Analisis Sistem Keamanan dalam Upaya Pencegahan Pencurian Koleksi Buku (Studi Kasus pada Perpustakaan Universitas NegeriMedan)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keamanan Koleksi Perpustakaan
2.1.1 Keamanan
Masalah keamanan (security) merupakan salah satu aspek penting dalam
menjaga kelestarian koleksi perpustakaan. Karena menjaga keamanan koleksi
termasuk tindakan pelestarian dan perawatan bahan pustaka. Kegiatan ini
merupakan upaya perlindungan agar koleksi yang ada dapat digunakan dan di
manfaatkan dalam jangka waktu yang lama. Sebelum meninjau lebih jauh tentang
keamanan koleksi, ada baiknya terlebih dahulu memahami makna dari keamanan
dan juga koleksi itu sendiri.
Menurut Salim (2008 : 2071) “Keamanan adalah perlindungan dari
bencana, kehilangan, kerugian, dan sebagainya”. Sedangkan Reitz (2004 : 642643) menyatakan bahwa keamanan (security) adalah :
In the operation of libraries and archives, a general term encompassing
all the equipment, personnel, practices, and procedures used to prevent
the theft or destruction of materials and to protect patrons and employees
from the harmful actions of persons intent on mischief. Large libraries and
library systems often appoint a library security officer to develop and
implement a security plan.
Arti pendapat di atas yaitu Keamanan dalam operasi perpustakaan dan
arsip, istilah umum yang mencakup semua peralatan, personel, praktik, dan

prosedur yang digunakan untuk mencegah pencurian atau pengrusakan bahan dan
untuk melindungi pengguna dan karyawan dari tindakan berbahaya dari orang
yang bermaksud melakukan kejahatan. Perpustakaan besar dan sistem

6
Universitas Sumatera Utara

perpustakaan sering menunjuk seorang petugas keamanan perpustakaan untuk
mengembangkan dan menerapkan rencana keamanan.
Selain pendapat di atas Ajegbomogun yang dikutip oleh Ayoung (2014 :
57) menyatakan bahwa “Collections security encompasses a holistic approach at
protecting resources against un-authorized removal or loss and disasters“.
Pendapat di atas dapat diartikan bahwa keamanan koleksi meliputi pendekatan
secara menyeluruh untuk melindungi sumberdaya yang ada terhadap yang tidak
berkepentingan atau pencegahan kehilangan dan bencana.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa keamanan adalah suatu
istilah yang terdiri dari peralatan, personel, praktik, dan prosedur

yang pada


prinsipnya digunakan untuk melindungi sumberdaya yang ada di perpustakaan
agar tidak terjadi pencurian koleksidan terhindar dari orang yang berniat
melakukan kerusakan.

2.1.2 Koleksi Perpustakaan
Koleksi perpustakaan merupakan aset berharga yang harus tetap dijaga
seutuh mungkin, karena memanfaatkan koleksi perpustakaan adalah tujuan utama
pengguna datang ke perpustakaan dan memanfaatkan fasilitas yang ada, apabila
koleksi tidak sesuai dengan kebutuhan pengguna, sudah tentu pengguna perlahanlahan akan meninggalkan perpustakaan dan tidak memanfaatkannya.
Menurut Suwarno (2014 : 38) yang dimaksud dengan koleksi
perpustakaan adalah “Semua hal yang mengandung informasi yang disimpan dan
disajikan oleh perpustakaan.”

7
Universitas Sumatera Utara

Sedangkan menurut Yulia (2009: 5), “Koleksi perpustakaan adalah semua
bahan pustaka yang dikumpulkan, diolah, dan disimpan untuk disebarluaskan kepada
masyarakat guna memenuhi kebutuhan informasi mereka”


Selain ituSoeatminah (1992 : 18) menyatakan bahwa “koleksi adalah
bahan pustaka berupa buku, non buku ataupun manuskrip yang dihimpun oleh
perpustakaan”
Selain pendapat di atas dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007
pasal 1 angka 2 dinyatakan bahwa “Koleksi pepustakaan adalah semua informasi
dalam bentuk karya tulis, karya cetak, dan/ atau karya rekam dalam berbagai
media yang mempunyai nilai pendidikan, yang dihimpun, diolah, dan
dilayankan”.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa koleksi perpustakaan adalah
semua bahan pustaka yang terdiri dari karya tulis, karya cetak, maupun karya
rekam yang dikumpulkan, diolah, disimpan, dan dilayankan kepada pengguna
untuk memenuhi kebutuhan informasi pengguna.
2.1.3 Jenis Koleksi Perpustakaan
Jenis koleksi yang dimiliki perpustakaan haruslah sesuai dengan
kebutuhan pengguna. Dengan beragam jenis koleksi yang dimiliki suatu
perpustakaan, maka akan semakin banyak pula sumber informasi yang dimiliki
perpustakaan tersebut.
Menurut Yulia (2010: 5) koleksi perpustakaan dikelompokkan menjadi
dua bagian yaitu:


8
Universitas Sumatera Utara

1. Tercetak
a. Buku/monograf adalah terbitan yang mempunyai satu kesatuan
yang utuh, dapat terdiri dari satu jilid atau lebih. Terbitan yang
termasuk dalam kelompok ini adalah buku, laporan penelitian,
skripsi, tesis, dan disertasi.
b. Bukan Buku
1) Terbitan berseri adalah terbitan yang diterbitkan terusmenerus dalam jangka waktu terbit tertentu, dapat berupa
harian, mingguan, bulanan, dan sebagainya.
2) Peta.
3) Gambar.
4) Brosur, pamflet, booklet.
5) Makalah, merupakan karya yang mempunyai nilai sementara,
tidak diolah sebagaimana bahan pustaka lainnya.
2. Tidak tercetak
a. Rekaman gambar, seperti film, video, CD, mikrofilm, dan
mikrofis.
b. Rekaman suara, seperti piringan hitam, CD, kaset.

c. Rekaman data magnetik/digital, seperti karya dalam bentuk disket,
CD dan pangkalan data, dan yang dikemas secara online
Sedangkan menurut Tarto yang dikutip oleh Suwarno (2014 : 60-61)
koleksi perpustakaan terdiri dari :
1. Karya cetak berupa buku teks, buku refrensi (rujukan) seperti
ensiklopedia, kamus, almanak, annual, direktori, manual, handbook,
biografi, sumber geografi, terbitan pemerintah seperti peraturan
perundang-undangan, laporan penelitian, terbitan berkala berupa
majalah, bulletin, jurnal dan surat kabar.
2. Karya rekam berupa kaset audio,VCD, CD, CD-ROM pengetahuan,
video cassette, televisi, dsb.
3. Media elektronik yang disebut tidak di rekam atau non recorded yaitu
media penyimpanan informasi berupa pangkalan data yang tayangkan
melalui monitor komputer, misalnya internet.
Selain pendapat di atas dalam buku perpustakaan perguruan tinggi : buku
pedoman (2004 : 51) jenis koleksi yang harus di miliki sebuah perpustakaan
adalah:
1.
2.
3.

4.

