Hubungan Dukungan Suami Dengan Kala I Persalinan Spontan Pada Ibu Primigravida di Klinik Bersalin Swasta Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Tinggi Kota Binjai Tahun 2014

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persalinan
2.1.1

Pengertian Persalinan
Persalinan normal merupakan proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan

plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan
lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan/kekuatan sendiri.
Persalinan merupakan hubungan saling mempengaruhi antara dorongan psikologi dan
fisiologis dalam diri wanita dengan pengaruh dorongan pada proses kelahiran bayi.
Faktor yang mempengaruhi cepat atau lambatnya persalinan adalah power, passage,
passanger, psikologi ibu dan penolong persalinan (Suyati, 2011).
Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis yang normal.
Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial yang dinantikan oleh ibu dan
keluarga selama 9 bulan. Ketika persalinan dimulai peranan ibu adalah melahirkan
bayinya. Peran petugas kesehatan adalah memantau persalinan untuk mendeteksi dini
adanya komplikasi, disamping itu keluarga juga memberikan bantuan dan dukungan
pada ibu bersalin (Saifuddin, 2009).

Secara fisiologi, ketika usia kehamilan sudah cukup matur, timbul
serangkaian gejala yang menandakan dimulainya persalinan menurut Sumarah (2009)
sebab-sebab

mulainya

persalinan

belum

diketahui

denganpasti

sehingga

menimbulkan beberapa teori yang berkaitan dengan mulai timbulnya his. Teori-teori

Universitas Sumatera Utara


tersebut saling berhubungan sehingga menghasilkan kontraksi uterus yang sangat
kuat, teratur, ritmik yang berakhier dengan lahirnya janin dan plasenta. Teori-teori
yang dimaksud adalah:
1.

Peregangan otot uterus, dengan bertambahnya usia kehamilan, kapasitas uterus
bertambah dan otot‐otot dinding uterus semakin tegang. Kondisi ini
menyebabkan perangsangan mekanik berupa kontraksi uterus.

2.

Tekanan pada serviks. Kondisi tersebut merangsang pelepasan oksitosin dan
menyebabkan kontraksi uterus.

3.

Stimulasi oksitosin. Pada akhir kehamilan kadar oksitosin meningkat dan otototot uterus sangat peka terhadap pengaruh oksitosin. Oksitosin bekerjasama
dengan prostaglandin untuk menimbulkan kontraksi.

4.


Perubahan rasio antara hormon estrogen dan progesteron berangsur‐angsur
menurun pada akhir kehamilan dibandingkan dengan kadar estrogen, hal ini
merangsang kontraksi uterus.

5.

Usia plasenta. Dengan tuanya kehamilan maka usia plasenta menjadi tua. Proses
tersebut menyebabkan vili khorialis mengalami perubahan‐perubahan sehingga
kadar progesteron dan estrogen menurun. Hal ini merangsang kontraksi uterus.

6.

Peningkatan

kadar

kortisol

janin.


Hal

ini

menyebabkan

menurunnya

pembentukan progesteron dan meningkatnya prostaglandin yang merangsang
timbulnya kontraksi uterus.

Universitas Sumatera Utara

7.

Selaput janin memproduksi prostaglandin. Kondisi tersebut merangsang
kontraksi uterus.

2.1.2


Faktor yang Memengaruhi Persalinan
Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan menjadi cepat atau lambat yaitu

power (his, kontraksi otot dinding perut, kontraksi diagfragma pelvis atau kekuatan
mengejan, ketegangan dan kontraksi ligamentum retundum), passanger (janin dan
plasenta), passage (jalan lahir lunak dan jalan lahir tulang), psikis ibu dan penolong
persalinan. (Rukiyah dkk, 2011 ; Yanti, 2009).
1.

Power (Tenaga)
Power adalah kekuatan yang mendorong janin keluar. Kekuatan yang

mendorong janin keluar dalam persalinan ialah : his, kontraksi otot-otot perut,
kontraksi diafragma dan aksi ligament, dengan kerjasama yang baik dan sempurna.
Power (kekuatan) yang dibutuhkan dalam proses kelahiran bayi terdiri dari 2 tenaga
yaitu tenaga primer dan skunder. Tenaga primer berasal dari kekuatan kontraksi
uterus (his) yang berlangsung sejak mulai persalinan sampai pembukaan lengkap.
Tenaga skunder adalah kekuatan mengedan ibu yang dibutuhkan setelah pembukaan
lengkap (Yanti, 2009).

His adalah kontraksi uterus karena otot-otot polos rahim bekerja dengan baik
dan sempurna dengan sifat-sifat: kontraksi simetris, fundus dominant, kemudian
diikuti relaksasi. Pada saat kontraksi otot-otot rahim menguncup sehingga menjadi
tebaldan lebih pendek. kavum uteri menjadi lebih kecil mendorong janin dan kantong
amnion kearah bawah rahim dan serviks.

Universitas Sumatera Utara

Mengejan merupakan sebuah reflex, dorongan, instingtif yang disebabkan
oleh tekanan kepala bayi pada dasar panggul dan dubur. Mengejan tidak akan terasa
sakit dan dan tidak akan melukai bayi tetapi memerlukan tenaga yang cukup kuat
(Stoppart M, 2013). Setelah serviks terbuka lengkap kekuatan yang sangat penting
pada ekspulsi janin adalah yang sangat dihasilkan oleh peningkatan intra-abdomen
yang diciptakan oleh kontraksi otot-otot abdomen. Dalam bahasa obstetric biasanya
ini disebut mengejan. Sifat kekuatan yang dihasilkan mirip seperti yang terjadi pada
saat buang air besar, tetapi biasanya intensitasnya jauh lebih besar (Rukiyah dkk,
2011)
2. Passanger (Janin)
Faktor lain yang berpengaruh terhadap persalinan adalah faktor janin, yang
meliputi sikap janin, letak janin, bagian terbawah, dan posisi janin. Sikap (Habitus) ;

sikap janin menunjukan hubungan bagian-bagian janin dengan sumbu janin, biasanya
terhadap tulang punggungnya. Janin umumnya dalam sikap fleksi dimana kepala,
tulang punggung, dan kaki dalam keadaan fleksi, lengan bersilang didada.
3. Passage (Jalan Lahir)
Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang padat, dasar panggul,
vagina dan introitus vagina (lubang luar vagina). Meskipun jaringan lunak,
khususnya lapisan-lapisan otot dasar panggul ikut menunjang keluarnya bayi, tetapi
panggul ibu jauh lebih berperan dalam proses persalinan. Janin harus berhasil
menyesuaikan dirinya terhadap jalan lahir yang relative kaku. Oleh karena itu ukuran

