Pengaruh Dosis Indaziflam Terhadap Pengendalian Asystasia intrusa (Forssk.) Nees dan Eleusine indica (L.) Gaertn. Pada Tanah Gambut dan Mineral

TINJAUAN PUSTAKA
Perilaku Indaziflam pada Tanah Gambut dan Mineral
Menurut Rahman & James (2002) bertahannya herbisida tanah yang
diaplikasikan diketahui bervariasi dari berbeda jenis tanah serta iklim daerah.
Informasi yang dipublikasikan ada di Selandia Baru menunjukkan bahwa kedua
awal fitotoksisitas dan aktivitas residual herbisida digunakan pada tanaman
jagung yang sangat tergantung oleh karakteristik tanah dan faktor lingkungan,
seperti jumlah dan waktu curah hujan dan suhu tanah.
Pada tanah mineral herbisida yang lebih persisten pada kondisi lapangan di
liat lempung tanah daripada di tanah lempung berpasir. Pada tingkat normal
penggunaan herbisida bertahan selama 3 bulan di tanah lempung berpasir Horotiu
dan 4 bulan di Hamilton tanah liat lempung. Munculnya herbisida pra tersedia
saat ini untuk pengendalian gulma pada jagung di Selandia baru memiliki
persistensi

dalam tanah. Umumnya, ini cukup lama untuk memberikan

pengendalian gulma untuk 10 sampai 15 minggu. Panjang persistensi
dalam

pengendalian


gulma

dipengaruhi

oleh

karakteristik

tanah

(Rahman and James , 2002).
Menurut Jones et al. (2013) kerusakan pada gulma menurun dengan
meningkatnya bahan organik. Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa efek
fitotoksisitas dari indaziflam lebih besar di tanah dengan kandungan karbon
organik rendah. Terdapat kerusakan daun dan pengurangan kepadatan akar dan
panjang gulma cynodon dactylon dari indaziflam yang terbesar di kedalaman 5 cm
dari 10 sampai 15 cm. Selanjutnya, penelitian menunjukkan bahwa terjadi

Universitas Sumatera Utara


kerusakan lebih besar pada gulma cynodon dactylon nerada di pasir tanpa karbon
organik daripada di tanah lempung dengan carbon organik setelah diaplikasi
indaziflam.
Menurut Helling (2010) semakin tinggi kandungan bahan organik tanah
semakin meningkat dosis yang digunakan. Fenomena ini dapat dijelaskan bahwa
kandungan bahan organik yang tinggi dapat mempercepat hilangnya herbisida.
Proses hilangnya herbisida atau inaktifnya dalam tanah disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu karakteristik tanah dan faktor lingkungan.
Indaziflam
Sejarah
Indaziflam adalah herbisida yang diregistrasi pertama pada tahun 2010 di
Amerika Serikat (Kaapro & Hall, 2012) berpotensi memberikan kegunaan untuk
mengontrol munculnya berdaun lebar dan rumput. Indaziflam merupakan kelas
kimia alkylazine dan bekerja dengan menghambat biosintesis selulosa
(Myers et al., 2009).
Indaziflam memiliki waktu residual di dalam tanah (> 150 hari) yang
dapat memungkinkan fleksibilitas yang lebih besar dengan aplikasi waktu.
Indaziflam juga menghambat deposisi selulosa kristal di dinding sel tanaman,
sangat mempengaruhi pembentukan dinding sel, pembelahan sel serta

pemanjangan sel. Indaziflam digunakan sebagai herbisida tanah menghambat
perkecambahan biji gulma ( Kaapro dan Hall, 2012 ).
Indaziflam diaplikasikan pada saat pra tumbuh gulma dan pada awal
munculnya gulma. Kegiatan residual berkepanjangan merupakan salah satu
fitur utamanya (Brosnan et al. 2012).

Universitas Sumatera Utara

Mode of Action

Gambar 1. Struktur Kimia Indaziflam
(Sinonim: 2-Amino-4-[(1R,2S)-2,6-dimethyl-indan-1-ylamino]-6-(1fluoroethyl)-1,3,5-triazine, N-[(1R,2S)-2,3-Dihydro-2,6-dimethyl-1H-inden-1yl]-6-[(1RS)-1-fluoroethyl]-1,3,5-triazine-2,4-diamine) atau C16H20FN5
Biosintesis selulosa merupakan hal yang umum bagi tanaman. Oleh karena
itu, penghambat biosintesis selulosa (PBS) memiliki potensial yang luas bertindak
untuk mode of action herbisida dan juga digunakan sebagai alat dalam
memecahkan aspek dasar biosintesis selulosa. Hal tersebut merupakan
karakteristik dari herbisida indaziflam sebagai penghambat biosintesis selulosa
dan menyediakan pengertian yang mendalam yaitu mekanisme bersifat
mencegah/menghambat.


Indaziflam

yang

diberi

pada

semaian

bibit

memperlihatkan penghambatan biosintesis selulosa seperti gejala pembengkakan
radial dan lignifikasi ektopik. Tidak sama dengan penghambat biosintesis selulosa
isoxaben, indaziflam memiliki daya aktifitas penghambat biosintesis selulosa
yang kuat pada kedua-duanya, yaitu monokotil (Poa annua L.) dan tanaman
dikotil (Arabidopsis thaliana L.)

