TUGAS BAHASA INDONESIA TENTANG KARAKTERI

TUGAS BAHASA INDONESIA
TENTANG
KARAKTERISTIK KARYA SASTRA SETIAP ANGKATAN

DI SUSUN OLEH :
1. ANNISAH MEYLIANA
2. NOER KHOTIJAH
3. DIAH UTAMI
4. FITRIYANIH
5. MELIYANA SARI
KELAS : XII IPS 6

SMAN 5 KABUPATEN TANGERANG
2016

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah rahmat dan
karunia-Nya sehingga tugas ini dapat terselesaikan dengan waktu yang telah ditentukan .
Kami berharap semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi para pembaca agar dapat mengetahui

dan memahami masa periodisasi sastra.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan tugas ini banyak terdapat
kekurangan, khususnya menyangkut masalah pembahasan periodisasi sastra yang
kesemuanya itu disebabkan oleh minimnya pengetahuan kami, maka dari itu kami butuhkan
saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini. Akhir kata kami ucapkan .
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh .

BALAI PUSTAKA
Pengertian Balai Pustaka
Balai Pustaka (Ejaan Van Ophuijsen: Balai Poestaka, bahasa Jawa ejaan lama: Balé
Poestaka) adalah sebuah perusahaan penerbitan dan percetakan milik negara. Balai Pustaka

didirikan dengan nama Commissie voor de Volkslectuur (bahasa Belanda: "Komisi untuk
Bacaan Rakyat") oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 14 September 1908.
Commissie voor de Volkslectuur kemudian berubah menjadi "Balai Poestaka" pada tanggal 22
September 1917. Balai Pustaka menerbitkan kira-kira 350 judul buku per tahun yang meliputi
kamus, buku referensi, keterampilan, sastra, sosial, politik, agama, ekonomi, dan penyuluhan.
Menurut Menteri BUMN, Mustafa Abubakar, Balai Pustaka kini terancam bangkrut dan akan

dilikuidasi karena terus mengalami kerugian.
Balai Pustaka berawal dari komisi pemerintahan Kolonial Belanda yang ingin memberikan
bacaan buat para pribumi dan bacaan Rakyat. Balai Pustaka muali dibentuk pada 14
September 1908, pada awal pembentukannya, Balai Pustaka Masih bernama awal Commissie
Voor De Inlandsche en Volkslecturr yang di ketuai oleh Dr. G.A.J. Hazeu. Balai Pustaka
resmi di buka sesudah mendapatkan keputusan dari Gubernemen. Sejak saat itu, Balai
Pustkana mulai memproduksi bacaan-bacaan yang memiliki unsur moral dan budaya. Sejak
saat itu juga muncul berbagai sastrawan yang menerbitkan karya-karyanya Melalui Balai
Pustaka. Pada tahun 1917, Nama Balai Pustaka resmi digunakan untuk mengganti nama lama
yang masih menggunakan Bahasa Belanda.
Tujuan utama didirikannya Balai Pustaka adalah untuk menyingkirkan bacaan-bacaan sastra
Melayu Rendah yang kental dengan kisah Cabul, dan mayoritas isinya menyinggung
pemerintahan dan memiliki unsur politis tertentu. Balai Pustaka juga mendirikan Komisi
Bacaan Rakyat, yang bertujuan untuk menghanyutkan rakyat Indonesia ke dalam perintah
Belanda melalui tulisan-tulisan atau buku-buku yang menguntungkan pihak Belanda. Selain
itu, Belanda juga menerjemahkan beberapa Sastra Eropa ke Bahasa Indonesia, agar rakyat
Indonesia melupakan identitas dan informasi bangsanya sendiri.
Ciri-ciri Sastra Angkatan Balai Pustaka
Jenis sastra periode ini terutama adalah roman dan juga cerita pendek, namun
jumlahnya masih sangat minim. Puisi berupa syair dan pantun juga pada umumnya disisipkan

dalam roman-roman untuk memberi nasihat kepada pembaca, yang bersifat tradisional.
Adapun konsep pemikiran dan ciri-ciri angkatan Balai Pustaka, adalah sebagai berikut:
Ciri-ciri Intrinsik
1. Gaya bahasanya mempergunakan perumpamaan klise, pepatah-pepatah, dan
peribahasa, namun mempergunakan bahasa percakapan sehari-hari yang lain dari
bahasa hikayat sastra lama;
2. Alur roman sebagian besar alur lurus, ada juga yang menggunakan alur sorot balik,
tetapi sedikit;
3. Teknik penokohan dan perwatakannya banyak mempergunakan analisis langsung dan
diskripsi fisik, tokoh-tokohnya berwatak datar;
4. Pusat pengisahannya umumnya mempergunakan metode orang ketiga yang bersifat
romantik ironik lebih-lebih roman awal, pelaku-pelaku cerita diperlakukan seperti
boneka, misalnya Siti Nur baya. Ada juga pengisahan dengan metode orang pertama,
misalnya Di Bawah Lindungkan Ka’bah, tetapi yang menggunakan metode ini sedikit
sekali;

5. Banyak digresi, yaitu banyak sisipan peristiwa yang tidak berhubungan langsung
dengan isi cerita, seperti uraian adat, dongeng-dongeng, syair, dan pantun nasihat;
6. Bersifat didaktis, sifat ini berpengaruh sekali pada gaya penceritaan dan struktur
penceritaannya. Semuanya ditunjukkan kepada pembaca untuk memberi nasihat; dan

7. Bercorak romantis, melarikan diri dari masalah-masalah kehidupan sehari-hari yang
menekan.
Ciri-ciri Ekstrinsik
1. Bermasalah adat, terutama masalah adat kawin paksa, permaduan, dan sebagainya;
2. Pertentangan paham antara kaum tua dan kaum muda. Kaum tua mempertahankan
adat lama, sedangkan kaum muda menghendaki kemajuan menurut paham kehidupan
modern;
3. Latar cerita pada umumnya latar daerah, pedesaan, dan kehidupan daerah;
4. Cerita bermain di zaman sekarang, bukan di tempat dan zaman antah-berantah; dan
5. Cita-cita kebangsaan belum dipermasalahkan, masalah-masalah bersifat kedaerahan.
Ciri-ciri Global
1.
Agak dinamis.
2.
Bercorak pasif-romantik. Ini berarti bahwa cita-cita baru senantiasa terkalahkan
oleh adat lama yang membeku, sehingga merupakan angan-angan belaka. Itulah
sebabnya dalam mencapai cita-citanya, pelaku utama senantiasa kandas, misalnya
dimatikan oleh pengarangnya.
3.
Mempergunakan bahasa Melayu baru, yang tetap dihiasi ungkapan-unngkapan klise

serta uraian-uraian panjang.
4.
Menilik bentuknya, kesusastraan angkatan Balai Pustaka ini mempunyai ciri-ciri:
a. Para penyairnya masih banyak yang mempergunakan bentuk-bentuk puisi lama,
pantun dan syair, seperti terlihat pada karya Tulis Sutan Ati, Abas, Sutan
Pamunjtak.
b. Bentuk puisi barat yang tidak terlalu terikat oleh syarat-syarat, seperti puisi
lama, mulai dipergunakan oleh para penyair muda. Para penyair baru ini
dipelopori oleh Moh. Yamin, yang mempergunakan bentuk sonata dalam
kesusastraan Indonesia.
c. Bentuk prosa yang memegang peranan pada masa kesusastraan angkatan Balai
Pustaka adalah Roman. Roman angkatan ini bertema perjuangan atau
perlawanan terhadap adat istiadat lama, misalnya kawin paksa.
Tokoh-tokoh angkatan Balai Pustaka beserta hasil karyanya
Menurut Rosidi (1986: 37) tokoh-tokoh yang termasuk dalam angkatan Balai Pustaka
diantaranya adalah:
1.
Nur Sutan Iskandar
Lahir di Maninjau tahun 1893
Hasil karyanya:

a.

