yang status penyidikannya masih dalam
proses;
4. Kasus tindak pidana perdagangan saham PT Ryene Adibusana Tbk (RYAN);
5. Kasus tindak pidana dalam perdagangan saham PT Primarindo Asia
Infrastruktur Tbk (BIMA) - dengan pelaku Amir Soehendro Samirin dan Jean
Nasution - yang status penyidikannya masih dalam proses;
6. Kasus tindak pidana perdagangan saham PT Primarindo Asia Infrastruktur
Tbk (BIMA) yang dilakukan oleh Judiono Tosin yang status penyidikannya
masih dalam proses.
Dari kasus-kasus yang ditemukan, baik berdasarkan laporan masyarakat, ataupun dari Bursa Efek
Jakarta, yang menilai adanya indikasi kecurangan yang dilakukan oleh pemain, maka
penyelesaian yang dilakukan oleh Bapepam terhadap seluruh kasus pasar modal yang pernah
terjadi, baik kasus perdata maupun yang berindikasi pidana, seringkali diberi putusan yang
bersifat administrasi, Walaupun pada awalnya pemeriksaan telah sampai pada tahap penyidikan,
yang dilakukan oleh tim penyidik Bapepam, namun pada akhirnya selalu diselesaikan tanpa
melalui proses Sistem Peradilan Pidana, tetapi diselesaikan di tingkat Bapepam, dengan dikenakan
hukuman atau sanksi denda administrasi.
Pertama, Bapepam sebagai lembaga yang berwenang untuk melakukan
pembinaan, pengaturan dan pengawasan pasar modal. Kewenangan ini harus
dilaksanakan oleh Bapepam dengan tujuan agar di dalam pasar modal tercipta
suatu pasar yang teratur, wajar, efesien dan melindungi pemodal dan
masyarakat, sementara itu pelaksanaan kewenangan Bapepam sebagai
lembaga pengawas dapat dilakukan secara preventif yaitu dalam bentuk
aturan, pedoman, bimbingan, pengarahan dan tindakan represif yaitu dalam
bentuk pemeriksaan, penyidikan dan penerapan sanksi-sanksi. Hal ini
sebagaimana dirumuskan oleh Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 503/KMK.01/1997 bahwa Badan Pengawas Pasar Modal
mempunyai tugas membina, mengatur dan mengawasi kegiatan pasar modal
sehari-hari dengan tujuan mewujudkan terciptanya kegiatan pasar modal yang
wajar, teratur dan efesien serta melindungi kepentingan pemodal dan
masyarakat sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan Menteri Keuangan
dan berdasarkan peraturan perundang-undanga.
Kedua, pengaturan tentang penerapan sanksi hukum di dalam UUPM
sebagai umbrella provision mengklasifikasi beberapa jenis sanksi yang dapat
dikenakan atas tindakan yang dilakukan oleh setiap pihak dalam pasar modal
yakni:
a. Sanksi administrasi dapat berupa peringatan tertulis, denda, pembatasan
kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha,
pembatalan persetujuan dan pembatalan pendaftaran.
b. Sanksi pidana terbagi atas pidana penjara yang ancamannya terdiri dari 3
(tiga) tahun, 5 (lima) tahun dan 10 (sepuluh) tahun, pidana kurungan yang
ancaman 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu
milyar rupiah), Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) dan Rp. 15.
000.000.000,- (lima belas milyar rupiah).
c. Sanksi perdata, dimana setiap pihak yang menderita kerugian sebagai
akibat dari pelanggaran atas UUPM dan peraturan pelaksananya dapat
menuntut ganti rugi baik sendiri-sendiri maupun bersama dengan pihak
lain yang memiliki tuntutan yang serupa terhadap pihak atau pihak-pihak
yang bertanggungjawab atas pelanggaran tersebut.
Mewujudkan terciptanya kegiatan pasar modal yang teratur, wajar dan
efesien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat sebagai tujuan
dari kegiatan pasar modal mewajibkan Bapepam melakukan pembinaan,
pengaturan dan pengawasan. Untuk itu, UUPM telah mengatur tentang
beberapa kewenangan dari Bapepam sebagai berikut: 19
a. Memberi izin usaha pada bursa efek, lembaga kliring dan penjamin,
lembaga penyimpan dan penyelesaian, reksa dana, perusahaan efek,
penasehat investasi dan biro administrasi efek, memberi izin orang
19
Lihat, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
perseorangan bagi wakil perantara pedagang efek, wakil penjamin emisi
efek, wakil manajemen investasi dan wakil agen penjual efek reksa dana,
memberikan persetujuan bagi bank kustodian.
b. Mewajibkan pendaftaran profesi penunjang pasar modal dan wali amanat.
c. Menetapkan persyaratan dan tata cara pencalonan dan memberhentikan
untuk sementara komisaris dan atau direktur serta menunjuk manajemen
sementara bursa efek, lembaga kliring dan penjamin, lembaga penyimpan
dan penyelesaian samapai dengan dipilihnya komisaris dan atau direktur
yang baru.
d. Menetapkan persyaratan dan tata cara pernyataan pendaftaran serta
menyatakan menunda atau membatalkan efektifnya pernyataan
pendaftaran.
e. Mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap pihak dalam hal
terjadi peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran terhadap UUPM
dan atau peraturan pelaksananya.
f. Mewajibkan setiap pihak untuk menghentikan atau memperbaiki iklan
atau promosi yang berhubungan dengan kegiatan pasar modal. Mengambil
langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi akibat yang timbul dari
iklan atau promosi dimaksud.
g. Melakukan pemeriksaan terhadap setiap emiten atau perusahaan publik
yang telah atau diwajibkan menyampaikan pernyataan pendaftaran kepada
Bapepam, atau pihak yang dipersyaratkan memiliki izin usaha, izin orang
perseorangan, persetujuan atau pendaftaran profesi berdasarkan UUPM.
h. Menunjuk pihak lain untuk melakukan pemeriksanaan tertentu dalam
rangka pelaksanaan wewenang Bapepam sebagaimana dimaksud dalam
hal melakukan pemeriksaan terhadap setiap emiten atau perusahaan publik
di atas.
i. Mengumpulkan hasil pemeriksaan.
j. Membekukan atau membatalkan pencatatan suatu efek pada bursa efek
atau menghentikan transaksi bursa atau efek tertentu untuk jangka waktu
guna melindungi kepentingan pemodal.
k. Menghentikan kegiatan perdagangan di bursa efek untuk jangka waktu
tertentu dalam hal keadaan darurat.
l. Memeriksa keberatan yang diajukan oleh pihak yang dikenakan sanksi
oleh bursa efek, lembaga kliring dan penjamin, lembaga penyimpanan dan
penyelesaian serta memberikan keputusan membatalkan atau menguatkan
pengenaan sanksi tersebut.
m. Menetapkan biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, pemeriksaan dan
penelitian serta biaya lain dalam rangka kegiatan pasar modal.
n. Melakukan tindakan yang dianggap perlu untuk mencegah kerugian
masyarakat sebagai akibat pelanggaran atas ketentuan di bidang pasar
modal.
o. Memberikan penjelasan lebih lanjut yang bersifat teknis atas UUPM atau
aturan pelaksananya.
p. Menetapkan instrumen lain sebagai efek selain yang telah ditentukan
dalam Pasal 1 angka 5 UUPM
q. Penyempurnaan kebijakan.
Ketiga, penyelesaian terhadap kasus-kasus pelanggaran yang dilakukan
oleh Bapepam, Bapepam lebih cenderung menyelesaikan persoalan tersebut
dengan menggunakan jalur di luar pengadilan (non penal), tapi, apabila pihak
pelanggar tidak dapat menyelesaikan sanksi administratif yang telah
dijatuhkan, maka pihak Bapepam akan menyelesaikan kasus tersebut ke
pengadilan (penyelesaian secara penal). Dapat dikatakan disini bahwa, pihak
Bapepam beranggapan bahwa hukum pidana tersebut sebagai senjata
pamungkas (Ultimum Remedium) di dalam penyelesaian kasus pelanggaran
perundang-undangan di pasar modal.
Wewenang Bapepam sebagai pengawas mensyaratkan adanya politik kriminal
untuk menanggulangi tindak pidana penipuan, artinya pelaksanaan kewenangan
secara represif di bidang pengawasan telah memposisikan Bapepam sebagai subsistem peradilan pidana (criminal justice system) dalam rangka berkerjanya hukum
pidana (asas fungsional). Bapepam sebagai lembaga yang mempunyai kekuasaan
sangat besar dan unik, Bapepam tidak hanya bertindak sebagai regulator tetapi juga
mempunyai
kekuasaan
Kepolisian
serta
dapat
bertindak
dan
berwenang
menggunakan kekuasaan yang sifatnya “quasi-judicial”. 20 Berdasarkan kewenangan
tersebut apabila terjadi pelanggaran perundang-undangan pasar modal atau ketentuan
di bidang pasar modal lainnya maka Bapepam sebagai penyidik akan melakukan
pemeriksaan terhadap pihak yang melakukan pelanggaran tersebut, hingga bila
memang terbukti akan menetapkan sanksi kepada pelaku tersebut.
