Hubungan Menderita Diabetes Melitus Dengan Pengetahuan Pencegahan Luka Kaki Diabetes di RSUP Haji Adam Malik Medan

Bab 2
Tinjauan Pustaka
1.

Pengetahuan

1.1.

Definisi Pengetahuan
Menurut Bloom dan Skinner (2003), pengetahuan adalah kemampuan

seseorang untuk mengungkapkan kembali apa yang diketauinya dalam bentuk
bukti jawaban baik lisan maupun tulisan. Jawaban tersebut merupakan suatu
reaksi dari suatu stimulasi yang berupa pertanyaan baik lisan maupun tulisan.
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tau yang terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
pancaindra manusia, yakni indera penglihatan,pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan
pengetahuan. Pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian
dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan diperoleh dari indra
penglihatan/mata dan indra pendengaran/telinga. Pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang
dan pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat
yang berbeda-beda (Notoatmodjo, 2011).
1.2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010) tingkat pengetahuan manusia dibagi menjadi 6
tingkatan yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat

ini adalah
7

Universitas Sumatera Utara

8

mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara
benar. Orang yang lebih paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan
sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real sebenarnya. Aplikasi disini
dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitanya satu sama lain.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menujukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi- formulasi yang ada.
f. Evaluasi (evaluation)


Universitas Sumatera Utara

9

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada.
1.3.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) faktor internal dan faktor eksternal yang

mempengaruhi terbentuknya pengetahuan. Faktor internal diantaranya adalah
kesehatan inderaseseorang sedang faktor eksternal diantaranya adalah kesehatan
psikis, intelektual, psikomotor, serta kondisi afektif dan kognitif individu. Faktor
internal dan eksternal ini jika diperluas lagi akan terbagi sebagai berikut :
a. Intelegensi
Intelegensi merupakan kemempuan yang dibawa sejak lahir, yang

memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu. Orang
berpikir menggunakan inteleknya atau pikiranya. Cepat atau tidaknya dan
terpecahkan

tidaknya

suatu

masalah

tergantung

kemampuan

intelegensinya. Salah satu fktor yang mempengaruhi penerimaan pesan
dalam

komunikasi

adalah


taraf

intelegensi

seseorang.

Secara

commonsence dapat dikatakan bahwa orang yang lebih intelegen akan
lebih mudah menerima suatu pesan. Dari uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa orang yang mempunyai taraf intelegensi tinggi akan
mempunyai pengetahuan yang baik dan sebaliknya.
b. Pendidikan

Universitas Sumatera Utara

10

Tugas-tugas dari pendidikan adalah memberikan atau meningkatkan

pengetahuan,

menimbulkan

sifat

positif,

serta

memberikan

atau

meningkatkan kemampuan masyarakat atau individu tentang aspek-aspek
yang bersangkutan, sehingga dicapai suatu masyarakat yang berkembang.
Pendidikan formal dan non formal. Sisitem pendidikan yang berjenjang
diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan melalui pola tertentu
(Notoatmodjo, 2003). Jadi tingkat pengetahuan seseorang terhadap suatu
objek sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan.

c. Pengalaman
Menurut teori determinan perilaku yang disampaikan WHO, menganalisa
bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu salah satunya
disebabkan karena adanya pemikiran dan perasaan dalam diri seseorang
yang terbentuk dalam pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaankepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang terhadap objek tersebut,
dimana seseorang mendapatkan pengetahuan baik dari pengalaman pribadi
maupun pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2003).
d. Informasi
Teori depedensi mengenai efek komunikasi massa, disebutkan bahwa
media massa dianggap sebagai sistem informasi yang memiliki peranan
penting dalam proses pemeliharaan, perubahan, dan konflik dalam tatanan
masyarakat, kelompok atau individu dalam aktivitas sosial dimana media
massa ini nantinya akan mempengaruhi fungsi kognitif, afektif, dan
behavioral. Pada fungsi kognitif diantaranya adalah berfungsi untuk

