Korelasi Ekspresi MicroRNA-21 Dengan Grade Histopatologis di Jaringan Kanker Payudara Tipe Duktal

(1)

TESIS

OLEH JUWITA 127008003

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU BIOMEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar

Magister Biomedik dalam Program Studi Magister Ilmu Biomedik

pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

JUWITA

127008003

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU BIOMEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Nama Mahasiswa : Juwita Nomor Induk Mahasiswa : 127008003

Program Studi : Magister Ilmu Biomedik

Menyetujui Komisi Pembimbing

dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D dr. Sumondang M. Pardede, Sp.PA Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD(KGEH) NIP. 19550807 198503 2 001 NIP. 19540220 198011 1 001


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D

Anggota :1. dr. Sumondang M. Pardede, Sp.PA

:2. Prof.Dr.dr. Hadyanto Lim,M.Kes,SpFK,FESC,FIBA,FAHA :3. dr. Jessy Chrestella, M.Ked(PA),Sp.PA


(5)

kedua jenis kanker terbanyak di dunia. Penegakan diagnosa didasarkan atas pemeriksaan jaringan payudara secara histopatologis. Selain diagnosa, juga dapat diperoleh informasi grade histopatologis untuk memperkirakan prognosis penderita. Akan tetapi pemeriksaan grade ini masih terdapat kekurangan yaitu bersifat semikuantitatif dan rendahnya reproduksibilitas. MicroRNA (miRNA) merupakan

RNA-non coding yang dapat meregulasi ekspresi gen pada manusia, berperan pada kondisi fisiologis maupun patologis. Salah satu miRNA yaitu miR-21 dianggap sebagai oncomiR pada jaringan kanker payudara melalui targetnya pada mRNA

tumorsupresor, sehingga dapat meregulasi proliferasi, transformasi neoplastik, dan apoptosis. Adanya kemungkinan korelasi antara ekspresi miR-21 dengan grade histopatologis di jaringan kanker payudara tipe duktal, menjadi tujuan dilakukannya penelitian ini.

Metode: Sampel yang digunakan adalah blok parafin (FFPE) jaringan kanker payudara tipe duktal dari perempuan penderita kanker payudara, sebanyak 64 sampel yang diperoleh dari Instalasi Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan. Dilakukan proses isolasi RNA total, sintesis cDNA, dan pemeriksaan ekspresi miR-21

menggunakan Real-Time qPCR.

Hasil: Berdasarkan grade histopatologis, ekspresi miR-21 paling tinggi pada grade II, kemudian menurun pada grade III, dan paling rendah pada grade I.

Kesimpulan: Ditemukan korelasi positif yang sangat lemah dan tidak signifikan antara ekspresi miR-21 dengan grade histopatologis di jaringan kanker payudara (r < 0,2; p > 0,05).


(6)

Breast cancer was diagnosed based on histopathological examination. Prognosis of breast cancer could be predicted through histopathological grading. This grading showed semiquantitave result but hardly to reproduced. MicroRNA (miRNA) is a short non-coding RNA that regulates gene expression in human and has a role in physiological and pathological conditions. MiR-21 is one of the oncomiR involved in breast cancer by suppression of its tumorsuppressor mRNAs. Therefore miR-21 has been impicated in proliferation, neoplastic transformation, and apoptosis. Here we investigate a possible correlation between expression of miR-21 and histopathological grade in ductal type breast cancer.

Method: 64 female ductal type breast cancer paraffin blocks (FFPE) were used as samples obtained from the Anatomical Pathology tissue bank of Adam Malik Hospital Medan. Total RNA was isolated from the samples followed by cDNA synthesis and miR-21 expression were analyzed using Real-Time qPCR.

Result: The highest expression of miR-21 was in grade II, followed by grade III and the lowest was in grade I.

Conclusion: Positive correlation between miR-21 expression and histopathological grade in breast cancer was very weak and non-significant (r < 0,2; p > 0,05).

.


(7)

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul ”Korelasi Ekspresi MicroRNA-21 Dengan Grade Histopatologis di Jaringan Kanker Payudara Tipe Duktal”. Tesis ini merupakan syarat yang harus dilaksanakan penulis untuk memenuhi persyaratan meraih gelar Magister di Sekolah Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof.Dr.dr.Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), dan seluruh jajarannya atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof.dr.Gontar A. Siregar, Sp.PD-KGEH, beserta seluruh staf atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.


(8)

penulis untuk mengikuti pendidikan Magister di Sekolah Pascasarjana.

4. dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D yang pada kesempatan ini juga sebagai Ketua Komisi Pembimbing penulis, atas bimbingan, motivasi, arahan, dan kesabaran dalam membantu penulis menyelesaikan penelitian ini.

5. dr. Sumondang M. Pardede, Sp.PA, yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan yang bermanfaat sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

6. Prof.Dr.dr. Hadyanto Lim, M.Kes,Sp.FK,FESC,FIBA,FAHA, dan dr. Jessy Chrestella, M.Ked (PA),Sp.PA, selaku pembanding yang telah meluangkan waktunya untuk dapat memberikan saran dan masukan serta ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis.

7. dr. Putri C. Eyanoer, MS.Epi.Ph.D., atas saran dan bantuan dalam hal metodologi dan statistika penelitan.

8. dr.Kamal Basri Siregar, Sp.B(K) Onk., atas arahan yang diberikan untuk penelitian ini.

9. Donny Nauphar, B.Sc.(Biotech),Msi.Med, atas motivasi, arahan, saran, dan bantuannya dalam segala hal terutama metode penelitian.


(9)

teman-teman Tim GenomiR, seluruh staf dan laboran Bagian Biologi Molekular FK UGM Yogyakarta atas izin, pelatihan, pembelajaran, serta pengalaman yang diberikan agar penulis dapat melakukan penelitian dengan baik.

12.dr. Henny Erina Saurmauli Ompusunggu, sahabat dan teman sekerja dalam melaksanakan penelitian.

13.Kedua orangtua penulis yaitu ibunda Iriany Hasan Saleh dan ayahanda Ridhwan Ibrahim, serta mertua yaitu ibunda Yisraida Nasution dan ayahanda M. Adnan Azis, serta seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan moril dan materiil selama penulis menjalani pendidikan di Sekolah Pascasarjana.

14.Kepada suami tercinta, Syafriyadi Adnan, ST, yang telah memberikan izin, restu, semangat, dan motivasi, serta anak-anak (Mifzal Attaya, Faris Zafran) atas cinta kasih dan kesabaran yang demikian besar sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan penelitian ini.

15.Para sahabat yaitu drg. Adianti, MD.Sc., Irlia Rozalin, SH, M.Kn., dr. Sri Wahyuni, M.Sc, dr. Dita Hasni, M.Biomed., dr. Siti Syarifah, dr. Tita


(10)

penelitian ini.

Semoga segenap bantuan, bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih perlu mendapat koreksi dan masukan untuk kesempurnan. Oleh karena itu penulis berharap adanya kritik dan saran untuk penyempurnaan tulisan ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin...

Medan, Desember 2014

Penulis


(11)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Juwita

2. Tempat/Tanggal Lahir : Banda Aceh/27 Juni 1983 3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Agama : Islam

5. Status : Menikah

6. Alamat : Jl. T. Nyak Arief No. D-42 Darussalam Banda Aceh 7. Telp. : +628125262339

8. Pendidikan :

SD Pocut Meuligoi Banda Aceh, Aceh : 1989-1995

SMPN 1 Banda Aceh, Aceh : 1995-1998

SMAN 3 Banda Aceh, Aceh : 1998-1999

SMAN 3 Jakarta : 1999-2001

Sarjana (S1) Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya : 2002-2006 Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya: 2006-2008 9. Riwayat Pekerjaan :

Staf Pengajar Tetap di Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh (2010 – sekarang).

10. Riwayat Penelitian:

Ekspresi Protein CD4 pada Jaringan Hati Setelah Induksi Aflatoxin B1. Studi Eksperimental pada Tikus Putih (Rattus norvegicus Strain Wistar). (2006).


(12)

ABSTRAK ………... i

ABSTRACT ………... ii

KATA PENGANTAR ………. .. iii

RIWAYAT HIDUP………... .. vii

DAFTAR ISI ………... viii

DAFTAR GAMBAR ………... xi

DAFTAR TABEL ………... .. xii

DAFTAR SINGKATAN ……… xiii

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

1.1 Latar Belakang ……… ... 1

1.2 Rumusan Masalah ………... ... 9

1.3 Hipotesa Penelitian ………. ... 9

1.4 Tujuan Penelitian ………... 9

1.4.1 Tujuan Umum ………. ... 9

1.4.2 Tujuan Khusus ………. ... 9

1.5 Manfaat Penelitian ……….. ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……… ... 11

2.1 Kanker Payudara ………. ... 11

2.1.1 Definisi ………. 11


(13)

2.1.3 Etiologi dan Faktor Resiko ……… 12

2.1.4 Patogenesis ……….. ... 16

2.1.5 Penegakan Diagnosis ……….. ... 22

2.1.6 Klasifikasi Kanker Payudara ……… ... 25

2.2 MicroRNA (MiRNA) ……….……... 31

2.2.1 Definisi ……….…... ... 31

2.2.2 Fungsi ……….. ... 32

2.2.3 Biogenesis ………... ... 33

2.2.4 Disregulasi Fungsi ……….. ... 34

2.2.5 Peranan MiRNA Dalam Keganasan ……….... ... 34

2.2.6 Bahan Pemeriksaan Ekspresi MiRNA ………. ... 36

2.3 MicroRNA-21 (MiR-21) ……….. ... 36

2.3.1 Lokasi Gen MiR-21……… ... 36

2.3.2 Fungsi ……… ... 37

2.3.3 Regulasi Ekspresi ……… ... 37

2.3.4 Disregulasi Ekspresi ……….. 38

2.4 Korelasi MiR-21 dengan Grade Histopatologis Kanker Payudara ……… 38

2.5 Kerangka Teori ………... ... 41

2.6 Kerangka Konsep ……… ... 42

BAB III METODE PENELITIAN ……… 43

3.1 Desain Penelitian ……… ... 43 Lokasi dan →aktu Penelitian ……….. ...


(14)

3.4.2 Variabel Dependen ……… 45

3.5 Definisi Operasional ……… 45

3.6 Kerangka Operasional ………. ... 46

3.7 Alat dan Bahan Penelitian ………... ... 46

3.7.1 Alat ………... 46

3.7.2 Bahan ………... 47

3.8 Prosedur Kerja ……… .. 47

3.9 Jadwal Penelitian ……… ... 56

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………. ... 57

4.1. Hasil Penelitian ………... 57

4.2 Pembahasan ……… ... 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……… ... 72

5.1 Kesimpulan ………. ... 72

5.2 Saran ……… .. 72

DAFTAR PUSTAKA ………. .. 74


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Model Multi-Step Progression pada Kanker Payudara dan Gen yang

Terlibat... 17

Gambar 2.2. Profil Grade Histopatologis I, II, dan III Kanker Payudara... 29

Gambar 2.3. Biogenesis MicroRNA... 34

Gambar 2.4. Lokasi Gen MiR-21... 37

Gambar 2.5. Kerangka Teori... 41

Gambar 2.6. Kerangka Konsep... 42

Gambar 3.1. Kerangka Operasional... 46

Gambar 3.2. Tahapan Siklus Real Time qPCR... 55

Gambar 4.1. Proporsi Grade Histopatologis dari Subjek Penelitian... 58

Gambar 4.2. Perbandingan Ekspresi miR-21 Berdasarkan Grade Histopatologis Jaringan Kanker Payudara... 60