Pemeriksaan yang dilakukan oleh Bapepam dapat berupa meminta keterangan
dan konfirmasi dari pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran,
mewajibkan pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran untuk
melakukan atau tidak melakukan tindakan kegiatan tertentu, memeriksa dan membuat
20
Hamud M. Balfas, Op.cit, hal. 5-6 bahwa kekuasaan Bapepam dapat dilihat dalam Pasal 5
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang memberikan kewenangan bagi
Bapepam antara lain untuk:
a. Memberikan izin kepada berbagai macam institusi yang diawasinya.
b. Mewajibkan dan menerima pendaftaran bagi profesi yang bermaksud melakukan kegiatan di
pasar modal.
c. Menetapkan persyaratan dan tata cara pencalonan direksi lembaga-lembaga di pasar modal
seperti bursa efek.
d. Menetapkan persyaratan dan tata cara dilakukannya pernyataan pendaftaran untuk
memungkinkan dilakukannya penawaran umum efek (termasuk disini adalah menyatakan,
menunda atau membatalkan efektifnya pernyataan pendaftaran).
e. Melakukan pemeriksaan dan penyidikan atas terjadinya pelanggaran atas UUPM, sehingga
dengan kekuasaannya ini Bapepam merupakan Polisi yang menegakkan hukum sebagai
Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
f. Menghentikan dan memperbaiki serta mengambil langkah-langkah sehubungan dengan
adanya iklan atau promosi yang berhubungan dengan kegiatan di pasar modal.
g. Membekukan atau membatalkan pencatatan efek di suatu bursa efek (termasuk juga
menghentikan perdagangan efek dan transaksi di bursa).
h. Memeriksa keberatan-keberatan yang diajukan oleh pihak-pihak yang dikenakan sanksi oleh
bursa dan lembaga-lembaga terkait dengan bursa seperti Lembaga Kliring dan Penjaminan
serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (termasuk membatalkan dan menguatkan
pengenaan sanksi tersebut).
i. Memberikan penjelasan lebih lanjut yang sifatnya tekhnis atas UUPM dan peraturan
pelaksananya.
j. Menetapkan instrumen lain sebagai efek. Kekuasaan ini akan sangat berguna karena dengan
kekuasaan ini Bapepam akan memberikan kehidupan bagi UUPM dalam mengarungi dunia
pasar modal yang memang sangat dinamis.
salinan terhadap catatan, pembukuan dan dokumen lain baik milik pihak yang diduga
melakukan atau terlibat pelanggaran, menetapkan syarat dan mengizinkan pihak yang
diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran untuk melakukan tindakan tertentu
yang diperlukan dalam rangka penyelesaian kerugian yang timbul. 21 Apabila dalam
pemeriksaan Bapepam berpendapat terdapat pelanggaran mengakibatkan kerugian
bagi kepentingan pasar modal dan membahayakan kepentingan inverstor (pemodal)
dan masyarakat, Bapepam akan menetapkan dimulainya tindakan penyidikan dengan
PPNS yang telah ditentukan sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan
berdasarkan ketentuan yang terdapat pada KUHAP. Hal ini sebagaimana diatur oleh
Pasal 100 ayat (1) dan ayat (2) UUPM yang menyatakan bahwa:
Ayat 1: “Bapepam dapat mengadakan pemeriksanaan terhadap setiap pihak
yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap
undang-undang ini dan atau peraturan pelaksananya”.
Ayat 2: “Dalam rangka pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
Bapepam mempunyai wewenang untuk:
a. meminta keterangan dan atau konfirmasi dari pihak yang diduga
melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap undangundang ini dan atau peraturan pelaksananya atau pihak lain apabila
dianggap perlu.
b. mewajibkan pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam
pelanggaran terhadap undang-undang ini dan atau peraturan
pelaksananya untuk melakukan atau tidak melakukan kegiatan
tertentu.
c. memeriksa dan atau membuat salinan terhadap catatan,
pembukuan dan atau dokumentasi lain baik milik pihak yang
diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap
21
Ibid, hal. 7 bahwa Bapepam mempunyai kewenangan seperti layaknya polisi dalam
melakukan pemeriksaan dan penyidikan. Bahkan dalam rangka pelaksanaan kewenangan penyidikan
yang dimilikinya, Bapepam dengan bantuan aparat penegak hukum lainnya dapat melakukan tindakantindakan yang lebih dari hanya pemeriksaan dan penyidikan seperti memerintahkan penangkapan.
undang-undang ini dan atau peraturan pelaksananya maupun milik
pihak lain apabila dianggap perlu dan atau.
d. menetapkan syarat dan atau mengizinkan pihak yang diduga
melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap undangundang ini dan atau peraturan pelaksananya untuk melakukan
tindakan tertentu yang diperlukan dalam rangka penyelesaian
kerugian yang timbul”
Kewenangan melakukan penyidikan setiap kasus pelanggaran peraturan
perundang-undangan pidana bagi Bapepam, diberikan oleh KUHAP seperti tercantum
di dalam ketentuan Pasal 6 ayat ayat (1) huruf b yang menyebutkan: “penyidik adalah
aparat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undangundang”. Kewenangan ini merupakan penjabaran dari fungsi Bapepam sebagai
lembaga pengawas. Tata cara pemeriksaan di bidang pasar modal dijelaskan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995. Bapepam akan melakukan pemeriksaan
apabila:
1. Ada laporan, pemberitahuan atau pengaduan dari pihak tentang adanya
pelanggaran peraturan perundang-undangan pasar modal.
2. Bila tidak dipenuhinya kewajiban oleh pihak-pihak yang memperoleh
perizinan, persetujuan atau dari pendaftaran Bapepam atau dari pihak lain
yang dipersyaratkan untuk menyampaikan laporan kepada Bapepam.
3. Adanya petunjuk telah terjadinya pelanggaran perundang-undangan di bidang
pasar modal.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995, meletakkan kebijakan kriminal
melalui hukum pidana terhadap tindak pidana pelanggaran pasar modal dalam Pasal
103 ayat (2), yaitu pelanggaran Pasal 23, Pasal 105, dan Pasal 109. Untuk jelasnya
akan dikutip berikut ini;
Pasal 103 ayat (2)
“Pelanggaran pasar modal disini adalah, pelanggaran terhadap Pasal 32 yaitu:
Seseorang yang melakukan kegiatan sebagai wakil penjamin efek. Wakil
perantara pedagang efek atau wakil menager inveatsi tanpa mendapatkan izin
Bapepam
Ancaman bagi pelaku adalah maksimum pidana selama 1 (satu) tahun kurungan
dan denda Rp. 1000.000.000.00.-(satu milyar rupiah)”
Pasal 105
“Pelanggaran pasar modal yang dimaksudkan disini adalah pelanggaran Pasal 42
yang dilakukan oleh Manajer investasi, atau pihak terafiliasinya, yaitu :
Menerima imbalan (dalam bentuk apapun), baik langsung maupun tidak
langsung yang dapat mempengaruhi manejer investasi itu untuk membeli atau
menjual efek untuk reksa dana.
Ancaman pidana berupa pidana kurungan maksimum 1 (satu) tahun kurungan dan
denda Rp. 1.000.000.000.00.-(satu milyar rupiah)”.
Pasal 109
“Yang dilanggar disini adalah perbuatan tidak mematuhi atau menghambat
pelaksanaan Pasal 100, yang berkaitan dengan kewenangan Bapepam dalam
melaksanakan pemeriksaan terhadap semua pihak yang diduga atau terlibat dalam
pelanggaran UUPM”.
Dianutnya pembagian delik atas dua macam yaitu delik kejahatan pasar
modal, dan delik pelanggaran pasar modal, menunjukkan bahwa UUPM mengikuti
ketentuan yang terdapat dalam KUHP yang merupakan hukum (ketentuan yang
umum, di satu sisi, tetapi dalam ketentuan mengenai sanksinya jauh berbeda). Di
dalam KUHP untuk delik pelanggaran tidaklah diancam dengan pidana kumulasi
seperti dalam UUPM ini, tetapi hanya hukuman kurungan paling lama satu tahun,
sedangkan dalam UUPM juga satu tahun kurungan tetapi dikumulasikan dengan
denda yang besar (1 milyar).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas dapatlah di
rumuskan beberapa pokok masalah yang akan di bahas dalam penulisan tesis
ini. Adapun perumusan masalah dalam penulisan ini adalah :
1. Bagaimana karakteristik tindak pidana pasar modal khususnya kejahatan
penipuan
yang
menyangkut
informasi
menyesatkan
(misleading
information)?
2. Bagaimana
tanggungjawab
Bapepam
sebagai
pelaksana
fungsi
pengawasan di pasar modal terhadap adanya informasi yang menyesatkan
(misleading information)?
3. Bagaimana penanggulangan tindak pidana penipuan di bidang pasar
modal melalui pendekatan sistem peradilan pidana?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah disampaikan di atas, maka
tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui karakteristik tindak pidana pasar modal khususnya
kejahatan penipuan yang menyangkut informasi menyesatkan (misleading
information).
2. Untuk mengetahui tanggungjawab Bapepam sebagai pelaksana fungsi
pengawasan di pasar modal terhadap adanya informasi yang menyesatkan
(misleading information).
3. Untuk mengetahui penanggulangan tindak pidana penipuan di bidang pasar
modal melalui pendekatan sistem peradilan pidana.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang berjudul analisis yuridis penanggulangan tindak
pidana penipuan di bidang pasar modal melaluli pendekatan sistem peradilan
pidana (criminal jusctice system) diharapkan akan memberikan manfaat
sebagai berikut:
1. Secara teoritis, penelitian ini akan memberikan informasi yang jelas
tentang penegakan hukum bagi pelaku kejahatan pasar modal khususnya
penipuan (fraund) dilihat dari perspektif hukum bisnis dan hukum pidana
sehingga tentunya akan memperkaya khasanah dan kemajuan bagi
kepentingan ilmu pengetahuan khususnya ilmu hukum dan lebih khusus
lagi ilmu hukum pidana;
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi para
akademisi, praktisi hukum dan instansi pemerintah dalam menentukan
langkah dan kebijakan hukum khususnya terhadap penanggulangan tindak
pidana penipuan di bidang pasar modal melalui pendekatan sistem
peradilan pidana (criminal justice system).
E. Keaslian Penelitian
Penulisan ini didasarkan pada ide, gagasan serta pemikiran penulis secara
pribadi dengan melihat perkembangan hukum di bidang bisnis khususnya pada
permasalahan penanggulangan tindak pidana penipuan di bidang pasar modal
melalui pendekatan sistem peradilan pidana (criminal justice system). Tulisan ini
bukanlah merupakan hasil ciptaan atau hasil penggandaan dari karya tulis orang
lain, Namun demikian ada beberapa judul yang membahas tentang kejahatan di
Pasar Modal diantaranya yakni Yasdan Rivai (NPM 077005044) dengan judul
kriminalisasi insider trading sebagai kejahatan pasal modal dan Abdurrahman
(NPM 027005001) dengan judul penentuan standar penipuan dalam pasar modal
Indonesia:
analisis
yuridis.
Berdasarkan
perumusan
masalah
yang
diidentifikasikan dan pendekatan penelitian yang telah dilakukan terdapat
perbedaan, karena itu keaslian penulisan ini terjamin adanya. Kalaupun ada
pendapat atau kutipan dalam penulisan ini karena hal tersebut sangat dibutuhkan
untuk penyempurnaan tulisan ini.