Koleksi rujukan
Bahan ajar
Terbitan berkala
Terbitan pemerintah

9
Universitas Sumatera Utara

5. Selain terbitan pemerintah, koleksi yang menjadi minat khusus
perguruan tinggi seperti sejarah daerah, budaya daerah, atau bidang
khusus lainnya.
6. Apabila memiliki dana yang cukup perpustakaan tidak hanya
menghimpun buku, jurnal, dan sejenisnya yang tercetaktetapi juga
menghimpun koleksi pandang dengar seperti film, slide, kaset video,
serta media elektronik.
7. Bahan bacaan untuk rekreasi intelektual
Dari pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa koleksi perpustakaan terdiri
dari berbagai macam jenis, tidak hanya berbentuk cetak tetapi ada juga berbentuk

elektronik dan audio-visual.

2.1.4 Sistem Keamanan Koleksi di Perpustakaan
Setelah mengetahui makna dari keamanan dan koleksi di atas, maka dapat
dijabarkan mengenai sistem keamanan koleksi yang ada di perpustakaan. Bahan
pustaka atau sering disebut koleksi merupakan unsur pokok suatu perpustakaan,
selain gedung atau ruangan, tenaga, peralatan dan anggaran. Bahan pustaka
memerlukan pelestarian dan pengamanan agar koleksi yang dimiliki tetap terjaga
sehingga dapat dimanfaatkan oleh pengguna dalam jangka waktu yang lama.
Dengan bertambahnya koleksi buku di perpustakaan dan berbagai macam
aturan yang diterapkan terhadap pengguna perpustakaan maka muncul perilaku
pengguna

yang

menyimpang

yaitu

menyalahgunakan


koleksi.

Perilaku

penyalahgunaan koleksi selain merugikan pihak perpustakaan, sebenarnya juga
merugikan pengguna lain bahkan dapat merugikan diri sendiri. Jadi upaya yang
dilakukan

perpustakaan

sebagai

tindakan

pencegahan

(prefentif)

dari


penyalahgunaan koleksi tersebut dengan cara menerapkan sistem keamanan.
Sistem keamanan koleksi di perpustakaan mencakup semua peralatan, personel,

10
Universitas Sumatera Utara

praktik, dan prosedur yang digunakan untuk mencegah terjadinya pencurian
koleksi di perpustakaan. Seperti yang dinyatakan Reitz (2004 : 643) Sistem
Keamanan merupakan :
an electronic alarm system installed at the entrance and exit of a library
facility to detect the unauthorized removal of library materials (theft).
Most security systems use a swing-arm or pair of uprights called a
security gate, activated by a magnetic strip affixed to each item, which
must be desensitized by circulation staff at the time an item is checked out
to avoid triggering the alarm.
Arti pendapat di atas menyatakan bahwa Sistem keamanan merupakan
sistem alarm elektronik yang dipasang di pintu masuk dan keluar dari fasilitas
perpustakaan untuk mendeteksi penghapusan yang tidak sah dari bahan pustaka
(pencurian). Kebanyakan sistem keamanan menggunakan swing-arm atau

sepasang uprights disebut gerbang keamanan, diaktifkan dengan strip magnetik
yang ditempelkan pada setiap item, yang harus peka oleh staf sirkulasi pada saat
item diperiksa untuk menghindari memicu alarm.
Sedangkan Totterdell (1998 : 111-112) menyatakan bahwa :
The modern library, however, is likely to rely for the security of its stock
on electronic security systems, of which there are a number on the
market..Libraries and information units operate systems such as these in a
variety of ways. Some choose to insert triggers into all stock, some into
only a percentage of it. If library staff are not trained to respond
sensitively, customer relationships may suffer.
Arti pendapat di atas menyatakan bahwa Perpustakaan modern,
bagaimanapun, adalah mungkin mengandalkan untuk keamanan koleksinya pada
sistem keamanan elektronik, yang ada di sejumlah pasar.Perpustakaan dan unit
informasi mengoperasikan sistem seperti ini dalam berbagai cara. Beberapa
memilih untuk memasukkan pemicu ke semua koleksi, beberapa hanya ke

11
Universitas Sumatera Utara

sebagian. Jika staf perpustakaan tidak dilatih untuk merespon sensitif, hubungan

pelanggan mungkin menderita.
Dari beberapa pendapat di atas dapat diketahui bahwa untuk mencapai
keamanan koleksi di perpustakaan secara total tidak hanya mengandalkan sistem
keamanan elektronik saja, namun di bantu dengan adanya staff keamanan yang
mengawasi dan menjalankan sistem keamanan elektronik dengan prosedur yang
benar.

2.1.5 Tujuan dan Manfaat Penerapan Sistem Keamanan
Sistem keamanan di suatu bangunan bertujuan untuk melindungi fasilitasfasilitas dalam gedung dari pihak yang tidak berkepentingan. Di perpustakaan,
koleksi merupakan salah satu fasilitas yang disediakan untuk dimanfaatkan oleh
pengguna dan harus dilindungi dari tangan yang tidak bertanggung jawab.
Seperti yang dinyatakan Nihuka (2014 : 2) bahwa :
Securing and protecting the materials in collections can help libraries
provide an effective service in response to the information needs of the
university community. Security management implies the need for libraries
to provide, maintain and secure its collection to ensure long life,
accessibility and effective provision of services to users.
Pendapat di atas dapat diartikan bahwa mengamankan dan melindungi
bahan pustaka dapat membantu memberikan pelayanan yang efektif dalam
memenuhi kebutuhan informasi dari komunitas universitas. Management
keamanan menyiratkan bahwa perpustakaan perlu menyediakan, memelihara,
serta mengamankan koleksi yang ada dan memastikan koleksi tersebut berumur
panjang, mudah di akses dan menyediakan layanan yang efektif kepada pengguna.

12
Universitas Sumatera Utara

Sedangkan Philip (2013 : 5) berpendapat bahwa :
The goal of the security system in the libraries should be to provide a safe
and secure capability for library employees, library resources and
equipment, and library patrons. At the same time, the security system must
perform these functions as seamlessly as possible, without interfering with
the library’s objective of easily and simply providing patron services.
Arti dari pendapat di atas yaitu tujuan dari sistem keamanan di
perpustakaan harus memberikan kemampuan yang aman dan aman bagi karyawan
perpustakaan,

sumberdaya

perpustakaan

dan

peralatan

dan

pengguna

perpustakaan. Pada saat yang sama, sistem keamanan harus menjalankan
fungsinya sebaik mungkin, tanpa mengganggu tujuan perpustakaan dan hanya
memberikan layanan perlindungan.
Selain pendapat di atas North East Document Conservation Center
(NEDCC) Amerika Serikat menyatakan bahwa :
An security system serves three main purposes. First, the mere presence of
a system can act as a deterrent to crime. Second, if an intrusion occurs, it
will be detected. Finally, the system will notify appropriate personnel,
making apprehension of the intruder possible.
Pendapat di atas dapat di artikan sebagai suatu sistem keamanan
memberikan tiga tujuan utama. Pertama, penggunaan sistem bersifat sebagai
pencegah kejahatan. Kedua, jika gangguan terjadi, hal tersebut akan terdeteksi.
Ketiga, sistem akan memberitahukan pada personil yang tepat, dan memberikan
rasa takut kepada penyusup.
Dari ketiga pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa tujuan penerapan
sistem keamanan koleksi di perpustakaan adalah sebagai tindakan pencegahan
terjadinya kejahatan di perpustakaan, dan berupaya melindungi dan mengamankan
seluruh sumberdaya, fasilitas, dan peralatan yang ada di perpustakaan, guna