Universitas Sumatera Utara

11

menciptakan atau menghilangkan ambiguitas, pembentukan sikap,

perluasan sistem, keyakinan masyarakat dan penegasan atau penjelasan
nilai-nilai tertentu (Notoatmodjo, 2003). Media dibagi menjadi tiga yaitu
media cetak yang meliputi booklet, leaflet, rubrik yang terdapatpada surat
kabar atau majalah dan poster. Kemudian media elektronikyang meliputi
televisi, video, slide, dan filmserta papan (billboard) (Notoatmodjo, 2003).
e. Kepercayaan
Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang, mengenai apa yang
berlaku bagi objek sikap, sekali kepercayaan itu telah terbentuk, maka ia
akan menjadi dasr pengetahuan seseorang mengenai apa yang dapat
diharapkan dari objek tertentu.
f. Umur
Umur dapat mempengaruhi seseorang, semakin cukup umur tingkat
kemampuan; kematangan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan
menerima informasi.
g. Sosial budaya
Sosial budaya termasuk didalamnya pandangan agama, kelompok etnis
dapat memepengaruhi proses pengetahuan khususnya dalam penerapan
nilai-nilai keagamaan untuk memeprkuat super egonya.
h. Status sosial ekonomi
Status sosial ekonomi berpengaruhi terhadap tingkah lakunya. Individu

yang berasal dari keluarga yang berstatus sosial ekonomi baik
dimungkinkan lebih memiliki sikap posotif memandang diri dan masa

Universitas Sumatera Utara

12

depannya dibandingkan mereka yang berasal dari keluarga dengan status
ekonomi rendah.
1.4.

Pengukuran Pengetahuan
Dua cara pokok bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar

yaitu, mendasarkan diri pada rasional dan pengalaman. Cara pengukuran
penegtahuan dalam penelitian bisa menggunakan angket dan biasanya dituliskan
dalam presentase. Baik=76-100%; cukup=56-75%; kurang ≤ 55% (Nursalam,
2003).
2.


Diabetes Melitus

2.1 Definisi Diabetes Melitus
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis serius yang disebabkan oleh
faktor keturunan atau lingkungan. DM adalah gangguan metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein yang berhubungan dengan defisiensi relatif atau absolut kerja
insulin yang ditandai dengan hiperglikemia (Powers AC, 2005 dalam Eva, 2008)
Menurut WHO (2006), Diabetes melitus adalah gangguan metabolik yang
ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah yang disebut hiperglikemia
dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan
karena kerusakan dalam produksi insulin dan kerja insulin tidak optimal. Diabetes
melitus adalah kumpulan gejala yang timbul karena adanya peningkatan kadar
glukosa darah

akibat

penurunan

sekresi


insulin

yang

progresif

yang

dilatarbelakangi oleh retensi insulin (Suyono,2009).

Universitas Sumatera Utara

13

2.2 Komplikasi Diabetes Melitus
Komplikasi DM oleh Boedisantoso, Subekti, dan Waspadji (2007) dibedakan
dalam
1.

Komplikasi akut berupa : hipoglikemi dan hiperglikemi (dengan manifestasi
Keto Asidosis Diabetik (KAD), Hiperosmolar Non Ketotik (HONK), dan
Asidosis Laktat.

2.

Komplikasi kronik berupa : 1) mikrovaskuler (ginjal neuropati dan retina
mata: retinopati), 2) makrovaskuler (jantung koroner : CAD, pembuluh darah
kaki; ulkus kaki diabetik, pembuluh darah otak : stroke ; 3) komplikasi
mikrovaskuler dan makrovaskuler : neuropati dan rentan infeksi.

3.

