Eksistensi Batas Wilayah Indonesia dengan Singapura pasca Penandatanganan Perjanjian Penetapan Garis Batas Laut Wilayah di Bagian Timur Selat Singapura

BAB I
PENDAHULUAN
H. Latar Belakang
Kedaulatan ialah kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh suatu negara untuk secara
bebas melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan kepentingannya asal saja
kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan
suatu negara secara eksplisit maupun implisit tampak dari eksistensi batas-batas
wilayahnya. Tanpa adanya batas-batas wilayah, suatu negara akan sulit diakui
keberadaannya di dunia internasional sekaligus eksistensinya sebagai subjek
hukum internasional 5. Berkaitan dengan kedaulatan hukum negara, sebagai
sebuah entitas yang berdaulat, negara memiliki kewenangan untuk menetapkan
sendiri batas wilayahnya 6.
Terkait dengan wilayah, negara memiliki wilayah darat, laut, dan udara. Untuk
mempertahankan kedaulatan wilayah tersebut maka pemerintah harus membentuk
dan menetapkan aturan yang jelas mengenai ketentuan perbatasan negara. Tujuan
adanya kejelasan ketentuan perbatasan ini adalah untuk menjamin keutuhan
wilayah dan kejelasan terhadap pemberlakuan yurisdiksi negara pada wilayah
tersebut, sebagaimana telah disebutkan bahwa perbatasan-perbatasan merupakan
salah satu manifestasi penting dalam kedaulatan teritorial.

4


Boer Mauna, Hukum Internasional : Pengertian, Peranan, dan Fungdi dalam Era Dinamika
Global, EdisiKe-2, Bandung : Alumni, 2005, hal. 23.
5
Suryo Sakti Hadiwijoyo, Batas Wilayah Negara Indonesia: Dimensi, Permasalahan, dan
Strategi Penanganan (Sebuah Tinjauan Empiris dan Yuridis), Jogjakarta: Gava Media, 2008, hal.
81
6
Ibid, hal. 79

Universitas Sumatera Utara

Hukum Internasional menghormati peranan penting dari wilayah negara seperti
yang tercermin dalam prinsip penghormatan terhadap integritas dan kedaulatan
suatu wilayah negara (territorial integrity and sovereignity) yang dimuat dalam
berbagai produk hukum internasional 7. Meskipun demikian dalam menetapkan
batas wilayahnya, suatu negara harus tetap berkoordinasi dengan negara tetangga
yang berbatasan langsung dengan wilayahnya, baik berbatasan di wilayah darat
maupun laut, sehingga penetapan dan penegasan batas tersebut wajib
memperhatikan kewenangan otoritas negara lain.

Sebagai negara kepulauan, Indonesia berbatasan langsung dengan beberapa
negara, baik perbatasan darat maupun perbatasan laut. Kawasan perbatasan
Indonesia terdiri dari perbatasan darat yang berbatasan langsung dengan negaranegara Malaysia, Papua New Guinea (PNG), dan Republik Demokratik Timor
Leste (RDTL), serta perbatasan laut yang berbatasan dengan 10 negara, yaitu
India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau,
Australia, Republik Demokratik Timor Leste, dan Papua New Guinie (PNG).8
Perbatasan antara Indonesia dengan Singapura, serta perairan di sekitarnya
merupakan satu diantara sekian banyak perbatasan negara yang patut mendapat
suatu perhatian, karena memuat potensi-potensi konflik baik dari aspek geografis,
politik, dan ekonomi. Hal ini dikarenakan oleh letak perbatasan antara kedua
negara yang berada di perairan Selat Singapura, yang memiliki posisi yang
strategis karena berada pada jalur perdagangan dunia. Kawasan ini merupakan

7
8

Ibid.
Ibid, hal. 105.

