Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lanjut Usia di Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2016

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lansia
2.1.1. Defenisi Lansia
Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia)
apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan
tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan
kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia adalah keadaan
yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan
terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya
kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual
(Efendi, 2009).
Penetapan usia 65 tahun ke atas sebagai awal masa lanjut usia (lansia) dimulai
pada abad ke-19 di negara Jerman. Usia 65 tahun merupakan batas minimal untuk
kategori lansia. Namun, banyak lansia yang masih menganggap dirinya berada pada
masa usia pertengahan. Usia kronologis biasanya tidak memiliki banyak keterkaitan
dengan kenyataan penuaan lansia. Setiap orang menua dengan cara yang berbedabeda, berdasarkan waktu dan riwayat hidupnya. Setiap lansia adalah unik, oleh karena
itu perawat harus memberikan pendekatan yang berbeda antara satu lansia dengan
lansia lainnya (Potter & Perry, 2009).


11

Universitas Sumatera Utara

2.1.2.Batasan – Batasan Lanjut Usia
Usia yang dijadikan patokan untuk lanjut usia berbeda- beda, umumnya
berkisaran antara 60-65 tahun. Beberapa pendapat para ahli tentang batasan usia
adalah sebagai berikut :
a.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada empat tahapan yaitu:
1. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun
2. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun
3. Usia sangat tua (very old)cusia > 90 tahun

b. Menurut Hurlock (1979) :
1. Early Old Age (Usia 60-70 tahun)
2. Advanced Old Age (Usia > 70 Tahun)
c.


Menurut Burnsie (1979) :
1. Young old (usia 60-69 tahun)
2. Middle age old (usia 70-79 tahun)
3. Old-old (usia 80-89 tahun)
4. Very old-old (usia > 90 tahun)

d. Menurut Bee (1996) :
1. Masa dewasa muda ( usia 18-25 tahun)
2. Masa dewasa awal (usia 25-40 tahun)
3. Masa dewasa tengah (usia 40-65 tahun)
4. Masa dewasa lanjut (usia 65-75 tahun)
5. Masa dewasa sangat lanjut (usia > 75 tahun)

Universitas Sumatera Utara

e.

Menurut Prof. Dr. Koesoemanto setyonegoro :
1. Usia dewasa muda (elderly adulthood) usia 18/20-25 tahun
2. Usia dewasa penuh (Middle years) atau maturitas usia 25-60/65 tahun

3. Lanjut usia (geriatric age) usia > 65/70 tahun, terbagi atas :
Young old (usia 70-75 tahun)
Old (usia 75-80 tahun)
Very old (usia > 80 tahun)
Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan umur

yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut:
1.

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2
yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam
puluh) tahun ke atas”.

2.

Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat
kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut usia
(elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua
(very old) ialah di atas 90 tahun.


3.

Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu : pertama
(fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40-55 tahun, ketiga
(fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup
usia.

Universitas Sumatera Utara

4.

Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric age): >
65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagimenjadi
tiga batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan very old
( > 80 tahun) (Efendi, 2009).
Di Indonesia batasan usia lanjut adalah 60 tahun ke atas, terhadap dalam UU

no 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia. Menurut UU tersebut diatas lanjut
usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas, baik pria maupun wanita.
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin meningkatnya

usia harapan hidup. Dengan demikian semakin meningkatnya harapan hidup. Dengan
demiina meningkatnya usia harapan hidup penduduk, menyebabkan jumlah penduduk
lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Undang – undang nomor 13
tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, yang dimaksud dengan lanjut usia
adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Diseluruh dunia penduduk lansia (usia 69+) tumbuh dengan sangat cepat
bahkan tercepat dibandingkan kelompok usia lainnya. Diperkirakan mulai tahun 1980
akan terjadi ledakan jumlah penduduk lanjut usia. Hasil prediksi menunjukkan bahwa
persentasi penduduk lanjut usia akan mencapai 9,77 persen dari total penduduk pada
tahun 2000 dan menjadi 11,09 persen tahun 2020.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1. Demografi Orang Lanjut Usia di Indonesia
No
1

Tahun
Total Penduduk (55
tahun ke atas)

a. Total (Juta)
b. Persentase (%)
c. Harapan Hidup

1980
148

1985
165

1990
183

1995
202

2000
222

2020


11,4
7,7
55,30

13,3
8
58,19

16
8,7
61,12

19
9,4
64,05

22,2
10
65-70


29,12
11,09
70-75

(Menurut Penelitian Prof.Dr.R.Boedhi Darmojo Dalam Buku Kep.Gerontik
Nugroho.S)
Proses penuaan penduduk tetntunya berdampak pada berbagai aspek
kehidupan, baik social, ekonomi, dan terutama kesehatan, karena denan semakin
bertambahnya usia, fungsi organ tubuh akan semakin menurun baik karena faktor
alami maupun karena penyakit.
Dengan demikian, peningkatan jumlah penduduk lanjut usia menjadi salah
satu indikator keberhaislan pembangunan sekaligus sebagai tantangan dalam
pembanguna. Bila permasalahan tersebut tidak diantisipasi dari sekarang, maka tidak
tertutup kemungkinan bahwa proses pembangunan akan mengalami bebagai
hambatan. Oleh sebab itu, permaslahan lanjut usia harus menjadi perhatian kita
semua, baik pemerintahaa, lembaga masyarakat maupun msyarakat itu sendiri.
Mindset yang selama ini ada bahwa pendududk usia merupakan kelompok rentan
yang hanya menjadi tanggung jawab keluarga, masyrakat dan Negara, harus kita
ubah.

