Peranan Sikap, Norma Subjekif, dan Persepsi Kontrol Perilaku dalam Intensi Pembelian Samsung Smart TV

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Intensi Membeli
Intensi membeli adalah motivasi atau keinginan yang menunjukkan
adanya usaha atau kesiapan seseorang untuk menampilkan perilaku membeli.
Semakin besar intensi seseorang membeli, semakin besar pula peluang perilaku
membeli (Rahmah, 2011). Dalam hal ini adalah perilaku membeli Samsung smart
TV.
Menurut Fishbein, sikap dan norma subjektif tidak secara langsung
mempengaruhi tingkah laku, melainkan menentukan intensi terlebih dahulu yang
akhirnya akan berubah menjadi suatu perilaku membeli (Engel, Blackwell,
Miniard, 1995). Selanjutnya, menurut Kotler (1998), intensi membeli merupakan
bagian dari proses pengambilan keputusan membeli sehingga faktor-faktor yang
mempengaruhi intensi membeli kurang lebih sama dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi keputusan membeli. Ada lima faktor yang memegang peranan
penting dalam mempengaruhi intensi membeli, yaitu motivasi, persepsi, belajar,
kepercayaan, dan sikap.
Faktor yang mempengaruhi keputusan membeli dibagi menjadi dua
kelompok antara lain : faktor yang berasal dari lingkungan (eksternal) dan bersifat
individu (internal). Faktor eksternal mencakup budaya, sub budaya, kelas sosial,

demografi, pengaruh kelompok, keluarga, dan aktivitas pemasaran. Faktor internal

12
Universitas Sumatera Utara

13

mencakup persepsi, belajar, ingatan, gaya hidup, sikap, serta motivasi dan
kepribadian (Hawkins, 2007).
Penelitian yang dilakukan (Ang, Cheng, Lim, & Tambhyah 2001)
menemukan bahwa konsumen memiliki niat beli terhadap produk tiruan. Hal
tersebut dikarenakan beberapa faktor: perceived risk in buying fake product;
perceived harm / benefits to singer, music industry, and society; morality of
buying fake products; social influence, dan personality factor . Penelitian yang

dilakukan (Sahin, 2011) menemukan adanya niat beli konsumen terhadap produk
tiruan merek mewah. Hal tersebut dikarenakan beberapa faktor: Price-Quality
Inference, Social Effect, Brand Loyalty, dan Ethical Issues. Penelitian yang

dilakukan (Wilcox al. , 2009) menyatakan bahwa konsumen memiliki niat yang

lebih tinggi dari pembelian produk tiruan bermerek mewah, ketika mereka terkena
konten sosial dalam iklan dari produk bermerek mewah tersebut.
Menurut Peter dan Olson (2002) intensi membeli didasari atas sikap
konsumen yang mengarah pada pembelian merek spesifik, norma subjektif yang
mempengaruhi harapan individu. Sikap konsumen yang mengarah pada pembelian
merek spesifik didasari atas tujuan akhir yang terikat dengan keyakinan mengenai
konsekuensi dan nilai yang diasosiasikan dengan perilaku membeli atau
menggunakan merek. Sedangkan norma subjektif mengacu pada faktor sosial
berupa keyakinan mengenai perilaku apa yang bersifat normatif (harapan orang
lain) dan motivasi untuk bertindak sesuai dengan norma. Kemudian Ajzen (2005)
menambahkan aspek kontrol perilaku yang dihayati yaitu keyakinan tentang ada

Universitas Sumatera Utara

14

atau tidaknya faktor-faktor yang memfasilitasi dan menghalangi performansi
perilaku individu dan kekuatan kontrol individu untuk mewujudkan perilakunya.
Intensi dalam kaitannya dengan sikap dan perilaku, merupakan sesuatu
yang sifatnya khusus dan mengarah pada dilakukannya suatu perilaku khusus