Luka kaki diabetes

3.1. Definisi
Luka kaki diabetes adalah infeksi, ulserasi, atau destruksi jaringan ikat dalam
yang berhubungan dengan neuropati dan penyakit vaskuler perifer pada tungkai
bawah (waspadji, 2006).
Luka kaki diabetes merupakan gambaran secara umum dari kelainan tungkai
bawah secara menyeluruh pada penderita diabetes mellitus yang diawali dengan
adanya lesi hingga terbentuknya ulkus yang sering disebut dengan ulkus kaki
diabetika yang pada tahap selanjutnya dapat dikategorikan dalam gangrene, yang
pada penderita diabetes mellitus disebut dengan gangrene diabetik (Misnadiarly,
2006).

Universitas Sumatera Utara

14

3.2. Diagnosis Luka Kaki Diabetes
Diagnosis kaki diabetes meliputi :
1. Pemeriksaan Fisik :
Inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka / ulkus pada kulit atau
jaringan tubuh pada kaki, pemeriksaan sensasi vibrasi / rasa berkurang atau
hilang, palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis menurun atau hilang.
2 Pemeriksaan Penunjang :
X-ray, EMG (Electromyographi) dan pemeriksaan laboratorium untuk
mengetahui apakah ulkus kaki diabetes menjadi infeksi dan menentukan kuman
penyebabnya (Waspadji, 2006).
3.3. faktor resiko luka kaki diabetes
faktor-faktor risiko terjadinya luka kaki diabetes lebih lanjut dijelaskan
sebagai berikut :
a. Umur ≥ 60 tahun.
Umur, menurut penelitian di Swiss dikutip oleh Suwondo bahwa penderita
luka kaki diabetes 6% pada usia < 55 tahun dan 74% pada usia ≥ 60 tahun42.
Penelitian kasus kontrol di Iowa oleh Robert menunjukkan bahwa umur penderita
luka kaki diabetes pada usia tua ≥ 60 tahun 3 kali lebih banyak dari usia muda <
55 tahun.
Umur ≥ 60 tahun berkaitan dengan terjadinya luka kaki diabetes karena
pada usia tua, fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena proses aging terjadi
penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh
terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal. Penelitian di

Universitas Sumatera Utara

15

Amerika Serikat dikutip oleh Rochmah W menunjukkan bahwa dari tahun 19961997 pada lansia umur > 60 tahun, didapatkan hanya 12% saja pada usia tua
dengan DM yang kadar glukosa darah terkendali, 8% kadar kolesterol normal,
hipertensi

40%,

dan

50%

mengalami

gangguan

pada

aterosklerosis,

makroangiopati, yang faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi penurunan
sirkulasi darah salah satunya pembuluh darah besar atau sedang di tungkai yang
lebih mudah terjadi luka kaki diabetes.
b. Lama DM ≥ 10 tahun.
Penelitian di USA oleh Boyko pada 749 penderita Diabetes mellitus
dengan hasil bahwa lama menderita DM ≥ 10 tahun merupakan faktor risiko
terjadinya luka kaki diabetes dengan RR-nya sebesar 3 (95 % CI :1,2 – 6,9)22.
Luka kaki diabetes terutama terjadi pada penderita Diabetes mellitus yang
telah menderita 10 tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak terkendali,
karena akan muncul komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga
mengalami makroangiopati-mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan
neuropati yang mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan adanya
robekan/luka pada kaki penderita diabetik yang sering tidak dirasakan. Perjalanan
luka kaki diabetes pada penderita DM dapat dilihat pada bagan 1.

Universitas Sumatera Utara

16

*diabetes tidak terkontrol (diet, pengobatan, olah raga, perawatan kaki)
*hipertensi
*obesitas

Waktu (tahun)
0thn

2thn

5thn

8thn

10thn

DM
awal
Neuropati

*peningakatan
fibrinogen
*peningkatan
reaktivitas
trombosit

Trombosis

Luka kaki
diabetes

Vaskuler
insufisiency

Hipoksia

Atherosklerosis

Skema 1. Perjalanan luka kaki diabetes.
Sumber : Boulton AJ, 2002 dengan modifikasi.
c. Neuropati.
Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi gangguan
mikrosirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf
yang mengakibatkan degenerasi pada serabut syaraf yang lebih lanjut akan terjadi
neuropati. Syaraf yang rusak tidak dapat mengirimkan sinyal ke otak dengan baik,
sehingga penderita dapat kehilangan indra perasa selain itu juga kelenjar keringat
menjadi berkurang, kulit kering dan mudah robek.
Neuropati perifer berupa hilangnya sensasi rasa berisiko tinggi terjadi luka
kaki diabetes. Keberadaan neuropati berkaitan dengan kejadian Luka kaki
diabetes, Penelitian terhadap populasi di Rochester, Minnesota, Amerika Serikat