Universitas Sumatera Utara

dan bentuk panggul harus ditentukan sebelum persalinan dimulai. (Sumarah dkk,
2009).
Dua sampai tiga minggu sebelum permulaan persalinan, segmen bawah dari
uterus akan mereggang dan membiarkan janin turun lebih jauh kebawah, kepala
tersebut bisa saja turun dan mengunci (engaged). Fundus tidak lagi mendesak paruparu, pernafasan menjadi lega. Jantung dan paru dapat berfungsi lebih baik dan
wanita tersebut mengalami kelegaan yang dikenal dengan sebutan peringanan.
Sympisis pubis akan melebar dan dasar panggul menjadi rilex dan melembut, yang
memungkinkan uterus turun lebih jauh kedalam panggul. Sebelum peringanan,

fundus mendesak diafragma, segmen uterus bagian bawah tidak lembek dan belum
meregang untuk menampung kepala janin yang oleh karenanya tetap tinggi.
Pada primigravida, otot-otot abdominal berada dalam tonus yang baik,
sehingga dapat memegang uterus dalam posisi tegak serta membantu dalam
penguncian kepala janin, pada wanita otot-otot abdomen akan menjadi sedikit lebih
berayun sehingga kepala janin mungkin tidak akan mengunci. Berjalan menjadi
sedikit sulit oleh karena sympisis pubis lebih mobile dan relaksasi dari sendi sakroiliaka dapat menimbulkan rasa sakit dipunggung. Tekanan pada fundus akan
berakibat pada peningkatan tekanan didalam panggul, yang bisa dijelaskan dengan
adanya kepala janin, kongesti pembuluh vena diseluruh daerah tersebut serta relaksasi
sendi-sendi panggul. Sekresi vagina juga paling banyak pada priode ini (Bobak,
2000; Pilliteri, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Selama priode pra-persalinan ibu primigravida perasaan kaku, canggung dan
letih. Perubahan mood (keadaan jiwa) merupakan peristiwa biasa yang dialami oleh
ibu, rasa cemas yang dialami ibu meningkatkan produksi adrenalin yang akan
menghambat kegiatan uterus dan bisa pada gilirannya memperlama persalinan. Sikap
bidan, nasehat dan bimbingan yang diberikan selama kehamilan akan memengaruhi
kemajuan persalinan.

4.

Psikis Ibu Bersalin
Persiapan psikologis sangat penting dalam menjalani persalinan. Semakin

seorang ibu siap dan memahami proses persalinan adalah sesuatu hal normal dan
biasa dijalani oleh setiap wanita maka ibu akan dengan mudah bekerjasama dengan
petugas kesehatan yang membantu proses persalinannya. Satu hal yang perlu diingat
dalam proses persalinan normal, dimana aktor utama dalam proses ini adalah ibu
dengan segala perjuangan dan daya upayanya. Ibu harus meyakini bahwa ia mampu
menjalani proses persalinan ini dengan lancar, karena jika ibu sudah mempunyai
keyakinan positif maka semangat ini akan menjadi kekuatan yang besar saat ibu
berjuang mengeluarkan bayi. Sebaliknya apabila ibu diawal sudah nglokro (tidak
semangat) akan membuat proses persalinan menjadi sulit (Nisman, 2011).
Persalinan dan kelahiran merupakan proses fisiologis yang menyertai
kehidupan hampir setiap wanita. Walaupun prosesnya fisiologis, tetapi pada
umumnya menakutkan karena disertai rasa nyeri yang hebat, bahkan terkadang
menimbulkan kondisi fisik dan mental yang mengancam jiwa. Nyeri adalah suatu
fenomena subjektif, sehingga keluhan nyeri-persalinan setiap wanita tidak akan sama,


Universitas Sumatera Utara

bahkan pada wanita yang samapun, nyeri persalinan saat ini tidak akan sama dengan
nyeri persalinan yang lalu (Schats, 1986 dalam Yanti, 2009).
5.

Penolong Persalinan
Penolong persalinan adalah petugas kesehatan yang mempunyai legalitas

dalam menolong persalinan atara lain dokter, bidan serta mempunyai kompetensi
dalam menolong persalinan, menagani kegawatdaruratan, serta melakukan rujukan
jika diperlukan. Penolong persalinan selalu menerapkan upaya pencegahan infeksi
yang dianjurkan termasuk diantaranya cuci tangan, memakai sarung tangan dan
perlengkapan pelindung pribadi serta pendokumentasian alat bekas pakai (Rukiyah
dkk, 2011).
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya kematian ibu adalah
kemampuan dan ketrampilan penolong persalinan. Tahun 2006, cakupan persalinan
oleh tenaga kesehatan di Indonesia masih sekitar 76% artinya masih banyak
pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun bayi dengan cara tradisional yang
dapat membahayakan keselamatan ibu dan bayinya (Nisman, 2011).

2.1.3 Tahapan Persalinan
Proses persalinan terdiri dari 4 kala, yaitu kala I disebut kala pembukaan, kala
II disebut juga kala pengeluaran, kala III diasebut kala uri dan kala IV dimulai
setelah lahirnya plasenta sampai 2 jam berikutnya (Prawirohardjo, 2010).
1.

Kala I (Fase Pematangan atau Pembukaan Serviks)
Fase ini dimulai pada waktu serviks membuka karena his, yaitu kontraksi

uterus yang teratur, makin lama makin kuat, makin sering, makin terasa nyeri, disertai