Kita harus menjadikan lanjut usia sebagai asset bangsa yamg harus terus
dibudayakan. Hal ini tidak akan tercapai bila kita tidak mempersiapkan masa lanjut

Universitas Sumatera Utara

usia secara lebih baik. Dengan demikian, sasaran dari permasalahan lansia tidak
hanya lansia itu sendiri, tetapi juga penduduk usia muda. Pola hidup sehat harus
diterpkan sejak usia dini, bahkan sejak dalam kandungan.
Penduduk lanjut usia dua tahun terakhir mengalami peningkatan yang
signifikann pada tahun 2007, jumlah penduduk lanjut usia sebesar 18,96 juta jiwa dan
mingikatkan menjadi 20.547.541 pada tahun 2009 (U.S. Census Bereau, Internasional
Data Base,2009) jumlah ini termasuk terbesar keempat setelah China, India dan
Jepang. Karena usia harapan hidup perempuan lebih panjang dibandingkan laki – laki
(11,29 juta jiwa berbanding 9,26 juta jiwa). Oleh karena itu, permaslahan lanjut usia
secara umum di Indonesia, sebenarnya tidak lain, permaslahan yang lebih didomonasi
perempuan.
Badan kesehatan dunia WHO bahwa penduduk lansia di Indonesia pada tahun
2020 mendapatkan sudah mencapai angka 11,34% atau tercatat 28,8% juta orang,
balitanya tinggal 6,9% yang menyebabkan jumlah penduduk lansia terbesar di dunia.
Badan Pusat Statistik (BPS)


Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Lanjut Usia di Indonesia Menurut Jenis Kelamin
dan Kelompok Umur Tahun 2009
Kelompok umur
L+P
L
60 – 64
6,243,457
2,955,574
64-69
5,581,535
2,566,946
70-74
4,225,860
1,877,101
75-79
2,623,171
1,135,227

80-84
1,272,510
535,198
85-89
471,876
180,345
90-94
111,435
35,741
95-99
16,448
4,3667
100+
1,249
274
Jumlah LU
20,547,541
9.290.782
Sumber.U.S.Census Bureau, Internasional Data Base. (2009)

P
3,287,883
3,014,589
2,348,759
1,487,944
737,312
291,522
75,694
12,081
975
11.256.759

Provinsi dengan usia harapan hidup yang lebih tinggi juga mempunyai jumlah
penduduk lanjut usia yang lebih banyak. Suatu wilayah disebut berstruktur tua jika
persentase lanjut usianya lebih dari 7 persen (Badan Pusat Statistik,2009)
Populasi lansia akan meningkat juga yaitu :
2.1.3. Proses Menua (aging process)
Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya infeksi dan memperbaiki kerusakan yang di derita. Proses menua
merupakan proses yang terus menerus secara alami, dimulai sejak akhir dan
umumnya dialami pada semua makluk hidup (Darmojo & Martono, 2004).
Menjadi Tua (MENUA) adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang tidak
hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan.

Universitas Sumatera Utara

Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tahapantahapan kehidupanya. Yaitu neonates, Toddler, pra school, school, remaja, dewasa
dan lansia. Tahap berbeda ini di mulai baik secara biologi maupun psikologi.
Memasuki usia tua banyak mengalami kemunduran misalnya kemunduran
fisik yang ditandai dengan kulit menjadi keriput karena berkurangnya bantalan lemak,
rambut memutih, pendengaran berkurang, penglihatan memburuk, gigi mulai
ompong, aktifitas menjadi lambat, nafsu makan berkurang dan kondisi tubuh yang
lain juda mengalami kemunduran (Padila,2013).
Menurut WHO dan Undang-Undang No 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan
lanjut usia pada pasal 1 ayat 2 yang menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah usia
permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, akan tetapi merupakan proses yang
berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses
menurunya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar yang
berakibat dengan kematian
Beberapa karakteristik tentang proses menua menurut Handywinoto (2005)
yaitu :
1. Peningkatan kematian sejalan dengan peningkatan usia
2. Terjadinya perubahan kimiawi dalam sel dan jaringan tubuh

mengakibatkan

massa tubuh berkurang, peningkatan lemak dan lipofuscin yang dikenal sebagai
age pigmen, serta perubahan disertai kolagen yang dikenal dengan crosslinking.
3. Terjadinya perubahan yang progresif dan merusak.
4. Menurutnya kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan dilingkungannya.

Universitas Sumatera Utara

5. Meningkatnya kerentanan terhadap sebagian penyakit tertentu.
6. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia
Ada perubahan yang terjadi pada fisik yang dialami oleh lansia seperti
perubahan-perubahan pada lansia akibat proses menua.
Menurut Nugroho (2008) adalah sebagai berikut : Perubahan fisik dan fungsi
Penurunan fisik dan fungsi pada lansia berkaitan dengan penuruna fungsi: sel, sistim
persyarafan, sistem pendengaran, sistem penglihatan, sistem kardiovaskuler, sistem
pengaturan suhu tubuh, sistem pernafasan sistem pencernaan, sistem reproduksi,
sistem genitourinaria, sistem endokrin, sistem integumen, sistem muskuloskletal
Terjadi perubahan yang dapat berupa: sikap yang semakin egosentrik, mudah
curiga, bertambah pelit bila memiliki sesuatu. Sikap yang semakin umum ditemukan
pada lansia adalah mengharapkan tetapi diberi peran dalam masyarakat, ingin
mempertahankan hak dan hartanya, serta ingin tetap berwibawa. Faktor yang
mempengaruhi perubahan mental pada lansia :
Perubahan mental pada lansia juga terjadi pada kenangan dan juga Intelegensi
Quotion (IQ). Kenangan pada lansia terdiri dari kenangan jangka panjang, kenangan
jangka pendek, dan kenangan buruk. Kenangan jangka panjang seperti berapa jam
sampai berapa hari yang lalu dan mencakup beberapa perubahan, kenangan jangka
pendek atau seketika (1-10 menit), dan kenangan buruk biasa ke arah dimensia.
intelegensi Quotion (IQ) berupa perubahan pada daya membayangkan karena tekanan
faktor waktu

