Pengaruh Konsep Diri Wanita terhadap Penyesuaian Diri pada Masa Menopause di Kota Binjai

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Menopause adalah hal alami yang terjadi pada setiap wanita. Istilah
menopause berarti masa berhentinya menstruasi. Dilaporkan menopause merupakan
perubahan fisiologis yang paling signifikan pada wanita usia dewasa madya yaitu
usia antara 40 dan 65 tahun (Potter & Perry, 1997). Oleh karena itu, memasuki usia
40 sampai 50 tahun sering dijadikan momok yang menakutkan bagi wanita.
Kekhawatiran ini mungkin berawal dari pemikiran bahwa dirinya akan menjadi tidak
sehat, tidak bugar dan tidak cantik. Kondisi tersebut memang tidak menyenangkan
bagi wanita (Baziad, 2003).
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2007 menunjukkan
setiap tahun sekitar 25 juta wanita di seluruh dunia diperkirakan mengalami
menopause. Asia menjadi wilayah dengan jumlah perempuan bergejala awal
menopause tertinggi di dunia. Saat ini, umur harapan hidup (UHH) perempuan
Indonesia adalah 70 tahun. Perempuan Indonesia yang memasuki masa menopause
saat ini sebanyak 7,4% dari populasi. Jumlah tersebut diperkirakan meningkat
menjadi 11% pada tahun 2005 dan naik lagi sebesar 14% pada tahun 2015 dan tahun
2020 diperkirakan sekitar 30-40 juta jiwa. Perkiraan kasar menunjukkan akan
terdapat sekitar 30-40 juta wanita dari seluruh jumlah penduduk Indonesia yang

sebesar 240-250 juta jiwa pada tahun 2010, dengan kategori usia lebih dari 60 tahun

1
Universitas Sumatera Utara

hampir 100% telah mengalami menopause dengan segala akibat serta dampak yang
menyertainya (Swasono, 2005). Meningkatnya jumlah penduduk sebagai akibat
bertambahnya populasi penduduk usia lanjut dan tingginya usia harapan hidup
dibarengi membaiknya derajat kesehatan masyarakat (Siagian, 2009).
Dari data Dinas Kesehatan Kota Binjai tahun 2011 dari 246.000 jiwa
penduduk, wanita yang berusia di atas 45 tahun berjumlah 2.674 jiwa, dengan
perincian berusia 45-47 tahun 379 jiwa, 48-55 tahun 838 jiwa, berusia 56-60 tahun
670 jiwa, berusia 61-65 tahun 401 jiwa, dan berusia > 65 tahun 386 jiwa (Profil
Kesehatan Kota Binjai, 2011).
Menopause terjadi ketika ovarium berhenti memberikan respon terhadap
hormon-hormon tertentu dari otak, sehingga pematangan sel telur berhenti. Keadaan
ini menurunkan kadar estrogen dan progesteron (dua hormon seks wanita yang
diproduksi ovarium). Penurunan kadar hormon

ini menyebabkan gejala-gejala


menopause (Spencer dan Brown, 2007).
Masa ini adalah tahap normal kehidupan, setiap wanita akan melaluinya
antara umur 40 sampai 60 tahun, 40% dari wanita pasca menopause tersebut tinggal
di negara-negara berkembang dengan usia rata-rata mengalami menopause pada usia
51 tahun. Dalam makalahnya pada Seminar Lanjut Usia di Medan, Hanafiah (2003)
mengemukakan bahwa di Indonesia diketahui dari penelitian yang dilakukan Samil
tahun 1992 pada perempuan Jawa Tengah yang tinggal di kota didapat rata-rata usia
menopause 50,2 tahun, dan di Minangkabau 47,4 tahun. Sedangkan Biben di tahun
yang sama menjumpai rata-rata usia menopause pada perempuan Jawa Barat 49,3