Universitas Sumatera Utara

17

dikutip oleh Levin menunjukkan bahwa 66% penderita Diabetes mengalami
neuropati dengan gangguan sensasi rasa/sensasi vibrasi pada kaki, 20% terjadi
luka kaki diabetes.
Penelitian kohort prospektif yang dilakukan oleh Boyko pada penderita
Diabetes mellitus bahwa neuropati berhubungan dengan kejadian luka kaki
diabetes dengan RR-nya sebesar 4 (95 % CI : 2,6 – 7,4) dan apabila sudah terjadi
deformitas pada kaki berhubungan dengan luka kaki diabetes dengan RR-nya
sebesar 12,1 (95 % CI : 4,2 – 17,6)22. Penelitian kasus kontrol di RSCM oleh
Toton Suryatono, neuropati yang dinyatakan dengan insensitivitas terhadap
pemeriksaan monofilamen Semmes-Weinstein 10 g mempunyai risiko 11 kali
terjadi luka kaki diabetes dibandingkan dengan penderita DM tanpa neuropati.
d. Obesitas.
Pada obesitas dengan IMT ≥ 23 kg/m2 (wanita) dan IMT ≥ 25 kg/m2
(pria) atau BBR lebih dari 120 % akan lebih sering terjadi resistensi insulin.
Apabila kadar

insulin

melebihi 10 µU/ml,

keadaan ini menunjukkan

hiperinsulinmia yang dapat menyebabkan aterosklerosis yang berdampak pada
vaskulopati, sehingga terjadi gangguan sirkulasi darah sedang/besar pada tungkai
yang menyebabkan tungkai akan mudah terjadi luka kaki diabetes.
Penelitian kohort prospektif yang dilakukan di USA oleh Boyko, obesitas
berhubungan dengan komplikasi kronik luka kaki diabetes dengan RR-nya
sebesar 3 (95% CI : 2,3 – 4,6) .

Universitas Sumatera Utara

18

e. Hipertensi.
Hipertensi (TD > 130/80 mm Hg) pada penderita Diabetes mellitus karena
adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya aliran darah
sehingga terjadi defesiensi vaskuler, selain itu hipertensi yang tekanan darah lebih
dari 130/80 mm Hg dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada endotel.
Kerusakan pada endotel akan berpengaruh terhadap makroangiopati melalui
proses adhesi dan agregasi trombosit yang berakibat vaskuler defisiensi sehingga
dapat terjadi hipoksia pada jaringan yang akan mengakibatkan terjadinya luka.
Penelitian studi kasus kontrol oleh Robert di Iowa menghasilkan bahwa riwayat
hipertensi akan lebih besar 4 X terjadi luka kaki diabetes dengan tanpa hipertensi
pada DM.
f. Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) dan kadar glukosa darah tidak terkendali.
Glikosilasi Hemoglobin adalah terikatnya glukosa yang masuk dalam
sirkulasi sistemik dengan protein plasma termasuk hemoglobin dalam sel darah
merah. Apabila Glikosilasi Hemoglobin (HbA1c) ≥ 6,5 % akan menurunkan
kemampuan pengikatan oksigen oleh sel darah merah yang mengakibatkan
hipoksia jaringan yang selanjutnya terjadi proliferasi pada dinding sel otot polos
subendotel. Kadar glukosa darah tidak terkontrol ( GDP > 100 mg/dl dan GD2JPP
> 144 mg/dl) akan mengakibatkan komplikasi kronik jangka panjang, baik
makrovaskuler maupun mikrovaskuler salah satunya yaitu luka kaki diabetes.
Penelitiaan Case Control di USA oleh Pract, luka kaki diabetes terjadi lebih
banyak pada kadar glukosa darah yang tidak terkontrol dengan OR sebesar 7 (95
% CI : 3,6 – 9,4)20.

