Ekspresi Endotelin-1 pada Berbagai Variasi Histopatologis Keratosis Seboroik Chapter III V

28

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif observasional
laboratoris dengan pendekatan potong lintang.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
1. Penelitian ini telah dilakukan sejak bulan Maret 2016 sampai dengan
Mei 2016.
2. Tempat penelitian dilakukan di Instalasi Patologi Anatomi RSUP. H.
Adam Malik Medan.

3.3 Sampel Penelitian
Blok-blok parafin berisi jaringan keratosis seboroik yang dibuat di
Instalasi Patologi Anatomi RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah
diperiksa

secara


histopatologis

dan

histopatologinya. Sampel penelitian

telah

ditentukan

variasi

memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi.
3.3.1

Kriteria Inklusi dan eksklusi
Kriteria inklusi :

1. Blok parafin dengan slide pulasan Hematoksilin Eosin yang telah
didiagnosis secara histopatologis sebagai keratosis seboroik dan telah
ditentukan varian histopatologisnya.

28

Universitas Sumatera Utara

29

2. Blok parafin dengan identitas lengkap (nama, alamat, dan nomor catatan
medis rumah sakit).
3. Sudah mendapat persetujuan untuk penelitian dari kepala Instalasi
Patologi Anatomi RSUP. H. Adam Malik Medan.
Kriteria eksklusi:
Sediaan blok parafin yang rusak dan tidak dapat diproses lebih lanjut
dengan pulasan endotelin-1.

3.4 Besar Sampel
Besar sampel dihitung dengan rumus yaitu:

N = (Zα)2 PQ
d2
Zα = deviat baku alfa
Ditetapkan alfa sebesar 5% sehingga Zα = 1,96
P = proporsi kategori variabel yang diteliti
Prevalensi keratosis seboroik dari data rekam medis RSUP. H. Adam Malik
tahun 2014 = 0,10%
Q=1–P
Q = 1 – 0,10 = 0,90
d = presisi, ditetapkan sebesar 1 %
Jadi:
N = (1,96)2 x 0,10 x 0,90 = 37,8 (dibulatkan menjadi 38)
0,012

Universitas Sumatera Utara

30

Sampel minimal yang dipakai pada penelitian ini sejumlah 38. Maka
penelitian ini menggunakan 40 sampel.


3.5 Cara Pengambilan Sampel Penelitian
Penelitian

menggunakan 40 blok parafin berisikan jaringan keratosis

seboroik yang telah tersedia di Instalasi Patologi Anatomi RSUP. H. Adam
Malik Medan.

3.6 Defenisi Operasional
1. Blok parafin adalah potongan jaringan keratosis seboroik yang tertanam di
dalam lilin parafin yang akan dipotong dengan alat mikrotom untuk
dijadikan sediaan mikroskopis.
2. Variasi histopatologis keratosis seboroik adalah variasi yang didapati pada
pemeriksaan histopatologis yang mempunyai 9 varian histopatologis
keratosis seboroik, berupa varian akantotik (yang umum), atau keratosis
seboroik reticulated, atau keratosis seboroik pigmented, atau keratosis
seboroik klonal, atau keratosis seboroik irritated, atau keratosis seboroik
hiperkeratotik, atau keratosis seboroik flat, atau keratosis seboroik
pedunculated


atau dermatosis papulose

nigra. Penentuan variasi

histopatologis ditentukan dokter spesialis patologi anatomi. Alat ukur
adalah mikroskop fluoresensi. Cara ukur dengan penilaian gambaran
histopatologi dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin yang dilakukan oleh
dokter spesialis Patologi Anatomi. Skala yang digunakan adalah skala
nominal.

Universitas Sumatera Utara

31

3. Ekspresi endotelin-1 adalah: gambaran deteksi antigen endotelin-1 dalam
suatu sampel/jaringan dengan berprinsip pada pengikatan antibodi spesifik
terhadap antigen yang akan diamati melalui pemeriksaan imunohistokimia
yang memberikan nilai imunoreaktivitas endotelin-1. Alat ukur adalah
mikroskop fluoresensi. Cara ukur adalah dengan melakukan penilaian