dalam situasi khusus pula (Ajzen, 2005). Kekhususan intensi tersebut memiliki 4
aspek:
a. Perilaku, yaitu perilaku khusus yang nantinya akan diwujudkan. Perilaku dapat
dibagi menjadi dua jenis, yaitu perilaku yang umum dan perilaku yang spesifik.
Dalam hal penelitian ini, perilaku yang dimaksud adalah perilaku yang spesifik,
yaitu perilaku membeli Samsung smart TV.
b. Tujuan target, yaitu siapa yang akan menjadi tujuan perilaku khusus tersebut.
Komponen ini terdiri dari particular object (orang tertentu), a class of object
(sekelompok orang tertentu), dan any object (orang-orang pada umumnya).
Dalam konteks membeli Samsung smart TV, objek yang dapat menjadi sasaran
perilaku dapat berupa tersedianya uang.
c. Situasi, yaitu dalam situasi yang bagaimana dan dimana perilaku itu
diwujudkan. Situasi dapat diartikan juga sebagai lokasi perilaku itu akan
dimunculkan.
Pada penelitian ini, situasi membeli Samsung smart TV adalah ketika individu
merasa ia membutuhkan televisi yang canggih, yang dapat memenuhi segala
kebutuhannya.
d. Waktu, yaitu menyangkut kapan dan berapa lama suatu perilaku akan
diwujudkan.


Universitas Sumatera Utara

15

Konsumen akan mengevaluasi karakteristik dari berbagai produk atau
merek yang mungkin paling memenuhi keuntungan yang diinginkannya,
penentuan kapan akan membeli, dan memungkinkan finansialnya (Soderlund &
Ohman, 2003). Setelah ia menemukan tempat yang sesuai, waktu yang tepat, dan
dengan didukung oleh daya beli, maka kegiatan pembelian dilakukan. Sekali
konsumen melakukan pembelian, maka evaluasi pasca pembelian terjadi. Jika
kinerja produk sesuai dengan harapan konsumen, maka konsumen akan puas. Jika
tidak, kemungkinan pembelian akan berkurang.
Hal penting lain yang harus diperhatikan dalam pengukuran intensi
membeli adalah bahwa setiap elemen tersebut memiliki variasi pada tingkat
kespesifikan dimensinya. Pada tingkat yang paling spesifik, seseorang akan
menampilkan perilaku membeli tergantung objeknya dalam situasi dan waktu
tertentu.
Intensi terbentuk ketika seorang individu membuat rencana untuk
melakukan suatu perilaku di waktu yang akan datang. Menurut Anoraga (2000),
intensi atau niat beli merupakan suatu proses pengambilan keputusan yang

dilakukan oleh konsumen sebelum mengadakan pembelian atas produk yang
ditawarkan atau yang dibutuhkan oleh konsumen tersebut.
Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana komponen sikap, norma
subjektif, dan persepsi kontrol perilaku mempengaruhi intensi pembelian
Samsung smart TV. Jika konsumen telah mempunyai intensi membeli akan suatu
produk, maka perkembangan selanjutnya akan mempengaruhi keputusan membeli
pada konsumen. Hal ini dapat berlanjut hingga konsumen mendapatkan kepuasan

Universitas Sumatera Utara

16

dari produk, maka konsumen akan tetap konsisten dan setia membeli produk
dengan merek tersebut. Bahkan pada tingkat yang lebih jauh, konsumen akan
merekomendasikan produk tersebut kepada orang lain untuk ikut membeli
(Soderlund & Ohman, 2003).
Berdasarkan berbagai teori di atas dapat disimpulkan bahwa intensi
membeli adalah suatu niat atau keinginan seseorang untuk membeli sesuatu baik
itu berupa barang maupun jasa yang akan segera diwujudkan dalam perilakunya
(membeli).


B. Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior)
Theory of Reasoned Action (Fishbein, 1967; Fishbein & Ajzen, 1975)

merupakan salah satu teori yang paling berpengaruh dalam memprediksi perilaku
manusia dan pengaturan perilaku. Teori ini menjelaskan bahwa perilaku
dipengaruhi oleh intensi berperilaku yang mana intensi berperilaku ini
dipengaruhi oleh sikap terhadap perilaku dan norma subjektif.
Komponen pertama, sikap terhadap perilaku, adalah fungsi dari
konsekuensi yang dirasakan orang diasosiasikan dengan perilakunya. Komponen
kedua, norma subjektif, merupakan fungsi keyakinan mengenai harapan
pentingnya rujukan dari orang lain dan motivasi individu mengikuti rujukan
tersebut. Teori ini sangat didukung oleh penelitian empiris mengenai perilaku
konsumen dan literatur yang berhubungan dengan psikologi sosial (Ryan, 1982;
Sheppard, Hartwick, & Warshaw, 1988). Namun teori ini memiliki keterbatasan
memprediksi intensi berperilaku dan perilaku individu ketika konsumen tidak