F. Landasan Teori dan Konsepsional
1. Landasan Teori
Peranan hukum dalam pembangunan ekonomi pada umumnya dan
khususnya pasar modal tidak dapat dipisahkan dari penegakan hukum di bidang
pasar modal itu sendiri, terutama dalam rangka pelaksanaan kinerja dalam pasar
modal yang sangat jelas di atur oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal dan peraturan-peraturan pelaksanaannya. Salah satunya
adalah kewenangan
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) sebagaimana
diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
memegang peranan penting dalam mengatur, membina dan mengawasi segala
kegiatan dari para pelaku Pasar Modal, di mana Perusahaan yang memasuki Pasar
Modal bertanggung jawab kepada Bapepam atas segala aktivitasnya. 22
Prinsip keterbukaan telah menjadi fokus sentral dari Pasar Modal itu
sendiri dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal juga
mengatur mengenai prinsip keterbukaan. Pelanggaran peraturan prinsip
keterbukaan dapat dikategorikan dalam penipuan dan umumnya pelanggaranpelanggaran peraturan prinsip keterbukaan adalah pernyataan menyesatkan dalam
bentuk pernyataan yang salah (misrepresentation) atau penghilangan (omission)
fakta material, baik dalam dokumen-dokumen penawaran umum maupun dalam
perdagangan saham. Pernyataan yang demikian itu dapat menciptakan gambaran
yang salah tentang kualitas emiten, manajemen dan potensi ekonomi emiten. Oleh
karena itu, peraturan pelaksanaan prinsip keterbukaan membuat larangan atas
22
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Op.cit, hal. 58.
perbuatan misrepresentation dan omission. 23 Penekanan untuk mencermati
pelaksanaan prinsip keterbukaan dalam pasar modal Indonesia adalah langkah
yang tepat dilakukan, mengingat terdapatnya berbagai masalah yang timbul dalam
pelaksanaan prinsip keterbukaan. Tanpa upaya pembenahan prinsip keterbukaan
terhadap masalah-masalah yang timbul menyebabkan tujuan prinsip keterbukaan
tidak tercapai dan pada akhirnya mengakibatkan pasar modal mengalami distorsi
atau menjadi tidak efesien.
Tujuan penegakan prinsip keterbukaan untuk menjaga kepercayaan
investor sangat relevan ketika munculnya ketidakpercayaan publik terhadap pasar
modal yang pada gilirannya mengakibatkan pelarian modal (capital flight) secara
besar-besaran dan seterusnya dapat mengakibatkan kehancuran pasar modal
(bursa
saham).
Sebab
ketidakadaan
atau
ketertutupan
informasi
akan
menimbulkan ketidakpastian investor. Untuk menghindari keadaan yang
demikian maka peraturan prinsip keterbukaan harus ditegakkan karena peraturan
prinsip keterbukaan secara substansial dapat memberikan informasi pada saat-saat
yang telah ditentukan dan lebih penting peraturan prinsip keterbukaan mengatur
tentang pengawasan, waktu, tempat dan dengan cara bagaimana perusahaan
melakukan keterbukaan. 24
Pemahaman
menyangkut
keterbukaan
dalam
pembenaran
prinsip
keterbukaan secara akurat dan penuh diperkirakan dapat merealisiasikan tujuan
23
24
Bismar Nasution, Prinsip Keterbukaan dalam Pasar Modal, Op.cit, hal. 73
Ibid, hal. 28
prinsip keterbukaan dan mengatasi timbulnya pernyataan yang menyesatkan
(misleading) bagi investor, hal ini dapat dilihat dari pengamatan Coffee tentang
perlunya sistem keterbukaan wajib adalah suatu teori sederhana yang dapat
menjelaskan bagaimana sistem keterbukaan difokuskan sebagai berikut: 25
1. Informasi memiliki berbagai karakteristik dari suatu barang umum (public good),
maka penelitian saham cenderung kurang tersedia. Kurangnya ketersediaan
informasi bukan berarti bahwa informasi yang diberikan emiten tidak dapat
diverifikasi secara optimal dan bahwa kurangnya upaya yang dilakukan terhadap
pencarian informasi material dari sumber emiten. Sistem keterbukaan wajib dapat
dilihat sebagai suatu starategi pengurangan biaya dengan konsekuensi masyarakat
mensubsidi biaya pencarian guna menjamin adanya informasi dalam jumlah besar
dan pengujian akurasi yang lebih baik.
2. Ada dasar substansial untuk dipercaya bahwa ketidakefesienan yang lebih besar
akan terjadi tanpa sistem keterbukaan wajib karena biaya sosial yang berlebih
akan dikeluarkan investor untuk mengejar laba perdagangan. Sebaliknya
pengkolektipan dapat mengurangi social waste yang timbul dari kesalahan alokasi
sumber daya ekonomi untuk mencapai tujuan ini.
3. Teori self-induced disclosure, yang sekarang populer di antara para teoritisi
perusahaan dan sebagaimana diyakini oleh Easterbrook dan Fischel hanya
memiliki validitas terbatas. Suatu kelemahan khusus dalam teori tersebut adalah
mengabaikan signifikasi kontrol perusahaan dan terlalu banyak menganggap
bahwa kepentingan manajer dan pemegang saham dapat diluruskan secara
sempurna. Pada kenyataannya, prasyarat besar yang ditentukan oleh para teoritisi
ini diperlukan untuk efektifnya sistem keterbukaan sukarela (disclosure valuntary
system) seperti tidak memuaskan. Walapun manajemen dapat dipengaruhi melalui
incentive contract device untuk mengidentifikasi kepentingan diri sendiri dengan
memaksimalkan nilai saham, namun manajemen masih memiliki kepentingan
dalam mengakuisisi penyertaan pemegang saham pada suatu harga diskon,
sedikitnya sepanjang manajemen masih dapat melakukan insider traiding atau
leveraged buyouts. Karena insentif bagi keduanya mungkin masih kuat maka
masalah akan muncul sebab manajemen mendapatkan keuntungan dengan
memberikan sinyal yang salah terhadap pasar.
25
Ibid, hal. 24-26 bahwa pengamatan Coffee tentang perlunya mempertahankan sistem
keterbukaan wajib dapat dijadikan sebagai
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasar modal atau caiptal market adalah suatu tempat atau sistem dipenuhinya
kegiatan bisnis berupa kebutuhan-kebutuhan dana atau kapital suatu perusahaan,
merupakan pasar tempat orang membeli dan menjual efek yang baru dikeluarkan 1
atau pasar modal dapat berarti pasar dimana dana jangka panjang (obligasi) baik
utang maupun modal sendiri (saham) diperdagangkan. 2 Udang-Undang Nomor 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) memberikan pengertian pasar modal
sebagai suatu kegiatan yang berkenaan dengan penawaran umum dan perdagangan
efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya serta
lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. 3
Pasar modal bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam
rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas ekonomi nasional
kearah peningkatan kesejahteraan masyarakat pada sub-sistem pelengkap sektor
keuangan. 4 Dalam rangka pencapaian tujuan tersebut, pasar modal mempunyai peran
strategis sebagai salah satu sumber pembiayaan dunia usaha, termasuk usaha
1
Abdurrahman, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan dan Perdagangan, (Jakarta: Pradya
Paramita, 1999), hal. 169
2
Yayasan Mitra Dana, Penuntun Pelaku Pasar Modal, (Jakarta: Bina Mitra, 1991), hal. 33
3
Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pasar Modal
4
Marzuki Darusman dalam Pandji Anuraga, Piji Pakarti, Pengantar Pasar Modal, Edisi
Revisi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hal. 5 bahwa pasar modal sebagai pelengkap di sektor keuangan
terhadap dua lembaga lainnya yaitu bank dan lembaga pembiayaan. Pasar modal merupakan sarana
moneter penghubung antara pemilik modal (masyarakat atau investor) dengan peminjam dana
(pengusaha atau pemilik emiten).
menengah dan kecil untuk pembangunan usahanya, sedangkan disisi lain pasar modal
juga merupakan wahana investasi bagi masyarakat, termasuk pemodal menengah dan
kecil. 5 Sedangkan tujuan utama Undang-Undang Pasar Modal adalah mengatur
prinsip keterbukaan atau menyediakan fakta material dan untuk mencegah perbuatan
curang dalam perdagangan saham. 6 Keterbukaan tentang fakta material sebagai jiwa
pasar modal didasarkan pada keberadaan prinsip keterbukaan yang memungkinkan
tersedianya bahan pertimbangkan bagi investor sehingga investor secara rasional
dapat mengambil keputusan untuk melakukan pembelian atau penjualan saham. 7
Disamping itu pasar modal pada sistem perekonomian nasional mendapat peranan
yang sangat penting, arti pentingnya pasar modal didasarkan dari fungsinya yakni:
1. Sarana untuk menghimpun dana masyarakat untuk disalurkan dalam kegiatan
yang produktif
2. Sumber pembiayaan yang murah, mudah dan cepat bagi dunia usaha dan
pembangunan nasional.
3. Mendorong terciptanya kesempatan berusaha dan sekaligus menciptakan
kesempatan kerja.
4. Mempertinggi efesiensi alokasi sumber produksi.
5. Memperkokoh beroprasinya mekanisme finansial market dalam menata sistem
moneter, karena pasar modal dapat menjadi open market operasion sewaktuwaktu diperlukan oleh Bank Sentral.
6. Menekan tingginya tingkat bungai menuju suatu rate yang reasionable.
7. Alternatif investasi bagi para pemodal. 8
5
C.S.T Kansil, Cristine S.T Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pasar Modal, (Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 1997), hal. 38
6
Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi I, (Bandung: Books Terrace&Library, 2007),
hal. 73 bahwa prinsip keterbukaan merupakan persoalan inti di pasar modal dan sekaligus merupakan
jiwa pasar modal itu sendiri.
7
Richard A. Posner dan Kenneth E. Scott, ed, Economic of Corporation Law and Securities
Regulation, (Boston, Toronto: Litte, Brown & Company, 1980), hal. 317 dalam Bismar Nasution, Ibid
8
Munir Fuady, Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum), Buku Kesatu, (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2001), hal. 11-12
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar modal telah mengatur
tentang beberapa perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana,
pengaturan ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan pelaku bisnis pasar
modal dan penciptaan ketertiban, ketentraman sehingga terciptanya pembangunan
nasional di bidang ekonomi.
Kategori tindak pidana di bidang pasar modal dibagi ke dalam dua jenis yaitu
kejahatan dan pelanggaran. Apabila dilihat dari sudut beratnya ancaman pidana
undang-undang ini membagi empat kategori sebagai berikut:
1. Kejahatan dengan ancaman pidana maksimum 10 tahun penjara dan maksimal
denda 15 milyar rupiah.