Universitas Sumatera Utara

Perubahan psikososial Nilai seseorang sering diukur dari produktivitasnya dan
identitasnya dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan.lansia yang mengalami
kehilangan antara lain :
Kehilangan fungsional pada umumnya setelah seorang memasuki lanjut usia
maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif
meliputi;

belajar,

persepsi,

pengertian,

pemahaman,dan

lain-lain

sehingga

menyebabkan reaksi dan perilaku lanjut usia menjadi lambat. Sementara fungsi
psikomtor meliputi hal-hal yang berhubungan seperti gerakan, tindakan yang
berakibat lanjut usia menjadi kurang cekatan. Dengan adanya penurunan fungsi
tersebut lanjut usia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan
dengan keadaan kepribadian lanjut usia.
Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan yang cukup tinggi, lengkap
dengan semua fasilitas) Kehilangan bekaitan dengan pekerjaan Perubahan dapat
diawali dengan masa pension. Meskipu tujuan ideal pensiun adalah agar para lanjut
usia menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannnya sering
diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status
dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pension lebih tergantung dari
modal kepribadiannya.
Perubahan dalam peran sosial di masyarakat berkurangnya fungsi indera
pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan
fungsional atau bahkan kecacatan pada lanjut usia. Tindakan untuk mengurangi
fungsional atau bahkan kecacatan pada lanjut usia sebaiknya di cegah dengan selalu

Universitas Sumatera Utara

mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup,
agar tidak merasa terasing atau dipisakan.
Proses penuaan terdiri atas teori – teori tentang penuaan, aspek biologis pada
proses penuan, proses penuan pada tingkat sel, proses penuan menurut system tubuh,
dan aspek psikologi pada proses penuan
2.1.4. Teori –Teori Proses Menua
Sampai saat ini, banyak defenisi dan teori yang menjelaskan tentang proses
menua yang tidak seragam. Proses menua bersifat individual : dimana proses menua
pada setiap orang terjadi dengan usia yang berbeda, setiap lanjut usia mempunyai
kebiasaan atau life style yang berbeda, dan tidak ada satu faktor pun yang ditemukan
dapat mencegah proses menua. Adakala seseorang belum tergolong tua (masih tua)
tetapi telah menunjukkan kekurangan yang mencolok. Adapula orang yang tergolong
lanjut usia penampilannya masih sehat, bugar badan tegap, akan tetapi meskipun
demikian berbagai penyakit yang dialami oleh lanjut usia
Teori-teori tentang penuaan sudah banyak yang dikemukakan, namun tidak
semua ya bias diterima. Teori – teori itu dapat digolongkan dalam dua kelompok,
yaitu yang termasuk kelompok teori biologis dan teori psikologis.
a. Teori Biologi
Teori yang merupakan teori biologi adalah sebagai berikut :
1. Teori jam genetik
Menurut Hauick (1965), secara genetic sudah terprogram bahwa material di dalam
inti sel dikatakan bagaikan memiliki jam genetic terkait dengan frekuensi mitosis.

Universitas Sumatera Utara

Teori ini didasarkan pada kenyataan bahwa spesies-spesies tententu memiliki
harapan hidup (life span) yang tertentu pula. Manusia yang memiliki rentang
kehidupan maksimal sekitar 110 tahun, sel-selnya diperkirakan hanya mampu
membelah sekitar 50 kali, sesudah itu akan mengalami deteriorasi.
2. Teori cross-linkage (rantai silang)
Kolagen yang merupakan unsure penyusun tulang diantaranya susunan moleculer,
lama kelamaan akan meningkatkan kekakuan (tidak elastis). Hal ini disebabkan
oleh karena sel-sel yang sudah tua dan reaksi kimianya menyebabkan jaringan
snagat kuat.
3. Teori radikal bebas
Radikal bebas merusak membrane sel yang menyebabkan kerusakan dan
kemunduran secara fisik
4. Teori genetic
Menurut teori ini,menua telah terprogram secara genetic untuk spesies, epesiec
tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang deprogram
oleh molekul-molekul DNA dan setiap sel pada saat akan mengalami mutasi
5. Teori Immunologi
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada
jaringan tubuh tertentu yang tidak dapat tahan terhadap zat tersebut sehingga
jaringan tubuh menjadi lemah.

Universitas Sumatera Utara

6. Teori stress-adaptasi
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi
jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan
usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
7. Teori wear and tear (pemakaian dan rusak)
Kelebihan usaha dan stress menyegbabkan sel-sel tubuh lelah (terpakai).
b. Teori Psikososial
Teori yang merupakan teori Psikososial adalah sebagai berikut :
1. Teori integritas ego
Teori perkembangan ini mengidentifikasi tugas-tugas yang harus dicapai dalam
tiap tahap perkembangan. Tugas perkembangan terakhir merefleksikan kehidupan
seseorang dan pencapaianya. Hasil akhir dari penyelesaian konflik antara integritas
ego dan keputusan adalah kebebasan.
2. Teori stabilitas personal
Kepribadian seseorang terbentuk pada masa kanak-kanak dan tetap bertahan secara
stabil. Perubahan yang radikal pada usia tua bisa jadi mengindikasikan penyakit
otak.
2.1.5. Kebutuhan Hidup Orang Lansia
Setiap orang memiliki kebutuhan hidup. Orang lansia juga memiiki kebutuhan
lansia yang sama agar dapat hidup sejahtera. Kebutuhan lansia antara lain makanan
bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan rutin, perumhan yang sehat dan kondisi
rumah yang tenteram dan aman, kebutuhan – kebutuhan social seperti bersosialisasi