gambaran histopatologi

dengan pewarnaan imunohistokimia

yang

dilakukan oleh peneliti didampingi oleh dokter spesialis Patologi Anatomi.
Hasil ukur adalah skor imunoreaktivitas yang didapatkan dari hasil
perkalian dua parameter yaitu:
Skor imunoreaktivitas = skor intensitas pewarnaan X skor distribusi
pewarnaan.
Skor intensitas pewarnaan ditentukan dengan nilai 0, +1, +2 dan +3.
Intensitas pewarnaan dinilai dengan skala sebagai berikut :
0 = tidak tampak pewarnaan
1+ = pewarnaan lemah
2+ = pewarnaan sedang
3+ = pewarnaan kuat
Skor distribusi pewarnaan dibagi menjadi empat kategori berdasarkan
persentase sel yang positif terwarnai dari nilai 0 sampai dengan nilai 3.
0 = tidak ada sel yang positif terwarnai

1 = < 10% sel yang positif terwarnai
2 = 10-50% sel yang positif terwarnai
3 = >50% sel yang positif terwarnai

Universitas Sumatera Utara

32

Pada penelitian ini intensitas dan distribusi pewarnaan dilihat pada sel-sel
epidermis pada lapisan stratum basalis, stratum spinosum dan stratum
granulosum dari sampel penelitian.
Kekuatan ekspresi endotelin-1 akan didapatkan dari skor imunoreaktivitas,
dimana kekuatan ekspresi tersebut akan dikatagorikan dengan lemah,
sedang, dan kuat (tabel 3.1). Skala yang digunakan adalah skala ordinal.

Tabel 3.1 Tingkatan ekspresi endotelin-1dan skor imunoreaktivitas.
Tingkatan ekspresi endotelin-1
Lemah
Sedang
Kuat


3.7

Alat, Bahan dan Cara Kerja

3.7.1

Alat

Skor imunoreaktivitas
1,2
3,4
6,9

Alat yang digunakan untuk pemeriksaan imunohistokimia adalah
mikrotom, gelas objek, gelas penutup, autoklaf, nampan stainless stell, dan
mikroskop fluoresensi.
3.7.2

Bahan

Bahan yang digunakan untuk pemeriksaan imunohistokimia adalah blok
lilin parafin, xylol I, xylol II, xylol III, alkohol absolut, 96%, 80%, endogen
peroksida, phosphate buffered saline, kromogen 3,3’-diaminobenzidine,
antibodi endotelin-1.

Universitas Sumatera Utara

33

3.7.3

Cara kerja

3.7.3.1 Pengumpulan sampel dan pencatatan data dasar.
Dimintakan persetujuan penggunaan blok parafin yang berisikan jaringan
lesi keratosis seboroik dari kepala Instalasi Patologi Anatomi RSUP H.
Adam Malik Medan. Dilakukan pengumpulan blok parafin yang berisikan
jaringan lesi keratosis seboroik yang telah didiagnosis sebagai keratosis
seboroik dan telah ditentukan varian histopatologinya di Instalasi Patologi
Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan. Kemudian dilakukan pencatatan

data blok parafin yang berisi jaringan keratosis seboroik di Instalasi
Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan .
3.7.3.2 Cara pemeriksaan imunohistokimia:
a. Dilakukan pemotongan jaringan 3-4 mm dari blok parafin, kemudian
dikeringkan di suhu 370 C dan panaskan di atas slide warmer 600 C.
b. Dilakukan deparafinasi (xylol I, xylol II, xylol III), diikuti dengan
rehidrasi (alkohol absolut, alkohol 96%, alkohol 80%)
c. Dicuci dengan air mengalir, yang diikuti dengan b locking endogen
peroksida.
d. Cuci kembali dengan air mengalir, diikuti dengan antigen retrieval
decloacking chamber .

e. Dicuci dalam PBS ( phosphate buffered saline ).
f. Blocking dengan background sniper, dilanjutkan dengan pemberian
antibodi primer.
g. Pencucian dalam PBS, diikuti tindakan universal link dan dicuci
kembali dalam PBS.

Universitas Sumatera Utara


34

h. Trekavidin-Horseradish Peroxidase (Trekavidin-HRP) label, diikuti
pencucian dalam PBS.
i. Pemberian kromogen 3,3’-diaminobenzidine (DAB), dicuci dengan air
mengalir, dan dilakukan counterstain dengan hematoxylin, kemudian
cuci dengan air mengalir.
j. Dilakukan tacha bluing, kemudian dicuci dengan air mengalir, dan
didehidrasi (alkohol absolut, alkohol 80%, alkohol 96%) dan dilakukan
clearing (xylol I, xylol II, xylol III).

k. Dilakukan mounting (ecomount) + gelas penutup.
l. Penilaian gambaran imunohistokimia dengan mikroskop fluoresensi
dengan melihat skor imunoreaktivitas untuk mendapatkan tingkatan
ekspresi endotelin-1 oleh dua dokter spesialis patologi anatomi.
Perhitungan persentasi hasil yang sesuai antara dua observer tersebut
didapatkan >80 % yang berarti bahwa nilai pembacaan untuk melihat
gambaran imunohistokimia pada penelitian ini adalah baik.

