Ekspresi Endotelin-1 pada Berbagai Variasi Histopatologis Keratosis Seboroik

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keratosis Seboroik
Keratosis seboroik adalah tumor hiperplastik benigna yang terdiri dari
keratinosit epidermis dengan pigmentasi meningkat. 2,3 Keratosis seboroik tidak
berhubungan dengan glandula sebasea.6
2.1.1 Epidemiologi
Keratosis seboroik adalah lesi kulit yang paling sering terjadi seiring
dengan peningkatan usia,3 biasanya terjadi pada usia di atas 30 tahun. 12 Keratosis
seboroik umumnya terjadi pada iklim sedang tetapi bisa timbul lebih dini pada
daerah tropis. Keratosis seboroik mayoritas terjadi pada pasien Kaukasia yang tua,
tetapi banyak juga terjadi pada ras-ras yang lain.2 Perempuan dan laki-laki
biasanya terkena sama rata. Meskipun sangat sering ditemukan, tetapi keratosis
seboroik ini tidak memiliki data epidemiologi yang lengkap pada kebanyakan
populasi.3 Dari penelitian di Australia ditemukan lesi keratosis seboroik dari
subjek yang diteliti sebanyak 30 % pada usia di bawah 30 tahun, dan meningkat
sampai 100 % pada subjek yang berusia lebih dari 50 tahun. Di Inggris ditemukan
sedikit penurunan dari keseluruhan prevalensi dari populasi dimana ditemukan

keratosis seboroik dari 75 % subjek penelitian yang berumur di atas 75 tahun. 2
Dari hasil penelitian yang dilakukan Gefilem et al di RSUP Prof. DR. R.
D. Kandou Manado didapati 478 pasien tumor jinak dari 3055 pasien baru dari
tahun 2009-2011 dan 24,69 % adalah pasien keratosis seboroik. 18 Berdasarkan

6

Universitas Sumatera Utara

7

data rekam medis RSUP. H. Adam Malik Medan pada tahun 2014 didapati
bahwa dari 164 pasien baru di Divisi Tumor dan Bedah Kulit Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan, didapati 17 penderita keratosis
seboroik.
2.1.2 Etiopatogenesis
Etiopatogenesis dari keratosis seboroik belum diketahui. 10,21-24 Diduga
kemungkinan keterlibatan virus papiloma karena banyak pasien dengan keratosis
seboroik mendapatkan tes Human Papilloma Virus- Deoxyribose nucleic acid
(HPV-DNA)


positif pada pemeriksaan Polymerase chain reaction (PCR).1

Namun pada penelitian didapati bahwa pada pemeriksaan HPV-DNA dideteksi
kebanyakan hanya pada permukaan keratosis seboroik dan tidak lebih dalam pada
lesi, sehingga diduga hanya kontaminasi permukaan saja. 25
Pada patogenesis secara molekular ditunjukkan bahwa keratosis seboroik
tidak memiliki anomali kromosom. Suatu akumulasi p16 telah dilaporkan,
berkaitan dengan tertahannya sel epidermis fase G1 dan ketuaan. 2 Suatu terobosan
penting dimana sekelompok peneliti Perancis menunjukkan bahwa Fibroblast
Growth Factor Receptor 3 (FGFR3) memainkan peran penting dalam

perkembangan keratosis seboroik.2,26 Pada 40 % lesi pada penelitian tersebut
ditemukan mutasi FGFR3 somatik. Mutasi ini menyebabkan aktivasi konstitutif
FGFR3 sehingga terjadi transmisi konstan sinyal terhadap sel, tanpa ikatan ligan.
Tetapi ini masih belum jelas pola sinyal yang mana pada keratinosit yang
mempengaruhi pertumbuhan keratosis seboroik.26
Terdapat penelitian yang telah menunjukkan mutasi yang teraktivasi pada
gen


PIK3CA

(Phosphatidylinositol-4,5-bisphosphate

3-kinase),

yang

Universitas Sumatera Utara

8

mengkodekan subunit katalitik p 110 dari kelas Phosphatidylinositol-4,5bisphosphate 3-kinase, ditunjukkan terlibat pada patogenesis keratosis seboroik.2