13
Universitas Sumatera Utara

memberikan rasa aman dan nyaman kepada pustakawan saat bekerja dan
pengguna yang datang berkunjung ke perpustakaan. Penerapan sistem keamanan
di perpustakaan tidak hanya memberikan manfaat bagi pihak perpustakaan tetapi
juga bagi penggunanya. Manfaat sistem keamanan di perpustakaan antara lain :
1. Menciptakan suasana aman dan nyaman
2. Sumberdaya perpustakaan terlindungi dan berumur panjang
3. Memudahkan dalam pencarian koleksi
4. Memberikan pelayanan yang efektif kepada pengguna
5. Memberikan kepuasan kepada pengguna

2.1.6 Aspek Sistem Keamanan
Dalam menjaga keamanan secara total di suatu bangunan ada beberapa
aspek sistem keamanan yang perlu di perhatikan. Seperti yang dinyatakan Syaikhu
(2011 : 37) ada tiga aspek dalam sistem keamanan, yaitu:
1. Keamanan fisik (physical security) perpustakaan, yang mencakup
arsitektur, staf keamanan, dan perangkat keras, seperti perlindungan
pada pintu dan jendela.
2. Penggunaan teknologi keamanan seperti barcode, radio frequency
identification (RFID), dan closed circuit television (CCTV); dan
3. Kebijakan keamanan, prosedur, dan rencana.
2.1.6.1 Keamanan Fisik
Keamanan fisik yaitu semua hal yang berhubungan langsung dengan
perpustakaan mulai dari dalam perpustakaan, luar, serta staf perpustakaannya.
Seperti yang dinyatakan Syaikhu (2011 : 37) bahwa
Pengamanan koleksi perpustakaan mencakup keamanan lingkungan fisik
perpustakaan. Dalam hal ini, keamanan fisik perpustakaan perlu
mempertimbangkan berbagai aspek, seperti arsitektur, petugas keamanan,
dan pengamanan bangunan fisik perpustakaan.
14
Universitas Sumatera Utara

Setiap aspek yang dipertimbangkan tersebut akan di uraikan pada uraian
berikut :
1). Pertimbangan arsitektur
Perencanaan arsitektur dalam pembangunan perpustakaan perlu dilakukan
secara tepat untuk memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pengguna. Selain
itu dengan perencanaan yang tepat, pustakawan dapat dengan mudah mengawasi
dan

mengontrol

koleksi

yang

ada.

Sehingga

kemungkinan

terjadinya

penyalahgunaan terhadap koleksi tersebut dapat di minimalisir.
Hal-hal

yang

perlu

diperhatikan

dalam

perancangan

arsitektur

perpustakaan adalah pintu masuk, dan sirkulasi. Tujuannya untuk menciptakan
suasana yang aman serta mendukung aspek pengawasan, sebagaimana dinyatakan
oleh McGinty (2008 : 118) bahwa : “Theft prevention in building design starts
with planning where circulation and security desks will be located to monitor
book detection systems and control movement of patrons as they enter and leave
the building”. Arti pendapat di atas adalah : untuk pencegahan pencurian dalam
perencangan bangunan dimulai dengan perencanaan dimana sirkulasi dan meja
keamanan

akan bekerjasama memonitor sistem pendeteksian buku dan

pengendalian gerakan pengguna saat mereka memasuki dan meninggalkan
perpustakaan.
Syaikhu (2011 : 38) juga menyatakan bahwa
Selain sirkulasi ruangan yang umumnya berhubungan dengan keamanan
perpustakaan adalah ruang penyimpanan arsip, koleksi khusus, ruang baca
koleksi khusus, ruang baca untuk anak-anak, peralatan keamanan, dan
pusat kontrol bangunan. Namun pintu masuk dan keluar perpustakaan
harus mendapat perhatian khusus karena berkaitan dengan kemungkinan
terjadinya pencurian bahan pustaka.

15
Universitas Sumatera Utara

Sebagai tambahan, untuk penempatan tanda-tanda seperti tanda pintu
masuk, keluar perpustakaan, dan tanda peringatan/imbauan harus diletakkan
dengan tepat dan jelas.
2). Personil Keamanan
Personil keamanan di harapkan mendapatkan predikat sebagai personil
keamanan tersebut melalui suatu lembaga pendidikan, baik formal maupun tidak.
Karena dengan demikian beliau telah

memiliki kualifikasi, tingkatan dan

mempunyai kode etik serta uraian tugas yang jelas. Staf keamanan di
perpustakaan yang profesional sangat dibutuhkan dalam mengemban tugas
melestarikan koleksi sebuah perpustakaan. Hal tersebut erat hubungannya dengan
kegiatan perpustakaan dalam melakukan kegiatan sirkulasi bahan pustakaagar
tetap lestari dan didayagunakan secara terus-menerus.
Menurut Joko (2001 : 5) ada beberapa aturan yang wajib diketahui
pustakawan saat bekerja di perpustakaan, antara lain :
1. Melakukan semua kegiatan tanpa kecurangan. Hal ini mencakup
pencurian atau penyalahgunaan data, piranti keras dan lunak, serta
pasokan bahan-bahan pustaka, informasi dan dokumentasi.
2. Menghindari segala tindakan yang mengkompromikan integritas
mereka. Misalnya pemalsuan catatan dan dokumen, modifikasi
program dan file tanpa ijin.
3. Menghindari segala tindakan yang mungkin menciptakan situasi
berbahaya pada kompleksitas keamanan perpustakaan baik asset yang
tersimpan didalamnya, dan mekanisme sistem yang ada dari
kerusakan.
4. Memelihara hubungan yang baik dengan mitra kerja, pemakai, dan
atasan baik pada lini fungsional dan struktural.
5. Tugas pekerjaan harus dilaksanakan sesuai dengan permintaan
pengguna, manajemen dan harus sesuai dengan standar kinerja, yang
berorientasikan kepada Total Quality Management (TQM).
6. Berpegang teguh pada peraturan kerja.