Universitas Sumatera Utara

tahun, dan Hutapea dalam penelitiannya di Medan tahun 1998 menjumpai rata-rata
usia perempuan menopause 48,3 tahun.
Sebagian

orang

beranggapan


bahwa

menopause

adalah

hal

yang

menyenangkan dan sebagian lagi menganggap bahwa menopause adalah kesedihan
karena kehilangan masa produktif. Sekarang ini masih banyak wanita yang belum
siap menerima perubahan-perubahan pada masa menopause, hal ini dialami oleh
banyak wanita hampir di seluruh dunia. Tertinggi pada wanita Eropa (70-80%),
Amerika (60%), di Malaysia (57%), sedangkan di Cina, Jepang dan Indonesia
masing-masing 18% (Swasono, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Departemen
Epidemiologi dan Psikiatri, University of Pittsburgh, O’Hara mendapatkan hasil
28,9% mengalami stres (tidak siap) di awal perimenopause, 20,9%, di premenopause
dan 22% pada postmenopause (Bromberger, dkk, 2005). Sedangkan Hanafiah (2003),

menyebutkan dari pelbagai penelitian dan kajian, diperoleh data bahwa 75% wanita
yang mengalami menopause akan merasakan menopause itu sebagai suatu masalah
atau gangguan, sedangkan sekitar 25% tidak merasa menopause itu sebagai masalah.
Pada umumnya wanita Asia dan Afrika menganggap menopause sebagai takdir yang
harus diterima dengan realistik dan lapang dada, sedangkan wanita Barat memang
lebih serius dalam menghadapi menopause beserta segala akibat yang ditimbulkan
menopause tersebut.
Ketika memasuki masa menopause, seorang wanita akan mengalami berbagai
gejolak atau perubahan yang meliputi aspek fisik maupun psikologis yang dapat
memengaruhi berbagai aspek kehidupan wanita tersebut. Ketidak-nyamanan akibat

Universitas Sumatera Utara

perubahan fisik dapat berupa rasa kaku dan linu secara tiba-tiba di sekujur tubuh, hot
flushes (semburan panas), kelelahan, sakit kepala, berdebar-debar dan keringat pada

malam hari, sukar tidur, kekeringan kulit dan rambut, sakit dan nyeri pada
persendian, palpitasi (denyut jantung cepat dan tidak teratur), berat badan bertambah
(Hurlock, 1996; Koentjoro, 2002). Selain itu, gejala psikologis yang menonjol ketika
menopause adalah mudah tersinggung, tertekan, gugup, kesepian, perasaan murung,

kecemasan, irritabilitas dan perasaan yang berubah-ubah, labilitas emosi, merasa tak
berdaya, gangguan daya ingat, konsentrasi berkurang, sulit mengambil keputusan,
merasa tidak berharga dan depresi (Nugroho dan Setiawan, 2010; Koentjoro, 2002;
Glasier & Gebbie, 2006). Pramono dalam Kasdu (2004), mengatakan bahwa, pada
lansia berusia 60-78 tahun sering ditemukan osteoporosis dan pada golongan wanita
akan mengalami kehilangan 40-50% massa tulangnya, sedangkan pria hanya
kehilangan sebanyak 20-30%. Dengan demikian, wanita lebih berisiko menderita
osteoporosis dan patah tulang pada masa postmenopause.
Reitz (1993) menyatakan banyaknya keluhan yang dirasakan wanita pada
masa menopause baik fisik maupun psikologis tidak boleh dianggap ringan karena
dapat menyebabkan stres yang tinggi. Namun demikian, wanita menopause akan
mengalami kestabilan emosi jika mereka mudah menyesuaikan diri terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi pada masa menopause (Kasdu, 2004).
Totalitas

kemampuan

penyesuaian diri

wanita


menopause

terhadap

menopause maupun terhadap lingkungan sosialnya, pada akhirnya dipengaruhi oleh
konsep dirinya. Konsep diri (self-concept) didefinisikan sebagai totalitas pikiran dan

