Uji Disolusi Kapsul Kloramfenikol Secara Spektrofotometri UV-Visible yang di Produksi Oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan

4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Obat
Secara umum obat dapat diartikan sebagai semua bahan tunggal atau campuran
yang dipergunakan oleh semua mahluk hidup untuk bagian dalam maupun luar,
guna mencegah, meringankan ataupun menyembuhkan penyakit. Menurut
undang-undang kesehatan, yang dimaksud dengan obat adalah suatu bahan atau
campuran bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menentukan
diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau
gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah atau rohaniah pada manusia atau
hewan,termasuk memperelok tubuh atau bagian tubuh (Syamsuni, 2006).
Meskipun obat dapat menyembuhkan penyakit, tetapi masih banyak juga
orang yang menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu, dapat dikatakan
bahwa obat dapat bersifat sebagai obat dan dapat juga bersifat sebagai racun. Obat
itu akan bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam pengobatan suatu
penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat.
Semakin cepat efek suatu obat muncul, semakin kuat pula racun yang
dikandungnya. Jika memilih obat, harap dilihat bahwa obat yang sangat efektif,

yang menghilangkan rasa sakit dengan cepat, jauh lebih berbahaya bagi tubuh dari
pada banyak obat-obatan lain. Obat-obatan bisa berguna jika terasa sakit yang tak
tertahankan atau terjadi pendarahan atau dalam keadaan darurat untuk menekan

Universitas Sumatera Utara

5

gejala-gejala yang harus diredakan. Jadi, apabila obat salah digunakan dalam
pengobatan atau dengan dosis yang berlebih maka akan menimbulkan keracunan.
Dan bila dosisnya kecil maka kita tidak akan memperoleh penyembuhan
(Anief, 1991).
2.2 Pengertian Kapsul
2.2.1 Kapsul secara umum
Kapsul merupakan suatu bentuk sediaan padat, dimana satu macam bahan
obat atau lebih dan bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam cangkang atau
wadah kecil yang umumnya dibuat dari gelatin yang sesuai (Anief, 1991).
Gelatin merupakan bahan yang sesuai untuk pembentukan cangkang kapsul
karena larut, membentuk cangkang yang kuat, lapis tipis dan berubah dari bentuk
larutan menjadi bentuk gel sedikit diatas temperatur lingkungan. Gelatin segera

larut dalam air pada temperatur tubuh, dan tidak larut jika temperatur turun
dibawah 30 ̊C (Agoes, 2008).

2.2.2 Persyaratan Kapsul
Persyaratan kapsul adalah sebagai berikut:
1. Keseragaman Sediaan
Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan salah satu dari dua metode,
yaitu keseragaman bobot dan keseragaman kandungan. Jika bahan aktif dari
sediaan tidak kurang dari 50% dari bobot sediaan atau kapsul dan lebih besar dari
50 mg persyaratannya dapat ditetapkan dengan keseragaman bobot. Jika
kandungan bahan aktifnya lebih kecil dapat digunakan persyaratan keseragaman
kandungan (Ditjen POM, 1995).

Universitas Sumatera Utara

6

2. Waktu Hancur
Pengujian kehancuran adalah suatu pengujian untuk mengetahui seberapa
cepat tablet hancur menjadi agregat atau partikel lebih halus. Pengujian dilakukan

berdasarkan asumsi bahwa jika produk hancur dalam periode waktu singkat, misal
dalam 5 menit, maka obat akan dilepas dan tidak ada antisipasi masalah dalam hal
kualitas produk obat. Waktu hancur setiap tablet atau kapsul dicatat dan
memenuhi persyaratan spesifikasi waktu (dalam 15 menit) (Syamsuni, 2007).
3. Disolusi
Disolusi adalah larutnya zat berkhasiat dalam suatu media disolusi. Uji ini
dimaksudkan untuk mengetahui berapa persentasi zat aktif dalam obat yang dapat
terlarut dan terabsorpsi dan masuk ke dalam peredaran darah untuk memberikan
efek terapi pada tubuh (Syamsuni, 2007).
4. Kadar Zat Berkhasiat
Pengujian ini dilakukan dengan cara kuantitatif dari pengujian identifikasi.
10-20 kapsul isinya di gerus dan bahan aktif yang larut diekstraksi menggunakan
pelarut yang sesuai menurut prosedur yang sudah ditetapkan. Umumnya rentang
kadar bahan aktif yang ditentukan berada diantara 90-110% dari pernyataan pada
etiket. Ada tiga kegunaan uji disolusi, yaitu dapat menjamin keseragaman satu
batch, menjamin bahwa obat akan memberikan efek terapi yang diinginkan, dan
juga uji disolusi diperlukan dalam rangka pengembangan suatu obat baru. Obat
yang telah memenuhi persyaratan keseragaman kandungan, waktu hancur dan
penetapan kadar zat berkhasiat belum dapat menjamin bahwa suatu obat
memenuhi efek terapi, karena itu uji disolusi harus dilakukan pada setiap produksi

kapsul (Agoes, 2008).

Universitas Sumatera Utara

7

2.3 Antibiotik
Antibiotik berasal dari kata Yunani ( Anti = lawan, bios = hidup) adalah zat-zat
kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan
atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia
relatif kecil. Kegiatan antibiotik untuk pertama kalinya ditemukan secara
kebetulan oleh dr.Alexander Fleming ( Inggris,1928). Turunan zat-zar ini dibuat
secara semi-sintesis, juga termasuk kelompok ini, begitu pula semula senyawa
sintesis dengan khasiat antibakteri ( Tjay dan Rahardja,2010 ).
Antibiotik digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi akibat kuman
misalnya radang paru-paru, tifus, luka yang berat dan sebagainya. Pemakaian
antibiotik harus di bawah pengawasan seorang dokter, karena obat ini dapat
menimbulkan kerja ikutan yang tidak dikehendaki dan dapat mendatangkan
kerugian yang cukup besar bila pemakaiannya tidak dikontrol dengan betul
(Widjajanti,1998).


2.3.1

Penggolongan Antibiotik Menurut (Tjay & Rahardja, 2007) yaitu :

a.Penggolongan antibiotik berdasarkan spektrum kerjanya :
- Antibiotika spektrum luas (broad spectrum) adalah antibiotik yang bersifat aktif
bekerja terhadap banyak jenis mikroba yaitu bakteri gram positif dan gram
negatif. Contoh sulfonamid, ampisilin, sefalosforin, kloramfenikol, tetrasiklin, dan
rifampisin. Antibiotik berspektrum luas sering kali dipakai untuk mengobati
penyakit infeksi yang menyerang belum diidentifikasi dengan pembiakan dan
sensitifitas.