16
Universitas Sumatera Utara

7. Melindungi kerahasiaan dan informasi yang peka misalnya rahasia
dagang, rahasia negara dan lain-lain.
Sedangkan menurut Syaikhu (2011 : 38) “Tim keamanan sebagai bagian
dari perencanaan keamanan perpustakaan perlu mengevaluasi kebutuhan petugas
keamanan, baik selama jam kerja normal maupun setelah perpustakaan ditutup”.
Selain itu tugas utama dari personil keamanan yaitu :
1. Melakukan patroli di dalam gedung perpustakaan
2. Melakukan patroli secara berkala di ruang baca dan rak-rak
penyimpanan koleksi.
3. Memantau keadaan ruang perpustakaan melalui CCTV.
4. Mengamati gerak-gerik pemustaka yang mencurigakan.
5. Mengadakan pengawasan di luar gedung perpustakaan untuk
mencegah pencurian koleksi dari jendela-jendela yang terbuka.
Dari pendapat di atas dapat di ketahui bahwa personil keamanan
merupakan kelompok petugas yang ditugaskan mengawasi, mengamankan dan
melindungi asset serta lingkungan perpustakaan dari setiap gangguan keamanan.
Sebaiknya gunakan personil keamanan yang professional, dengan demikian beliau
telah memiliki kualifikasi, tingkatan dan mempunyai kode etik serta uraian tugas
yang jelas untuk bekerja di perpustakaan.
3). Perlindungan Pintu dan Jendela
Keamanan gedung dan ruangan perpustakaan merupakan hal yang sangat
penting untuk diperhatikan. Karena semua kegiatan perpustakaan terjadi didalam
ruangan. Kondisi fisik bangunan perpustakaan merupakan pertahanan tingkat
pertama terhadap ancaman pencurian maupun vandalisme. Bagian-bagian
bangunan perpustakaan seperti jendela dan pintu harus dipastikan dapat terkontrol
dan terlindungi dari akses orang yang tidak berkepentingan terhadap koleksi
perpustakaan. Syaikhu (2011 : 38) dalam penelitiannya menyatakan bahwa :

17
Universitas Sumatera Utara

Kunci sebaiknya dipasang pada semua jendela yang dapat dibuka dan
dapat diakses tanpa tangga. Namun, untuk keamanan sebaiknya semua
jendela dilengkapi kunci yang berfungsi dengan baik, termasuk jendela
lantai dasar atau lantai atas, atap garasi atau lainnya, jendela dekat dinding
atau pipa atau struktur lainnya, yang dapat digunakan untuk mengakses
jendela. Umumnya, jendela yang tingginya lebih dari 60 cm dilengkapi
dengan dua daun jendela dengan kunci yang berfungsi dengan baik untuk
mencegah pembukaan secara paksa. Pengamanan pada pintu mencakup
kunci silinder, dan gerendel.
Selain pendapat di atas Listiyani (2010 : 37) mengemukakan bahwa
tindakan yang perlu dilakukan pustakawan untuk meningkatkan pengamanan
gedung, yaitu :
1. Pastikan terdapat kunci dan pengamanan yang cukup pada semua
jendela dan pintu.
2. Daun pintu sebaiknya dari logam. Jika terbuat dari kayu hendaknya
engselnya diperkuat.
3. Engsel-engsel harus berada di dalam atau/terlindungi.
4. Beri perhatian ekstra pada area yang menyediakan akses yang mudah
seperti jendela, loteng, dan teralis.
5. Pastikan agar daerah luar sekitar gedung perpustakaan jelas terlihat
dan tidak dibatasi tanaman atau/pagar.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perlindungan
pintu dan jendela merupakan peranan penting dalam mencegah pencurian koleksi
di perpustakaan. Karena untuk mengeluarkan koleksi yang berada di dalam suatu
bangunan harus melalui pintu dan jendela. Jadi untuk menjaga keamanan
perpustakaan sebaiknya gunakan kunci pada semua pintu dan jendela yang ada di
bangunan tersebut. Selain itu dengan tambahan pemasangan kunci gerendel pada
setiap pintu dan jendela akan menambah tingkat keamanan suatu bangunan.
2.1.6.2 Penggunaan Teknologi Keamanan
Ada beberapa masalah keamanan yang sudah sering terjadi di
perpustakaan perguruan tinggi seperti pencurian koleksi, mutilasi, peminjaman

18
Universitas Sumatera Utara

tidak sah, dan vandalisme. Sebelum terjadi penyalahgunaan terhadap koleksi yang
ada di perpustakaan dapat di cegah dengan cara selalu mengontrol koleksi yang
ada. Untuk mempermudah pengontrolan koleksi yang jumlahnya sangat banyak
perpustakaan dapat menginstalkan perangkat sistem keamanan elektronik yang
sudah sering di gunakan di perpustakaan.
Sebagaimana dikemukakan oleh Rajendran & Rathinasabapathy yang
dikutip oleh Osayande (2011 : 2) menyatakan bahwa ”Electronic security systems
are devices that are used with the aid of electrical apparatus to secure library
materials. They help libraries to control, minimize or avoid library material theft
and unethical losses”. Pendapat di atas menyatakan bahwa sistem keamanan
elektronik merupakan suatu

perangkat yang digunakan dengan bantuan alat

elektronik untuk mengamankan bahan pustaka. Mereka membantu perpustakaan
untuk mengontrol, mengurangi atau menghindari pencurian bahan pustaka dan
kerugian tidak etis.
Berikut sistem keamanan elektronik yang dapat digunakan di perpustakaan :
1). Barcode
Penggunaan teknologi pengamanan perpustakaan dapat mengontrol
pengunjung dan mengurangi berbagai bentuk pelanggaran.
Syaikhu (2011 : 38) menyatakan bahwa :
Salah satu kemajuan teknologi komputer yang dapat dimanfaatkan untuk
mencegah pencurian koleksi perpustakaan adalah pemberian kode pada
koleksi dengan kode baris (barcode). Barcode digambarkan dalam bentuk
baris hitam tebal dan tipis yang disusun berderet secara horizontal. Untuk
membantu pembacaan secara manual dicantumkan juga angka-angka di
bawah kode baris tersebut, namun angka-angka tersebut tidak mendasari
pola kode baris yang tercantum. Alat yang digunakan untuk membaca
barcode adalah barcode scanner.

19
Universitas Sumatera Utara

Sedangkan menurut Mustafa (2010 : 1) manfaat barcode bagi
perpustakaan antara lain dapat digunakan untuk
Mempercepat dan mempertepat proses transaksi sirkulasi dokumen.
Barcode dapat dicetak pada kartu anggota perpustakaan. Kode ini akan
menunjukkan kode khusus nomor identifikasi anggota untuk memudahkan
input data pengguna jika pengguna akan melakukan transaksi peminjaman
atau pengembalian buku. Barcode juga dicetak atau ditempelkan pada
buku untuk memudahkan input data buku jika sebuah buku akan dipinjam
atau dikembalikan oleh seorang pengguna.
Dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa barcode merupakan kode
berbentuk baris hitam tebal dan tipis yang disusun berderet secara horizontal.
Kode ini akan menunjukkan kode khusus nomor identifikasi anggota, atau
identitas buku. Yang digunakan untuk mempercepat dan mempertepat proses
transaksi sirkulasi dokumen. Untuk membaca kode pada barcode di butuhkan
sebuah alat, yaitu barcode scanner.
2). CCTV (closed circuit television)
Penggunaan CCTV (Closed Circuit Television) dapat memantau kegiatan
pengguna di perpustakaan, dan merekam semua yang terjadi dengan begitu dapat
mencegah terjadinya kejahatan dan menjamin keamanan di perpustakaan.
Menurut Caputo (2010 : 3) CCTV (closed circuit television) merupakan “Sebuah
kamera pengawas pada suatu tempat yang dapat mengirimkan gambar pada
monitor yang berada di tempat lain”. Agar CCTV dapat digunakan secara lebih
efektif, sebelum pemasangannya ada beberapa langkah yang perlu ditentukan oleh
pustakawan. Menurut Syaikhu (2011 : 42) , yaitu :
1. Menentukan aplikasi utama dari sistem CCTV,
2. Memahami letak dan karakteristik ruangan yang akan dipantau,
3. Memilih fitur dan jenis kamera,