Universitas Sumatera Utara

35

3.8 Kerangka Operasional
Pengambilan data blok parafin berisi jaringan keratosis seboroik yang
telah ditentukan variasi histopatologisnya, yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi, dan telah mendapat persetujuan dari kepala Instalasi
Patologi Anatomi RSUP. H. Adam Malik

Pemotongan ulang blok parafin

Pemeriksaan Imunohistokimia

Penentuan skor imunoreaktivitas untuk
mendapatkan tingkatan ekspresi endotelin-1
dan melihat letak endotelin-1

Disajikan secara deskriptif

Gambar 3.1 Kerangka operasional.

3.9

Ethical Clearance

Penelitian ini sudah mendapat ijin dari kepala Instalasi Patologi Anatomi
RSUP. H. Adam Malik Medan sebagai penyimpan blok parafin yang merupakan
bahan biologik tersimpan. Penelitian ini juga telah memperoleh ethical clearance
dengan nomor: 184/KOMET/FK USU/2016 tanggal 18 Februari 2016 dari Komisi
Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.

Universitas Sumatera Utara

36

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini telah dilakukan pemeriksaan imunohistokimia dengan
menggunakan antibodi terhadap endotelin-1 pada sampel penelitian yaitu bahan
biologik tersimpan berupa blok–blok parafin yang berisi jaringan keratosis
seboroik yang telah diperiksa secara histopatologis dan telah ditentukan variasi
histopatologinya yang berjumlah 40 sampel. Data-data yang terkumpul kemudian
dimasukkan sebagai variabel dan diolah secara statistik.

4.1. Variasi Histopatologis
Tabel 4.1. Distribusi objek penelitian berdasarkan variasi histopatologis.
Variasi histopatologis
Akantotik

n

%

14

35,0

Flat

4

10,0

Irritated

1

2,5

Stuccokeratosis

7

17,5

Pigmented

2

5,0

Reticulated/Adenoid

7

17,5

Pedunculated

2

5,0

Dermatosis papulose nigra

3

7,5

Klonal

0

0,0

Total

40

100,0

Dari tabel 4.9 ini didapati bahwa variasi histopatologis akantotik yang
paling banyak yaitu akantotik 14 sampel (35%). Hasil penelitian ini sesuai dengan
pernyataan Requena L yang menyatakan bahwa gambaran histopatologis yang
paling sering didapati pada keratosis seboroik adalah tipe akantotik. 20 Roh et al

36

Universitas Sumatera Utara

37

pada penelitiannya pada tahun 2016 yang menggunakan 206 sampel, didapatkan
akantotik merupakan tipe yang paling banyak didapatkan sebanyak 45,1% pada
pemeriksaan histopatologisnya.55 Dari penelitian yang dilakukan oleh Lee et al di
Korea juga didapatkan gambaran histopatologis keratosis yang paling banyak
adalah varian akantotik 50,5% dari 75 sampel penelitian. 56 Pinem et al pada
penelitiannya tahun

2016 yang melibatkan 42 sampel penelitian, juga

menemukan varian akantotik sebagai varian yang paling banyak didapati
sebanyak 33%.58

4.2 Hasil Pemeriksaan Imunohistokimia
4.2.1 Ekspresi endotelin-1 berdasarkan variasi histopatologisnya.
Tabel 4.2 Distribusi ekspresi endotelin-1 berdasarkan variasi histopatologisnya.
Variasi

Ekspresi endotelin-1

histopatologis
Positif
Akantotik

%

Negatif

%

14

35,0

0

0

Flat

4

10,0

0

0

Irritated

1

2,5

0

0

Stuccokeratosis

7

17,5

0

0

Pigmented

2

5,0

0

0

Reticulated/Adenoid

7

17,5

0

0

Pedunculated

2

5,0

0

0

nigra

3

7,5

0

0

Klonal

0

0

0

0

40

100,0

0

0

Dermatosis papulose

Total

Dari tabel ini didapati ekspresi endotelin-1 positif pada 40 sampel (100%)
pada pemeriksaan imunohistokimia dengan pulasan antibodi endotelin-1. Teraki