Universitas Sumatera Utara

pengeluaran darah bercampur lendir yang tidak lebih banyak daripada darah haid.
Mekanisme membukanya serviks berbeda antara primigravida dan multigravida.
Pada primigravida, ostium uteri internum akan membuka lebih dahulu
sehingga serviks akan mendatar dan menipis kemudian ostium uteri eksternum
membuka. Pada multigravida, ostium uteri internum dan eksternum sudah sedikit
terbuka. Penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat yang sama pada
pembukaan. Ketuban akan pecah sendiri ataupun harus dipecahkan ketika pembukaan
hampir lengkap atau telah lengkap, bila ketuban pecah sebelum mencapai pembukaan
5 cm disebut ketuban pecah dini. Kala I selesai apabila pembukaan serviks uteri
lengkap, yang pada primigravida berlangsung selama kurang lebih 13 jam sedangkan
pada multigravida kurang lebih 7 jam (Prawirohardjo, 2010).
Menurut Hamilton, (1995) Tanda-tanda kelahiran sudah dekat adalah
kontraksi lebih sering dan lebih lama, keluaran yang mengandung darah dari vagina
meningkat, membran amnion pecah, nafas lebih cepat, mual dan muntah, perineum
menonjol, anus terbuka, keringat mengalir deras, sakit pinggang meningkat, tekanan
pada rectum, abdomen sakit bila disentuh dan adanya keinginan mengejan yang tidak
terkontrol. Keadaan seperti ini menandakan bahwa fase pematangan sudah selesai.
Pada kala I terdapat dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif. Fase laten
berlangsung sekitar 8 jam yang dimulai dari pembukaan 0 sampai mencapai 3 cm.
Fase aktif berlangsung sekitar 6 jam yang dimulai dari pembukaan 3 cm sampai
lengkap (+10 cm). Fase aktif terbagi atas fase akselerasi yang berlangsung sekitar 2
jam dimulai dari pembukaan 3 cm sampai 4 cm. Fase dilatasi maksimal berlangsung

Universitas Sumatera Utara

sekitar 2 jam dimulai dari pembukaan 4 cm sampai 9 cm. Fase deselerasi berlangsung
sekitar 2 jam dimulai dari pembukaan 9 cm sampai lengkap yaitu +10 cm
(Prawirohardjo, 2010).
Peristiwa penting pada kala I yaitu keluarnya lendir atau darah (bloody show)
karena terlepasnya sumbat mucus (mucous plug) yang selama kehamilan menumpuk
di kanalis servikalis, akibat terbukanya kapiler serviks, dan pergeseran antara selaput
ketuban dengan dinding dalam uterus. Ostium uteri internum dan eksternum terbuka
sehingga serviks menipis dan mendatar, selaput ketuban pecah spontan.
Untuk mengurangi persalinan abnormal dengan segala akibat buruknya, sejak
tahun 1970 dipergunakan partograf. Partograf adalah catatan grafik kemajuan
persalinan untuk memantau keadaan ibu dan janin, yang menjadi petunjuk untuk
melakukan tindakan bedah kebidanan dan menemukan DKP (Disproporsi Kepala
Panggul) jauh sebelum persalinan menjadi macet. Kegunaan partograf adalah untuk
mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan, mendeteksi apakah proses
persalinan berjalan secara normal. Hal ini merupakan bagian terpenting dari proses
pengambilan keputusan klinik persalinan kala I.(Sumarah, 2009).
Koesoemapradja (1993) melaporkan bahwa partograf telah dipakai dibanyak
negara, termasuk Indonesia, oleh karena sangat efektif, tidak mahal, mudah, terbukti
efektif dalam mencegah terjadinya persalinan lama, menurunkan tindakan bedah
kebidanan dan menurunkan kematian perinatal.

Universitas Sumatera Utara

2.

Kala II (Fase Pengeluaran Bayi)
Kala II dimulai pada saat pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir pada

saat bayi telah lahir lengkap. Pada fase ini, his menjadi lebih kuat, lebih sering dan
sangat kuat. Selaput ketuban mungkin juga baru pecah spontan pada awal kala II.
Peristiwa penting pada kala II persalinan yaitu, bagian terbawah janin (kepala)
turun sampai dasar panggul. Ibu merasa reflex ingin mengejan yang semakin berat.
Perineum meregang dan anus membuka (hemoroid fisiologis). Kepala dilahirkan
terlebih dahulu dengan sub oksiput di bawah simfisis (simfisis pubis sebagai sumbu
putar), selanjutnya dilahirkan badan dan anggota badan. Kemungkinan diperlukan
pemotongan jaringan perineum untuk memperbesar jalan lahir (episiotomy). Lama
kala II pada ibu primigravida kurang lebih 1,5 jam.
3.

Kala III (Fase Pengeluaran Plasenta)
Dimulai pada saat bayi telah lahir lengkap dan berakhir dengan lahirnya

plasenta. Kelahiran plasenta adalah lepasnya plasenta dari insersi pada dinding uterus,
serta pengeluaran plasenta dari cavum uteri.
Pelepasan plasenta terjadi karena perlekatan di dinding uterus bersifat adhesi,
sehingga pada saat kontraksi mudah lepas dan berdarah. Pada keadaan normal,
kontraksi uterus bertambah keras, fundus setinggi sekitar di atas pusat. Plasenta lepas
spontan kurang lebih 5 sampai 15 menit setelah bayi lahir.
4.

Kala IV (Fase Observasi Pasca Persalinan)
Sampai dengan satu jam post partum dilakukan observasi. Tujuh pokok

penting yang harus diperhatikan pada kala 4 adalah Kontraksi uterus harus baik,

Universitas Sumatera Utara

Tidak ada perdarahan pervaginam atau dari alat genital lain, Plasenta dan selaput
ketuban harus sudah lahir lengkap, Kandung kemih harus kosong, Luka-luka di
perineum harus dirawat dan tidak ada hematom, Resume keadaan bayi dan Resume
keadaan ibu.
2.1.4 Perubahan Fisik dan Psikologi pada Persalinan
1.

Perubahan Fisik
Perubahan fisik pada ibu hamil meliputi perubahan sistem reproduksi,

perubahan tekanan darah, perubahan metabolisme, perubahan suhu, perubahan
jantung, pernafasan, ginjal, saluran cerna dan hematologi.
Selama persalinan metabolisme karbohidrat meningkat dengan dengan
kecepatan tetap. Peningkatan ini terutama disebabkan oleh aktifitas otot. Peningkatan
aktifitas metabolik terlihat dari peningkatan suhu tubuh, denyut nadi, pernafasan,
denyut jantung dan cairan yang hilang. Perubahan suhu sedikit meningkat selama
persalinan dan tertinggi selama dan segera setelah persalinan. Perubahan suhu
dianggap normal bila peningkatan suhu yang tidak lebih dari 0,5-10c yang
mencerminkan peningkatan metabolisme selama persalinan.
2.