Universitas Sumatera Utara

8

- Antibiotika spektrum sempit (narrow spectrum) golongan ini terutama efektif
untuk melawan satu jenis organisme. Contohnya penisilin dan eritromisin dipakai
untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif. Karena

antibiotik berspektrum sempit bersifat selektif, maka obat-obat ini lebih aktif
dalam melawan organisme tunggal tersebut daripada antibiotik berspektrum luas
Sedangkan streptomisin, gentamisin, hanya bekerja terhadap kuman gram-negatif.
b.Penggolongan Antibiotik berdasarkan toksiknya yaitu:
- Bakterisida: Antibiotika yang bakterisid secara aktif membunuh bakteri.
Termasuk dalam golongan ini adalah penisilin, sefalosporin, aminoglikosida
(dosis besar), kotrimoksazol , polipeptida, rifampisin dan isoniazid.
- Bakteriostatik: Antibiotika bakteriostatik bekerja dengan mencegah atau
menghambat pertumbuhan bakteri, tidak membunuhnya sehingga pembasmian
kuman sangat tergantung pada daya tahan tubuh. Termasuk dalam golongan ini
adalah sulfonamida, tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin dan trimetropim.

2.3.2 Efek Samping Antibiotik
Penggunaan antibiotik yang sembarangan dan tidak tepat dosis, dapat
menggagalkan terapi pengobatan yang sedang dilakukan. Selain itu dapat
menimbulkan bahaya seperti :
1. Resistensi, ialah tidak terganggunya sel mikroba oleh antibiotik yang
merupakan suatu mekanisme alami untuk bertahan hidup. Ini dapat terjadi apabila
antibiotik diberikan atau digunakan dengan dosis yang terlalu rendah atau masa
terapi yang tidak tepat.


Universitas Sumatera Utara

9

2. Super infeksi, yaitu infeksi sekunder yang timbul ketika pengobatan terhadap
infeksi primer sedang berlangsung dimana jenis dan infeksi yang timbul berbeda
dengan infeksi primer (Tjay & Rahardja, 2010).

2.4 Kloramfenikol
2.4.1 Sejarah Kloramfenikol
Kloramfenikol digunakan sebagai antibiotik bersifat bakteriostatis dan
mempunyai spektrum luas terhadap semua kuman gram-positif dan sejumlah
kuman gram-negatif. Merupakan obat pilihan untuk pengobatan demam tifoid
akut yang disebabkan oleh Salmonella Sp. Kloramfenikol pada awalnya diisolasi
oleh Burkholder pada tahun 1947 dari contoh tanah yang diambil dari Venezuela,
sekarang telah dapat dibuat melalui sintesis total, yang metodenya relatif lebih
sederhana

dan


biayanya

lebih

murah.

Kloramfenikol

efektif

terhadap

konjungtifitis bakterial yang disebabkan oleh mikoroorganisme, termasuk
Pseudomonas Sp. Senyawa ini juga efektif untuk pengobatan infeksi berat yang

disebabkan oleh bakteri gram positif dan gram negatif (Siswandono dan
Soekardjo, 1995).

2.4.2 Struktur dan Sifat Kloramfenikol


O2N

OH

CH2OH

O

C

C

N

C

H

H


H

CH2Cl 2

2.4 Gambar Struktur Kloramfenikol

Universitas Sumatera Utara

10

Menurut Dirjen POM (1995), kloramfenikol memiliki informasi yaitu:
Rumus Molekul

: C11H12Cl2N2O5

Nama Umum

: Kloramfenikol


Pemerian

: Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang;
putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan; larutan
praktis netral terhadap lakmus P; stabil dalam larutan netral
atau larutan agak asam.

Kelarutan

: Sukar larut dalam air,mudah larut dalam etanol, dalam
propilen glikol, dalam aseton dan dalam etil asetat.

Persyaratan

:Pada

sediaan

kapsul

kloramfenikol

mengandung

kloramfenikol, C11H12Cl2N2O5, tidak kurang dari 90,0% dan
tidak lebih dari 120,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.
PH

: Antara 4,5 dan 7,5

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat dan tahan cahaya.

Indikasi

: Sebagai antibiotik

Bentuk sediaan

: Kapsul 250 mg

Kloramfenikol merupakan suatu antibiotik broad spectrum yang aktif
terhadap bakteri gram positif dan gram negatif. Antibiotik ini dihasilkan oleh
Streptomyces Venezuela dan antibiotik yang digunakan untuk mengobati berbagai

macam infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme. Berbagai turunan
kloramfenikol berhasil disintesis akan tetapi tidak ada senyawa yang khasiatnya
melampaui khasiat kloramfenikol (Widjajanti,1998).
Kloramfenikol akan terasa pahit apabila diberikan secara oral tanpa
dimasukkan ke dalam kapsul. Sebaliknya, ester palmitat dari antibiotik ini relatif

Universitas Sumatera Utara

11

tidak berasa pahit, jadi dapat digunakan untuk anak-anak dan untuk pasien yang
tidak dapat menelan kapsul kloramfenikol diabsorpsi cepat dan hampir sempurna
dari saluran cerna, karena obat ini mengalami penetrasi membran sel secara cepat.
Setelah absorpsi, kloramfenikol didistribusikan secara luas ke seluruh jaringan
dan cairan tubuh. Metabolit utama kloramfenikol adalah glukuronida –nya yang
bekerja antibiotik, yang dibuat di hati dan diekskresikan melalui ginjal.
(Katzung, B. G., 2004).
Kloramfenikol bekerja menghambat pertumbuhan bakteri, mekanisme
kerja antibiotik ini ialah menghambat sintesis protein yang dibutuhkan untuk
pembentukan sel-sel bakteri sehingga kloramfenikol menghambat fungsi RNA
dari bakteri (Widjajanti,1998).

2.4.3 Farmakokinetika
Penyerapan obat melalui saluran cerna cukup baik (75-90%), kadar plasma
tertinggi dicapai dalam 2-3 jam. Waktu paruh kloramfenikol pada orang dewasa ±
3 jam, sedang pada bayi di bawah 1 bulan 12-24 jam (Siswandono dan Soekardjo,
1995).

