Ekspresi Imunohistokimia Human Epididymis Protein 4 Pada Jaringan Kista Ovarium Benigna

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Kista ovarium adalah kantung yang berisi cairan maupun material semi

cair yang berasal dari jaringan ovarium. Kista ovarium sering muncul pada usia
reproduktif dan umumnya bersifat jinak, ukurannya dapat bervariasi. Pada
kebanyakan kasus kista ovarium tidak berbahaya, bahkan ada jenis kista yang
dapat hilang dengan sendirinya. Meskipun demikian, temuan kista ovarium
dapat menyebabkan kecemasan diantara wanita dengan adanya potensi
keganasan.1,2
Lebih dari 10% wanita akan menjalani pembedahan semasa hidupnya
karena adanya massa di ovarium. Pada perempuan premenopause hampir
seluruh massa ovarium dan kista bersifat jinak. Insiden keseluruhan dari kista
ovarium simtomatik pada wanita premenopause bersifat ganas adalah 1:1000
dan meningkat sampai 3:1000 pada umur 50 tahun. Studi di Amerika Serikat
(AS) pada wanita pasca menopause menunjukkan insidensi kista ovarium
adalah 18% dalam 15 tahun. Studi lainnya yang berdasarkan temuan otopsi

pada wanita pascamenopause (usia rerata 73 tahun) menunjukkan sekitar 15%
dari wanita pasca menopause memiliki kista adneksa. Prevalensi massa jinak
pada wanita pasca menopause pada sebuah studi penapisan adalah 0.8%
sampai 1.8%. Kebanyakan data prevalensi AS mengindikasikan rentang
diantara populasi umum yaitu 3% sampai 15%. Di seluruh dunia sekitar 7% dari
wanita memiliki kista ovarium semasa hidupnya. Suatu uji penapisan Eropa
menunjukkan insidensi sebesar 21.2% dari kista ovarium diantara wanita pasca

Universitas Sumatera Utara

menopause yang sehat. Data The National Cancer Institute's Surveillance,
Epidemiology, and End Results (SEER) dari 2003 menunjukkan resiko seumur
hidup untuk berkembangnya kanker ovarium adalah 1 dari 70. Diperkirakan
22,430 kanker ovarium kasus baru di AS pada tahun tersebut. Data SEER juga
menunjukkan peningkatan insidensi yang besar dari kanker ovarium tiap
tahunnya diantara wanita berumur ≥65.3,4,5,6,7,8,9
Kebanyakan pasien dengan kista ovarium tidak menunjukkan gejala,
dengan kista yang tanpa sengaja ditemukan saat pemeriksaan ultrasonografi
(USG) ataupun pada pemeriksaan pelvik rutin. Meskipun demikian kista
ovarium dapat menimbulkan gejala yang kadang – kadang dapat bersifat berat

termasuk nyeri atau rasa tidak nyaman di perut, perut terasa penuh, haid tidak
teratur, gangguan defekasi dan berkemih, nyeri saat hubungan seksual hingga
nyeri berat karena torsi kista, syok karena ruptur kista. Menentukan tumor
ovarium bersifat ganas atau jinak sebelum operasi seringkali sulit, apalagi bila
tumor memiliki komponen solid dan kistik. Prosedur pembedahan yang luas
seperti bilateral ooforektomi dengan atau tanpa histerektomi terkadang
dilakukan pada pasien dengan tumor ovarium jinak karena diagnosis
preoperatif yang tidak akurat. Pemeriksaan pencitraan juga terkadang tumpang
tindih dalam mendeskripsikan massa, penggunaan zat kontras untuk
membedakan lesi jinak dan ganas terbatas pada beberapa tipe tumor saja.10,11
Penggunaan penanda tumor untuk menilai karakteristik massa telah
digunakan dalam praktik klinis. Carbohydrate antigen 125 (CA-125) adalah
penanda tumor yang paling banyak digunakan sebagai penanda tumor untuk
kanker ovarium, akan tetapi penggunaannya masih jauh dari ideal. CA-125
meningkat pada sekitar 80% wanita dengan kanker ovarium epitel tetapi