Universitas Sumatera Utara


kawasan yang ramai karena banyak kapal yang lewat dan singgah, sehingga
negara manapun yang menguasai kawasan ini perekonomiannya akan dapat
berkembang dengan pesat. Potensi yang dimiliki kawasan perairan inilah yang
mendorong Indonesia maupun Singapura untuk mempertahankan klaim yang
mereka ajukan.
Indonesia dan Singapura dipisahkan oleh laut sehingga batas kedua Negara
tersebut berupa batas maritim. Berbicara tentang kedaulatan (sovereignity) atas
laut adalah mengenai kedaulatan dari suatu negara tertentu atas bagian tertentu
dari laut 9. Apabila di wilayah daratan, mungkin akan mudah untuk menentukan
perbatasan suatu negara dengan negara yang lain. Namun, lain halnya di wilayah
lautan yang begitu luas, sangat sulit untuk menentukan batas wilayah suatu
negara. Penentuan batas negara di wilayah laut mengacu pada Konvensi Hukum
Laut Internasional (UNCLOS).
Permasalahan batas maritim antara Indonesia dan Singapura timbul karena adanya
tumpang tindih klaim yang diajukan kedua negara. Berdasarkan pertimbangan
pertahanan dan keamanan serta integritas Indonesia sebagai negara kepulauan,
maka Indonesia menetapkan lebar laut teritorialnya sejauh 12 mil laut dari garis
pangkal. Ketetapan lebar laut teritorial ini tertuang dalam Deklarasi Djuanda yang
dikeluarkan pada tanggal 13 Desember 1957. Sedangkan Singapura, yang dulunya

merupakan daerah jajahan Inggris, dalam menetapkan lebar laut teritorialnya
meniru peraturan penetapan lebar laut teritorial Inggris yaitu berdasarkan teori
Cornelius. Teori Cornelius menetapkan lebar laut teritorial suatu negara sejauh
9

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Laut Bagi Indonesia, Jakarta: Sumur Bandung, 1991, hal. 10

Universitas Sumatera Utara

jangkauan rata-rata tembakan meriam yaitu 3 mil laut. Singapura mengeluarkan
penetapan lebar laut teritorialnya sejauh 3 mil laut dari garis pangkal juga sejak
tahun 1957. Tumpang tindih klaim lebar laut teritorial yang diajukan Indonesia
dan Singapura terjadi karena lebar laut yang memisahkan kedua negara kurang
dari 15 mil dari garis pangkal masing-masing negara.
Ketidakjelasan batas negara Indonesia-Singapura mengakibatkan tidak jelasnya
batas-batas kedaulatan antara kedua negara. Sebagai negara yang memiliki
kedekatan letak geografis dan untuk menjaga hubungan bilateral mereka, kedua
negara tidak menginginkan permasalahan ini menjadi konflik terbuka sehingga
keduanya sepakat untuk menyelesaikan sengketa ini dengan cara damai, yaitu
melalui perundingan bilateral.

Pada tahun 1973, Indonesia dan Singapura untuk pertama kalinya mengadakan
perundingan bilateral untuk menyelesaikan persoalan batas maritim tersebut.
Penentuan batas maritim antara Indonesia dan Singapura terbagi dalam tiga
bagian, yaitu bagian barat, tengah dan timur. Bagian timur dibagi lagi atas 2, yaitu
bagian timur 1 (Batam-Changi), dan bagian timur 2 (South Ledge – Middle Rock
– Pedra Branca). Perundingan yang dilakukan pada tahun 1973 ini hanya berhasil
menetapkan batas maritim Indonesia-Singapura bagian tengah saja, dengan Pulau
Nipa sebagai median line-nya. Indonesia kemudian meratifikasi kesepakatan ini
pada 3 Desember 1973, sedangkan Singapura baru meratifikasinya pada 29