Perubahan Psikologi
Pada ibu hamil terjadi perubahan fisik maupun psikologis. Begitu juga pada

ibu bersalin, perubahan psikologis pada ibu bersalin wajar terjadi pada setiap orang,
namun ia memerlukan bimbingan dari keluarga dan penolong persalinan agar ia dapat
menerima keadaan yang terjadi selama persalinan dan dapat memahaminya sehingga
ia dapat beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya. Perubahan

Universitas Sumatera Utara

psikologis selama persalinan perlu diketahui oleh penolong persalinan dalam
melaksanakan tugasnya sebagai penolong persalinan.
Beberapa keadaan dapat terjadi pada ibu dalam proses persalinan, terutama
bagi ibu yang pertama kali melahirkan. Perubahan-perubahan yang dimaksud adalah
perasaan tidak enak, rasa takut dan ragu-ragu pada persalinan yang akan dihadapi,
dalam menghadapi persalinannya ibu sering memikirkan apakah persalinannya akan
berjalan dengan normal, menganggap persalinannya sebagai cobaan dan apakah
penolong persalinan dapat sabar serta bijaksana dalam menolongnya, apakah bayinya
normal atau tidak, apakah ia sanggup merawat bayinya, hal ini sering menyebabkan
perasaan cemas pada ibu dalam menghadapi persalinan (Sumarah dkk, 2009).
Banyak juga wanita merasakan kegembiraan disaat merasakan kesakitan
pertama menjelang kelahiran bayinya. Perasaan positif ini berupa kelegaan hati,
seolah-olah pada saat itulah benar-benar terjadi sesuatu realitas kewanitaan sejati
yaitu munculnya rasa bangga melahirkan anaknya yang pertama. Ada juga wanita
yang merasa takut dan khawatir jika berada pada lingkungan yang baru/asing
misalnya rumah sakit atau klinik bersalin, diberi obat dan tidak mempunyai otonomi
sendiri serta kehilangan identitas dan kurang perhatian. Sehingga sebagian wanita
menganggap persalinan lebih tidak realistis dan mereka merasa gagal serta kecewa.
2.1.5

Kebutuhan Dasar pada Ibu Bersalin
Salah satu kebutuhan dasar pada ibu bersalin adalah dukungan fisik dan

psikologis. Dukungan fisik dan psikologis tersebut dapat diberikan oleh orang-orang
terdekat ibu misalnya suami/keluarga. Dukungan suami/keluarga merupakan suatu

Universitas Sumatera Utara

bentuk perwujudan dari sikap perhatian dan kasih sayang. Pada ibu yang akan
memasuki masa persalinan sering muncul perasaan takut, khawatir, ataupun cemas
terutama pada ibu primipara. Perasaan takut dapat meningkatkan nyeri, otot-otot
menjadi tegang dan ibu menjadi cepat lelah yang pada akhirnya akan menghambat
proses persalinan (Yanti, 2009).
Menurut Sumarah dkk, (2009) Kebutuhan ibu selama persalinan meliputi
kebutuhan dasar manusia menurut Maslow yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa
aman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri serta kebutuhan
aktualisasi diri. Kebutuhan fisiologis meliputi kebutuhan akan oksigen, makanan dan
minuman, istirahat selama tidak ada his, kebersihan badan terutama genetalia, buang
air kecil dan buang air besar, pertolongan persalinan sesuai standart serta penjahitan
perineum bila diperlukan. Kebutuhan rasa aman meliputi memilih tempat dan
penolong persalinan, mendapatkan informasi tentang proses persalinan atau tindakan
yang akan dilakukan, menentukan posisi tidur yang dikehendaki ibu, didampingi oleh
keluarga, pemantauan selama persalinan dan intervensi yang diperlukan. Kebutuhan
dicintai dan mencintai meliputi pendampingan oleh suami/keluarga, kontak fisik
(sentuhan ringan), massase untuk mengurangi rasa sakit, berbicara dengan suara yang
lembut dan sopan.
Kebutuhan aktualisasi diri meliputi memilih tempat dan penolong persalinan
sesuai keinginan ibu, memilih pendamping selama persalinan, bounding attachman
serta ucapan selamat atas kelahiran bayinya.

Universitas Sumatera Utara

Kebutuhan harga diri meliputi merawat bayi sendiri dan menyusuinya,
memperhatikan privasi ibu, pelayanan yang bersifat empati dan simpati, mendapat
informasi bila akan dilakukan tindakan, memberikan pujian terhadap tindakan positif
yang dilakukan ibu.
Menurut Eniyati dan Putri M (2012), kebutuhan dasar ibu pada saat persalinan
adalah meliputi kebutuhan fisik, kehadiran pendamping dan pain relief. Kebutuhan
fisik meliputi menjaga kebersihan diri (menganjurkan ibu tetap menjaga kebersihan
tubuh terutama pada area kemaluan), relaksasi dengan berendam (untuk mengurangi
rasa nyeri persalinan pada kala I dapat dilakukan dengan berendam pada air hangat),
nutrisi dan cairan (terpenuhinya kebutuhan nutrisi dan cairan dapat menunjang faktor
penting dalam persalinan yaitu kekuatan ibu mengejan saat proses pengeluaran janin),
oksigen (oksigen yang cukup merupakan hal utama bagi kelangsungan hidup janin
kekurangan oksigen selama proses persalinan dapat mengakibatkan aspiksia pada
bayi), eliminasi (kebutuhan eliminasi BAK dan BAB dalam masa persalinan
berkaitan dengan kemajuan persalinan, kandung kemih yang penuh akan mengurangi
kekuatan kontraksi dan menghambat penurunan kepala).
Kehadiran seorang pendamping kehadiran seorang pendamping memberikan
rasa nyaman pada ibu dalam masa persalinan. Dengan adanya seseorang yang
mendampingi ibu, maka ibu akan lebih percaya diri untuk bertanya atau meminta
secara langsung atau melalui pendamping tersebut. Dukungan yang diberikan
pendamping ibu dalam persalinan dapat berupa mengelus punggung ibu, memegang
tangan, mempertahankan kontak mata, mengusap keringat, menemani jalan-jalan,

Universitas Sumatera Utara

memijat punggung, menciptakan suasana kekeluargaan, menyuapi makan, atau
mengucapkan kata-kata yang menunjukan kepedulian untuk membesarkan hati ibu.
Kehadiran seorang pendamping dapat memberikan rasa nyaman, aman, semangat
serta dukungan emosional yang dapat membesarkan hati ibu.
Pain relief merupakan segala bentuk tindakan yang dilakukan sebagai upaya
untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri yang dirasakan ibu selama menjalani proses
persalinan tindakan yang dilakukan diantaranya menghadirkan seseorang untuk
mendukung persalinan, mengatur posisi persalinan relaksasi dan latihan pernafasan,
istirahat dan privasi, informasi mengenai kemajuan persalinan dan sentuhan.