(16)

Tabel 2.1. Klasifikasi Kanker Payudara Berdasarkan Sistem TNM dari AJCC

Edisi Keenam... 27

Tabel 2.2. Kombinasi TNM ke dalam Stage Grouping... 28

Tabel 2.3. Metode Penilaian Grade Histopatologis Semikuantitatif pada Kanker Payudara... 29

Tabel 2.4. MiRNA yang Terkait dengan Keganasan pada Manusia... 35

Tabel 3.1. Definisi Operasional Penelitian... 45

Tabel 4.1. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Kelompok Usia... 57

Tabel 4.2. Distribusi Ekspresi MiR-21 Berdasarkan Grade Histopatologis Sampel Penelitian... 59


(17)

DAFTAR SINGKATAN

AJCC = The American Joint Committee on Cancer Bak = Bcl-2 homologous antagonist killer

Bax = Bcl-2-associated X protein Bcl2 = B-cell lymphoma 2

Bcl-xL = B-cell lymphoma-extra large

Bid = BH3 Interacting Domain Death Agonist Bim = BCL2-like 11 (apoptosis facilitator) BMP = Bone morphogenetic protein

BRCA1 = Breast Cancer Gene A1 BRCA2 = Breast Cancer Gene A2 CA 15-3 = Carcinoma Antigen 15-3 CA 27-29 = Carcinoma Antigen 27-29 cDNA = complementary DNA C. elegans = Caenorhabditis elegans CEA = Carcino Embryonic Antigen CHEK2 = Checkpoint Kinase 2

CLL = Chronic Lymphocytic Leukemia CT = Computed Tomography


(18)

EGF = Epidermal Growth Factor

ERα = Estrogen receptor α

ErbB2 = v-erb-b2 avian erythroblastic leukemia viral oncogene homolog 2 ERE = Estrogen Response Elements

FGF = Fibroblast Growth Factor

FFPE = Formalin-Fixed, Paraffin-Embedded

HER-2 = Human Epidermal Growth Factor Receptor 2 hsa-miR-21 = homo sapiens – miR-21

mRNA = messenger RNA

MRI = Magnetic Resonance Imaging MiR-21 = MicroRNA-21

MiRNA = MicroRNA

miRISC = miRNA-associated RNA-Induced Silencing Complex MYC = Myelocytomatosis

NR = Nuclear Receptor

PDCD4 = Programmed Cell Death 4


(19)

pri-miRNA = primary transcript microRNA RNA = Rybonucleic Acid

RT-qPCR = Real Time – quantitative Polymerase Chain Reaction

TGFβ = Transforming growth factor-ß

TMEM49 = Transmembrane Protein 49 TP53 = Tumor Protein p53

TPM1 = Tropomyosin 1

TRBP = Transactivator RNA-Binding Protein UTR = Untranslated Regions


(20)

(21)

kedua jenis kanker terbanyak di dunia. Penegakan diagnosa didasarkan atas pemeriksaan jaringan payudara secara histopatologis. Selain diagnosa, juga dapat diperoleh informasi grade histopatologis untuk memperkirakan prognosis penderita. Akan tetapi pemeriksaan grade ini masih terdapat kekurangan yaitu bersifat semikuantitatif dan rendahnya reproduksibilitas. MicroRNA (miRNA) merupakan

RNA-non coding yang dapat meregulasi ekspresi gen pada manusia, berperan pada kondisi fisiologis maupun patologis. Salah satu miRNA yaitu miR-21 dianggap sebagai oncomiR pada jaringan kanker payudara melalui targetnya pada mRNA

tumorsupresor, sehingga dapat meregulasi proliferasi, transformasi neoplastik, dan apoptosis. Adanya kemungkinan korelasi antara ekspresi miR-21 dengan grade histopatologis di jaringan kanker payudara tipe duktal, menjadi tujuan dilakukannya penelitian ini.

Metode: Sampel yang digunakan adalah blok parafin (FFPE) jaringan kanker payudara tipe duktal dari perempuan penderita kanker payudara, sebanyak 64 sampel yang diperoleh dari Instalasi Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan. Dilakukan proses isolasi RNA total, sintesis cDNA, dan pemeriksaan ekspresi miR-21

menggunakan Real-Time qPCR.

Hasil: Berdasarkan grade histopatologis, ekspresi miR-21 paling tinggi pada grade II, kemudian menurun pada grade III, dan paling rendah pada grade I.

Kesimpulan: Ditemukan korelasi positif yang sangat lemah dan tidak signifikan antara ekspresi miR-21 dengan grade histopatologis di jaringan kanker payudara (r < 0,2; p > 0,05).


(22)

Breast cancer was diagnosed based on histopathological examination. Prognosis of breast cancer could be predicted through histopathological grading. This grading showed semiquantitave result but hardly to reproduced. MicroRNA (miRNA) is a short non-coding RNA that regulates gene expression in human and has a role in physiological and pathological conditions. MiR-21 is one of the oncomiR involved in breast cancer by suppression of its tumorsuppressor mRNAs. Therefore miR-21 has been impicated in proliferation, neoplastic transformation, and apoptosis. Here we investigate a possible correlation between expression of miR-21 and histopathological grade in ductal type breast cancer.

Method: 64 female ductal type breast cancer paraffin blocks (FFPE) were used as samples obtained from the Anatomical Pathology tissue bank of Adam Malik Hospital Medan. Total RNA was isolated from the samples followed by cDNA synthesis and miR-21 expression were analyzed using Real-Time qPCR.

Result: The highest expression of miR-21 was in grade II, followed by grade III and the lowest was in grade I.

Conclusion: Positive correlation between miR-21 expression and histopathological grade in breast cancer was very weak and non-significant (r < 0,2; p > 0,05).

.


(23)

1.1 Latar Belakang

Kanker payudara merupakan kanker yang sangat banyak dialami perempuan dan juga termasuk penyebab kematian, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Diperkirakan 519.000 perempuan di seluruh dunia meninggal di tahun 2004 akibat kanker payudara (WHO, 2011). Sementara itu berdasar hasil penelitian Ferlay et al (2008) mengenai insiden dan mortalitas terhadap 27 jenis kanker di 182 negara, tercatat kanker payudara adalah jenis kanker kedua terbanyak di dunia (1,38 juta kasus), dan menempati peringkat kelima sebagai penyebab kematian (458 ribu kasus). Penelitian mengenai statistik kanker di United States yang dilakukan oleh Siegel et al (2013), tercatat jumlah kasus kanker payudara pada perempuan mencapai 232.340 kasus (29%), dan kasus kematian akibat kanker payudara sebesar 39.620 kasus (14%).

Di Indonesia sendiri, kanker payudara termasuk jenis kanker kedua terbanyak setelah kanker leher rahim (Kementerian Kesehatan Indonesia, 2013). Menurut hasil penelitian Siahaan (2011) mengenai prevalensi kanker payudara di RS Hasan Sadikin Bandung, terdapat 275 kasus kanker payudara dalam rentang waktu Januari hingga Desember 2009. Data yang diperoleh dari Instalasi Rekam Medik RSUP Haji Adam


(24)

Malik Medan pada tahun 2012 menunjukkan, terdapat sekitar 200 penderita yang baru didiagnosa kanker payudara dalam 1 tahun.

Adanya kelainan genetik dalam jaringan dapat menyebabkan kanker (Nagahata et al, 2002). Mutasi onkogen dan gen tumorsupressor dianggap sebagai elemen potensial timbulnya kanker payudara. Amplifikasi DNA (terutama pada onkogen, faktor pertumbuhan dan reseptornya) dan delesi DNA (pada gen tumorsupresor) seringkali ditemukan pada kanker payudara. Selain mutasi, kelainan pada regulasi siklus sel juga dapat menyebabkan sel-sel ganas berproliferasi (Ostad and Parsa, 2011).

Isolasi 2 gen yang rentan mengalami kelainan pada kanker payudara yaitu

BRCA1 dan BRCA2, diidentifikasi sebagai gen tumorsupresor yang terkait dengan kejadian kanker payudara dalam riwayat keluarga. Selain itu mutasi pada gen tumorsupresor p53, TPM1, PDCD4 juga berperan dalam perkembangan kanker payudara (Nagahata et al, 2002; Prasad, 2004; Wen et al, 2007). Akibat ditemukannya sejumlah gen yang terlibat dalam perkembangan kanker payudara, maka kanker ini disebut sebagai penyakit heterogen baik secara genetik maupun histopatologis (Hedenfalk et al, 2002).

Deteksi dan evaluasi abnormalitas payudara diawali dengan menelusuri riwayat penyakit selengkapnya diikuti pemeriksaan klinis payudara. Pemeriksaan selanjutnya bila ditemukan kelainan payudara meliputi mamografi diagnostik, MRI


(25)

payudara, ultrasonografi, dan pemeriksaan sampel jaringan payudara (Bevers et al, 2009).

Pemeriksaan sampel jaringan payudara secara histopatologis sampai saat ini masih merupakan Gold Standard dalam penegakan diagnosa tumor (Khatib and Modjtabai, 2006; Strumfa et al, 2012). Selain informasi diagnosis, dari pemeriksaan tersebut juga dapat diperoleh informasi prognosis penderita (O’Leary et al, 2004), antara lain melalui penilaian grade histopatologis. Grade histopatologis merupakan penilaian terhadap 3 karakteristik tumor yaitu formasi tubulus, pleiomorfisme inti sel, dan penghitungan mitosis yang ditujukan pada kanker payudara invasif (Tavassoli and Devilee, 2003). Khususnya pada kanker payudara invasif tipe duktal (jenis kanker invasif terbesar), penggolongan kanker dapat dibagi ke dalam 3 kategori berdasar grade histopatologis menjadi karsinoma duktal invasif grade I (diferensiasi baik), grade II (diferensiasi sedang), dan grade III (diferensiasi buruk) (Tavassoli and Devilee, 2003; Malhotra et al, 2010).

Metode penilaian grade histopatologis pertama sekali diperkenalkan oleh Patley dan Scarff, yang kemudian di tahun 1957 dimodifikasi oleh Bloom dan Richardson, dan selanjutnya di tahun 1991 mengalami modifikasi kembali oleh Elston dan Ellis (Tavassoli and Devilee, 2003). Modifikasi Elston dan Ellis terhadap metode Scarff-Bloom-Richardson yang disebut juga dengan The Nottingham Grading System, menjadikan penilaian grade lebih objektif dan hingga saat ini secara luas digunakan untuk menilai grade histopatologis kanker payudara (Rakha et al, 2008).


(26)

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat korelasi antara grade histopatologis kanker payudara dengan prognosis. Hasilnya adalah penderita kanker payudara dengan grade I (diferensiasi baik) memiliki prognosis yang lebih baik dibanding grade II (diferensiasi sedang) atau grade III (diferensiasi buruk) (Elston and Ellis, 1991; Daglar et al, 2010). Di samping itu, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rakha et al di tahun 2008 dan di tahun 2010 menyatakan bahwa grade juga dapat dikombinasikan dengan sistem staging, kemudian disusun dalam bentuk algoritma, untuk keperluan pemilihan terapi yang sesuai.