Universitas Sumatera Utara

Agustus 1974. 10 Dalam perundingan tersebut, kedua negara sepakat akan
mengadakan perundingan lanjutan untuk menyelesaikan batas maritim kedua
negara di bagian barat dan timur Selat Singapura.
Perundingan lanjutan tersebut cukup lama baru bisa dilakukan kembali. Hal ini
karena pemerintah Singapura selalu menghindar bila diajak berunding mengenai
masalah ini. Baru pada awal tahun 2005, mulai dilakukan lagi perundingan untuk
membahas segmen yang belum disepakati. 11 Selama kurun waktu tersebut,
Singapura telah melakukan reklamasi terhadap pantainya. Reklamasi tersebut

membuat wilayah negara Singapura semakin luas. Perluasan wilayah pantai
Singapura akan mengubah garis batas Singapura, sedangkan terkikisnya Pulau
Nipa (di Batam) dapat mengubah garis batas perairan Indonesia.
Perubahan status kewilayahan suatu negara menimbulkan dampak terhadap
kedaulatan negara atas wilayah tersebut, khususnya dampak yuridis terhadap
kedaulatan negara termasuk di dalamnya masalah kewarganegaraan penduduk
yang bertempat tinggal di wilayah tersebut. Hal inilah yang membuat pemerintah
Indonesia khawatir dan terus mengupayakan agar segera melakukan perundingan
dengan Singapura.
Dalam perundingan tersebut, posisi dasar yang diambil Indonesia yakni menolak
hasil reklamasi sebagai garis pangkal baru. Selain itu, Indonesia juga mengambil
posisi untuk menggunakan referensi pantai asli (original geographic feature) peta
10

Eka Christiningsih Tanlain., “Dampak Reklamasi Pantai Singapura Terhadap Batas Maritim
Indonesia-Singapura”, Skripsi S1 Ilmu Hubungan Internasional fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Jember, 2006, hal. 63
11
Sekretariat Negara Republik Indonesia, http://www.setneg.go.id, diakses tanggal 10 Maret 2016


Universitas Sumatera Utara

1973 dan UNCLOS 1982. 12 Perundingan yang ditandatangani di Jakarta pada
tanggal 10 Maret 2009 ini berhasil menetapkan batas maritim IndonesiaSingapura bagian barat (Nipa-Tuas). Perundingan ini diratifikasi oleh Indonesia
pada tahun 2010.
Pada tahun 2011, pemerintah Indonesia dan Singapura kembali mengadakan
perundingan lanjutan mengenai penetapan batas maritim kedua negara. Setelah
melalui 10 pertemuan dalam kurun waktu 2011-2014, kedua negara berhasil
menyepakati batas laut wilayah di bagian timur 1 Selat Singapura, mencakup area
perairan Batam (Indonesia) dan Changi (Singapura). Penandatanganan perjanjian
ini dilakukan di Singapura pada tanggal 3 September 2014. Namun, hingga saat
ini Perjanjian internasional antara Indonesia dan Singapura ini belum diratifikasi
oleh Indonesia.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengangkat skripsi yang
berjudul:
”EKSISTENSI BATAS WILAYAH INDONESIA DENGAN SINGAPURA
PASCA PENANDATANGANAN PERJANJIAN PENETAPAN GARIS
BATAS LAUT WILAYAH DI BAGIAN TIMUR SELAT SINGAPURA”.

I.


Rumusan Masalah

Untuk mengetahui masalah yang diteliti agar tidak terjadi keambiguan dalam
skripsi ini, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut :

12

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

1.

Bagaimanakah konsepsi hukum Internasional mengenai kedaulatan
teritorial suatu negara?

2.

Bagaimanakah perjanjian penetapan batas wilayah Indonesia dan

Singapura di Selat Singapura?

3.

Bagaimanakah eksistensi dari batas wilayah Indonesia dengan
Singapura pasca penandatangan perjanjian penetapan garis batas laut
wilayah di bagian timur Selat Singapura?

J.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah memformulasikan apa yang ingin diketahui atau
ditentukan dalam melaksanakan penelitian dan dapat dinyatakan secara spesifik
apa yang akan dilakukan dalam penelitian sehingga akan jelas apa yang akan
dihasilkan oleh penelitian. 13 Penelitian ini dibuat dengan maksud dapat menjawab

masalah penelitian yang telah dirumuskan. Adapun tujuan penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui konsepsi hukum Internasional mengenai kedaulatan
teritorial suatu negara.
b. Untuk mengetahui perjanjian penetapan batas wilayah Indonesia dan
Singapura di Selat Singapura.

13

Dr. Ir. Masyhuri, MP., dan Drs. M. Zainuddin, MA., Metodologi Penelitian : Pendekatan
Praktis dan Aplikatif, Bandung : Refika Aditama, 2009, hal. 91

Universitas Sumatera Utara

c. Untuk mengetahui bagaimana eksistensi dari batas wilayah Indonesia
dengan Singapura pasca ditandatanganinya perjanjian penetapan garis
batas laut wilayah di bagian timur Selat Singapura.
2.

Manfaat Penelitian


Adapun manfaat yang ingin diperoleh penulis dari penelitian ini yaitu :
a. Secara Teoritis
Manfaat teoritis dari penulisan ini adalah memberikan sumbangsih terhadap
perkembangan hukum internasional khususnya hukum laut internasional dalam
penetapan batas maritim antarnegara, serta dapat memperluas wawasan tentang
wilayah perbatasan maritim negara.
b. Secara Praktis
Manfaat praktis dari penulisan ini adalah menjadi acuan dalam berpikir bagi
upaya dan dampak penetapan garis batas Laut Wilayah Indonesia dan Singapura,
sebagai

masukan

kepada

pemerintah

Indonesia

dan

Singapura

dalam

melaksanakan perjanjian penetapan garis batas Laut Wilayah tersebut.

K. Keaslian Penulisan
Skripsi yang berjudul ”Eksistensi Batas Wilayah Indonesia dengan Singapura
Pasca Penandatangan Perjanjian Penetapan Garis Batas Laut Wilayah di Bagian
Timur Selat Singapura” ini belum pernah ditulis, sehingga tulisan ini asli dalam
hal tidak ada judul yang sama. Dengan demikian keaslian penulisan ini dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penulisan ini disusun berdasarkan literaturliteratur yang berkaitan dengan pengaturan hukum laut internasional yang

Universitas Sumatera Utara

membahas tentang Laut Wilayah. Skripsi ini ditulis berdasarkan refleksi serta
pemahaman selama berada di bangku perkuliahan, terutama pada saat berada dan
menjadi bagian dari Departemen Hukum Internasional dengan menggunakan
berbagai referensi. Dalam proses penulisan skripsi ini juga diperoleh data dari
buku-buku, jurnal ilmiah, media cetak, dan media elektronik. Jika ada kesamaan
pendapat dan kutipan, hal itu semata-mata digunakan sebagai referensi dan
penunjang yang diperlukan demi penyempurnaan skripsi ini.

L. Tinjauan Kepustakaan
Data-data yang tersaji dalam skripsi ini seluruhnya adalah data sekunder yaitu
data yang diperoleh penulis dengan menelaah sejumlah literatur yang relevan
dengan masalah-masalah yang sedang dikaji dalam penulisan penelitian ini yang
diperoleh melalui buku dan akses dari internet.
Untuk menghindari adanya pengertian ganda, maka penulis memberikan batasan
pengertian dari penulisan judul skripsi yang diambil dari sudut hukum, penafsiran
secara etimologi, maupun dari pendapat para sarjana terhadap beberapa hal yang
akan dipaparkan dalam tulisan ini, antara lain:
Kedaulatan : Kedaulatan yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah
sovereignity berasal dari kata Latin superanus berarti ‘yang teratas’ (Mochtar
Kusumaatmadja, 2008:16). Yang berarti bahwa terhadap suatu wilayah tertentu
otoritas tertinggi berada pada Negara terkait.
Laut Wilayah : Laut Wilayah atau lebih dikenal dengan Laut Teritorial adalah
jalur laut selebar 12 (dua belas) mil laut yang diukur dari garis pangkal kepulauan

Universitas Sumatera Utara

Indonesia sebagaimana dimaksud pasal 5 14. Pasal 5 yang dimaksud adalah tentang
ketentuan dan tata cara penarikan garis pangkal kepulauan Indonesia. Definisi laut
teritorial yang terdapat dalam UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia
ini adalah mengikuti ketentuan yang tercantum dalam UNCLOS 1982.
Perjanjian Intenasional : Menurut Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, Perjanjian
Internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsabangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu15.
Eksistensi : Eksistensi adalah kata yang berasal dari bahasa Latin yaitu existere
yang memiliki arti: muncul, ada, timbul dan berada. Hal ini kemudian melahirkan
empat penjelasan baru tentang eksistensi, antara lain 16 :
1. Eksistensi adalah apa yang ada.
2. Eksistensi adalah apa yang memiliki.
3. Eksistensi adalah segala sesuatu yang dialami dengan penekanan bahwa
sesuatu itu ada.
4. Eksistensi adalah kesempurnaan.

M. Metode Penelitian
1.

Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian hukum normatif (legal
research), yaitu penelitian yang mengacu pada berbagai perangkat hukum
internasional yang terdapat di berbagai sumber terkait. Sifat penelitian ini adalah
14

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Edisi kedua,
Cetakan ke-1, Bandung: Alumni, 2003, hal. 117
16
Pengertian Eksistensi Menurut Para Ahli, http://www.pengertianmenurutparaahli.net/pengertianeksistensi-menurut-para-ahli/, diakses pada tanggal 20 Maret 2016
15

Universitas Sumatera Utara

penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data
yang teliti tentang keadaan yang menjadi objek penelitian dan selanjutnya
mencoba untuk memberikan pemecahan masalahnya.
2.

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan dengan metode studi kepustakaan (library
research) yaitu mengumpulkan berbagai data yang penting dan berhubungan
dengan ruang lingkup penelitian. Materi tersebut diperoleh dari berbagai bahanbahan kepustakaan berupa buku-buku, jurnal ilmiah, media cetak, media
elektronik, serta dokumen konvensi yang erat kaitannya dengan permasalahan
yang ada di skripsi ini.
3.

Sumber Data

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang
merupakan landasan utama yang digunakan dalam penelitian ini. Bahan
hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah Konvensi Hukum
Laut (UNCLOS) 1982, Perjanjian Penetapan Garis Batas Laut Wilayah
Kedua Negara di Selat Singapura Tahun 1973, Perjanjian Penetapan Garis
Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Bagian Barat Selat Singapura Tahun
2009, dan Perjanjian Penetapan Garis batas Laut Wilayah Kedua Negara di
Bagian Timur Selat Singapura tahun 2014.
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang menunjang dan
memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku,
karya tulis dan jurnal ilmiah serta pendapat para ahli hukum internasional.

Universitas Sumatera Utara

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan dari
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, berupa Kamus Hukum.
4.

Analisis Data

Analisis data dalam penulisan ini adalah secara kualitatif. Analisis dilakukan
dengan menggunakan data yang diperoleh melalui studi kepustakaan bahan
hukum primer, sekunder, dan tersier yang relevan dengan penelitian ini, lalu
kemudian di analisis dan dikualifikasikan dengan tujuan untuk mendapatkan
jawaban dari rumusan permasalahan.

N. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pemahaman dalam upaya mendapatkan jawaban atas
rumusan permasalahan, maka pembahasan akan diuraikan secara garis besar
melalui sistematika penulisan. Pada bagian ini terdapat ringkasan garis besar dari
lima bab dan setiap bab terdiri dari beberapa sub-bab. Sistematika penulisannya
adalah:
BAB I: PENDAHULUAN
Bab I ini terdiri dari Latar Belakang yang mengawali pemilihan judul penelitian.
Dilanjutkan dengan Rumusan Masalah, dan diikuti dengan Tujuan Penulisan serta
Manfaat Penelitian. Bab ini juga akan membahas mengenai Keaslian Penulisan,
Tinjauan Kepustakaan, serta Metode Penelitian yang digunakan, diakhiri dan
diuraikan di dalam Sistematika Penulisan.
BAB II:

KONSEPSI

HUKUM

INTERNASIONAL

MENGENAI

KEDAULATAN TERITORIAL NEGARA

Universitas Sumatera Utara

Bab II dibahas mengenai Teori Kedaulatan Teritorial Negara dalam Hukum
Internasional, yang menguraikan Pengertian Kedaulatan Teritorial Negara dan
Macam-macam Kedaulatan Negara. Kemudian dibahas tentang Konsep Hukum
Internasional dalam Penetapan Perbatasan Darat yang menguraikan Cara
Memperoleh Wilayah, kemudian akan dibahas bagaimana Konsep Hukum
Internasional dalam Penetapan Perbatasan Laut yang menguraikan Sejarah dari
Hukum Laut Internasional dan Konsep Negara Kepulauan yang merupakan salah
satu dasar dalam menentukan perbatasan Indonesia dengan Singapura yang adalah
batas maritim. Selanjutnya dibahas juga Kedaulatan Indonesia berdasarkan
UNCLOS.
BAB III:

TINJAUAN

ATAS

PERJANJIAN

ANTARA INDONESIA

DENGAN SINGAPURA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT
WILAYAH KEDUA NEGARA DI SELAT SINGAPURA
Bab III ini membahas tentang Sejarah dan Perkembangan Penetapan Batas
Wilayah Indonesia dengan Singapura, serta faktor-faktor yang mendorong kedua
negara menyelesaikan persoalan Batas Wilayah Maritim. Dilanjutkan dengan
Konsep Hukum Internasional dalam penetapan perbatasan laut yang diatur dalam
UNCLOS 1982. Kemudian dibahas juga Upaya Pemerintah dalam penanganan
wilayah perbatasan dengan Singapura, yang terdiri atas Perjanjian Penetapan
Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Selat Singapura Tahun 1973,
Perjanjian Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Bagian Barat
Selat Singapura Tahun 2009, dan Perjanjian Penetapan Garis Batas Laut Wilayah
Kedua Negara di Bagian Timur Selat Singapura Tahun 2014.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV:

EKSISTENSI BATAS WILAYAH INDONESIA-SINGAPURA

PASCA PENANDATANGANAN PERJANJIAN PENETAPAN GARIS BATAS
LAUT WILAYAH DI BAGIAN TIMUR SELAT SINGAPURA
Bab IV ini dibahas mengenai eksistensi batas wilayah Indonesia dengan
Singapura pasca penandatangan perjanjian penetapan garis batas laut wilayah di
bagian timur Selat Singapura, yang menguraikan mengenai Potensi Konflik antara
Indonesia dan Singapura dikarenakan beberapa hal, yakni potensi konflik akibat
dari perbedaan pemahaman terhadap UNCLOS 1982 dan juga potensi konflik
akibat perluasan wilayah negara Singapura pasca reklamasi yang dilakukan oleh
Singapura. Kemudian yang menjadi inti dari pembahasan yaitu batas wilayah
Indonesia dengan Singapura pasca penandatangan perjanjian penetapan garis
batas laut wilayah di bagian timur Selat Singapura, serta dampak dari perjanjian
garis batas laut wilayah di bagian timur Selat Singapura bagi Indonesia.
BAB V:

PENUTUP

Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran. Sebagai bagian akhir dari skripsi, maka
dalam bab ini dirangkum intisari dari hasil penelitian yang telah dilakukan, serta
memberikan saran terhadap penetapan garis batas laut teritorial antara Indonesia
dengan Singapura.

Universitas Sumatera Utara