(Brabham et al., 2014).


Universitas Sumatera Utara

Mekanisme yang tepat dari tindakan herbisida ini belum sepenuhnya
dipahami, namun, diketahui bahwa indaziflma mencegah dinding sel - sel yang
baru

dibentuk,

terjadi

sehingga

penghentian

pertumbuhan

tanaman

(Griffin, 2005).
Sebagai hubungan dengan limpasan dan pencucian, nasib herbisida yang

diaplikasikan pada media tanam tergantung pada dua sifat herbisida yaitu
penyerapan dan persistensi. Penyerapan adalah proses dimana herbisida terikat
pada media tumbuh. Tergantung dari kelarutan herbisida, lebih atau kurang dari
herbisida akan larut dalam air yang diadakan dalam media tumbuh dan
mungkin untuk tercuci. Pertumbuhan, media, kandungan senyawa organik,
suhu, pH, dan kadar air bisa mempengaruhi penyerapan / proses desorpsi
(Robert, et al., 2013).
Penggunaan

Indaziflam adalah herbisida alkil amina baru untuk pengendalian pra
tumbuh rumput tahunan dan gulma berdaun lebar di beberapa tanaman tahunan
termasuk jeruk (Anonymous 2011). Hal ini dapat diaplikasikan pada tanah
sebagai aplikasi untuk pencegahan munculnya gulma baru. Pada pengaplikasian
herbisida indaziflam pada dosis 73-95 g.ba/ha pada tanaman jeruk di Florida
dalam satu aplikasi dengan jumlah tahunan kumulatif maksimum 150 gr ba/ ha
(Anonymous 2011). Dalam percobaan lapangan yang dilakukan di Florida,
indaziflam melakukan pengendalian gulma 3 sampai 5 bulan pada tanaman jeruk
tergantung pada kondisi cuaca dan tekanan gulma (Singh et al. 2011).

Universitas Sumatera Utara


Indaziflam juga dapat diaplikasikan dengan campuran beberapa herbisida.
Bila diterapkan dengan herbisida spektrum luas seperti glifosat, campuran
herbisida memberikan pengendalian yang sangat baik di samping pengendalian
gulma dalam waktu yang panjang di kebun-kebun anggur California
(Jhala dan Hanson 2011).
Selektivitas herbisida ini juga telah dipelajari oleh para peneliti Brasil,
terutama mengenai efek jangka panjang dapat diamati dalam tanaman kopi
(Blanco & Ramos, 2012a) dan jeruk (Blanco & Ramos, 2012b; Nicolai et al.,
2012b; Blanco et al., 2012) tidak menunjukkan kerugian setelah aplikasi pada
dosis antara 75 dan 150 gr ba/ha
Pada daerah tropis seperti Indonesia, penyemprotan herbisida indaziflam
menunjukkan hasil yang memuaskan setelah diaplikasikan karena pada dosis
terendah yaitu 12,5 g.ba/ha jumlah populasi E. indica resisten-glifosat bertahan
hidup hanya 6% dan populasi E. indica yang sensitif tidak ada yang bertahan
hidup (Parlindungan, 2015).
Karakteristik Gulma
Karakteristik Asystasia Intrusa (Forssk.) Nees
Dalam dunia tumbuhan Asystasia intrusa (Forssk.) Blume termasuk ke
dalam famili Acanthaceae, genus Asystasia. Ada juga jenis yang lain yaitu

Asystasia coromandeliana Nees var. micrantha Nees. Asal tumbuhan ini dari
Afrika.

Asystasia

intrusa

merupakan

gulma

penting

di

perkebunan

( http://biotrop.org/database.php, 2008).
Asystasia intrusa merupakan tumbuhan herba yang tumbuh cepat dan
mudah berkembangbiak. Berbatang lunak, dapat tumbuh dalam keadaan yang


Universitas Sumatera Utara

kurang baik. Daun berhadapan, sering berpasangan, berbentuk bulat panjang,
pangkal bulat dan bertangkai. Bunga mengelompok, banyak, sedikit berbunga
tunggal, berwarna putih atau ungu, kelopak bunga menutupi ovari. Buah kapsul,
2-3

cm

panjangnya,

berbiji

empat

atau

kurang


dalam

buah

kapsul

( http://www.doa.gov.my/pgnet/rumpai/rump003/asystasia_intrusa.html., 2006).
Bila biji-biji Asystasia intrusa sudah berkecambah maka akan terdapat
populasi gulma dalam suatu lahan.dan gulma tersebut juga akan menyita hampir
semua cadangan yang dapat mendukung pertumbuhan

di lahan tersebut bila

penyiangan tidak tepat pada saat periode kritis, maka hasil panen akan berkurang
akibat persaingan dengan gulma tersebut ( http://biotrop.org/database.php, 2008).
Karakteristik Eleusine indica ( L ) Gaertn.
E. indica berkembang biak terutama dengan biji, bijinya banyak dan
kecil serta mudah terbawa. E. indica berbunga sepanjang tahun dan tiap
tanamannya dapat