20
Universitas Sumatera Utara

4. Menentukan lokasi terbaik untuk melihat monitor, dan
5. Menentukan jenis media penyimpanan/sistem peralatan pengarsipan.
Aplikasi sistem CCTV harus memiliki kemampuan untuk mengamati
secara visual, memantau, dan merekam. Sebelum sistem CCTV dirancang,
informasi tentang tata letak area yang akan dipantau harus ditentukan. Ada
beberapa tempat yang di anjurkan untuk menggunakan CCTV menurut

The

Council for Museums, Archives and Libraries (2003 : 41), yaitu :
1. In blind or remote areas;
2. In those areas where particularly valuable or vulnerable artefacts are
displayed;
3. In those places that have been fitted with alarms;
4. In retailing areas;
5. At emergency exits.
Arti pendapat di atas adalah :
1. Di daerah tersembunyi atau terpencil;
2. Di daerah di mana koleksi berharga atau rentan akanditampilkan;
3. Di tempat-tempat yang telah dilengkapi dengan alarm;
4. Di daerah ritel;
5. Di pintu keluar darurat.
Penggunaan CCTV di perpustakaan memberikan banyak manfaat.
Menurut The Council for Museums, Archives and Libraries (2003 : 23)
manfaatnya yaitu :
1.
2.
3.
4.

It acts as a deterrent.
It can enable attendants to be deployed more effectively.
Recordings can assist in post incident investigation.
It can be used to assist with entry control arrangements into nonpublic areas.
5. It can provide more general information to assist in the management
of the premises.
6. Where the premises are guarded out of hours it is a valuable aid for
site monitoring.
21
Universitas Sumatera Utara

Pendapat diatas dapat diartikan sebagai berikut :
1. Tindakan sebagai pencegahan.
2. Hal ini dapat memungkinkan petugas akan dikerahkan lebih efektif.
3. Hasil rekaman dapat membantu dalam penyelidikan pasca insiden
4. Hal ini dapat digunakan untuk membantu pengaturan kontrol masuk ke
daerah tidak untuk umum.
5. Hal ini dapat memberikan informasi yang lebih umum untuk
membantu dalam pengelolaan tempat.
6. Dimana tempat dijaga dari jam itu adalah bantuan berharga untuk
pemantauan situs.
Dari uraian di atas dapat di ketahui bahwa dengan menggunakan CCTV
dapat memantau seluruh kegiatan pengguna di perpustakaan. Penempatan posisi
CCTV yang tepat akan memberikan hasil yang maksimal, dan merekam semua
yang terjadi dengan begitu dapat mencegah terjadinya kejahatan dan menjamin
keamanan di perpustakaan.
3). RFID (Radio Frequency Identification)
RFID adalah suatu solusi yang di rancang untuk meningkatkan efisiensi
operasional perpustakaan. Hal ini karena kemampuan tag RFID dalam melakukan
pengidentifikasi buku dan keamanan buku ke dalam satu label. RFID membantu
menekan angka kehilangan koleksi dan memudahkan kontrol inventarisasi buku di
perpustakaan seperti yang dikemukakan Mamatha yang dikutip oleh Rosinar
(2013 : 398) “The libraries across the globe started to use RFID to speed up the
self check in/out processes, to control the theft and to ease the inventory control in

22
Universitas Sumatera Utara

library”. Pendapat di atas menyatakan bahwa “Perpustakaan di seluruh dunia
mulai menggunakan RFID untuk mempercepat pemeriksaan diri saat keluar
perpustakaan / proses untuk mengontrol pencurian dan untuk memudahkan
pengendalian koleksi di perpustakaan”.
Sedangkan Maryono (2005 : 19) menyatakan bahwa RFID adalah
“Teknologi untuk mengidentifikasikan seseorang atau objek benda menggunakan
transmisi frekuensi radio, khususnya 125kHz, 13.56 MHz atau 800 – 900 MHz”.
RFID memiliki beberapa bentuk dan ukuran, Menurut Maryono
(2005 : 24) bentuk – bentuk RFID di antaranya :
1. Label : label adalah lembaran datar, tipis dan fleksibel.
2. Ticket : label yang datar, tipis dan fleksibel pada kertas
3. Card : label yang datar, tipis, dilekatkan pada plastik kertas untuk
waktu yang lama
4. Glass bead : label kecil di dalam manik-manik kaca silinder,di
gunukan untuk pelabelan binatang
5. Integrated : label terintegrasi dengan benda yang di label, di cetak di
dalam benda tersebut
6. Wristband : label disisipkan ke dalam plastic pengikat tangan
7. Button : label kecil dalam wadah yang kaku
Sedangkan Syaikhu (2011 : 39) menyatakan bahwa :
Label RFID terdiri atas microchip silikon dan antena. Label atau
transponder (tag) merupakan sebuah benda yang dapat dipasang atau
dimasukkan ke dalam suatu koleksi yang ada di perpustakaan dengan
tujuan untuk identifikasi dengan menggunakan gelombang radio.
a). Penggunaan RFID di perpustakaan
Untuk mengimplementasikan RFID pada perpustakaan, setiap koleksi
perpustakaan dipasangi RFID tag. Syaikhu (2011 : 30-40) menyatakan bahwa :
Pada RFID tag tersebut diisikan data mengenai nomor inventaris, jenis
buku, dan status pinjam buku. Dengan adanya status pinjam pada RFID
tag, setiap koleksi buku dapat diamankan dengan cara menempatkan
sejumlah reader RFID pada pintu keluar/masuk. Reader tersebut dapat

23
Universitas Sumatera Utara

dihubungkan dengan sistem alarm yang memberitahukan apabila ada
koleksi yang belum dipinjam namun sudah dibawa keluar. Pada proses
sirkulasi, pengguna juga dapat melakukan peminjaman secara mandiri,
melalui proses yang dibuat otomatis.
b). Cara kerja RFID di perpustakaan
Sistem RFID di perpustakaan merupakan gabungan dari beberapa alat,
kesatuan alat tersebut akan membuat mekanisme alur aktifitas di perpustakaan
yang menjadikanya berbeda dari perpustakaan lain. Untuk mempersiapkan sistem
tersebut maka langkah-langkah yang dilakukan menurut Kern(2005 : 2123)adalah:
1.
2.
3.
4.

Menginput deskripsi buku ke dalam tag RFID.
Tempelkan tag RFID kedalam koleksi yang ada.
Masukkan koleksi kedalam rak.
Pindai buku dengan hanheld scanner agar kelak mempermudah
shelving.
5. Pemustaka mencari buku di OPAC dan mengambil di rak.
6. Kemudian peminjaman dapat dilakukan secara mandiri dengan alat
self check station.Buku yang di pinjam secara sah tidak aka nada
masalah ketika melewati gerbang alarm.
7. Ketika mengembalikan buku pemustaka dapat mengembalikan buku
lewat book drop.
Bila perpustakaan mempunyai alat auto sorter maka setelah melewati book
drop alat tersebut akan memisahkan buku perklasifikasi yang telah di tentukan.
Lalu koleksi akan masuk kedalam keranjang yang terpisah-pisah sesuai klasifikasi
dan siap di antar ke rak.
4) Security Gate
Perkembangan teknologi di perpustakaan yang menggunakan Security
Gate membawa dampak positif bagi perpustakaan. Dengan adanya teknologi ini,
pengguna tidak harus melepaskan atribut seperti jaket dan tas, sehingga pengguna
akan merasa lebih nyaman untuk datang ke perpustakaan.