Tidak ada hubungan yang telah ditemukan antara mutasi FGFR3 dan PIK3CA
yang bervariasi dan subtipe histologikal yang bervariasi. Terdapat proporsi yang
berbeda dari keratosis seboroik

yang tidak ada mendapatkan mutasi hotspot


FGFR3 atau PIK3CA, sehingga diduga bahwa gen-gen lain bisa juga terlibat.2,26
Pada keratosis seboroik didapati ketidakteraturan ekspresi apoptosis marker p53
dan B-cell lymphoma 2 (Bcl-2), meskipun tidak ada lokus genetik atau
ketidakseimbangan kromosomal yang telah terdeteksi saat ini. 2
Perkembangan keratosis seboroik juga dikaitkan dengan growth factor
epidermal dan melanocyte-derived growth factors di samping peningkatan
ekspresi lokal dari tumor necrosis factor-α dan endothelin-converting enzyme.
Peningkatan ekspresi lokal dari tumor necrosis factor-α dan endothelin-converting
enzyme berkaitan dengan peningkatan ekspresi melanogen keratinosit yaitu

endotelin-1, yang menghasilkan hiperpigmentasi pada keratosis seboroik. 3
Manaka et al mengatakan bahwa hasil penelitiannya mengindikasikan
bahwa sekresi endotelin oleh keratinosit terjadi sesudah paparan UVB.
Menariknya, pada gangguan hiperpigmentasi yang tidak berhubungan dengan UV
seperti keratosis seboroik, didapati suatu stimulasi berlebihan terhadap produksi
endotelin

oleh keratinosit dan berikutnya terjadi sekresi endotelin-1 yang

menghasilkan aktivasi melanosit dan menyebabkan hiperpigmentasi. Sehingga

masih perlu diteliti bagaimana ekspresi endotelin yang berlebihan oleh keratinosit
terjadi pada keratosis seboroik, tanpa paparan UV. 17

Universitas Sumatera Utara

9

Karena lesi keratosis seboroik bias timbul tanpa tergantung paparan sinar
matahari, maka ada beberapa pendapat yang menganggap keratosis seboroik
sebagai biomarker dari penuaan intrinsik. Kehilangan homeostatik epidermal
fokal

menyebabkan

peningkatan

endotelin-1.

Keratosis


seboroik

merepresentasikan proliferasi klonal dari keratinosit dan melanosit, dan dianggap
hasil dari kehilangan homeostasis epidermal fokal. Patogenesis dari keratosis
seboroik belum sepenuhnya dimengerti, keratinosit pada lesi mengekspresikan
endotelin-1 yang tinggi dan melanosit lesi meningkatkan ekspresi tirosinase, yang
menyebabkan hipotesis bahwa disregulasi endotelin-1 memainkan peran etiologi
pada keratosis seboroik.27
2.1.3 Faktor risiko
Keratosis seboroik akan terjadi pada usia yang lebih tua, dan makin
membesar dan bertambah banyak seiring dengan kenaikan usia. 18-21 Genetik bisa
memainkan peranan penting sebagai faktor risiko terjadinya keratosis seboroik,
karena pasien dengan lesi multipel sering kali memiliki riwayat keluarga yang
positif.2,12.
Kontroversi masih berlanjut tentang peran sinar UV dalam perkembangan
terjadinya keratosis seboroik. Hanya sedikit penelitian epidemiologi yang
mengindikasikan peran

yang mungkin dari sinar UV dalam perkembangan


keratosis seboroik. Pada satu penelitian di Australia, pasien Kaukasia memiliki
prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan penelitian di Inggris; penulis penelitian
ini melaporkan kejadian tidak seimbang keratosis seboroik pada daerah kulit yang
terpapar sinar matahari (misal: kepala, leher, dan punggung tangan). 2 Penelitian di
Korea yang disebutkan sebelumnya memberikan hasil yang sama. Pasien dengan