Universitas Sumatera Utara

dengan semua orang dalam segala usia, sehingga mereka mempunyai banyak teman
yang dapat diajak berkomunikasi, mebagi pengalaman, memberikan pengarahann
untk kehidupan yang baik. Kebutuhan tersebut diperlukan oleh lansia agar dapat
mandiri
Kebutuhan lansia dapat diidentifikasi berdasarkan teori kebutuhan manusia
dari Maslow yang dikutip oleh (Hutahuruk,2009) yang menyebutkan bahwa pada
dasarnya kebutuhan manusia dapat dibagi menjadi 5, yaitu
1. Kebutuhan fisik, (physiologiocal needs) adalah kebutuhan fisik atau biologi seperti
pangan, sandang, papan, seks
2. Kebutuhan tentram (safety needs) adalah kebutuhan akan rasa amana dan
ketentraman, baik lahirriah maupun batiniah seperti kebutuhab akan jaminan hari
tua, kebebasan,kemandian
3. keamanan, sosial, (social needs) adalah kebutuhan untuk bermasyarakat atau
berkomunitas dengan manusia lain melalui paguyuban organisasi profesi,
kesenian, olah raga, kesamaan hobi
4. Kebutuhan harga diri (esteem needs) adalah kebutuhan akan harga diri untuk
diakui akan keberadaannya
5. pengharagaan dan aktualisasi diri (self actualization needs) adalah kebutuhan
untuk mengungkapkan kemampuan fisik, rohani maupun daya piker berdasarkan
pengalaman masing – masing, bersemangat untuk hidup, dan berperan dalam
hidup. Sejak awal kehidupan sampai berusia lanjut setiap orang memiliki
kebutuhan psikologis dasar.

Universitas Sumatera Utara

Lansia sebagaimana manusia pada kelompok umur yang lain membutuhkan
pemenuhan kebutuhan fisik atau kebutuhan dasar (basic need) yang berupa makan,
minum dan tempat tinggal. Kebutuhan ini diperlukan untuk bertahan hidup dan
sekaligus menjaga kesehatan.

Kebutuhan yang kedua adalah keamanan dan

perlindungan. Kebutuhan berikutnya adalah kebutuhan sosial yaitu perasaan diterima
sebagai anggota keolompok dan dicintai. Kebutuhan selanjutnya adalah penghargaan
yaitu pengakuan dan harga diri. Kebutuha terakhir adalah aktualisasi diri yaitu
kebutuhan untuk pemahaman dan pengembangan diri.
Dengan segala persoalan yang dihadapi oleh lansia sesuai dengan
karakteristiknya, sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya, maka kebutuhan
lansia dapat dibagi menjadi dua, yaitu kebutuhan fisik dan non fisik. Kebutuhan fisik
adalah kebutuhan yang terkait dengankebutuhan dasar yaitu makan, minum, tempat
tinggal serta kesehatan. Sementarai kebutuhan non fisik merupakan akumulasi dari
kebutuah social dan psikologis. Dengan idnetifikasi kebutuhan lasnia tersebut maka
semua kbijakan mengenai lansia harus ditujukan untuk memenuhi semua kebutuhan
tersebut.(dikutip dari Modul Pendidikan tahun 2012).
2.1.6. Faktor-faktor yang Memengaruhi Ketuan
Meliputi :
1. Hereditas = Keturunan / Genetic
2. Nutrisi = Makanan
3. Status Kesehatan
4. Pengalaman Hidup

Universitas Sumatera Utara

5. Lingkungan
6. Stress
2.1.7 Status Perkawinan
Mengingat umur harapan hidup pada lanjut usia wanita lebih tinggi dari pria,
jumlah penduduk lansia wanita yang mempunyai status menikah lebih kecil dari pada
penduduk lansia pria.
Menurut BPS – Sunsenas 2007 perempuan lansia di Indonesia berpotensi
mengalami peningkatan, perbedaan status perkawinna lanjut usia perempuan yang
sebagian besar bersattaus cerai mati dan cerai hidup. Karena usia harapan hidup
perempuan yang ditinggal meninggalkan lebih dulu oleh suaminya, dank arena
peerbedaan gender menyebabkan terbiasa mengurus dirnya sendiri,sehinnga lebih
siap untuk ditinggalkan sendiri. Sedangkan lanjut usia laki- laki lebih banyak
berstatus kawin.
2.1.8 Pendidikan
Kualitas hidup penduduk lanjut usia umumnya masih rendah. Kondisi ini
dapat terlihat dari pendidikan tertinggi yang tamatkan dan anagka buta huruf lanjut
usia. Sebagian besar penduduk lanjut usia tidak/belum pernah sekolah dan tidak tamat
SD. Jika dibandingkan antara jenis kelamin, pendidikan tertinggi yang ditamatakan
lanjut usia perempuan secara umum lebih rendah dibandingkan lanjut usia laki – laki.

Universitas Sumatera Utara

2.1.9. Pekerjaan
Menurut BPS (2010), tingkat partisipasi angkatan kerja pada Lanjut Usia 60
hinga 64 tahun besarnya 59,9% dan pada usia 65 tahun 40,5%. Di perkotaan bahkan
tingkat pengangguran penduduk lanjut usia yang berusia 65 tahun ke atas hanya
2.2%. Tingkat partisipasi angkatan kerja di pedesaan lebih tinggi darin pada
diperkotaan dan pada penduduk lanjut usia pria, tingkatnya lebih tinggi dibandingkan
dengan wanita. Tingginya tingkat partisipasi angkatan kerja penduduk lanjut usia ini
disebakan oleh beberapa faktor, antara lain proses penuaan, struktur penduduk tingkat
sosial ekonomi masyarakat yang membaik, umur harapan hidup penduduk lanjut usia
yang bertambah panjang, jangkauan pelayanan kesehatan serta status kesehatan
penduduk lanjut usia yang bertambah baik.
Alasan penduduk lanjut usia untuk bekerja antara lain adalah karena
disebabkan oleh jaminan sosial dan kesehatan yang masih kurang. Disamping hal itu,
desakan ekonomi merupakan hal yang mendorong untuk bekerja dan mencari
pekerjaan.Hal ini dimungkinkan karena pada umumnya keadaan kesehatan fisik,
mental dan emosional mereka masih baik. Banyak diantara mereka bekerja untuk
aktualisasi diri.
Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (2010), jenis sektor
pekerjaan yang dipilih penduduk lanjut usia diperkotaan adalah sebagai berikut :
1. Perdagangan :38,4%
2. Pertanian : 27,1%

Universitas Sumatera Utara

3. Jasa : 17,3%
4. Industri : 9,3%
5. Angkutan : 3,3%
6. Bangunan : 2,8%
Sedangkan di desa sebagai berikut :
1. Pertanian : 78,9%
2. Perdagangan : 9,1%
3. Industri ; 6,3 %
4. Jasa: 4,1 %
Penghasilan yang diterima oleh angkatan kerja lanjut usia, sayangnya tidaklah
tinggi. Berdasarkan data yang dikumpulkan sakernas (2010), ternyata masih banyak
amhkatan kerja lanjut usia yang menerima gaji atau upah sebanyak Rp. 10 ribu
sebulan dan lebih dari separo angkatan kerja lanjut usia diperkotaan dan pedesaan
menerima gaji atau upah sebesar Rp. 50 ribu hingga Rp. 100 ribu.