24
Universitas Sumatera Utara

Menurut Nashihudin (2011) Security Gate menggunakan sistem Electronic
Article Surveillance (EAS) Gantry, yaitu :
Teknologi yang diterapkan di perpustakaan untuk pintu masuk pengunjung
elektronik yang dapat mendeteksi bahan pustaka yang keluar dari
perpustakaan. Hal ini dilakukan untuk menjaga keamanan dan
kenyamanan perpustakaan sehingga perlu di antisipasi bila terjadi sesuatu
seperti pencurian bahan pustaka.
Sistem kerja perangkat security gate ini adalah mendeteksi secara otomatis
setiap buku yang di bawa ke luar perpustakaan tanpa melalui prosedur yang
ditetapkan maka alarm akan berbunyi. Selain itu, security gate juga dapat
menunjukkan data statistik pengunjung secara otomatis baik per hari, per minggu,
per bulan maupun per tahun. Hal ini dapat meringankan peneliti saat
membutuhkan data statistik pengunjung perpustakaan.
Keuntungan penggunaan security gate menurut MalaccaElab (2005)
adalah:
1. Proteksi security yang tinggi untuk semua koleksi perpustakaan.
2. Lebar koridor mengikuti standar ADA
3. Pilihan suara alarm memainkan pesan pilihan
4. Penghitung trafik terintegrasi
5. Tidak membutuhkan aplikasi server
6. Tersedia dalam warna abu-abu gelap dan terang.
5) Tattle Tape
Tattle Tape merupakan sebuah perangkat keamanan yang ditempelkan
pada koleksi yang berguna untuk melindungi koleksi tersebut apabila dibawa
keluar perpustakaan. Menurut Paul (2010) “Tattle Tape adalah Perlindungan
bijaksana untuk koleksi dengan media magnetik, dimana strip sangat peka saat
proses check-in dan check-out, alat ini dijamin untuk kehidupan item yang mereka
lindungi.”

25
Universitas Sumatera Utara

Keuntungan penggunaan tattle tape menurut Malacca Elab (2005) adalah:
1. Teknologi 3M Tattle Tape telah dimanfaatkan oleh perpustakaan di
dunia untuk memberikan pengamanan maksimal terhadap koleksi
perpustakaan.
2. Dapat dengan mudah dan cepat diaktifkan dan non aktifkan kembali
selama proses pengembalian dan peminjaman koleksi.
3. Strip sangat tipis (adhesive di dua sisi) dirancang khusus untuk buku
dan majalah.
4. Strip dilengkapi dengan liner yang cukup panjang ini mempermudah
pengguna untuk mengaplikasikan strip sehingga strip tidak dapat
terdeteksi dengan mudah.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa dengan penggunaan tattle
tapepengamanan maksimal terhadap koleksi perpustakaan dapat di capai. Tattle
tape dirancang khusus untuk buku dan majalah agar lebih mudah dalam
peminjaman dan pengembaliannya.

2.1.6.3 Kebijakan Keamanan, Prosedur dan Rencana
Pengembangan kebijakan keamanan di perpustakaan sangat dianjurkan.
Karena kebijakan keamanan digunakan sebagai acuan dasar, serta panduan untuk
staf perpustakaan dalam mengontrol keamanan asset yang ada.
Sulistyo Basuki ( 2005) menyatakan bahwa
Kebijakan adalah ketentuan atau prinsip-prinsip yang menggambarkan
tekad, komitmen atau rencana manajemen terhadap suatu masalah tertentu
yang dinyatakan secara formal oleh manajemen dan menjadi landasan
kerja organisasi. Ketentuan-ketentuan tersebut menyangkut keanggotaan,
peminjaman, dan sebagainya.
SedangkanNational Center for Education Statistics, yang dikutip oleh
Ayoung (2014 : 57) menyatakan bahwa :
A Security policy refers to “clear, comprehensive, and well-defined plans,
rules, and practices that regulate access to an organization's system and
the information included in it. Good policy protects not only information
and systems, but also individual employees and the organization as a

26
Universitas Sumatera Utara

whole. It also serves as a prominent statement to the outside world about
the organization's commitment to security” (National Center for
Education Statistics).
Arti kutipan di atas menyatakan bahwa kebijakan keamanan di
perpustakaan mengacu pada kejelasan meliputi banyak hal, dan sesuai dengan
rencana, aturan-aturan, dan praktek yang mengatur akses ke sistem organisasi dan
informasi yang ada di dalamnya. Kebijakan yang baik tidak hanya melindungi
informasi dan sistem saja, tetapi juga melindungi anggota dan organisasinya
secara keseluruhan. Hal ini berfungsi sebagai pernyataan kepada dunia luar
tentang komitmen organisasi untuk menegakkan keamanan.
Kebijakan keamanan biasanya berbentuk statmen tertulis, maka tentunya
harus berupa sebuah dokumen. Dokumen tersebut akan berisi rincian rencana
kegiatan dan segala informasi yang digunakan oleh pustakawan sebagai dasar
dalam berfikir dan menentukan peraturan dan prosedur saat mengamankan koleksi
perpustakaan. Dalam Pembuatan tata tertib

perpustakaan Menurut Suhendar

(2014 : 185-189) yang harus ada di dalam tata tertib perpustakaan adalah
mengenai beberapa hal antara lain :
1. Siapa saja yang di perbolehkan untuk menggunakan perpustakaan
2. Hari dan jam buka perpustakaan
3. Ketentuan sebelum masuk perpustakaan
4. Siapa saja yang boleh menjadi anggota perpustakaan
5. Jumlah buku yang boleh di pinjam
6. Lamanya waktu peminjaman
7. Sanksi terhadap pelanggaran
8. Ketentuan-ketentuan lain
Kebijakan keamanan perpustakaan berguna untuk memberikan arahan dan
dukungan dalam mengamankan koleksi yang ada.