2. Kejahatan yang diancam dengan pidana 5 tahun penjara dan denda maksimum
5 milyar rupiah.
3. Kejahatan yang diancam dengan pidana maksimum 3 tahun penjara dan denda
maksimum 5 milyar rupiah.
4. Pelanggaran yang diancam dengan pidana maksimum 1 tahun kurungan dan
denda maksimum 1 juta rupiah.
Kategori pidana penjara, kurungan dan denda diterapkan di dalam sistem
peradilan pidana di Indonesia (criminal justice system) didasarkan pada pembentukan
hukum (law making) sebagai bahagian dari sistem hukum (legal system). Kategori ini
berbeda dengan jenis tindak pidana pada umumnya karena tindak pidana pasar modal
mempunyai karakteristik yang khas, karakteristik itu antara lain adalah:
1. Barang yang menjadi objek dari tindak pidana adalah informasi
2. Pelaku tidak mengandalkan kemampuan fisik, akan tetapi kemampuan
membaca situasi pasar serta memanfaatkan secara maksimal.
Salah satu kejahatan di bidang pasar modal adalah penipuan (fraud) disamping
kejahatan-kejahatan lainnya di bidang pasar modal misalnya insider traiding dan
manipulasi pasar. 9 Perbedaan antara jenis kejahatan ini adalah akibat perbuatan yang
timbulkan. Contoh perbedaan antara manipulasi pasar dan penipuan, jika manipulasi
pasar yang dilakukan sudah jelas bahwa pasar akan termanipulasi sehingga akibatnya
antara lain bahwa harga saham menjadi semu. Sementara itu, jika tindakan penipuan
yang dilakukan maka dengan informasi atau keadaan yang tidak sebenarnya tersebut
jelas akan ada pihak yang dirugikan tanpa harus mempunyai akibat kepada pasar
yang termanipulasi.
Pengaturan menyangkut kejahatan penipuan (fraud) terhadap fakta material pada
pelaksanaan kegiatan perdagangan efek dapat dilihat dari rumusan Pasal 90 UUPM
menyatakan bahwa, dalam melaksanakan kegiatan perdagangan efek, setiap pihak
dilarang secara langsung atau secara tidak langsung :
1.
Menipu atau mengelabui pihak lain dengan menggunakan sarana dan/atau
cara apapun.
9
Lihat Pasal 91 sampai Pasal 93 UUPM mensyaratkan bahwa manipulasi pasar merupakan
tindak pidana dimana undang-undang hanya mengaturnya untuk kejadian yang hanya terjadi di bursa
efek saja yaitu khusus untuk efek/saham yang terdaftar dan diperdagangkan di bursa efek saja.
Sedangkan Pasal 95 UUPM mengatur bahwa perdagangan orang dalam tidak hanya mencakup
komisaris, direksi, pemegang saham utama dan pegawai. Tetapi juga mencakup orang atau badan
hukum atau pihak lain yang karena profesi atau karena hubungannya dengan perusahaan (emiten)
menjadikannya sebagai orang dalam.
2.
Turut serta menipu atau mengelabui pihak lain.
3.
Membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak
mengungkapkan fakta yang material agar pernyataan yang dibuat tidak
menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat
dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk
diri sendiri atau pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi pihak lain
untuk membeli atau menjual efek.
Selanjutnya penjelasan atas pasal 90 ini menyatakan bahwa yang dimaksud
dengan "kegiatan perdagangan efek" adalah kegiatan yang meliputi kegiatan
penawaran, pembelian danlatau penjualan efek yang terjadi dalam rangka penawaran
umum, atau terjadi di Bursa Efek, maupun kegiatan penawaran, pembelian dan/atau
penjualan efek di luar Bursa Efek atas efek emiten atau perusahaan publik.
Penipuan sebagaimana dimaksud oleh pasal 90 sebenarnya dapat dianggap
sama seperti penipuan dalam tindak pidana umum. Hal ini karena kejahatan mengenai
efek ini juga telah diatur dalam ketentuan-ketentuan KUH Pidana yakni Pasal 378,
Pasal 390, Pasal 391 dan Pasal 392 KUH Pidana. Tetapi karena penipuan di pasar
modal lebih punya potensi untuk menimbulkan kekacauan ekonomi secara luas, dan
hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap perekonomian suatu negara, maka
UUPM memperlakukannya secara khusus, antara lain dengan ancaman hukuman
yang lebih tinggi terhadap jenis kejahatan ini (maksimal 10 tahun penjara dan denda
paling banyak Rp 15 milyar). Penipuan di pasar modal, sebagaimana dijelaskan
dalam penjelasan UUPM, dapat meliputi penipuan yang dilakukan melalui prospektus
atau dalam kegiatan perdagangan efek di Bursa. Selain itu penipuan juga dapat
dilakukan baik atas efek yang tercatat (listed) di bursa maupun efek yang
diperdagangkan di luar bursa (over the counter). Pernyataan terakhir ini tentunya
dimaksudkan untuk mengantisipasi perkembangan di masa depan, di mana
kemungkinan ada juga efek yang diperdagangkan di luar bursa (seperti efek-efek
yang diperdagangkan melalui sarana "pink sheets " di Amerika serikat).
Pasal 90 ayat 3 UUPM yang mengatur mengenai membuat pernyataan tidak
benar atau tidak mengungkapkan fakta material, tidak hanya dimaksudkan untuk
menangkal isu (rumors), yang memang banyak terjadi di bursa, tetapi juga untuk
menjalin bahwa setiap informasi dan fakta material yang disampaikan memang benar
dan tidak menyesatkan. Kewajiban yang tidak hanya dibebankan kepada emiten ini
dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi investor untuk memutuskan
membeli, menjual atau tetap menahan efek, karena keputusan untuk investasi ini
memang selalu dilakukan berdasarkan informasi-informasi yang tepat dan benar yang
menyangkut efek tersebut. Di lantai bursa sendiri pernyataan tidak benar ini dapat
muncul baik dari anggota bursa, investor maupun orang dalam emiten sendiri.
Berdasarkan rumusan Pasal 90 ayat 3 ini dapat diklasifikasi tindak pidana penipuan
menyangkut prinsip keterbukaan yakni:
1. Membuat pernyataan salah mengenai fakta atau menghilangkan fakta material
yang membuat pernyataan menjadi menyesatkan.
2. Sehubungan dengan perdagangan saham.
3. Dengan maksud untuk menyesatkan.
4. Menyebabkan kerugian
Kasus penipuan pada kegiatan pasar modal di Indonesia dapat dilihat di dalam
kasus PT Bank Global Tbk dengan modus kejahatan penipuan yakni melakukan
mark-up portofolio surat berharga milik bank tersebut sampai hampir Rp. 1 triliun. 10
Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Mahmud M. Balfas bahwa: 11
Kasus terakhir yang muncul dan melibatkan sebuah bank publik adalah yang
menyangkut PT Bank Global, Tbk. Kasus Bank Global ini mengakibatkan
kerugian yang sangat besar bagi pemegang obligasi subordinasi bank tersebut
maupun pemegang sahamnya yang diperkirakan mencapai sekitar Rp. 1,8
triliun.Kasus ini Bank Global ini diantaranya dilakukan dengan cara
menggelumbungkan (mark-up) portofolio surat berharga milik bank tersebut
sampai hampir Rp. 1 triliun. Kasus mark-up ini terjadi dengan cara seperti
yang akan diterangkan berikut ini: berdasarkan laporan keuangan Desember
10
Lihat, http://www.Bapepam,go.id, diakses tanggal 8 Juni 2011, bahwa pada kasus terhadap
masalah yang hampir sejenis juga dilakukan oleh institusi perbankan lainnya yaitu Bank Lippo.
Kebalikan dengan kasus Bank Global di atas dalam kasus yang terjadi pada Bank Lippo adalah
mengurangi nilai dari laporan keuangan. Kejadian yang menimpa Bank Lippo ini menyangkut asset
yang diambil alih (AYDA). Berikut adalah kejadian yang diambil dari berita di media massa.
Sebagaimana diberitakan, diduga telah terjadi upaya penjarahan terhadap Bank Lippo, baik dengan
cara penggembosan nilai agunan yang diambil alih (AYDA), maupun manipulasi pasar. Kasus ini
mencuat setelah terjadi perbedaan laporan kenangan per 30 September 2002, di mana kepada publik
tangga128 November 2002 manajemen Bank Lippo menyebutkan total aktiva perseroan Rp 24 trilyun
dan laba bersih Rp 98 milyar. Akan tetapi, dalam laporan keuangan kepada BEJ tanggal 27 Desember
2002, manajemen menyebutkan total aktiva berkurang menjadi Rp 22,8 trilyun dan rugi bersih Rp 1,3
trilyun. Perbedaan laba bersih tersebut terjadi karena adanya kemerosotan nilai AYDA dari Rp 2,393
trilyun dalam laporan kepada publik menjadi Rp 1,420 trilyun pada laporan ke BEJ.
11
Lihat, Hamud M. Balfas, Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: PT.
Tatanusa, 2006), hal. 461, bahwa kejahatan penipuan yang dilakukan oleh perusahaan
di awal abad kedua puluh satu ini sangat sering kali kita dengar, dan umumnya terjadi
dalam skala yang sangat besar. Salah satu kasus penipuan yang mengemuka tersebut
adalah seperti yang terjadi dengan Enron, sebuah perusahaan energi terkemuka di
Amerika Serikat. Kasus yang menimpa Enron ini melibatkan catatan keuangan
perusahaan yang dalam banyak hal pencatatannya dilakukan secara berlebihan,
sehingga keuangan perusahaan terlihat baik dari segi keuntungan, asset atau
parameter keuangan lainnya, yang kelihatan bagus dan menggambarkan suatu
perusahaan yang sehat. Pencatatan keuangan yang menimbulkan kesan demikian
biasanya disebut "cooking the books". Kasus Enron ini kemudian diikuti kasus-kasus
lainnya yang melibatkan perusahaan-perusahaan besar di Amerika Serikat seperti
:Global Crossing, Ltd danPT Indo Farma, Tbk.