2.2 Kecemasan
2.2.1

Pengertian Kecemasan
Cemas adalah keadaan dimana seseorang mengalami perasaan gelisah atau

cemas dan aktivitas saraf otonom dalam berespon terhadap ancaman tak jelas, tak
spesifik, namun dapat dilihat secara tidak langsung melalui tindakan individu tersebut
(Stuard & Sundden, 1998).
Kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan adanya bahaya yang
mengancam, berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya dan
memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Keadaan
emosi ini tidak mengalami obyek yang spesifik (Kaplan, 1997, Stuart and Sundden,
1998).

Universitas Sumatera Utara

Kecemasan adalah gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai dengan
perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak
mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA, masih
baik), kepribadian masih tetap utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian/ splitting
of personality), perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal
(Hawari, 2011).
Atkinson, (1999) membagi teori kecemasan menjadi tiga yaitu:
1.

Kecemasan sebagai konflik yang tidak disadari ; Freud pakar psikologi pertama
yang memfokuskan diri pada makna kecemasan meyakini bahwa kecemasan
neuritis merupakan akibat dari konflik yang tidak disadari antara impuls id
(terutama seksual dan agresif) dengan kendala yang ditetapkan oleh ego dan
super ego. Impuls-impuls id menimbulkan ancaman bagi individu karena
bertentangan dengan nilai pribadi atau nilai sosial.

2.

Kecemasan sebagai respon yang dipelajari ; Teori belajar sosial tidak
memfokuskan diri pada konflik internal tetapi pada cara-cara dimana kecemasan
diasosiasikan dengan situasi tertentu

3.

melalui proses belajar.

Kecemasan sebagai akibat kurangnya kendali ; Pendekatan yang ketiga
menyatakan bahwa orang mengalami kecemasan bila menghadapi situasi yang
tampak berada di luar kendali mereka. Menurut teori psikoanalisis, misalnya,
kecemasan timbul bila ego menghadapi ancaman impuls yang tidak dapat
dikendalikan. Menurut teori belajar sosial, orang menjadi cemas bila dihadapkan

Universitas Sumatera Utara

pada stimulus yang menyakitkan, yang hanya dapat mereka kendalikan melalui
penghindaran.
Stuart and Sudden, 1998 mengemukakan aspek-aspek kecemasan yang
dikemukakan dalam tiga reaksi, yaitu
1. Reaksi emosional ; komponen kecemasan yang berkaitan dengan persepsi
individu terhadap pengaruh psikologis dari kecemasan, seperti perasaan
keprihatinan, ketegangan, sedih, mencela diri sendiri atau orang lain.
2.

Reaksi kognitif ; ketakutan dan kekhawatiran yang berpengaruh terhadap
kemampuan berfikir jernih sehingga mengganggu dalam memecahkan masalah
dan mengatasi tuntutan lingkungan sekitarnya.

3.

Reaksi fisiologis ; reaksi yang ditampilkan oleh tubuh terhadap sumber ketakutan
dan

kekhawatiran.

Reaksi

ini

berkaitan

dengan

sistem

syaraf

yang

mengendalikan otot dan kalenjar tubuh hingga timbul reaksi dalam bentuk
jantung berdetak lebih keras, nafas bergerak lebih cepat, tekanan darah
meningkat.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah suatu perasaan
yang

subjektif

mengenai

ketegangan

mental

sebagai

reaksi

umum

dari

ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan
tersebut pada umumnya tidak menyenangkan sehingga menimbulkan perubahan
fisiologis yaitu gemetar, berkeringat, detak jantung meningkat dan perubahan
psikologis yang meliputi rasa panik, tegang, bingung, tidak bisa berkonsentrasi.

Universitas Sumatera Utara

2.2.2

Penyebab Terjadinya Kecemasan
Segala bentuk situasi yang mengancam kesejahteraan organisme dapat

menimbulkan kecemasan. Konflik dan bentuk frustasi lainnya merupakan salah satu
sumber kecemasan. Ancaman fisik, ancaman terhadap harga diri, dan tekanan untuk
melakukan sesuatu diluar kemampuan, juga menimbulkan kecemasan. Yang
dimaksud dengan kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai
dengan istilah-istilah seperti “kekhawatiran,” keprihatinan,” dan rasa takut,” yang
kadang-kadang kita alami dalam tingkat yang berbeda-beda (Atkinson, 1999).
Menurut Hawari, (2013) teori yang dikembangkan untuk menjelaskan
penyebab terjadinya kecemasan adalah teori psikoanalitik, teori interpersonal, teori
perilaku, teori keluarga dan teori biologi.
Teori Psikoanalitik ; Kecemasan merupakan konflik emosional, yang terjadi
antara dua elemen kepribadian yaitu “Id dan Super ego”. Id melambangkan dorongan
instink dan impuls primitif, super ego mencerminkan hati nurani seseorang dan
dikendalikan oleh norma–norma budaya seseorang. Sedangkan ego atau “aku”
digambarkan sebagai mediator dari tuntutan Id dan super ego. Kecemasan berfungsi
untuk memperingatkan ego tentang bahaya dan perlu diatasi.
Teori Interpersonal ; Kecemasan terjadi dari kekuatan atau penolakan
interpersonal. Hal ini dihubungkan dengan trauma pada masa pertumbuhan seperti
kehilangan atau perpisahan yang menyebabkan seseorang yang tidak berdaya.
Individu yang mempunyai harga diri rendah, biasanya sangat mudah untuk
mengalami kecemasan berat.

Universitas Sumatera Utara

Teori Perilaku ; Kecemasan merupakan hasil frustasi segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Para
ahli perilaku menganggap kecemasan merupakan suatu dorongan yang dipelajari
berdasarkan keinginan untuk menghindari rasa sakit. Pakar teori belajar meyakini,
individu yang pada awal kehidupan dihadapkan pada rasa takut yang berlebihan akan
menunjukkan kecemasan berat pada kehidupan dewasanya. Sementara para ahli teori
konflik mengatakan bahwa kecemasan sebagai benturan–benturan keinginan yang
bertentangan. Mereka percaya bahwa hubungan timbal balik antara konflik dan daya
kecemasan yang kemudian menimbulkan konflik.
Teori Keluarga ; Gangguan kecemasan dapat terjadi dan timbul secara nyata
dalam keluarga. Konflik yang terjadi dikeluarga dalam kehidupan sehari–hari dan
tidak mendapatkan suatu penyelesaian yang baik akan menyebabkan kecemasan yang
berkepanjanagan bagi anggota keluarganya. Keadaan cemas ini biasanya tumpang
tindih antara gangguan cemas dan gangguan depresi.
Teori Biologi ; Teori biologi menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor
spesifik untuk benzodiazepin. Reseptor ini mungkin dapat meregulasi cemas.
Penurunan fungsi reseptor terhadap benzodiazepin memungkinkan individu tidak
dapat meregulasi/mengurangi kecemasan yang terjadi.
Kecemasan yang terjadi akan direspon secara spesifik dan berbeda oleh setiap
individu. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain adalah Perkembangan
Kepribadian,

tingkat

maturasi,

tingkat

pengetahuan,

karakteristik

stimulus,

karakteristik individu, Atkinson, (1999).