Universitas Sumatera Utara

10

paparan kumulatif lebih dari 6 jam sehari memiliki 2,3 kali resiko keratosis
seboroik yang lebih besar dibandingkan dengan mereka yang kurang dari 3 jam
sehari terkena paparan.8 Meskipun demikian penelitian kasus-kontrol di Belanda
menemukan bahwa tidak ada riwayat surnburn yang nyeri ataupun paparan
kumulatif tinggi terhadap sinar UV untuk meningkatkan resiko memiliki keratosis
seboroik.9
2.1.4 Gambaran klinis
Keratosis seboroik bisa terjadi di setiap bagian tubuh kecuali di telapak
tangan dan kaki. Lesi keratosis seboroik bisa multipel atau tunggal. Biasanya
asimtomatik namun bisa juga gatal.24,28,29

Awalnya bisa didapati satu atau lebih lesi berbatas jelas, coklat muda, lesi
datar kemudian berkembang memiliki permukaan seperti beludru sampai
permukaan verukosa yang halus. Lesi-lesi ini timbul pada kulit yang normal.
Ukuran awalnya biasanya kurang dari 1 cm, tetapi lesi dapat berkembang menjadi
beberapa cm atau lebih. Seiring dengan waktu, lesi menjadi lebih tebal dan
memiliki penampakan menempel pada permukaan kulit (gambar 2.1). 1,10
Keratosis seboroik yang telah berkembang sepenuhnya seringkali berpigmen
dalam dan tidak merefleksikan cahaya. Banyak lesi yang menunjukkan sumbatan
keratotik pada permukaannya.3,24 Di permukaan beberapa lesi didapati sisik
berminyak yang melekat dan meninggi di atas permukaan kulit. Keratosis
seboroik ini lembut dan kesan berminyak pada perabaan. Bentuknya bulat ke oval
dan banyak lesi bisa mengikuti lipatan kulit. Lesi-lesi yang paling kecil terdapat di
sekitar orifisium folikuler, khususnya batang tubuh. Kebanyakan keratosis
seboroik memiliki rambut yang lebih sedikit dibanding dengan kulit sekitar. 24

Universitas Sumatera Utara

11

Beberapa lesi dapat bertumbuh besar, beberapa individu bisa didapati

keratosis seboroik dengan ukuran beberapa sentimeter (cm). Iritasi dapat
menyebabkan pembengkakan dan kadang-kadang perdarahan, oozing, krusta dan
warna yang semakin jelas karena inflamasi. Keratosis seboroik memiliki beberapa
variasi klinis seperti keratosis seboroik yang akantotik, keratosis seboroik
reticulated/adenoid, keratosis seboroik pigmented, keratosis seboroik klonal,

keratosis seboroik irritated, stuccokeratosis/ keratosis seboroik hiperkeratotik,
keratosis seboroik flat, dermatosis papulosa nigra, dan keratosis seboroik
pedunculated.6,11,19,22

Gambar 2.1 Keratosis seboroik
Dikutip dari kepustakaan no 3

Universitas Sumatera Utara

12

2.1.5 Diagnosis banding
Diagnosis banding keratosis seboroik adalah melanoma maligna, nevus
melanositik, veruka vulgaris, kondiloma akuminata, polip fibroepitelial, nevus

epidermis, keratosis aktinik, karsinoma sel basal berpigmen, karsinoma sel
skuamosa dan lain-lain.2,24
2.1.6 Diagnosis
Diagnosis keratosis seboroik biasanya dapat dibuat berdasarkan tampilan
klinis.1 Dermoskopi dapat menolong pada kasus kasus yang tidak jelas. 30-34
Kriteria dermoskopik primer untuk keratosis seboroik adalah pseudokista
bertanduk dan pembukaan pseudofolikuler. Suatu susunan spesifik dari
pembukaan pseudofolikular pada permukaan dapat memproduksi suatu “pola
sulkus girus”.2,34 Keratosis seboroik secara tipikal timbul dengan warna coklat
kuning kusam atau coklat abu-abu dengan struktur vaskular serpiginosa
superfisial. Pada keratosis seboroik berpigmen, bisa juga ada densitas seperti
garis, tidak seperti lesi melanositik yang yang sulit didefenisikan. 31,34 Bila
diagnosis pasti masih tidak mungkin, konfirmasi histologis kadang-kadang
diperlukan, teristimewa untuk menyingkirkan proses maligna. 2,35,36
2.1.7 Variasi histopatologis
Pada keratosis seboroik dijumpai proliferasi keratinosit epidermis yang
berbatas jelas yang bisa berbentuk endofitik, eksofitik atau datar. 37,38 Terdapat 9
tipe keratosis seboroik.4,39
2.1.7.1 Keratosis seboroik akantotik
Varian ini merupakan varian yang paling banyak, dimana terdapat