Meskipun grade histopatologis sering digunakan sebagai parameter prognosis, tetapi pada kenyataannya memiliki keterbatasan yaitu metode penilaian bersifat semikuantitatif dan terdapat masalah reproduksibilitas. Verderio di tahun 2005 menemukan rendahnya kesepakatan dalam hal penentuan grade di antara observer, baik di dalam 1 institusi maupun antar institusi sehingga tingkat reproduksibilitas rendah. Diperlukan kemampuan analisa yang baik untuk dapat menginterpretasi perubahan yang terjadi pada sampel jaringan. Oleh karenanya dibutuhkan parameter lain dalam menilai prognosis yang bersifat kuantitatif dan memiliki reproduksibilitas cukup tinggi sehingga dapat melengkapi pemeriksaan grade histopatologis.

Berbagai penelitian saat ini mengenai mekanisme molekular yang mendasari atau mempengaruhi terjadinya kanker payudara, telah memberikan petunjuk adanya molekular baru yang kemungkinan berpotensi sebagai biomarker baik untuk


(27)

diagnosis, prognosis, maupun target terapi (Heneghan, 2012). Salah satu hasil penelitian di bidang molekular adalah ditemukannya microRNA (miRNA).

Gen miRNA ditemukan oleh Lee et al di tahun 1993, dan awalnya diidentifikasi sebagai gen lin-4 pada C. elegans, akibat adanya mutasi berupa hilangnya fungsi yang menyebabkan defek pada tahap perkembangan larva cacing. Dua transkrip lin-4 yang pendek, terdiri dari 22-61 nukleotida, berhasil diidentifikasi pada C. elegans. Kedua transkrip ini ternyata memiliki sekuensi komplementer

dengan sekuensi 3’ UTR (untranslated regions) mRNA lin-14. Muncul dugaan bahwa

lin-4 dapat meregulasi lin-14 (regulasi negatif) melalui interaksi RNA-antisense RNA. Sehingga protein lin-14 menurun dan mengganggu perkembangan larva cacing (Lee et al, 1993).

MicroRNA merupakan kelompok RNA endogen non-coding, pendek (± 22 nukleotida), yang memiliki peran penting sebagai regulator, melalui targetnya pada mRNA dengan cara degradasi atau menghambat translasi. MiRNA bekerja pada targetnya secara spesifik terhadap sekuensi mRNA, melalui interaksi komplementer antisense di daerah 3’ UTR (Bartel, 2004). Satu miRNA dapat memiliki sejumlah besar target sehingga mempengaruhi ratusan ekspresi protein (Calin and Groce, 2006; Cho, 2007; Ostad and Parsa, 2011).

MiRNA terlibat di berbagai proses selular, antara lain perkembangan, proliferasi sel, diferensiasi sel, apoptosis, dan respon terhadap stres (Croce and Calin, 2005). Adanya kelainan atau disfungsi pada miRNA berupa mutasi, delesi,


(28)

peningkatan ekspresi, atau penurunan ekspresi dapat mengakibatkan berbagai penyakit (Lu et al, 2008). MiRNA berperan penting dalam hal ekspresi mRNA di jaringan normal dan di jaringan yang mengalami kelainan, termasuk kanker (Cho, 2007).

Pemeriksaan ekspresi miRNA dapat dilakukan dari beberapa jenis sampel antara lain dari sel, jaringan, sirkulasi, atau cairan tubuh. Analisis ekspresi miRNA menunjukkan hasil yang cukup baik dan akurat pada penelitian (terutama penelitian retrospektif) yang menggunakan sampel jaringan dalam bentuk blok parafin atau FFPE (Formalin-Fixed, Paraffin-Embedded) (Doleshal et al, 2008; Hoefig et al, 2008; Szafranska et al, 2008), bahkan setelah sampel FFPE disimpan lebih dari 10 tahun (Xi et al, 2007).

Kaitan antara ekspresi miRNA dengan kanker pertama kali ditemukan oleh Calin dan kawan-kawan di tahun 2002 yang melaporkan bahwa terjadi delesi satu kelompok miR-15a/16-1 di sebagian besar kasus keganasan CLL (Calin et al, 2002), sehingga fungsi miRNA ini sebagai supresor menurun. Akibatnya terjadi overekspresi gen Bcl2 dan gen lain yang berperan dalam proses tumorigenesis (Calin and Croce, 2006).

Pada tahun 2005, Iorio et al melakukan penelitian untuk mengidentifikasi ekspresi miRNA yang mengalami deregulasi pada jaringan kanker payudara dibanding jaringan payudara normal, dengan menganalisa 76 sampel kanker payudara dan 10 sampel normal. Hasilnya diperoleh 5 miRNA yang sangat konsisten


(29)

mengalami deregulasi pada kanker payudara. Dua miRNA di antaranya yaitu miR-21 dan miR-155 mengalami peningkatan ekspresi. Sementara tiga miRNA lainnya yaitu miR-10b, miR-125b, dan miR-145 mengalami penurunan ekspresi. Hal ini menunjukkan bahwa miRNA tersebut dapat berperan sebagai gen tumorsupresor atau onkogen.

Yan et al pada tahun 2008 menginvestigasi profil miRNA di jaringan kanker payudara dibandingkan jaringan payudara normal. Ditemukan 9 miRNA yang mengalami peningkatan ekspresi, dan miR-21 merupakan miRNA yang peningkatannya sangat signifikan. Selanjutnya diteliti hubungan antara miR-21 dengan beberapa parameter klinikopatologis terkait prognosis, hasilnya adalah peningkatan ekspresi miR-21 pada kanker payudara berhubungan signifikan dengan prognosis yang buruk. Kemudian Qian et al di tahun 2009 melakukan penelitian mengenai pengaruh ekspresi miR-21 terhadap perkembangan kanker payudara, dimana salah satu parameter yang diteliti adalah grade histopatologis. Hasil menunjukkan bahwa ekspresi miR-21 memiliki korelasi signifikan dengan grade tumor, dan tingginya ekspresi miR-21 diduga memfasilitasi progresi kanker payudara. Selain itu, Qian et al juga menemukan ekspresi miR-21 berhubungan signifikan dengan jenis jaringan tumor, yaitu ekspresi miR-21 paling tinggi pada jenis duktal, dibanding pada jenis lainnya (lobular, mix, dan lain-lain).

Perubahan ekspresi miR-21 disebabkan oleh lokasi gen miR-21 di regio genomik yang sering ditemukan mengalami amplifikasi sehingga terjadi overekspresi


(30)

pada kanker payudara (Calin and Croce, 2006). MiR-21 dianggap sebagai oncomiR dan dapat meregulasi tumorigenesis (Si et al, 2007; Selcuklu et al, 2009). Gen targetnya diduga merupakan kelompok gen tumorsupresor (Iorio et al, 2005). Target miR-21 yang telah diidentifikasi adalah tumorsupresor Tropomyosin 1 (TPM1), Network of p53, Maspin, dan PDCD4 (Programmed Cell Death 4) (Zhu et al, 2007; Frankel et al, 2008; Zhu et al, 2008). Baik TPM1, Network of p53, Maspin maupun PDCD4 berperan dalam mengendalikan proses proliferasi, apoptosis, transformasi neoplastik, invasi, dan metastasis (Lankat-Buttgereit and Göke, 2003; Zhu et al, 2008). Regulasi miR-21 terhadap mRNA target tumor supresor berdampak pada proses proliferasi sel, transformasi neoplastik, migrasi, invasi, dan apoptosis (Zhu et al, 2008; Selcuklu et al, 2009; Findlay, 2010). Beberapa penelitian menunjukkan bila miR-21 dihambat, maka akan terjadi penurunan proliferasi sel (akibat menurunnya sel yang bermitosis), invasi, metastasis serta peningkatan apoptosis (Si et al, 2007; Zhu et al, 2008; Yan et al, 2011).

Proliferasi sel tumor merupakan salah satu petanda penting untuk mengetahui sifat suatu tumor, dimana tingginya proliferasi sel sangat terkait dengan agresifitas tumor. Proliferasi sel dapat dinilai dengan penghitungan jumlah sel yang bermitosis melalui pemeriksaan grade histopatologis (Simpson and Lakhani, 2009). Sebagaimana diketahui bahwa mitosis termasuk salah satu komponen penilaian grade (Tavassoli and Devilee, 2003). MiR-21 melalui targetnya pada mRNA tumorsupresor


(31)

dapat meregulasi proses proliferasi sel (melalui mitosis), sehingga diduga miR-21 memiliki korelasi dengan grade histopatologis.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai kemungkinan adanya korelasi antara ekspresi miR-21 di jaringan dengan grade histopatologis di jaringan kanker payudara.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana korelasi antara ekspresi miR-21 dengan grade histopatologis di jaringan kanker payudara?

1.3. Hipotesa Penelitian

Ekspresi miR-21 berkorelasi positif dengan grade histopatologis di jaringan kanker payudara.

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui bagaimana korelasi antara ekspresi miR-21 dengan grade histopatologis di jaringan kanker payudara.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mendata karakteristik sampel penelitian.

2. Mendata grade histopatologis I, II, dan III serta proporsinya dari sampel penelitian.


(32)

4. Menganalisa korelasi antara ekspresi miR-21 dengan grade histopatologis di jaringan kanker payudara.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bila dari hasil penelitian didapatkan korelasi yang signifikan antara ekspresi miR-21 dengan grade histopatologis di jaringan kanker payudara, maka ekspresi miR-21 kemungkinan dapat dijadikan sebagai biomarker untuk kanker payudara.

2. Korelasi antara ekspresi miR-21 dengan grade histopatologis ini dapat digunakan untuk menilai prognosis penderita kanker payudara.

3. Membuka peluang untuk penelitian lainnya tentang kanker payudara karena hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar penelitian selanjutnya.


(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Payudara

2.1.1 Definisi

Kanker payudara adalah suatu penyakit dimana sel-sel payudara berproliferasi secara abnormal (Culver et al, 2000). Sementara itu Nelson et al pada tahun 2009 menyatakan bahwa kanker payudara adalah suatu kondisi terjadinya proliferasi sel-sel ganas di jaringan payudara, khususnya di unit duktus atau lobulus.

2.1.2 Epidemiologi

Menurut hasil penelitian Ferlay et al di tahun 2008 mengenai estimasi insiden dan mortalitas akibat kanker di 182 negara, kanker payudara adalah jenis kanker kedua terbanyak di dunia (1,38 juta kasus, 10,9%). Kanker ini masih banyak ditemukan baik di negara maju maupun negara berkembang dengan perkiraan 690.000 kasus baru di tiap daerah. Berdasarkan penelitian mengenai statistik kanker di United States yang dilakukan Jemal et al (2010), perkiraan jumlah kasus kanker payudara pada perempuan mencapai 207.090 kasus (28 % dari total kanker) dan perkiraan kematian akibat kanker payudara sebesar 39.840 kasus (15%). Tiga tahun berikutnya, ternyata jumlah kasus kanker payudara di United States meningkat


(34)

mencapai 232.340 kasus (29%), dan kasus kematian akibat kanker payudara relatif turun sebesar 39.620 kasus (14%) (Siegel et al, 2013).

Sementara itu di Indonesia, kanker payudara termasuk jenis kanker kedua terbanyak setelah kanker leher rahim (Kementerian Kesehatan Indonesia, 2013). Sebagian besar penderita kanker payudara datang berobat ke RS ketika kanker sudah mencapai stadium lanjut, dimana hal ini akan sangat mempengaruhi prognosis dan kesembuhan penderita (Rumah Sakit Dharmais Pusat Kanker Nasional, 2011). Menurut hasil penelitian Siahaan di tahun 2011 mengenai prevalensi kanker payudara di RS Hasan Sadikin Bandung, terdapat 275 kasus kanker payudara dalam rentang waktu Januari hingga Desember 2009. Data yang diperoleh dari Instalasi Rekam Medis RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 menunjukkan, terdapat sekitar 200 penderita yang baru didiagnosa kanker payudara dalam 1 tahun.

