Ekspresi Imunohistokimia Human Epididymis Protein 4 Pada Jaringan Kista Ovarium Benigna

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Kista Ovarium

2.1.1. Definisi
Kista ovarium adalah kantung yang berisi cairan maupun material semi
cair yang berasal dari jaringan ovarium. Kista ovarium sering muncul pada usia
reproduktif dan umumnya bersifat jinak, ukurannya dapat bervariasi. Pada
kebanyakan kasus kista ovarium tidak berbahaya, bahkan ada jenis kista yang
dapat hilang dengan sendirinya. Meskipun demikian, temuan kista ovarium
dapat menyebabkan kecemasan diantara wanita dengan adanya potensi
keganasan.1,2
Kista ovarium adalah kantung berisi cairan di dalam maupun pada
permukaan ovarium, kedua ovarium yang terletak pada tiap sisi uterus dan
berukuran sebesar almon akan menghasilkan ovum dan dilepaskan tiap bulan
selama usia reproduksi. Banyak wanita mengalami kista ovarium selama
hidupnya. Kebanyakan kista ovarium tidak dijumpai gejala klinis dan tidak
berbahaya. Mayoritas dari kista ovarium menghilang tanpa terapi dalam

beberapa bulan. Namun beberapa kista ovarium terutama yang mengalami
ruptur sering menyebabkan gejala yang berat. Mengenali gejala dan
pemeriksaan pelvik yang rutin dapat mengurangi masalah tersebut.19
Kista ovarium biasanya muncul selama usia reproduksi. Namun kista
ovarium juga dapat dijumpai pada wanita dengan berbagai umur. Pada
beberapa kasus, kista ovarium dapat menyebabkan nyeri dan perdarahan. Jika
kista berukuran diatas 5 cm, maka kemungkinan membutuhkan tindakan

Universitas Sumatera Utara

pembedahan. Ada dua jenis utama dari kista ovarium; (1) kista ovarium
fungsional, merupakan tipe utama. Kista ini tidak berbahaya dan merupakan
bagian dari siklus menstruasi yang normal dan dapat menghilang sendirinya (2)
kista patologis, ini merupakan jenis kista yang tumbuh pada ovarium dan dapat
bersifat jinak maupun ganas.20

2.1.2. Insidensi dan Faktor Resiko
2.1.2.1Insidensi
Lebih dari 10% wanita akan menjalani pembedahan semasa hidupnya
karena adanya massa di ovarium. Pada perempuan premenopause hampir

seluruh massa ovarium dan kista bersifat jinak. Insiden keseluruhan dari kista
ovarium simtomatik pada wanita premenopause bersifat ganas adalah 1:1000
dan meningkat sampai 3:1000 pada umur 50 tahun. Studi di Amerika Serikat
(AS) pada wanita pasca menopause menunjukkan insidensi kista ovarium
adalah 18% dalam 15 tahun. Studi lainnya yang berdasarkan temuan otopsi
pada wanita pascamenopause (usia rerata 73 tahun) menunjukkan sekitar 15%
dari wanita pasca menopause memiliki kista adneksa. Prevalensi massa jinak
pada wanita pasca menopause pada sebuah studi penapisan adalah 0.8%
sampai 1.8%. Kebanyakan data prevalensi AS mengindikasikan rentang
diantara populasi umum yaitu 3% sampai 15%. Di seluruh dunia sekitar 7%
wanita memiliki kista ovarium semasa hidupnya. Suatu uji penapisan Eropa
menunjukkan insidensi sebesar 21.2% dari kista ovarium diantara wanita pasca
menopause sehat. Data The National Cancer Institute's Surveillance,
Epidemiology, and End Results (SEER) dari 2003 menunjukkan resiko seumur
hidup untuk berkembangnya kanker ovarium adalah 1 dari 70. Diperkirakan

Universitas Sumatera Utara

22,430 kanker ovarium kasus baru di AS pada tahun tersebut. Data SEER juga
menunjukkan peningkatan insidensi yang besar dari kanker ovarium tiap

tahunnya diantara wanita berumur ≥65.3,4,5,6,7,8,9
Di Indonesia, insiden kista ovarium ditemukan 2,39% - 11,7% pada
seluruh penderita ginekologi yang dirawat. Pada penelitian Suryati (2014) di
Makassar, ditemukan insiden kista ovarium hanya sebesar 0,4% pada wanita
usia subur dan 99,546% pada non usia subur. Jumlah kasus kista ovarium di
Propinsi Sumatera Utara bervariasi. Menurut penelitian Safitri (2010), di RSUP
H. Adam Malik Medan pada tahun 2008-2009 terdapat jumlah seluruh penderita
kista ovarium sebanyak 47 orang dan di RS Dr. Pirngadi Medan dari bulan
Januari 2010- Oktober 2010 penderita kista ovarium pada wanita usia subur
terdata sebanyak 34 kasus. Sementara itu Siringo (2012), menemukan jumlah
kasus kista ovarium di RS. ST. Elisabeth Medan dari tahun 2008-2012
sebanyak 116 kasus.21,22,23

2.1.2.2 Faktor Resiko
Parazzini dkk (1999) melakukan evaluasi faktor resiko untuk kista ovarium
fungsional dan menemukan bahwa kista ovarium berhubungan dengan usia,
status menarche, gangguan menstruasi, indeks massa tubuh, sedangkan
hubungan yang sedikit dijumpai pada resiko kista ovarium fungsional dengan
merokok, status perkawinan, atau usia saat menikah.24
Faktor resiko pembentukan kista ovarium diantaranya adalah; Gangguan

pembentukan hormon; kista ovarium dapat disebabkan oleh 2 gangguan
pembentukan hormon yaitu pada mekanisme umpan balik ovarium dan
hipotalamus. Estrogen disekresikan sebagai respon dari hipersekresi follicle

Universitas Sumatera Utara

stimulating hormone (FSH). Dalam penggunaan obat- obatan yang merangsang
ovulasi atau misalkan pola hidup yang tidak sehat dan obesitas bisa
menyebabkan ketidakseimbangan hormon. Gangguan keseimbangan hormon
dapat berupa peningkatan Luteinizing Hormone (LH) yang menetap sehingga
dapat menyebabkan gangguan ovulasi yang menimbulkan pembentukan
kista.24,25,26,27
Riwayat kista ovarium sebelumnya; riwayat keluarga pernah menderita
kista ovarium sebelumnya menunjukkan risiko sebesar 5-10% untuk memiliki
kelainan genetik yang diwariskan. Ras putih, tinggal di Amerika Utara dan
Eropa Utara juga ditemukan sebagai faktor risiko kista ovarium. Perempuan ras
putih akan memiliki risiko 30-40% lebih tinggi kista ovarium dibandingkan
dengan perempuan kulit hitam dan Hispanik. Patogenesis peningkatan risiko
pada suatu ras ini belum diketahui secara jelas.24,26,28,29,30,31,32
Infertilitas dan pengobatan infertilitas; pasien infertilitas yang diterapi

dengan induksi ovulasi menggunakan gonadotropin atau agen lainnya, seperti
Clomiphene Citrate atau Letrozole, dapat menimbulkan kista sebagai bagian
dari Sindrom Hiperstimulasi Ovarium. Gaya hidup yang tidak sehat; gaya hidup
yang tidak sehat dapat memicu terjadinya penyakit kista ovarium. Risiko kista
ovarium fungsional meningkat dengan obesitas dan kebiasaan merokok. Selain
dikarenakan merokok, pola makan yang tidak sehat seperti konsumsi tinggi
lemak, rendah serat, konsumsi zat tambahan pada makanan, konsumsi alkohol
dapat juga meningkatkan risiko penderita kista ovarium.24,26,34 Pola makan di
daerah tertentu juga dianggap berpengaruh terhadap risiko kista ovarium
dimana konsumsi makanan rendah lemak tetapi tinggi serat, karoten, vitamin
dapat sebagai pelindung sel epitel ovarium.34 Meningkatnya distribusi lemak