akantosis yang jelas, dengan papilomatosis dan hiperkeratosis yang sedang,

Universitas Sumatera Utara

13

khususnya sel basaloid, pseudokista bertanduk yang banyak, dan sepertiganya
berpigmen. Limfositik likenoid atau sirkumskripta bersamaan dengan infiltrat
tidak umum dijumpai (gambar 2.2).2

Gambar 2.2 Keratosis seboroik tipe akantotik.
Dikutip dari kepustakaan no 39

2.1.7.2 Keratosis seboroik reticulated
Didapati proliferasi reticulated traktus sel epidermis basaloid baris ganda.
Hiperpigmentasi relatif sering dan pseudokista bertanduk cenderung jarang
dijumpai (gambar 2.3).4

Universitas Sumatera Utara

14

Gambar 2.3 Keratosis seboroik tipe reticulated.
Dikutip dari kepustakaan no.39

2.1.7.3 Keratosis seboroik pigmented
Pigmen ada terutama dalam keratinosit basal. Peningkatan yang jelas dari
melanosit yang mengandung pigmen melanin dapat dijumpai (gambar 2.4). 2,22

Gambar 2.4 Keratosis seboroik pigmented.
Dikutip dari kepustakaan no 39

Universitas Sumatera Utara

15

2.1.7.4 Keratosis seboroik klonal
Pada

keratosis

seboroik

klonal

didapati

proliferasi

sarang-sarang

intraepitelial basaloid berbatas jelas atau sel-sel pucat (fenomena BorstJadassohn). Pada beberapa kasus terdapat sarang-sarang yang terdiri dari sel-sel
yang lebih besar dengan jembatan interseluler dengan sarang-sarang yang
menyolok, dan sarang-sarang dipisahkan dengan untaian sel-sel berinti gelap
yang kecil (gambar 2.5).3,32,39,40

Gambar 2.5 Keratosis seboroik klonal.
Dikutip dari kepustakaan no 39

2.1.7.5 Keratosis seboroik irritated
Didapati sel infiltrat inflamasi likenoid yang padat pada dermis bagian atas.
Keratinosit yang apoptotik biasanya agak banyak. Gambaran tipe hiperkeratotik
bisa juga ada. Kadang-kadang ada sel infiltrat inflamasi yang padat seperti netrofil
yang kadang tidak memiliki gambaran likenoid. Squamous eddies sering terdapat
di epidermis (gambar 2.6).2,39

Universitas Sumatera Utara

16

Gambar 2.6 Keratosis seboroik tipe irritated.
Dikutip dari kepustakaan no.39

2.1.7.6 Keratosis seboroik hiperkeratotik
Papilomatosis yang jelas dijumpai dalam bentuk hiperkeratotik. Akantosis
ringan tetapi menunjukkan gambaran verukosa dengan proyeksi yang memanjang
(pola puncak menara gereja). Terdapat ortohiperkeratosis yang jelas. Kista
bertanduk dan pseudokista bisa terlihat, tetapi tidak sebanyak bentuk akantotik.
Hiperpigmentasi tidak biasa didapati (gambar 2.7).2

Gambar 2.7 Keratosis seboroik hiperkeratotik.
Dikutip dari kepustakaan no 39

Universitas Sumatera Utara

17

2.1.7.7 Keratosis seboroik flat
Varian

ini

pada

pemeriksaan

histopatologisnya

menunjukkan

hiperkeratosis yang ringan, sering didapati pigmen basal yang ringan

(‘kaki

kotor’) dan hanya akantosis minimal. Tidak ada kista bertanduk. Sel-sel tersebut
kontras dengan epidermis normal yang berdekatan dan tampak menjadi lebih
padat (gambar 2.8).2,39