27
Universitas Sumatera Utara

Hal ini sesuai dengan yang di nyatakan ISO (2013 : 3) bahwa kebijakan
keamanan :
Berguna untuk memberikan arahan dan dukungan manajemen keamanan.
Manajemen harus menetapkan arah kebijakan yang jelas dan menunjukkan
dukungan, serta komitmen terhadap keamanan informasi melalui
penerapan dan pemeliharaan suatu kebijakan keamanan di seluruh tataran
organisasi.
Untuk

melaksanakan

kebijakan-kebijakan

yang

telah

ditentukan,

perpustakaan menetapkan beberapa prosedur sebagai urutan kegiatan dari suatu
proses yang melibatkan satu atau beberapa unit kerja dalam perpustakaan tersebut.
Prosedur pertama yang dilakukan Menurut North East Document Conservation
Center (NEDCC Amerika Serikat) yaitu :
All patrons must be required to register:
a. Each patron should complete a Registration Form that asks for
identifying information and information about research interests, and
each patron should sign a logbook.
b. All patrons should be required to present photographic identification
when they register. A staff member should monitor the registration
procedure to ensure that the name appearing on the identification
matches the one given on the registration materials.
c. If desired, a photographic ID may be retained from each patron until
the research materials are returned. The ID should be attached to the
completed registration form and stored in a secure place.
Pendapat di atas dapat di artikan bahwa semua pengguna harus mendaftar terlebih
dahulu.Dalam melakukan pendaftaran prosedur yang dilakukan adalah :
1. Setiap pengguna harus mengisi Formulir Pendaftaran yang meminta
informasi identitas dan informasi tentang kepentingan penelitian, dan
setiap pengunjung harus menandatangani sebuah buku catatan.
2. Semua pengguna harus diwajibkan untuk menyerahkan identifikasi
fotografi ketika mereka mendaftar. Seorang anggota staf harus

28
Universitas Sumatera Utara

memantau prosedur pendaftaran untuk memastikan bahwa nama yang
muncul di identifikasi sesuai dengan salah satu diberikan pada bahan
pendaftaran.
3. Jika diinginkan, ID fotografi dapat dipertahankan dari setiap pelindung
sampai bahan penelitian dikembalikan. ID harus melekat pada formulir
pendaftaran selesai dan disimpan di tempat yang aman.
Sedangkan prosedur yang dilakukan menurut Darmono (2007 : 96) adalah :
1. Pemasangan alarm sistem, terutama untuk menghindari pencurian pada
jam-jam buka.
2. Perlu pemeriksaan identitas pemakai jasa perpustakaan
3. Perlu dipasang pengumuman bahwa pengunjung perpustakaan dilarang
membawa tas, mantel, payung ke dalam ruang baca. Bila perlu di
adakan pemeriksaan pada pengunjung yang keluar dari ruang baca.
4. Pengecekan pada bahan pustaka yang ada dalam ruang penyimpanan
dan ruang baca untuk mengetahui lebih dini adanya koleksi yang
hilang
Untuk menentukan prosedur keamanan terlebih dahulu perpustakaan harus
menetapkan rencana keamanan. Karena rencana keamanan merupakan dasar dari
terbentuknya sebuah sistem keamanan perpustakaan. Dari rencana keamanan akan
ditentukan langkah-langkah dalam pengamanan perpustakaan, menentukan
kebijakan dan aturan yang berlaku di perpustakaan. Selain itu rencana keamanan
harus di dukung oleh tingkat tertinggi dari suatu organisasi. Karna dari rencana
keamanan terbentuknya sistem keamanan. Perencanaan yang baik akan
menghasilkan sistem keamanan yang baik. Sebelum menentukan rencana
keamanan, ada beberapa informasi yang harus diketahui terlebih dahulu.

29
Universitas Sumatera Utara

Menurut North East Document Conservation Center (NEDCC) Amerika
Serikat, yaitu :
The security plan should include: information about any security systems
in the building, information about distribution and control of keys to the
building and to any special storage areas, copies of all policies and
procedures relating to security (patron and staff use of the collection,
collection management policies, etc.), a checklist of preventive measures
to be undertaken, and a list of procedures for responding to a security
breach (e.g., a theft, either in progress or one that has already occurred).
Arti dari pendapat di atas adalah : Rencana keamanan harus mencakup:
informasi tentang sistem keamanan di gedung tersebut, informasi tentang
distribusi dan kontrol kunci untuk bangunan dan untuk setiap tempat
penyimpanan khusus, salinan dari semua kebijakan dan prosedur yang berkaitan
dengan keamanan (pelindung dan penggunaan staf koleksi, kebijakan manajemen
koleksi, dll), daftar dari langkah-langkah pencegahan yang akan dilakukan, dan
daftar prosedur untuk menanggapi pelanggaran keamanan (misalnya, pencurian,
baik dalam kemajuan atau yang telah terjadi).
Dari beberapa pendapat di atas dapat diketahui bahwa untuk menerapkan
sistem keamanan di perpustakaan terlebih dahulu harus membuat rencana
keamanan. Karena rencana keamanan merupakan dasar dari terbentuknya sebuah
sistem keamanan perpustakaan. Kemudian dari rencana tersebut akan ditentukan
langkah-langkah dalam pengamanan perpustakaan, setelah itu menentukan
kebijakan dan aturan yang berlaku di perpustakaan. Kebijakan keamanan biasanya
berupa statemen tertulis, maka kebijakan keamanan nantinya berbentuk sebuah
dokumen. Rencana keamanan, prosedur keamanan dan kebijakan keamanan

30
Universitas Sumatera Utara

dalam suatu perpustakaan saling berkaitan. Dengan perencanaan yang baik akan
menghasilkan sistem keamanan yang baik.
2.2. Penyalahgunaan Koleksi
Penyalahgunaan koleksi di perpustakaan perguruan tinggi kerap terjadi.
Hal ini karena pada umumnya perpustakaan peguruan tinggi menyediakan layanan
dengan sistem terbuka dimana pengguna bebas mencari dan memilih sendiri
koleksi yang dibutuhkan. Ini

merupakan salah satu faktor yang mendorong

pengguna dalam melakukan penyalahgunaan koleksi di perpustakaan.
Menurut Listiyani (2010 : 4) “Penyalahgunaan koleksi adalah bentuk
tindakan perusakan dan pemanfaatan yang salah dari koleksi perpustakaan”.
Dalam

Kamus

Besar

Bahasa

Indonesia

(2001

:

983)

tertulis

“Penyalahgunaan adalah kata benda yang berarti proses, cara, perbuatan
menyalahgunakan, dan penyelewengan”. Sementara itu sebagai sebuah kata kerja
salahguna atau menyalahgunakan berarti melakukan sesuatu tidak sebagai
mestinya, atau menyelewengkan.

2.2.1. Bentuk Penyalahgunaan koleksi
Pengguna perpustakaan yang tidak dapat memanfaatkan layanan
perpustakaan dengan benar dan bertanggung jawab akan menyebabkan terjadinya
penyelewengan dalam pemanfaatan koleksi. Pemanfaatan yang salah dalam
layanan koleksi tentunya akan menimbulkan terjadinya berbagai bentuk
penyalahgunaan koleksi di perpustakaan.
Menurut Obiagwu yang dikutip oleh Syaikhu (2011 : 36), tindakan
penyalahgunaan koleksi dapat digolongkan menjadi empat, yaitu pencurian