2003 yang telah diaudit, dari total aset Bank Global yang Rp 1,8 triliun,
sebanyak Rp 1,123 triliun di antaranya portofolio atau surat berharga. Ketika
diperiksa kemudian, ternyata surat berharga yang benar-benar ada hanya
senilai Rp 200 miliar. Jadi, ada perbedaan signifikan sejumlah Rp 900 miliar
lebih. Selanjutnya, berdasarkan laporan keuangan per 30 April 2004, tertulis
bahwa Bank Global memiliki surat berharga senilai Rp 800 miliar lebih,
hampir mendekati Rp 900 miliar. Setelah diperiksa, ternyata surat berharga
yang benar-benar ada juga hanya sekitar Rp 200 miliar. Terdapat selisih
sekitar Rp 600 miliar. Dalam hal ini masih diperlukan pemeriksaan lebih
lanjut mengenai berapa tepatnya nilai obligasi fiktif tersebut, antara Rp 600
miliar sampai Rp 900 miliar. Obligasi yang diaku dimiliki Bank Global itu
sendiri memang ada di pasar, tetapi yang dimiliki Bank Global hanya senilai
Rp 200 miliar. Bagaimana caranya meningkatkan jumlahnya sehingga seolaholah melonjak? Dengan melakukan pencatatan beberapa kali atas obligasi
yang sama.Gambaran sederhana, misalnya Bank Global sekarang memiliki
obligasi Rp 200 miliar yang disimpan di perusahaan efek A yang juga berlaku
seolah sebagai bank kustodian. Kemudian, obligasi tersebut dijual kepada
perusahaan efek B, yang pembelinya adalah Bank Global juga. Seharusnya,
sekalipun seolah-olah dijual dan dibeli oleh pihak yang sama, jumlah obligasi
yang dimiliki akan tetap hanya Rp 200 miliar. Akan tetapi, yang terjadi
adalah, ketika telah dijual ke perusahaan efek B, catatan kepemilikan obligasi
tersebut oleh Bank Global di perusahaan efek A tetap dibiarkan ada. Oleh
karena itu, dalam catatan kepemilikan portofolio tampak seolah-olah seusai
transaksi itu, obligasi yang dimiliki Bank Global meningkat dari Rp 200
miliar menjadi Rp 400 miliar. Rp 200 miliar dicatat di perusahaan efek A, dan
Rp 200 miliar dicatat di perusahaan efek B. Adapun mengenai munculnya
reksa dana siluman di Bank Global sendiri, [Kepala Biro Pemeriksaan
BAPEPAM] Abraham menduga, merupakan rangkaian kejadian dengan
munculnya obliasi fiktif tersebut, dalam rangka menutup likuiditas yang
bolong.
Masalah penipuan di pasar modal bukan hanya menyangkut masalah-masalah
yang berhubungan dengan pencatatan atas laporan keuangan semata. Kejahatan ini
dapat dilakukan dengan cara lain dan motif lain, meskipun mempunyai akibat yang
sama seperti yang dilakukan melalui laporan keuangan. Misalnya penipuan yang
dilakukan oleh manajemen Bre-X sebagai perusahaan tambang emas dari Kanada
yang beroperasi di Kalimantan dengan modus melebih-lebihkan dan mengelabui
investor terhadap cadangan emas yang ada di dalam daerah kuasa pertambangannya.
Kasus ini dapat dideskripsikan sebagai berikut: 12
”Kalau kita pernah ingat beberapa tahun yang lalu mengenai kasus Bre-X,
yaitu sebuah perusahaan tambang emas dari Kanada yang beroperasi di
Kalimantan, maka apa yang dilakukan oleh Bre-X tersebut tidak lain adalah
penipuan. Penipuan tersebut dilakukan oleh manajemen Bre-X dengan
melebih-lebihkan jumlah cadangan emas yang ada di dalam daerah kuasa
pertambangannya di Kalimantan. Manajemen Bre-X, pada waktu itu,
mengelabui investornya dengan memberikan sample tanah untuk pemeriksaan
laboratorium
mengenai
cadangan
emasnya,
dengan
terlebih
dahulu
menambahkan butiran-butiran emas ke dalam sampling tersebut. Akibat dari
usaha pengelabuan investor ini, cadangan emas di dalam tambang tersebut
diperkirakan berjumlah lebih dari 200 juta pon. Berita tidak benar tersebut
menyebabkan harga saham Bre-X di bursa naik beberapa kali lipat. Tetapi
setelah masalahnya terbuka harga saham langsung turun pada tingkat yang
sangat rendah sekali”.
Deskripsi kasus-kasus diatas mengambarkan bahwa perbuatan penipuan
didasarkan pada informasi yang menyesatkan (misleading information) terhadap fakta
material 13 dan prinsip keterbukaan (disclosure principle) yang merupakan sesuatu
12
Lihat, Bismar Nasution, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, (Jakarta: Universitas Indonesia
Fakultas Hukum Program Pascasarjana, 2001), hal. 73-74
13
Informasi atau fakta material adalah informasi atau fakta yang penting dan relevan mengenai
peristiwa, kejadian atau fakta yang dapat mempengaruhi harga efek pada bursa efek atau keputusan
yang harus ada baik untuk kepentingan pengelola bursa, Bapepam (selaku pengawas)
maupun investor. Keterbukaan dalam suatu transaksi efek adalah informasi mengenai
keadaan usahanya yang meliputi aspek keuangan, hukum, manajemen dan harta
kekayaan perusahaan kepada masyarakat.
Dalam rangka penegakan hukum pidana terhadap kejahatan penipuan di
bidang pasar modal perlu pemahanan yang signifikan oleh aparat penegak hukum di
dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system) terutama untuk menjerat
pelaku dan meminta pertanggungjawaban pelaku berupa pidana penjara maupun
penjatuhan sanksi administratif, 14 pemahaman dimaksud adalah pembuktian
misrepresentation atau pernyataan tersebut tidak lengkap (omissions) yang berkaitan
dengan salah dan palsu. Untuk memahami kata "salah" itu dapat dikaitkan dengan dua
terminologi Pertama, dimaksudkan atau diketahui (knowingly) atau dengan
sembrono (negligently) tidak benar (untrue). Kedua, tidak benar karena kesalahan
pemodal, calon pemodal atau pihak lain yang berkepentingan atau informasi atau fakta tersebut. Lihat
Pasal 1 angka (7) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
14
Lihat, Margonti Sianturi, Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pasar Modal,
Media Hukum, Volume XIII, Nomor 2, Juli-Desember 2004, hal. 329 bahwa adapun sebegai kategori
pelaku yang menjadi pihak-pihak yang melakukan tindak pidana di bidang pasar modal sebagai
berikut:
a. Pelangggaran di bidang administrasi, dimana setiap pihak yang tanpa izin, persetujuan atau
pendaftaran melakukan kegiatan di bidang pasar modal.
b. Manajer investasi dan pihak terafiliasi yang menerima imbalan dari pihak lain dalam bentuk
apapun, langsung maupun tidak langsung untuk melakukan pembelian atau penjualan efek.
c. Emiten atau perusahaan publik melakukan penawaran umum namun tidak menyampaikan
pernyataan pendaftaran atau penyataan pendaftaran belum dinyatakan efektif oleh Badan
Pengawas Pasar Modal (Bapepam).
d. Siapa saja yang melakukan penipuan, menyesatkan Bapepam, menghilangkan, memusnahkan,
menghapuskan, mengubah, mengaburkan, menyembunyikan atau memalsukan catatan dari
pihak yang memperoleh izin, persetujuan dan pendaftaran Bapepam.
e. Pihak yang langsung atau mempengaruhi pihak lain untuk melakukan pelanggaran pasal-pasal
UUPM diancam pidana seperti ditentukan Pasal 103 s/d 107 UUPM.
atau kekeliruan (mistake) atau tidak sengaja atau setelah dilakukan dengan jujur
(reasonable care) tapi tetap salah. 15
Apabila misrepresentation dan omissions dapat menciptakan informasi
menyesatkan (misleading information), seperti pernyataan menyesatkan di pasar
modal, 16 maka perlu diamati bagaimana pendapat-pendapat pengadilan di negara
maju dalam membuat unsur-unsur pernyataan menyesatkan di pasar modal.
Dari berbagai pendapat pengadilan di Amerika dapat disarikan enam unsur yang
membuat suatu pernyataan menjadi menyesatkan. Pertama, adanya pernyataan fakta
materiel yang palsu (misrepresentation) atau pernyataan tersebut tidak lengkap
15
Lihat, Bismar Nasution, Op.cit, hal. 122 bahwa sesuatu itu dikatakan "salah" apabila hal
tersebut terjadi atau dibuat dengan pengetahuan, baik secara aktual maupun secara konstruktif,
bahwa sesuatu itu tidak benar atau illegal atau terjadi dengan salah. Dalam konteks ini, " s e sua tu
p ern ya ta an ( ter ma suk da la m s ua tu doku me n) dikatakan salah apabila pernyataan itu
tidak benar karena dilakukan oleh orang itu atau dimaksudkan orang tersebut untuk salah".
Sedangkan, yang dimaksud "palsu", khususnya dalam suatu undang-undang pidana (criminal
statute), mensyaratkan sesuatu yang lebih dari tidak benar (bukan hanya tidak benar), dimana termasuk
perfidiously atau curang yang dimaksudkan untuk melakukan penipuan. Hal itu diaplikasikan
dengan membuat dan merubah suatu tulisan dengan maksud untuk memalsukan, dalam hal ini
termasuk kertas atau tulisannya tidak asli, dimana dokumen itu bisa kertasnya palsu atau
tulisannya palsu. Dalam penentuan salah atau palsu itu perlu diperhatikan yakni: Pertama, apakah tidak
adanya kesesuaian dokumen informasi dengan fakta material berupa tidak benar karena kesalahan atau
kekeliruan (mistake) atau tidak sengaja atau setelah dilakukan dengan jujur (reasonable care) tetapi tetap salah.
Kedua, secara signifikan berupa perbuatan dilakukan dengan curang yang dimaksudkan untuk melakukan
penipuan. Sebaliknya, apabila tidak adanya kesesuaian tersebut secara signifikan, misalnya ada
unsur-unsur curang, kelalaian (negligence), kesengajaan, dimaksudkan untuk menipu, maka
dengan ini informasi dapat dikategorikan palsu. Dengan demikian pemahaman informasi
yang menyesatkan terhadap fakta material disebut dengan misrepresentation. Adapun pengertian
misrepresentation adalah suatu kata-kata atau tingkah laku seseorang kepada seseorang lain dalam
bentuk pernyataan yang secara jelas tidak sesuai dengan fakta. Dalam hal ini pernyataan itu tidak benar
sesuai dengan fakta dan terdapat suatu gambaran yang salah. Gambaran yang telah diterima oleh
seseorang lain itu menciptakan kondisi yang berlainan dengan keadaan yang sebenarnya. Maksud
pernyataan ini adalah untuk menipu (deceive) dan menyesatkan (mislead). Sementara itu, yang
disebut menyesatkan adalah suatu kegagalan memasukkan seluruh fakta yang sebenarnya
kemudian menciptakan penyimpangan oleh karena terjadi pengurangan informasi (omissions).