Universitas Sumatera Utara

dijumpai meningkat hanya pada 50% wanita dengan penyakit stadium dini.
Spesifisitas dari CA-125 juga terbatas, kadarnya dapat meningkat pada

berbagai kondisi kelainan jinak ginekologis maupun non ginekologis seperti
pada fibroid, kehamilan, menstruasi, endometriosis, dan penyakit liver. Lebih
jauh sensitivitas dan spesifisitas dari CA-125 tidak cukup tinggi untuk penapisan
populasi sebagai deteksi dari kanker ovarium stadium dini. Identifikasi dari
biomarker kanker baru untuk menggantikan atau melengkapi CA-125 sangat
diperlukan.11,12
Adanya perkembangan yang cepat dalam teknik molekuler telah
mempercepat studi mengenai penanda tumor yang dapat dideteksi di jaringan
dan atau cairan tubuh untuk dapat mendiagnosa kanker dengan tepat atau
mengindentifikasi subgrup pasien tertentu yang berpotensi mendapatkan terapi
khusus. Untuk tujuan ini, glikoprotein Human Epididymis Protein 4 (HE4) yang
dikode oleh gen Whey-Acidic Four-Disulfide Core domain protein 2 (WFDC2)
telah mendapatkan perhatian khusus. HE4 adalah protein sekretori yang
awalnya diidentifikasi pada epididimis distal manusia. Fungsi dari HE4 belum
sepenuhnya dipahami, meskipun demikian HE4 menunjukkan kesamaan
struktural dengan inhibitor proteinase dan memiliki fungsi dalam maturasi
sperma. Ekspresi yang luas dari HE4 telah ditunjukkan pada beberapa jaringan
yang normal, terutama pada epitel respiratori dan traktus reproduktif pada
kedua jenis kelamin kecuali dari ovarium dimana tidak dijumpai ekspresinya.
Peningkatan ekspresi jaringan HE4 dijumpai pada beberapa tumor ganas,

terutama yang berasal dari organ ginekologis dan saluran nafas, studi yang
besar telah melaporkan serum HE4 sebagai penanda tumor yang putatif untuk
membedakan antara tumor ginekologis jinak dan kanker ovarium, menunjukkan

Universitas Sumatera Utara

bahwa HE4 sama baiknya dengan CA-125 sebagai penanda tumor. Pada tahun
2008, analisa serum HE4 dinyatakan oleh Food and Drug Administration (FDA)
di Amerika Serikat sebagai alat diagnostik untuk membantu proses diagnosis
kanker ovarium. Sejauh ini belum ada tinjauan yang komprehensif mengenai
jaringan yang mengekspresikan HE4 dan kondisi – kondisi yang terkait dengan
peningkatan kadar serum HE4.13
HE4 meningkatkan proliferasi, invasi, dan metastasis dari kanker
ovarium, dan sifat biologis ini adalah karakteristik utama dari kanker ovarium.
HE4 dapat meningkatkan viabilitas sel, mempromosikan akumulasi fase G2/M
pada SKOV-3 sel setelah stimulasi HE4 rekombinan. Efek serupa juga terihat
pada eksperimen gen HE4 yang dinonaktifkan menunjukkan adanya kegagalan
proliferasi dan pembentukan tumor baik in vitro dan in vivo pada sel SKOV3.
Data sebelumnya juga menunjukkan bahwa ekspresi protein HE4 lebih tinggi
secara signifikan pada jaringan ovarium maligna dibandingkan tumor jinak dan

jaringan normal, menunjukkan bahwa overekspresi dari HE4 meningkatkan
potensi penyebaran kanker ovarium. Untuk lebih lanjut mengeksplorasi
mekanisme yang mendasari efek HE4 pada proliferasi, invasi dan metastasis
pada sel kanker ovarium. 231 DEG telah diidentifikasi, percobaan validasi
selanjutnya

dilakukan

untuk

menilai

hasil

microarray.