Universitas Sumatera Utara

tubuh bagian atas, juga merupakan faktor risiko terjadinya kista ovarium. Pada
wanita yang sudah menopause kista fungsional tidak terbentuk karena
menurunnya aktivitas indung telur.35
Terapi Tamoksifen pada karsinoma mammae; penderita karsinoma
mammae yang pernah menjalani kemoterapi dengan Tamoxifen dapat
menderita kista ovarium. Tamoxifen dapat menyebabkan kista ovarium

fungsional jinak yang biasanya menghilang dengan penghentian pengobatan
tersebut.36 Gangguan siklus haid; gangguan siklus haid yang sangat pendek
atau lebih panjang harus diwaspadai. Menstruasi di usia dini yaitu 11 tahun
atau lebih muda merupakan faktor risiko berkembangnya kista ovarium, wanita
dengan siklus haid tidak teratur juga merupakan faktor risiko kista ovarium.35,37
Pemakaian alat kontrasepsi hormonal; wanita yang menggunakan alat
kontrasepsi hormonal juga merupakan faktor risiko kista ovarium, yaitu pada
wanita yang menggunakan alat kontrasepsi hormonal berupa implan, akan
tetapi pada wanita yang menggunakan alat kontrasepsi hormonal berupa pil
cenderung memiliki risiko yang rendah untuk terkena kista ovarium. Upayaupaya untuk mencegah ovulasi dengan penggunaan kontrasepsi oral kombinasi
jangka panjang dianggap dapat mengurangi risiko kista ovarium sebesar 50%.
Durasi perlindungan berlangsung sampai dengan 25 tahun setelah penggunaan
terakhir. Pemberian regimen terapi pengganti estrogen setelah menopause juga
akan meningkatkan risiko kista ovarium.31,38,39
Paritas; Suatu penelitian mendapatkan bahwa wanita nullipara akan
memiliki dua kali risiko yang lebih tinggi terkena kista ovarium, tetapi alasan
pastinya belum sepenuhnya jelas. Risiko ini akan menurun dengan riwayat
melahirkan dan stabil pada wanita yang melahirkan sebanyak enam kali. Risiko

Universitas Sumatera Utara


akan menurun pada wanita yang memberikan ASI dimana hal ini mungkin
memiliki efek perlindungan dengan memperpanjang periode amenore.31,41,42
Usia; peningkatan risiko yang juga dikaitkan dengan kista ovarium
adalah bertambahnya usia, menarche dini dan menopause terlambat. Proses
pertambahan

usia

akan

memungkinkan

perpanjangan

waktu

untuk

menyebabkan perubahan genetik secara acak dalam epitel permukaan

ovarium. Faktor risiko yang berhubungan dengan siklus ovulasi yang tidak
terganggu selama bertahun-tahun juga menimbulkan hipotesa bahwa stimulasi
yang berulang pada epitel permukaan ovarium akan menyebabkan perubahan.
Teori patogenesis kista ovarium ini disebut dengan hipotesis “incessant
ovulation”. Proses perbaikan jaringan epitel ovarium akibat periode panjang
ovulasi yang berulang dan siklik menyebabkan proliferasi seluler yang cukup
sering. Hal ini akan dapat memicu adanya mutasi gen p53 pada fase DNA.
Sehingga peristiwa ini dianggap berkontribusi terhadap proses tumorigenesis
kista ovarium.43,44

2.1.3. Diagnosis Diferensial untuk Massa Ovarium
Pada masa dulu sebelum ultrasonografi rutin dilakukan, adanya massa
ovarium yang teraba pada wanita pasca menopause merupakan indikasi
operasi dengan bilateral salfingoooforektomi. Studi lanjutan menunjukkan
kemungkinan dilakukannya manajemen yang lebih konservatif pada pasien ini
sesuai dengan karakteristik ultrasonografi dari kista, kadar CA-125 dan
preferensi pasien. Diferensial diagnosis dapat sulit tetapi dibutuhkan pada
kondisi jinak seperti endometrioma berukuran kecil yang tidak membutuhkan
intervensi pembedahan.45,46


Universitas Sumatera Utara

Membedakan penyakit jinak dari ganas penting tidak hanya untuk
memastikan manajemen yang tepat oleh ahli bedah onkologi ginekologi bila
diduga suatu keganasan, tetapi juga untuk menghindari prosedur yang tidak
penting termasuk pembedahan, kecemasan pada wanita dengan kondisi kista
asimtomatik, non malignan. Sampai saat ini tidak ada model tunggal atau
panduan rujukan evaluasi massa adneksa yang diterima luas di seluruh dunia.
Penilaian yang seksama pada pasien harus dilakukan menurut panduan terkini.
Penilaian klinis termasuk riwayat keluarga, pemeriksaan fisik yang termasuk
pemeriksaan vaginal dan abdominal. Bila dijumpai nyeri mendadak maka harus
dipikirkan diagnosis torsio kista ovarii, ruptur kista ataupun perdarahan.46,47
CA-125 tidak dapat diandalkan untuk membedakan massa ovarium jinak
dari ganas pada wanita premenopause karena meningkatnya hasil positif palsu.
Pada wanita kadar CA-125 dapat tinggi pada penyakit ginekologis jinak seperti
endometriosis, fibroid, infeksi pelvik, tetapi juga pada kondisi fisiologis seperti
kehamilan atau fase siklus menstruasi. Kadar HE4 tidak dipengaruhi oleh
kehamilan atau siklus menstruasi dan tidak pernah meningkat pada pasien
dengan endometriosis atau massa ovarium jinak lainnya.48,49
HE4 dapat menjadi penanda tumor yang lebih baik pada wanita

premenopause. Pencitraan digunakan untuk mendeteksi dan menilai massa
adneksa dan untuk menentukan stadium kanker ovarium sebelum dan sesudah
terapi inisial, meskipun peran dari pencitraan dalam skrining kanker ovarium
belum ditetapkan. Resiko untuk mendapatkan keganasan ovarium setelah
skrining preoperatif yang modern adalah 0.9% sampai 13%. Transvaginal
ultrasonografi (TVUS) adalah pemeriksaan lini pertama untuk mengevaluasi
massa adneksa. TVUS dapat menilai ukuran, struktur (kistik, solid, atau