16
Lihat, Bismar Nasution, Keterbukaan dalam Pasar Modal, Op.cit, hal. 73 bahwa suatu
pernyataan dikategorikan menyesatkan yaitu bila pernyataan fakta material yang diungkapkan adalah
salah atau tidak lengkap dan pihak yang melakukannya mempunyai maksud melakukan penipuan.
(omissions). In re Glenfed, Inc, Sec, Litig, 42 F. 3d 1541 (9th Cir, 1994). Kedua,
adanya kewajiban untuk menyampaikan informasi. Chiarella v. United States,
445 U.S. 222 (1980).$1 Ketiga, adanya pengetahuan oleh pihak yang melakukan misrepresentation atau ommission, bahwa yang dilakukannya dengan maksud
melakukan penipuan (scienter). Mahkamah Agung Amerika membuat batasan
scienter sebagai suatu pernyataan yang digerakkan dengan bermaksud untuk
menipu dan manipulasi atau defraud. Ernst & Ernst v. Hoch feller, 425 U.S.185
(1976). Keempat, merupakan fakta materiel. Shafiro v. UJB Fi lancial Corp, 946 F.
2d. 272 (3rd Cir. 1992). Kelima, adanya keyakinan (reliance). Peil v. Speider, 8o6 F.2d.
1154 (3rd Cir. 1986). Keenam, adanya kerugian (injury). Cooke v. Manufactured
Homes, 998 F.2d. 1265 (4t' Cir. 1993). 17
Selanjutnya pembagian jenis tindak pidana di dalam Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1995 diintrodusir dari pembagian jenis tindak pidana yang diatur oleh KUH
Pidana yang membagi tindak pidana di bidang pasar modal menjadi dua macam, yaitu
kejahatan dan pelanggaran di bidang pasar modal. Dari kasus-kasus pelanggaran
perundang-undangan di Indonesia, sebagaimana diuraikan diatas ketika membahas
tentang kejahatan pasar modal, bahwa selama ini secara mayoritas kasus-kasus yang
terjadi penyelesaiannya dilakukan melalui jalur penjatuhan sanksi administrasi dan
jarang menggunakan kebijakan pidana berupa penerapan sanski pidana yang
17
Ibid, hal. 128
penyelesaiannya dilakukan oleh Bapepam. 18 Adapun yang menjadi hambatan
Bapepam dalam melakukan tindakan penegakan hukum dengan menggunakan sanksi
pidana antara lain:
18
Lihat, Elfira Taufani, Penegakan Hukum di bidang Pasar Modal, Simbur
Cahaya No. 27 Tahun X Januari 2005 ISSN o. 14110-0614, hal. 103 bahwa Di tahun
2004 (sampai 10 Agustus 2004), Bapepam melakukan pemeriksaan
22 kasus
pelanggaran, yang diantaranya sebanyak 15 kasus masih dalam proses pemeriksaan, 6
(enam) kasus telah selesai, dan satu diantaranya yaitu kasus transaksi obligasi dan
obligasi REPO yang dilakukan oleh Bank Asiatic dan Bank Dagang Bali, telah
ditingkatkan statusnya dari pemeriksaan ke penyidikan. Dengan ditingkatkannya dari
status pemeriksaan ke penyidikan pada kasus transaksi obligasi dan obligasi REPO,
maka Bapepam hingga saat ini telah melakukan penyelidikan terhadap 6 kasus (yang
5 kasusnya merupakan tunggakan kasus dari tahun sebelumnya), yang terinci sebagai
berikut :
1. Kasus tindak pidana dalam perdagangan saham PT Primarindo Asia
Infrastruktur Tbk (BIMA), yang status penyidikannya selesai (P21), dan akan
segera dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
2. Kasus tindak pidana divestasi saham PT Indosat Tbk (ISAT), yang status
penyidikannya dihentikan, dan telah diterbitkan SP3;
3. Kasus tindak pidana transaksi obligasi dan obligasi REPO oleh PT. Bank
Asiatic dan Bank Dagang Bali, yang status penyidikannya masih dalam
proses;
4. Kasus tindak pidana perdagangan saham PT Ryene Adibusana Tbk (RYAN);
5. Kasus tindak pidana dalam perdagangan saham PT Primarindo Asia
Infrastruktur Tbk (BIMA) - dengan pelaku Amir Soehendro Samirin dan Jean
Nasution - yang status penyidikannya masih dalam proses;
6. Kasus tindak pidana perdagangan saham PT Primarindo Asia Infrastruktur
Tbk (BIMA) yang dilakukan oleh Judiono Tosin yang status penyidikannya
masih dalam proses.
Dari kasus-kasus yang ditemukan, baik berdasarkan laporan masyarakat, ataupun dari Bursa Efek
Jakarta, yang menilai adanya indikasi kecurangan yang dilakukan oleh pemain, maka
penyelesaian yang dilakukan oleh Bapepam terhadap seluruh kasus pasar modal yang pernah
terjadi, baik kasus perdata maupun yang berindikasi pidana, seringkali diberi putusan yang
bersifat administrasi, Walaupun pada awalnya pemeriksaan telah sampai pada tahap penyidikan,
yang dilakukan oleh tim penyidik Bapepam, namun pada akhirnya selalu diselesaikan tanpa
melalui proses Sistem Peradilan Pidana, tetapi diselesaikan di tingkat Bapepam, dengan dikenakan
hukuman atau sanksi denda administrasi.
Pertama, Bapepam sebagai lembaga yang berwenang untuk melakukan
pembinaan, pengaturan dan pengawasan pasar modal. Kewenangan ini harus
dilaksanakan oleh Bapepam dengan tujuan agar di dalam pasar modal tercipta
suatu pasar yang teratur, wajar, efesien dan melindungi pemodal dan
masyarakat, sementara itu pelaksanaan kewenangan Bapepam sebagai
lembaga pengawas dapat dilakukan secara preventif yaitu dalam bentuk
aturan, pedoman, bimbingan, pengarahan dan tindakan represif yaitu dalam
bentuk pemeriksaan, penyidikan dan penerapan sanksi-sanksi. Hal ini
sebagaimana dirumuskan oleh Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 503/KMK.01/1997 bahwa Badan Pengawas Pasar Modal
mempunyai tugas membina, mengatur dan mengawasi kegiatan pasar modal
sehari-hari dengan tujuan mewujudkan terciptanya kegiatan pasar modal yang
wajar, teratur dan efesien serta melindungi kepentingan pemodal dan
masyarakat sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan Menteri Keuangan
dan berdasarkan peraturan perundang-undanga.
Kedua, pengaturan tentang penerapan sanksi hukum di dalam UUPM
sebagai umbrella provision mengklasifikasi beberapa jenis sanksi yang dapat
dikenakan atas tindakan yang dilakukan oleh setiap pihak dalam pasar modal
yakni:
a. Sanksi administrasi dapat berupa peringatan tertulis, denda, pembatasan
kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha,
pembatalan persetujuan dan pembatalan pendaftaran.
b. Sanksi pidana terbagi atas pidana penjara yang ancamannya terdiri dari 3
(tiga) tahun, 5 (lima) tahun dan 10 (sepuluh) tahun, pidana kurungan yang
ancaman 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu
milyar rupiah), Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) dan Rp. 15.
000.000.000,- (lima belas milyar rupiah).
c. Sanksi perdata, dimana setiap pihak yang menderita kerugian sebagai
akibat dari pelanggaran atas UUPM dan peraturan pelaksananya dapat
menuntut ganti rugi baik sendiri-sendiri maupun bersama dengan pihak
lain yang memiliki tuntutan yang serupa terhadap pihak atau pihak-pihak
yang bertanggungjawab atas pelanggaran tersebut.
Mewujudkan terciptanya kegiatan pasar modal yang teratur, wajar dan
efesien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat sebagai tujuan
dari kegiatan pasar modal mewajibkan Bapepam melakukan pembinaan,
pengaturan dan pengawasan. Untuk itu, UUPM telah mengatur tentang
beberapa kewenangan dari Bapepam sebagai berikut: 19
a. Memberi izin usaha pada bursa efek, lembaga kliring dan penjamin,
lembaga penyimpan dan penyelesaian, reksa dana, perusahaan efek,
penasehat investasi dan biro administrasi efek, memberi izin orang
19
Lihat, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
perseorangan bagi wakil perantara pedagang efek, wakil penjamin emisi
efek, wakil manajemen investasi dan wakil agen penjual efek reksa dana,
memberikan persetujuan bagi bank kustodian.
b. Mewajibkan pendaftaran profesi penunjang pasar modal dan wali amanat.
c. Menetapkan persyaratan dan tata cara pencalonan dan memberhentikan
untuk sementara komisaris dan atau direktur serta menunjuk manajemen
sementara bursa efek, lembaga kliring dan penjamin, lembaga penyimpan
dan penyelesaian samapai dengan dipilihnya komisaris dan atau direktur
yang baru.
d. Menetapkan persyaratan dan tata cara pernyataan pendaftaran serta
menyatakan menunda atau membatalkan efektifnya pernyataan
pendaftaran.
e. Mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap pihak dalam hal
terjadi peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran terhadap UUPM
dan atau peraturan pelaksananya.
f. Mewajibkan setiap pihak untuk menghentikan atau memperbaiki iklan
atau promosi yang berhubungan dengan kegiatan pasar modal. Mengambil
langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi akibat yang timbul dari
iklan atau promosi dimaksud.
g. Melakukan pemeriksaan terhadap setiap emiten atau perusahaan publik
yang telah atau diwajibkan menyampaikan pernyataan pendaftaran kepada
Bapepam, atau pihak yang dipersyaratkan memiliki izin usaha, izin orang
perseorangan, persetujuan atau pendaftaran profesi berdasarkan UUPM.
h. Menunjuk pihak lain untuk melakukan pemeriksanaan tertentu dalam
rangka pelaksanaan wewenang Bapepam sebagaimana dimaksud dalam
hal melakukan pemeriksaan terhadap setiap emiten atau perusahaan publik
di atas.
i. Mengumpulkan hasil pemeriksaan.
j. Membekukan atau membatalkan pencatatan suatu efek pada bursa efek
atau menghentikan transaksi bursa atau efek tertentu untuk jangka waktu
guna melindungi kepentingan pemodal.
k. Menghentikan kegiatan perdagangan di bursa efek untuk jangka waktu
tertentu dalam hal keadaan darurat.
l. Memeriksa keberatan yang diajukan oleh pihak yang dikenakan sanksi
oleh bursa efek, lembaga kliring dan penjamin, lembaga penyimpanan dan
penyelesaian serta memberikan keputusan membatalkan atau menguatkan
pengenaan sanksi tersebut.
m. Menetapkan biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, pemeriksaan dan
penelitian serta biaya lain dalam rangka kegiatan pasar modal.
n. Melakukan tindakan yang dianggap perlu untuk mencegah kerugian
masyarakat sebagai akibat pelanggaran atas ketentuan di bidang pasar
modal.
o. Memberikan penjelasan lebih lanjut yang bersifat teknis atas UUPM atau
aturan pelaksananya.
p. Menetapkan instrumen lain sebagai efek selain yang telah ditentukan
dalam Pasal 1 angka 5 UUPM
q. Penyempurnaan kebijakan.