Karangan asli

Salah pilih (dikarang dengan nama samaran Nur Sinah tahun 1928), Karena Mertua (tahun
1932), Hulubalang Raja (novel sejarah oleh Teeuw dipandang yang terbaik), Katak Hendak
Jadi lembu, Neraka Dunia (1973), Cinta tanah Air (novel yang terbit pada jaman Jepang
tahun1944), Mutiara (1946), Cobaan (1947), Cinta dan Kewajiban (dikarang bersama dengan
I.Wairata).
b.
Karangan terjemahan
Anjing Setan – A. Canon Doyle, Gidang Intan Nabi Sulaiman – Rider Haggard, Kasih
Beramuk dalam Hati – Beatrice Harraday, Tiga Panglima Perang - Alexander Dumas, Graaf
De Monto Cristo – Alexander Dumas, Iman dan Pengasihan – H Sien Klewiex, Sepanjang
Gaaris kehidupan – R Casimir.
c.
Karangan saduran
Pengajaran Di Swedwn – Jan Lightair, Pengalaman Masa Kecil – Jan Lighard, Pelik-pelik
Kehidupan – Jan Lighard, Si Bakil – Moliere Lavare, Abu Nawas, Jager Bali, Korban Karena
Penciiptaan, Apa Dayaku karena Aku Seoarng Perempuan, Dewi Rimba

d.
Catatan harian
Ujian Masa (21-7-1947 s/d 1-4-1948)
2.
Abdul Muis
Lahir di Minangkabau
Hasil karyannya : Salah Asuhan (1928), Pertemuan Jodoh (1933), Suropati (1950) - novel
sejarah, Robert Anak suropati (1953) – novel sejarah, Sebatang Kara (Hector Mallot) –
karangan terjemahan.
3.
Marah Rusli
Lahir di Padang 7 Agustus 1989 dan meninggal di Bandung 17 Januari 1968.
Karya-karyanya: Siti Nurbaya (1922) – Sub judul Kasih Tak Sampai, Anak dan Kemenakan
(1956), Memang Jodoh – La Harni (1952).
4.
Aman Datuk Majaindo
Lahir di Solok pada tahun 1896.
Karya-karyanya: Si Doel Anak Betawi (cerita anak-anak), Anak Desa (cerita anak-anak), Si
Cebol Rindukan Bulan (1934), Menebus Dosa, Perbuatan Dukun - Rusmala dewi (dikarang
bersama S. Harja Sumarta), Sebabnya Rapiah Tersesat (1934), Syair Si Banso (Gadis

Durhaka) terbit tahun 1931 – Kumpulan Syair, Syair Gul Bakawali (1936) – Kumpulan Syair.
5.
Muhammad Kasim
Lahir tahun 1886
Karya-karyanya : Pemandangan Dunia Anak-anak, Teman Dukun (kumpulan cerpen), Muda
Terung, Pengeran Hindi, Niki Bahtera.
6.
Tulis Sutan Sati
Hasil karyanya:
Karangan yang berbentuk novel:
Tidak Membalas Guna (1932), Memutuskan Pertalian (1932), Sengsara Membaaw Nikmat
(1928).
Cerita lama yang disadur dalam bentuk syair:
Siti Marhumah yang Saleh, Syair Rosida.

Hikayat lama yang ditulis kembali dalam bentuk prosa liris:
Sabai Nan Aluih
7.
Selasih dan Sa’adah Alim
Selasih sering memakai nama samaran Seleguri atau Sinamin. Lahir tahun 1909

Karya-karyanya:
Kalau
Tak
Ujung
(1933),
Pengaruh
Keadaan
(1973).
Sa’adam Alim
Karya-karyanya: Pembalasannya (1941) – sebuah sandiwara, Taman Penghibur Hati (1941) –
kumpulan cerpen, Angin Timur angina Barat (Preal S. Buck) – karya terjemahan.
8.
Merari Siregar
Hasil karyanya: Azab dan Saengsara (1920)
9.
I Gusti Njoman Pandji Tisna
Karya-karyanya: Ni Rawi Ceti Penjual Orang (1935), I Swasta Setahun di Bedahulu (1941),
Sukreni Gadis Bali, Dewi Karuna (1938), I Made Widiadi (Kembali Kepada Tuhan)
10. Paulus Supit
Hasil karyanya: Kasih Ibu (1932)

11. Suman H.S
Lahir di Bengkalis
Karya-karyanya: Kasih Tak Terlarai (1929), Percobaan Saetia (1931), Mencari Pencuri Anak
Perawan (1932), Kawan Bergelut (1938) – Kumpulan Cerpen.
12. H.S.Muntu
Hasil karyanya: Pembalasan (1935), Karena Kerendahan Budi (1941)
Authors and works of the Balai Pustaka Generation
Merari Siregar
Tulis Sutan Sati
Azab dan Sengsara (1920)
Tak Disangka (1923)
Binasa kerna Gadis Priangan (1931)
Sengsara Membawa Nikmat (1928)
Cinta dan Hawa Nafsu
Tak Membalas Guna (1932)
Marah Roesli
Memutuskan Pertalian (1932)
Sitti Nurbaya (1922)
Djamaluddin Adinegoro
La Hami (1924)

Darah Muda (1927)
Anak dan Kemenakan (1956)
Asmara Jaya (1928)
Muhammad Yamin
Abas Soetan Pamoentjak
Tanah Air (1922)
Pertemuan (1927)
Indonesia, Tumpah Darahku (1928)
Abdul Muis
Kalau Dewi Tara Sudah Berkata
Salah Asuhan (1928)
Ken Arok dan Ken Dedes (1934)
Pertemuan Djodoh (1933)
Nur Sutan Iskandar
Aman Datuk Madjoindo
Apa Dayaku karena Aku Seorang
Menebus Dosa (1932)
Si Cebol Rindukan Bulan (1934)
Perempuan (1923)
Sampaikan Salamku Kepadanya (1935)
Cinta yang Membawa Maut (1926)
Salah Pilih (1928)
Karena Mentua (1932)
Tuba Dibalas dengan Susu (1933)
Hulubalang Raja (1934)
Katak Hendak Menjadi Lembu (1935)
c.

Konsep Pemikiran dan Ciri-ciri Periode Balai Pustaka
Adapun konsep pemikiran dan ciri-ciri angkatan Balai Pustaka, adalah sebagai
berikut:
1. Agak dinamis.

2. Bercorak pasif-romantik. Ini berarti bahwa cita-cita baru senantiasa terkalahkan oleh adat
lama yang membeku, sehingga merupakan angan-angan belaka. Itulah sebabnya dalam
mencapai cita-citanya, pelaku utama senantiasa kandas, misalnya dimatikan oleh
pengarangnya.
3. Mempergunakan bahasa Melayu baru, yang tetap dihiasi ungkapan-unngkapan klise serta
uraian-uraian panjang.
Menilik bentuknya, kesusastraan angkatan Balai Pustaka ini mempunyai ciri-ciri:
a. Para penyairnya masih banyak yang mempergunakan bentuk-bentuk puisi lama, pantun
dan syair, seperti terlihat pada karya Tulis Sutan Ati, Abas, Sutan Pamunjtak.
b. Bentuk puisi barat yang tidak terlalu terikat oleh syarat-syarat, seperti puisi lama, mulai
dipergunakan oleh para penyair muda. Para penyair baru ini dipelopori oleh Moh. Yamin,
yang mempergunakan bentuk sonata dalam kesusastraan Indonesia.
c. Bentuk prosa yang memegang peranan pada masa kesusastraan angkatan Balai Pustaka
adalah Roman. Roman angkatan ini bertema perjuangan atau perlawanan terhadap adat
istiadat lama, misalnya kawin paksa.