Universitas Sumatera Utara

38

et al pada penelitiannya yang menggunakan 7 sampel, dilakukan pemeriksaan
imunohistokimia dengan pulasan antibodi endotelin-1. Pada penelitian tersebut
sampel-sampel yang dipakai adalah varian akantotik dan pigmented dan
ditemukan hasil imunoreaktivitas positif pada seluruh sampel. Penelitian ini
menggunakan sampel yang lebih banyak dan ditemukan lebih banyak varian,
yaitu 40 sampel dengan 8 variasi keratosis seboroik yaitu varian akantotik,
pigmented, reticulated, flat, dermatosis papulose nigra, stuccokeratosis, irritated

dan pedunculated dan pada semua sampel tersebut ditemukan imunoreaktivitas
yang positif (tabel 2).

Tabel 4.3. Distribusi tingkatan ekspresi endotelin-1 berdasarkan variasi
histopatologisnya.
Variasi

Sedang

Lemah

Histopatologis

n

Akantotik

6

Flat

1

Irritated

%

n

Kuat

Total
n

%

n

%

%

42,85

5 28,57

3

28,57

14 100

50,00

1 33,33

2

16,67

4 100

1 100,00

0

0,00

0

0,00

1 100

Stuccokeratosis

3

50,00

1 16,67

2

33,33

7 100

Pigmented

0

0,00

0

0,00

2

100,00

2 100

Reticulated/Adenoid

2

28,57

4 57,14

1

14,28

7 100

Pedunculated

0

0,00

1 100,00

0

0,00

2 100

nigra

1

33,33

2 66,67

0

0,00

3 100

Klonal

0

0,00

0

0,00

0

0,00

0 100

16

40,00

14 35,00

10

25,00

40 100

Dermatosis papulose

Total

Dari 40 sampel didapati 16 sampel (40%) ekspresi endotelin-1 yang
lemah, 14 sampel (35%) ekspresi endotelin-1 yang sedang, dan 10 sampel
(25,0%) ekspresi endotelin-1 yang kuat. Pada penelitian yang dilakukan Teraki et

Universitas Sumatera Utara

39

al, dengan 7 sampel didapatkan pewarnaan yang jelas dengan pulasan antibodi
endotelin-1, namun pada penelitian tersebut tidak ada didapati perbedaan
pewarnaan yang signifikan antara sampel-sampel dari varian akantotik maupun
pigmented. Pada penelitian Teraki et al ini didapati pewarnaan pulasan antibodi

anti endotelin-1 yang lebih kuat dibandingkan dengan kulit normal, dimana pada
kulit normal juga didapati adanya pewarnaan pulasan antibodi anti endotelin-1
namun

ekspresinya lemah. Pada penelitian ini didapati ekspresi yang lemah

sebanyak 16 sampel (40%), dan sisanya yaitu ekspresi sedang digabung dengan
yang kuat adalah 24 sampel (60%).
Pada penelitian ini dari 14 sampel penelitian keratosis seboroik varian
akantotik, didapati ekspresi endotelin-1 dengan 3 tingkatan. Distribusi pada varian
ini didapati ekspresi endotelin-1 yang lemah 6 sampel (42,85 %), dan gabungan
tingkatan ekspresi endotelin-1 sedang dan kuat adalah 8 sampel (57,15%).
Dari 6 sampel penelitian keratosis seboroik varian flat didapati ekspresi
endotelin-1 yang lemah 3 sampel (50%), dan tingkatan ekspresi endotelin-1 yang
sedang dan kuat adalah 3 sampel (50%). Sebelumnya belum ada penelitian yang
melakukan pemeriksaan imunohistokimia dengan pulasan antibodi endotelin-1
pada varian flat ini. Pada varian ini hanya sebagian dari jumlah sampel penelitian
yang memiliki ekspresi endotelin-1 yang berlebihan dan varian ini sering
dianggap sebagai keratosis seboroik dini.
Pada 1 sampel penelitian keratosis seboroik varian irritated

didapati

hanya ekspresi endotelin-1 yang lemah 1 sampel (100 %). Sebelumnya belum ada
penelitian yang melakukan pemeriksaan imunohistokimia dengan pulasan antibodi
endotelin-1 pada varian irritated ini.