Universitas Sumatera Utara

perasaan seseorang mengenai dirinya sendiri sebagai sebuah objek. Dengan kata lain,
konsep diri merupakan bagaimana seseorang berpikir atau melihat dirinya sendiri.
Gambaran diri oleh setiap individu mengenai dirinya sendiri mungkin berbeda
dengan gambaran yang dilihat oleh orang lain mengenai individu tersebut (Rahmat,
2001).
Individu memiliki kebutuhan untuk bersikap sesuai konsep diri mereka secara
konsisten. Perilaku konsisten tersebut membantu individu dalam memelihara
kebanggaan terhadap dirinya dan memberi gambaran bagi individu tersebut dalam
berinteraksi dengan individu lain. Konsep diri bersifat konsisten, maka konsep diri
merupakan salah satu faktor pembentuk kepribadian yaitu pola perilaku khusus,

meliputi pemikiran dan emosi yang membentuk penyesuaian diri seseorang terhadap
situasi di dalam hidup. Hasil penelitian Zulkarnain (2003) menyimpulkan adanya
hubungan yang kuat antara konsep diri dengan penyesuaian diri pada penyandang
cacat fisik bukan bawaan usia dewasa awal, dan penelitian Herlina (1995)
menunjukkan bahwa adanya hubungan antara konsep diri dengan perilaku relasi
heteroseksual pada pria lajang, serta penelitian Handayani (1993) menyimpulkan
bahwa konsep diri memiliki hubungan positif yang signifikan dengan kemampuan
penyesuaian diri pada penyandang cacat amputasi.
Menurut Stuart & Sundeen (1998) konsep diri merupakan semua ide, pikiran
kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan memengaruhi
individu dalam berhubungan dengan orang lain, termasuk persepsi individu akan sifat
kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang

Universitas Sumatera Utara

berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya. Konsep diri juga
merupakan cara individu memandang dirinya secara utuh; fisikal, emosional,
intelektual, sosial dan spiritual (William & Rawlin, 1986).
Tarwoto & Wartonah (2003), mengemukakan konsep diri akan dipengaruhi
oleh tingkat perkembangan dan kematangan, budaya, sumber eksternal dan internal,

pengalaman sukses dan gagal, stressor, usia, keadaan sakit serta trauma. Dengan
konsep diri yang baik/sehat maka individu akan memiliki keseimbangan dalam
kehidupannya.
Konsep diri akan memberikan kerangka acuan yang memengaruhi manajemen
diri terhadap situasi dan terhadap orang lain. Konsep diri ada yang sifatnya positif
dan negatif. Individu yang memiliki konsep diri negatif meyakini dan memandang
dirinya lemah, merasa tidak mampu dan mempunyai pandangan yang buruk tentang
dirinya, tidak dapat berbuat, tidak kompeten, gagal, tidak menarik, tidak disukai dan
kehilangan daya tarik terhadap hidup. Individu akan cenderung bersikap pesimistis
terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Sebaliknya individu dengan
konsep diri positif akan mampu menghargai dirinya dan melihat hal-hal positif yang
dapat dilakukannya demi penyesuaian diri (Wahyuni, 2007).
Menurut Calhoun dan Acocella (1995) jika konsep diri yang dimiliki wanita
menopause positif, ia akan mengenal dirinya dengan baik, dapat memahami dan
menerima sejumlah fakta yang bermacam-macam tentang dirinya sendiri serta dapat
menerima dirinya apa adanya sehingga mudah menyesuaikan diri terhadap hal-hal
yang dapat mendatangkan stres. Sehubungan dengan itu Hardjana (1994) mengatakan