31
Universitas Sumatera Utara

(theft), penyobekan (mutilation), peminjaman tidak sah (unauthorized borrowing),
dan vandalisme (vandalism).
1. Pencurian merupakan tindakan mengambil bahan pustaka tanpa
melalui prosedur yang berlaku di perpustakaan dengan atau tanpa
bantuan orang lain. Pencurian dapat bermacam-macam jenisnya, dari
yang bersifat kecil sampai besar. Bentuk pencurian yang sering terjadi
adalah menggunakan kartu perpustakaan curian.
2. Penyobekan adalah tindakan menyobek, memotong atau
menghilangkan artikel/ilustrasi dari jurnal, majalah, buku,
ensiklopedia, dan lain-lain tanpa atau dengan menggunakan alat.
Selain pencurian, penyobekan merupakan tindakan yang rentan terjadi
di perpustakaan.
3. Peminjaman tidak sah merupakan tindakan pengguna yang melanggar
ketentuan peminjaman, yang meliputi pelanggaran batas waktu pinjam
atau jumlah koleksi yang dipinjam, membawa pulang bahan pustaka
dari perpustakaan tanpa melapor ke petugas/pustakawan meskipun
akan mengembalikannya, dan membawa pulang bahan pustaka yang
belum diproses dari bagian pelayanan teknis. Bentuk lain dari
peminjaman tidak sah adalah peredaran buku yang tersembunyi di
dalam perpustakaan.
4. Vandalisme adalah tindakan perusakan bahan pustaka dengan
menulisi, mencoret-coret, memberi tanda khusus atau membasahi
buku. Tindakan ini dapat mengurangi kenyaman dalam membaca.
Sedangkan Fatmawati (2007 : 6) menyatakan bahwa ada delapan bentuk
vandalisme yang terjadi di perpustakaan, yaitu :
1. Pengeratan dan pembetotan halaman-halaman pada koleksi
perpustakaan,
2. Perobekan pada halaman tertentu,
3. Pengguntingan pada gambar-gambar tertentu,
4. Segala bentuk coret-coret tulisan atau penandaan yang menggunakan
ballpoint, spidol, stabillo, maupun pensil warna,
5. Pelipatan halaman tertentu pada buku,
6. Pemanfaatan Kartu Anggota Perpustakaan (KAP) milik orang lain,
7. Buku yang tidak dikembalikan melebihi batas tempo pengembalian,
dan
8. Penjiplakan/plagiat karya ilmiah (tugas akhir-skripsi-tesis-disertasi).
Dari kedua pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa semua tindakan yang
menyebabkan terhalangnya penyebaran informasi kepada pengguna dapat

32
Universitas Sumatera Utara

digolongkan sebagai bentuk penyalahgunaan koleksi. Mulai dari hanya melipat,
menggaris bawahi, mencoret, menggunting, merobek, dan yang paling merugikan
yaitu mencuri koleksi yang ada di perpustakaan.

2.2.2. Penyebab Penyalahgunaan Koleksi
Sebagai lembaga pelayanan umum, perpustakaan tidak luput dari berbagai
ancaman kejahatan. Secara umum ada beberapa faktor pendorong yang
menyebabkan terjadinya penyalahgunaan koleksi yang ada di perpustakaan.
Menurut Soeatminah (1992 : 18) “Salah satu faktor penyebab
penyalahgunaan koleksiyaitu manusia yang

merupakan perusak paling hebat

karena tidak hanya menyebabkan kerusakan tetapi juga hilangnya bahan pustaka”.
Sedangkan menurut Listiyani (2010 : 29)
Faktor pendorong penyalahgunaan koleksi di perpustakaan adalah hal
yang mendorong dan menyebabkan terjadinya penyalahgunaan koleksi di
perpustakaan. Faktor ini mencakup: kemudahan akses, koleksi yang
diminati, usia pengguna, jam buka operasional, kurangnya pengamanan,
kurangnya pelatihan staf dalam pencegahan kejahatan, fasilitas fotokopi,
desain gedung dan ruang, serta peraturan perpustakaan.
Selain pendapat di atas Santoso (2008 : 6) mengemukakan bahwa
terjadinya tindakan destruktif atau penyalahgunaan koleksi di perpustakaan
perguruan tinggi di sebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Lemahnya sistem pengawasan bahan pustaka
Pada beberapa perpustakaan sering yang menjadi penyebab tingginya
tingkat kerusakan dan hilangnya bahan pustaka adalah lemahnya
sistem pengawasan terhadap bahan pustaka. Longgarnya pemeriksaan
atau kurang telitinya petugas dalam memeriksa bahan pustaka yang
akan dibawa keluar oleh pemakai menjadi penyebab banyaknya bukubuku yang hilang. Demikian juga lemahnya pengawasan terhadap
bahan pustaka yang ada di rak menyebabkan pemakai dengan leluasa
merobek sebagian isi bahan pustaka atau mencuri bahan pustaka.
2. Sistem layanan yang tidak professional

33
Universitas Sumatera Utara

Layanan yang berbelit-belit atau rumit dan terlalu birokratis, lamban
serta sikap petugas yang kurang simpatik , peraturan perpustakaan
yang tidak dilaksanakan secara konsisten, rendahnya kualitas layanan
bisa menimbulkan rasa tidak puas dari pemakai. Ketidakpuasan
pemakai dapat berakibat pemakai mengambil jalan pintas dengan
merusak, merobek dan mencuri bahan pustaka.
3. Kurangnya kesadaran pemakai akan pentingnya pelestarian bahan
pustaka. Hal ini disebabkan oleh kurangnya penanaman nilai-nilai
agama dimana orang tua yang tidak pernah menanamkan nilai-nilai
agama kepada anaknya mengakibatkan hati nurani (super-ego) si anak
menjadi lemah karena tidak terbentuk dari nilai-nilai masyarakat atau
agama yang diterimanya waktu kecil. Jika hati nuraninya lemah,atau
unsur pengontrol dalam diri si anak kosong dari nilai-nilai yang baik,
maka sudah barang tentu akan mudah mereka terperosok ke dalam
tindakan-tindakan yang tidak baik dan menurutkan apa yang
menyenangkannya waktu itu saja, tanpa memikirkan akibat
selanjutnya. Wujud dari lemahnya unsur pengontrol tersebut antara
lain berupa kurangnya kesadaran, penghargaan dan pemahaman akan
pentingnya informasi yang dampaknya bisa merugikan baik
perpustakaan maupun pemakai lain karena hilangnya kesempatan
untuk mengakses bahan pustaka tersebut.
4. Tersumbatnya saluran komunikasi antara perpustakaan dan pemakai.
Keberhasilan perpustakaan dalam menjalankan tugas dan fungsinya ,
ditentukan juga oleh kualitas komunikasi dengan masyarakat
pemakainya. Ketidakharmonisan hubungan antara perpustakaan dan
pemakai bisa berakibat timbul sikap apriori dari pemakai terhadap
perpustakaan yang pada akhirnya bias mengakibatkan pemakai tidak
mempunyai rasa memiliki terhadap sumber daya yang ada
perpustakaan. Jika pemakai tidak mendapatkan kepuasan dalam
layanan perpustakaan, maka pemakai memiliki kecenderungan
menghalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhan informasinya
termasuk merobek dan mencuri bahan pustaka. Pemakai yang
mempunyai hubungan menyenangkan dengan pustakawan/petugas
perpustakaan, biasanya mengembangkan sikap positif terhadap sumber
daya yang dimilki oleh perpustakaan. Sebaliknya pengalaman yang
tidak menyenangkan dari pustakawan/petugas perpustakaan, akan
mengarah kepada sikap yang negatif baik kepada perpustakaan secara
umum maupun terhadap