Gambar 2.8 Keratosis seboroik flat.
Dikutip dari kepustakaan no 39

2.1.7.8 Dermatosis papulose nigra
Pada gambaran histopatologis dermatologis papulose nigra didapati
hiperkeratosis, elongasi dan rete ridges yang saling berhubungan, dan
hiperpigmentasi lapisan basal.22 Umumnya didapati invaginasi berisi keratin pada
epidermis. Proliferasi epitel pada dermatosis papulose nigra tidak umum terdiri
dari sel-sel basaloid. Pada dermatosis papulose nigra ini didapati

gambaran

histopatologis dengan perubahan utama ada pada epidermis. Akantosis yang tidak
teratur, papilomatosis, dan deposit sejumlah besar pigmen yang tidak biasa

Universitas Sumatera Utara

18

didapati sepanjang rete, terutama pada lapisan basal, dan ini merupakan penanda
pada varian ini (gambar 29).41
Gambaran histopatologis dermatosis papulose nigra ini bisa juga
menyerupai gambaran keratosis seboroik yang kecil, bisa berbentuk pola
akantotik, bisa juga reticulated, namun pseudohorn cyst jarang dijumpai.5,22,41

Gambar 2.9. Dermatosis papulose nigra.
Dikutip dari kepustakaan no 39

2.1.7.9 Keratosis seboroik pedunculated
Gambaran histopatologis pedunculated menunjukkan gambaran eksofitik
polipoid, namun berbeda dengan skin tag, dimana pada varian keratosis seboroik
pedunculated ini didapati hiperplasia epidermis, hiperkeratosis, dan bisa didapati
pseudohorn cyst.4

2.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keratosis seboroik tidak wajib karena

penyakit ini

bersifat benigna.3 Pengangkatan lesi kadang diperlukan untuk menyingkirkan

Universitas Sumatera Utara

19

kemungkinan malignansi.1 Iritasi mekanikal persisten
inflamasi, perdarahan, atau

yang menyebabkan

gatal adalah juga merupakan indikasi untuk

pembuangan. Pada mayoritas pasien, tindakan pembuangan adalah untuk alasan
kosmetik.2
Penatalaksanaan dengan pengangkatan lesi bisa menggunakan satu dari
prosedur operasi yang bervariasi sekarang ini telah tersedia. Kuretase dengan
sendok tajam atau cincin kuret adalah metode yang umum.2,42 Eksisi shave dengan
skalpel juga biasanya menghasilkan hasil kosmetik yang bagus. Keratosis
seboroik pedunculated bisa juga dibuang dengan menggunakan snare listrik.
Penggunaan krioterapi juga umum dilaporkan pada literatur internasional. Untuk
lesi flat, sprai dingin 5 – 10 detik direkomendasikan; untuk tumor yang lebih
tebal, durasi bisa lebih lama atau semprotan kedua bisa diaplikasikan.
Elektrodesikasi juga bisa digunakan.43 Pilihan terapi yang lain dalam pembuangan
keratosis seboroik adalah laser ablatif seperti erbium YAG atau laser CO2.
Terdapat penelitian yang telah melaporkan penggunaan yang sukses dari laser
diode 532 nm pada dermatosis papulose nigra, perlu berhati-hati karena
peningkatan resiko skar atau formasi keloid juga hiper atau hipopigmentasi.
Krioterapi tidak disarankan pada dermatosis papulosa nigra. Prosedur ablasi
(contoh terapi laser dan krioterapi) menghalangi kepotensialan untuk memperoleh
materi untuk analisa histologis sehingga hanya bisa dilakukan pada keratosis
seboroik yang diagnosisnya bisa ditegakkan jelas secara klinis. Bila malignansi
tidak bisa seutuhnya disingkirkan, maka suatu prosedur harus dipilih yang juga
sekaligus dapat mengambil jaringan untuk analisis histologis. Pasien dengan
sejumlah besar keratosis seboroik kadang-kadang melebihi 100 lesi keratosis