Universitas Sumatera Utara

2.2.3. Gejala Kecemasan
Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami
gangguan kecemasan antara lain: khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya
sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut,
takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang, gangguan pola tidur, mimpimimpi yang menegangkan, gangguan konsentrasi dan daya ingat, keluhan-keluhan
somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging (tinitus),
berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan dan sakit
kepala (Hawari, 2013).
Sue dkk, (dalam Atkinson, 1999), menyebutkan bahwa manifestasi
kecemasan terwujud dalam empat hal berikut ini:
1. Manifestasi kognitif, yang terwujud dalam pikiran seseorang, seringkali
memikirkan tentang malapetaka atau kejadian buruk yang akan terjadi.
2. Perilaku motorik, kecemasan seseorang terwujud dalam gerakan tidak menentu
seperti gemetar.
3. Perubahan somatik, muncul dalam keadaaan mulut kering, tangan dan kaki
dingin, diare, sering kencing, ketegangan otot, peningkatan tekanan darah dan
lain-lain. Hampir semua penderita kecemasan menunjukkan peningkatan detak
jantung, respirasi, ketegangan otot dan tekanan darah.
4. Afektif, diwujudkan dalam perasaan gelisah, dan perasaan tegang yang berlebihan.

Universitas Sumatera Utara

2.2.4

Tingkat Kecemasan
Menurut

Stuart

dan

Sundden

(1998),

cemas

terdiri

dari

empat

tingkatan yaitu :
1.

Kecemasan ringan, ditandai dengan : Waspada, ketajaman pendengaran
bertambah, kesadaran meningkat, terangsang untuk melakukan tindakan,
termotivasi secara positif, sedikit mengalami peningkatan tanda–tanda vital,
mampu menghadapi situasi yang bermasalah, dapat memvalidasi secara
konsensual, ingin tahu, mengulang pertanyaan, kurang tidur.

2.

Kecemasan sedang ditandai dengan : Individu berfokus pada dirinya
(penyakitnya), menurunnya perhatian terhadap lingkungan, persepsi menyempit,
cukup kesulitan berkonsentrasi, membutuhkan usaha yang lebih, kesulitan
beradaptasi dan menganalisa perubahan suara/nada perasaan, denyut nadi
meningkat, tremor.

3.

Kecemasan berat, ditandai dengan : Perubahan pola pikir, ketidak selarasan
pikiran, tindakan dan perasaan, lapangan persepsi sangat menurun, fokus pada
masalah detail, tidak memperhatikan instruksi, sangat kebingungan, tidak mampu
berkonsentrasi, tidak mampu mengerti terhadap situasi yang dihadapi saat ini,
penurunan fungsi, kesulitan untuk mengerti dalam berkomunikasi, hiperventilasi,
denyut nadi meningkat, mual, pusing.

4.

Panik, ditandai dengan : Persepsi terhadap lingkungan mengalami distorsi,
ketidakmampuan memahami situasi, respon tidak dapat diduga dan aktivitas
motorik yang tidak menentu, tidak mampu belajar, tidak mampu menyimpan

Universitas Sumatera Utara

persepsi, tidak mampu mengintegrasikan pengalaman, tidak dapat berfokus pada
saat ini, tidak mampu melihat dan mengerti situasi, kehilangan untuk
mengungkapkan apa yang dipikirkan, terjadi penurunan fungsi, peningkatan
motorik dan respon terhadap stimulus minor, komunikasi tidak dapat dipahami,
dispnea, gemetar, palpitasi, parestesia, tersedak, berkeringat dingin.
2.2.5

Alat Ukur Kecemasan
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Zung Self – Rating

Anxiety Scale (ZSAS) dengan menggunakan kuesioner yang berisi daftar pernyataan
untuk mengukur tingkat kecemasan pada ibu primigravida menghadapi persalinan.
Instrumen ini terdiri dari 20 butir pernyataan. Responden memilih 1 dari 4 pilihan
jawaban yang ada pada kuesioner, dimana digunakan scoring atau nilai jawaban
sebagai berikut : SL (Selalu) diberi nilai 4; S (Sering) diberi nilai 3; K (Kadang)
diberi nilai 2; TP (Tidak Pernah) diberi nilai 1. Jawaban dikategorikan dalam tingkat
kecemasan sebagai berikut (Zung. W.W.K., 1979) :
Nilai 20 – 35 : Ringan,
Nilai 36 – 50 : Sedang
Nilai 51 – 65 : Berat
Nilai 66 – 80 : Panik

Universitas Sumatera Utara

2.2.6

Pengaruh Kecemasan terhadap Lama Persalinan
Kecemasan merupakan gangguan psikologis yang dapat mempengaruhi

kelancaran proses persalinan. Salah satu prinsip dasar asuhan sayang ibu adalah
dengan mengikut sertakan suami dan keluarga selama proses persalinan. Banyak hasil
penelitian yang menunjukan bahwa jika para ibu diperhatikan dan diberi dukungan
selama persalinan serta mengetahui dengan baik proses persalinan dan asuhan yang
akan mereka terima, maka mereka akan merasa aman dan proses persalinan dapat
berlangsung lebih cepat (Yanti, 2009).
Kecemasan pada ibu hamil dalam menghadapi proses persalinan juga
dipengaruhi oleh peranan individu yang mengaitkan dengan suatu kondisi kehilangan
atau kegagalan dan tidak berorientasi pada pemecahan masalah, tetapi berorientasi
pada emosional. Pada saat menghadapi proses persalinan ibu hamil mulai mengalami
hal-hal yang tidak menyenangkan (Kartono, 1992).
Kecemasan terhadap lamanya persalinan dikemukakan oleh Chapman (2006),
bahwa kecemasan yang dialami oleh ibu bersalin semakin lama akan semakin
meningkat seiring dengan semakin seringnya kontraksi muncul sehingga keadaan ini
akan membuat ibu semakin tidak kooperatif. Stress persalinan secara reflex
menyebabkan peningkatan kadar katekolamin ibu jauh diatas kadar yang ditemukan
pada wanita yang tidak hamil atau wanita hamil sebelum persalinan. Stress psikologis
dan hipoksia yang berkaitan dengan nyeri dan rasa cemas meningkatkan seksresi
adrenalin. Peningkatan sekresi adrenalin dapat menyebabkan vaso kontriksi
akibatnya aliran darah uterus menurun, sehingga mengakibatkan terjadinya hipoksia

Universitas Sumatera Utara

dan bradikardi janin yang akhirnya akan terjadi kematian janin dan dapat
menghambat kontraksi, sehingga memperlambat persalinan.

2.3 Dukungan Suami
Menurut Marshall 2000 (dalam Corner D, 2012), menyebutkan bahwa
dukungan pada persalinan dapat dibagi menjadi dua yaitu
1.

Dukungan fisik ; dukungan dukungan langsung yang diberikan oleh keluarga
atau suami kepada ibu bersalin.

2.

Dukungan emosional ; dukungan berupa kehangatan, kepedulian maupun
ungkapan empati yang akan menimbulkan keyakinan bahwa ibu merasa dicintai
dan diperhatikan oleh suami yang pada akhirnya berpengaruh pada persalinan.
Dukungan suami adalah bentuk dukungan dan hubungan baik yang

merupakan kontribusi penting bagi kesehatan. Dukungan yang diterima seseorang
dapat meliputi : informasi, nasehat verbal dan non verbal, bantuan nyata atau
tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial. Adanya kehadiran orang terdekat
dapat memengaruhi emosional atau efek perilaku bagi penerimanya (Corner D,
2012).
Menurut Friedman (dalam Corner D, 2012), dukungan suami yang diadopsi
berdasarkan dukungan sosial dapat berupa :
1.

Dukungan informasional yaitu memberikan penjelasan tentang situasi dan segala
sesuatu yang berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapi individu.
Dukungan ini meliputi memberi nasehat, petunjuk, masukan atau penjelasan

Universitas Sumatera Utara

bagaimana seseorang bersikap. Dukungan informasional dapat bermanfaat untuk
menanggulangi persoalan yang dihadapi dalam keluarga, meliputi pemberian
nasehat, ide-ide atau informasi yang dibutuhkan.
2.

Dukungan emosional yang meliputi ekspresi empati misalnya mendengarkan,
bersikap terbuka, menunjukan sikap percaya terhadap apa yang dikeluhkan, mau
memahami, ekspresi kasih sayang dan perhatian. Dukungan emosional akan
membuat si penerima merasa bahagia, nyaman, aman, terjamin dan disayangi.
Persalinan merupakan saat yang menegangkan dan menggugah emosi bagi ibu

dan keluarga. Persalianan menjadi saat yang menyakitkan dan menakutkan bagi ibu,
karena itu pastikan bahwa setiap ibu mendapatkan asuhan sayang ibu selama
persalinan dan kelahiran. Asuhan ibu yang dimaksud berupa dukungan emosional
dari suami dan anggota keluarga lain untuk berada disamping ibu selama proses
persalinan dan kelahiran. Suami dianjurkan untuk melakukan peran aktif dalam
mendukung ibu dan mengidentifikasikan langkah-langkah yang mungkin untuk
kenyamanan ibu (Sumarah dkk, 2009).
Guyton (2006) bahwa dukungan yang dirasakan oleh ibu selama proses
persalinan secara terus menerus dapat menimbulkan emosi ibu menjadi tenang serta
menjadi impuls ke neurotransmitter ke sistem limbik dan diteruskan ke amigdala
kemudian ke hipotalamus sehingga terjadi perangsangan pada nucleus ventromedial
dan area sekelilingnya sehingga menimbulkan perasaan tenang dan akhirnya
kecemasan pun menurun mengakibatkan persalinan menjadi normal.

Universitas Sumatera Utara

Dukungan yang dapat diberikan suami pada ibu saat proses persalinan antara
lain adalah membantu mengatur posisi ibu, membimbing ibu mengatur nafas saat
kontraksi, memberi asuhan tubuh (menghapus keringat ibu, memegang tangan,
memberikan pijatan, mengelus perut/pinggang ibu dengan lembut), memberi
informasi tentang kemajuan persalinan, membantu ibu kekamar mandi, memenuhi
kebutuhan cairan dan nutrisi, menciptakan suasana aman dan nyaman, memberi
dorongan spiritual, dan memberi semangat mengedan saat kontraksi serta
memberikan pujian atas kemampuan ibu saat mengedan (Musbikin, 2012 ; Rukiyah
dkk, 2011 ; Nisman, 2011).
Menurut Lutfianus Sholihah (dalam Corner D), beberapa alasan mengapa
suami tidak memberikan dukungan selama proses persalinan adalah suami tidak siap
mental (suami tidak tega, lekas panik saat melihat istrinya kesakitan atau tidak tahan
saat melihat darah yang keluar pada waktu proses persalinan berlangsung), suami
bekerja/dinas ditempat yang jauh dan sebagian rumah sakit tidak mengijinkan
kehadiran pendamping persalinan selain petugas medis.

2.4 Pengaruh Dukungan Suami terhadap Lama Persalinan Kala I
Salah satu kebutuhan dasar pada ibu bersalin adalah dukungan fisik dan
psikologis. Dukungan dapat diberikan oleh orang-orang terdekat ibu misalnya suami
atau keluarga. Dukungan suami merupakan suatu bentuk perwujutan dari sikap
perhatian dan kasih sayang yang diberikan suami kepada istrinya (Yanti, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Setelah melalui banyak penelitian, terungkap bahwa kehadiran suami di ruang
bersalin untuk memberi dukungan kepada istri dan membantu proses persalinan,
ternyata banyak mendatangkan kebaikan bagi proses persalinan. Kehadiran suami
disamping istri membuat istri merasa lebih tenang dan siap menghadapi proses
persalinan (Musbikin, 2012). Menurut Eniyati dan Putri M, 2012 dukungan dan peran
suami dalam masa kehamilan terbukti meningkatkan kesiapan ibu hamil dalam
menghadapi proses persalinan, bahkan juga memicu produksi ASI.
Dukungan atau bantuan dari suami sangat dibutuhkan ibu selama proses
persalinan terutama pada kala I. Kemampuan mentolerir stress persalinan tergantung
pada presepsi individu terhadap peristiwa persalinan yang dihadapi, kontak personal
dan sentuhan merupakan suatu cara penyediaan dukungan selama persalinan. Sikap
tersebut memiliki keuntungan : 1) ibu merasa aman dan mampu mengontrol dirinya,
2) ibu yang memberikan sentuhan mengalami kehangatan dan persahabatan selama
persalinan.
Menurut hasil penelitian Hastuti (2009), keadaan ibu selama persalinan sangat
dipengaruhi oleh pemberi dukungan yang mendampinginya. Dukungan akan
memberi rasa aman, rasa nyaman dan merasa dihargai. Perhatian terhadap aspek fisik
(sentuhan yang menimbulkan rasa nyaman misalnya dengan menekan daerah
sacrum), aspek psikis (mengurangi kecemasan), aspek sosial (melibatkan keluarga,
berkomunikasi) dan aspek spiritual (bimbingan doa/dzikir). Hastuti juga mendapat
hasil bahwa ibu yang diberi dukungan oleh suami saat persalinannya memerlukan

Universitas Sumatera Utara

waktu yang lebih pendek dibandingkan waktu bersalin ibu yang ditunggui oleh ibu
kandung, kakak atau kerabat dekat.

2.5 Landasan Teori
Landasan teori yang digunakan dalam penelitiaan ini untuk pengaruh tingkat
kecemasan terhadap lama persalinan kala I adalah yang dikemukakan oleh Chapman
(2006) bahwa kecemasan yang dialami oleh ibu bersalin semakin lama akan semakin
meningkat seiring dengan semakin seringnya kontraksi muncul sehingga keadaan ini
akan membuat ibu semakin tidak kooperatif. Stress persalinan secara reflex
menyebabkan peningkatan kadar katekolamin ibu jauh diatas kadar yang ditemukan
pada wanita yang tidak hamil atau wanita hamil sebelum persalinan. Stress psikologis
dan hipoksia yang berkaitan dengan nyeri dan rasa cemas meningkatkan seksresi
adrenalin. Peningkatan sekresi adrenalin dapat menyebabkan vaso kontriksi
akibatnya aliran darah uterus menurun, sehingga mengakibatkan terjadinya hipoksia
dan bradikardi janin yang akhirnya akan terjadi kematian janin dan dapat
menghambat kontraksi, sehingga memperlambat persalinan.
Sedangkan untuk pengaruh dukungan suami terhadap lama persalinan kala I
adalah yang dikemukakan oleh Guyton (2006) bahwa dukungan yang dirasakan oleh
ibu selama proses persalinan secara terus menerus dapat menimbulkan emosi ibu
menjadi tenang serta memberi impuls ke neurotransmitter ke sistem limbic dan
diteruskan ke amigdala kemudian ke hipotalamus sehingga terjadi perangsangan pada
nucleus ventromedial dan area sekelilingnya sehingga menimbulkan perasaan tenang
dan akhirnya kecemasan pun menurun mengakibatkan persalinan menjadi normal.

Universitas Sumatera Utara

Kecemasan Ibu
Dukungan Suami
Respon Perilaku

Respon Prilaku

Emosi (Senang)

Emosi (cemas)

Impuls Neurotransmitter ke system limbic

Impuls Neurotransmitter ke system limbic

Amigdala

Amigdala
Hipotalamus
Hipotalamus (CFR)
Merasa Tenang
Hipofisis Anterior
Persalinan Normal

Medula Adrenal
Kadar Katekolamin Meningkat
Sekresi Adrenalin Meningkat
Vasokontriksi Pemb. Darah
Aliran darah Uterus Menurun

Menghambat Kontraksi

Memperlambat Persalinan

Hipoksia dan Bradikardi Janin

Kematian

Gambar 2.1 Mekanisme Tingkat Kecemasan dan Dukungan
Suami terhadap Lama Persalinan

Universitas Sumatera Utara

2.6. Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori, maka peneliti merumuskan kerangka konsep
penelitian sebagai berikut :
Variabel Independen

Dukungan
Suami

Variabel Dependen

Tingkat
Kecemasan lbu

Lama Kala I
Persalinan

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Terapi Musik Klasik terhadap Intensitas Nyeri pada Ibu Primigravida Kala I Fase Aktif Persalinan di Klinik Bersalin Wilayah Kerja Puskesmas Delitua Tahun 2013

15 113 169

Hubungan Dukungan Suami Dengan Kala I Persalinan Spontan Pada Ibu Primigravida di Klinik Bersalin Swasta Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Tinggi Kota Binjai Tahun 2014

0 1 19

Hubungan Dukungan Suami Dengan Kala I Persalinan Spontan Pada Ibu Primigravida di Klinik Bersalin Swasta Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Tinggi Kota Binjai Tahun 2014

0 0 2

Hubungan Dukungan Suami Dengan Kala I Persalinan Spontan Pada Ibu Primigravida di Klinik Bersalin Swasta Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Tinggi Kota Binjai Tahun 2014

0 0 8

Hubungan Dukungan Suami Dengan Kala I Persalinan Spontan Pada Ibu Primigravida di Klinik Bersalin Swasta Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Tinggi Kota Binjai Tahun 2014

0 5 4

Hubungan Dukungan Suami Dengan Kala I Persalinan Spontan Pada Ibu Primigravida di Klinik Bersalin Swasta Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Tinggi Kota Binjai Tahun 2014

0 0 12

HUBUNGAN PENDAMPINGAN SUAMI DENGAN TINGKAT KECEMASAN IBU PRIMIGRAVIDA DALAM MENGHADAPI PROSES PERSALINAN KALA I DI RUMAH BERSALIN WILAYAH KOTA UNGARAN

0 0 5

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN LAMA PERSALINAN KALA II PADA PRIMIGRAVIDA DI PUSKESMAS

0 0 9

Pengaruh Terapi Musik Klasik terhadap Intensitas Nyeri pada Ibu Primigravida Kala I Fase Aktif Persalinan di Klinik Bersalin Wilayah Kerja Puskesmas Delitua Tahun 2013

0 0 57

Pengaruh Terapi Musik Klasik terhadap Intensitas Nyeri pada Ibu Primigravida Kala I Fase Aktif Persalinan di Klinik Bersalin Wilayah Kerja Puskesmas Delitua Tahun 2013

0 0 19