2.2. Posyandu
2.2.1. Defenisi Posyandu
Posyandu adalah kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan dari, oleh
dan untuk masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan di suatu wilayah kerja
puskesmas, dimana program ini dapat dilaksanakan dib alai dusun, balai kelurahan,
maupun tempat-tempat lain yang mudah didatangi masyarakat (Ismawati,2014).

Universitas Sumatera Utara

2.2.2. Posyandu Lansia
Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di
suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat
dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan Posyandu lansia merupakan
pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia
yang penyelenggaraannya melalui program Puskesmas dengan melibatkan peran serta
para

lansia,

keluarga,

tokoh

masyarakat

dan

organisasi

sosial

dalam

penyelenggaraannya (Ismawati, 2014).
Posyandu lansia / kelompok usia lanjut adalah merupakan suatu bentuk
pelayanan kesehatan bersumber daya masyarakat atau /UKBM yang dibentuk oleh
masyarakat berdasarkan inisiatif dan kebutuhan itu sendiri khususnya pada penduduk
usia lanjut. Pengertian usia lanjut adalah mereka yang telah berusia 60tahun keatas.
2.2.3. Sasaran
Adapun sasaran Posyandu Lansia adalah :
1. Sasaran langsung
a. Kelompok pra usia lansia (45-59 tahun)
b. Kelompok usia lanjut (60 tahun keatas)
c. Kelompok usia lanjut dengan resiko tinggi (70 tahun keatas)
2. Sasaran tidak langsung
a. Langsung dimana usia lanjut berada
b. Organisasi social yang bergerak dalam pembinaan usia lanjut
c. Masyarakat luas

Universitas Sumatera Utara

2.2.4. Tujuan Pembentukan
Tujuan pembentukan posyandu lansia ini adalah :
1. Tujuan Umum
a. Meningkatkan derajat kesehatan mutu pelayanan kesehatan usia lanjut di
masyarakat, untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna bagi
keluarga.
b. Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta
dalam pelayanan kesehatan disamping meningkatkan komunitas antara
masyarakat usia lanjut.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan kesadaran pada lansia
b. Membina kesehatan dirinya sendiri
c. Meningkatkan mutu kesehatan lansia
d. Meningkatkan pelayanan kesehatan lansia
2.2.5. Penyelenggaraan Posyandu Lansia
1. Pelaksanaan kegiatan
Anggota masyarakat yang telah dilatih menjadi kader kesehatan di bawah
bimbingan Puskesmas.
2. Pengelola
Pengurusan yang berasal dari kaer PKK, tokoh masyarakat formal maupun non
formal

Universitas Sumatera Utara

2.2.6. Kegiatan Posyandu Lansia
Kegiatan posyandu lansia ini mencakup upaya-upaya perbaikan dan
peningkatan kesehatan masyarakat, meliputi :
1. Promotif
Yaitu upaya peningkatan kesehatan, misalnya penyuluhan perilaku hidup sehat,
gizi usia lanjut dalam upaya meningkatkan kesegaran jasmani
2. Preventif
Yaitu upaya pencegahan penyakit, mendeteksi dini adanya penyakit dengan
menggunkan KMS lansia
3. Kuratif
Yaitu upaya mengobati penyakit yang sedang diderita lansia
4. Rehabilitatif
Yaitu upaya untuk mengembalikan kepercayaan diri pada lansia
2.2.7. Peran Serta Lansia
Para lansia diharapkan dapat bersama-sama mewujutkan kesehatan dengan
cara :
1. Berperan aktif dalam kegiatan penyuluhan
2. Olahraga secara teratur sesuai kemampuan
3. Menjalani pemeriksaan kesehatan secara berkala
4. Menjalani pengobatan
5. Meningkatkan upaya kemandirian dan pemenuhan kebutuhan pribadi

Universitas Sumatera Utara

2.2.8. Kader Posyandu Lansia
Kader posyandu lansia adalah kader yang bertugas di posyandu lanjut usia
(lansia) dengan kegiatan rutin setiap bulannya membantu petugas kesehatan saat
pemeriksaan kesehatan pasien lansia.
Adapun tugas kader posyandu lansia secara garis besar adalah sebagai berikut
(Ismawati,2014).
1. Melakukan kegiatan bulanan posyandu
Tugas-tugas kader posyandu pada H atau saat persiapan hari buku posyandu
meliputi :
a. Menyiapkan alat dan bahan, yaitu alat penimbangan, KMS, alat peraga, alat
pengukur bahan/materi penyuluhan
b. Mengundang dan menggerkan masyarakat yaitu memberitahuan para lansia untuk
dating ke posyandu
c. Menghubungi pokja posyandu, yaitu menyampaikan rencana kegiatan kepada
kantor desa meminta mereka untuk memastikan apakah petugas sector bisa
hadirpada hari buka posyandu
d. Melaksanakan pembagian tugas di antara kader posyandubaikmempersiapan
maupun pelaksanaan kegiatan.
2. Pelaksanaan kegiatan bulanan posyandu
Tugas kader pada hari buka posyandu disebut juga sebagai tugas pelayanan 3
meja atau 5meja