Universitas Sumatera Utara

17


memiliki kontrol kehendak (vocational control) atas perilaku mereka (Ajzen,
1991; Taylor & Todd, 1995). Teori Perilaku Terencana (Theory Planned Behavior )
dibuat untuk menutupi kekurangan ini (Ajzen, 1991). Teori ini menambahkan 1
komponen yang dapat mempengaruhi intensi berperilaku dan perilaku individu,
yaitu persepsi kontrol perilaku (Perceived Behavioral Control). Ajzen (2005)
menjelaskan bahwa perilaku seseorang tidak hanya dikendalikan oleh dirinya
sendiri, tetapi juga membutuhkan kontrol berupa ketersediaan sumber daya dan
kesempatan bahkan keterampilan tertentu. Dengan demikian, banyaknya dan
besarnya kontrol ini akan menentukan tampilnya perilaku tertentu. Persepsi
kontrol perilaku ini lebih penting dalam mempengaruhi intensi berperilaku
seseorang khususnya ketika perilaku tersebut tidak sepenuhnya dibawah kontrol
kehendak. Misalnya ketika seseorang hendak membeli sebuah produk yang
inovatif, konsumen tidak hanya memerlukan sumber daya yang cukup (waktu,
informasi, uang, dll) tetapi lebih kepada keyakinan diri dalam membuat keputusan
yang benar. Oleh karenanya, persepsi kontrol perilaku menjadi faktor penting
dalam memprediksi intensi berperilaku seseorang dalam kondisi tersebut. Teori
perilaku terencana telah mendapat banyak dukungan pada studi-studi empiris
mengenai konsumsi dan literatur yang berhubungan dengan psikologi sosial
(Ajzen, 1991; Ajzen & Driver, 1992; Ajzen & Madden, 1986; Taylor & Todd,

1995).

Universitas Sumatera Utara

18

Gambar 2.1 Theory of Planned Behavior
Sumber: http://www.cancer.gov/cancertopics/cancerlibrary/theory.pdf (Croyle, 2005) dan
Theory of Planned Behavior (Ajzen , 2005)

B.1 Sikap terhadap Perilaku (Attitude Toward the Act)
B.1.1 Definisi Sikap terhadap Perilaku
Sikap terhadap perilaku merupakan salah satu dari konsep atau konstruk
dalam psikologi yang melibatkan proses dasar psikologis seseorang tentang suatu
objek maupun suatu kejadian yang ada dalam pengalaman hidupnya. Sikap atau
attitude berasal dari Bahasa Latin, yaitu aptus yang berarti sesuai atau cocok dan

siap untuk bertindak atau berbuat sesuatu. Pengertian sikap menurut bahasa
asalnya ini diartikan sebagai sesuatu yang dapat diamati secara langsung. Hogg &
Vougham, 2002, menganggap bahwa sikap merupakan suatu konstruk yang tidak

dapat diamati atau dilihat secara langsung. Akan tetapi sikap dapat dijadikan
sebagai salah satu determinan dalam memprediksi perilaku dan sebagai arahan
dalam mengambil suatu keputusan.

Universitas Sumatera Utara

19

Fishbein & Ajzen (1975) mengartikan attitude atau sikap sebagai suatu
faktor predisposisi atau faktor yang ada dalam diri seseorang yang dipelajari untuk
memberikan respon dengan cara yang konsisten, yaitu suka atau tidak suka pada
penilaian terhadap suatu objek yang diberikan.
Untuk memahami dan mengamati seseorang terhadap objek tertentu maka
keyakinan seseorang terhadap objek tersebut adalah salah satu bagian penting
yang tidak boleh ditinggalkan. Fishbein & Ajzen (1975) menyatakan bahwa
keyakinan mewakili informasi-informasi yang melekat pada objek sikap.
Keyakinan ini mewakili atribut-atribut yang terdapat pada suatu objek.
B.1.2 Komponen Sikap terhadap Perilaku
Berdasarkan teori perilaku terencana (Theory of Planned Behavior ) oleh
Ajzen (2005), sikap terdiri dari 2 komponen yaitu evaluasi terhadap konsekuensi

perilaku (outcome evaluation) dan keyakinan akan perilaku tersebut (behavioral
beliefs).