2.1.3 Etiologi dan Faktor Resiko

Kanker payudara disebabkan oleh banyak faktor, antara lain usia, genetik, riwayat keluarga, endokrin, diet, gaya hidup, aktifitas fisik, dan obesitas. Faktor lain yang mungkin terkait adalah densitas mammografi dan riwayat tumor jinak sebelumnya (Abdulkareem, 2013).

a. Usia

Penelitian Siegel et al (2013) menunjukkan bahwa semakin tinggi angka probabilitas kanker payudara seiring meningkatnya usia. Pada usia ≤ 39 tahun


(35)

probabilitas 3,78%, pada usia 60-69 tahun angka probabilitas 3,56%, dan pada usia ≥ 70 tahun angka probabilitas meningkat mencapai 6,65%.

b. Genetik

Akumulasi kelainan genetik dalam jaringan dapat menyebabkan kanker, sehingga kanker disebut sebagai penyakit yang kompleks (Nagahata et al, 2002). Mutasi onkogen dan gen tumorsupressor dianggap sebagai elemen potensial timbulnya kanker payudara. Selain mutasi, apabila regulasi siklus sel mengalami kelainan, juga dapat menyebabkan sel ganas berproliferasi (Ostad and Parsa, 2011). Isolasi 2 gen yang rentan mengalami kelainan pada kanker payudara yaitu BRCA1 dan BRCA2, diidentifikasi sebagai gen tumorsupresor yang terkait dengan kejadian kanker payudara dalam riwayat keluarga. Selain itu mutasi gen tumorsupresor p53, TPM1, PDCD4 juga berperan dalam perkembangan kanker payudara (Nagahata et al, 2002; Prasad, 2004; Wen et al, 2007).

c. Riwayat Keluarga

Penelitian meta-analisis dengan kolaborasi 52 studi epidemiologi di tahun 2001 menunjukkan bahwa 12% perempuan penderita kanker payudara memiliki riwayat salah satu anggota keluarganya menderita penyakit ini. Dan 1% memiliki 2 atau lebih anggota keluarga penderita kanker payudara (Collaborative Group on Hormonal Factors in Breast Cancer, 2001).


(36)

Asupan lemak dan jenis lemak yang dikonsumsi mempengaruhi kejadian kanker payudara. Asupan tinggi lemak sekitar 35-40% kalori lemak dapat memicu pertumbuhan tumor payudara. Serat dalam makanan dapat menurunkan insiden kanker payudara melalui inhibisi absorbsi kolesterol sebagai bahan baku sintesis hormon estrogen (Aguas et al, 2005), sebagaimana diketahui bahwa estrogen dapat memicu pertumbuhan sel kanker. Baik diet maupun aktifitas dapat mempengaruhi level hormon plasma dan juga sebagai faktor resiko kanker payudara. Kedua faktor ini bersama dengan obesitas, meningkatkan resiko kanker payudara pada perempuan post-menopause. Salah satu kemungkinan mekanisme tingginya resiko kanker payudara pada perempuan obesitas post-menopause adalah sumber utama hormon estrogen berasal dari konversi androstenedion menjadi estrone di jaringan adiposa, sehingga terjadi peningkatan produksi hormon estrogen (Feigelson and Henderson, 1996; McTiernan et al, 2003).

e. Endokrin

Paparan terhadap hormon seksual endogen ditentukan oleh beberapa variabel yaitu usia saat pertama kali mengalami menstruasi, dan usia saat menopause. Menstruasi dini (lebih cepat) dan keterlambatan menopause menyebabkan semakin bertambahnya jumlah siklus ovulatoar, sehingga paparan estrogen terhadap epitel payudara semakin meningkat (Feigelson and Henderson, 1996). Perempuan pre-menopause dengan keterlambatan


(37)

keteraturan siklus menstruasi, disebutkan dapat menurunkan resiko kanker payudara (Ernstoff et al, 1998).

Hormon estrogen endogen berperan penting dalam proses karsinogenesis pada payudara. Bentuk biologis aktif estrogen yaitu estradiol (E2), bekerja

pada epitel payudara melalui interaksi dengan reseptor estrogen (RE). Interaksi ini dapat meregulasi laju transkripsi gen-gen tertentu melalui ikatan antara kompleks hormon-reseptor dengan sekuensi DNA spesifik yang disebut Hormone Response Element (HRE). Ikatan ini menyebabkan peningkatan atau penurunan transkripsi (Feigelson and Henderson, 1996).

f. Densitas mamografi

Ziv et al di tahun 2004 melakukan penelitian mengenai kaitan densitas mamografi dengan status reseptor estrogen pada kanker payudara, diperoleh bahwa densitas mammografi sangat terkait dengan kanker payudara status ER positif maupun ER negatif. Perempuan dengan densitas lebih rendah memiliki resiko rendah mengalami kanker payudara status ER positif maupun ER negatif. Sebaliknya, perempuan dengan densitas lebih tinggi memiliki resiko tinggi mengalami kanker payudara.

g. Riwayat Tumor Jinak Payudara

Hartmann et al (2005) melakukan penelitian mengenai penyakit jinak payudara dan kaitannya dengan kanker payudara,diperoleh bahwa gambaran histologi lesi jinak payudara sangat terkait dengan resiko kanker payudara.


(38)

Lesi jinak dengan hiperplasia atipikal memiliki resiko relatif paling tinggi sebesar 4,24 dibanding jenis lainnya.

2.1.4 Patogenesis

Kanker payudara merupakan penyakit genetik, akibat akumulasi kelainan genetik dalam jaringan. Pada penderita kanker payudara yang baru terdiagnosa dapat ditemukan adanya mutasi. Mutasi ini dapat melibatkan sedikitnya 4-6 gen regulator utama, yang berada di kromosom sel kanker payudara. Gen-gen ini berperan menjaga keseimbangan fisiologis antara proliferasi, apoptosis dan diferensiasi (Nagahata et al, 2002; Kenemans et al, 2004).

Proses tumorigenesis pada kanker payudara dapat dijelaskan melalui model multi-step progression, yaitu transformasi sel-sel normal menjadi sel atipik dan karsinoma insitu. Karsinoma insitu dapat berkembang menjadi karsinoma invasif, dan sel-sel kanker dapat menyebar melalui pembuluh limfa atau pembuluh darah ke organ-organ lainnya. Di tiap tahapan proses ini, terjadi perubahan genetik yang bervariasi menyebabkan perubahan fungsi gen dalam hal mengkode protein yang berperan dalam perkembangan kanker (Beckmann et al, 1997; Kenemans et al, 2004).


(39)

Gambar 2.1. Model Multi-Step Progression pada Kanker Payudara dan Gen yang Terlibat (Beckmann et al, 1997).

Gen yang terlibat dalam proses karsinogenesis: 1. Onkogen.

Onkogen mengkode protein yang menyebabkan pertumbuhan sel. Bila gen ini mengandung DNA normal maka disebut proto-onkogen. Adanya mutasi atau amplifikasi gen dapat mengaktifkan onkogen, dan sel yang terkena mutasi dapat menghasilkan sejumlah besar protein normal atau protein yang mengalami kelainan. Proses ini menyebabkan transformasi sel menjadi sel kanker (Nagahata et al, 2002). Onkogen yang penting dalam perkembangan


(40)

a. C-myc

Gen c-myc berlokasi di kromosom 8p24.3, dan akan mengkode faktor transkripsi yang berperan dalam ekspresi protein (Nagahata et al, 2002). Terjadi amplifikasi gen c-myc sebesar 28% dari 279 penderita kanker payudara di Jepang, dan secara signifikan berhubungan dengan resiko kekambuhan dan kematian (Harada et al, 1994; Deming et al, 2000).

b. ErbB2

Gen ErbB2 berlokasi di kromosom17q22.1 dan mengkode protein HER-2

(human epidermal growth factor receptor 2). HER-2 merupakan reseptor

EGF2 yang menggunakan jalur tirosin kinase yang terdapat di sel. Fungsinya adalah meregulasi pertumbuhan sel. Jika terjadi overekspresi HER-2, maka reseptor HER-2 juga akan banyak ditemukan. Kondisi ini menimbulkan peningkatan pertumbuhan sel dan reproduksi, serta munculnya sel-sel kanker payudara yang agresif (Nagahata et al, 2002).

Selain kedua gen ini, terdapat juga onkogen penting lainnya yaitu EMS1 (Campbell et al, 1996; Hui et al, 1998), Int2 (Borg et al, 1991; Fioravanti et al, 1997), Cyclin D1 (Courjal et al, 1997; Arnold and Papanikolaou, 2005).


(41)

2. Gen tumorsupressor

Gen ini berfungsi mengendalikan proliferasi atau diferensiasi sel. Pertumbuhan sel yang tidak normal dapat terjadi bila 1 atau beberapa gen ini mengalami mutasi (Nagahata et al, 2002).

a. BRCA1 dan BRCA2

Mutasi kedua gen ini dijumpai di sebagian besar kasus kanker payudara terkait riwayat keluarga (Ostad and Parsa, 2011). Gen BRCA1 berlokasi di kromosom 17q21 (Hall et al, 1990), dan berperan menjaga stabilitas genomik dan juga apoptosis (Kenemans et al, 2004). Wooster et al di tahun 1995 menemukan gen BRCA2 yang berlokasi di kromosom 13q12–13. Gen ini mengkode beberapa protein yang terlibat dalam kontrol siklus sel, transkripsi, dan reparasi DNA (Wooster et al, 1995; Kerr and Ashworth, 2001).

b. p53

Gen p53 mengkode protein yaitu protein p53 yang berperan di sejumlah proses seluler yaitu transkripsi gen, reparasi DNA, siklus sel, stabilitas genomik, dan apoptosis (Harris, 1996). Gen tumorsupressor p53 (TP53) terletak di kromosom 17p13.1, sangat sering ditemukan mengalami mutasi pada kanker payudara, terutama sporadis (Lerebours and Lidereau, 2002). Diperkirakan 40% kanker payudara terjadi salah satunya akibat mutasi gen


(42)

c. TPM1

Gen TPM1 terletak di kromosom 15q22.2, berperan menjaga pertumbuhan normal sel epitel payudara. Pada kanker payudara, terjadi penurunan ekspresi TPM1 (Prasad, 2004).

d. PDCD4

Gen PDCD4 terletak di kromosom 10q24. Fungsinya antara lain menekan proliferasi sel dan invasi sel, menekan transformasi neoplastik, menghambat pertumbuhan sel tumor (Zhu et al, 2008; Lankat-Buttgereit and Goke, 2009). Ditemukan penurunan ekpresi PDCD4 pada kanker payudara ketika dibandingkan dengan jaringan payudara normal (Wen et al, 2007).

3. Gen apoptosis

Ketidakseimbangan antara pertumbuhan sel dengan kematian sel dapat menyebabkan kanker. Sel yang seharusnya dimatikan, tidak menerima sinyal yang seharusnya. Apoptosis tidak berlangsung normal atau bahkan dihambat (Kenemans et al, 2004; Wong, 2011). Gangguan regulasi apoptosis antara lain akibat ketidakseimbangan antara protein pro-apoptosis (Bax, Bak, Bid, Bim) dengan protein anti-apoptosis (Bcl-2, Bcl-xL, Mcl-1) (Wong, 2011).