Studi

terbaru


menunjukkan aptamer DNA dengan afinitas untuk HE4 dengan menggunakan
seleksi aptamer berbasis kapiler, sekuens

high-throughput, dan jalur

bioinformasi.14,15
Studi terbaru menunjukkan bahwa HE4 dapat berperan dalam aktifasi
EGFR dan jalur sinyal MAPK pada sel kanker ovarium, hasil ini dikonfirmasi
dengan temuan bahwa HE4 dapat menghambat proliferasi sel dengan regulasi

Universitas Sumatera Utara

jalur MAPK dan PI3K/AKT in vitro dan HE4 dikaitkan dengan aktivitas EGF,
VEGF, insulin dan HIF1 α. 7 gen dari 231 DEG terlibat dalam pensinyalan jalur
MAPK sebagai respon terhadap protein HE4 dimana hal ini sesuai dengan
fungsi biologisnya dalam hal meningkatkan proliferasi, invasi dan metastasis via
jalur MAPK. Selain jalur MAPK, jalur interaksi reseptor ECM juga terlibat dalam
regulasi dari protein HE4.14,15,16,17
Beberapa penelitian terkait ekspresi HE4 pada tumor ovarium jinak
diantaranya adalah Drapkin dkk (2005) mendeteksi HE4 pada permukaan sel

epitel pada kista inklusi kortikal pada 11 ovarium yang secara histologis terbukti
jinak. Ekspresi dari protein HE4 seperti pada penanda ovarium lainnya dapat
diidentifikasi dengan analisa ekspresi gen dan dijumpai pada proses terkait
pembentukan kista inklusi kortikal dan metaplasia Mullerian.18
Hasil dari studi – studi sebelumnya telah banyak menyimpulkan bahwa
HE4 memiliki sensitivitas yang serupa dengan CA-125, namun memiliki
keunggulan dalam spesifisitas diagnostik pada pasien dengan keganasan
ginekologis dibandingkan dengan penyakit ginekologis jinak. Sampai saat ini
belum banyak diketahui tentang peran dan spesifisitas HE4 pada berbagai
kondisi penyakit ginekologis jinak dan sangat penting untuk mengenali kondisi
potensial penyebab hasil positif palsu pada penggunaan penanda tumor ini.18
Sejauh ini studi mengenai HE4 masih relatif sedikit dan belum ditemukan studi
mengenai perbedaan ekspresi protein HE4 pada tumor ovarium benigna dan
jaringan ovarium normal, oleh karena itu penulis tertarik melakukan penelitian
untuk menambah pemahaman mengenai tumor ovarium benigna secara
imunohistokimia.

Universitas Sumatera Utara

1.2.


Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Apakah terdapat perbedaan ekspresi imunohistokimia
Human Epididymis Protein 4 pada berbagai jaringan kista ovarium benigna dan
jaringan ovarium normal?”

1.3 .

Hipotesis penelitian
Hipotesis pada penelitian ini adalah : “Ada perbedaan ekspresi

imunohistokimia Human Epididymis Protein 4 pada berbagai jaringan kista
ovarium benigna dan jaringan ovarium normal”

1.4.

Tujuan Penelitian


1.4.1. Tujuan umum
Penelitian

ini

bertujuan

untuk

mengetahui

perbedaan

ekspresi

imunohistokimia Human Epididymis Protein 4 (HE4) pada jaringan kista
ovarium benigna dan jaringan ovarium normal.
1.4.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui perbedaan karakteristik penderita kista ovarium

benigna berdasarkan usia, usia menarche, paritas, dan indeks massa
tubuh.
2. Untuk mengetahui distribusi histopatologi subjek penelitian berdasarkan
jenis kista ovarium benigna diantaranya cystadenoma serosum ovarii,
cystadenoma mucinosum, kista endometriosis, dan kista dermoid.

Universitas Sumatera Utara

3. Untuk mengetahui ekspresi immunohistokimia HE4 jaringan kista
ovarium benigna dan ovarium normal.
4. Untuk mengetahui ekspresi immunohistokimia HE4 pada jaringan kista
ovarium benigna berdasarkan histopatologi.

1.5. Manfaat Penelitian
1.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman peneliti
tentang peran HE4 pada kasus kista ovarium benigna.

2.


Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman pembaca mengenai keterkaitan HE4 pada kasus kista
ovarium benigna.

3.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar penggunaan

HE4

dalam menegakkan diagnosa kista ovarium benigna.
4.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar untuk penelitian
selanjutnya

Universitas Sumatera Utara