Universitas Sumatera Utara

campuran), vaskularisasi dengan menggunakan power-color doppler dan
hubungannya dengan struktur sekitarnya.50,51
Dalam beberapa tahun belakangan, sistem skoring telah menunjukkan
kriteria yang lebih objektif dalam membedakan antara massa jinak dan ganas
dengan sensitivitas mendekati 100% dan spesifisitas bervariasi antara 84% dan
92%. Untuk dapat memberiksan standar dalam deskripsi pembacaan
ultrasonografi, suatu studi IOTA (International Ovarian Tumor analysis)
mengumpulkan suatu klasifikasi yang akurat dari massa ovarium berdasarkan
isi dari massa, permukaan, dinding, septa dan adanya pertumbuhan papiler dan
vaskularisasi. Klasifikasi ini membedakan tipe yang berbeda dari lesi adneksa:

unilokular, unilokular solid multilokular, solid multilokular, solid. Beberapa
massa tidak dapat diklasifikasikan karena visualisasi yang buruk.51
Studi IOTA 2010 menunjukkan suatu indeks resiko keganasan
berdasarkan temuan sonografi, status menopause dan konsentrasi serum CA125

dimana

skor

ultrasonografi

(U)

dari

0

sampai

3

menunjukkan

multilokularitas, komponen solid, adanya massa bilateral dan adanya asites dan
metastasis. Menurut literatur sekitar 8% dari lesi tetap tidak dapat dinilai pada
pemeriksaan sonografik adneksa. Pada grup ini termasuk lesi seperti tumor
dengan derajat keganasan yang rendah, bentuk musinosum, fibroid, dan
stroma ovariii. Pada kasus tersebut penggunaan penanda biologis bersamaan
degan pencitraan dapat berperan penting untuk membuat suatu diagnosis.
Kadar yang tinggi dari HE4 pada massa yang kompleks sangat kuat mengarah
kepada suatu lesi maligna.49,51,52

Universitas Sumatera Utara

2.1.3.1. Penggunaan Penanda Tumor Untuk Massa Ovarium
Penanda tumor adalah glikoprotein terlarut yang ditemukan dalam darah,
urin, atau jaringan dari pasien pada berbagai tipe kanker. Penanda tersebut
umumnya dihasilkan oleh berbagai sel tumor, tetapi pada beberapa kasus
dapat diproduksi tubuh sebagai respon keganasan atau pada kondisi jinak.
Berbagai penanda tumor berbeda dalam kegunaannya untuk skrining,
diagnosis, prognosis, menilai respon terapi, dan deteksi rekurensi. Kanker
ovarium, kanker serviks uterus, kanker endometrium, dan neoplasma
trofoblastik adalah keganasan ginekologis yang sering menggunakan penanda
tumor. Diantara penanda tumor ginekologis yang penting adalah : Cancer
antigen 125 (CA-125), Beta human chorionic gonadotropin (beta-hCG), Urinary
gonadotropin

fragment,

Alpha-fetoprotein

(AFP),

Inhibin,

Estradiol,

Carcinoembryonic antigen (CEA), Squamous cell carcinoma (SCC) antigen,
Müllerian inhibiting substance (MIS), Topoisomerase II, Carbohydrate antigen
19-9, Cancer antigen 27-29, Human telomerase reverse transcriptase (hTERT),
Ferritin.

Penanda

tumor

ginekologis

potensial

lainnya

termasuk

:

Lysophosphatidic acid, MIB1-determined tumor growth fraction, L1 (CAM),
Mesothelin, Osteopontin, Vascular endothelial growth factor (VEGF), Interleukin
8 (IL-8), Macrophage colony-stimulating factor (M-CSF), Insulinlike growth
factor–binding protein-3, Tumor-associated trypsin inhibitor, Cyclin E, OVX1,
CA-15-3, CA-19-9.53,54

Penanda tumor untuk kanker ovarium yang telah dikenal secara luas
selama lebih dari tiga dekade adalah CA-125 yang dipublikasikan pertama kali

Universitas Sumatera Utara

oleh Blast et al tahun 1983. Antigen kanker CA-125 ini merupakan antigen
soelomik dengan berat molekul tinggi dan terdeteksi pada kanker ovarium
epitel. Oleh karena antigen ini dapat disekresikan dari jaringan normal lainnya,
seperti jaringan amnion, sistem organ pernafasan, dan sel epitel saluran
genitalia wanita maka sensitivitas dan spesifisitas CA-125 dianggap kurang
ideal, walaupun kadarnya dapat ditemukan meningkat pada kurang lebih 80%
kasus kanker ovarium epitel dan 50% pada kanker ovarium stadium awal.55
Kriteria diagnostik yang prediktif serta cukup akurat dalam menegakkan
diagnosis tumor ovarium jinak dan ganas diperkenalkan oleh Jacob et al pada
tahun 1990 yang menemukan sistem skoring yang cukup sederhana yaitu Risk
of Malignancy Index (RMI) atau indeks resiko keganasan yang dihitung
berdasarkan kadar serum CA-125, status menopause, dan hasil pemeriksaan
morfologi tumor ovarium dengan USG. Pada penelitian tersebut dinyatakan
bahwa skor RMI 200 dapat membedakan tumor ovarium epitel jinak dan ganas
dengan sensitivitas 78% dan spesifisitas 80%.55
RMI dianggap sebagai sistem skoring yang sederhana dengan
komponen karakteristik pemeriksaan ultrasonografi (USG) yang mudah dinilai
secara sonografi transabdominal. Risk of Malignancy Index (RMI) menurut
Jacob et al, dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:

RMI = U x M x Serum CA-125
Keterangan :
U

: Hasil Pemeriksaan ultrasonografi
Dengan karakteristik sebagai berikut:


Kista ovarium multilokuler

Universitas Sumatera Utara



Komponen solid pada tumor ovarium



Lesi bilateral



Asites



Adanya bukti metastase intra abdomen

Hasil pemeriksaan USG
Nilai U = 1, jika dijumpai salah satu saja dari karakteristik USG
Nilai U = 3, jika dijumpai ≥ 2 dari karakteristik USG
M

: Status menopause
Nilai M = 1 jika pre menopause
Nilai M = 3 jika menopause

Penemuan dari HE4 membuat peneliti fokus pada peranannya dalam
membedakan kanker ovarium epitel dan massa jinak. HE4 dengan kombinasi
dengan CA-125 disertai status menopause diformulasikan menjadi suatu
algoritme yang disebut “Risk of Malignancy Algorithm” (ROMA). Formula ini
dapat digunakan untuk wanita menopause dan pre menopause dengan massa
adneksa. ROMA tidak menggunakan evaluasi pencitraan. Algoritme ini telah
disetujui oleh FDA sebagai indikator untuk membedakan massa pelvik jinak
dengan yang ganas. Banyak studi yang melaporkan algoritme ROMA
diimplementasikan lebih baik pada populasi pre menopause dibandingkan
pasca menopause dengan Prediksi Probabilitas lebih besar dari 13.1%
menunjukkan resiko tinggi pada wanita pasca menopause. Prediksi Probabilitas
lebih besar dari 27.7% menunjukkan resiko tinggi pada wanita pasca
menopause. Dengan menggunakan algoritme ini, 93.8% kanker ovarium epitel
dapat di definisikan sebagai resiko tinggi. Sensitivitas dan spesifisitas ROMA

Universitas Sumatera Utara

digunakan sebagai dasar rujukan massa adneksa kepada ahli onkologi
ginekologi. Sampai saat ini penggunaan algoritme ROMA masih kontroversial.
Ada berbagai hasil penelitian yang menunjukkan hasil yang tidak konsisten, hal
ini kemungkinan karena jumlah pasien yang diteliti, asal geografi yang berbeda,
dan sistem analisis yang dipakai.56,57,58
Berbagai penanda tumor baru telah ditemukan sejak perkembangan
antibodi monoklonal, dan kebanyakan penanda tumor saat ini dideteksi dengan
hal tersebut. Tidak ada penanda tumor yang benar – benar spesifik. Oleh
karena itu diagnosis imunohistokimia harus digunakan dalam hubungannya
dengan temuan morfologi dan temuan klinis. Studi imunohistomia saat ini yang
melengkapi hasil histopatologi sangat berguna untuk menentukan asal dari
epitel tumor dan menyingkirkan adanya metastasis. Vimentin digunakan
sebagai kontrol primer untuk tumor yang berasal dari stroma. Hal ini
mengkonfirmasi kualitas yang baik dari prosesing primer untuk melanjutkan
spesimen kepada pewarnaan imunohistokimia. Tiga puluh persen dari
karsinoma ovarium undifferentiated mengekspresikan penanda epitelial dan
mesenkimal sebagai hasil dari dedifferensiasi dari sel tumor. Pola sitoplasmatik
yang berhubungan dengan pola periseluler dari pewarnaan AE1 / AE3 dapat
membantu dalam membedakan sifat epitelial dimana tipe dari sifat positinya
tidak dijumpai pada tumor mesenkimal. Pewarnaan positif dari EMA, yang
menunjukkan

struktur

asinar,

membedakan

karsinoma

ovarium

tidak

berdiferensiasi dari tumor sel granulosa dan menunjukkan asal dari sel epitel.
Pewarnaan imunohistokimia Calretinin, BerEP4, CK7 dan CK20 melengkapi
studi imunohistokimia terkini dari karsinoma ovarium yang tidak berdiferensiasi
yang memungkinkan untuk membedakannya dari mesotelioma peritoneal