Universitas Sumatera Utara

20

seboroik

memiliki suatu tantangan yang khusus. Bila pasien berkeinginan

dibuang semua, maka prosedur multipel sekarang ini adalah pilihan metode. 2 Bila
sindroma Leser Trelat diduga, suatu pencarian yang komprehensif untuk
menyingkirkan malignansi yang mendasari harus dilakukan. 2,42,43
Terdapat penelitian yang melaporkan keefektifan analog vitamin D topikal
dalam penatalaksanaan keratosis seboroik. Mekanisme yang diduga adalah
induksi apoptosis keratinosit. Pada penelian yang lain, tazaroten 0,1 % dengan
dasar krim, diaplikasikan dua kali sehari, diperoleh resolusi komplit (konfirmasi
dengan histologi) pada 7 dari 15 pasien, walaupun obat ini menyebabkan iritasi.
Imikuimod yang dicobakan pada suatu penelitian tidak efektif. 2
Terapi sistemik pada keratosis seboroik multipel tentunya dapat diinginkan
pada beberapa pasien, karena dapat membatasi pembedahan yang multipel. Suatu
penelitian pada pemberian sistemik 1,25 dihidroksi vitamin D3 menunjukkan
hasil yang penting. 1,25 dihidroksi vitamin D3 diberikan secara oral pada pasien
dengan keratosis seboroik multipel dengan dua dosis oral yang berbeda. Dosis
yang lebih tinggi memproduksi perubahan inflamasi pada lesi sesudah 2 minggu
dan akhirnya menimbulkan resolusi dengan suatu skar atropi atau makula coklat.
Regresi dapat dilihat

pada histologi sebagai vakuolasi dan degenerasi sel

basal.2,42,43
Pada umumnya tidak ada terapi topikal atau sistemik yang telah terbukti
menjadi pilihan yang layak dalam terapi keratosis seboroik. Penatalaksanaan
harus selalu diteruskan melebihi periode yang lama dan keefektifan umumnya
jelas lebih inferior dari prosedur operasi. Tetapi pada masa depan, penemuan yang

Universitas Sumatera Utara

21

dibuat pada genetik molekular bisa memberikan dasar untuk perkembangan terapi
topikal terbaru.2,24,43
2.1.9 Prognosis
Keratosis seboroik adalah suatu tumor kulit benigna tanpa suatu tendensi
yang signifikan terhadap malignansi. Sesudah pembuangan lesi, rekurensi lokal
dapat terjadi. Tidak ada angka tepat tentang rekurensi. 1,5,24

2.2 Endotelin-1
Endotelin-1 adalah suatu peptida vasokonstriksi yang poten yang terdiri
dari tiga bentuk isoform yaitu endotelin-1, endotelin-2 dan endotelin-3 yang
dikodekan oleh gen yang berbeda.44-45 Endotelin-1 pertama kali diisolasi dari selsel endotel vaskuler. Endotelin-1 diproduksi oleh banyak tipe sel, termasuk
keratinosit. Masa sekarang ini, hubungan antara endotelin dengan penyakit karena
gangguan pigmen sangat menarik perhatian karena peran penting endotelin pada
pigmentasi epidermal pada beberapa penyakit gangguan pigmen. Oleh karena itu
mengetahui mekanisme keterlibatan endotelin dalam hiperpigmentasi akan sangat
berguna untuk tata laksana penyakit yang berkaitan dengan pigmen.46-50