Universitas Sumatera Utara

40

Dari 6 sampel penelitian keratosis seboroik varian stuccokeratosis didapati
ekspresi endotelin-1 yang lemah 3 sampel (50 %), dan ekspresi endotelin-1 yang
sedang dan kuat 3 sampel (50%). Sebelumnya belum ada penelitian yang
melakukan pemeriksaan imunohistokimia dengan pulasan antibodi endotelin-1
pada varian ini.
Dari 2 sampel penelitian keratosis seboroik varian pigmented didapati
semua ekspresi endotelin-1 kuat 2 sampel (100%). Keratosis seboroik varian
pigmented disebut juga dengan melanoakantoma memiliki gambaran lesi yang

hitam pekat. Pada varian ini ditemukan suatu proliferasi akantotik melanositmelanosit dendritik yang besar dan banyak.24 Sel-sel melanosit yang mengandung
pigmen melanin ditemukan meningkat.12 Sel-sel melanosit berproliferasi seperti
sarang-sarang dimulai dari lapisan stratum basalis menuju lapisan superfisial
epidermis. Ditemukannya endotelin-1 yang kuat pada varian ini menunjukkan
bahwa hal ini sesuai dengan pendapat bahwa endotelin 1 adalah melanogen dan
mitogen yang kuat terhadap melanosit-melanosit manusia. Peningkatan endotelin1 yang berlebihan dianggap bertanggung jawab untuk terjadinya hiperpigmentasi
pada keratosis seboroik. Endotelin-1 memiliki efek stimulatori pertumbuhan pada
keratinosit.51-54 Lesi ini dianggap merepresentasikan proliferasi atau aktivasi
melanosit dendritik yang konkomitan dengan proliferasi atau aktivasi sel-sel
epidermis.24 Hal ini bisa dikaitkan dengan terjadinya neoplasma dan pigmentasi
dari keratosis seboroik. Schalock et al menyatakan bahwa keratosis seboroik
varian pigmented

memiliki mutasi pada endotelin-1. Mekanisme proses

terjadinya sehubungan dengan mutasi tersebut belum diketahui.59

Universitas Sumatera Utara

41

Dari 7 sampel penelitian keratosis seboroik varian reticulated didapati
ekspresi endotelin-1 yang lemah adalah 2 sampel (28,57%), dan ekspresi
endotelin-1 yang sedang dengan yang kuat adalah 5 sampel (71,43%).
Sebelumnya belum ada penelitian yang melakukan pemeriksaan imunohistokimia
dengan pulasan antibodi endotelin-1 pada varian ini.
Dari 1 sampel penelitian keratosis seboroik varian pedunculated didapati
ekspresi endotelin-1 yang

sedang 1 sampel (100%). Sebelumnya belum ada

penelitian yang melakukan pemeriksaan imunohistokimia dengan pulasan antibodi
endotelin-1 pada varian ini.
Dari 3 sampel penelitian keratosis seboroik varian dermatosis papulose
nigra didapati ekspresi endotelin-1 yang lemah 1 sampel (33,33%), ekspresi
endotelin-1 yang sedang dan kuat sebanyak 2 sampel (66,67%). Sebelumnya
belum ada penelitian yang melakukan pemeriksaan imunohistokimia dengan
pulasan antibodi endotelin-1 pada varian ini.
Pada penelitian ini didapatkan ekspresi endotelin-1 yang positif dengan
tingkatan kekuatan ekspresi yang bervariasi yaitu lemah, sedang dan kuat.
Keratosis seboroik varian akantotik, flat, stuccokeratosis, dan reticulated
memiliki tingkatan ekspresi endotelin-1 dengan tingkatan kekuatan

lemah,

sedang dan kuat. Keratosis seboroik varian irritated memiliki kekuatan ekspresi
endotelin-1 yang lemah saja. Keratosis seboroik varian pedunculated memiliki
kekuatan ekspresi endotelin-1 yang sedang saja. Keratosis seboroik varian
dermatosis papulose nigra memiliki kekuatan ekspresi endotelin-1 yang lemah dan
sedang saja. Keratosis seboroik varian pigmented semuanya memiliki kekuatan
ekspresi endotelin-1 yang kuat.

Universitas Sumatera Utara

42

4.2.2 Letak endotelin-1
Tabel 4.4 Distribusi objek penelitian berdasarkan letak endotelin-1
Variasi
histopatologis

lapisan
stratum
basalis

1/3 bawah
lapisan
epidermis

seluruh
lapisan
epidermis

Total

n

%

n

%

n

%

n

%

Akantotik

9

64,28

1

7,14

4

28,57

14

100

Flat

5

83,33

1

16,66

0

0

6

100

Irritated

0

0,0

0

0,0

1

100

1

100

Stuccokera

4

66,67

1

16,66

1

16,66

6

100

Pigmented

1

50,00

0

0,0

1

50,0

2

100

Reticulated

7

100,0

0

0,0

0

0

7

100

Pedunculated

1

100

0

0,0

0

0

1

100

nigra

2

66,67

0

0,0

1

33,33

3

100

Klonal

0

0,0

0

0,0

0

0

0

100

29

72,5

3

7,5

8

20,0

40

100

Tosis

Dermatosis
papulose

Total

Penelitian ini menunjukkan adanya letak endotelin-1 pada lapisan
epidermis dengan rincian sebagai berikut: hanya pada stratum basalis saja 29
sampel (72,5%) dan pada seluruh lapisan epidermis ditemukan 8 sampel (20%)
sampel dan pada sepertiga bawah lapisan epidermis (stratum basalis dan
spinosum) ditemukan 3 sampel (7,5%).
Dari 14 sampel keratosis seboroik dengan tipe histopatologis akantotik,
didapatkan letak endotelin-1 paling banyak adalah pada stratum basalis 9 sampel
(64,28%). Dari 6 sampel keratosis seboroik dengan varian histopatologis flat,
maka didapatkan letak endotelin-1 paling banyak adalah pada stratum basalis 5
sampel (83,33%). Dari 1 sampel keratosis seboroik varian irritated didapati letak

Universitas Sumatera Utara

43

endotelin-1 tidak teratur pada semua lapisan epidermis. Dari 6 sampel keratosis
seboroik dengan tipe histopatologis stuccokeratosis, didapatkan letak endotelin-1
paling banyak pada stratum basalis 4 sampel (66,67%). Pada 2 sampel keratosis
seboroik varian pigmented didapati letak endotelin-1 pada stratum basalis 1
sampel (50%), kemudian didapati letak endotelin-1 pada seluruh lapisan
epidermis sebanyak 1 sampel (50%). Dari 7 sampel keratosis seboroik dengan
varian histopatologis reticulated didapati letak endotelin-1 semuanya pada stratum
basalis 7 sampel (100%). Letak endotelin-1 pada 1 sampel keratosis seboroik
varian pedunculated dijumpai pada stratum basalis (100%). Dari 3 sampel
keratosis seboroik varian dermatosis papulose nigra, didapati letak endotelin-1
paling banyak pada stratum basalis 2 sampel (66,67%).
Keratosis seboroik merupakan tumor epidermal benigna dengan derajat
variasi warna yang berbeda-beda. Telah juga diungkapkan bahwa endotelin-1
adalah suatu mitogen dan melanogen yang kuat yang diperoleh dari keratinosit
untuk terjadinya melanosis. Teraki et al telah melakukan analisa imunohistokimia
pada keratosis seboroik pada 7 sampel dengan tipe akantotik dan pigmented, dan
menemukan terdapat pewarnaan yang jelas dengan anti-endotelin-1 pada hampir
semua sel basaloid dan sel basal dibanding dengan kontrol lesi normal. Pada
kontrol lesi normal ditemukan tingkatan ekspresi yang lebih rendah dibandingkan
dengan ekspresi lesi keratosis seboroik dan endotelin-1 terletak hanya pada
stratum basalis saja.13 Pada penelitian ini jumlah sampel penelitian yang letak
endotelin-1 yang bukan hanya pada lapisan stratum basalis saja adalah 11 sampel
(27,5%).

Universitas Sumatera Utara

4.2.3 Ekspresi endotelin-1
44

Tabel 4.5 Distribusi kekuatan ekspresi endotelin-1 berdasarkan letak endotelin-1 pada berbagai variasi histopatologis

Variasi Histo
patologi
Akantotik

Flat

Irritated

Stucco
keratosis
Pigmented

Reticulated

Pedun
culated

Dermatosis
papulose
nigra

Klonal

Stratum basalis
%

Letak endotelin-1
1/3 bawah epidermis
n
%

Total

Imunoreaktivi
tas

Seluruh lapisan epidermis
n
%

n

Lemah
Sedang
Kuat
Lemah
Sedang
Kuat
Lemah
Sedang
Kuat
Lemah
Sedang
Kuat
Lemah
Sedang
Kuat
Lemah
Sedang
Kuat

5
4
0
3
2
0
0
0
0
3
1
0
0
0
1
2
4
1

12,5
10,0
0,0
7,5
5,0
0,0
0,0
0,0
0,0
7,5
2,5
0,0
0,0
0,0
2,5
5,0
10,0
2,5

0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0

0,0
0,0
2,5
0,0
0,0
2,5
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
2,5
0,0
2,5
0,0
0,0
0,0
0,0

1
0
3
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0

Lemah
Sedang
Kuat

0
1
0

0,0
2,5
0,0

0
0
0

0,0
0,0
0,0

Lemah
Sedang
Kuat
Lemah
Sedang
Kuat

0
2
0
0
0
0

0,0
5,0
0,0
0,0
0,0
0,0

0
0
0
0
0
0

0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0

n

%

2,5
0,0
7,5
0,0
0,0
0,0
2,5
0,0
0,0
0,0
0,0
2,5
0,0
0,0
2,5
0,0
0,0
0,0

6
4
4
3
2
1
1
0
0
3
1
2
0
0
2
2
4
1

15
10
10
7,5
5
2,5
2,5
0
0
7,5
2,5
5
0
0
5
5
10
2,5

0
0
0

0,0
0,0
0,0

0
1
0

0
2,5
0

1
0
0
0
0
0

2,5
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0

1
2
0
0
0
0

2,5
5
0
0
0
0

Universitas Sumatera Utara

45

Tabel 4.5 menunjukkan distribusi subjek penelitian berdasarkan ekspresi
endotelin-1 dan

letak endotelin-1.

Pada penelitian ini dijumpai ekspresi

endotelin-1 yang beranekaragam demikian juga letak dari endotelin-1. Pada
penelitian Teraki et al tahun 1996, letak endotelin-1 yang dijumpai pada 7 sampel
lesi keratosis seboroik hanya pada sel-sel basal dan sel-sel basaloid, tetapi pada
penelitian ini, bisa didapati pada stratum basalis, pada stratum basalis dengan
stratum spinosum dan ada yang pada keseluruhan lapisan epidermis. Pada
penelitian ini didapatkan bahwa ekspresi endotelin-1 yang sedang dan kuat dari
lesi keratosis seboroik bisa dengan letak endotelin-1 yang terbatas hanya pada
stratum basalis saja. Sementara pada penelitian Teraki et al letak endotelin-1 pada
kontrol perilesional terdapat pada stratum basalis saja.
Keratosis seboroik adalah tumor epidermal benigna dengan tingkatan
pigmentasi yang tinggi. Sel pembentukan pigmen kulit (melanosit) terletak di
lapisan basal epidermis. Takenaka et al menyatakan dari hasil pemeriksaan
imunohistokimia, didapatkan sel-sel melanosit memproduksi jumlah melanin yang
banyak yang berlokasi pada daerah sekitar terjadinya proliferasi keratinositkeratinosit (sel-sel basaloid), dan karena terjadi pada folikel rambut, maka
proliferasi keratinosit pada keratosis seboroik akan memicu aktivasi sel-sel
melanosit

sekitarnya

dengan

cara

mensekresikan

sitokin-sitokin

yang

menstimulasi sel melanosit. Keratinosit-keratinosit yang berproliferasi pada
keratosis

seboroik

memicu

aktivasi

melanosit

sekitarnya

dengan

cara

mensekresikan melanocyte-stimulating cytokine yaitu endotelin-1.14 Keratosis
seboroik terdapat pada area kulit di tubuh yang memiliki folikel rambut, terjadi
paling sering di wajah, leher, dan batang tubuh bagian atas. Keratosis seboroik