Universitas Sumatera Utara

3. Kegiatan setelah pelayanan bulanan posyandu
Tugas-tugas kader setelah hari buka posyandu meliputi :
a. Memindahkan catatan-catatan dalam Kartu Menuju Sehat (KMS) ke dalam buku
registrasi atau buku bantu kader
b. Menilai (mengevaluasi) hasil kegiatan dan merencanakan kegiatan hari posyandu
pada bulan berikutnya
c. Kegiatan kunjungan rumah (penyuluhan perorangan ) merupan tindakan lanjut dan
mengajak para lansia dating keposyandu pada kegiatan bulan lansia berikutnya.
2.2.9. Jenis Pelayanan Kesehatan yang Diberikan kepada Usia Lanjut di
Posyandu Lansia
a. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan dasar dalam
kehidupan, seperti makan/minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik turun tempat
tidur, buang air besar/kecil dan sebagainya.
b. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental
emosional dengan menggunakan pedoman metode 2 (dua ) menit.
c. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi
badan dan dicatat pada grafik indeks masa tubuh (IMT).
d. Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dan stetoskop serta
penghitungan denyut nadi selama satu menit.
e. Pemeriksaan hemoglobin menggunakan talquist, sahli atau cuprisulfat
f. Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit gula
(diabetes mellitus)

Universitas Sumatera Utara

g. Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi awal
adanya penyakit ginjal.
h. Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bilamana ada keluhan dan atau ditemukan
kelainan pada pemeriksaan butir 1 hingga 7. Dan
i. Penyuluhan Kesehatan.
Kegiatan lain yang dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi setempat
seperti Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dengan memperhatikan aspek
kesehatan dan gizi lanjut usia dan kegiatan olah raga seperti senam lanjut usia, gerak
jalan santai untuk meningkatkan kebugaran.
Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan di Posyandu Lansia, dibutuhkan,
sarana dan prasarana penunjang, yaitu: tempat kegiatan (gedung, ruangan atau tempat
terbuka), meja dan kursi, alat tulis, buku pencatatan kegiatan, timbangan dewasa,
meteran pengukuran tinggi badan, stetoskop, tensi meter, peralatan laboratorium
sederhana, thermometer, Kartu Menuju Sehat (KMS) lansia
2.2.10 Kendala Pelaksanaan Posyandu Lansia
Beberapa kendala yang dihadapi oleh para lansia dalam mengikuti kegiatan
posyandu lansia ini, antara lain sebagai berikut :
1. Pengetahuan lansia yang rendah tenatang pemanfaatn posyandu lansia
2. Jarak rumah dengan lokasi posyandu yang jauh atau sulit dijangkau
3. Kurangnya dukungan keluarga untuk mengantar maupun mengingatkan lansia
untuk dating keposyandu
4. Sikap yang kurang baik terhadap petugas posyandu

Universitas Sumatera Utara

5. Sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan posyandu lansia
2.2.11 Jenis Pelayanan Kesehatan yang Diberikan kepada Usia Lanjut di
Posyandu Lansia
a. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan dasar dalam
kehidupan, seperti makan/minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik turun tempat
tidur, buang air besar/kecil dan sebagainya.
b. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental
emosional dengan menggunakan pedoman metode 2 (dua ) menit.
c. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi
badan dan dicatat pada grafik indeks masa tubuh (IMT).
d. Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dan stetoskop serta
penghitungan denyut nadi selama satu menit.
e. Pemeriksaan hemoglobin menggunakan talquist, sahli atau cuprisulfat
f. Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit gula
(diabetes mellitus)
g. Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi awal
adanya penyakit ginjal.
h. Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bilamana ada keluhan dan atau ditemukan
kelainan pada pemeriksaan butir 1 hingga 7, dan
i. Penyuluhan Kesehatan.
Kegiatan lain yang dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi setempat
seperti Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dengan memperhatikan aspek

Universitas Sumatera Utara

kesehatan dan gizi lanjut usia dan kegiatan olah raga seperti senam lanjut usia, gerak
jalan santai untuk meningkatkan kebugaran.
Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan di Posyandu Lansia, dibutuhkan,
sarana dan prasarana penunjang, yaitu: tempat kegiatan (gedung, ruangan atau tempat
terbuka), meja dan kursi, alat tulis, buku pencatatan kegiatan, timbangan dewasa,
meteran pengukuran tinggi badan, stetoskop, tensi meter, peralatan laboratorium
sederhana, thermometer, Kartu Menuju Sehat (KMS) lansia
2.2.12 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Posyandu Lansia
1. Pengetahuan Lansia
Pengetahuan lansia akanmemanfaatkan posyandu ini dapat diperoleh dari
pengalaman pribadi dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan menghadiri kegiatan
posyandu, lansia akan mendapatkan penyuluhan tentang bagaimana cara hidup sehat
dengan segala keterbatasan atau masalah kesehatan yang melekat pada mereka.
Dengan pengalaman ini, pengetahuan lansia menjadi meningkat, yang menjadi dasar
pembentukan sikap dan dapat mendorong minat atau motivasi mereka untuk selalu
mengikuti kegiatan posyandu lansia. Penelitian Hayani (2012), menyatakan bahwa
pengetahuan lansia berpengaruh secara signifikan terhadap pemanfaatan posyandu
lansia di wiliyah Kerja Darusallam Medan yaitu dengan uji regresi logistik diperoleh
p-value 0,001 (p-value< 0,05).
Namun berbeda pendapat Rosyid (2009) tidak ada hubungan pengetahuan
dengan kunjungan lansiadi RW.VII Kelurahan Wonokusumo Kecamatan Semampir