4. Gen reseptor steroid

ERα yang berasal dari gen reseptor estrogen α (ERα), merupakan reseptor faktor pertumbuhan penting yang terlibat dalam proses karsinogenesis dan berada di kromosom 6q25.1 (Kenemans et al, 2004). Reseptor ini termasuk


(43)

anggota dari NR (Nuclear Receptor) Superfamily, dan berperan memperantarai efek hormon estrogen di berbagai proses fisiologis seperti regulasi pertumbuhan, diferensiasi, dan homeostasis (Giacinti et al, 2006). Reseptor estrogen meregulasi ekspresi gen baik melalui mekanisme dependen maupun independen estrogen, sehingga mengaktifkan transkripsi gen. Proses ini selanjutnya dapat menyebabkan sel berproliferasi (Kenemans et al, 2004). Sementara itu secara patologis, estrogen dan reseptornya memiliki peranan sangat penting dalam pembentukan dan perkembangan kanker payudara (Feigelson and Henderson, 1996; Hayashi et al, 2003). ERα meregulasi sejumlah gen (sebagai faktor transkripsi), yang akan berinteraksi dengan estrogen response elements (ERE) di sekuensi DNA. Overekspresi reseptor estrogen sering ditemukan pada kanker payudara stadium awal (Hayashi et al, 2003).

5. Gen invasi dan perlekatan sel

Dalam proses penyebaran sel-sel kanker, melibatkan sejumlah gen yang berperan untuk invasi, perlekatan sel, dan angiogenesis. Gen tersebut antara lain uPA, cathepsin D dan B, collagenase I-IV, N-CAM, integrins, E-Cadherin, FGF, dan APF (Beckman et al, 1997).

6. Faktor Pertumbuhan.

Faktor ini juga berperan dalam proliferasi dan pertumbuhan kanker payudara, antara lain EGF (Earp et al, 2003) dan TGFβ (Transforming growth factor-ß)


(44)

(Bhowmick et al, 2001; Lebrun, 2012). Kelompok TGF-β (dan BMP) penting dalam proses biologis antara lain pada perkembangan dan homeostasis jaringan (Davis et al, 2008). TGF-β khususnya memiliki peranan dalam regulasi proliferasi sel epitel payudara, perkembangan dan fungsi kelenjar payudara (Jhappan et al, 1993). Serta sebagai regulator penting untuk proliferasi sel, perlekatan sel, motilitas dan matriks ekstraseluler (Elliott and Blobe, 2005). TGF-ß merupakan sitokin yang disekresi, dan dapat memacu pertumbuhan epitel normal. Di sisi lain, TGF-β juga termasuk faktor yang berperan dalam proliferasi dan pertumbuhan kanker payudara, sehingga ikut berkontribusi terhadap proses karsinogenesis payudara (Bhowmick et al, 2001; Kaminska et al, 2005; Elliott and Blobe, 2005; Lebrun, 2012). Disebutkan bahwa TGF-β memiliki peran ganda yaitu dapat menekan pertumbuhan tumor atau memperantarai invasi dan metastasis sel kanker (Pardali and Moustakas, 2007).

2.1.5 Penegakan Diagnosis a. Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda kanker payudara adalah sebagai berikut:

1. Benjolan yang baru teraba di payudara (paling sering ditemukan, dan biasanya tidak disertai rasa nyeri) atau di bawah lengan.

2. Benjolan atau penebalan di jaringan payudara yang tidak juga berkurang atau menghilang setelah beberapa waktu.


(45)

3. Perubahan di payudara dari segi ukuran, bentuk, atau kesimetrisan. 4. Kulit payudara tertarik ke dalam, kerutan, atau terdapat lekukan. 5. Iritasi di kulit payudara atau di puting.

6. Kemerahan atau bersisik di puting atau di kulit payudara. 7. Keluar cairan dari puting (selain air susu payudara) 8. Nyeri di puting payudara

9. Retraksi puting payudara (Khatib and Modjtabai, 2006; Giuliano, 2008; Bevers et al, 2009).

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik payudara meliputi inspeksi dan palpasi: 1. Inspeksi

Inspeksi payudara meliputi ukuran dan kontur payudara, retraksi puting, edema, kemerahan atau retraksi kulit payudara, dan kesimetrisan payudara.

2. Palpasi

Palpasi di daerah payudara untuk memeriksa benjolan atau perubahan lainnya, serta palpasi di daerah aksilla dan supraklavikula untuk mengetahui ada atau tidaknya pembesaran lymph node (Giuliano, 2008). c. Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan penunjang dibutuhkan untuk membantu penegakan diagnosis kanker payudara, baik pemeriksaan pencitraan (imaging),


(46)

pemeriksaan petanda atau biomarker keganasan, dan pemeriksaan secara histopatologis. Pemeriksaan pencitraan antara lain mamografi diagnostik, ultrasonografi, Computed Tomography (CT), Magnetic Resonance Imaging

(MRI), Nuclear Medicine Breast Imaging, Positron emission tomographic screening (PET) (Khatib and Modjtabai, 2006; Giuliano, 2008; Bevers et al, 2009). Pemeriksaan sampel jaringan payudara secara histopatologis sampai saat ini masih merupakan Gold Standard dalam penegakan diagnosa tumor (Khatib and Modjtabai, 2006 ; Strumfa et al, 2012).

Berbagai biomarker atau petanda untuk kanker payudara telah ditemukan dari sejumlah penelitian. Biomarker tersebut antara lain CEA, CA 15-3, CA 27-29, dan HER2. Berdasarkan penelitian Guadagni et al (2001) mengenai evaluasi efektivitas biomarker CEA dan CA 15-3 untuk memantau perkembangan kanker payudara, diperoleh hasil bahwa CA 15-3 merupakan biomarker yang lebih signifikan untuk evaluasi perkembangan kanker payudara dan respon terhadap terapi dibandingkan CEA yang lebih banyak menghabiskan biaya serta kurang efisien. Penelitian lainnya oleh Carney et al (2003), diperoleh bahwa peningkatan konsentrasi HER2 serum pada penderita kanker payudara stadium awal maupun lanjut berkaitan dengan prognosis buruk. Kadar HER2 di sirkulasi dapat digunakan untuk menilai prognosis, respon terhadap terapi, deteksi perjalanan penyakit dan intervensi dalam hal penentuan terapi.


(47)

Melalui studi literatur, Duffy (2006) menyatakan bahwa biomarker di serum untuk kanker payudara hanya dapat digunakan untuk memantau respon penderita terhadap terapi dengan stadium lanjut yang tidak dapat dievaluasi menggunakan kriteria konvensional. Dengan berbagai keterbatasan biomarker yang telah ada, dibutuhkan biomarker lain yang diharapkan dapat menjadi marker untuk diagnosis, prognosis, maupun terapi.

2.1.6 Klasifikasi Kanker Payudara a. Histologi

 Karsinoma duktal invasif  Karsinoma lobular invasif  Karsinoma tubular

 Karsinoma kribriform invasif  Karsinoma medular

(medullary)

 Karsinoma musinus (mucinous)  Tumor neuroendokrin

 Karsinoma papilar invasif  Karsinoma mikropapilar

invasif

 Karsinoma apokrin  Karsinoma metaplastik  Lipid-rich carcinoma

Secretory carcinoma Oncocytic carcinoma  Karsinoma kistik adenoid  Karsinoma sel asinar

Glycogen-rich clear cell carcinoma

 Karsinoma sebasea  Inflammatory carcinoma  Neoplasia lobular

 Lesi proliferatif intraduktal  Karsinoma mikroinvasif  Neoplasma papilar intraduktal  Proliferasi epitelial jinak


(48)

b. Stadium

Stadium kanker payudara dapat ditentukan berdasar hasil pemeriksaan klinis dan patologis. Sistem yang umum digunakan untuk menentukan stadium kanker payudara adalah sistem TNM dari The American Joint Committee on Cancer (AJCC), yaitu berdasarkan tingkatan T, N, dan M: 1. Huruf T yang disertai angka 0-4 menyatakan ukuran tumor dan penyebaran ke

kulit atau dinding dada. T dengan angka yang besar menyatakan ukuran tumor yang besar dan atau penyebaran yang meluas ke jaringan di sekitar payudara. 2. Huruf N disertai angka 0-3 menyatakan ada tidaknya penyebaran kanker ke

kelenjar limfe dekat payudara. Bila sudah menyebar, seberapa banyak kelenjar limfe yang terkena.

3. Huruf M yang disertai angka 0 atau 1 menyatakan ada tidaknya penyebaran kanker ke organ-organ lain seperti paru atau tulang (American Cancer Society, 2013).

Klasifikasi kanker payudara berdasarkan sistem TNM dari AJCC dapat dilihat pada tabel 2.1.


(49)

Tabel 2.1.Klasifikasi Kanker Payudara Berdasarkan Sistem TNM dari AJCC Edisi Keenam (Singletary and Connolly, 2006).

Setelah diperoleh TNM, kemudian dikombinasikan untuk pengelompokan ke dalam stadium seperti terlihat pada tabel 2.2.


(50)

Tabel 2.2. Kombinasi TNM ke dalam Stage Grouping (Giuliano, 2008).

Stage Grouping

Stage 0 Tis N0 M0

Stage I T13 N0 M0

Stage IIA T0 N1 M0

T13 N1 M0

T2 N0 M0

Stage IIB T2 N1 M0

T3 N0 M0

Stage IIIA T0 N2 M0

T13 N2 M0

T2 N2 M0

T3 N1 M0

T3 N2 M0

Stage IIIB T4 N0 M0

T4 N1 M0

T4 N2 M0

Stage IIIC Any T N3 M0

Stage IV Any T Any N M1

a. Grade Histopatologis

Grade histopatologis merupakan penilaian terhadap 3 karakteristik tumor yaitu formasi tubulus, pleiomorfisme inti sel, dan penghitungan mitosis. Metode penilaian grade histopatologis pertama sekali diperkenalkan oleh Patley dan Scarff, yang kemudian di tahun 1957 dimodifikasi oleh Bloom dan Richardson, dan selanjutnya di tahun 1991 mengalami modifikasi kembali oleh Elston dan Ellis (Tavassoli and Devilee, 2003). Modifikasi Elston dan Ellis terhadap metode Scarff-Bloom-Richardson yang disebut juga dengan The Nottingham Grading System, menjadikan penilaian grade lebih objektif (Elston and Ellis, 1991) dan hingga saat ini secara luas digunakan untuk menilai grade histopatologis kanker payudara (Rakha et al, 2008).


(51)

Tabel 2.3. Metode Penilaian Grading Histopatologis Semikuantitatif pada Kanker Payudara Menurut Elston dan Ellis (Tavassoli and Devilee, 2003).

Masing-masing komponen dinilai terpisah dan diberi skor 1-3. Kemudian skor dari setiap komponen dijumlahkan sehingga diperoleh skor total 3–9. Selanjutnya skor total dimasukkan ke dalam kategori grade untuk diketahui potensi keganasannya:

a. Grade I (derajat keganasan rendah) : skor 3-5; b. Grade II (derajat keganasan sedang) : skor 6-7; c. Grade III (derajat keganasan tinggi) : skor 8-9.

Gambar 2.2. Profil Grade Histopatologis I, II, dan III Kanker Payudara (Rakha et al, 2010).