ANGKATAN PUJANGGA BARU
Pengertian Angkatan Pujangga Baru
Menurut J.S. Badudu (1984 : 47), Pujangga baru adalah nama majalah sastra dan
kebudayaan yang terbit antara tahun 1933 sampai dengan adanya pelarangan oleh pemerintah
Jepang (1942) setelah tentara Jepang berkuasa di Indonesia. Adapun pengasuhnya antara lain
Sultan Takdir Alisjahbana, Armein Pane , Amir Hamzah dan Sanusi Pane. Jadi Pujangga Baru
bukanlah suatu konsepsi ataupun aliran. Namun demikian, orang-orang atau para pengarang
yang hasil karyanya pernah dimuat dalam majalah itu, dinilai memiliki bobot dan cita-cita
kesenian yang baru dan mengarah kedepan. Hanya untuk memudahkan ingatan adanya
angkatan baru itulah maka dipakai istilah Angkatan Pujangga Baru, yang tak lain adalah
orang-orang yang tulisan-tulisannya pernah dimuat didalam majalah tersebut. Pujangga baru
sebagai nama majalah bukanlah satu – satunya majalah yang ada di tanah air. Sebelumnya
sudah ada majalah-majalah seperti Sri Pustaka, Panji Pustaka,Timbul dan banyak lagi yang
lainnya.
Pujangga Baru pembawa suara dan semangat baru, cita-cita,konsepsi dan pikiranpikiran unruk memajukan sastra Indonesia. Di awal terbitnya majalah ini menggunakan sub
titel “ majalah kesusastraan dan bahasa serta kebudayaan umum”. Penerbitan pada tahun
kedua sub titlenya diubah menjadi “ pembawa semangat baru dalam kesusastraan, seni,
kebudayaan, dan sosiaal masyarakat umum”. Pada tahun ketiga, sub titlenya adalah “

pembimbing semangat baru yang dinamis untuk membentuk kebudayaan baru,kehidupan
persatuan Indonesia. Majalah itu diterbitkan oleh Pustaka Rakyat, suatu badan yang memang
mempunyai perhatian terhadap masalah-masalah kesenian. Tetapi seperti telah disinggung
diatas, pada zaman pendudukan Jepang majalah Pujangga Baru ini dilarang oleh pemerintah
Jepang dengan alasan karena kebarat-baratan. Namun setelah Indonesia merdeka, majalah ini
diterbitkan lagi (hidup 1948 s/d 1953), dengan pemimpin Redaksi Sutan Takdir Alisjahbana
dan beberapa tokoh-tokoh angkatan 45 seperti Asrul Sani, Rivai Apin dan S. Rukiah.
Mengingat masa hidup Pujangga Baru ( I ) itu antara tahun 1933 sampai dengan zaman
Jepang , maka diperkirakan para penyumbang karangan itu paling tidak kelahiran tahun
1915-an dan sebelumnya. Dengan demikian, boleh dikatan generasi Pujangga Baru adalah
generasi lama.
Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh
Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya
sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru
adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis. Pada masa itu, terbit pula majalah Pujangga
Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, beserta Amir Hamzah dan Armijn Pane.
Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930 – 1942), dipelopori oleh
Sutan Takdir Alisyahbana, dkk.
Masa ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu :
1.
Kelompok “Seni untuk Seni” yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir
Hamzah
2.
Kelompok “Seni untuk Pembangunan Masyarakat” yang dimotori oleh Sutan Takdir
Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi.
Karakteristik Pujangga Baru
Pujangga Baru merupakan tempat berkumpulnya sejumlah pengarang yang memiliki
keanekaragaman suku bangsa, agama, kepercayaan yang tersebar di seluruh Indonesia.
Mereka mempunyai cita-cita yang sama, yaitu membentuk kebudayaan baru, kebudayaan
Indonesia. Dalam memajukan kebudayaan, khususnya sastra Indonesia para pengarang
menerima pengaruh secara eksternal seperti terlihat dari karya-karya Sutan Takdir
Alisyahbana, J.E. Ta Tengkeng ataupun Armyn Pane. Disamping itu pengaruh internal juga
cukup kuat, seperti terlihat dalam karyanya Amir Hamzah dan sejumlah pengarang yang
lainnya. Sebagai akibat dari pengaruh dari luar dan dalam ini, maka terjadi akulturasi budaya,
yaitu pergeseran budaya di bidang sastra. Para pengarang dan penyair yang sebelumnya
banyak berfikir soal kedaerahan, sejak jaman Pujangga Baru mulai mengarah pada hal-hal
yang bersifat nasional dan universal.
Ciri-ciri karya sastra periode Angkatan Pujangga Baru meliputi dua aspek, yaitu ciri
struktur estetik dan ciri ekstra estetik.
a. Ciri Struktur Estetik
1. Bentuknya teratur rapi, simetris.
2. Mempunyai persajakan akhir.
3. Banyak menggunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang lain.
4. Sebagai besar puisi empat seuntai.
5. Tiap-tiap barisnya terdiri atas dua periodus dan terdiri atas sebuah gatra (kesatuan
sintaktis)
6. Tiap gatranya pada umumnya terdiri atas dua kata.
7. Pilihan katanya menggunakan “kata-kata Pujangga” atau “bahasa nan indah”.
8. Gaya ekpresinya beraliran romantik.
9. Gaya sajak Pujangga Baru diafan atau polos, tidak mempergunakan kata-kata kiasan yang
bermakna ganda, kata-katanya serebral, hubungan kalimat kalimatnya jelas.

b. Ciri Struktur EkstraEstetik
A. Masalahnya bersangkut-paut dengan kehidupan masyarakat kota, seperti
masalah percintaan, masalah individu manusia, dan sebagainya.
B. Ide nasionalisme dan cita-cita kebangsaan banyak mengisi sajak-sajak Pujangga Baru.
C. Ide keagamaan menonjol.
D. Curahan perasaan atau curahan jiwa tampak kuat : kegembiraan, kesedihan, kekecewaan,
dan sebgainya.
E. Sifat didaktis masih tampak kuat.
Dilihat kedua ciri struktur estetik dan ekstra estetik maka dapat diuraikan
secara umum karaterisrik dari periode Angkatan Pujangga Baru.
1. Tema pokok ceritanya tidak lagi berkisar pada masalah adat, tetapi masalah kehidupan
kota atau modern. Hal ini dapat kita ketahui pada karya Sanusi Pane yang bejudul
“Manusia Baru”, pada karya Sutan Takdir Alisyabana yang berjudul “ Layar
Berkembang” dan lain-lainnya.
2. Mengandung nafas kebangsaan atau unsur nasional. Hal ini terlihat dalam
karyanya Asmara Hadi yan berjudul “ Dalam Lingkungan Kawat Berduri”, pada karya
Selasih yang berjudul “Pengaruh Keadaan”, dan karya A. Hasmy kumpulan sajak
berjudul “ Kawat Berduri”.
3. Memiliki kebebasan dalam menentukan bentuk dan isi. Adanya kebebasan ini
merangsang tumbuhnya keanekaragaman karya sastra, seperti novel, cerpen, puisi, kritik
dan esai.
4. Bahasa sastra Pujangga Baru adalah bahasa Indonesia yang hidup dalam masyarakat,
seperti kosa kata, kalimat dan ungkapan-ungkapan yang digunakan baru dan hidup.
5. Romantik idealisme menjadi cirinya juga. Dalam melukiskan sesuatu dengan bahasa
yang indah-indah, tetapi sering terasa berlebihan.
6. Pengaruh asing yang cukup kuat adalah negeri Belanda.