Universitas Sumatera Utara

dengan perluasan ovarium dan dari metastasis ovarium yang berasal dari
traktus gastrointestinal. Suatu karsinoma serosa derajat tinggi menunjukkan
ekspresi WT1 (+), ARIDIA (+), dan p53 (+, kuat, difus). Bila dijumpai WT1 (-),
ARIDIA (- atau +), dan p53 (-, lemah, fokal) menunjukkan adenokarsinoma
endometrioid.59,60

2.1.4. Klasifikasi
Tumor ovarium dapat dibedakan menjadi tiga kategori utama yaitu tumor
epitel permukaan, tumor sex cord stromal, dan tumor sel germinal, hal ini
dibedakan berdasarkan struktur anatomik dari tumor tersebut berasal. Tiap
kategori termasuk sejumlah subtipe. Kombinasi dari berbagai subtipe dapat
dijumpai, tumor dalam kombinasi dengan dua atau lebih subtipe disebut mixed
tumor. Sesuai konvensi untuk tujuan klasifikasi, subtipe tumor yang merupakan
10% dari total massa tumor diabaikan.57

Gambar 1. Asal dari tiga tipe utama tumor ovarium55

Universitas Sumatera Utara

Klasifikasi

histopatologi

tumor

ovarium

berdasarkan

World

Health

Organization (WHO):61
1. Surface epithelial-stromal tumors
a. Serous tumors: benign, borderline, malignant
b. Mucinous

tumors,

endocervical-like

and

intestinal-type:

benign,

borderline,malignant
c. Endometrioid tumors: benign, borderline, malignant, epithelial-stromal
andstromal
d. Clear cell tumors: benign, borderline, malignant
e. Transitional cell tumors: Brenner tumor, Brenner tumor of borderline
malignancy, malignant Brenner tumor, transitional cell carcinoma (non
Brenner type)
f. Squamous cell tumors
g. Mixed epithelial tumors (specify components): benign, borderline,
malignant
h. Undifferentiated carcinoma
2. Sex cord-stromal tumors
a. Granulosa-stromal cell tumors: granulosa cell tumors, thecomafibromagroup
b. Sertoli-stromal cell tumors, androblastomas: well-differentiated, SertoliLeydig cell tumor of intermediate differentiation, Sertoli-Leydig cell tumor
poorly differentiated (sarcomatoid), retiform.
c. Sex cord tumor with annular tubules
d. Gynandroblastoma
e. Unclassified

Universitas Sumatera Utara

f. Steroid (lipid) cell tumors: stromal luteoma, Leydig cell tumor,
unclassified
3. Germ cell tumors
a. Dysgerminoma: variant-with syncytiotrophoblast cells
b. Yolk sac tumors (endodermal sinus tumors): polyvesicular vitelline
tumor,hepatoid, glandular
c. Embryonal carcinoma
d. Polyembryoma
e. Choriocarcinoma
f. Teratomas: immature, mature, solid, cystic (Dermoid Cyst)
g. Mixed germ cell
h. Monodermal
4. Gonadoblastoma
5. Germ cell sex cord-stromal tumor of nongonadoblastoma type
6. Tumors of rete ovarii
7. Mesothelial tumors
8. Tumors of uncertain origin and miscellaneous tumors
9. Gestational trophoblastic diseases
10. Soft tissue tumors not specific to ovary
11. Malignant lymphomas, leukemias, and plasmacytomas
12. Unclassified tumors
13. Secondary (metastatic) tumors
14. Tumor like lesions

Universitas Sumatera Utara

Insiden kista ovarium jinak terbanyak sesuai urutan antara lain kista ovarii
simpleks, kistadenoma ovarii musinosum, kistadenoma ovarii serosum, kista
endometrioid, kista dermoid.22,25

2.1.5. Perkembangan Tumor Jinak Ovarium
Tumor pelvik jinak merupakan hasil dari penyimpangan perkembangan,
variasi fisiologis, atau gangguan pertumbuhan. Pada perkembangan embriologi
genital interna yang normal, sel germinal yang bermigrasi ke dalam dinding
medial dari punggung urogenital selama bulan kedua dari perkembangan
embrional menginduksi proliferasi dari epitel permukaan yang mengalami
enkapsulasi sel germinal yang berproliferasi. Massa yang merupakan epitel
permukaan dan sel germinal yang berproliferasi akan dibagi oleh mesenkim
yang asli dari gonad ke dalam kompartemen kecil yang mengandung sel
germinal kecil yang terdiri dari selapis sel epitel yang disebut pregranulosa.
Struktur ini merupakan folikel primordial. Sel germinal dalam bentuk folikel
primordial menjalani proliferasi mitotik. Sel tersebut memasuki profase meiosis I
dan

berhenti

pada

status

tersebut

sampai

perkembangan

folikel

selanjutnya.62,63,64
Selama ovulasi, ruptur folikel dan pelepasan oosit menyebabkan trauma
fisik pada permukaan ovarium, menciptakan adanya celah pada OSE yang
harus diperbaiki. Pada siklus menstruasi wanita reproduktif, proses dari
kerusakan dan perbaikan ini terjadi berulang kali. Sel OSE memiliki plastisitas
yang

tinggi

sehingga

dapat

memfasilitasi

perbaikan

jaringan,

OSE

mengekspresikan petanda epitel dan mesenkimal dan dapat berubah dari
bentuk epitelial ke bentuk fenotip mesenkimal. Sebagai tambahan trauma fisik,

Universitas Sumatera Utara

sel OSE berhubungan dengan sitokin inflamatori terkait ovulasi dan spesies
oksigen reaktif yang mampu merusak DNA. Adanya kerusakan DNA oleh sel
OSE dapat meningkatkan suseptibilitasnya terhadap perubahan. Permukaan
ovarium membentuk sejumlah invaginasi ke dalam stroma kortikal. Invaginasi
ini sering terlepas dari permukaan dan terperangkap ke dalam stroma
membentuk struktur lapisan OSE sirkuler yang disebut kista inklusi kortikal
(CIC). Sekali berada di dalam ovarium, lapisan sel epitel CIC terpapar oleh
lingkungan kaya hormon yang diperkirakan menginduksi diferensiasi atau
metaplasia ke arah epitel yang kompleks yang berasal dari organ Mullerian.
Pada wanita yang mengalami endometriosis atau endosalpingiosis, sisa dari
epitel yang berasal dari Mullerian dapat melekat pada permukaan ovarium dan
bergabung membentuk CIC. Beberapa hormon berpengaruh terhadap ovarium
contohnya gonadotropin, estrogen dan androgen, memiliki sifat memicu
pertumbuhan yang dapat menginduksi proliferasi dari sel epitel di dalam CIC.
Jika sel epitel tidak mampu mengatasi kerusakan DNA, hal ini akan
menyebabkan perubahan neoplastik yang dapat mengarah ke kanker ovarium.
Model OSE-CIC dapat berperan terhadap beberapa sifat penting dari
tumorigenesis ovarium termasuk adanya karakteristik Mullerian oleh tumor yang
berasal dari OSE, dan bentuk kistik dari tumor jinak maupun ganas, adanya
tumor borderline dan derajat rendah di dalam stroma kortikal dari ovarium.65,66