2.3 Fungsi Endotelin-1
Endotelin-1 memiliki efek stimulatori pertumbuhan pada keratinosit. 51-54
Endotelin-1 memiliki peran pada melanosit yang matang, menginduksi
melanogenesis

dengan

mengaktivasi

tirosinase

dan

meningkatkan level

tyrosinase-related protein 1 (TRP-1). Endotelin-1 dapat juga bekerja secara

sinergis dengan faktor pertumbuhan/ sitokin lain untuk selanjutnya mempengaruhi

Universitas Sumatera Utara

22

fungsi melanosit. Endotelin-1 menunjukkan efek fotoprotektif pada melanosit,
meningkatkan perbaikan thymine dimer , menurunkan kadar hidrogen peroksida
yang diinduksi sinar matahari, dan menginduksi kadar protein antiapoptotik. 44,51
Masih sedikit diketahui tentang bagaimana mekanisme melanisasi
meningkat pada beberapa gangguan pigmen. Terdapat bukti-bukti yang menduga
pentingnya pertalian parakrin dari sitokin-sitokin di antara sel epidermal untuk
stimulasi mitogenesis dan melanogenesis dalam melanosit. 14,17
Endotelin-1 merupakan mitogen dan melanogen yang poten, dimana dapat
menginduksi mitogenesis dan melanogenesis di dalam melanosit primer. Manaka
et al dalam penelitiannya menerangkan bahwa endotelin yang merupakan peptida
vasokonstriktor yang poten memerankan peran penting dalam melanosis yang
diinduksi UVB, dimana disekresi oleh keratinosit yang terpapar UVB dan
endotelin-1 beraksi pada melanosit sekitarnya untuk menstimulasi melanogenesis
dan mitogenesis.14,15,17

2.4 Peran Endotelin-1 pada Keratosis Seboroik
Produksi dan sekresi endotelin oleh keratinosit diperkuat oleh beberapa
sitokin inflamasi seperti sitokin inflamasi primer yaitu IL-1α dan TNF-α. Ekspresi
endothelin-converting enzyme -1α pada epidermis juga berkontribusi untuk

mengatur kadar sekresi endotelin-1, dimana enzim ini mendegradasi bigEndotelin-1 menjadi bentuk aktifnya yaitu endotelin-1.3,17

Universitas Sumatera Utara

23

Gambar 2.10. Model sitokin parakrin hiperpigmentasi epidermal pada melanosis-UVB,
melanosis UVA, lentigo senilis, keratosis seboroik, melanosis Rielh,
dermatofibroma, dan makula café-au-lait.
Dikutip dari kepustakaan no 28.

Keratosis seboroik memiliki pigmentasi epidermal yang meningkat.
Berdasarkan observasi bahwa kadar yang tinggi dari melanosit yang memproduksi
melanin, berlokasi di sekitar keratinosit-keratinosit yang banyak berproliferasi
seperti terlihat pada folikel rambut, sehingga diduga bahwa keratinosit yang
berproliferasi pada keratosis seboroik mencetuskan aktivasi melanosit sekitarnya
dengan cara mensekresikan sitokin-sitokin yang menstimulasi melanosit.16
Sehingga dianggap bahwa peningkatan melanisasi pada keratosis seboroik
berkaitan dengan peningkatan produksi endotelin pada keratinosit-keratinosit yang
banyak berproliferasi. Teraki et al melakukan penelitian dengan menggunakan
pemeriksaan imunohistokimia dan RT-PCR menemukan produksi endotelin-1
meningkat pada keratosis seboroik tipe akantotik dan tipe pigmented.13

Universitas Sumatera Utara

24

Penelitian-penelitian terbaru telah menunjukkan peran endotelin sebagai
stimulator konstitusif melanosit manusia pada gangguan hiperpigmentasi yang
tidak berkaitan dengan UV. Terdapatnya keratinosit-keratinosit yang berlokasi
pada keratosis seboroik dalam memproduksi endotelin-1 ditemukan meningkat
secara

signifikan

dibandingkan

dengan

kontrol

perilesional

normal. 17,55

Peningkatan produksi dan lokasi endotelin-1 yang dinilai pada keratosis seboroik
dengan pewarnaan imunohistokimia terlihat paralel dengan aktivitas tirosinase
yang ditunjukkan oleh reaksi dopa, sehingga dianggap bahwa aktivasi melanosit
seperti peningkatan fungsi tirosinase terjadi pada keratosis seboroik secara
bersamaan dengan stimulasi produksi endotelin-1 oleh keratinosit-keratinosit
sekitar.55
Diduga terdapat mekanisme yang lain selain mekanisme parakrin
endotelin-1 yang menerangkan aktivasi melanosit pada keratosis seboroik.
Kemungkinan terdapat adanya sitokin yang lain yang menyebabkan stimulasi
proliferasi dan melanisasi melanosit manusia, seperti bFgF ( basic fibroblast
growth factor), SCF (stem cell factor) , GM-CSF (granulocyte macrophage
colony-stimulating factor receptor ) , dan (HGF) hepatocyte growth factor , karena