(52)

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat korelasi antara grade histopatologis kanker payudara dengan prognosis. Sebagaimana diketahui bahwa penilaian prognosis penting untuk memperkirakan tingkat kelangsungan hidup (survival) penderita. Hasilnya adalah penderita kanker payudara dengan grade I (diferensiasi baik) memiliki prognosis yang lebih baik dibanding grade II (diferensiasi sedang) atau grade III (diferensiasi buruk) (Bloom and Richardson, 1957; Elston and Ellis, 1991; Daglar et al, 2010). Kombinasi grade histopatologis dengan ukuran tumor dan lymph node stage, yang disebut Nottingham Prognostic Index, digunakan untuk pemilihan terapi kanker sesuai kondisi penderita atau per individu (Elston and Ellis, 1991; Daglar et al di tahun 2010; Rakha et al, 2010). Sementara itu dalam hal penentuan prognosis menurut Daglar et al di tahun 2010, nilai prognosis dari komponen grade histopatologis lebih tinggi dibanding 2 komponen lain yaitu ukuran tumor dan keterlibatan lymph node (Daglar et al, 2010).

Meskipun grade histopatologis sering digunakan sebagai parameter prognosis, tetapi pada kenyataannya memiliki keterbatasan yaitu metode penilaian bersifat semikuantitatif dan terdapat masalah reproduksibilitas. Verderio di tahun 2005 menemukan rendahnya kesepakatan dalam hal penentuan grade di antara observer, baik di dalam 1 institusi maupun antar institusi sehingga tingkat reproduksibilitas rendah. Diperlukan kemampuan analisa yang baik untuk dapat menginterpretasi perubahan yang terjadi pada sampel jaringan. Oleh karenanya dibutuhkan parameter


(53)

lain dalam menilai prognosis yang bersifat kuantitatif dan memiliki reproduksibilitas cukup tinggi sehingga dapat melengkapi pemeriksaan grade histopatologis.

Berbagai penelitian saat ini mengenai mekanisme molekular yang mendasari atau mempengaruhi terjadinya kanker payudara, telah memberikan petunjuk adanya molekular baru yang mungkin berpotensi sebagai biomarker baik untuk diagnosis awal, prognosis, maupun untuk target terapi (Heneghan, 2012). Fokus penelitian semakin berkembang mengarah pada RNA non coding, sebagai regulator utama genom manusia dan berperan di banyak jenis penyakit pada manusia (Ardekani and Naeini, 2010). Salah satu jenis RNA non coding adalah miRNA.

2.2 MicroRNA (MiRNA) 2.2.1 Definisi

MiRNA merupakan kelompok RNA endogen non-coding, pendek (± 22 nukleotida), yang memiliki peran penting sebagai regulator ekspresi gen, melalui targetnya pada mRNA dengan cara degradasi atau menghambat translasi mRNA (Bartel, 2004). Gen miRNA awalnya ditemukan oleh Lee et al (1993), dan diiidentifikasi sebagai gen lin-4 pada C. elegans, akibat adanya mutasi berupa hilangnya fungsi yang menyebabkan defek pada tahap perkembangan larva cacing. Dua transkrip lin-4 yang pendek, terdiri dari 22-61 nukleotida, berhasil diidentifikasi pada C. elegans. Kedua transkrip ini ternyata memiliki sekuensi komplementer dengan sekuensi 3’ UTR mRNA lin-14. Muncul dugaan bahwa lin-4 dapat meregulasi


(54)

lin-14 (regulasi negatif) melalui interaksi RNA-antisense RNA. Sehingga protein lin-14 menurun dan mengganggu perkembangan larva cacing (Lee et al, 1993).

Lagos-Quintana et al di tahun 2001 berhasil mengidentifikasi 21 miRNA pada manusia, dan berbagai miRNA ini disingkat sebagai miR-1 sampai miR-33. Agar dapat berfungsi, miRNA harus diko-ekspresikan dengan targetnya yaitu mRNA (Lagos-Quintana et al, 2001).

2.2.2 Fungsi

MiRNA bekerja pada target mRNA secara spesifik, melalui interaksi komplementer antisense di daerah 3’ UTR (untranslated regions) (Bartel, 2004). Satu miRNA dapat meregulasi beberapa mRNA, dan satu mRNA dapat menjadi target beberapa miRNA yang berbeda-beda (Fu et al, 2011). Satu miRNA dapat memiliki sejumlah besar target sehingga mempengaruhi ratusan ekspresi protein (Calin and Croce, 2006; Cho, 2007; Ostad and Parsa, 2011).

MiRNA terlibat di berbagai proses selular, antara lain perkembangan, proliferasi sel, diferensiasi sel, dan apoptosis (Ambros, 2004; Croce and Galin, 2005; Esquela and Slack, 2006). MiRNA juga memiliki peran pada siklus sel, baik dalam hal represi maupun aktivasi, melalui: (a.) Di saat sel berproliferasi, miRNA menekan translasi, (b.) Pada saat sel istirahat, miRNA memperantarai aktivasi (Vasudevan et al, 2007).


(55)

2.2.3 Biogenesis

Penelitian Lagos-Quintana et al (2001) menyatakan bahwa RNA yang lebih panjang (70 nukleotida) merupakan prekursor untuk RNA yang lebih pendek (22 nukleotida), dimana RNA yg lebih pendek ini kemudian diketahui termasuk anggota kelompok miRNA. Pembentukan miRNA meliputi beberapa tahapan dan spesifik di tingkat seluler (Hastings and Krainer, 2001).

Pemrosesan miRNA berawal di inti sel yaitu gen miRNA ditranskripsi oleh enzim RNA polimerase II, membentuk transkrip primer miRNA (pri-miRNA) yang panjang dan memiliki struktur hairpin. Pri-miRNA kemudian diproses oleh enzim Drosha (RNase III Drosha) yang berpasangan dengan DGCR8, membentuk prekursor miRNA (pre-miRNA) dengan struktur stemloop dan tersusun dari 70-90 nukleotida. Selanjutnya pre-miRNA dikeluarkan dari inti sel menuju sitoplasma sel dengan bantuan Exportin 5. Di dalam sitoplasma, prekursor ini akan diproses oleh enzim Dicer (RNase III Dicer) dan pasangannya yaitu TRBP (transactivator RNA-binding protein), menjadi miRNA matur. MiRNA matur (untai tunggal) akan berinteraksi dengan RISC (RNA-induced Silencing Complex) membentuk miRISC, dan miRISC inilah yang akan bekerja terhadap target mRNA baik menekan translasi maupun degradasi mRNA (Bilen et al, 2006; Pal and Pal, 2013).


(56)

Gambar 2.3. Biogenesis MicroRNA (Pal and Pal, 2013).

2.2.4 Disregulasi Fungsi

Adanya kelainan atau disfungsi pada miRNA berupa mutasi, delesi, peningkatan ekspresi, atau penurunan ekspresi dapat mengakibatkan berbagai penyakit (Lu et al, 2008), terutama penyakit jantung dan kanker (Naeini and Ardekani, 2009; Ikeda and Pu, 2010). Selain itu, miRNA juga terkait penyakit lainnya yaitu inflamasi, gangguan perkembangan saraf, autoimun, liver, kulit, dan otot rangka (Ardekani and Naeini, 2010).

2.2.5 Peranan MiRNA dalam Keganasan

Kaitan antara ekspresi miRNA dengan kanker pertama kali ditemukan oleh Calin dan kawan-kawan di tahun 2002 yang melaporkan bahwa terjadi delesi satu


(57)

sehingga fungsi miRNA ini sebagai supresor menurun. Akibatnya terjadi overekspresi gen Bcl2 dan gen lain yang berperan dalam proses tumorigenesis (Calin and Croce, 2006).

Zhang et al di tahun 2009 menyatakan bahwa miRNA memiliki peran regulator penting dalam proses pembentukan tumor. Penemuan perubahan profil ekspresi miRNA menimbulkan dugaan bahwa miRNA memainkan peran sebagai onkogen atau gen tumorsupressor (Iorio et al, 2005; Naeini and Ardekani, 2009). Berdasarkan studi literatur yang dilakukan Naeini dan Ardekani di tahun 2009, diperoleh beberapa miRNA yang terkait dengan keganasan pada manusia seperti terlihat pada tabel 2.4.

Tabel 2.4. MiRNA yang Terkait dengan Keganasan pada Manusia (Naeini and Ardekani, 2009).

MiR-21 merupakan salah satu miRNA yang pertama sekali ditemukan, dan beberapa penelitian berhasil mengidentifikasi peranan miR-21 pada kanker (Jazbutyte and Thum, 2010).


(58)

2.2.6 Bahan Pemeriksaan Ekspresi miRNA

Berbagai penelitian yang telah dilakukan untuk identifikasi dan analisis ekspresi miRNA, menggunakan beberapa jenis bahan atau sampel penelitian antara lain dari jaringan (baik jaringan yang dibekukan maupun yang diawetkan dengan formalin), sel, sirkulasi, dan cairan tubuh. Khususnya pada sampel jaringan yang diawetkan menggunakan formalin dan dibenamkan dalam parafin (FFPE, formalin-fixed paraffin-embedded) merupakan sampel yang sangat bagus untuk digunakan dalam penelitian retrospektif (Doleshal et al, 2008; Hoefig et al, 2008). Menurut Szafranska et al (2008), analisis ekspresi miRNA dari sampel FFPE memiliki reprodusibilitas dan akurasi yang baik, bahkan dari sampel yang berusia di atas 11 tahun. Perbedaan waktu dilakukannya fiksasi menggunakan formalin tidak mengubah stabilitas miRNA (Xi et al, 2007).

2.3MicroRNA-21 (MiR-21) 2.3.1Lokasi Gen MiR-21

MiR-21 merupakan salah satu dari beberapa miRNA yang pertama sekali ditemukan, dan termasuk miRNA intron (gen coding miR-21 berada di daerah intron). Gen yang mengkode miR-21 berada di kromosom 17q23.2, overlapping dengan gen yang mengkode protein TMEM49 (VMP-1) (Cai et al, 2004; Kumarswamy et al, 2010). Lokasi gen miR-21 dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut ini:


(59)

Gambar 2.4. Lokasi Gen MiR-21 (Kumarswamy et al, 2010).

2.3.1 Fungsi

MiR-21 berperan dalam proses proliferasi sel, migrasi, invasi, mencegah apoptosis sel-sel kanker (Iorio et al, 2005; Cho, 2007; Jazbutyte and Thum, 2010). Gen targetnya diduga merupakan kelompok gen tumorsupresor (Iorio et al, 2005).

2.3.2Regulasi Ekspresi

Regulasi ekspresi miR-21 dapat terjadi di tahap transkripsi maupun transkripsi (Cai et al, 2004; Davis et al, 2008; Qian et al, 2009). Di tahap post-transkripsi, regulasi ekspresi miR-21 dapat dipengaruhi oleh sinyal TGF-β.


(60)

Berdasar hasil penelitian Davis et al (2008), sinyal TGF-β dapat menyebabkan peningkatan ekspresi miR-21 pada sel kanker payudara. Sinyal TGF-β memicu peningkatan ekspresi miR-21 matur di tahap post-transkripsi, dengan memacu pemrosesan transkrip primer (pri-miR-21) menjadi prekursor miR-21 (pre-miR-21) oleh enzim Drosha. Terjadi peningkatan ekspresi pre-miR-21, sementara ekspresi pri-miR-21 tidak berubah. TGF-β mampu meningkatkan ekspresi miR-21 melalui jalur transduksi sinyal SMAD yang merangsang perubahan pri-miR-21 menjadi pre-miR-21, dan selanjutnya menghasilkan miR-21 matur (Davis et al, 2008; Davis et al, 2010).