Ketiga, penyelesaian terhadap kasus-kasus pelanggaran yang dilakukan
oleh Bapepam, Bapepam lebih cenderung menyelesaikan persoalan tersebut
dengan menggunakan jalur di luar pengadilan (non penal), tapi, apabila pihak
pelanggar tidak dapat menyelesaikan sanksi administratif yang telah
dijatuhkan, maka pihak Bapepam akan menyelesaikan kasus tersebut ke
pengadilan (penyelesaian secara penal). Dapat dikatakan disini bahwa, pihak
Bapepam beranggapan bahwa hukum pidana tersebut sebagai senjata
pamungkas (Ultimum Remedium) di dalam penyelesaian kasus pelanggaran
perundang-undangan di pasar modal.
Wewenang Bapepam sebagai pengawas mensyaratkan adanya politik kriminal
untuk menanggulangi tindak pidana penipuan, artinya pelaksanaan kewenangan
secara represif di bidang pengawasan telah memposisikan Bapepam sebagai subsistem peradilan pidana (criminal justice system) dalam rangka berkerjanya hukum
pidana (asas fungsional). Bapepam sebagai lembaga yang mempunyai kekuasaan
sangat besar dan unik, Bapepam tidak hanya bertindak sebagai regulator tetapi juga
mempunyai
kekuasaan
Kepolisian
serta
dapat
bertindak
dan
berwenang
menggunakan kekuasaan yang sifatnya “quasi-judicial”. 20 Berdasarkan kewenangan
tersebut apabila terjadi pelanggaran perundang-undangan pasar modal atau ketentuan
di bidang pasar modal lainnya maka Bapepam sebagai penyidik akan melakukan
pemeriksaan terhadap pihak yang melakukan pelanggaran tersebut, hingga bila
memang terbukti akan menetapkan sanksi kepada pelaku tersebut.
Pemeriksaan yang dilakukan oleh Bapepam dapat berupa meminta keterangan
dan konfirmasi dari pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran,
mewajibkan pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran untuk
melakukan atau tidak melakukan tindakan kegiatan tertentu, memeriksa dan membuat
20
Hamud M. Balfas, Op.cit, hal. 5-6 bahwa kekuasaan Bapepam dapat dilihat dalam Pasal 5
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang memberikan kewenangan bagi
Bapepam antara lain untuk:
a. Memberikan izin kepada berbagai macam institusi yang diawasinya.
b. Mewajibkan dan menerima pendaftaran bagi profesi yang bermaksud melakukan kegiatan di
pasar modal.
c. Menetapkan persyaratan dan tata cara pencalonan direksi lembaga-lembaga di pasar modal
seperti bursa efek.
d. Menetapkan persyaratan dan tata cara dilakukannya pernyataan pendaftaran untuk
memungkinkan dilakukannya penawaran umum efek (termasuk disini adalah menyatakan,
menunda atau membatalkan efektifnya pernyataan pendaftaran).
e. Melakukan pemeriksaan dan penyidikan atas terjadinya pelanggaran atas UUPM, sehingga
dengan kekuasaannya ini Bapepam merupakan Polisi yang menegakkan hukum sebagai
Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
f. Menghentikan dan memperbaiki serta mengambil langkah-langkah sehubungan dengan
adanya iklan atau promosi yang berhubungan dengan kegiatan di pasar modal.
g. Membekukan atau membatalkan pencatatan efek di suatu bursa efek (termasuk juga
menghentikan perdagangan efek dan transaksi di bursa).
h. Memeriksa keberatan-keberatan yang diajukan oleh pihak-pihak yang dikenakan sanksi oleh
bursa dan lembaga-lembaga terkait dengan bursa seperti Lembaga Kliring dan Penjaminan
serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (termasuk membatalkan dan menguatkan
pengenaan sanksi tersebut).
i. Memberikan penjelasan lebih lanjut yang sifatnya tekhnis atas UUPM dan peraturan
pelaksananya.
j. Menetapkan instrumen lain sebagai efek. Kekuasaan ini akan sangat berguna karena dengan
kekuasaan ini Bapepam akan memberikan kehidupan bagi UUPM dalam mengarungi dunia
pasar modal yang memang sangat dinamis.
salinan terhadap catatan, pembukuan dan dokumen lain baik milik pihak yang diduga
melakukan atau terlibat pelanggaran, menetapkan syarat dan mengizinkan pihak yang
diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran untuk melakukan tindakan tertentu
yang diperlukan dalam rangka penyelesaian kerugian yang timbul. 21 Apabila dalam
pemeriksaan Bapepam berpendapat terdapat pelanggaran mengakibatkan kerugian
bagi kepentingan pasar modal dan membahayakan kepentingan inverstor (pemodal)
dan masyarakat, Bapepam akan menetapkan dimulainya tindakan penyidikan dengan
PPNS yang telah ditentukan sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan
berdasarkan ketentuan yang terdapat pada KUHAP. Hal ini sebagaimana diatur oleh
Pasal 100 ayat (1) dan ayat (2) UUPM yang menyatakan bahwa:
Ayat 1: “Bapepam dapat mengadakan pemeriksanaan terhadap setiap pihak
yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap
undang-undang ini dan atau peraturan pelaksananya”.
Ayat 2: “Dalam rangka pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
Bapepam mempunyai wewenang untuk:
a. meminta keterangan dan atau konfirmasi dari pihak yang diduga
melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap undangundang ini dan atau peraturan pelaksananya atau pihak lain apabila
dianggap perlu.
b. mewajibkan pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam
pelanggaran terhadap undang-undang ini dan atau peraturan
pelaksananya untuk melakukan atau tidak melakukan kegiatan
tertentu.
c. memeriksa dan atau membuat salinan terhadap catatan,
pembukuan dan atau dokumentasi lain baik milik pihak yang
diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap
21
Ibid, hal. 7 bahwa Bapepam mempunyai kewenangan seperti layaknya polisi dalam
melakukan pemeriksaan dan penyidikan. Bahkan dalam rangka pelaksanaan kewenangan penyidikan
yang dimilikinya, Bapepam dengan bantuan aparat penegak hukum lainnya dapat melakukan tindakantindakan yang lebih dari hanya pemeriksaan dan penyidikan seperti memerintahkan penangkapan.
undang-undang ini dan atau peraturan pelaksananya maupun milik
pihak lain apabila dianggap perlu dan atau.
d. menetapkan syarat dan atau mengizinkan pihak yang diduga
melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap undangundang ini dan atau peraturan pelaksananya untuk melakukan
tindakan tertentu yang diperlukan dalam rangka penyelesaian
kerugian yang timbul”
Kewenangan melakukan penyidikan setiap kasus pelanggaran peraturan
perundang-undangan pidana bagi Bapepam, diberikan oleh KUHAP seperti tercantum
di dalam ketentuan Pasal 6 ayat ayat (1) huruf b yang menyebutkan: “penyidik adalah
aparat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undangundang”. Kewenangan ini merupakan penjabaran dari fungsi Bapepam sebagai
lembaga pengawas. Tata cara pemeriksaan di bidang pasar modal dijelaskan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995. Bapepam akan melakukan pemeriksaan
apabila:
1. Ada laporan, pemberitahuan atau pengaduan dari pihak tentang adanya
pelanggaran peraturan perundang-undangan pasar modal.
2. Bila tidak dipenuhinya kewajiban oleh pihak-pihak yang memperoleh
perizinan, persetujuan atau dari pendaftaran Bapepam atau dari pihak lain
yang dipersyaratkan untuk menyampaikan laporan kepada Bapepam.
3. Adanya petunjuk telah terjadinya pelanggaran perundang-undangan di bidang
pasar modal.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995, meletakkan kebijakan kriminal
melalui hukum pidana terhadap tindak pidana pelanggaran pasar modal dalam Pasal
103 ayat (2), yaitu pelanggaran Pasal 23, Pasal 105, dan Pasal 109. Untuk jelasnya
akan dikutip berikut ini;
Pasal 103 ayat (2)
“Pelanggaran pasar modal disini adalah, pelanggaran terhadap Pasal 32 yaitu:
Seseorang yang melakukan kegiatan sebagai wakil penjamin efek. Wakil
perantara pedagang efek atau wakil menager inveatsi tanpa mendapatkan izin
Bapepam
Ancaman bagi pelaku adalah maksimum pidana selama 1 (satu) tahun kurungan
dan denda Rp. 1000.000.000.00.-(satu milyar rupiah)”
Pasal 105
“Pelanggaran pasar modal yang dimaksudkan disini adalah pelanggaran Pasal 42
yang dilakukan oleh Manajer investasi, atau pihak terafiliasinya, yaitu :
Menerima imbalan (dalam bentuk apapun), baik langsung maupun tidak
langsung yang dapat mempengaruhi manejer investasi itu untuk membeli atau
menjual efek untuk reksa dana.
Ancaman pidana berupa pidana kurungan maksimum 1 (satu) tahun kurungan dan
denda Rp. 1.000.000.000.00.-(satu milyar rupiah)”.
Pasal 109
“Yang dilanggar disini adalah perbuatan tidak mematuhi atau menghambat
pelaksanaan Pasal 100, yang berkaitan dengan kewenangan Bapepam dalam
melaksanakan pemeriksaan terhadap semua pihak yang diduga atau terlibat dalam
pelanggaran UUPM”.
Dianutnya pembagian delik atas dua macam yaitu delik kejahatan pasar
modal, dan delik pelanggaran pasar modal, menunjukkan bahwa UUPM mengikuti
ketentuan yang terdapat dalam KUHP yang merupakan hukum (ketentuan yang
umum, di satu sisi, tetapi dalam ketentuan mengenai sanksinya jauh berbeda). Di
dalam KUHP untuk delik pelanggaran tidaklah diancam dengan pidana kumulasi
seperti dalam UUPM ini, tetapi hanya hukuman kurungan paling lama satu tahun,
sedangkan dalam UUPM juga satu tahun kurungan tetapi dikumulasikan dengan
denda yang besar (1 milyar).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas dapatlah di
rumuskan beberapa pokok masalah yang akan di bahas dalam penulisan tesis
ini. Adapun perumusan masalah dalam penulisan ini adalah :
1. Bagaimana karakteristik tindak pidana pasar modal khususnya kejahatan
penipuan
yang
menyangkut
informasi
menyesatkan
(misleading
information)?
2. Bagaimana
tanggungjawab
Bapepam
sebagai
pelaksana
fungsi
pengawasan di pasar modal terhadap adanya informasi yang menyesatkan
(misleading information)?
3. Bagaimana penanggulangan tindak pidana penipuan di bidang pasar
modal melalui pendekatan sistem peradilan pidana?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah disampaikan di atas, maka
tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui karakteristik tindak pidana pasar modal khususnya
kejahatan penipuan yang menyangkut informasi menyesatkan (misleading
information).
2. Untuk mengetahui tanggungjawab Bapepam sebagai pelaksana fungsi
pengawasan di pasar modal terhadap adanya informasi yang menyesatkan
(misleading information).
3. Untuk mengetahui penanggulangan tindak pidana penipuan di bidang pasar
modal melalui pendekatan sistem peradilan pidana.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang berjudul analisis yuridis penanggulangan tindak
pidana penipuan di bidang pasar modal melaluli pendekatan sistem peradilan
pidana (criminal jusctice system) diharapkan akan memberikan manfaat
sebagai berikut:
1. Secara teoritis, penelitian ini akan memberikan informasi yang jelas
tentang penegakan hukum bagi pelaku kejahatan pasar modal khususnya
penipuan (fraund) dilihat dari perspektif hukum bisnis dan hukum pidana
sehingga tentunya akan memperkaya khasanah dan kemajuan bagi
kepentingan ilmu pengetahuan khususnya ilmu hukum dan lebih khusus
lagi ilmu hukum pidana;
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi para
akademisi, praktisi hukum dan instansi pemerintah dalam menentukan
langkah dan kebijakan hukum khususnya terhadap penanggulangan tindak
pidana penipuan di bidang pasar modal melalui pendekatan sistem
peradilan pidana (criminal justice system).
E. Keaslian Penelitian
Penulisan ini didasarkan pada ide, gagasan serta pemikiran penulis secara
pribadi dengan melihat perkembangan hukum di bidang bisnis khususnya pada
permasalahan penanggulangan tindak pidana penipuan di bidang pasar modal
melalui pendekatan sistem peradilan pidana (criminal justice system). Tulisan ini
bukanlah merupakan hasil ciptaan atau hasil penggandaan dari karya tulis orang
lain, Namun demikian ada beberapa judul yang membahas tentang kejahatan di
Pasar Modal diantaranya yakni Yasdan Rivai (NPM 077005044) dengan judul
kriminalisasi insider trading sebagai kejahatan pasal modal dan Abdurrahman
(NPM 027005001) dengan judul penentuan standar penipuan dalam pasar modal
Indonesia:
analisis
yuridis.
Berdasarkan
perumusan
masalah
yang
diidentifikasikan dan pendekatan penelitian yang telah dilakukan terdapat
perbedaan, karena itu keaslian penulisan ini terjamin adanya. Kalaupun ada
pendapat atau kutipan dalam penulisan ini karena hal tersebut sangat dibutuhkan
untuk penyempurnaan tulisan ini.
F. Landasan Teori dan Konsepsional
1. Landasan Teori
Peranan hukum dalam pembangunan ekonomi pada umumnya dan
khususnya pasar modal tidak dapat dipisahkan dari penegakan hukum di bidang
pasar modal itu sendiri, terutama dalam rangka pelaksanaan kinerja dalam pasar
modal yang sangat jelas di atur oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal dan peraturan-peraturan pelaksanaannya. Salah satunya
adalah kewenangan
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) sebagaimana
diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
memegang peranan penting dalam mengatur, membina dan mengawasi segala
kegiatan dari para pelaku Pasar Modal, di mana Perusahaan yang memasuki Pasar
Modal bertanggung jawab kepada Bapepam atas segala aktivitasnya. 22
Prinsip keterbukaan telah menjadi fokus sentral dari Pasar Modal itu
sendiri dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal juga
mengatur mengenai prinsip keterbukaan. Pelanggaran peraturan prinsip
keterbukaan dapat dikategorikan dalam penipuan dan umumnya pelanggaranpelanggaran peraturan prinsip keterbukaan adalah pernyataan menyesatkan dalam
bentuk pernyataan yang salah (misrepresentation) atau penghilangan (omission)
fakta material, baik dalam dokumen-dokumen penawaran umum maupun dalam
perdagangan saham. Pernyataan yang demikian itu dapat menciptakan gambaran
yang salah tentang kualitas emiten, manajemen dan potensi ekonomi emiten. Oleh
karena itu, peraturan pelaksanaan prinsip keterbukaan membuat larangan atas
22
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Op.cit, hal. 58.
perbuatan misrepresentation dan omission. 23 Penekanan untuk mencermati
pelaksanaan prinsip keterbukaan dalam pasar modal Indonesia adalah langkah
yang tepat dilakukan, mengingat terdapatnya berbagai masalah yang timbul dalam
pelaksanaan prinsip keterbukaan. Tanpa upaya pembenahan prinsip keterbukaan
terhadap masalah-masalah yang timbul menyebabkan tujuan prinsip keterbukaan
tidak tercapai dan pada akhirnya mengakibatkan pasar modal mengalami distorsi
atau menjadi tidak efesien.
Tujuan penegakan prinsip keterbukaan untuk menjaga kepercayaan
investor sangat relevan ketika munculnya ketidakpercayaan publik terhadap pasar
modal yang pada gilirannya mengakibatkan pelarian modal (capital flight) secara
besar-besaran dan seterusnya dapat mengakibatkan kehancuran pasar modal
(bursa
saham).
Sebab
ketidakadaan
atau
ketertutupan
informasi
akan
menimbulkan ketidakpastian investor. Untuk menghindari keadaan yang
demikian maka peraturan prinsip keterbukaan harus ditegakkan karena peraturan
prinsip keterbukaan secara substansial dapat memberikan informasi pada saat-saat
yang telah ditentukan dan lebih penting peraturan prinsip keterbukaan mengatur
tentang pengawasan, waktu, tempat dan dengan cara bagaimana perusahaan
melakukan keterbukaan. 24
Pemahaman
menyangkut
keterbukaan
dalam
pembenaran
prinsip
keterbukaan secara akurat dan penuh diperkirakan dapat merealisiasikan tujuan
23
24
Bismar Nasution, Prinsip Keterbukaan dalam Pasar Modal, Op.cit, hal. 73
Ibid, hal. 28
prinsip keterbukaan dan mengatasi timbulnya pernyataan yang menyesatkan
(misleading) bagi investor, hal ini dapat dilihat dari pengamatan Coffee tentang
perlunya sistem keterbukaan wajib adalah suatu teori sederhana yang dapat
menjelaskan bagaimana sistem keterbukaan difokuskan sebagai berikut: 25
1. Informasi memiliki berbagai karakteristik dari suatu barang umum (public good),
maka penelitian saham cenderung kurang tersedia. Kurangnya ketersediaan
informasi bukan berarti bahwa informasi yang diberikan emiten tidak dapat
diverifikasi secara optimal dan bahwa kurangnya upaya yang dilakukan terhadap
pencarian informasi material dari sumber emiten. Sistem keterbukaan wajib dapat
dilihat sebagai suatu starategi pengurangan biaya dengan konsekuensi masyarakat
mensubsidi biaya pencarian guna menjamin adanya informasi dalam jumlah besar
dan pengujian akurasi yang lebih baik.
2. Ada dasar substansial untuk dipercaya bahwa ketidakefesienan yang lebih besar
akan terjadi tanpa sistem keterbukaan wajib karena biaya sosial yang berlebih
akan dikeluarkan investor untuk mengejar laba perdagangan. Sebaliknya
pengkolektipan dapat mengurangi social waste yang timbul dari kesalahan alokasi
sumber daya ekonomi untuk mencapai tujuan ini.
3. Teori self-induced disclosure, yang sekarang populer di antara para teoritisi
perusahaan dan sebagaimana diyakini oleh Easterbrook dan Fischel hanya
memiliki validitas terbatas. Suatu kelemahan khusus dalam teori tersebut adalah
mengabaikan signifikasi kontrol perusahaan dan terlalu banyak menganggap
bahwa kepentingan manajer dan pemegang saham dapat diluruskan secara
sempurna. Pada kenyataannya, prasyarat besar yang ditentukan oleh para teoritisi
ini diperlukan untuk efektifnya sistem keterbukaan sukarela (disclosure valuntary
system) seperti tidak memuaskan. Walapun manajemen dapat dipengaruhi melalui
incentive contract device untuk mengidentifikasi kepentingan diri sendiri dengan
memaksimalkan nilai saham, namun manajemen masih memiliki kepentingan
dalam mengakuisisi penyertaan pemegang saham pada suatu harga diskon,
sedikitnya sepanjang manajemen masih dapat melakukan insider traiding atau
leveraged buyouts. Karena insentif bagi keduanya mungkin masih kuat maka
masalah akan muncul sebab manajemen mendapatkan keuntungan dengan
memberikan sinyal yang salah terhadap pasar.
25
Ibid, hal. 24-26 bahwa pengamatan Coffee tentang perlunya mempertahankan sistem
keterbukaan wajib dapat dijadikan sebagai