Sikap adalah keyakinan positif atau negatif untuk menampilkan suatu
perilaku tertentu. Keyakinan-keyakinan atau beliefs ini disebut dengan behavorial
beliefs. Seseorang individu akan berniat untuk membeli smart TV ketika ia

menilainya secara positif. Sikap ditentukan oleh keyakinan-keyakinan individu
mengenai konsekuensi dari menampilkan suatu perilaku (behavioral beliefs),
ditimbang berdasarkan hasil evaluasi terhadap konsekuensinya (outcome
evaluation). Contoh : Seseorang percaya bahwa smart TV akan memberinya

informasi yang up-to-date setiap harinya. Sikap-sikap tersebut dipercaya memiliki

Universitas Sumatera Utara

20

pengaruh langsung terhadap intensi pembelian smart TV dan dihubungkan dengan
norma subjektif dan persepsi kontrol perilaku.

B.2

Norma Subjektif (Subjective Norm)

B.2.1 Definisi Norma Subjektif
Norma subjektif merupakan determinan kedua terbesar akan intensi dalam
teori perilaku terencana, disebut juga sebagai fungsi dari keyakinan. Keyakinan
individu bahwa individu atau kelompok lain setuju atau tidak setuju untuk
menampilkan sebuah perilaku; atau refrensi sosial itu sendiri terlibat atau tidak
terlibat dalam perilaku tersebut.
Norma subjektif adalah keyakinan individu mengenai harapan orang-orang
sekitar

yang berpengaruh (significant

other )

baik

perorangan

maupun

perkelompok untuk menampilkan perilaku tertentu atau tidak (Ajzen, 2005).
Refrensi yang penting pada kebanyakan perilaku termasuk orang tua
individu tersebut, pasangan, sahabat, teman kerja, dan tergantung pada perilaku
yang dimaksud, mungkin dokter dan akuntan pajak (Ajzen, 2005). Keyakinan
yang mendasari keyakinan norma subjektif ini disebut juga dengan keyakinan
normatif (normative beliefs).
B.2.2 Komponen Norma Subjektif
Dalam teori perilaku terencana (Ajzen,2005) dijelaskan bahwa norma
subjektif memiliki 2 komponen yaitu keyakinan normatif (normative beliefs) dan
motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (motivation to comply).
Keyakinan subjektif diasumsikan sebagai suatu keyakinan mengenai
harapan orang lain terhadap dirinya yang menjadi acuan untuk menampilkan

Universitas Sumatera Utara

21

perilaku atau tidak Keyakinan-keyakinan yang termasuk dalam norma subjektif
disebut juga keyakinan normatif (normative beliefs). Seseorang individu akan
berniat membeli smart TV jika ia mempersepsikan bahwa orang lain yang penting
berpikir ia seharusnya membelinya dan adanya motivasi individu untuk
memenuhi harapan tersebut (motivation to comply). Orang lain yang penting
tersebut bisa pasangan, sahabat, dokter, dsb. Hal ini diketahui dengan cara
menanyai responden untuk menilai apakah orang lain yang penting tersebut
cenderung akan setuju atau tidak setuju jika ia membeli smart TV.
Norma subjektif dapat diukur secara langsung dengan meminta responden
untuk menilai seberapa besar kemungkinan bahwa orang yang penting bagi
dirinya akan menyetujui perilaku yang akan ditunjukkannya.
B.3

Persepsi Kontrol Perilaku (Perceived Behavioral Control)

B.3.1 Definisi Persepsi Kontrol Perilaku
Prediktor terakhir terhadap intensi perilaku dalam teori perilaku terencana
adalah persepsi kontrol perilaku. Persepsi kontrol perilaku dalam teori perilaku
terencana (Ajzen, 1991) didefinisikan sebagai persepsi seseorang terhadap sulit
tidaknya melaksanakan perilaku yang diinginkan, tekait dengan keyakinan akan
tersedia atau tidaknya sumber dan kesempatan yang diperlukan untuk
mewujudkan perilaku tertentu. Persepsi kontrol perilaku ini juga merupakan
fungsi dari keyakinan, keyakinan tentang hadir tidaknya faktor yang
mengfasilitasi atau menghambat tampilnya sebuah perilaku (Ajzen, 2005).
Keyakinan ini dapat berupa bagian dari pengalaman individu terhadap perilaku
tersebut, tapi biasanya juga akan dipengaruhi oleh informasi dari orang lain