Sastrawan-satrawati angkatan pujangga baru
1. Sutan Takdir Alisyahbana
Kelahiran natal, sumatra utara. 11 februari 1908, meninggal dijakarta 17 juli 1986. Ia sangat
terkenal dengan roman bertendennya layar terkembang(1936).
2. Amir Hamzah
Dilahirkan ditanjung pura, langkat, sumatra utara, 28 februari 1911. Penyair berdarah biru
yang dijuluki “Raja Penyair Pujangga Baru” oleh H.B Jassin dan “Pangeran Dari Seberang”
oleh N.H. Dini ini, mewariskan kita kumpulan-kumpulan sajak: Buah Rindu, Nyanyian Sunyi
dan Setanggi Timur.
3. Sanusi Pane
Dilahirkan dimuara sipongi sumatra utara, 14 November 1905. Meninggal dijakarta 2 januari
1968. Ia menulis naskah drama Sandyakalaning Majapahit, Kertajaya dan cerita bersetting
negerinya Rabindranath Tagore Manusia Baru.
4. Armijn Pane
Yaitu Adik kandung Sanusi Pane, dilahirkan dimuara sipongi, 18 agustus 1908, meninggal
dijakarta 11 februari 1970. Ia terkenal dengan roman psikologinya yang sempat
mencengangkan masyarakat yang moralis dan pernah terpalang Nota Rinkes karena terlalu
beraninya, berjudul belenggu.jinak-jinak merpati (kumpulan cerpen), gamelan bejiwa dan
jiwa berjiwa (keduanya kumpulan puisi). Dan kumpulan cerpen lainnya.
Sastrawan-sastrawati yang seangkatan dengan mereka adalah :

A. Yan engelbert tatengkeng, dilahirkan disangihe, sulawesi 19 Oktober 1907, meninggal
dimakasar, 16 maret 1968. Ia terkenal dengan kumpulan sajaknya Rindu
Dendam, kebanyakan puisinya bernfaskan religius kristiani.
B. Selasih/Sariamin, dilahirkan disumatra barat,31 juli 1909. dia tersohor dengan roman
sosialnya Pengaruh Keadaan dan Kalau Tak Untung.
C. Gusti Nyoman Anak Agung Panji Tisna, termasuk keturunan raja dibali. Lahir disingraja, 8
februari 1908, meninggal disingaraja 1976, terkenal dengan roman-romannya Sukreni Gadis
Bali, I Swasta Setahuin Di Bedahulu dan karya-karyanya yang lain.
D. Hanidah/Fatimah Hasan Delais, dilahirkan dibangka, 8 juni 1914, meninggal pada tahun
1953, terkenal dengan novel sosialnya berjudul Kehilangan Mestika.
E. Suaman Hs (hasibuan). Dilahirkan dibengkalis 1905, meninggal dipekanbaru 8 mei 1999,
termasyhur dengan karya-karya novelnya: Percobaan Setia, Kasih Tak Terlerai dan masih
banyak karyanya yang lain.
F. F.Marius Damis Dayoh, lahir di airmadidi, manahasa 1909, meninggal dibanding 18 Mei
1975. Ia menulis Sejarah Pahlawan Minahasa, peperangan orang minahasa dendan orang
spanyol (1931) dan sebagainya.
G. G.Saadah Alim, lhir dipadang, 9 Juni 1897, meninggal dijakarta18 Agustus 1968. Karyakaryanya: Drama Pembalasannya (1940); Terjemahan Novel Angin Timur Dan Angin Barat,
Marga Tidak Tegak Sendiri, Zulaika Menyingsingkan Lengan Bajunya.
Selain diatas ada lagi sastrawan yang berkarya pada tahun pujangga baru tidak
digolongkan sebagai sastrawan angkatan pujangga baru karena mereka mengorbit lewat jalur
lain serta punya konsep yang berbeda dengan pujangga baru, mereka dikenal sebagai
pengarang dan penyair islam. Mereka yang dimaksud yaitu :
1. Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), lahir dimaninjau, sumatra barat, 16
Februari1908. Meninggal dijakarta 24 Juli 1981, terkenal dengan karya sastra romantiknya,
bahasanya indah mendayu-dayu, cerita-ceritanya melankolis penuh dengan linangan air mata.
HAMKA adalah sastrawan dari kalangan agama yang menaikkan citra kepengarangan.
2. Muhammad Ali Hasymi, lahir diseulemium, aceh 28 Maret 1914, meninggal di banda aceh
18 Januari 1998. Terkenal dengan sanjaknya yang berjudul Menyesal.dan masih banyak
karya-karya lainnya.
3. Samadi, dilahirkan dimaninjau, sumatra barat 18 November 1918 hilang dalam peristiwa
PPRI 1957-1958,terkenal dengan sanjaknya Senandung Hidup.
4. Rifai Ali, lahir dipadang panjang, sumatra barat 24afril 1909, terkenal dengan kumpulan
puisinya Kata Hati (1941), Tuhan Ada (1968).
5. Matumona (Hasbullah Parinduri), lahir dimedan 21 Juni 1940, meninggal dijakarta 8
Juli1987. Ia pernah menjadi wartawan Pewarta Deli, Panji Pustaka, Selecta, merupakan
pendiri koran Pejuang Rakyat.Mutumona adalah pemimpin sandiwara Ratu Timur (Zaman
Belanda), Cahaya Timur dan Dewi Muda (Zaman Jepang).
Berikut ini adalah salah satu contoh karya sastra angkatan pujangga baru, karya Amir
Hamzah :
“PADAMU JUA”
Habis kikis
Segala cintaku hilang terbang
Pulang kembali aku padamu
Seperti dahulu
Kaulah kandil kemerlap
Pelita jendela di malam gelap

Melambai pulang perlahan
Sabar, setia selalu
Satu kekasihku
Aku manusia
Punya rasa
Rindu rupa
Di mana engkau
Rupa tiada
Suara sayup
Hanya kata merangkai hati
Engkau cemburu
Engkau ganas
Mangsa aku dalam cakarmu
Bertukar tangkap dengan lepas
Nanar aku gila sasar
Sayang berulang padamu jua
Engkau pelik menusuk ingin
Berupa dara di balik tirai
Kasihmu sunyi
Menunggu seorang diri
Lalu waktu – bukan giliranku
Matahari – bukan kawanku

ANGKATAN 45
Pengertian Angkatan 45
Pujangga Angkatan ’45 lahir dan tumbuh di saat revolusi kemerdekaan. Jiwa nasionalisme
telah mendarah daging, karena itu suaranya lantang dan keras.
Di zaman Jepang muncul sajak berjudul 1943 dari Chairil Anwar, prosa Radio Masyarakat
dari Idrus, dan drama Citra dari Usmar Ismail.
Pada tanggal 29 November 1946 di Jakarta didirikan Gelanggang oleh Chairil Anwar, Asrul
Sani,Baharudin, dan Henk Ngantung. Anggaran Dasarnya berbunyi:
Generasi Gelanggang terlahir dari pergolakan roh dan pikiran kita, yang sedang menciptakan
manusia Indonesia yang hidup. Generasi yang harus mempertanggungjawabkan dengan
sesungguhnya penjadian dari bangsa kita. Kita hendak melepaskan diri dari susunan lama
yang telah mengakibatkan masyarakat lapuk dan kita berani menantang pandangan, sifat, dan
anasir lama untuk menyalakan bara kekuatan baru.
Orientasi Pujangga Angkatan ’45 masih ke Barat, namun dalam penyerapan kebudayaan
Baratnya ini mengalami pemasakan dalam jiwa, sehingga lahir bentuk baru. Karena itu,
plagiat Chairil Anwar atas karya Archibald Mac Leish yang berjudul The Young Dead
Soldiers tidak kelihatan, yang menjelma menjadi sajak Krawang—Bekasi. Namun pula di

samping itu Chairil Anwar juga banyak berjasa dalam memodernisasi kesusastraan Indonesia,
dalam penjiwaannya yang menjulang tajam.
Setelah Chairil Anwar meninggal (Jakarta, 28 April 1949, dikuburkan di Karet), Surat
Kepercayaan Gelanggang baru diumumkan dalam warta sepekan SIASAT tanggal 23 Oktober
1950. dokumen inilah yang dijadikan tempat berpaling untuk dasar segala konsepsi nilai
hidup dan seni dari Angkatan ’45.
Karakteristik Karya Sastra Angkatan ‘45
a. Revolusioner dalam bentuk dan isi. Membuang tradisi lama dan menciptakan bentuk
baru sesuai dengan getaran sukmanya yang merdeka.
b. Mengutamakan isi dalam pencapaian tujuan yang nyata. Karena itu bahasanya pendek,
terpilih, padat berbobot. Dalam proses mencari dan menemukan hakikat hidup. Seni
adalah sebagai sarana untuk menopang manusia dan dunia yang sedalam-dalamnya.
c. Ekspresionis, mengutamakan ekspresi yang jernih.
d. Individualis, lebih mengutamakan cara-cara pribadi.
e. Humanisme universal, bersifat kemanusiaan umum. Indonesia dibawa dalam
perjuangan keadilan dunia.
f. Tidak terikat oleh konvesi masyarakat yang penting adalah melakukan segala
percobaan dengan kehidupan dalam mencapai nilai kemansiaan dan perdamaian dunia.
g. Tema yang dibicarakan: humanisme, sahala (martabat manusia), penderitaan rakyat,
moral, keganasan perang dengan keroncongnya perut lapar.

Peristiwa-Peristiwa Penting Yang Terjadi
a.
b.
c.
d.
e.

Penjajahan Jepang (1942—1945)
Proklamasi kemerdekaan (17 Agustus 1945)
Agresi Militer Belanda I dan II (21 Juli 1949 dan 18 Desember 1948)
Penyerahan kedaulatan RI (12 Desember 1949)
Gebrakan Chairil Anwar dengan bahasa puisinya yang pendek, padat, berbobot, dan
bernas dan struktur puisinya yang menyimpang dari pola sastra sebelumnya.
f. Diumumkannya Surat Kepercayaan Gelanggang pada 23 Oktober 1950.
Sastrawan-Sastrawan Angkatan ‘45
Di bawah ini beberapa sastrawan angkatan ’45 beserta karyanya.
a. Chairil Anwar (Kerikil Tajam dan Yang Terempas dan Yang Putus [1949], Deru Campur
Debu [1949], dll.)
b. Idrus (Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma [1948], Aki [1949], dll.)
c. Pramoedya Ananta Toer (Cerita dari Blora [1963], Keluarga Gerilya [1951], dll.)
d. Mochtar Lubis (Tidak Ada Esok [1982], Harimau! Harimau!, dll.)
e. Utuy Tatang Sontani (Suling [1948], dll.)
f. Achdiat K. Mihardja (Atheis [1958], dll.), dll.

Selain sastrawan yang disebutkan di atas, masih banyak lagi sastrawan Angkatan ’45 yang
belum disebutkan.
Relevansi Antara Sastra Angkatan ’45 Dengan Kehidupan Saat Ini
Pada masa kehidupan sastra angkatan ’45, kita ketahui berbagai macam peristiwa terjadi. Hal
ini menjadi nilai positif bagi sastrawan untuk berkarya secara bebas dan maksimal. Namun,
karya-karya dan peristiwa-peristiwa yang dialami mereka tidak selesai sampai di situ saja
karena ada kesamaan antara sastra Angkatan ’45 dengan kehidupan kita saat ini, antara lain
sebagai berikut.
a. Pada masa angkatan ’45, Chairil Anwar—si binatang jalang—walaupun melakukan suatu
gebrakan dengan bahasanya yang singkat tetapi bernas itu telah melakukan beberapa
kebohongan yang membuatnya dicap sebagai plagiator. ia menjiplak puisi The Young
Dead Soldiers Archibald Mac Leish dengan menggantinya dengan nama Krawang—
Bekasi.
b. Dalam kehidupan kita saat ini, penjiplakan-penjiplakan karya seperti ini sering terjadi.
Salah satu contoh perseteruan antara Ahmad Dhani (Dewa) dengan Yudhistira A.M.N.
akibat penjipakan yang dilakukan Dhani terhadap karya Yudhistira, Arjuna Mencari
Cinta.
c. Novel Harimau! Harimau! karya Mochtar Lubis yang mengisahkan tentang kebobrokan
seorang pemimpin yang dalam karya itu diperankan oleh tokoh antagonis, Wak Katok.
Wak Katok dalam karya Mochtar Lubis tersebut diceritakan sebagai pemimpin yang
merupakan dukun yang ahli membuat jimat dan juga seorang yang ksatria dan sakti.
Namun, pada akhir cerita, kebenaran bahwa Wak Katok adalah seorang dukun sakti tak
terbukti. Ini mengindikasikan kebohongan yang dilakukan Wak Katok karena telah
menipu masyarakat dengan ceritanya yang telah membunuh tiga ekor harimau hutan.
Bahkan Wak Katok sendiri harus rela dibunuh oleh seorang anak muda yang menjadi
pengikutnya.
d. Relevansi karya sastra tersebut dengan kehidupan kita di masa kini adalah banyak
pemimpin kita yang akhlaknya bobrok. Mulai dari kebohongan-kebohongan,
penyelewengan-penyelewengan, korupsi, hingga kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak
pada rakyat. Bahkan kekalahan Wak Katok oleh pemuda dapat kita analogikan sebagai
salah satu bentuk dari kekalahan rezim Soeharto dalam realitanya pada masa sekarang.
e. Novel Harimau! Harimau! mengajak kita untuk merenungi arti pemimpin yang
sebenarnya dan penghentian pe-mitos-an terhadap seorang pemimpin.
f. Pertentangan antara golongan tua dengan golongan muda yang terjadi antara sastrawan
Angkatan tua (Angkatan sebelum ‘45) dengan Angkatan muda (Angkatan ‘45). Angkatan
’45 menginginkan sastra Indonesia menjadi bagian sastra dunia yang universal, artinya
tidak hanya menjadi konsumsi bangsa Indonesia saja, tetapi juga dapat dinikmati oleh
masyarakat dunia. Sehingga mereka melakukan perombakan berupa pernyataan yang
terkandung dalam Surat Kepercayaan Gelanggang yang juga merupakan konsepsi
Angkatan ’45.
Ciri Karya Sastra Angkatan 45





terbuka,
pengaruh unsur sastra asing lebih luas dibandingkan angkatan sebelumnya,
bercorak isi realis dan naturalis, meninggalkan corak romantis,
sastrawan periode ini terlihat menonjol individualismenya,






dinamis dan kritis, berani menabrak pakem sastra yang mapan sebelumnya,
penghematan kata dalam karya,
lebih ekspresif dan spontan,
terlihat sinisme dan sarkasme, didominasi puisi, sedangkan bentuk prosa tampak
berkurang.

Contoh:
AKU
Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
(Chairil Anwar)
ANGKATAN 66
Pengertian Angkatan 66
Kenyataan sejarah membuktikan bahwa sejarah awal pertumbuhan sastra Indonesia, para
pengarang sudah menunjukkan perhatian yang cukup serius terhadap dunia politik. Nama
angkatan 66 pertama kali digunakan oleh H.B.Jassin. dalamangkatan 66:Prosa dan
Puisi. Dalam buku ini pertama kali H.B.Jassin menyampaikan penolakannya terhadap
angkatan 50 dengan mengutip pernyataan Ajip Rosidi dalam Simposium Sastra Pekan
Kesenian Mahasiswa di Jakarta pada tanggal 14 Agustus 1960. H.B.Jassin mengkritisi semua
konsepsi-konsepsi angkatan 50 dan angkatan terbarunya Ajip Rosidi dengan nada emosional
dan keras. Alasan utama penafsiran angkatan 50 dan angkatan terbaru adasah kedekatn massa
dengan angkatan sebelumnya yaitu angkatan 45 sehingga tidak ada konsep yang berlainan
dengan angkatan sebelumnya tersebut (Jassin, 2013: 17-8). Sebelum munculnya nama sastra
angkatan 66, WS Rendra dan kawan-kawannya dari Yogya pernah mengumumkan nama
sastra angkatan 50 pada akhir 1953. Nama ini tidak popular dan kemudian dilupakan orang.
Secara politis lahirnya angkatan ini dilatarbelakangi oleh pergolakan politik dalam
masyarakat dan penyelewengan-penyelewengan pemimpin-pemimpin Negara yang tidak
memiliki moral, agama, dan rasa keadilan demi kepentingan pribadi dan golongan.
Penyelewengan tersebut antara lain pelanggaran terhadap Pancasila sebagai dasar Negara dan
UUD 45 dengan memasukkan komunis sebagai sebuah nilai keindonesiaan yang tentu saja
melanggar sila pertama. Selain itu, pengangkatan Soekarno sebagai presiden seumur hidup
tidak sesuai dengan prinsip demokrasi. Hal-hal tersebut membuat Negara menjadi semakin
terpuruk dan rakyat menderita. Akhirnya, dengan semangat kebangkitan angkatan 66
masyarakat menolak kebudayaan didominasi oleh politik. Perlawanan ini dilakukan oleh
semua kalangan yang diawali oleh gerakan mahasiswa, selain selain pemberontakanpemberontakan di daerah-daerah seluruh Indonesia. Peristiwa politik tersebut berimplikasi
pada paham sastra yang berkembang pada masa tersebut. Terdapat dua kelompok, yaitu

golongan penulis yang terkumpul dalam lekra dan para seniman penandatangan manifest
kebudayaan. Selain itu, terdapat sastrawan yang tidak terkumpul pada keduanya yang tetap
pada posisi netral. Lekra, mulanya bukan lembaga budaya PKI. Menjadi salah satu media
dalam metode penyerangan terhadap berbagai bidang PKI yang agresif. Serangan dilakukan
pada orang-orang yang tidak bersedia mendukung PKI. Salah satu tokoh yang diserang
adalah Hamka.
Maka pada awal Agustus 1963 di Bogor dan di Jakarta diadakan pertemuan-pertemuan antara
tokoh budaya, pengarang dan seniman lainnya untuk membahas manifest kebudayaan.
Manifest kebudayaan adalah perlawanan-perlawanan yang dilakukan para budayawan dan
sastrawan akibat tekanan yang bertambah besar dari pihak komunis dan pemimpin bangsa
yang mau menyelewengkan negara. Hasil rumusan itu dibawa kedalam siding lengkap pada
tanggan 24 Agustus 1963. Selaku pimpinan sidang Gunawan Muhamad dan sekretarisnya
Bokor Hutasuhut siding memutuskan naskah manifest kebudayaan yang bunyinya sebagai
berikut.
1. Kami para seniman dan cendikiawan Indonesia dengan ini mengumumkan sebuah
Manifes Kebudayaan yang menyatakan pendirian, cita-cita dan politik Kabudayaan
Nasional kami.
2. Bagi kami kebudayaan adalah perjuangan untuk menyempurnakan kondisi hidup
manusia. Kami tidak mengutamakan salah satu sector kebudayaan di atas sector
kebudayaan yang lain. stiap sector berjuang bersama-sama untuk kebudayaan itu
sesuai dengan kodratnya.
3. Dalam melaksanakan kebudayaan nasional kami berusaha menciptakan dengan
kesungguhan yang sejujur-jujurnya sebagai perjuangan untuk mempertahankan dan
mengembangkan martabat dari kami sebagai bangsa Indonesia di tengah-tengah
masyarakat bangsa-bangsa.
4. Pancasila dalah falsafah kebudayaan kami.
Ciri-ciri Angkatan 66







Mulai dikenal gaya efik (bercerita), dan pada puisi muncul puisi-puisi balada.
Puisinya menggambarkan kemuraman (batin), hidup yang menderita
Prosanya menggambarkan maslah kemasyarakatan, misalnya tentang perekonomian
yang buruk, pengangguran, dan kemiskinan.
Cerita dengan latar perang dalam prosa mulai berkurang, dan pertentangan dalam
politik pemerintahan lebih banyak mengemuka.
Banyak terdapat penggunaangayaretorikdan slogan dalampuisi.
Munculpuisi mantra dan surealisme (absurd) pada awal tahun 1970-an yang banyak
berisi tentang kritik social dan kesewenang-wenangan terhadap kaum lemah.

Gaya Bahasa Agkatan 66
Menegakkan keadilan dan kebenaran berdasarkan Pancasiladan UUD 45, menentang
komunis medan kediktatoran, bersama Orde Baru yang dikomandani Jendral Suharto ikut

menumbangkan Orde Lama, mengikis habis LEKRA dan PKI. Sastra Angkatan ’66 berobsesi
menjadi Pancasilais sejati. Yang paling terkenal adalah “Tirani” dan “Benteng” antologi puisi
Taufiq Ismail. Hampir seluruh tokohnya adalah pendukung utama Manifes Kebudayaan yang
sempat berseteru dengan LEKRA.
Unsur Estetik Angkatan 66
Angkatan ini lahir diantara anak-anak muda dalam barisan perjuangan. Angkatan ini
mendobrak kemacetan-kemacetan yang disebabkan olehpemimpin-pemimpin yang salah
arus. Para mahasiswa mengadakan demonstrasi besar-besaran menuntut ditegakannya
keadilan dan kebenaran.
Ciri-ciri sastra padaangkatan 66 adalah:
 Bercorak perjuangan anti tirani
 Protes politik, anti kezaliman dan kebatilan
 Bercorak membela keadilan, mencintai nusa, bangsa Negara, dan persatuan.
 Berontak terhadap ketidakadilan.
 Pembelaan terhadap pancasila.
 Berisi protes social dan politik.
Mimbar
 Berisi pergolakan.
(Taufik Ismail)
 Menegakan keadilan dan pergerakan.
 Tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan.

Dari mimbar ini telahdibicarakan
Pikiran-pikiran
Hal diatasdisebutkan dalam
karya sastra padadunia
masa angkatan 66 antara lain: Pabrik (Putu
Suara-suara kebebasan
Wijaya), Ziarah (Iwan Simatupang),
Serta Tirani dan Benteng (Taufik
Ismail),ketakutan
Pariksit (Goenawan Mohamad), dan sebagainya.
Tanpa
Dibawah ini merupakan contoh puisi karyaTaufik Ismail:

Dari mimbar ini diputar lagi
Sejarah kemanusiaan
Pengembangan teknologi
Tanpa ketakutan
Di kampus ini
Telah dipahatkan
Kemerdekaan
Segala despot dan tirani
Tidak bias dirobohkan
Mimbar kami

Penulis dan Karya Sastra Angkatan 66
Abdul Hadi WM
 Laut Belum Pasang (kumpulan puisi)
 Meditasi (kumpulan puisi)
 Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur (kumpulan puisi)
 Tergantung Pada Angin (kumpulan puisi)
 Anak Laut Anak Angin (kumpulan puisi)
Sapardi Djoko Damono
 Dukamu Abadi (kumpulan puisi)
 Mata Pisau dan Akuarium (kumpulan puisi)
 Perahu Kertas (kumpulan puisi)
 Sihir Hujan (kumpulan puisi)
 Hujan Bulan Juni (kumpulan puisi)
 Arloji (kumpulan puisi)
 Ayat-Ayat Api (kumpulan puisi)
Goenawan Mohamad
 Interlude
 Parikesit





Potert Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (kumpulan esai)
Asmarandana
Misalkan Kita di Sarajevo