2.4.4 Kontraindikasi
Kloramfenikol tidak diberikan pada penderita alergi, penyakit hati yang
berat, adanya penyakit darah, dalam kombinasi dengan obat hematotoksik lain
seperti sitostatik, pada pasien insufisiensi ginjal pada minggu terakhir kehamilan,
setelah melahirkan, pada bayi prematur dan bayi baru lahir (Wattimena,1991).

Universitas Sumatera Utara

12

2.4.5 Efek Samping dan Toksikologi
Efek samping yang ditimbulkan kloramfenikol antara lain gangguan
lambung-usus, radang lidah dan mukosa mulut. Tetapi yang sangat berbahaya
yaitu dapat mengakibatkan kerusakan pada sumsum tulang belakang sehingga
produksi sel-sel darah merah menjadi terganggu (Tjay, 20010).
Sumsum tulang belakang, yang menimbulkan kelainan darah yang serius,
seperti anemia aplastik, granulositopenia, trombositopenia. Selain itu, obat ini
juga dapat menyebabkan gangguan saluran cerna dan reaksi hipersensitivitas.
Oleh karena itu kloramfenikol tidak boleh digunakan untuk pengobatan infeksi
yang bukan indikasinya seperti influenza, infeksi kerongkongan atau untuk
pencegahan infeksi (Siswandono dan Soekardjo, 1995 ).
Efek samping yang berupa depresi sumsum tulang dapat tampak dalam
dua bentuk anemia yakni sebagai berikut:
a.Penghambat pembentukan sel-sel darah (eritrosit,trombosis,dan granulosit) yang
timbul dalam waktu lima hari sesudah dimulainya terapi. Gangguan bersifat
reversible.
b.Anemia aplastis, yang dapat timbul sesudah beberapa minggu sampai
kerusakan sumsum tulang ini disebabkan oleh metabolit kloramfenikol
toksik yang dibentuk oleh kuman usus. Telah dipastikan bahwa obat
diuraikan oleh sinar UV menjadi senyawa nitro yang toksis bagi sel-sel sumsum
(Tjay dan Rahardja,2010).

Universitas Sumatera Utara

13

2.4.6 Metode Penetapan Kadar Kloramfenikol
2.4.6.1 Secara Kualitatatif
Menurut ( Rohman, 2008) adalah :
1.

Metode Titrasi Bebas Air ( TBA)
Titrasi bebas air adalah titrasi yang dilakukan untuk larutan yang tidak dapat

larut dalam air tetapi dapat larut dalam pelarut-pelarut organik lainnya seperti
asam salisilat. Titrasi bebas air sering digunakan untuk prosedur titrimetri yang
paling umum untuk uji-uji dalam farmakope. Prosedur yang paling umum
digunakan untuk titrasi basa dengan menggunakan titran asam perklorat dalam
asam asetat.
Klormfenikol dalam suasana asam akan terurai menjadi senyawa amina
primer melalui gugus amida. Senyawa amina primer hasil penguraian
kloramfenikol dalam suasana asam cukup basa untuk titrasi secara bebas air.
Penambahan raksa (II) asetat diperlukan untuk mengikat adanya klorida bebas
yang mungkin terjadi penguraian. Indikator yang digunakan adalah indikator
larutan kristal violet. Titik akhir titrasi ditandai dengan tepat berubahnya warna
larutan dari ungu menjadi hijau.
2. Metode Nitrimetri
Titrasi nitrimetri ini sangat sederhana dan sangat berguna untuk
menetapkan kadar-kadar senyawa antibiotik sulfonamide dan juga senyawasenyawa golongan asam amina benzoat. Metode titrasi nitrimetri yaitu metode
penetapan kadar secara kualitatif dengan menggunakan larutan baku NaNO2-.
Metode ini didasarkan pada reaksi antara amina aromatik primer dengan asam
nitrit dalam suasana asam membentuk garam. Titik akhir titrasi nitrimetri tercapai

Universitas Sumatera Utara

14

apabila pada penggoresan larutan yang dititrasi pada pasta kanji iodide atau kertas
kanji iodide akan terbentuk warna hijau tosca atau biru (Rohman,2008).
3. Metode Bromometri
Gugus nitro aromatis pada kloramfenikol setelah diubah menjadi amin
aromatis primer dapat ditetapkan secara bromometri seperti pada sulfonamida.
Bromometri suatu metode oksidimetri yang didasarkan pada reaksi
oksidasi ion bromat, dalam reaksi ini bromat direduksi menjadi bromida. Adanya
bromida menyebabkan larutan berwarna kuning pucat. Warna tersebut tidak
terlalu jelas sehingga kesulitan untuk menetapkan titik ekivalen. Namun pewarna
organik tertentu terurai oleh brom bebas dan menyebabkan larutan menjadi tidak
berwarna. Zat warna yang paling bannyak digunkan dalam titrasi bromometri
adalah metil jingga dan metil merah. Zat warna tersebut tidak dikelompokan
dalam indikator redoks karena reaksinya tidak reversibel, sedang indikator redoks
reversibel. Pada analisa kualitatif digunakan sebagai identifikasi organoleptik.
4. Metode Argentometri
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar
halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak
nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu. Metode ini disebut juga metode
pengendapan karena pada argentometri menghasilkan pembentukan senyawa yang
relatif tidak larut atau endapan (Gandjar, 2007).
Kalium kromat dapat digunakan sebagai suatu indikator yang akan
menghasilkan warna merah dengan kelebihan ion Ag+. Titrasi yang lebih banyak
digunakan adalah metode titrasi balik. Kelebihan AgNO3 ditambahkan ke dalam
sampel yang mengandung ion klorida atau bromida. Kelebihan AgNO3 kemudian

Universitas Sumatera Utara

15

dititrasi dengan ammonium tiosianat dan ammonium fero sulfat digunakan
sebagai indikator .

2.4.6.2 Secara Kuantitatif
1. Metode Spektrofotometri
a. Spektrofotometri UV
Kloramfenikol dalam larutan air menunjukan spektrum absorbansi yang
lebar pada panjang gelombang maksimal 278 nm. Absorbansi ini disebabkan oleh
gugus p-nitrofenil, karenanya hasil peruraiannya juga memberikan spektrum yang
serupa sehingga karena alasan ini metode spektrofotometri banyak digunakan
terhadap senyawa murni atau digunakan untuk menetapkan kadar hasil pemisahan
secara kromatografi. Kloramfenikol dalam air pada 278 nm adalah sebesar 298.
Kloramfenikol dalam etil asetat 15 % dan dalam Kloroform menunjukan
absorbansi maksimum di 272 nm. Pada senyawa yang telah tersimpan lama,
sebaiknya diuji terlebih dulu dengan KLT untuk melihat apakah ada peruraian
atau tidak. Bila setelah diujidengan KLT terdapat 1 bercak maka kloramfenikol
belum mengalami peruraian, jika lebih satu bercak berarti telah terjadi peruraian.
Jika kloramfenikol telah terurai maa metode penetapan kadarnya yang sesuai
adalah metode kromatografi.
Cara penetapan kadar kloramfenikol secar spektrofotometri : lebih kurang
30 mg kloramfenikol yang ditimbang seksama dilarutkan dalam etanol mutlak
secukupnya lalu diencerkan dengan air hingga 100 ml. Larutan ini diukur
absorbansinya menggunakan kuvet 1 cm pada panjang gelombang 278 nm.

Universitas Sumatera Utara

16

b. Spektrofotometri Sinar Tampak (Visible) atau Kolorimetri
Kloramfenikol juga dapat ditetapkan secara kolorimetri setelah gugus
nitronya direduksi menjadi amin primer aromatis kemudian dilanjutkan dengan
diazotasi dan direaksikan dengan N-(1-naftil)-etilendiamin seperti telah dijelaskan
pada sulfonamida.

2. Kromatografi
a. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Metode spektrofotometri tidak dapat membedakan antar kloramfenikol
dan produk degradasinya. Metode KCKT telah dikembangkan untuk mentapkan
kadar kloramfenikol. Fase gerak digunakan adalah campuran buffer Kalium
Monobasik fosfat 0,01 Metanol dengan perbandingan 58: 42 dan dihantarkan
secara isokraktik dengan kecepatan alir fase gerak.1,5 ml/menit. Semua larutan
diinjeksikan dengan 5 volume µL. Larutan baku kloramfenikol yang mengandung
standart internal dari larutan stok dalam labu takar dan dibuat sampai volume
dengan metanol. Waktu retensi tergantung pada pH fase gerak. Pemisahan
optimum dari kloramfenikol dan bahan-bahan tambahan lain diperoleh pada pH
fase gerak.
b. Kromatografi Gas
Kloramfenikol

dalam

produk

farmasi

dapat

ditetapkan

dengan

kromatografi gas-cair dengan asetamid membentuk eter sebelum diinjeksikan ke
kromatografi gas dengan standar internal m-fenilen dibenzoat. Metode ini sukses
baik untuk kloramfenikol murni atau kloramfenikol dalam sediaan farmasi.

Universitas Sumatera Utara

17

2.5 Lambung
2.5.1 Pengertian Lambung
Lambung adalah tabung elastis, yang lebar dan lunak dengan isi kosong
volumenya 1-1,5 liter, sesudah makan lambung dapat membesar sampai 30 cm
dan panjangnya dengan volume 3-4 liter, dindingnya terdiri dari 3 lapisan otot
yang dari selaput-lendir dan dari luar oleh selaput-perut. Otot-otot ini berfungsi
menggerakkan peristaltik yang meremes makanan menjadi bubur.
Fungsi lambung adalah sebagai penampung makanan dan ditempat inilah
makanan diaduk secara intensif dengan getah lambung dan terjadi absorpsi dari
bahan makanan tertentu, mencerna makanan secara kimiawi yaitu dimana pertama
kali protein dirubah menjadi polipeptida ( Thay dan Rahardja, 2010).
Adapun 3 bagian utama lambung adalah:
1.Cardia ( bagian atas ) pintu masuk makanan yang berasal dari kerongkongan.
2.Fundus (bagian tengah) untuk mengakomodasi makanan tanpa banyak
meningkatkan tekanan dalam lambung dan membentuk kantong udara ( gas-gas
teakumulasi) dan berbentuk bulat. Di dalam fundus pula makanan yang tidak
dicerna disimpan selama kurang lebih satu jam.
3.Pylorus ( bagian bawah ) pintu pembuka lewatnya isi lambung kedalam organ
berikutnya yaitu duodenum. Di bagian pilorus inilah proses pencernaan secara
kimia terjadi. Apabila pH makanan asam, maka otot-otot pilorus mengendor
sehingga menyebabkan pintu pilorus terbuka dan sebaliknya jika makanan basa,
maka otot-otot pilorus akan berkontraksi yang menyebabkan pintu pilorus
menutup ( devissaguet,1993).

Universitas Sumatera Utara

18

2.5 Gambar Bagian Lambung

2.5.2 Gerakan Lambung dan Waktu Lewat
Menurut (devissaguet,1993) adalah Gerakan lambung dimulai dari fundus
bagian tengah dan bepindah menuju pylorus. Gerakan dimulai 5-10 menit.
Sesudah makanan masuk ke dalam lambung dan terjadi 4-6 gerakan setiap menit
dan selanjutnya mencapai pylorus dalam waktu 20 detik. Dengan demikian
makanan tertimbun pada lapisan berikutnya tanpa energi pengadukan. Adanya
pengadukan dipermukaan menjamin pencampuran yang lebih baik antara cairan
lambung dan bahan yang akan diserap kecuali pada daerah pylorus yang
gelombang geraknya lebih kuat. Hanya campuran isi lambung yang cukup encer
yang dapat melewati pylorus secara bertahap.
Obat yang diserap tercampur dengan masa makanan tanpa benar-benar
teraduk ia berada di pylorus. Pelepasan, pelarutan dan penyerapan di lambung
terjadi dengan lambat bila obat digunakan bersamaan atau setelah makan.
Sebaliknya saat puasa dan disertai dengan segelas air, ketiga fase tahapan obat
secara efektif. Tetapi cairan dengan cepat memasuki duodenum, terutama bila

Universitas Sumatera Utara

19

yang ditelan berbentuk cairan dan diminum bersama segelas air. Pada saat puasa
pylorus akan terbuka atau terbuka sedikit dan pembukaan pertama menyebabkan
obat segera memasuki duodenum dan pylorus segera menutup kembali.
Mekanisme pembukaan dan penutupan pylorus sesungguhnya masih
kabur. Proses tersebut merupakan fungsi pH cairan duodenum ( pylorus hanya
bisa membuka bila pH diduodenum menjadi netral dan meutup kembali bila pH
nya kembali normal). Pylorus terbuka oleh gelombang peristaltik. Waktu tinggal
lambung dan faktor yang berperan pada pengosongan lambung. Obat akan berada
dilambung selama 10 menit sampai 1,5 jam. Bila sejumlah cairan dan obat
digunakan di luar jam makan tampaknya akan segera diteruskan ke duodenum,
makanan secara teratur berpindah dalam waktu relatif lama rata-rata 1-4 jam.
Sesampai diusus halus, makanan yang telah melalui serangkaian proses
tadi akan bertemu dengan enzim dan zat lainnya berasal dari sel-sel usus, empedu,
hati dan pankreas. Zat ini akan memecah karbohidrat, lemak dan protein menjadi
senyawa yang lebih sederhana sehingga dapat diserap oleh tubuh. Usus halus
merupakan lanjutan dari lambung. Fungsi dari usus halus untuk mencerna dan
mengabsorbsi dari lambung.
Usus halus terdiri atas 3 bagian adalah:
1.Duodenum (usus dua belas jari) bagian usus halus yang berhubungan langsung
dengan lambung. Bentuknya melengkung dan panjangnya 30 cm adalah bagian
pertama tempat terjadinya percernaan. Duodenum terdiri dari 2 saluran muara
yaitu saluran pankreas dan saluran empedu. Duodenum bersifat asam dengan pH
4-6.

Universitas Sumatera Utara

20

2.Jejunum (usus kosong) berfungsi memecah makanan menjadi lebih sederhana,
di dalam jejunum makanan menjadi bubur yang lumat dan encer dan sebagai
tempat penyelesaian dari semua proses pencernaan makanan dan menghasilkan
glukosa,asam amino, asam lemak dan gliserol. Di jejunum bersifat netral dengan
pH 6-7.
3.Ileum (usus penyerapan) adalah tempat penyerapan sari-sari makanan dan
diedarkan keseluruh pembuluh darah pada tubuh dan pHnya agak basa (7-8).
Setelah itu sisa makanan yang tidak diserap diusus halus akan menuju usus
besar yang berakhir dianus pada Lampiran 2.
Pemberian obat saat makan menyebabkan perjalanan obat yang lambat dan
teratur ketempat penyerapan, jadi memeungkinkan pengosongan usus terjadi lebih
lengkap karena adanya efek pengenceran oleh makanan.
Waktu mencerna berbeda-beda untuk setiap makanan atau minuman.
Makanan yang padat akan membutuhkan waktu yang lebih lama daripada zat cair
(minuman) sehingga menurut ilmu kesehatan dianjurkan mengunyah makanan 32
kali agar makanan menjadi lebih lembut, sehingga akan meringankan beban
lambung untuk melumatkan makanan tersebut.Semakin lumat makanan yang
masuk lambung, maka semakin cepat melintasi lambung. Jenis makanan lemak
dan sayuran hijau akan lebih lama berada di dalam lambung sehingga orang akan
merasa kenyang lebih lama.
Makanan yang masuk pada lambung bertahan selama 2-5 jam. Makanan
dalam lambung mengalami serangkaian proses kimiawi oleh getah lambung,
sekitar 1 – 2 liter yang dihasilkan oleh 35 juta kelenjar, antara lain HCl, enzim
pepsin, enzim renin, lipase, mukus (lendir), dan faktor intrinsik. Enzim pepsin

Universitas Sumatera Utara

21

akan memecah molekul protein menjadi peptida, enzim renin akan mencerna
protein susu menjadi kasein, sedangkan enzim lipase akan mengemulsikan lemak
dalam makanan. Jadi, perlakuan kimiawi protein pertama kali dilakukan di dalam
lambung (Tjay dan Rahardja,2010).
Lambung mendapat aktivitas penekanan, sehingga bila ia kosong
dindingnya melekat, meninggalkan kantong udara pada bagian atas, sedangkan
bila lambung terisi penekanan akan berkurang dan volume lambung bertambah .
Dalam keadaan puasa, lambung merupakan kantong memiliki volume 50 ml dan
mengandung sejumlah kecil cairan lambung (pH 1-3) maka penyerapan secara
filtrasi atau difusi pasif terjadi lebih cepat untuk

masuk keperedaran darah.

Sedangkan saat lambung berisi makanan maka senyawa yang lama berada
dilambung akan berdifusi lebih lambat (pH 3-5). Hal ini disebabkan oleh adanya
pengenceran zat aktif dalam lambung dan kontak dengan penyerapan terbatas
akibatnya penembusan kedalam peredaran darah lebih sedikit (Devissaguet,1993).
Waktu transit total makanan dan bentuk sediaan mulai dari lambung
manusia kira-kira 3-6 jam dalam keadaan puasa dan 6-10 jam dalam keadaan
kenyang ini dimaksudkan pemberian zat aktif yang diabsorbsi didaerah usus
halus memiliki batasan waktu 10 jam ( siregar,2010).

2.6 Disolusi
Disolusi didefenisikan proses suatu zat padat masuk ke dalam pelarut
menghasilkan suatu larutan (proses zat padat melarut) dalam satuan waktu.
Kecepatan disolusi obat merupakan tahap sebelum obat berada dalam darah.
Apabila suatu sediaan padat berada dalam saluran cerna, bahan berkhasiat harus

Universitas Sumatera Utara

22

terlarut, sesudah itu barulah obat tersebut dapat melewati membran saluran cerna.
Obat yang larut baik dalam air akan melarut cepat dan berdifusi secara pasif.
Sebaliknya, obat yang kelarutannya kecil kecepatan disolusi tidak larut atau
disintegrasi sediaan relatif karena pengaruhnya kecil terhadap disolusi zat aktif
(Syukri, 2002).
Ada tiga kegunaan disolusi :
1. Menjamin tablet/ kapsul seragam dalaam 1 batch
2. Menjamin obat bahwa memberikan efek terapi yang diiinginkan
3. Uji disolusi digunakan dalam rangka pengembangan obat baru

2.6.1 Alat Uji Disolusi
Menurut Dirjen POM (1995), ada dua tipe alat uji disolusi sesuai dengan yang
tertera dalam masing-masing monografi yaitu :
a. Alat 1 (Metode Basket)
Alat terdiri atas wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan
transparan lain yang inert, dilengkapi dengan suatu motor atau alat penggerak.
Wadah tercelup sebagian dalam penangas sehingga dapat mempertahankan suhu
Tablet atau kapsul Granul atau agregat Partikel Halus Obat dalam larutan Obat
dalam darah, cairan, dan dalam jaringan lain dalam wadah 37° ± 0,5° C selama
pengujian berlangsung. Bagian dari alat termasuk lingkungan tempat alat
diletakkan tidak dapat memberikan gerakan, goncangan, atau getaran signifikan
yang melebihi gerakan akibat perputaran alat pengaduk. Wadah disolusi
dianjurkan berbentuk silinder dengan dasar setengah bola, tinggi 160-175 mm,
diameter dalam 98-106 mm, dengan volume sampai 1000 ml. Batang logam

Universitas Sumatera Utara

23

berada pada posisi tertentu sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm, berputar
dengan halus dan tanpa goyangan yang berarti. Suatu alat pengatur
mempertahankan kecepatan alat.
b. Alat 2 (Metode Dayung)
Sama seperti alat 1, tetapi pada alat ini digunakan dayung yang terdiri atas
daun dan batang sebagai pengaduk. Batang dari dayung tersebut sumbunya tidak
lebih dari 2 mm dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti. Jarak
antara daun dan bagian dalam dasar wadah dipertahankan selama pengujian
berlangsung. Daun dan batang logam yang merupakan satu kesatuan dapat disalut
dengan suatu penyalut inert yang sesuai. Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar
wadah sebelum dayung mulai berputar.

2.6 Gambar Bagian Alat Uji Disolusi
Tipe 1 ( keranjang ) dan Tipe 2 (Dayung)

2.6.2 Media Disolusi
Menurut Devissaguet (1993), media disolusi yang biasa digunakan adalah:
1. Air Suling ( PH 6 )
Pelarut air digunakan untuk uji penetapan pelarutan beberapa tablet. Pengujian
menggunakan cairan air memberikan hasil yang sangat berbeda dengan cairan
fisiologik, terutama untuk senyawa ionik yang sangat dipengaruhi oleh pH.

Universitas Sumatera Utara

24

2. Larutan Ionik
Larutan ionik banyak digunakan untuk menyesuaikan pH organ tubuh :
a. Larutan asam (PH 1,2) dibuat dari asam klorida encer baik ditambah atau tidak
ditambah dengan larutan natrium atau kalium klorida, sehingga pH cairan
mendekati komposisi cairan lambung.
b. Larutan dapar alkali (pH 7-8) paling sering digunakan untuk meniru pH usus
dalam pengujian sediaan dengan aksi diperpanjang atau aksi terjaga setelah
melewati cairan yang asam.

2.6.3 Prosedur Pengujian Disolusi
Pada tiap pengujian, dimasukkan sejumlah volume media disolusi (seperti
yang tertera dalam masing-masing monografi) kedalam wadah, pasang alat dan
dibiarkan media disolusi mencapai temperatur C. Satu kapsul dicelupkan dalam
keranjang atau dibiarkan tenggelam ke bagian dasar wadah, kemudian pengaduk
diputar dengan kecepatan seperti yang ditetapkan dalam monografi. Pada interval
waktu yang ditetapkan dari media diambil cuplikan pada daerah pertengahan
antara permukaan media disolusi dan bagian atas dari keranjang berputar atau
daun dari alat dayung tidak kurang 1 cm dari dinding wadah untuk analisis
penetapan kadar dari bagian obat yang terlarut. Kapsul harus memenuhi syarat
seperti yang terdapat dalam monografi untuk kecepatan disolusi (Dirjen POM,
1995).

Universitas Sumatera Utara

25

2.6.4 Kriteria Penerimaan Hasil Uji Disolusi
Persyaratan dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang
diuji sesuai dengan tabel penerimaan. Pengujian dilakukan sampai tiga tahap :
Pada tahap 1 (S1), 6 kapsul diuji. Bila pada tahap ini tidak memenuhi syarat,
maka akan dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu tahap 2 (S2). Pada tahap ini 6
kapsul tambahan diuji lagi. Bila tetap tidak memenuhi syarat, maka pengujian
dilanjutkan lagi ke tahap 3 (S3). Pada tahap ini 12 kapsul tambahan diuji lagi.
Kriteria penerimaan hasil uji disolusi dapat dilihat sesuai dengan tabel dibawah
ini.
Tabel 2.6 Tabel Penerimaan Hasil Uji Disolusi
Jumlah Sediaan
Tahap

Kriteria Penerimaan
yang Diuji

S1

6

Tiap unit sediaan tidak kurang Q+5%
Rata-rata dari 12 unit ( S1+S2) adalah sama dengan

S2

6

atau lebih besar dari Q dan tidak satu unit sediaan
yang lebih kecil dari Q-15%
Rata-rata 24 unit (S1+S2+S3) adalah sama dengan
atau lebih besar dari Q, tidak lebih dari 2 unit

S3

12
sediaan yang lebih kecil dari Q-15% dan tidak satu
unit pun yang lebih kecil dari Q-25%

Keterangan:
S1 : Tahap pertama
S2 : Tahap kedua

Universitas Sumatera Utara

26

S3 : Tahap ketiga
Q : Jumlah zat aktif yang terlarut yang tertera dalam masing-masing monografi
Harga Q adalah jumlah zat aktif yang terlarut dalam persen dari jumlah
yang tertera pada etiket. Angka 5% dan 15% dalam tabel adalah persentase kadar
pada etiket, dengan demikian mempunyai arti yang sama dengan Q. Kecuali
dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, persyaratan umum untuk
penetapan satu titik tunggal ialah terdisolusi 75% dalam waktu 45 menit dengan
menggunakan alat 1 pada 100 rpm atau alat 2 pada 50 rpm (Lachman, 1994).

2.6.5 Faktor yang Mempengaruhi Disolusi Zat Aktif
Menurut Syukri (2002), faktor yang mempengaruhi laju disolusi dari bentuk
sediaan, antara lain:
a. Faktor yang berkaitan dengan sifat fisikokimia obat
Sifat-sifat fisikokimia obat yang mempengaruhi laju disolusi meliputi :
kelarutan zat aktif, bentuk kristal, kompleksasi serta ukuran partikel. Sifat
fisikokimia lain seperti kekentalan dapat menimbulkan masalah disolusi.
b. Faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan
Formulasi sediaan berkaitan dengan bentuk sediaan, bahan tambahan dan
cara pengolahan. Pengaruh bentuk sediaan terhadap laju disolusi tergantung
kecepatan pelepasan bahan aktif yang terkandung didalamnya. Penggunaan bahan
tambahan sebagai bahan pengisi, pengikat, penghancur dan pelicin dalam proses
formulasi dapat menghambat atau mempercepat laju disolusi tergantung bahan
tambahan yang digunakan. Faktor formulasi yang mempengaruhi laju disolusi

Universitas Sumatera Utara

27

diantaranya: kecepatan disintegrasi, interaksi obat dengan eksipien (bahan
tambahan) dan kekerasan.
c. Faktor yang berkaitan dengan alat uji disolusi dan parameter uji
Faktor ini dipengaruhi oleh lingkungan selama percobaan meliputi:
kecepatan pengadukan, suhu medium, pH medium dan metode uji yang
digunakan. Pengadukan mempengaruhi penyebaran partikel-partikel dan tebal
lapisan difusi sehingga memperluas permukaan partikel yang kontak dengan
pelarut. Suhu medium berpengaruh terhadap kelarutan zat aktif. Zat yang
kelarutannya tidak tergantung pH, perubahan pH medium disolusi tidak akan
mempengaruhi laju disolusi. Pemilihan kondisi pH pada percobaan in vitro
penting karena kondisi pH akan berbeda pada lokasi obat disaluran cerna. Metode
penentuan laju disolusi yang berbeda dapat menghasilkan laju disolusi sama atau
berbeda, tergantung pada metode uji yang digunakan.

Tablet atau
kapsul

Desintegrasi

Disolusi

Granul atau
agregat
Disolusi

Deagregasi

Partikel halus

/Dipecah
Disolusi

Obat dalam larutan
0

Absorpsi

Obat dalam darah,cairan dan jaringan lain

2.5 Illustrasi skema proses disolusi pada sediaan padat
Setelah granul pecah,baru zat aktif terlepas, bila daya larutnya cukup besar

Universitas Sumatera Utara

28

Setelah granul pecah,baru zat aktif terlepas, bila daya larutnya cukup besar
maka zat aktif tersebut larut dalam cairan lambung atau usus, tergantung dimana
obat berada pada saat itu. Hal ini ditentukan oleh penggosongan lambung yang
berkisar antara 2-3 jam setelah makan. Baru setelah obat larut proses absorpsi
oleh usus dapat dimulai. Untuk jenis obat bentuk sirup atau cairan tidak
mengalami proses desintegrasi menjadi granul dan fase melarut. Sedangkan pada
tablet menghasilkan kadar maksimal setelah 4 jam ( anief,1991)

2.7 Penetapan Kadar
Penetapan kadar dipilih berdasarkan sifat senyawa. Untuk penetapan kadar
dapat dilakukan dengan metode fisikokimia yaitu spektrofotometri UV-Visibel,
fluorometri dan konduktometri (Devissaquest, 1993). Metode yang dipilih dalam
penetapan kadar uji disolusi kapsul Kloramfenikol yaitu Spektrofotometri
Ultraviolet. Spektrofotometri Ultraviolet adalah pengukuran berapa banyak radiasi
yang diserap oleh sampel. Metode ini biasanya digunakan untuk molekul dan ion
anorganik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum Ultraviolet mempunyai
bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang didapatkan,
tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif
(Dachriyanus, 2004).
Analisis spektrofotometri cukup teliti, cepat dan sangat cocok untuk
digunakan pada kadar yang kecil. Senyawa yang dianalisis harus mempunyai
gugus kromofor. Gugus kromofor adalah gugus molekul yang mengandung sistem
elektronik yang dapat menyerap energi pada daerah UV. Larutan yang dapat
dianalisis dengan spektrofotometer visible adalah senyawa yang berwarna.

Universitas Sumatera Utara

29

Contoh: KMnO4. Apabila senyawa tersebut tidak berwarna, maka perlu
ditambahkan pengompleks yang dapat membentuk warna . Contoh : analisis
logam Pb. Pengamatan spektrum bermanfaat, karena dapat membandingkan
spektrum sebelum dan sesudah partisi (Sardjoko, 1993).
Menurut Dachriyanus (2004), umumnya spektrofotometri ultraviolet
dalam analisis senyawa organik digunakan untuk:
1. Menetukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonjugasi dan auksokrom
dari suatu senyawa organik.
2. Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang serapan
maksimum suatu senyawa.
3. Mampu menganalisis senyawa organik secara kuantitatif dengan menggunakan
hukum Lambert-Beer.
Umumnya pelarut yang sering dipakai untuk analisis Spektrofotometri
adalah air, etanol, sikloheksana dan isopropanol. Dalam pemilihan pelarut, yang
perlu diperhatikan yaitu polaritas pelarut yang dipakai karena sangat berpengaruh
terhadap pergeseran spektrum molekul yang dianalisis.
Menurut Gandjar dan Rohman (2007), hal-hal yang harus diperhatikan
dalam analisis spektofotometri ultraviolet adalah:
a. Pemilihan panjang gelombang maksimum
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang
gelombang dimana terjadi serapan maksimum. Untuk memperoleh panjang
gelombang serapan maksimum, dilakukan dengan membuat kurva hubungan
antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada
konsentrasi tertentu.

Universitas Sumatera Utara

30

b.Pembuatan kurva kalibrasi
Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai
konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi
diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi
dengan konsentrasi.
c. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan
Absorbansi yang terbaca spektrofotometri antara 0,2-0,6. Anjuran ini berdasarkan
anggapan bahwa kisaran nilai absorbansi tersebut kesalahan yang paling minimal.

2.7.1 Pengertian Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis adalah istilah yang digunakan ketika radiasi
ultraviolet dan cahaya tampak diabsorpsi oleh molekul yang diukur. Alatnya
disebut UV-Vis spektrofotometer. Spektrofotometer UV-Vis (UltraViolet-Visible)
adalah salah satu dari sekian banyak instrumen yang biasa digunakan dalam
menganalisa suatu senyawa kimia. Spektrofotometer umum digunakan karena
kemampuannya dalam menganalisa begitu banyak senyawa kimia serta
kepraktisannya dalam hal preparasi sampel apabila dibandingkan dengan beberapa
metode analisa.
Spektrofotometri UV-Vis merupakan pengukuran serapan cahaya di
daerah ultraviolet (200-400 nm) dan sinar tampak (400-800 nm) oleh suatu
senyawa. Serapan cahaya UV atau cahaya tampak mengakibatkan transisi
elektronik, yaitu promosi elektron-elektron dari orbital keadaan dasar yang
berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi. Panjang
gelombang cahaya UV atau cahaya tampak bergantung pada mudahnya promosi

Universitas Sumatera Utara

31

elektron.
Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk promosi
elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul
yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap pada panjang gelombang
yang lebih panjang. Senyawa yang menyerap cahaya dalam daerah tampak
(senyawa berwarna) mempunyai elektron yang lebih mudah dipromosikan dari
pada senyawa yang menyerap pada panjang gelombang lebih pendek
(Rohman,2010). Adapun Kegunaan Spektrofotometer UV- Vis adalah:
1. Membandingkan panjang gelombang maksimum
2. Membandingkan serapan (A), daya serap (a)
3. Membandingkan harga serapan relatif
4. Membandingkan spektrum serapannya

2.7.2 Komponen Spektrofotometer UV-Vis
Komponen-komponen yang terpenting dari suatu spektrofotometer UV-Vis terdiri
dari sumber spektrum, monokromator, sel pengabsorpsi, dan detektor.
1. Sumber : sumber yang biasa digunakan pada spektroskopi absorpsi adalah lampu
wolfram. Arus cahaya tergantung pada tegangan lampu. Lampu hidrogen atau
lampu deuterium digunakan untuk sumber pada daerah UV-Vis. Kebaikan lampu
wolfram adalah energi radiasi yang dibebaskan tidak bervariasi pada berbagai
panjang gelombang. Untuk memperoleh tegangan yang stabil dapat digunakan
transformator.

Universitas Sumatera Utara

32

2. Monokromator :digunakan untuk memperoleh sumber, sinar yang monokromatis.
Alatnya dapat berupa prisma ataupun grating. Untuk mengarahkan sinar
monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian ini dapat digunakan celah.
3. Sel absorpsi : pada pengukuran di daerah tampak kuvet kaca atau kuvet kaca
corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV-Vis kita harus
menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya. Umumnya tebal
kuvetnya adalah 10 mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang lebih besar dapat
digunakan. Sel yang biasa digunakan berbentuk persegi tetapi bentuk silinder
dapat juga digunakan. Kita harus menggunakan kuvet yang bertutup untuk pelarut
organik. Sel yang baik adalah kuarsa atau gelas hasil leburan serta seragam
keseluruhannya.
4. Detektor : peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap
cahaya pada berbagai panjang gelombang (Khopkar, 2003).
Pada spektrofotometri UV-Vis digunakan detektor spektrofotometri UVVis dimana detektor jenis ini merupakan detektor yang paling banyak digunakan
dan sangat berguna untuk analisis di bidang farmasi karena kebanyakan senyawa
obat mempunyai struktur yang dapat menyerap sinar UV-Vis. Detektor ini
didasarkan pada adanya penyerapan radiasi ultraviolet (UV) dan sinar tampak
(Vis) pada kisaran panjang gelombang 190-800 nm oleh spesies solute yang
mempunyai struktur-struktur atau gugus-gugus kromoforik. Sel detektor
umumnya berupa tabung dengan diameter 1 mm dan panjang celah optiknya 10
mm, serta diatur sedemikian rupa sehingga mampu menghilangkan pengaruh
indeks bias yang dapat mengubah absorbansi yang terukur.
Detektor spektrofotometri UV-Vis dapat berupa detektor dengan panjang

Universitas Sumatera Utara

33

gelombang tetap (merupakan detektor yang paling sederhana) serta detektor
dengan panjang gelombang bervariasi. Detektor panjang gelombang tetap
menggunakan lampu uap merkuri sebagai sumber, energinya dan suatu filter optis
yang akan memilih sejumlah panjang gelombang, misal 254, 380 dan 436 nm.
Panjang gelombang yang dipilih biasanya 254 nm karena kebanyakan senyawa
obat menyerap di 254 nm sehingga panjang gelombang ini sangat berguna.
Detektor dengan panjang gelombang yang bervariasi lebih berguna dibanding
dengan detektor pada panjang gelombang yang tetap (Rohman, 2007).

2.7.3 Cara Kerja Spektrofotometer UV-Vis
Cara kerja spektrofotometer UV-Vis secara singkat adalah : tempatkan
larutan pembanding, misalnya blanko dalam sel pertama sedangkan larutan yang
akan dianalisis pada sel kedua. Kemudian pilih fotosel yang cocok 200 nm-650
nm (650-1100) agar daerah λ yang diperlukan dapat terliputi. Dengan ruang
fotosel dalam keadaan tertutup “nol” galvanometer dengan menggunakan tombol
dark-current. Pilih yang diinginkan, buka fotosel dan lewatkan berkas cahaya

pada blanko dan “nol” galvanometer didapat dengan memutar tombol sensitivitas.
Dengan menggunakan tombol transmitansi, kemudian atur besarnya pada 100%.
Lewatkan berkas cahaya pada larutan sampel yang akan dianalisis. Skala
absorbansi menunjukkan absorbansi larutan sampel (Khopkar, 2003).

2.7.4 Kelebihan dan Kekurangan Spektrofotometri Uv-Vis
a. Kelebihan Spektrofotometri UV-Vis
 Panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi

Universitas Sumatera Utara

34

 Caranya sederhana

 Dapat menganalisa larutan dengan konsentrasi yang sangat kecil

b. Kekurangan Spektrofotometri UV-Vis
 Absorbsi dipengaruhi oleh pH larutan, suhu dan adanya zat pengganggu dan
kebersihan dari kuvet
 Hanya dapat dipakai pada daerah ultra violet yang panjang gelombang >185 nm

 Pemakaian hanya pada gugus fungsional yang mengandung elektron valensi
dengan energy eksitasi rendah
 Sinar yang dipakai harus monokromatis

Universitas Sumatera Utara