Universitas Sumatera Utara

46

tidak didapati pada telapak tangan dan kaki serta mukosa. Keratosis seboroik tidak
didapati pada daerah yang tidak mengandung folikel rambut. 57
Bagnato et al mengatakan bahwa endotelin-1 memiliki serangkaian efek
farmakologi

pada

beranekaragam

jaringan

dan

beraksi

sebagai

faktor

autokrin/parakrin. Kepotensialan endotelin dalam fungsinya sebagai suatu faktor
pertumbuhan autokrin dapat dievaluasi pada keratinosit normal manusia. Suatu
antagonis yang selektif terhadap subtipe reseptor endotelinA menginhibisi sintesis
DNA yang distimulasi oleh endotelin-1 dan mereduksi laju pertumbuhan basal
pada sel yang tak terstimulasi. Sehingga dianggap bahwa endotelin-1 menginduksi
sintesis DNA dimediasi oleh reseptor endotelin A dan secara endogen memproduksi
endotelin-1 yang menggerakkan proliferasi keratinosit. 51 Kwon et al menyatakan
bahwa terjadinya keratosis seboroik berasal dari proliferasi keratinosit epidermal. 8
Endotelin-1 tidak hanya memiliki kaitan dengan sel melanosit, tetapi juga
berkaitan dengan sel keratinosit, jadi berhubungan dengan terjadinya proses
melanosis dan neoplasma pada keratosis seboroik. Dari penelitian ini dapat diduga
bahwa ada peranan endotelin-1 dalam terjadinya neoplasma dan hiperpigmentasi
pada etiopatogenesis keratosis seboroik.

Universitas Sumatera Utara

47

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Telah dilakukan penelitian mengenai ekspresi endotelin-1 pada berbagai
variasi histopatologis keratosis seboroik dengan kesimpulan sebagai berikut:
1. Ekspresi endotelin-1 didapatkan kuat 25%, ekspresi endotelin-1 sedang
35%, dan ekspresi endotelin-1 yang lemah 40%.
2. Ekspresi endotelin-1 pada keratosis seboroik varian akantotik didapati
ekspresi endotelin-1 yang kuat 28,57%, sedang 28,57%, dan lemah
42,85%, dan letak endotelin-1 pada stratum basalis 64,28%, 1/3 bawah
lapisan epidermis 7,14 %, dan seluruh lapisan epidermis 28,57%.
3. Ekspresi endotelin-1 pada keratosis seboroik varian flat didapati ekspresi
endotelin-1 yang kuat 16,67%, sedang 33,33%, dan lemah 50% dan letak
endotelin-1 pada stratum basalis 83,33%, 1/3 bawah lapisan epidermis
16,66%.
4. Ekspresi endotelin-1 pada keratosis seboroik varian irritated didapati
hanya ekspresi endotelin-1 yang lemah 100% dan letak endotelin-1 pada
seluruh lapisan epidermis 100%.
5. Ekspresi endotelin-1 pada keratosis seboroik varian stuccokeratosis
didapati ekspresi endotelin-1 yang kuat 33,33%, sedang 16,67%, dan
lemah 50 % dan letak endotelin-1 pada stratum basalis 66,67%, 1/3 bawah
lapisan epidermis 16,66%, dan seluruh lapisan epidermis 16,66%.

47

Universitas Sumatera Utara

48

6. Ekspresi endotelin-1 pada keratosis seboroik varian pigmented didapati
ekspresi endotelin-1 yang kuat 100% dan letak endotelin-1 pada seluruh
lapisan epidermis 100%.
7. Ekspresi endotelin-1 pada keratosis seboroik varian reticulated didapati
ekspresi endotelin-1 yang kuat 14,28%, sedang 57,14%, dan lemah
28,57% dan letak endotelin-1 pada stratum basalis 100%.
8. Ekspresi endotelin-1 pada keratosis seboroik varian pedunculated didapati
hanya ekspresi endotelin-1 yang sedang 100% dan letak endotelin-1 pada
stratum basalis 100%.
9. Ekspresi endotelin-1 pada keratosis seboroik varian dermatosis papulose
nigra

didapati ekspresi endotelin-1 yang sedang 66,67%, yang lemah

33,33% dan letak endotelin-1 pada stratum basalis 66,67%, dan seluruh
lapisan epidermis 33,33%.

5.2 Saran
1. Diperlukan penelitian multisenter untuk mengetahui ekspresi endotelin-1
pada keratosis seboroik.
2. Diperlukan penelitian yang bersifat analitik yang menghubungkan
endotelin-1 dengan terjadinya keratosis seboroik.
3. Diperlukan penelitian yang bersifat analitik yang menghubungkan
ekspresi endotelin-1 dan letak endotelin-1 dengan terjadinya variasi
keratosis seboroik.

Universitas Sumatera Utara