Umar Kayam
 Seribu Kunang-kunang di Manhattan
 Sri Sumarah dan Bawuk (kumpulan cerita pendek)
 Lebaran di Karet, di Karet (kumpulan cerita pendek)
 Pada Suatu Saat di Bandar Sangging
 Kelir Tanpa Batas
 Para Priyayi
 Jalan Menikung
Danarto
 Godlob
 Adam Makripat
 Berhala
Putu Wijaya
 Telegram
 Stasiun
 Pabrik
 Gres
 Bom
 Aduh (drama)
 Edan (drama)
 Dag Dig Dug (drama)
Iwan Simatupang
 Ziarah
 Kering
 Merahnya Merah
 Koong
 RT Nol/ RW Nol (drama)
 Tegak Lurus Dengan Langit
Arifin C. Noer
 Tengul (drama)
 Sungai Tanpa Dasar (drama)
 Kapai Kapai (drama)

Djamil Suherman
 Sarip Tambak-Oso
 Umi Kulsum (kumpulan cerita pendek)
 Perjalanan ke Akherat
 Sakerah
Taufik Ismail
 Jaket Berlumur Darah
 Harmoni
 Jalan Segara
 Karangan Bunga (kumpulan puisi)
 Salemba (kumpulan puisi)
SeorangTukang Rambutan Kepad aIstrinya (kumpulan puisi)

ANGKATAN 70
Pengertian Angkatan 70
Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Dami N. Toda. Menurut Dami angkatan 70
dimulai dengan novel-novel Iwan Simatupang, yang jelas punya wawasan estetika novel
tersendiri. Dalam angkatan 70-an mulai bergesernya sikap berpikir dan bertindak dalam
menghasilkan wawasan estetik dalam menghasilkan karya sastra bercorak baru baik dibidang
puisi , prosa maupun drama.
Pengarang yang dapat dikelompokan ke dalam akangkatan 70 adalah: Iwan Simatupang, W.
S. Rendra, Sutarji Calzoum Bachri, Danarto, Budi Darma, Putu Wijaya, Arifin C. Noer, dan
lain-lain. Pengarang yang disebut sebagai Angkatan 70 ini ada yang sudah tergolongkan juga
pada masa-masa sebelumnya. Hal inilah yang menandakan bahwa karya mereka terus
berkembang.
MEDIA
Pada masa 70 –an para penulis menggunakan media buku , majalah , maupun koran untuk
mempublikasikan karya – karya nya . sebagai contoh , sutarji mempublikasikan karyanya
berupa puisi , dan cerpen di koran harian , begitu pula mangun wijaya yang mempublikasikan
novel khotbah di atas bukan sebagai cerita bersambung di koran sebelum
mempublikasikannya dalam media buku.
Pada masa kini bahkan dimungkinkan untuk mempublikasikan karya sastra menggunakan
media elektronik : televisi dan internet
CIRI – CIRI angkatan 70an

Pada masa ini para pengarang sangat bebas berkesperimen dalam penggunaan bahasa dan
bentuk , seperti dikatakan ajip rosidi ( 1977; 6) dalam laut biru langit biru bahwa mereka
seakan – akan menjajaki sampai batas kemungkinan bahasa indonesia sebagai alat
pengucapan sastra , disamping mencoba batasa – batas kemungkinan berbagai bentuk , baik
prosa maupun puisi ,sehingga perbedaan antara prosa dan puisi kian tidak jelas.
1. PUISI
Struktur fisik
Puisi bergaya mantera menggunakan sarana kepuitisan berupa : ulangan ,
kata , frase atau kalimat .
 Gaya bahasa paraleisme dikombinasikan dengan gaya hiperbola untuk memperoleh
efek yang sebesar – besarnya serta menonjolkan tipografi
 Puisi kongret sebagai eksperimen
 Banyak menggunakan kata – kata daerah untuk memberi kesan ekspresif
 Banyak menggunakan permainan bunyi
 Gaya penulisan yang prosaic
 Menggunakan kata yang sebelumnya tabu
Struktur Tematik
 Protes terhadap kepincangan masyarakat pada awal industrialisasi
 Kesadaran bahwa aspek manusia merupakan subyek dan bukan obyek pembangunan
 Banyak mengungkapkan kehidupan batin religius dan cenderung mistik
 Ceritadan pelukisan bersifat alegoris dan parable
 Perjuangan hak – hak asasi manusia , kebebasan , persamaan , pemeratan dan
terhindar dari pencemaran teknologi modern
 Kritik sosial terhadap si kuat yang bertindak sewqenag – wenang terhadap mereka
yang lemah dan kritik terhadap penyeleweng
2. PROSA DAN DRAMA
Struktur fisik
Melepaskan ciri konvensional , menggunakan pola sastra ” absurd ” dalam tema , alur , tokoh
maupun latar. Menampakkan ciri latar kedaeraan ” warna lokal ”.
Struktur Tematik
Sosial : politik , kemiskinan ,Kejiwaan ,Metafisik
Sastrawan dan Karya Sastra Angkatan 70-an
1.Putu Wijaya
a) Orang-orang Mandiri (drama);
b) Lautan Bernyanyi (drama);
c) Telegram (novel);
d) Aduh (drama);
e) Pabrik (novel);
f) Stasiun (novel);
g) Hah (novel);
h) Keok (novel);
i) Anu (drama);
j) MS (novel);
k) Sobat (novel);
l) Tak Cukup Sedih (novel);

m) Dadaku adalah perisaiku (kumupulan sajak);
n) Ratu (novel);
o) Edan (novel);
p) Bom (kumpulan cerpen).
2.Iwan Simatupang
a) Merahnya Merah (roman);
b) Kering (roman);
c) Ziarah (roman);
d) Kooong (roman);
3. Danarto
a) Godolb (kumpulan cerpen);
b) Obrok owok-owok, Ebrek ewek-ewek (drama);
c) Adam ma’rifat (kumpulan cerpen);
d) Berhala;
e) Orang Jawa Naik Haji (1984);
f) Bel Geduwel Beh (1976)
4. Budi Darma
a) Solilokui (kumpulan essai);
b) Olenka (novel);
c) Orang-orang Bloomington (kumpulan cerpen);
5. Sutardji Calzoum Bachri
a) (kumpulan sajak);
b) Amuk ( kumpulan sajak);
c) Kapak (kumpulan sajak).
6. Arifin C. Noer
a) Kapai-kapai (drama);
b) Kasir Kita (drama satu babak);
c) Orkes Madun (drama);
d) Selamat Pagi, Jajang (kumpulan sajak);
e) Sumur tanpa dasar (drama);
f) Tengul (drama).
7. Darmanto Jatman
a) Sajak-sajak Putih (kumpulan sajak);
b) Dalam Kejaran Waktu (novel);
c) Bangsat (kumpulan sajak);
d) Sang Darmanto (kumpulan sajak);
e) Ki Balaka Suta (kumpulan sajak).
8. Linus Suryadi
a) Langit Kelabu (kumpulan sajak);
b) Pengakuan Pariyem (novel)
c) Syair-syair dari Jogja (kumpulan sajak);
d) Perang Troya (cerita anak);
e) Dari Desa ke Kota (kumpulan essai);
f) Perkutut Manggung (kumpulan sajak)
g) Gerhana Bulan (kumpulan sajak).
Karya puisi W.S Rendra
”DENGAN KASIH SAYANG”
Dengan kasih sayang
Kita simpan bedil dan kelewang