Universitas Sumatera Utara

22

mengenai perilaku tersebut, dengan mengobservasi pengalaman teman atau
kenalan, dan oleh faktor lain yang menaikkan atau menurunkan kesulitan yang
dirasakan untuk menampilkan sebuah perilaku. Semakin besar sumber daya dan
kesempatan yang dirasa individu dan semakin sedikit halangan yang diharapkan
individu, semakin besar persepsi kontrol perilaku individu.
B.3.2 Komponen Persepsi Kontrol Perilaku
Persepsi kontrol perilaku dalam teori perilaku terencana (Ajzen, 2005)
terdiri dari 2 komponen yaitu keyakinan kontrol (control beliefs) dan kekuatan
dari kontrol perilaku tersebut (power of control factors).
Persepsi kontrol perilaku menunjuk pada suatu derajat dimana seseorang
individu merasa bahwa tampil atau tidaknya suatu perilaku yang dimaksud adalah
dibawah pengendaliannya. Orang cenderung tidak akan membentuk suatu intensi
yang kuat untuk menampilkan suatu perilaku tertentu jika ia percaya bahwa ia
tidak memiliki sumber atau kesempatan untuk melakukannya meskipun ia
memiliki sikap positif dan ia percaya bahwa orang lain yang penting baginya akan
menyetujuinya. Keyakinan pada persepsi kontrol perilaku disebut juga dengan
keyakinan kontrol (control beliefs). Selain keyakinan kontrol, persepsi kontrol
perilaku dipengaruhi juga oleh persepsi individu mengenai seberapa kuat kontrol
tersebut untuk mempengaruhi dirinya dalam memunculkan tingkah laku sehingga
memudahkan atau menyulitkan pemunculan tingkah laku tersebut (power of
control beliefs). Persepsi kontrol perilaku dapat mempengaruhi pembelian smart

TV secara langsung atau tidak langsung melalui intensi. Jalur langsung dari
persepsi kontrol perilaku ke perilaku diharapkan muncul ketika terdapat

Universitas Sumatera Utara

23

keselarasan antara persepsi mengenai kendali dan kendali yang aktual dari
seseorang atas suatu perilaku.
Persepsi kontrol individu dapat diukur dengan menanyakan kepada
individu apakah mereka percaya mereka mampu menampilkan sebuah perilaku
yang diinginkannya, apakah mereka percaya dengan melakukan hal itu dibawah
kontrol mereka sepenuhnya, dll.

C. Produk Samsung smart TV
Smart TV adalah sebuah TV digital digital dengan kemampuan built-in,
one-touch access ke berbagai fitur berbasis internet tanpa membutuhkan

perangkat komputer. Fitur-fitur yang dimaksud seperti video streaming (Netflix,
YouTube), media sosial, permainan, dan berbagai aplikasi lainnya (Caswell,
2013).
Hak paten atas smart TV pertama kali diperkenalkan oleh sebuah
perusahaan di Perancis pada tahun 2004, namun kehadirannya tidak dipasarkan
secara global hingga tahun 2009-2010 (Caswell, 2013). Sekitar 66 juta unit smart
TV terjual pada tahun 2012 di seluruh dunia, angka ini meningkat 27% dari 52
juta unit pada tahun 2011 dan tahun ini diperkirakan angka tersebut akan
meningkat hingga 85 juta sesuai dengan data penelitian oleh IHS iSuplli (Tarr,
2013).
Samsung Electronics Co., merupakan produsen smart TV dengan tingkat
penjualan TV terbesar di dunia (Clark & Vascellaro, 2012). Samsung smart TV
pertama kali hadir di Indonesia pada tahun 2011 dengan 450 aplikasi yang dapat