Universitas Sumatera Utara


bahwa individu dengan harga diri yang tinggi akan lebih tahan terhadap stres
dibandingkan dengan individu dengan harga diri rendah, sehingga individu dengan
harga diri tinggi akan lebih mudah menyesuaikan diri terhadap situasi yang penuh
stres dimana menurut Potter & Perry (1997) harga diri merupakan salah satu aspek
konsep diri. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Halim (2003) dalam Erniyati dan
Simanjuntak (2007) bahwa terdapat hubungan antara harga diri dengan level stres
individu pada masa menopause.
Konsep diri adalah pandangan pribadi yang dimiliki seseorang tentang diri
sendiri atau persepsi terhadap aspek diri yang meliputi aspek fisik, aspek sosial dan
aspek psikologis yang didasarkan pada pengalaman dan interaksi terhadap orang lain
(Sobur, 2009). Semenjak konsep diri terbentuk, seseorang akan berperilaku sesuai
dengan konsep dirinya tersebut. Apabila perilaku seseorang tidak konsisten dengan
konsep dirinya, maka akan muncul perasaan tidak nyaman dalam dirinya. Sehingga
pandangan seseorang terhadap dirinya akan menentukan tindakan yang diperbuat
(Arini, 2006).
Pada wanita menopause akan mengalami perubahan, mereka akan mengalami
kesulitan dan akan menghadapi masalah-masalah yang baru. Ini dikarenakan mereka
harus menyesuaikan diri kembali terhadap keadaan fisik, psikologis maupun terhadap
tuntutan lingkungan sosial dan tugas-tugas perkembangan. Keterbatasan ini antara
lain meliputi kesulitan dalam menjalin relasi sosial, menyesuaikan diri, pasangan

hidup, dan menjalankan aktivitas sehari-hari.

Universitas Sumatera Utara

Dari uraian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa wanita yang sedang
mengalami menopause digambarkan banyak mengalami masalah antara lain
merasakan pergeseran dan perubahan-perubahan fisik dan psikis yang mengakibatkan
timbulnya satu krisis dan simptom-simptom psikologis yang akan memengaruhi
kualitas hidup pada wanita yang telah memasuki masa menopause. Kualitas hidup
wanita menopause akan memengaruhi penyesuaian diri dengan perubahan fisik
maupun pengaruh-pengaruh psikis yang menyertainya, wanita menopause masih
harus menyesuaikan diri dengan lingkungan di luar dirinya (pekerjaan, keluarga dan
masyarakat).
Hal ini sesuai dengan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti
menunjukkan bahwa dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada lima subjek
menunjukkan bahwa pada umumya subjek merasa rendah diri karena semakin tua,
keriput dan tidak cantik. Subjek menyatakan merasa mudah tersinggung dan mudah
marah karena mengalami gangguan tidur, selalu berkeringat, gelisah sehingga tidurya
kurang nyenyak. Selain itu kebanyakan subjek merasa takut suaminya akan mencari
wanita lain bila ia terlihat tidak cantik dan bugar lagi.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menopause merupakan suatu
proses biologis yang wajar saja dan pasti akan dialami oleh setiap wanita. Namun
begitu masih ada wanita yang menganggap bahwa menopause merupakan suatu krisis
yang membutuhkan adanya penyesuaian dan penyesuaian ini bagi satu individu
dengan individu yang lain sangat berbeda tergantung pada bagaimana konsep diri
seseorang. Bertolak dari pemikiran tersebut,

maka peneliti tertarik untuk

Universitas Sumatera Utara

mengambil judul “pengaruh konsep diri wanita terhadap penyesuaian diri pada masa
menopause di Kota Binjai”.

1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini
adalah “bagaimana pengaruh konsep diri wanita terhadap penyesuaian diri pada masa
menopause”.

1.3 Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis pengaruh konsep diri wanita terhadap penyesuaian diri
pada masa menopause.

1.4 Hipotesis
Ada pengaruh positif konsep diri wanita terhadap penyesuaian diri pada masa
menopause. Semakin positif konsep diri wanita maka semakin baik penyesuaian diri
pada masa menopause.

1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Dinas Kesehatan Kota Binjai, diketahui data tentang konsep diri dan
penyesuaian diri pada masa menopause.
1.5.2 Secara teoritis, dapat menambah khasanah keilmuan khususnya kesehatan
masyarakat dan dapat sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara