Uji Disolusi Kapsul Kloramfenikol Yang Diproduksi Oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan

(1)

UJI DISOLUSI KAPSUL KLORAMFENIKOL YANG DIPRODUKSI OLEH PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN

TUGAS AKHIR

OLEH:

F. DADANG DALIMUNTHE NIM 092410029

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

(3)

A PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim,

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Tugas Akhir berjudul “UJI DISOLUSI KAPSUL KLORAMFENIKOL YANG DIPRODUKSI OLEH PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN”. Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulis tidak akan dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini sebagaimana mestinya. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak antara lain:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Dr. M. Pandapotan, M. P. S., Apt., selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan dengan penuh perhatian hingga Tugas Akhir ini selesai.

3. Bapak Heru Khoerudin, S.Si., Apt., selaku Pembimbing Praktek Kerja Lapangan di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang telah


(4)

membimbing dan memberikan banyak ilmu dan arahan pada saat Praktek Kerja Lapangan.

4. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan.

5. Bapak Drs., Panal Sitorus, M.Si., Apt., sebagai Dosen Penasehat Akademis yang telah memberikan nasehat dan pengarahan kepada penulis dalam hal Akademis setiap semester.

6. Dosen dan Pegawai Fakultas Farmasi Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan yang berupaya mendukung kemajuan mahasiswa. 7. Seluruh Staf dan Pegawai PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang

telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran kepada penulis dalam melaksanakan Praktek Kerja Lapangan.

8. Kedua orang tua penulis yaitu Ayahanda Alm. Fachri Dalimunthe, S.H dan Ibunda Mawarni Batubara serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan perhatian, doa, dorongan dan pengorbanan baik moril maupun materil dalam penyelesaian tuga akhir ini.

9. Untuk Sahabat-sahabat penulis (Ayu, Arnis, Safrida) yang telah memberikan semangat dan dukungan.

10. Teman-teman PKL yang saling mendukung dan bahu membahu selama PKL hingga Tugas Akhir ini selesai dan teman-teman mahasiswa Analis Farmasi dan Makanan stambuk 2009 semuanya tanpa terkecuali, adik – adik stambuk 2010 dan 2011 yang tidak disebutkan namanya satu persatu, terima kasih atas


(5)

kebersamaan dan semangatnya selama ini, serta masukan dalam penyusunan Tugas Akhir ini.

11. Serta pihak-pihak yang telah ikut membantu penulis namun tidak tercantum namanya.

Penulis menyadari bahwa sepenuhnya isi dari Tugas Akhir ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan serta masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir ini dan demi peningkatan mutu penulisan Tugas Akhir di masa yang akan datang.

Akhir kata, penulis sangat berharap semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang memerlukan. Amin.

Medan, April 2012 Penulis,

F. Dadang Dalimunthe NIM 092410029


(6)

Uji Disolusi Kapsul Kloramfenikol yang Diproduksi Oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan

Abstrak

Kloramfenikol merupakan suatu antibiotik broad spectrum yang aktif terhadap bakteri gram positif dan gram negatif yang saat ini banyak digunakan oleh masyarakat dalam mengobati penyakit tifus dengan menghambat sintesis protein yang dibutuhkan untuk pembentukan sel-sel bakteri. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah kapsul Kloramfenikol yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan memenuhi persyaratan uji disolusi sesuai dengan yang ditetapkan oleh Farmakope Edisi IV.

Uji disolusi terhadap 6 buah kapsul Kloramfenikol 250 mg dilakukan dengan metode keranjang pada media HCl 0,1 N dalam 900 ml, suhu ±

dengan laju kecepatan 100 rpm dan selama 30 menit. Zat yang larut, ditetapkan kadarnya dengan metode spektrofotometri Ultraviolet.

hasil uji disolusi terhadap 6 buah kapsul Kloramfenikol yang dilakukan diperoleh kadar zat terlarut yaitu: 100,69%, 99,48%, 96,40%, 94,11%, 97,58%, 96,76%. Kadar tersebut sesuai dengan batas yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia, dimana jumlah ke 6 kapsul yang diuji memenuhi kriteria penerimaan hasil uji disolusi yaitu tidak satupun kadar yang diperoleh kurang dari ketentuan, yakni dari (Q + 5%) yaitu (85% + 5% = 90%).


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan dan Manfaat ... 2

1.2.1. Tujuan ... 2

1.2.2. Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kapsul ... 4

2.1.1. Kapsul secara Umum ... 4

2.1.2. Pembagian Kapsul ... 4

2.1.3. Penyimpanan Kapsul ... 5

2.1.4. Persyaratan Kapsul ... 5


(8)

2.3. Kloramfenikol ... 9

2.4. Disolusi ... 11

2.4.1. Alat Uji Disolusi ... 11

2.4.2. Media Disolusi ... 12

2.4.3. Prosedur Pengujian Disolusi ... 13

2.4.4. Kriteria Penerimaan Hasil Uji Disolusi ... 13

2.4.5. Faktor yang Mempengaruhi Disolusi Zat Aktif ... 15

2.5. Penetapan Kadar ... 16

BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat ... 19

3.2. Alat-alat ... 19

3.3. Bahan-bahan ... 19

3.4. Prosedur ... 19

3.4.1. Media Disolusi ... 19

3.4.2. Larutan Baku ... 20

3.4.3. Pembutan Kurva Kalibrasi ... 20

3.4.4. pembutan Kurva Absorbansi ... 21

3.4.2. Uji Disolusi Sampel Uji ... 21

3.4.3. Penetapan Kadar secara Spektrofotometri UV ... 22

3.4.4. Perhitungan ... 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil ... 23


(9)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 24 5.2. Saran ... 24 DAFTAR PUSTAKA ... 25


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Penerimaan Hasil Uji Disolusi ... 14 Tabel 2. Hasil Uji Disolusi ... 23 Tabel 3. Data Uji Disolusi ... 27


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Struktur Kloramfenikol ... 8 Gambar 2. Pengaduk tipe 1 (bentuk keranjang) ... 29 Gambar 3. Pengaduk tipe 2 (bentuk dayung) ... 30


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 ... 27 Lampiran 2 ... 29


(13)

Uji Disolusi Kapsul Kloramfenikol yang Diproduksi Oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan

Abstrak

Kloramfenikol merupakan suatu antibiotik broad spectrum yang aktif terhadap bakteri gram positif dan gram negatif yang saat ini banyak digunakan oleh masyarakat dalam mengobati penyakit tifus dengan menghambat sintesis protein yang dibutuhkan untuk pembentukan sel-sel bakteri. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah kapsul Kloramfenikol yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan memenuhi persyaratan uji disolusi sesuai dengan yang ditetapkan oleh Farmakope Edisi IV.

Uji disolusi terhadap 6 buah kapsul Kloramfenikol 250 mg dilakukan dengan metode keranjang pada media HCl 0,1 N dalam 900 ml, suhu ±

dengan laju kecepatan 100 rpm dan selama 30 menit. Zat yang larut, ditetapkan kadarnya dengan metode spektrofotometri Ultraviolet.

hasil uji disolusi terhadap 6 buah kapsul Kloramfenikol yang dilakukan diperoleh kadar zat terlarut yaitu: 100,69%, 99,48%, 96,40%, 94,11%, 97,58%, 96,76%. Kadar tersebut sesuai dengan batas yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia, dimana jumlah ke 6 kapsul yang diuji memenuhi kriteria penerimaan hasil uji disolusi yaitu tidak satupun kadar yang diperoleh kurang dari ketentuan, yakni dari (Q + 5%) yaitu (85% + 5% = 90%).


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat merupakan zat aktif yang berasal dari nabati, hewani, kimiawi alam maupun sintesis dalam dosis atau kadar tertentu dapat digunakan untuk preventif (profilaksis), rehabilitasi, terapi, diagnosa terhadap suatu keadaan penyakit pada manusia ataupun hewan. Namun zat aktif tersebut tidak dapat dipergunakan begitu saja sebagai obat, terlebih dahulu harus dibuat dalam bentuk sediaan. Oleh karena itu muncul sediaan pil, kapsul, tablet, sirup, supositoria, suspensi, salep, dan lain-lain (Admar, 2004).

Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang tersebut umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat juga terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai (Ditjen POM, 1995).

Untuk menjamin kapsul dapat bekerja sebagai obat, sediaan kapsul harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain keseragaman sediaan, waktu hancur, kadar zat aktif dan uji disolusi obat. Uji disolusi yaitu untuk mengetahui seberapa banyak persentase zat aktif dalam obat, yang terlarut ke dalam peredaran darah untuk memberikan efek terapi.

Uji disolusi berguna dalam menjamin keseragaman satu bets, menjamin bahwa obat akan memberikan efek terapi yang diinginkan, dan diperlukan dalam rangka pengembangan suatu obat baru (Ditjen POM, 1995).


(15)

Salah satu bentuk sediaan obat yang sering digunakan dalam pengobatan adalah kapsul kloramfenikol yang merupakan suatu antibiotik. Antibiotik adalah obat yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang dapat menghambat pertumbuhan atau dapat membunuh mikroorganisme lain (Anief, 1996).

Kloramfenikol merupakan suatu antibiotic yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri, dan bekerja broad spectrum yang aktif terhadap bakteri gram positif dan gram negatif. Antibiotik ini dihasilkan oleh Streptomyces

venezuelae dan merupakan antibiotik yang saat ini banyak digunakan oleh

masyarakat dalam mengobati penyakit tifus sehingga banyak diproduksi oleh pabrik-pabrik farmasi dalam dan luar negri (Widjajanti,1998).

Pengawasan terhadap mutu kapsul kloramfenikol perlu dijaga karena jika tidak memenuhi syarat dapat membahayakan konsumen. Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk memilih judul tentang ”Uji disolusi kapsul kloramfenikol yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan” dengan menggunakan metode spektrofotometri Ultraviolet karena analisis dengan metode ini cepat, teliti, dan penyiapan sampelnya mudah.

1.2 Tujuan Dan Manfaat 1.2.1 Tujuan

Uji disolusi bertujuan untuk mengetahui apakah kapsul kloramfenikol yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan memenuhi persyaratan sesuai dengan yang ditetapkan oleh Farmakope Edisi IV.


(16)

1.2.2 Manfaat

Uji disolusi bermanfaat untuk menambah wawasan dari penulis agar dapat mengetahui cara penetapan kadar tablet kapsul kloramfenikol dan agar pembaca dapat mengetahui apakah sediaan tersebut layak untuk didistribusikan.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kapsul

2.1.1 Kapsul secara umum

Kapsul merupakan suatu bentuk sediaan padat, dimana satu macam bahan obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam cangkang atau wadah kecil yang umumnya dibuat dari gelatin yang sesuai (Ansel, 1989).

Gelatin merupakan bahan yang sesuai untuk pembentukan cangkang kapsul karena edible dan larut, membentuk cangkang yang kuat, lapis tipis dan berubah dari bentuk larutan menjadi bentuk gel sedikit diatas temperatur lingkungan. Gelatin segera larut dalam air pada temperatur tubuh, dan tidak larut jika temperatur turun dibawah 30 ̊C (Agoes, 2008).

2.1.2 Pembagian Kapsul

Menurut Ansel (1989), ada 2 jenis kapsul: a. Kapsul Gelatin Keras

Kapsul gelatin yang keras merupakan jenis dimana Cangkang kapsul kosong dibuat dari campuran gelatin, gula dan air, jernih tidak berwarna dan pada dasarnya tidak mempunyai rasa. Gelatin dihasilkan dari hidrolisis sebagian dari kolagen yang diperoleh dari kulit, jaringan ikat putih dan tulang binatang-binatang. Dalam perdagangan didapat gelatin dalam


(18)

bentuk serbuk halus, serbuk kasar, parutan, serpihan-serpihan atau lembaran-lembaran.

b. Kapsul Gelatin Lunak

Kapsul gelatin lunak mempunyai cangkang yang dibuat dari gelatin dimana gliserin atau alkohol polivalen dan sorbitol ditambahkan supaya gelatin bersifat elastis seperti plastik. Kapsul-kapsul ini yang mungkin bentuknya membujur seperti elips atau seperti bola dapat digunakan untuk diisi cairan, suspensi, bahan berbentuk pasta atau serbuk kering. Biasanya pada pembuatan kapsul ini, mengisi dan menyegelnya dilakukan secara berkesinambungan dengan suatu mesin khusus.

2.1.3 Penyimpanan Kapsul

Penyimpanan kapsul ditempat yang lembab akan menyebabkan kapsul menjadi lunak dan lengket serta sukar dibuka, karena kapsul tersebut menyerap air dari udara yang lembab. Sebaliknya, bila kapsul disimpan ditempat yang terlalu kering, maka kapsul akan kehilangan air dan cangkangnya menjadi rapuh dan mudah pecah. Oleh sebab itu kapsul disimpan pada ruangan yang kelembabannya sedang dan tidak terlalu kering, dan disimpan dalam botol kaca atau botol plastik yang tertutup rapat dan diberi pengering (silika) (Dirjen POM, 1995).

2.1.4 Persyaratan Kapsul


(19)

1. Keseragaman Sediaan

Kesreragaman sediaan dapat ditetapkan dengan salah satu dari dua metode, yaitu keseragaman bobot dan kesragaman kandungan. Jika bahan aktif dari sediaan tidak kurang dari 50% dari bobot sediaan atau kapsul dan lebih besar dari 50 mg persyaratannya dapat ditetapkan dengan keseragaman bobot. Jika kandungan bahan aktifnya lebih kecil dapat digunakan persyaratan keseragaman kandungan (Ditjen POM, 1995).

2. Waktu Hancur

Pengujian kehancuran adalah suatu pengujian untuk mengetahui seberapa cepat tablet hancur menjadi agregat atau partikel lebih halus. Pengujian dilakukan berdasarkan asumsi bahwa jika produk hancur dalam periode waktu singkat, misal dalam 5 menit, maka obat akan dilepas dan tidak ada antisipasi masalah dalam hal kualitas produk obat. Waktu hancur setiap tablet atau kapsul dicatat dan memenuhi persyaratan spesifikasi waktu (dalam 15 menit). 3. Disolusi

Disolusi adalah larutnya zat berkhasiat dalam suatu media disolusi. Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui berapa persentasi zat aktif dalam obat yang dapat terlarut dan terabsorpsi dan masuk ke dalam peredaran darah untuk memberikan efek terapi pada tubuh.

4. Kadar Zat Berkhasiat

Pengujian ini merupakan versi kuantitatif dari pengujian identifikasi. 10-20 kapsul, isinya di gerus dan bahan aktif yang larut diekstraksi menggunakan pelarut yang sesuai menurut prosedur yang sudah ditetapkan. Umumnya


(20)

rentang kadar bahan aktif yang ditentukan berada diantara 90-110% dari pernyataan pada etiket.

Ada tiga kegunaan uji disolusi, yaitu dapat menjamin keseragaman satu batch, menjamin bahwa obat akan memberikan efek terapi yang diinginkan, dan juga uji disolusi diperlukan dalam rangka pengembangan suatu obat baru.

Obat yang telah memenuhi persyaratan keseragaman kandungan, waktu hancur dan penetapan kadar zat berkhasiat belum dapat menjamin bahwa suatu obat memenuhi efek terapi, karena itu uji disolusi harus dilakukan pada setiap produksi kapsul (Agoes, 2008).

2.2 Antibiotika

Antibiotika pertama kali dikemukakan oleh Alexander Fleming pada tahun 1928 yang secara kebetulan menemukan suatu antibakteri yang sangat efektif yaitu penisilina.

Defenisi antibiotika ialah suatu bahan kimia yang dikeluarkan oleh jasad renik yang dapat merintangi/memusnahkan pertumbuhan jasad renik lainnya.

Antibiotika merupakan obat yang sangat penting dan dipakai untuk memberantas berbagai penyakit infeksi, misalnya radang paru-paru, tifus, luka yang berat dan sebagainya. Pemakaian antibiotika harus di bawah pengawasan seorang dokter, karena obat ini dapat menimbulkan kerja ikutan yang tidak dikehendaki dan dapat mendatangkan kerugian yang cukup besar bila pemakaiannya tidak dikontrol dengan betul (Widjajanti,1998).


(21)

Umumnya efek suatu antibiotika terhadap mikroba tergantung pada dosis; dalam dosis rendah mungkin menunjukkan sifat bakteriostatik sedangkan pada dosis besar bersifat sebagai bakterisida. Antibiotika biasanya digolongkan menurut spektrum keaktifannya, yaitu menurut kelas mikrobia yang diganggunya. Oleh karena itu ada antibiotika yang disebut antiviral, antibakteria, antifungi, antiprotozoa.

Sensitivitas bakteria terhadap antibiotika tergantung pada struktur dinding selnya, karena ini menentukan kemampuan antibiotika untuk menembus sel tersebut. Oleh karena itu antibiotika dapat dibagi secara umum menurut aktivitasnya terhadap bakteri gram-positif atau bakteri gram negatif. Bakteria gram-positif lebih telus (permeable) adalah lebih sensitif terhadap beberapa antibiotika (Hadisahputra, S., 1994).

Berdasarkan luas kegiatan (efek terhadap mikrobia), Tjay (2007) membagi antibiotik atas 2 golongan:

a. Antibiotik dengan kegiatan sempit (Narrow spectrum) Antibiotik yang hanya aktif terhadap jenis bakteri tertentu. b. Antibiotik dengan kegiatan luas (Broad spectrum)

Antibiotik yang berkhasiat terhadap banyak jenis bakteri gram positif maupun gram negatif (Tjay,2007).


(22)

2.3 Kloramfenikol

Gambar 1. Struktur kloramfenikol

Menurut Dirjen POM (1995), kloramfenikol memiliki informasi yaitu: Rumus Molekul : C11H12Cl2N2O5

Nama Umum : Kloramfenikol

Pemerian : Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang; putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan; larutan praktis netral terhadap lakmus P; stabil dalam larutan netral atau larutan agak asam.

Kelarutan : Sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol, dalam propilen glikol, dalam aseton dan dalam etil asetat.

Persyaratan : Pada sediaan kapsul kloramfenikol mengandung kloramfenikol, C11H12Cl2N2O5, tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 120,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan tahan cahaya. Indikasi : Sebagai antibiotik.


(23)

penyakit tifus dan penyakit infeksi lainnya. Berbagai turunan kloramfenikol berhasil disintesis akan tetapi tidak ada senyawa yang khasiatnya melampaui khasiat kloramfenikol (Widjajanti,1998).

Kloramfenikol akan terasa pahit apabila diberikan secara oral tanpa dimasukkan ke dalam kapsul atau disalut. Sebaliknya, ester palmitat dari antibiotik ini relatif tidak berasa, jadi dapat digunakan untuk anak-anak dan untuk pasien yang tidak dapat menelan kapsul (Hadisahputra, S., 1994).

Kloramfenikol diabsorpsi cepat dan hampir sempurna dari saluran cerna, karena obat ini mengalami penetrasi membran sel secara cepat. Setelah absorpsi, kloramfenikol didistribusikan secara luas ke seluruh jaringan dan cairan tubuh. Metabolit utama kloramfenikol adalah glukuronida–nya yang bekerja antibiotik, yang dibuat di hati dan diekskresikan melalui ginjal. (Katzung, B. G., 2004)

Kloramfenikol bekerja menghambat pertumbuhan bakteri, mekanisme kerja antibiotik ini ialah menghambat sintesis protein yang dibutuhkan untuk pembentukan sel-sel bakteri sehingga kloramfenikol menghambat fungsi RNA dari bakteri (Widjajanti,1998).

Efek samping kloramfenikol yang umum terjadi antara lain gangguan lambung-usus, radang lidah dan mukosa mulut. Tetapi yang sangat berbahaya yaitu dapat mengakibatkan kerusakan pada sumsum tulang belakang sehingga produksi sel-sel darah merah menjadi terganggu. Karenanya penggunaannya ditujukan hanya untuk penyakit tifus dan penyakit berat saja (Tjay, 2007).


(24)

2.4 Disolusi

Disolusi didefenisikan proses suatu zat padat masuk ke dalam pelarut menghasilkan suatu larutan (proses zat padat melarut).

Kecepatan disolusi obat merupakan tahap sebelum obat berada dalam darah. Apabila suatu sediaan padat berada dalam saluran cerna, bahan berkhasiat harus terlarut, sesudah itu barulah obat tersebut dapat melewati membran saluran cerna. Obat yang larut baik dalam air akan melarut cepat dan berdifusi secara pasif. Sebaliknya, obat yang kelarutannya kecil kecepatan disolusi tidak larut atau disintegrasi sediaan relatif karena pengaruhnya kecil terhadap disolusi zat aktif (Syukri, 2002).

2.4.1 Alat Uji Disolusi

Menurut Dirjen POM (1995), ada dua tipe alat uji disolusi sesuai dengan yang tertera dalam masing-masing monografi:

a. Alat 1 (Metode Basket)

Alat terdiri atas wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan lain yang inert, dilengkapi dengan suatu motor atau alat penggerak. Wadah tercelup sebagian dalam penangas sehingga dapat mempertahankan suhu Tablet atau kapsul Granul atau agregat Partikel Halus Obat dalam larutan Obat dalam darah, cairan, dan dalam jaringan lain dalam wadah 37° ± 0,5° C selama pengujian berlangsung. Bagian dari alat termasuk lingkungan tempat alat diletakkan tidak dapat memberikan gerakan, goncangan, atau getaran signifikan yang melebihi gerakan akibat


(25)

dengan dasar setengah bola, tinggi 160-175 mm, diameter dalam 98-106 mm, dengan volume sampai 1000 ml. Batang logam berada pada posisi tertentu sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm, berputar dengan halus dan tanpa goyangan yang berarti. Suatu alat pengatur mempertahankan kecepatan alat.

b. Alat 2 (Metode Dayung)

Sama seperti alat 1, tetapi pada alat ini digunakan dayung yang terdiri atas daun dan batang sebagai pengaduk. Batang dari dayung tersebut sumbunya tidak lebih dari 2 mm dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti. Jarak antara daun dan bagian dalam dasar wadah dipertahankan selama pengujian berlangsung. Daun dan batang logam yang merupakan satu kesatuan dapat disalut dengan suatu penyalut inert yang sesuai. Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung mulai berputar.

2.4.2 Media Disolusi

Menurut Agoes (2008), media disolusi yang biasa digunakan adalah: 1. Air Suling

Pelarut air digunakan untuk uji penetapan pelarutan beberapa tablet. Pengujian menggunakan cairan air memberikan hasil yang sangat berbeda dengan cairan fisiologik, terutama untuk senyawa ionik yang sangat dipengaruhi oleh pH. 2. Larutan Ionik


(26)

a. Larutan asam (pH 1,2) dibuat dari asam klorida encer baik ditambah atau tidak ditambah dengan larutan natrium atau kalium klorida, sehingga pH cairan mendekati komposisi cairan lambung.

b. Larutan dapar alkali (pH 7-8) paling sering digunakan untuk meniru pH usus dalam pengujian sediaan dengan aksi diperpanjang atau aksi terjaga setelah melewati cairan yang asam.

2.4.3 Prosedur Pengujian Disolusi

Pada tiap pengujian, dimasukkan sejumlah volume media disolusi (seperti yang tertera dalam masing-masing monografi) kedalam wadah, pasang alat dan dibiarkan media disolusi mencapai temperatur C. Satu kapsul dicelupkan dalam keranjang atau dibiarkan tenggelam ke bagian dasar wadah, kemudian pengaduk diputar dengan kecepatan seperti yang ditetapkan dalam monografi. Pada interval waktu yang ditetapkan dari media diambil cuplikan pada daerah pertengahan antara permukaan media disolusi dan bagian atas dari keranjang berputar atau daun dari alat dayung tidak kurang 1 cm dari dinding wadah untuk analisis penetapan kadar dari bagian obat yang terlarut. Kapsul harus memenuhi syarat seperti yang terdapat dalam monografi untuk kecepatan disolusi (Dirjen POM, 1995).

2.4.4 Kriteria Penerimaan Hasil Uji Disolusi


(27)

Pada tahap 1 (S1), 6 kapsul diuji. Bila pada tahap ini tidak memenuhi syarat, maka akan dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu tahap 2 (S2). Pada tahap ini 6 kapsul tambahan diuji lagi. Bila tetap tidak memenuhi syarat, maka pengujian dilanjutkan lagi ke tahap 3 (S3). Pada tahap ini 12 kapsul tambahan diuji lagi. Kriteria penerimaan hasil uji disolusi dapat dilihat sesuai dengan tabel dibawah ini.

Tabel. 1. Penerimaan Hasil Uji Disolusi

Keterangan:

S1 : Tahap pertama S2 : Tahap kedua S3 : Tahap ketiga

Q : Jumlah zat aktif yang terlarut yang tertera dalam masing-masing monografi Harga Q adalah jumlah zat aktif yang terlarut dalam persen dari jumlah yang tertera pada etiket. Angka 5% dan 15% dalam tabel adalah persentase kadar pada etiket, dengan demikian mempunyai arti yang sama dengan Q. Kecuali

Tahap

Jumlah Sediaan yang

diuji

Kriteria Penerimaan

S1 6

Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q + 5%

S2 6

Rata – rata dari 12 unit (S1+ S2) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q dan tidak satu unit sediaan yang lebih kecil dari Q – 15%

S3 12

Rata – rata dari 24 unit (S1+ S2+ S3 ) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q, tidak lebih dari 2 unit sediaan yang lebih kecil dari Q – 15% dan tidak satupun unit yang lebih kecil dari Q – 25%


(28)

dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, persyaratan umum untuk penetapan satu titik tunggal ialah terdisolusi 75% dalam waktu 45 menit dengan menggunakan alat 1 pada 100 rpm atau alat 2 pada 50 rpm (Lachman, 1994).

2.4.5 Faktor yang Mempengaruhi Disolusi Zat Aktif

Menurut Syukri (2002), faktor yang mempengaruhi laju disolusi dari bentuk sediaan, antara lain:

a. Faktor yang berkaitan dengan sifat fisikokimia obat

Sifat-sifat fisikokimia obat yang mempengaruhi laju disolusi meliputi : kelarutan zat aktif, bentuk kristal, kompleksasi serta ukuran partikel. Sifat fisikokimia lain seperti kekentalan dapat menimbulkan masalah disolusi. b. Faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan

Formulasi sediaan berkaitan dengan bentuk sediaan, bahan tambahan dan cara pengolahan. Pengaruh bentuk sediaan terhadap laju disolusi tergantung kecepatan pelepasan bahan aktif yang terkandung didalamnya. Penggunaan bahan tambahan sebagai bahan pengisi, pengikat, penghancur dan pelicin dalam proses formulasi dapat menghambat atau mempercepat laju disolusi tergantung bahan tambahan yang digunakan. Cara pengolahan bahan baku, bahan tambahan dan prosedur yang dilakukan dalam formulasi sediaan padat peroral juga berpengaruh terhadap laju disolusi. Waktu pengadukan lama pada granulasi basah dapat menghasilkan granul-granul besar, keras dan padat sehingga pada proses pencetakan dihasilkan


(29)

mempengaruhi laju disolusi diantaranya: kecepatan disintegrasi, interaksi obat dengan eksipien (bahan tambahan) dan kekerasan.

c. Faktor yang berkaitan dengan alat uji disolusi dan parameter uji

Faktor ini dipengaruhi oleh lingkungan selama percobaan meliputi: kecepatan pengadukan, suhu medium, pH medium dan metode uji yang digunakan. Pengadukan mempengaruhi penyebaran partikel-partikel dan tebal lapisan difusi sehingga memperluas permukaan partikel yang kontak dengan pelarut. Suhu medium berpengaruh terhadap kelarutan zat aktif. Zat yang kelarutannya tidak tergantung pH, perubahan pH medium disolusi tidak akan mempengaruhi laju disolusi. Pemilihan kondisi pH pada percobaan in vitro penting karena kondisi pH akan berbeda pada lokasi obat disaluran cerna. Metode penentuan laju disolusi yang berbeda dapat menghasilkan laju disolusi sama atau berbeda, tergantung pada metode uji yang digunakan.

2.5 Penetapan Kadar

Setelah pengambilan sampel uji disolusi, dilanjutkan dengan proses analisis penetapan kadar zat aktif dalam sampel (Siregar, 2008).

Penetapan kadar dipilih berdasarkan sifat senyawa. Untuk penetapan kadar dapat dilakukan dengan metode fisikokimia yaitu spektrofotometri UV-Visibel, fluorometri dan konduktometri (Devissaquest, 1993).

Metode yang dipilih dalam penetapan kadar uji disolusi kapsul Kloramfenikol yaitu Spektrofotometri Ultraviolet. Spektrofotometri Ultraviolet adalah pengukuran berapa banyak radiasi yang diserap oleh sampel. Metode ini


(30)

biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum Ultraviolet mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang didapatkan, tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif (Dachriyanus, 2004).

Analisis spektrofotometri cukup teliti, cepat dan sangat cocok untuk digunakan pada kadar yang kecil. Senyawa yang dianalisis harus mempunyai gugus kromofor. Pengamatan spektrum bermanfaat, karena dapat membandingkan spektrum sebelum dan sesudah partisi (Sardjoko, 1993).

Menurut Dachriyanus (2004), umumnya spektrofotometri ultraviolet dalam analisis senyawa organik digunakan untuk:

1. Menetukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonyugasi dan auksokrom dari suatu senyawa organik.

2. Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang serapan maksimum suatu senyawa.

3. Mampu menganalisis senyawa organik secara kuantitatif dengan menggunakan hukum Lambert-Beer.

Umumnya pelarut yang sering dipakai untuk analisis Spektrofotometri adalah air, etanol, sikloheksana dan isopropanol. Dalam pemilihan pelarut, yang perlu diperhatikan yaitu polaritas pelarut yang dipakai karena sangat berpengaruh terhadap pergeseran spektrum molekul yang dianalisis (Mulja, 1995).

Menurut Gandjar dan Rohman (2007), hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektofotometri ultraviolet adalah:


(31)

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang dimana terjadi serapan maksimum. Untuk memperoleh panjang gelombang serapan maksimum, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu.

b. Pembuatan kurva kalibrasi

Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Bila hukum Lambert-Beer terpenuhi maka kurva kalibrasi berupa garis lurus.

c. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan

Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2-0,6. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa pada kisaran nilai absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang terjadi adalah paling minimal.


(32)

BAB III METODOLOGI

1.1.Tempat

Uji disolusi kapsul Kloramfenikol 250 mg dilakukan di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang bertempat di Jl. SM. Raja Km. 9 No. 59 Medan.

1.2.Alat-alat

Alat-alat yang digunakan adalah Dissolution Tester,Spektrofotometri UV

-Vis merk Agilent, Timbangan analitis, Ultrasonic bath digital merk Elma type

D-78224, kertas saring, kertas perkarmen, spatula dan Alat-alat gelas (beaker gelas,

corong, gelas ukur, labu tentukurdan pipet volume).

1.3.Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah kapsul kloramfenikol 250 mg; baku kloramfenikol; HCl 0,1 N; akuades.

1.4.Prosedur

1.4.1. Media Disolusi

Pembuatan media disolusi, yaitu HCl 0,1 N adalah:

a. Dipipet sebanyak 8,5 ml larutan HCl (p), dimasukkan ke dalam labu tentukur 1000 ml berisi aquades secara perlahan.


(33)

1.4.2. Larutan Baku

a. Ditimbang seksama sejumlah kloramfenikol BPFI sebanyak 69,4 mg. b. Dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml.

c. Dilarutkan dengan HCl 0,1 N sampai garis tanda. d. Dikocok sampai larut dan disaring.

e. Dibuang 5 ml filtrat pertama, dan ditampung filtrat selanjutnya.

f. Dipipet 2 ml filtrat ke dalam labu tentukur 100 ml, diencerkan dengan HCl 0,1 N sampai garis tanda. Dikocok.

g. Dimasukkan larutan kedalam kuvet.

h. Diukur serapan larutan baku dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 278 nm, menggunakan HCl 0,1 N sebagai blanko.

1.4.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi

Pembuatan kurva kalibrasi bertujuan untuk melihat hubungan antara absorbansi (A) dengan konsentrasi (C), untuk membuat persamaan garis regresi dan untuk menentukan konsentrasi pengukuran zat uji. Pembuatan kurva kalibrasi diupayakan menghasilkan harga absorbansi (A) dalam rentang 0,4-0,6. Tapi biasanya harga absorbansi yang diperoleh berkisar antara 0,2-0,6.

Pembuatan kurva kalibrasi tidak dilakukan lagi karena:

1. Protab ini sudah merupakan kegiatan rutin yang dilakukan di PT. Kimia Farma sehingga cukup menggunakan kurva kalibrasi yang sudah ada.


(34)

2. Perhitungan kadar tidak menggunakan persamaan garis regresi melainkan menggunakan metode pendekatan, maka pembutan kurva kalibrasi tidak diperlukan.

1.4.4 Pembutan Kurva Absorbansi

Pembuatan kurva absorbansi bertujuan untuk mendapatkan panjang gelombang absorbansi maksimum (λ maks) dari sampel. Berhubung protap pembuatan kurva ansorbansi yang digunakan di PT. Kimia Farma telah ditentukan, maka pembuatan kurva absorbansi tidak dilakukan lagi. Sesuai dengan protap yang telah ditentukan, maka panjang gelombang maksimum yang digunakan untuk sampel Kloramfenikol adalah 278 nm.

1.4.5 Uji Disolusi Sampel Uji

Cara pembuatan larutan uji dengan metode keranjang: a. Disiapkan alat, pastikan alat siap pakai.

b. Dimasukkan 900 ml HCl 0.1 N ke dalam wadah (media disolusi), dipasang alat dengan pengaduk bentuk keranjang (alat 1).

c. Dimasukkan 6 kapsul Kloramfenikol 250 mg ke dalam masing-masing wadah secara serentak. Segera jalankan alat pada suhu ±

dengan laju kecepatan 100 rpm dan tunggu selama 30 menit.

d. Setelah 30 menit dipipet 25 ml larutan dan dimasukkan ke dalam beaker glass.


(35)

e. Dipipet sebanyak 5 ml larutan dari beaker glass, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan diencerkan dengan larutan HCl 0,1 N sampai garis tanda. Dikocok.

f. Diukur serapan masing-masing larutan uji dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 278 nm.

1.4.6 Penetapan Kadar secara Spektrofotometri UV a. Dihidupkan power / on pada alat spektrofotometer.

b. Dibuka Software Spektrofotometri dan ditekan angka panjang gelombang. c. Dibuka tempat kuvet, masukkan larutan blanko pada kuvet 1.

d. Dimasukkan juga larutan standar pada kuvet 2, tutup. e. Kemudian dicatat absorbansinya (lihat pada printer).

f. Untuk mengukur absorbansi pada larutan uji dilakukan cara yang sama, dimana larutan blanko pada posisi tetap di kuvet 1 dan larutan uji pada kuvet 2.

1.4.7 Perhitungan

Perhitungan kadar zat terlarut kapsul Kloramfenikol dapat dilakukan dengan menggunakan rumus:

Keterangan: K = Kadar zat terlarut Au = Absorbansi larutan uji Ab = Absorbansi larutan baku


(36)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Berdasarkan uji disolusi kapsul kloramfenikol 250 mg yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel. 2. Hasil Uji Disolusi

No. Berat kapsul (mg) Absorbansi Larutan

Uji (Au) Kadar Zat Terlarut (%)

1. 301 0,39765 100,69

2. 297 0,39287 99,48

3. 297 0,38073 96,40

4. 298 0,37166 94,11

5. 299 0,38538 97,58

6. 298 0,38124 96,76

Cara perhitungan yang diperoleh dapat dilihat pada lampiran 1.

4.2 Pembahasan

Dari hasil uji disolusi kapsul kloramfenikol 250 mg yang dilakukan diperoleh kadar zat terlarut yaitu: 100,69%, 99,48%, 96,40%, 94,11%, 97,58%, 96,76%. Kadar tersebut sesuai dengan batas yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia, dimana jumlah ke 6 kapsul yang diuji pada tahap 1 (S1) memenuhi kriteria penerimaan hasil uji disolusi, yaitu tidak satupun kadar yang diperoleh kurang dari (Q + 5%) yaitu (85% + 5% = 90%). Dari data diatas dinyatakan bahwa kapsul kloramfenikol 250 mg yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma


(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil uji disolusi yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa kapsul kloramfenikol 250 mg yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan telah memenuhi persyaratan uji disolusi sesuai dengan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia edisi IV dan monografi lainnya yang berpedoman pada Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

5.2 Saran

Sebelum melakukan pengujian, harus memahami metode serta prosedur sebagai berikut : penimbangan, pemipetan, pengukuran sampel agar tidak terjadi kesalahan pada saat melakukan uji disolusi secara spektrofotometri Ultraviolet. Ukuran partikel dan formulasi sediaan juga diperhitungkan dengan teliti, karena berpengaruh dengan kecepatan uji disolusi agar obat dapat diserap sempurna dalam tubuh.


(38)

DAFTAR PUSTAKA

Admar, J. (2004). Perihal Obat dengan Berbagai Bentuk Sediaannya. Medan: Universitas Sumatera Utara Press. Hal. 35.

Agoes, Goeswin. (2008). Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung: ITB Press. Hal. 195, 297.

Anief, Moh. (1987). Ilmu Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 61, 62.

Ansel, Howard C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Ke empat. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press. Hal. 244. Dachriyanus. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi.

Padang: Andalas University Press. Hal.1.

Devissaquest, J. (1993). Farmasetika 2 Biofarmasi. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 385.

Dirjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 2 – 4, 189, 190, 1083, 1084, 1085. Gandjar, Ibnu Gholib dan Rohman, A. (2007). Kimia Analisis Farmasi.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal 70.

Hadisahputra, S. dan Harahap, U. (1994). Biokimia dan Farmakologi Antibiotika. Medan: Universitas Sumatera Utara Press. Hal. 4, 36 – 39.

Katzung, B. G. (2004). Farmakologi Dasar dan Klinik. Buku 3. Edisi 8. Jakarta: Salemba Medika. Hal. 37 – 41.

Lachman, Leon. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Hal. 645, 646, 795.

Mulja, Muhammad H. dan Suharman. (1995). Analisis Instrumental. Cetakan Pertama. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 28.

Sardjoko. (1993). Rancangan Obat. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal.162.

Siregar, Charles J.P. (2008). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet: Dasar–Dasar

Praktis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Hal. 90, 98-110.

Syah, Insan Sunan K. (2006). Pengaruh Cara Sterilisasi Terhadap Penguraian

Kloramfenikol dalam Sediaan Tetes Mata dengan Metode Uji Dipercepat.


(39)

Syukri, Yandi. (2002). Biofarmasetika. Edisi Pertama. Yogyakarta: Universitas Indonesia Press. Hal. 31, 32.

Tjay, T. H. dan Rahardja, K. (2007). Obat-Obat Penting. Edisi ke enam. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo. Hal. 3, 660, 665. Widjajanti, V. Nuraini. (1998). Obat – Obatan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.


(40)

Lampiran 1

Nama sediaan : Kapsul Kloramfenikol

Zat berkhasiat : 250 mg Kloramfenukol tiap kapsul No. Bets : 051 061 T

Media Disolusi : 900 ml HCl 0,1 N

Tipe Alat : Tipe 1 Keranjang (Basket) Waktu : 30 menit

Kecepatan Rotasi : 100 rpm Panjang Gelombang : ± 278 nm

Persyaratan (Q) : harus larut tidak kurang dari 85% dari jumlah yang tertera pada etiket

Bobot Baku (Bb) : 69,4 mg

Kandungan Kloramfenikol pada etiket (Ke) : 250 mg Absorbansi Larutan Baku (Ab) : 0,39707 Kadar Baku (Kb) : 100,54%

Tabel 3. Data Uji Disolusi

No. Berat kapsul (mg) Absorbansi Larutan

Uji (Au) Kadar Zat Terlarut (%)

1. 301 0,39765 100,69

2. 297 0,39287 99,48

3. 297 0,38073 96,40

4. 298 0,37166 94,11

5. 299 0,38538 97,58


(41)

Perhitungan:

Kadar Zat Terlarut (K):

Keterangan: Au = Absorbansi larutan uji Ab = Absorbansi larutan baku

Kb = Kadar baku

Untuk Au1 = 0,39765

Untuk Au2 = 0,39827

Untuk Au3 = 0,38073

Untuk Au4 = 0,37166

Untuk Au5 = 0,38538


(42)

Lampiran 2. Gambar Alat Uji Disolusi


(43)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Admar, J. (2004). Perihal Obat dengan Berbagai Bentuk Sediaannya. Medan: Universitas Sumatera Utara Press. Hal. 35.

Agoes, Goeswin. (2008). Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung: ITB Press. Hal. 195, 297.

Anief, Moh. (1987). Ilmu Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 61, 62.

Ansel, Howard C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Ke empat. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press. Hal. 244. Dachriyanus. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi.

Padang: Andalas University Press. Hal.1.

Devissaquest, J. (1993). Farmasetika 2 Biofarmasi. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 385.

Dirjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 2 – 4, 189, 190, 1083, 1084, 1085. Gandjar, Ibnu Gholib dan Rohman, A. (2007). Kimia Analisis Farmasi.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal 70.

Hadisahputra, S. dan Harahap, U. (1994). Biokimia dan Farmakologi Antibiotika. Medan: Universitas Sumatera Utara Press. Hal. 4, 36 – 39.

Katzung, B. G. (2004). Farmakologi Dasar dan Klinik. Buku 3. Edisi 8. Jakarta: Salemba Medika. Hal. 37 – 41.

Lachman, Leon. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Hal. 645, 646, 795.

Mulja, Muhammad H. dan Suharman. (1995). Analisis Instrumental. Cetakan Pertama. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 28.

Sardjoko. (1993). Rancangan Obat. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal.162.

Siregar, Charles J.P. (2008). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet: Dasar–Dasar

Praktis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Hal. 90, 98-110.

Syah, Insan Sunan K. (2006). Pengaruh Cara Sterilisasi Terhadap Penguraian

Kloramfenikol dalam Sediaan Tetes Mata dengan Metode Uji Dipercepat.


(2)

Syukri, Yandi. (2002). Biofarmasetika. Edisi Pertama. Yogyakarta: Universitas Indonesia Press. Hal. 31, 32.

Tjay, T. H. dan Rahardja, K. (2007). Obat-Obat Penting. Edisi ke enam. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo. Hal. 3, 660, 665. Widjajanti, V. Nuraini. (1998). Obat – Obatan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.


(3)

Lampiran 1

Nama sediaan : Kapsul Kloramfenikol

Zat berkhasiat : 250 mg Kloramfenukol tiap kapsul No. Bets : 051 061 T

Media Disolusi : 900 ml HCl 0,1 N

Tipe Alat : Tipe 1 Keranjang (Basket) Waktu : 30 menit

Kecepatan Rotasi : 100 rpm Panjang Gelombang : ± 278 nm

Persyaratan (Q) : harus larut tidak kurang dari 85% dari jumlah yang tertera pada etiket

Bobot Baku (Bb) : 69,4 mg

Kandungan Kloramfenikol pada etiket (Ke) : 250 mg Absorbansi Larutan Baku (Ab) : 0,39707 Kadar Baku (Kb) : 100,54%

Tabel 3. Data Uji Disolusi

No. Berat kapsul (mg) Absorbansi Larutan

Uji (Au) Kadar Zat Terlarut (%)

1. 301 0,39765 100,69

2. 297 0,39287 99,48

3. 297 0,38073 96,40

4. 298 0,37166 94,11

5. 299 0,38538 97,58


(4)

Perhitungan:

Kadar Zat Terlarut (K):

Keterangan: Au = Absorbansi larutan uji Ab = Absorbansi larutan baku

Kb = Kadar baku

Untuk Au1 = 0,39765

Untuk Au2 = 0,39827

Untuk Au3 = 0,38073

Untuk Au4 = 0,37166


(5)

Lampiran 2. Gambar Alat Uji Disolusi


(6)