2.3.2Disregulasi Ekspresi

Kelainan ekspresi miR-21 yang bersifat onkogenik, disebabkan oleh lokasi gen miR-21 di regio genomik yang mengalami amplifikasi sehingga terjadi overekspresi pada kanker payudara (Calin and Croce, 2006). Selain itu, akibat sinyal TGF-β yang dapat memicu invasi dan metastasis sel kanker melalui regulasi sintesis miR-21, sehingga miR-21 akan bekerja pada targetnya yang merupakan gen tumorsupresor yaitu PDCD4, Maspin, dan TPM1 (Frankel et al, 2008; Lu et al, 2008; Zhu et al, 2008).

2.4 Korelasi MiR-21 dengan Grade Histopatologis Kanker Payudara

Pada tahun 2005, Iorio et al melakukan penelitian untuk mengidentifikasi ekspresi miRNA yang mengalami deregulasi pada kasus kanker payudara dibanding jaringan payudara normal, dengan menganalisa 76 sampel kanker payudara dan 10


(61)

sampel normal. Hasil penelitian mereka adalah sebagian miRNA sangat konsisten mengalami deregulasi pada kanker payudara, 2 miRNA di antaranya yaitu miR-21 dan miR-155 mengalami peningkatan ekspresi. Di tahun 2008, Yan et al menginvestigasi profil ekspresi miRNA secara global pada jaringan kanker payudara dibandingkan dengan jaringan payudara normal. Ditemukan 9 miRNA yang mengalami peningkatan ekspresi, dan miR-21 merupakan miRNA yang peningkatan ekspresinya sangat signifikan. Kemudian Qian et al di tahun 2009 melakukan penelitian mengenai pengaruh ekspresi miR-21 terhadap perkembangan kanker payudara, dan salah satu parameter yang diteliti adalah grade histopatologis. Hasil menunjukkan bahwa ekspresi miR-21 memiliki korelasi signifikan dengan grade tumor, dan tingginya ekspresi miR-21 diduga memfasilitasi progresi kanker payudara. Selain itu, Qian et al juga menemukan ekspresi miR-21 berhubungan signifikan dengan jenis histologis tumor, yaitu ekspresi miR-21 paling tinggi pada jenis duktal, dibanding pada jenis lainnya (lobular, mix, dan lain-lain).

MiR-21 memiliki beberapa gen target yang termasuk kelompok gen tumorsupressor (Iorio et al, 2005). Target miR-21 yang telah diidentifikasi adalah tumorsupressor tropomyosin 1 (TPM1), Network of p53, tumorsupressor PDCD4 dan Maspin (Zhu et al, 2007; Lu et al, 2008; Frankel et al, 2008). MiR-21 dapat secara langsung meregulasi PDCD4, bila dilakukan inhibisi terhadap miR-21 maka level protein PDCD4 meningkat 3,5 kali lipat (Frankel et al, 2008). Akibat pengaruhnya di


(62)

banyak gen, maka miR-21 disebut sebagai Oncomir yang memiliki peran tidak hanya untuk pertumbuhan tumor tetapi juga dalam hal invasi dan metastasis tumor.

Terkait dengan peranan miR-21 terhadap pertumbuhan tumor, invasi, dan metastasis, dilakukan penelitian mengenai hubungan antara miR-21 dengan parameter klinikopatologis dan prognosis. Salah satu dari parameter tersebut adalah grade histopatologis. Lee et al di tahun 2011 menemukan bahwa peningkatan ekspresi miR-21 terkait dengan grade histopatologis yang lebih tinggi (high grade). Kemudian Hafez et al (2012) meneliti hubungan antara ekspresi miR-21 dengan ekspresi gen terkait metastasis pada penderita kanker payudara, hasilnya antara lain menunjukkan bahwa miR-21 berhubungan signifikan dengan meningkatnya grade histopatologis. Pada sampel kanker payudara dengan grade III, level ekspresi miR-21 sebesar 2 kali lipat dibanding sampel kanker grade I atau grade II.

MiR-21 berperan dalam proses proliferasi sel, migrasi, invasi, mencegah apoptosis sel-sel kanker (Iorio et al, 2005; Jazbutyte and Thum, 2010). MiR-21 dapat memicu proliferasi dan transformasi sel payudara melalui penekanan translasi protein tumorsupressor PDCD4, sehingga peran PDCD4 dalam mengendalikan proliferasi dan transformasi sel neoplasia menurun (Cmarik et al, 1999; Lu et al, 2008).

Penelitian Yan et al (2011) menunjukkan bahwa perlakuan pada sel kanker yang diberikan anti-miR-21, menyebabkan penurunan mitosis dibanding sel kontrol sehingga terjadi penurunan aktivitas proliferasi sel dan peningkatan apoptosis.


(63)

Dinyatakan bahwa miR-21 berperan dalam regulasi pertumbuhan sel, proliferasi, dan migrasi sel kanker.

2.5 Kerangka Teori

Gambar 2.5. Kerangka Teori

Gen miR-21

pri-miR-21

pre-miR-21

miR-21 matur

PDCD4

TPM1 Network of p53 Maspin TIMP3

Invasi

Metastasis

Transformasi neoplastik

Apoptosis Invasi

Metastasis

Proliferasi

Apoptosis

Proliferasi

Invasi

Metastasis

Invasi


(64)

2.6 Kerangka Konsep

Gambar 2.6. Kerangka Konsep

Keterangan : *yang diteliti PDCD4 ↓

Aktifitas Transkripsi Gen miR-21

pri-miR-21 ↑

pre-miR-21 ↑

*miR-21 matur

TPM1 ↓ Network of p53 ↓ Maspin ↓ TIMP3 ↓

Invasi ↑

Metastasis ↑

Transformasi neoplastik ↑

Apoptosis ↓ Invasi ↑

Metastasis ↑

Proliferasi ↑

Apoptosis ↓

Proliferasi ↑

Invasi ↑

Metastasis ↑

Invasi ↑

Metastasis ↑ Amplifikasi Kromosom 17q23.2

Sinyal TGF-β

Variabel Independen

Variabel Dependen


(65)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional dengan jenis analitik korelatif.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengambilan data subjek penelitian, data hasil operasi mastektomi, dan pemeriksaan imaging (foto rontgen, USG, dan hasil lainnya) dari rekam medik, serta pengambilan sampel blok parafin (FFPE) dari hasil operasi mastektomi dilakukan di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan. Pemeriksaan ekspresi miR-21 dengan metode Real Time qPCR dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler FK UGM. Penelitian dilakukan dari bulan Mei hingga Agustus 2014.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian adalah blok parafin (FFPE) jaringan kanker payudara dari perempuan yang terdiagnosa kanker payudara di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan. Pemilihan sampel blok parafin menggunakan prinsip nonprobability sampling dengan tehnik purposive sampling, yang dibantu oleh ahli Patologi Anatomi. Ahli Patologi Anatomi melakukan pemilahan dan penyesuaian antara slide representatif jaringan kanker payudara (pemeriksaan ulang menggunakan mikroskop)


(66)

berasal dari 1 subjek penderita kanker payudara tipe duktal invasif. Proses pemilihan ini dilakukan terhadap seluruh sampel penelitian dari subjek lainnya.

Kriteria Inklusi :

 Blok parafin jaringan kanker payudara dari perempuan yang terdiagnosa kanker payudara tipe duktal invasif.

 Jaringan kanker payudara diperoleh dari hasil operasi mastektomi.

Penghitungan besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus besar sampel untuk penelitian analitik korelatif. Rumusnya adalah:

(Dahlan, 2013) n= 50,51 sampel ~ 51 sampel

Keterangan :

α : kesalahan tipe I = 5% = 0,05

Zα : nilai distribusi normal baku α (tabel Z) pada α = 5% adalah Zα 1 arah = 1,645. β : kesalahan tipe II = 10% = 0,1

Zβ : nilai distribusi normal baku β (tabel Z) pada β = 10% adalah Zβ 1 arah = 1,28. r = korelasi minimal yang dianggap bermakna = 0,4


(67)

3.4 Variabel yang Diamati

3.4.1 Variabel Independen:

1. MiR-21 di jaringan kanker payudara. 3.4.2 Variabel Dependen:

1. Grade histopatologis jaringan kanker payudara.

3.5 Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional Penelitian

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala

Ukur

Hasil Ukur miR-21 di

jaringan kanker payudara

noncoding-RNA pendek, berada di kromosom 17q23.2, yang dijumpai di jaringan

payudara.

Isolasi RNA, reverse

transcription RNA menjadi cDNA,

amplifikasi menggunakan qRT-PCR, ukur ekspresi miRNA secara

kuantitatif.

RT-qPCR Numerik Cq

Grade

histopatologis jaringan kanker payudara

Penilaian derajat diferensiasi jaringan kanker

Berdasarkan data rekam medis penderita

Mikroskop Kategori (Ordinal)

Grade I, II, dan III.


(68)

Penelitian dilakukan setelah mendapat persetujuan Majelis Komite Etik Penelitian (Ethical Clearance)

Penentuan sampel penelitian secara purposive sampling (n = 51)

Pengumpulan data melalui pencatatan data subjek penelitian, hasil pemeriksaan penunjang, serta data lainnya yang diperlukan dari rekam medik.

Isolasi RNA total dari sampel FFPE

Sintesis cDNA dari RNA hasil isolasi

Analisis miR-21 menggunakan qRT-PCR

Analisis data selanjutnya dilakukan dengan menggunakan Biorad CFX Manager TM Software yang disediakan oleh alat Real-Time qPCR untuk

mendapatkan nilai Cq. Spektrofotometri 3.6 Kerangka Operasional

Gambar 3.1. Kerangka Operasional

3.7 Alat dan Bahan Penelitian 3.7.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikrotom, vortex, mesin sentrifuga, pipet otomatis, waterbath, kuvet RNA, spektrofotometri, wadah tabung dengan alas icepack, spindown, Thermal Cycler Biorad C1000, lemari pendingin


(69)

3.7.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah blok parafin (FFPE) jaringan kanker payudara hasil operasi mastektomi, tabung sentrifuga 1,5 mL, xylene, tips filter, ethanol 96-100%, buffer RF, Proteinase K, buffer RB, spin column CR3, collection tubes (1,5 mL), DNAse I, buffer RDD, buffer RW1, buffer RW, RNAse-free ddH2O, dH2O, 5 x reaction buffer, nuclease-free water, spike in sintetik

(UniSp6), mixed enzyme, alumunium foil, PCR tube, SYBR Green master mix, primer hsa-miR-21, primer UniSp6, qPCR tube, masker, sarung tangan, dan tissue.

3.8 Prosedur Kerja

a. Isolasi RNA Total dari Blok Parafin (FFPE) hasil operasi mastektomi (berdasarkan protokol Tiangen RNAprep Pure FFPE Kit):

1. Iris blok parafin (FFPE) jaringan kanker payudara dengan ketebalan 7 μm sebanyak 2-8 irisan menggunakan mikrotom, kemudian irisan dimasukkan ke dalam tabung sentrifuga 1,5 mL.

2. Tambahkan Xylene 1 mL, vortex selama 10 detik, kemudian sentrifuga dengan kecepatan 12.000 rpm selama 2 menit pada suhu ruang (20-250 C). 3. Supernatan diaspirasi secara perlahan dengan pipet (jangan sampai pellet

ikut teraspirasi).