Universitas Sumatera Utara

24

diakses dan 15 aplikasi di antaranya merupakan hasil kreasi anak bangsa
(Samsung, 2013). Salah satu kelebihan utama Samsung Smart TV adalah
kemampuannya untuk mengikuti perkembangan zaman. Dengan adaanya
evolution kit, konsumen Samsung smart TV tidak perlu khawatir ketinggalan

dengan perkembangan TV selanjutnya karena TV tersebut dapat diperbaharui atau
seperti men-upgrade sistem TV tersebut (Tjahjono, 2013).
Samsung smart TV saat ini juga telah menggunakan teknologi quad-core
yang sebelumnya merupakan dual-core, sehingga kinerja TV dan kemampuan
multitasking menjadi lebih cepat (Samsung, 2013). Tahun 2013, Samsung juga

mengubah tampilan smart TV-nya menjadi lebih sederhana dan informatif dengan
adanya icon konten yang dapat diakses dengan mudah, seperti Apps, Social, dan
Photos, Videos & Music, yang disebut dengan Smart Hub 2013. Selain itu,

kemampuan voice control dan gesture control juga menjadi lebih baik di tahun
2013. Keunggulan lain Samsung smart TV sehingga membuatnya berbeda dengan
smart TV lainnya adalah kemampuan convergence, yang terdiri dari smart view

untuk mengalirkan konten yang sedang tertampil di TV ke tablet atau smartphone
sehingga konsumen dapat melanjutkan tontonan melalui smartphone apabila
hendak berpisah dengan TV, screen mirroring untuk menampilkan apa yang ada
di layar tablet atau smartphone ke dalam TV. Samsung smart TV juga dapat
dikontrol dengan perangkat Apple yang sudah menggunakan iOS (iPad, iPhone,
dan iPod Touch) dan perangkat Samsung (smartphone dan tablet) dengan
Samsung TV Remote (Samsung, 2013).

Universitas Sumatera Utara

25

D. Dinamika Teori
D.1 Sikap terhadap Intensi Membeli
Penelitian

yang

dilakukan

oleh

Nikdavoodi

(2012)

di

Swedia

menunjukkan bahwa inovasi konsumen dan sikap terhadap kosmetik make up
berpengaruh positif terhadap intensi membeli kosmetik. Sikap secara signifikan
memberi pengaruh atau sumbangan terhadap intensi membeli buku referensi
kuliah illegal (Rahmah, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Trisdiarto (2012)
yang meneliti niat beli konsumen untuk barang fashion palsu menunjukkan bahwa
sikap konsumen berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat beli komsumen
di Denpasar. Sikap pada pembelian memiliki pengaruh yang signifikan (54,7%)
dalam meningkatkan niat beli konsumen melalui e-commerce (Peristian, 2009).
Sikap berpengaruh signifikan terhadap niat beli di Sogo Department Store
Tunjungan Plaza Surabaya (Anggelina & Japarianto, 2014). Sikap terhadap CLBP
(Counterfeit Luxury-Branded Products) dapat memprediksi niat beli produk
barang mewah tiruan (Lu, 2013). Sikap pembelian mempunyai pengaruh positif
pada niat beli makanan organik (Selvia, 2013). Dari hasil penelitian diatas,
menunjukkan bahwa sikap berpengaruh secara signifikan terhadap intensi
membeli.
D.2 Norma Subjektif terhadap Intensi Membeli
Variabel norma subjektif berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap minat pembelian ulang pada Ramayana Department Store Pringgan
Medan (Sianipar, 2011). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rahmah (2011)

Universitas Sumatera Utara

26

disimpulkan bahwa norma subjektif berpengaruh terhadap intensi membeli buku
referensi illegal. Norma subjektif berpengaruh signifikan terhadap niat beli di
Sogo Department Store Tunjungan Plaza Surabaya (Anggelina & Japarianto,
2014). Dari hasil penelitian diatas, menunjukkan bahwa norma subjektif
berpengaruh secara signifikan terhadap intensi membeli.

D.3 Persepsi Kontrol Perilaku terhadap Intensi Membeli
Persepsi kontrol perilaku secara signifikan memberi sumbangan intensi
membeli buku referensi kuliah illegal (Rahmah, 2011). Persepsi kontrol perilaku
berpengaruh signifikan terhadap niat beli di Sogo Department Store Tunjungan
Plaza Surabaya (Anggelina & Japarianto, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh
Arumsari (2014) menunjukkan bahwa variabel persepsi kontrol perilaku (p