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2. Perkembangan dari kista inklusi kortikal dari epitel tuba.67

2.1.5.1 Tumor Jinak Yang Merupakan Hasil Variasi Fisiologis
Kista yang berkembang dari apparatus folikuler disebut sebagai kista
fungsional. Bayi perempuan yang baru lahir dapat mengalami kista fungsional
besar karena paparan dari hormon maternal, hal ini dapat mengaami komplikasi
menjadi ruptur ataupun torsio kista.Folikel primordial dapat berkembang
menjadi folikel primer dengan diameter 150 / μm. Dengan adanya follicle
stimulating hormone (FSH), hal ini akan berkembang menjadi folikel
preovulatori antral kistik dengan diameter 20 mm. Ada proses variasi individual
dalam hal ini dimana pada induksi dengan clomiphene kista dapat berukuran 25
mm. Struktur ini kemudian ruptur misalnya pada ovulasi, kemudian berkembang
menjadi korpus luteum yang bervariasi ukurannya. Proses fisiologis ini
dihubungkan dengan perkembangan kista preovulasi dan pasca ovulasi yang

Universitas Sumatera Utara

membesar dan persisten. Kista yang tidak memiliki bukti partisipasi dalam
ovulasi disebut kista folikuler. Jika dijumpai luteinisasi yang signifikan, hal ini
disebut kista teka lutein. Jika kista ini merupakan tempat ovulasi, ini dinamakan
kista korpus luteum. Istilah luteinisasi merujuk kepada sejumlah sel dalam
sitoplasma yang menghasilkan hormon steroid. Sel – sel pada kista tersebut
terdiri dari jaringan yang mengakumulasi kolesterol dan berwarna kekuningan.
Istilah luteinisasi merujuk kepada istilah pada pengamatan makroskopik.62,68

2.1.5.2 Tumor Jinak Yang Disebabkan Oleh Penyimpangan Perkembangan
Ketika

perkembangan

berjalan

normal,

sel

germinal

mengalami

enkapsulasi di dalam satu lapis lapisan pregranulosa, tetapi berbagai
penyimpangan enkapsulasi dapat muncul. Salah satunya adalah enkapsulasi
yang tidak sesuai dari dua sel germinal di dalam selapis lapisan pregranulosa.
Hipotesa nya bahwa hal ini disebabkan oleh stimulasi dari satu oosit oleh yang
lainnya dalam pola yang menyebabkan parthenogenesis. Parthenogenesis
dipercaya sebagai sumber dari teratoma kistik jinak.62,68
Teratoma kistik jinak cukup sering dijumpai, terdiri dari 70% dari
neoplasma ovarium jinak pada wanita diatas umur 40 tahun. Antara umur 40
dan 50 tahun dijumpai sebanyak 40%, antara umur 50 dan 60 tahun, dijumpai
sebesar 20%. Tumor ini merupakan 15% dari tumor jinak ovarium pada dekade
ketujuh kehidupan. Tumor ini terdiri dari ektoderm dan mesoderm. Epitel
skuamous berlapis pipih pada kulit, apendiksnya dan jaringan syaraf adalah
derivat

ektoderm

direpresentasikan

yang
dengan

umum
epitel

dijumpai.
respiratori

Mesoderm
atau

epitel

secara

rutin

gastrointestinal.

Universitas Sumatera Utara

Meskipun demikian derivat endodermal jarang dijumpai dibandingkan tipe
lainnya. Komponen kistik dari dermoid umumnya dilapisi oleh kulit ektodermal,
dan lumennya diisi oleh sebum dan rambut. Material ini dapat timbul melalui
lapisan epidermal dan mengalami reaksi inflamasi pada jaringan konektif dari
tumor atau ovarium yang mengelilinginya. Secara histologis reaksi ini memiliki
ciri khas respon sel raksasa. Proses ini berakibat kerusakan dinding dari kista
dengan diseksi progresif oleh isi kista. Diseksi dapat meluas kedalam jaringan
lunak

pelvik

atau

ke

permukaan

peritoneum.

Mekanisme

ini

dapat

menyebabkan ruptur spontan dari teratoma kistik jinak.62

2.1.5.3 Tumor Jinak Yang Disebabkan Oleh Gangguan Pertumbuhan
Kista jinak atau adenoma dari regio adneksa merupakan suatu
gangguan pertumbuhan yang belum jelas. Faktor lain yang dapat berkontribusi
kepada perkembangannya. Kista inklusi yang muncul dari ovulasi, inflamasi
lama, endometriosis, atau faktor yang tidak diketahui yang menyebabkan epitel
yang berada pada posisi yang tidak normal. Banyak kista pada adneksa yang
membesar

tanpa

proses

neoplasia,

tetapi

berdasarkan

sekresi

yang

berkesinambungan.62
Konsep terkini menunjukkan bahwa semua sel dimulai dengan
komponen genetik yang identik namun berdiferensiasi ke dalam berbagai
jaringan tergantung pada bagian mana dari genom tersebut yang diaktivasi dan
bahwa pada kebanyakan organisme, pensinyalan yang akan menyebabkan
perkembangan lebih lanjut tergantung dimana posisinya berasal pada
perkembangan embrional. Maka bentuk akhirnya adalah kombinasi dari gen
ditambah

oleh

lingkungan

yang

saling

berinteraksi.

Diyakini

bahwa

Universitas Sumatera Utara

pertumbuhan ganas sebagai hasil dari serangkaian kecelakaan genetik yang
mengganggu pola ini dimana sel berlanjut mengalami proliferasi dibandingkan
berdiferensiasi. Onkogen bisa saja akan menjadi tumor jinak. Pada beberapa
sistem tumor, tumor jinak terdiri dari sel – sel dengan kerusakan genetik yang
serupa dijumpai pada keganasan. Diantara tumor jinak ovarium, tumor epitel
terdiri dari 30% dari keseluruhan tumor jinak ovarium pada usia hingga 40
tahun, 50% antara umur 40 dan 49 tahun, 70% antara umur 50 dan 70, dan
90% setelahnya. Kista unilokular tanpa pertumbuhan papiler pada dindingnya
dapat diduga suatu tumor jinak pada pemeriksaan ultrasonografi. 62,70
Kista yang terletak jauh di dalam ovarium atau pada peritoneum
biasanya akan berkembang menjadi kista musinosum. Studi ultrastruktural telah
menunjukkan bahwa tipe epitel endoservikal dan gastrointestinal dijumpai pada
lesi ini, dan untuk alasan tersebut tumor musinosum berasal dari teratoma dan
umumnya merupakan lesi yang multilokular dibandingkan serosa, dan jarang
memiliki stroma fibrotik untuk didiagnosa sebagai adenofibroma. Metaplasia
skuamosa dapat dijumpai, merupakan perubahan kista musinosum yang
dikaitkan dengan epitel skuamosa. Tumor musinosum sering memiliki
komponen stromal yang menonjol, sering dijumpai karakteristik tekal dan dapat
dijumpai luteinisasi. Kista musinosum dapat timbul dengan adanya peningkatan
estrogen.62

2.2.

Human Epididymis Protein 4
Adanya perkembangan yang cepat dalam teknik molekuler telah

mempercepat studi mengenai penanda tumor yang dapat dideteksi di jaringan
dan atau cairan tubuh untuk dapat mendiagnosa kanker dengan tepat atau

Universitas Sumatera Utara

mengindentifikasi subgrup pasien tertentu yang berpotensi mendapatkan terapi
khusus. Untuk tujuan ini, glikoprotein human epididymis protein 4 (HE4) yang
dikode oleh gen Whey-Acidic Four-Disulfide Core domain protein 2 (WFDC2)
telah mendapatkan perhatian khusus. HE4 adalah protein sekretori yang
awalnya diidentifikasi pada epididimis distal manusia. Fungsi dari HE4 belum
sepenuhnya dipahami, meskipun demikian

HE4 menunjukkan kesamaan

struktural dengan inhibitor proteinase dan memiliki fungsi dalam maturasi
sperma. Ekspresi yang luas dari HE4 telah ditunjukkan pada beberapa jaringan
yang normal, terutama pada epitel respiratori dan traktus reproduktif.
Peningkatan ekspresi jaringan HE4 dijumpai pada beberapa tumor ganas,
terutama yang berasal dari organ ginekologis dan saluran nafas, studi yang
besar telah melaporkan serum HE4 sebagai penanda tumor yang putatif untuk
membedakan antara tumor ginekologis jinak dan kanker ovarium, menunjukkan
bahwa HE4 sama baiknya dengan CA-125 sebagai penanda tumor. Pada tahun
2008, analisa serum HE4 dinyatakan oleh Food and Drug Administration (FDA)
di Amerika Serikat sebagai alat diagnostik untuk membantu proses diagnosis
kanker ovarium. Sejauh ini belum ada tinjauan yang komprehensif mengenai
jaringan yang mengekspresikan HE4 dan kondisi – kondisi yang terkait dengan
peningkatan kadar serum HE4.13

Universitas Sumatera Utara

2.2.1. Struktur Human Epididymis Protein 4
Diantara gen – gen yang umumnya mengalami overekspresi pada
kanker ovarium relatif terhadap jaringan normal adalah gen human epididymis
protein 4. Human epididymis protein 4 (HE4) telah diajukan sebagai penanda
biologis pada diferensial diagnosis kanker ovarium epitelial, pemeriksaan ini
dapat menyingkirkan diagnosa massa pelvik lainnya, dapat mendeteksi
penyakit secara dini, dan sebagai monitor dari respon kemoterapi dan
prognosis dari kanker ovarium. HE4 mulanya diidentifikasi pada epitel dari
epididymis distal. Protein ini ditemukan sebagai inhibitor protease yang
berperan pada maturasi sperma. Protein ini memiliki domain WAP-tipe empatinti disulfida (WFDC) dan dikode oleh gen WFDC2. Diduga bahwa gen
berkembang dengan duplikasi yang berulang. Gen pada lokus WFDC
tersimpan dengan baik pada berbagai spesies dan berperan dalam imunitas
dengan adanya aktivitas antimikrobial dan anti-inflamatori. Gen HE4 memiliki
lebih dari 8 kb DNA dan memiliki lima ekson. Keseluruhan panjang HE4 adalah
hasil dari splicing ekson 1, 2, 4, dan 5. Ekson 3 dan 4 dapat dijumpai dalam tiga
bentuk, dua dari hal tersebut dapat di-splicing. Studi imunofluoresens
intraseluler menunjukkan bahwa HE4 didistribusikan pada regio sitoplasma
dengan pola perinuklear dari retikulum endoplasma dan golgi. Perannya
sebagai penanda biologis potensial untuk kanker ovarium setelah percobaan
hibridisasi komparatif cDNA berdasarkan pengamatan dari peningkatan
ekspresi primer dari HE4 pada beberapa kanker ovarium, relatif terhadap
jaringan normal.71,72,73,74,75,76,77
HE4 memiliki empat inti disulfida (4-DSC) dan mengandung Whey Acidic
Protein (WAP), yang merupakan protein whey utama pada susu dari

Universitas Sumatera Utara

kebanyakan mamalia dan dianggap sebagai anggota prototip dari famili protein
whey. Domain WAP terdiri dari kurang lebih 50 asam amino dan termasuk
delapan sistein dengan pengaturan yang baik. Domain WAP tidak eksklusif
terhadap protein WAP tetapi dapat ditemukan pada berbagai protein lainnya
dimana dapat dijumpai pada berbagai domain. Protein domain WAP memiliki
ciri protein sekretori berukuran kecil, dimana mempunyai berbagai fungsi
termasuk yang memiliki efek dalam pertumbuhan dan perkembangan sel. Dari
sudut pandang genomik, berbagai studi menunjukkan bahwa domain WAP di
kode oleh ekson tunggal dan disarankan bahwa bentuk modular dari protein
yang mengandung WAP timbul dari pergeseran ekson. Beberapa anggota dari
domain WAP memiliki fungsi antiproteinase. Elafin dan SLPI memilki fungsi
utama dalam pertahanan dari paru dan kulit terhadap enzim proteolitik sel – sel
inflamatori pada penyakit. Elafin mengandung domain WAP tunggal dimana
SLPI mengandung dua gen untuk elafin dan SLPI dengan ko-lokalisasi pada
kromosom 20 dan memiliki ko-regulasi dalam pola ekspresi seluler dan
menginduksi stimuli pro-inflamatori. Analisis regio dari kromosom 20 yang
melingkupi gen elafin dan SLPI menunjukkan bahwa protein domain WAP
berlokasi pada posisi yang dekat dengan gen ini. Eppin merupakan gen yang
berfungsi sebagai inhibitor protease. HE4 (WFDC2) berada pada lokasi yang
dekat dengan gen Eppin, suatu domain protein WAP, sebelumnya diidentifikasi
sebagai faktor transkripsi yang diekpresikan pada epididimis dan disarankan
sebagai penanda jaringan tersebut.78,79,80

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3. Model struktural dengan karakteristik WAP domain inti empat
disulfida dari protein elafin. Kuning= empat jembatan disulfida yang membentuk
delapan residu sistein. Panah biru = rantai. Merah = lengkung pengikat
proteinase dari elafin.81
Berdasarkan kemiripannya dengan elafin dan SLPI, HE4 diduga
berperan sebagai antiproteinase pada traktus reproduktif manusia dan penting
dalam proses maturasi sperma. Tidak ada studi yang pernah mengkonfirmasi
hal ini. Beberapa studi menunjukkan HE4 menunjukkan overekspresi pada
tumor ovarium. Observasi ini menunjukkan bahwa karena sifatnya yang
disekresikan dan berukuran kecil, HE4 dapat digunakan sebagai penanda
serum yang potensial untuk tipe kanker tertentu, seperti kanker payudara dan
dijumpai dengan ekspresi yang meningkat pada berbagai lini sel tumor,
termasuk Ovcar-3 dan Ovcar-4 (ovarium), HT-29, HCT-116 dan COL0205
(colon), MALME-3M (melanoma), MCF-7 (payudara) dan A498, 786-0 (renal).
Hasil ini menunjukkan bahwa HE4 memiliki kegunaan sebagai penanda kanker.
Mekanisme yang mendasari ekspresi ini belum jelas. Studi sebelumnya
menunjukkan bahwa ekspresi dari elafin dan SLPI menurun pada beberapa
kanker. Pada kasus ekspresi elafin pada kanker payudara, telah ditunjukkan
bahwa ekspresi abnormal adalah sebagai hasil dari peristiwa transkripsi. Studi
sitogenetik menunjukkan bahwa regio q12-q13.1 pada kromosom 20, dimana

Universitas Sumatera Utara

seluruh domain WAP ini berasal, dijumpai abnormal pada berbagai tumor.
Sebagai contoh, amplifikasi dari regio ini telah dilaporkan pada kanker ovarium
dan payudara. Delesi dari regio ini telah dilaporkan pada karsinoma sel
skuamosa. Studi ini menunjukkan bahwa adanya gen yang dijumpai pada regio
ini dari kromosom 20 berperan pada karsinogenesis dan atau perkembangan
tumor.80,82.83

2.2.2. Regulasi Ekspresi Human Epididymis Protein 4 Pada Jaringan
Suatu model yang disarankan menunjukkan bahwa adanya kehilangan
membrana basalis pada lapisan sel – sel kista inklusi kortikal dapat berperan
pada awal tumorigenesis. Pada skenario ini, paparan dari sel epitel pada kista
inklusi kortikal menuju kontak stromal yang direk dapat mencetuskan
metaplasia dari sel ini menjadi suatu epitel tipe Mullerian. Jika metaplasia
Mullerian dari sel epitel permukaan ovarium memainkan peran pada
tumorigenesis, perbandingan dari profil ekspresi lapisan epitel tipe Mullerian
dari kista inklusi kortikal dan karsinoma ovarium dapat menyebabkan
identifikasi penanda transformasi neoplastik, dibandingkan diferensiasi tipe
Mullerian. Ekspresi dari HE4 pada kista inklusi kortikal dengan epitel tipe
Mullerian dan pada karsinoma ovarium menunjukkan bahwa ekspresi HE4
dapat dapat timbul pada berbagai tahap awal karsinoma ovarium. Fakta bahwa
galur sel kanker ovarium yang mengekspresikan HE4 endogen dengan RTPCR menunjukkan kesempatan untuk memulai karakterisasi dari biologi seluler
dari protein tersebut. Studi imunofluoresensi menunjukkan bahwa HE4
didistribusikan pada regio dari sitoplasma dengan pola perinuklear dari
retikulum endoplasma dan aparatus Golgi.17,84

Universitas Sumatera Utara

Studi menunjukkan bahwa protein WAP memiliki sifat antitumorigenik
karena mereka melawan kondisi proteolitik yang membantu penyebaran sel
tumor. Meskipun demikian penghambat proteinase ini sering mengalami
overekspresi

pada

mengekspresikan

sel

tumor,

protein

menunjukkan

WAP

memiliki

bahwa

sel

keuntungan

tumor
dari

yang
fungsi

antiproteinasenya dan berguna sebagai pelindung dari lingkungan proteolitik
dan inflamatori. Antileukoproteinase 1 mencegah aktivasi dari jalur pensinyalan
NFkB yang diinduksi oleh lipopolisakarida. Antileukoproteinase-1mutan dengan
berbagai kehilangan dari fungsi inhibitori memiliki potensi yang sama dengan
antileukoproteinase 1 dalam pencegahan aktivasi NFkB yang diinduksi oleh
lipopolisakarida pada galur sel makrofag. Meskipun demikian domain Nterminal dan C-terminal WAP dari antileukoproteinase 1 memiliki sifat ini.
Seperti antileukoproteinase 1, elafin juga memiliki sifat antiinflamatori dan
antimikrobial dan memperkuat respon inflamatori dependen NFkB. Protein WAP
juga terlibat proses fisiologis yang serupa. Peran proangiogenik dari WFDC1
memiliki peran dalam perbaikan dan remodelling jaringan, suatu proses yang
dihubungkan dengan respon inflamasi, progresi kanker, dan invasi oleh sel
tumor. Pertumbuhan tumor dan penyembuhan luka memiliki karakteristik
proliferasi dan motilitas sel, oleh sebab itu deregulasi atau aktivasi yang tidak
sesuai dari penyembuhan luka dapat menyebabkan pertumbuhan tumor.
Angiogenesis dan inflamasi juga berperan terhadap progresi kanker, inflamasi
dibutuhkan

untuk

penyebaran

sel

tumor,

dan

neovaskularisasi

untuk

menyokong pertumbuhan tumor. Suatu faktor kunci dalam angiogenesis,
respon inflamasi, dan karsinogenesis adalah aktivasi dari faktor transkripsi
superfamili NFkB. Jalur pensinyalan NFkB memiliki peran pada beberapa

Universitas Sumatera Utara

peristiwa, diantaranya adalah regulasi negatif dari kematian sel dan apoptosis,
meningkatkan proliferasi sel, angiogenesis, dan invasi sel tumor. Berbagai
kemokin dan sitokin berperan sebagai regulator upstream atau sebagai target
downstream untuk aktivasi gen, atau keduanya. Protein WAP mungkin
diregulasikan dalam jalur pensinyalan yang kompleks ini. Promoter PI3 adalah
suatu target transkripsional direk dari NFkB, dan sisi pengikatan NFkB juga
memiliki promoter dari WFDC2 (HE4) dan protein WAP lainnya. Hal ini
menunjukkan bahwa regulasi transkripsional dari gen WAP tergantung dari
NFkB. NFkB menginduksi berbagai gen yang terlibat dalam siklus sel termasuk
siklin D1, D2, D3, dan E, hal ini menunjukkan adanya korelasi yang positif
antara ekspresi SLPI dan siklin D1 pada kanker endometrium manusia.
Peningkatan

ekspresi

antileukoproteinase

1

siklin
dalam

D1

diduga

melindungi

siklin

menggambarkan
ini

terhadap

peran

degradasi

proteolitik.81
Efek dari overekspresi HE4 terhadap responsivitas hormon belum
diketahui secara jelas. Lokich dkk (2014) menemukan bahwa SKOV3 WT,
suatu galur sel positif estrogen reseptor (ER-a), sebagaimana null vectortransfected SKOV3 (NV), mengekspresikan level basal dari ER-a tetapi hampir
seluruh regulasinya menurun pada sel SKOV3 C1 dengan overekspresi HE4.
Overekspresi HE4 pada SKOV3 Clone-1 mempromosikan resistensi terhadap
fulvestrant dan tamoksifen. HE4 mengalami translokasi pada nuklei atau
nukleoli dari SKOV3 dan OVCAR8 setelah stimulasi dengan 17b-estradiol atau
konsentrasi sub toksik dari fulvestran atau tamoksifen. Hal ini menunjukkan
bahwa pensinyalan HE4 responsif terhadap estrogen dan antiestrogen, analisis
genomik dari HE4 regio promoter dapat mengidentifikasi beberapa elemen

Universitas Sumatera Utara

responsif hormonal termasuk reseptor estrogen dan RAR-related orphan
receptor A (RORA), yang berperan pada peningkatan regulasi pada kanker
ovarium. Fluoresensi konfokal untuk ER-a juga menunjukkan bahwa ER-a
mengalami internalisasi ke dalam nukleus pada stimulasi dengan estrogen dan
antiestrogen. Dijumpai kolokalisasi spasial dari HE4 dengan ER-a pada SKOV3
WT, sebagaimana juga dijumpai ko-imunopresipitasi dari ER-a dengan HE4
pada SKOV3WT dan NV, menunjukkan bahwa interaksi antara dua protein.
Meskipun demikian, ko-imunopresipitasi dari HE4 dan ER-a tidak dijumpai pada
SKOV3 C1, menunjukkan bahwa penurunan regulasi dari ER-a timbul
mengikuti overekspresi HE4 yang stabil. Pola penurunan regulasi ER-a juga
dijumpai serupa dengan jaringan kanker ovarium epitelial manusia, dimana
jaringan kanker dan tumor jinak dari pasien yang menunjukkan ekspresi HE4
rendah dapat menunjukkan pewarnaan ER-a yang kuat. Mekanisme supresi
ER-a pada SKOV3 C1 belum jelas, modifikasi epigenetik terhadap gen ER-a
telah diidentifikasi pada kanker payudara dengan ER negatif.17
Pada kasus SKOV3 C1, vektor transfeksi overekspresi HE4 dapat
menurunkan aktivitas transkripsional untuk mempromosikan peningkatan
produksi dan sekresi HE4 yang stabil. Derajat dari pewarnaan 5-methylcytosine
(5 MC) dibandingkan antara SKOV3 WT, NV, dan C1, sebagaimana metilasi
sitosin DNA adalah modifikasi epigenetik dengan karakter terbaik, dan metilasi
aberan dapat menyebabkan disregulasi dari ekspresi gen dan tumorigenesis.
Ekspresi 5 MC sering dijumpai pada SKOV3 NV, tetapi tidak mempengaruhi
ekspresi 5 MC pada SKOV3 C1. Efek sitotoksik dari HE4 rekombinan dapat
memperkuat pewarnaan 5 MC sebagai respon ketahanan hidup dari sel SKOV3
melawan stressor ini. Pada jaringan ovarium manusia, pewarnaan 5 MC

Universitas Sumatera Utara

nuklear dijumpai melalui ovarium normal dan massa ovarium benigna, tetapi
hampir seluruhnya tidak dijumpai pada jaringan kanker ovarium epitel serosa
dan endometrioid dari pasien yang memiliki kadar serum HE4 yang tinggi.
Temuan ini menunjukkan bahwa overekspresi dari HE4 dapat menyebabkan
demetilasi

dan

menurunkan

ekspresi

5

MC,

sebagai

kondisi

yang

mempromosikan aktivitas transkripsional yang kondusif untuk peningkatan
produksi HE4. Jika regio demetilasi dari promoter HE4 menuju upstream dari
elemen hormonal yang responsif terhadap ER-a, maka overekspresi yang stabil
dari elemen respon hormon dapat menurunkan regulasi ekspresi gen ER-a.
Alternatifnya, elemen responsif hormonal dari promoter HE4 dapat lebih aktif
dari ER-a, seperti

RARrelated orphan receptor A (RORA), yang telah

menunjukkan membantu peningkatan regulasi gen yang dimediasi estrogen.
Tamoksifen dan antiestrogen lainnya telah menunjukkan efek apoptotik yang
signifikan bahkan pada galur sel kanker ovarium dengan ER negatif,
menunjukkan bahwa terapi hormon dapat mempengaruhi ekspresi HE4 dan
toksisitas independen sel kanker ovarium ER27.17
Translokasi nuklear dan nukleolar adalah kunci terhadap pensinyalan
untuk fungsi kemoresisten dan onkogenik. Importin diduga terlibat dalam
mediasi transpor HE4 nuklear. Importin-4 telah terdampak pada pengangkutan
beberapa protein yang terkait dengan etiologi kanker, termasuk reseptor vitamin
D (VDR) dan hypoxia-inducible factor 1-a (HIF1a). Dijumpai interaksi antara
HE4 dan importin-4 dengan adanya bukti ko-imunopresipitasi dan kolokalisasi
spasial yang kuat. Pada SKOV3 C1 dengan overekspresi HE4, peningkatan koimunopresipitasi dari importin dengan HE4 dapat dijumpai, sebagaimana
peningkatan kolokalisasi nuklear dan nukleolar dari HE4 dengan importin. Hal

Universitas Sumatera Utara

ini menunjukkan bahwa inhibisi importin sebagai target terapi potensial untuk
pensinyalan yang dimediasi HE4.17
Immunostaining ganda dengan antibodi yang diarahkan melawan
konstituen pada retikulum endoplasma dan apparatus Golgi menunjukkan
bahwa HE4 dijumpai pada organella ini. Pengamatan ini konsisten dengan
prediksi bahwa HE4 merupakan protein yang disekresikan, setidaknya pada
milleu normal dari traktus reproduksi (Epididymis). Pada sel kanker ovarium
juga ditemukan sekresi dari HE4. Sel karsinoma yang mengekspresikan HE4 ke
dalam medium ekstraseluler. Sekresi protein HE4 hanya dijumpai pada galur
sel yang mengekspresikan RNA HE4 endogen dimana pada sel HOSE tidak
dijumpai. Bentuk yang sekretori dari HE4 bermigrasi dengan berat molekul 25
kDa pada gel SDS-polyacrylamide, hampir dua kali lipat dari ukuran protein
rekombinan yang diprediksi, dan lebih besar dibandingkan bentuk yang
disekresikan dengan sel serangga High Five. Polipeptida HE4 matur
mengandung N-glikosilasi pada posisi 14 (N-C-T), disimpulkan bahwa migrasi
yang terganggu pada migrasi produk protein tersebut sebagai konsekuensi dari
glikosilasi.17
Karsinoma ovarium mensekresikan HE4 sebagai protein N glycosylated.
Karena hanya satu prediksi sisi glikosilasi pada HE4, perbedaan antara sel
serangga yang mensekresikan HE4 dan bentuk yang disekresikan oleh sel
kanker ovarium dapat menunjukkan perbedaan spesies spesifik pada pola
glikosilasi. Adanya penyimpangan pada glikosilasi seluler yang sering dijumpai
pada sel tumor, perbedaan pada migrasi dari sekresi HE4 juga menunjukkan
kemungkinan bahwa pola glikosilasi dari HE4 dapat berbeda pada sel kanker
dibandingkan dengan sel jinak dari manusia, seperti pada Epididymis atau kista

Universitas Sumatera Utara

inklusi kortikal ovarium. HE4 dapat disekresikan ke dalam aliran darah dari
pasien dengan kanker ovarium. Hellstrom dkk melaporkan bahwa HE4
bersirkulasi dalam darah pasien kanker ovarium dan tidak dijumpai pada
kelompok kontrol dengan usia yang sama. Studi tersebut mengindikasikan
bahwa spesifisitas dan sensitivitas dari serologi HE4 dapat dibandingkan
dengan CA-125 dan bahwa HE4 jarang positif pada pasien dengan penyakit
non malignan, suatu kondisi yang terbatas dengan penggunaan CA-125
sebagai alat skrining.81

Gambar 4. Mekanisme yang diusulkan untuk perkembangan tumor yang dipengaruhi
turunan Whey Acidic Protein (WAP) termasuk WFDC2 (HE4).81

2.2.3. Peran Human Epididymis Protein 4 Dalam Perkembangan Tumor
Ovarium

Universitas Sumatera Utara

HE4 protein diekspresikan pada epitel mullerian dari Kista Inklusi Kortial
pada ovarium normal. Drapkin dkk (2005) melaporkan metaplasia Mullerian
pada epitel permukaan ovarium, umumnya dijumpai pada kista inklusi kortikal,
dimana dapat dijumpai ekspresi dari sejumlah biomarker termasuk EpCAM,
Mucin 1, Mesothelin, dan CD9. HE4 dijumpai pada sel epitel permukaan dan
atau oleh epitel Mullerian pada kista inklusi kortikal pada studi dengan 11
ovarium yang secara histologis jinak menunjukkan HE4 dijumpai pada kista
ink