Punahlah gairahpada darah
Jangan !
Jangan dibunuh para lintah darat
Ciumlah mesra anak janda tak berayah
Dan sumbatlah jarimu pada mulut peletupan
kena darah para bajak dan perombak
akan mudah mendidih oleh pelor
mereka bukan tapir atau badak
hatinyapun berurusan cinta kasih
seperti jendela terbuka bagai angi sejuk¡
kita yang sering kehabisan cinta untuk mereka
Cuma membenci yang nampak rompak
Hati tak bisa berpelukan dengan hati mereka
Terlampau terbatas pada lahiriah masing pihak
Lahiriah yang terlalu banyak meminta !
Terhadap sajak yang paling utopis
Bacalah dengan senyuman yang sabar
Jangan dibenci para pembunuh
Jangan dibiarkan anak bayi mati sendiri
Kere – ker jangan mengemis lagi
Dan terhadap penjahat yang paling laknat
Pandanglah dari jendela hati yang bersih
ANGKATAN 80
Sejarah Sastra Angkatan 80-an
Kelahiran sastra angkatan 80-an diwarnai dengan aturan-aturan yang ketat dan
dipengaruhi oleh kegiatan politik. Angkatan 80-an lahir pada masa pemerintahan Soeharto era
Orde Baru. Soeharto pada masa itu masih menduduki suatu jabatan di militer dan sebagai
presiden Republik Indonesia, sehingga pemerintahannya sangat kokoh dengan perlindungan
dari militer. Era Orde Baru mempunyai ciri yaitu semua keputusan berporos pada presiden
dan hak bersuara sangat dibatasi. Ketika ada sebuah karya yang sifatnya dianggap provokasi,
mengancam, melecehkan, menyinggung dan merugikan maka akan langsung ditindaklanjuti
oleh Soeharto dengan segera. Contohnya adalah majalah Djaja yang terkenal waktu itu
berhenti terbit, padahal majalah tersebut memuat masalah-masalah budaya bangsa dan
kesenian Indonesia.
Sebab-sebab di atas tersebut menjadi dasar tentang tema yang dititikberatkan pada
angkatan 80-an ini, yaitu tentang roman percintaan dan kisah kehidupan pada masa itu yang
sifatnya tidak dianggap provokasi, mengancam, melecehkan, menyinggung dan merugikan.
Tema roman percintaan dan kisah kehidupan ini pun didasari oleh kemajuan ekonomi dan
hidup yang indah bagi masyarakat karena pada masa itu perekonomian di Indonesia sangat
makmur sebelum krisis moneter pertengahan tahun 1997.
Periode sebelumnya telah terjadi pergeseran wawasan dan pergeseran estetik
khususnya pada kata.Dasar tersebut menyebabkan lahirnya periode 80-an menekankan pada
pemikiran dan cara penyampaian dalam karya sastra.
Periode 80-an ini merupakan sastra yang dinamik yang bergerak bersama masyarakat
Indonesia untuk menuju kehidupannya yang baru dengan wawasan konstitusional.
Kesusastraan itu adalah alat untuk mencurahkan makna agar dapat ditumpahkan pada
manusia secara utuh dan makna itu hendaknya disalurkan agarmengalami proses

mengembang dan mengempis masuk ke dalam kehidupan serta mengembangkan hal-hal yang
sebelumnya belum terpikirkan oleh manusia.
Latar Belakang Munculnya Sastra Angkatan 80-an
Sastra Angkatan 80-an berada di tengah lingkungan yang masyarakatnya mengalami
depolitisasi yang nyaris total. Aktivitas-aktivitas politik mahasiswa ditertibkan dan
mahasiswa sepenuhnya dijadikan organ kampus yang dilepaskan dari segala macam aktivitas
politik. Politik stabilitas, security approach, normalisasi kehidupan kampus, dan asas tunggal
merupakan lingkungan tempat para sastrawan era 80-an hidup. Majalah sastra hanya
ada Horison dan Basis.
Karakteristik Sastra Angkatan 80-an
Setiap angkatan sastra mempunyai karakteristiknya masing-masing
membedakan dengan yang lain. Berikut adalah karakteristik sastra angkatan 1980:

yang

1. Puisi yang dihasilkan bercorak spritual religius, seperti karya yang berjudul “Kubakar
Cintaku” karya Emba Ainun Najib;
2. Sajak cenderung mengangkat tema tentang ketuhanan dan mistikisme;
3. Sastrawan menggunakan konsep improvisasi;
4. Karya sastra yang dihasilkan mengangkat masalah konsep kehidupan sosial masyarakat
yang memuat kritik sosial, politik, dan budaya;
5. Menuntut hak asasi manusia, seperti kebebasan;
6. Bahasa yang digunakan realistis, bahasa yang ada dimasyarakat dan romantis;
7. Terdapat konsepsi pembebasan kata dari pengertian aslinya;
8. Mulai menguat pengaruh dari budaya barat, dimana tokoh utama biasanya mempunyai
konflikdengan pemikiran timur;
9. Didominansi oleh roman percintaan;
10. Novel yang dihasilkan mendapat pengaruh kuat dari budaya barat yang tokoh
utamanya mempunyai konflik dengan pemikiran timur dan mengalahkan tokoh
antagonisnya.
Tokoh-tokoh Sastra Angkatan 80-an
Adapun tokoh-tokoh didalam sastra angkatan 80-an , sebagai berikut:
1.
Hilman Hariwijaya
2.
Marga T
3.
Nh. Dini
4.
Mira Widjaja
5.
Ahmadun Yosi Herfanda
Karya-karya Sastra Angkatan 80-an
Tokoh angkatan 80-an dapat dikenal melalui karya-karyanya yang apik. Beberapa dari
karya sastra tersebut pun menuai kesuksesan pada zamannya.
Berikut adalah beberapa karya sastra pada angkatan 80-an:
1. Hilman Hariwijaya
Berikut ini adalah beberapa buku ciptaan Hilman Hariwijaya, di antaranya:
a. Lupus
Lupus adalah karakter tokoh laki-laki yang diciptakan Hilman ditahun 1986 melalui cerpen di
majalah Hai. Dibukukan pada bulan November 1986. Diceritakan Lupus berprofesi sebagai

pelajar dan wartawan muda di majalah Hai. Ia tinggal bersama Mami dan adiknya yang
bernama Lulu.
b. Olga
Olga adalah karakter tokoh wanita yang diciptakan Hilman pada tahun 1990 di
majalah Mode. Pertama kali dibukukan pada Juli 1990. Diceritakan Olga sebagai pelajar yang
bekerja sampingan sebagai penyiar radio di Radio Ga Ga. Ia tinggal bersama kedua
orangtuanya, dan memiliki sahabat, Wina. Seri ini telah dijadikan 1 judul film dan 3 musim
sinetron dengan Desy Ratnasari, Sarah Sechan, Melly Manuhutu, danSissy Priscillia berperan
sebagai Olga.
c. Lulu
Lulu adalah pemekaran dari cerita Lupus, tokoh sang adik. Buku ini ditulis Hilman
bersama Boim LeBondan Gusur Adhikarya.
d. Keluarga Hantu
Keluarga Hantu adalah seri keempat Hilman yang ditulis bersama Boim. Mengisahkan
tentang Luyut, anak hantu yang ingin mencoba bergaul dengan manusia. Namun ditentang
oleh Nates (ayah) dan Kanalitnuk(ibu).
e. Vanya
Vanya adalah seri kelima karya Hilman yang ditulis bersama A. Mahendra pada tahun 1994.
Dikisahkan Vanya adalah wanita Jakarta yang kuliah di Bandung. Buku ini telah
disinetronkan dan diperankan oleh Astrid Tiar.

f. Vladd
Vladd adalah seri keenam karya Hilman yang ditulis bersama A. Mahendra. Dikisahkan
Vladd adalah pelajar SD yang genius.Selain buku, Hilman Hariwijaya juga menciptakan
sinematografi.
Beberapa judulnya antara lain Topi-Topi Centil (sebagai Lupus) tahun 1991, Tangkaplah
Daku Kau Kujitak tahun 1989, Makhluk Manis Dalam Bis tahun 1990, Anak Mami Sudah
Besar tahun 1992, Lupus 5,
2. Marga T
Daftar berikut ini memuat sebagian dari karya Marga Tjoa:
no

judul

tahun

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Sekali dalam 100 tahun: kumpulan satir
Tesa
Sembilu Bermata Dua
Setangkai Edelweiss
Untukmu Nana
Saskia: sebuah trilogi
Bukit Gundaling
Rahasia Dokter Sabara
Saga Merah
Fatamorgana
Monik: sekumpulan cerpen
Sebu