Universitas Sumatera Utara

Surabaya. Lansia yang tidak mau memanfaatkan posyandu ini dapat disebabkan
karena lansia tidak atau belum mengetahui manfaat dari posyandu lansia itu sendiri.
Pengetahuan bukan faktor yang memengaruhi kunjungan lansia ke posyandu
lansia. Tingkat pengetahuan seseorang tidak selalu memotivasi prilaku logika, artinya
pengetahuan yang baik (lansia yang tahu tentang pengertian Posyandu, tujuan
Posyandu, bentuk pelayanan Posyandu, dan Mekanisme Posyandu) tidak selalu
memimpin perilaku yang benar dalam hal ini pengetahuan tentang posyandu yang
baik belum tentu mau berkunjung ke posyandu.
2. Sikap Lansia
Penilaian pribadi atau sikap yang baik terhadap petugas merupakan dasar atas
kesiapan atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu. Dengan sikap
yang baik tersebut, lansia cenderung untuk selalu hadir atau mengikuti kegiatan yang
diadakan di posyandu lansia. Hal ini dapat dipahami karena sikap seseorang adalah
suatu cermin kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek. Kesiapan merupakan
kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara-cara tertentu apabila individu
dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya suatu respons.Hasil penelitian
dari Hayani(2012), menyatakan bahwa sikap lansia berpengaruh secara signifikan
terhadap pemanfaatan posyandu lansia, yaitu dengan uji regresi logistik diperoleh pvalue 0,001 (p-value< 0,05).
Penelitan di DK III Ngebel, Kasihan Bantul Yogyakarta menunjukkan ada
hubungan yang signifikan dankorelasi positif antara persepsi lansia tentang manfaat
pelayanan posyandu lansiadengan perilaku mengunjungi posyandu lansia. Untuk

Universitas Sumatera Utara

meningkatkan pemanfaatan posyandu lebih meningkatkan promosi kesehatan supaya
lansia memiliki kesadaran dan merasa penting manfaat pelayanan posyandu lansia
(Wijayanti, 2012).
3. Keterjangkauan Posyandu Lansia
Menurut Anderson dan Mc.Farlen dalam Susanti (2009) jarak merupakan
penghalang yang meningkatkan kecenderungan penundaan upaya seseorang atau
masyarakat dalam mencari pelayanan kesehatan. Masyarakat diharapkan dapat
memanfaatkan pelayanan kesehatan (dalam hal ini posyandu lansia) untuk
keluarganya, jika jarak tempat tinggalnya tidak terlalu jauh dari pusat pelayanan
kesehatan. Kendala jarak dapat diatasi jika akses menuju posyandu lansia dipermudah
dengan jalan meningkatkan sarana dan prasarana tranportasi yang ada. Begitu juga
pendapat Kusnanto dan Saimi (2006) bahwa sulitnya pelayanan kesehatan dicapai
secara fisik banyak menuntut pengorbanan sehingga akan menurunkan permintaan.
Hasil penelitian Zulkarnain (2013) menyatakan bahwa jarak dari rumah ke
posyandu lansia berpengaruh secara signifikan terhadap pemanfaatan posyandu
lansia, yaitu dengan uji regresi logistik diperoleh p-value 0,035 (p-value< 0,05).
Sihombing (2000) mengatakan bahwa kondisi geografi dan tranportasi yang sulit,
perlu kiranya dipertimbangkan tempat fasilitas pelayanan kesehatan yang sesuai atau
strategis. Waktu perjalanan merupakan faktor terpenting dari akses geografi sehingga
berkaitan dengan jarak tempat tinggal ke pelayanan kesehatan. Jarak, alat tranportasi
dan waktu tempuh memiliki dampak yang signifikan dengan pemanfaatan kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

2.3. Landasan Teori
Menurut Anderson R (1968) dalam behavioral model of families use of health
services, perilaku orang sakit berobat ke pelayanan kesehatan secara bersama-sama
dipengaruhi oleh faktor predisposisi (usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan),
faktor pemungkin (ekonomi keluarga, akses terhadap sarana pelayanan kesehatan
yang ada dan penanggung biaya berobat) dan faktor kebutuhan (kondisi individu yang
mencakup keluhan sakit).
Selama 3 dekade yang lalu, sejumlah besar riset telah dilakukan ke dalam
faktor – faktor penentu (determinan) penggunaan pelayanan kesehatan. Kebanyaan
riset ini menggunakan model –model adanya penggunaan pelayanan kesehataan
Penggunaan Pelayanan Kesehatan posyandu lansia menurut teori Anderson
dapat dipengaruhi oleh 3 Karakteristik yaitu Karakteristikpredisposisi (predisposing
Characteristics) terdiri dari ciri-ciri demografi, struktur social dana manfaat-manfaat
kesehatan,

Karakteristik

pendukung

(enabling

Characteristics)

seperti

keterjangkauan, penggunaan pelayanan kesehatan dan Karakteristik kebutuhan (Need
Characteristics) meliputimencari pengobatan.
1. Karakteristik predisposisi (predisposing Characteristics)
Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu
mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang berbedabeda. Hal ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individual, yang digolongkan ke
dalam 3 kelompok

Universitas Sumatera Utara

a. Ciri – ciri demografi, seperti jenis kelamin dan umur
b. Struktur sosial, seperti pengetahuan, tingkat pendidikan, pekerjaan, kesukuan
atau ras dan sebagainya
c. Manfaat – manfaat kesehatan, seperti keyakinan bahwa pelayanan kesehatan
dapat menolong proses penyembuhan penyakit. Selanjutnya Anderson percaya
bahwa
-

Setiap individu atau orang mempunyai perbedaan karakteristik, mempunyai
perbedaan karakteristik, mempunyai perbedaan tipe dan frekuensi penyakit,
dan mempunyai perbedaan pola penggunan pelayanan kesehatan .

-

Setiap individu mempunyai perbedaan struktural sosial, mempunyai
perbedaan gaya hidup, dan akhirnya mempunyai perbedaan pola penggunaan
layanan kesehatan

a.