menghasilkan

hingga

140.000

biji

tiap

musimnya

(Lee dan Ngim, 2000).
E. indica merupakan gulma berumpun yang memiliki daun berwarna
hijau dan seperti perak pada bagian dasar. Daun memanjang dan memiliki helaian
daun yang berlipat. Pada permukaan daun hampir tidak dijumpai bulu- bulu halus.
Gulma ini memiliki malai

yang tampak seperti bergerigi. Biji- biji tersusun

seperti tandan pada tangkai bunga. Pada Setiap malai terdapat 3-7 tandan pada
ujung batang (Breden dan James, 2009).
E. indica tumbuh pada tanah yang lembab atau tidak terlalu kering dan
terbuka atau sedikit ternaung. Daerah penyebarannya meliputi 0 – 1600 meter
diatas permukaan laut. Pembabatan sukar untuk memberantasnya karena buku-

Universitas Sumatera Utara

buku batang terutama bagian bawah potensial menumbuhkan tunas baru. Aplikasi
herbisida baik kontak maupun sistemik umumnya lebih efektif untuk
mengendalikannya (Nasution, 1984).
Tanah Gambut

Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis, yaitu
sekitar 21 juta ha, yang tersebar terutama di Sumatera, Kalimantan dan Papua
(BB Litbang SDLP, 2008). Namun karena variabilitas lahan ini sangat tinggi,
baik dari segi ketebalan gambut, kematangan maupun kesuburannya, tidak semua
lahan gambut layak untuk dijadikan areal pertanian
Tanah gambut tropika mempunyai karakteristik yang khas dan spesifik,
terkait dengan kandungan bahan penyusun, ketebalan, kematangan, dan
lingkungan sekitarnya yang berbeda. Karakterisitik spesifik dari tanah gambut
yang membedakan dengan tanah mineral umumnya, antara lain : (1) mudah
mengalami kering tak balik (irreversible drying), (2) mudah ambles (subsidence),
(3) rendahnya daya dukung (bearing capacity) lahan terhadap tekanan, (4)
rendahnya kandungan hara kimia dan kesuburannya (nutrient), dan (5) terbatasnya
jumlah mikroorganisme (Noor et al ., 1994)
Karakteristik fisika tanah gambut meliputi ketebalan, kematangan, lapisan
di bawahnya (substratum), berat isi (berat isi), porositas, kadar air, dan daya
hantar hidrolik. Ketebalan gambut, kematangan, dan substratum di bawahnya
sudah disinggung di atas. Karakteristik fisika tanah gambut, antara satu dengan
lainnya saling berhubungan dan saling pengaruh, yang semuanya terkait dengan
kadar bahan organik atau ketebalan gambutnya (Noor et al ., 1994).

Universitas Sumatera Utara

Karakter kimia tanah gambut yang utama adalah (1) kemasaman tanah, (2)
ketersediaan hara makro dan mikro, (3) kapasitas tukar kation, (4) kadar abu, (5)
kadar asam organik, dan (6) kadar pirit (Noor et al ., 1994).

Tanah Mineral
Menurut Suyono Sosrodarsono (1981) tanah didefinisikan sebagai
partikel-partikel mineral yang tersemen maupun yang lepas sebagai hasil
pelapukan dari batuan, dimana rongga pori antar partikel terisi oleh udara dan atau
air. Akibat pengaruh cuaca dan pengaruh lainnya, tanah mengalami pelapukan
sehingga terjadi perubahan ukuran dan bentuk butirannya. Pelapukan batuan dapat
disebabkan oleh pelapukan mekanis, kimia dan organis.
Mineral merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai
sebaran luas mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan
Indonesia. Sebaran terluas terdapat di Kalimantan (21.938.000 ha), diikuti di
Sumatera (9.469.000 ha), Maluku dan Papua (8.859.000 ha), Sulawesi (4.303.000
ha), Jawa (1.172.000 ha), dan Nusa Tenggara (53.000 ha). Tanah ini dapat
dijumpai

pada

berbagai

relief,

mulai

dari

datar

hingga

bergunung

(Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).
Mineral ini memiliki kandungan bahan organik yang sangat rendah
sehingga memperlihatkan warna tanahnya berwarna merah kekuningan, reaksi
tanah yang masam, kejenuhan basa yang rendah, kadar Al yang tinggi, dan tingkat
produktivitas yang rendah. Tekstur tanah ini adalah liat hingga liat berpasir, bulk
density yang tinggi antara 1.3-1.5 g/cm3 (Hardjowigeno, 1993).

Universitas Sumatera Utara

Tanah Mineral mempunyai tingkat perkembangan yang cukup lanjut,
dicirikan oleh penampang tanah yang dalam, kenaikan fraksi liat seiring dengan
kedalaman tanah, reaksi tanah masam, dan kejenuhan basa rendah.Pada umumnya
tanah ini mempunyai potensi keracunan Al dan miskin kandungan bahan organik.
(Sri Adiningsih dan Mulyadi 1993)

Universitas Sumatera Utara