Eksistensi Batas Wilayah Indonesia dengan Singapura pasca Penandatanganan Perjanjian Penetapan Garis Batas Laut Wilayah di Bagian Timur Selat Singapura

EKSISTENSI BATAS WILAYAH INDONESIA DENGAN SINGAPURA
PASCA PENANDATANGANAN PERJANJIAN PENETAPAN GARIS
BATAS LAUT WILAYAH DI BAGIAN TIMUR SELAT SINGAPURA
Tri Septa Pintauli Purba **
Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H. †**
Arif, S.H., M.H. ‡***
ABSTRAK
Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi untuk membahas mengenai
eksistensi dari batas wilayah Indonesia dengan Singapura di Selat Singapura pasca
penandatanganan Perjanjian Penetapan Garis Batas Laut Wilayah di Bagian
Timur Selat Singapura. Adapun objek dari penulisan skripsi ini adalah Perjanjian
Penetapan Garis Batas Laut Wilayah di Bagian Timur Selat Singapura, 2014.
Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana pengaturan
hukum internasional mengenai kedaulatan territorial suatu Negara, bagaimana
perjanjian penetapan perbatasan batas wilayah antara Indonesia dengan Singapura
di Selat Singapura dan bagaimana eksistensi dari batas wilayah Indonesia dengan
Singapura di Selat Singapura.
Adapun bentuk metode penelitian dalam skripsi ini adalah menggunakan
penelitian normatif. Karena sasaran dari penelitian ini adalah meninjau peraturanperaturan internasional tentang batas-batas resmi terkait dengan perbatasan antara
Indonesia dan Singapura, yaitu batas laut wilayah atau laut territorial kedua
negara di Selat Singapura.

Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah bahwa suatu Negara
memiliki kedaulatan territorial dalam tiga dimensi, yaitu darat, udara, dan laut.
Berkaitan dengan kedaulatan suatu Negara di laut, suatu Negara pantai harus
menentukan batas masing-masing zona maritim bagi negaranya untuk bisa
menerapkan penguasaan kedaulatan atau hak berdaulat di perbatasan wilayah
perairan antarnegara. Adapaun perjanjian antara Indonesia dan Singapura terkait
batas laut wilayah kedua Negara di Selat Singapura telah selesai disepakati
melalui tiga perjanjian bilateral, yaitu Perjanjian 1973, Perjanjian 2009, dan
Perjanjian 2014. Sesuai dengan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000
tentang Perjanjian Internasional, maka setiap perjanjian internasional yang
ditandatangani oleh Indonesia haruslah terlebih dahulu disahkan melalui undangundang. Perjanjian 2014 sampai saat ini belum diratifikasi. Agar perjanjian ini
mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan mengikat, pemerintah harus segera
meratifikasi perjanjian ini ke dalam peraturan nasional serta segera menerbitkan
titik-titik koordinat pulau-pulau terluar NKRI.
Kata Kunci : Laut Wilayah, Perjanjian Bilateral
* Tri Septa Pintauli Purba mahasiswa Fakultas Huum USU
** Prof.Dr.Suhaidi. S.H, M.Hum dosen Fakultas Hukum USU
*** Arif, S.H, M.H dosen Fakultas Hukum USU

Universitas Sumatera Utara