4. Tambahkan Ethanol 96-100% sebanyak 1 mL ke dalam tabung berisi pellet, vorteks, kemudian sentrifuga dengan kecepatan 12.000 rpm selama 2 menit pada suhu ruang (20-250 C).


(70)

5. Supernatan diaspirasi secara perlahan dengan pipet (jangan sampai pellet ikut teraspirasi).

6. Biarkan tutup tabung terbuka, inkubasi pellet dalam tabung selama 10 menit pada suhu ruang sampai sisa etanol menguap seluruhnya.

7. Tambahkan Buffer RF 200 μL dan Proteinase K 10 μL ke dalam tabung

berisi pellet, kemudian vortex.

8. Inkubasi tabung dalam waterbath pada suhu 550 C selama 15 menit, kemudian pada suhu 800 C selama 15 menit.

9. Sentrifuga dengan kecepatan 12.000 rpm selama 5 menit pada suhu ruang, kemudian supernatan dipindahkan ke tabung sentrifuga baru (RNAse-free). 10. Tambahkan Buffer RB 220 μL ke dalam tabung berisi supernatan tersebut,

kemudian vortex.

11.Tambahkan Ethanol 96-100% sebanyak 660 μL, kemudian vortex.

12. Pindahkan campuran tersebut sebanyak 700 μL ke dalam Spin Column CR3 (Spin Column CR3 dipasang di dalam tabung koleksi), sentrifuga selama 1 menit pada kecepatan 12.000 rpm, buang cairan yang ada dalam tabung koleksi, kemudian pasang kembali Spin Column CR3 ke dalam tabung koleksi.

13.Ulangi tahap 12, sampai semua campuran (buffer dan presipitat) dimasukkan ke dalam Spin Column, sentrifuga, buang cairan yang ada


(71)

dalam tabung koleksi, kemudian pasang kembali Spin Column CR3 ke dalam tabung koleksi.

14.Siapkan larutan kerja DNAse I dengan cara masukkan 10 μL larutan stok DNAse I ke dalam tabung RNAse-free centrifuge yang baru, kemudian

tambahkan 70 μL Buffer RDD, campurkan perlahan.

15. Masukkan 80 μL larutan kerja DNAse I ini ke bagian tengah Spin Column CR3, inkubasi pada suhu ruang selama 15 menit.

16.Tambahkan Buffer R→1 sebanyak 500 μL ke dalam Spin Column CR3, sentrifuga dengan kecepatan 12.000 rpm selama 1 menit, kemudian buang cairan yang ada di dalam tabung koleksi, dan pasang kembali Spin Column CR3 ke dalam tabung koleksi.

17.Tambahkan Buffer RW sebanyak 500 μL ke dalam Spin Column CR3, inkubasi dahulu selama 2 menit pada suhu ruang, kemudian sentrifuga selama 1 menit pada kecepatan 12.000 rpm.

18.Buang cairan di dalam tabung koleksi, dan pasang Spin Column CR3 ke dalam tabung koleksi.

19.Ulangi tahap 17-18.

20.Sentrifuga selama 2 menit pada kecepatan 12.000 rpm pada suhu ruang, kemudian buang cairan di dalam tabung koleksi. Biarkan tutup tabung terbuka, dan tempatkan Spin Column CR3 pada suhu ruang selama


(1)

99

Correlations

Diagnosa

miR-21

Spearman's

rho

Diagnosa Correlation Coefficient

1,000

,072

Sig, (1-tailed)

,

,287

N

64

64

miR-21

Correlation Coefficient

,072

1,000

Sig, (1-tailed)

,287

,


(2)

No.

Sampel No.PA Kode PA

No.

RM Tgl. Nama

Usia

(thn) Diagnosa

Konsentrasi RNA (ng/µL)

Nilai Cq miR-21 UniSp6

3. 878 O/878/14 581937 06-02-14 J 30 IDC Grade I 5,19 26,67 22,47

9. 1713 O/1713/14 591677 25-03-14 S 54 IDC Grade I 10,8 28,23 20,85 11. 5676 O/5676/13 573895 03-10-13 R 45 IDC Grade I 54,7 17,38 18,85

20. 7454 O/7454/13 571248 31-12-13 S 54 IDC Grade I 5,19 29 21,03

26. 1661 O/1661/14 578475 22-03-14 K 38 IDC Grade I 22,4 25,07 18,24 33. 6610 O/6610/13 568334 19-11-13 L 54 IDC Grade I 24,8 19,45 21,58 34. 5329 O/5329/13 572473 13-09-14 S S 54 IDC Grade I 45,5 21,05 23,05

35. 470 O/470/14 577297 24-01-14 N 54 IDC Grade I 10,8 24,08 22,1

37. 2313 O/2313/14 591187 24-04-14 R S 38 IDC Grade I 10,4 20,86 24,19 39. 6396 O/6396/13 571306 09-11-13 L S 58 IDC Grade I 24 19,97 23,83 42. 6647 O/6647/13 558971 20-11-13 W 56 IDC Grade I 45,9 23,64 22,68 43. 5679 O/5679/13 567294 03-10-13 S W 44 IDC Grade I 24 22,99 24,13 47. 4855 O/4855/13 560014 23-08-13 H 58 IDC Grade I 5,19 24,08 24,6 58. 5575 O/5575/13 562787 27-09-13 S 78 IDC Grade I 15,6 31,42 23,17 59. 3633 O/3633/13 562480 19-06-13 H 46 IDC Grade I 4,39 33,51 22,58


(3)

101

No.

Sampel No.PA Kode PA No. RM Tgl. Nama

Usia

(thn) Diagnosa

Konsentrasi RNA (ng/µL)

Nilai Cq miR-21 UniSp6

1 1917 O/1917/14 587146 04-04-14 Y 44 IDC Grade II 16,8 21 21,04

2. 3618 O/3618/13 550891 18-06-13 E 39 IDC Grade II 80,2 24,76 22,16 4. 3666 O/3666/13 548815 20-06-13 D 41 IDC Grade II 41,5 21,24 21,46 5. 1486 O/1486/14 576494 13-03-14 R S 46 IDC Grade II 63,1 20,13 20,09 6. 5843 O/5843/13 532919 11-10-13 G S 47 IDC Grade II 50,3 20,23 21,91 7. 1287 O/1287/14 575426 05-03-14 S 55 IDC Grade II 14,4 21,55 21,15 8. 6207 O/6207/13 579382 03-10-13 S S 53 IDC Grade II 20,4 23,5 21,12 10. 2413 O/2413/14 557619 30-04-14 P H 44 IDC Grade II 4,79 26,97 20,32 13. 2274 O/2274/14 559930 24-04-14 T M P 43 IDC Grade II 5,59 27,69 20,58 14. 6109 O/6109/13 569353 24-10-13 I Br. T 58 IDC Grade II 21,6 20,86 18,87 16. 3456 O/3456/13 554428 11-06-13 D N 45 IDC Grade II 12,4 26,82 22,7 17. 6480 O/6480/13 579388 13-11-13 N 63 IDC Grade II 5,19 28,83 23,95 18. 6741 O/6741/13 573602 25-11-13 S 48 IDC Grade II 15,2 23,14 21,95 21. 4126 O/4126/13 486764 12-07-13 E 49 IDC Grade II 6,78 26,25 22,69 23. 6949 O/6949/13 416947 03-12-13 K 49 IDC Grade II 34,7 24,84 25,23


(4)

24. 644 O/644/14 578514 10-02-14 R S M 34 IDC Grade II 5,19 21,8 21,14 25. 7251 O/7251/13 554508 19-12-13 S Br. T 43 IDC Grade II 24 21,37 20,52 27. 4030 O/4030/13 549733 06-07-13 S 40 IDC Grade II 5,19 29,63 22,42 28. 2445 O/2445/14 592106 30-04-14 R G 58 IDC Grade II 5,19 29,04 22,04 36. 1462 O/1462/14 585837 13-03-14 E S 45 IDC Grade II 8,38 18,94 23,9 40. 3665 O/3665/13 534760 20-06-13 W 42 IDC Grade II 6,38 23,3 23,46 44. 3823 O/3823/13 553041 27-06-13 K 48 IDC Grade II 9,98 23,08 23,93

45. 737 O/737/14 568740 10-02-14 L 55 IDC Grade II 54,7 19,14 23,53

48. 1862 O/1862/14 587245 02-04-14 R S 44 IDC Grade II 17,2 26,62 23,14 49. 4412 O/4412/13 563573 24-07-13 H 72 IDC Grade II 10,8 33,06 25,12 50. 738 O/738/14 582125 10-02-14 T T 46 IDC Grade II 4,39 33,32 25,46 51. 2205 O/2205/14 594223 22-04-14 F 36 IDC Grade II 8,38 30,78 24,16 52. 1464 O/1464/14 484644 13-03-14 S K S 59 IDC Grade II 15,2 29,67 24,51 53. 6070 O/6070/13 570501 20-10-13 N 49 IDC Grade II 164 22,18 22,81 54. 6179 O/6179/13 571012 29-10-13 B L 35 IDC Grade II 9,18 28,25 24,29


(5)

103

56. 875 O/875/14 578253 06-02-14 L S 56 IDC Grade II 5,59 33,26 26,89 57. 1845 O/1845/14 595656 01-04-14 S 47 IDC Grade II 8,38 33,37 28,15 60. 6536 O/6536/13 561284 14-11-13 K 51 IDC Grade II 106 29,27 23,06 61. 2096 O/2096/14 589169 15-04-14 B R 31 IDC Grade II 52,3 23,84 23,58 62. 5971 O/5971/13 561188 19-10-13 L T 42 IDC Grade II 17,2 28,4 22,8 63. 6288 O/6288/13 572149 02-11-13 N 49 IDC Grade II 10,4 28,57 24,3 64. 2274 O/2274/14 559930 24-04-14 T M 43 IDC Grade II 16 30,66 22,83


(6)

No.

Sampel No.PA Kode PA No. RM Tgl. Nama

Usia

(thn) Diagnosa

Konsentrasi RNA (ng/µL)

Nilai Cq miR-21 UniSp6 12. 2122 O/2122/14 589620 16-04-14 M 60 IDC Grade III 49,9 27,91 23,94 15. 7344 O/7344/13 578492 24-12-13 S N 36 IDC Grade III 5,19 25,31 23 19. 1419 O/1419/14 583471 12-03-14 R Br. P 54 IDC Grade III 83 33,66 34,27 22. 1885 O/1885/14 590777 03-04-14 N 56 IDC Grade III 84,6 21,09 21,12 29. 1916 O/1916/14 584724 04-04-14 V 55 IDC Grade III 25,5 22,32 21,13 30. 7034 O/7034/13 574473 10-12-13 N A 59 IDC Grade III 24,8 26,86 23,68 31. 6882 O/6882/13 576805 03-12-13 N 60 IDC Grade III 13,2 20,39 22,42 32. 1011 O/1011/14 573699 06-02-14 R 62 IDC Grade III 5,98 25,69 22,05

38. 756 O/756/14 573511 06-02-14 K 63 IDC Grade III 5,19 28,31 26,27

41. 6457 O/6457/13 558764 12-11-13 M E 46 IDC Grade III 19,2 20,83 25,67 46. 2337 O/2337/14 588733 24-04-14 M C 52 IDC Grade III 7,58 25,48 23,3