Individu percaya adanya kemanjuran dalam penggunaan pelayanan kesehatan
Pengetahuan
Pengetahuan lansia akan manfaat posyandu ini dapat diperoleh dari

pengalaman pribadi dalam kehidupan sehari-harinya dengan menghadiri kegiatan
posyandu, lansia akan mendapatkan penyuluhan tentang bagaimana cara hidup sehat
dengan segala keterbatasan atau masalah kesehatan yang melekat pada mereka.
Dengan pengalaman ini, pengetahuan lansia menjadi meningkat, yang menjadi dasar
pembentukan sikap dan dapat mendorong minat atau motivasi mereka untuk selalu
mengikuti kegiatan posyandu lansia (Sulistyorini, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Tingkat pengetahuan seseorang tidak selalu memotivasi prilaku logika, artinya
pengetahuan yang baik (lansia yang tahu tentang pengertian Posyandu, tujuan
Posyandu, bentuk pelayanan Posyandu, dan Mekanisme Posyandu) tidak selalu
memimpin perilaku yang benar dalam hal ini pengetahuan tentang posyandu yang
baik belum tentu mau berkunjung ke posyandu
b. Sikap
Sikap (attitude), adalah evaluasi positif-negatif-ambivalen individu terhadap
objek, peristiwa, orang, atau ide tertentu. Sikap merupakan perasaan, keyakinan, dan
kecenderungan perilaku yang relatif menetap. Unsur-unsur sikap meliputi kognisi,
afeksi, dan kecenderungan bertindak. Faktor-faktor yang memengaruhi terbentuknya
sikap adalah pengalaman khusus, komunikasi dengan orang lain, adanya model, iklan
dan opini, lembaga-lembaga sosial dan lembaga keagamaan (Makmun, 2005).
Penilaian pribadi atau sikap lansia yang baik terhadap kader posyandu
merupakan dasar atas kesiapan atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan
posyandu. Dengan sikap yang baik tersebut, lansia cenderung untuk selalu hadir atau
mengikuti kegiatan yang diadakan di posyandu lansia. Hal ini dapat dipahami karena
sikap seseorang adalah suatu cermin kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek.
Kesiapan merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara-cara
tertentu apabila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya suatu
respons (Mismar, 2010).

Universitas Sumatera Utara

2. Karakteristik pendukung (enabling Characteristics)
Karakteristik ini mencerminkan bahwa meskipun mempunyai predisposisi
untuk menggunakan pelayanan kesehatan, ia tidak mampu bertindak untuk
menggunakannya, kecuali bila ia mampu menggunakannya
a. Keterjangkauan
Jarak dengan fasilitas kesehatan juga berkontribusi terhadap terciptanya suatu
perilaku kesehatan pada masyarakat. Pengetahuan dan sikap yang baik belum
menjamin terjadinya perilaku, maka masih diperlukan faktor lain yaitu jauh dekatnya
dengan fasilitas kesehatan. Jarak fasilitas kesehatan yang jauh dari pemukiman
penduduk akan mengurangi pemanfaatan pelayanan kesehatan, dan sebaliknya jarak
yang relatif lebih dekat akan meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Jarak dengan fasilitas kesehatan juga berkontribusi terhadap terciptanya suatu
perilaku kesehatan pada masyarakat. Pengetahuan dan sikap yang baik belum
menjamin terjadinya perilaku, maka masih diperlukan faktor lain yaitu jauh dekatnya
dengan fasilitas kesehatan. Jarak fasilitas kesehatan yang jauh dari pemukiman
penduduk akan mengurangi pemanfaatan posyandu, dan sebaliknya jarak yang relatif
lebih dekat akan meningkatkan pemanfaatan pelayanan posyandu (Juniardi, 2012).
3. Karakteristik kebutuhan (Need Characteristics)
Faktor predisposisi dan kaktor yang memungkinkan untuk mencari
pengobatan dapat terwujud di dalam tindakan apabila itu dirasakan sebagai
kebutuhan. Dengan kata lain kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung
untuk menggunakan pelayanan kesehatan dalam bentuk (penilaian individu dan

Universitas Sumatera Utara

penilaian kader), bilamana tingkat predisposisi dan enabling itu ada. Kebutuhan
(need) di sini dibagi menjadi 2 kategori, dirasakan atau perceived (subject
assessment) dan evaluated (cli/nik diagnostik).
Penilaian Lansia adalah merupakan suatu penaksiran dan pendapat lansia atas
nilai suatu dari suatu pelayan kesehatan yang dilakukan oleh seseorang penilai yang
didasari interpenstasi dari fakta-fakta dan keyakinan terhadapat pelayanan kesehatan
pada waktu atau tanggal tertentu (Christianto,2012)
Ilustrasi Model Anderson
Predisposing

Enabling

Demography

Family
Resources

Health
services use

Need

Perceived

Social Structure
Community
Resources

Evaluated

Health Beliefs

Gambar 2.1. Ilustrasi Model Anderson

Universitas Sumatera Utara

2.4 Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori, maka penelitian dapat merumuskan kerangka
konsep penelitian sebagai berikut:
Variabel Bebas
(Independent)

Variabel Terikat
(Dependent)

Predisposing Characteristics
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Pendidikan
4. Pekerjaan
5. Pengetahuan
6. Sikap
Enabling Characteristics
Jarak pelayanan posyandu lansia

Pemanfaatan
pelayanan posyandu
lansia

Need Characteristics
Penilai Lansia
Gambar 2.2 Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Peran Keluarga dan Kader Lansia terhadap Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan

25 230 143

Efektivitas Pelayanan Kesehatan Di Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang

26 187 137

Faktor-Faktor Yang Menghambat pemberian ASI Eksklusif Pada Bayi 0 – 6 bulan di Desa Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan

0 56 63

Faktor-Faktor Yang Menghambat pemberian ASI Eksklusif Pada Bayi 0 – 6 bulan di Desa Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan

0 6 63

Faktor-Faktor Yang Menghambat pemberian ASI Eksklusif Pada Bayi 0 – 6 bulan di Desa Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan

0 0 11

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lanjut Usia di Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2016

0 0 17

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lanjut Usia di Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2016

0 0 2

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lanjut Usia di Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2016

0 1 10

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lanjut Usia di Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2016

1 4 4

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lanjut Usia di Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2016

0 0 29