aksinya yang sudah diketahui pada melanosit manusia. 48,55 Tetapi sitokin-sitokin
tersebut tidak memiliki kepotensialan yang signifikan untuk menstimulasi
melanisasi pada melanosit manusia yang dikultur, tidak ditemukan konsistensi
dengan keadaan biologi dimana stimulasi proliferasi dan melanisasi terjadi di
melanosit pada keratosis seboroik. Saat ini, endotelin-1 adalah satu-satunya
sitokin yang dilaporkan yang dapat menstimulasi proliferasi dan melanisasi
melanosit manusia pada konsentrasi 1 nM. Sehingga dapat dikatakan bahwa

Universitas Sumatera Utara

25

peningkatan sekresi endotelin-1 pada keratosis seboroik bertanggung jawab untuk
hiperpigmentasi keratosis seboroik (gambar 2.10).55
Keratinosit kulit memproduksi endotelin dan mengekspresikan reseptor
seasal.48 Pola stimulasi pertumbuhan autokrin endotelin-reseptor endotelin bisa
jadi berubah dalam pertumbuhan sel yang tidak terkontrol pada neoplasma yang
berasal dari keratinosit. Masih belum jelas apakah endotelin-1 hanya berimplikasi
pada pigmentasi saja atau pigmentasi dengan proliferasi keratinosit atau
keberlangsungan hidup keratinosit.15 Namun Zhang et al mengatakan bahwa pola
sinyal endotelin, teristimewa endotelin-1 teraktivasi pada neoplasma keratinosit
basaloid kulit, seperti pada keratosis seboroik, dan blokade pola ini dapat
mengurangi keberlangsungan hidup sel secara in vitro. Oleh karena itu inhibitor
endotelin berpotensial menawarkan suatu metode baru untuk penatalaksanaan
tumor kulit yang berasal dari keratinosit.15,51

2.4 Kerangka Teori

Universitas Sumatera Utara

26

2.5 Kerangka teori

Aging

HPV: ?

Riwayat

Mutasi gen:
PIK3CA, FGFR3

keluarga

Sinar UV, terutama UV-B

R-ET-1

Kehilangan
homeostatik
epidermis fokal

keratinosit

IL-1α ↑ & TNF ↑
Proliferasi klonal
keratinosit dan
melanosit

Endotelin-1↑
Big Endothelin-1
Endotelin-1↑

ECE-α ↑

ECE-α↑

ECE-α↑
Mitogenesis

IL-1α ↑& TNF-α↑

Merangsang keratinosit
sekitar berproliferasi

Keratosis seboroik

Big Endothelin-1

Endotelin-1↑

Big Endothelin-1

Proliferasi sel-sel basal dan basalod

Tumorigenesis

Polimorfisme gen
lain: ?

IL-1α ↑
& TNF ↑

Endotelin-1 ↑

Proliferasi dan aktivasi
ela osit ↑

Variasi histopatologis:
akantotik
reticulated
pigmented
klonal
irritated
hiperkeratotik
flat
dermatosis papulose nigra
pedunculated

Aktivasi tirosinase &
level TRP-1↑

Melanogenesis
Ket. Gambar:

stratum basalis
stratum basalis dan spinosum

Gambar 2.11 Kerangka teori

Universitas Sumatera Utara

27

2.6 Kerangka Konsep

Ekspresi Endotelin-1

Tingkatan ekspresi dan letak
endotelin-1

varian histopatologis keratosis
seboroik:
akantotik
reticulated
pigmented
klonal
irritated
hiperkeratotik
flat
dermatosis papulose nigra
pedunculated

Gambar 2.12 Kerangka konsep

Universitas Sumatera Utara