Universitas Sumatera Utara

19

g. Kolesterol Total, HDL, Trigliserida tidak terkendali.
Pada penderita Diabetes mellitus sering dijumpai adanya peningkatan
kadar

trigliserida

dan

kolesterol

plasma,

sedangkan

konsentrasi

HDL

(highdensity- lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah (≤ 45 mg/dl).
Kadar trigliserida ≥ 150 mg/dl , kolesterol total ≥ 200 mg/dl dan HDL ≤ 45 mg/dl
akan mengakibatkan buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan dan
menyebabkan hipoksia serta cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan dan
terjadinya aterosklerosis. Konsekuensi adanya aterosklerosis adalah penyempitan
lumen pembuluh darah yang akan menyebabkan gangguan sirkulasi jaringan
sehingga suplai darah ke pembuluh darah menurun ditandai dengan hilang atau
berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki
menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis
jaringan sehingga timbul luka yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.
Penelitian kasus kontrol oleh Pract, pada penderita DM dengan kolesterol, HDL,
trigliserida tidak terkontrol mempunyai risiko luka kaki diabetes 3 kali lebih
tinggi dari pada kadar kolesterol, trigliserida normal. Penelitian cross sectional di
RS Dr. Kariadi oleh Yudha dkk. menunjukkan bahwa penderita luka kaki diabetes
84,62% pada penderita DM terdapat dislipidemia, kejadian luka kaki diabetes
pada penderita DM tipe 2 dengan dislipidemia lebih tinggi dibandingkan tanpa
dislipidemia, dan kadar kolesterol (p=0,045) dan trigliserida (p=0,002) lebih
tinggi secara bermakna pada penderita ulkus diabetika dengan dislipidemia32.
Penelitian pada tahun 2002 oleh Waspadji menghasilkan bahwa kadar trigliserida

Universitas Sumatera Utara

20

merupakan faktor risiko terjadi penyakit pembuluh darah perifer yang dapat
mengakibatkan terjadinya luka kaki diabetes.
h. Kebiasaan merokok.
Penelitian case control di California oleh Casanno dikutip oleh WHO pada
penderita Diabetes mellitus yang merokok ≥ 12 batang per hari mempunyai risiko
3 X untuk menjadi luka kaki diabetes dibandingkan dengan penderita DM yang
tidak merokok. Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang terkandung di dalam
rokok akan dapat menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi penempelan
dan agregasi trombosit yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga lipoprotein
lipase akan memperlambat clearance lemak darah dan mempermudah timbulnya
aterosklerosis. Aterosklerosis berakibat insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah
ke arteri dorsalis pedis, poplitea, dan tibialis juga akan menurun.
i. Ketidakpatuhan Diet DM.
Kepatuhan Diet DM merupakan upaya yang sangat penting dalam
pengendalian kadar glukosa darah, kolesterol, dan trigliserida mendekati normal
sehingga dapat mencegah komplikasi kronik, seperti luka kaki diabetes.
Kepatuhan Diet DM mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu
mempertahankan berat badan normal, menurunkan tekanan darah sistolik dan
diastolik,

menurunkan kadar

glukosa darah,

memperbaiki profil

lipid,

meningkatkan sensitivitas reseptor insulin dan memperbaiki sistem koagulasi
darah. Penelitian kasus kontrol di Texas oleh David dihasilkan ada hubungan
antara ketidakpatuhan diet dengan luka kaki diabetes dengan odds ratio sebesar 16
(95 % CI : 8,3 – 21,6).

Universitas Sumatera Utara

21

j. Kurangnya aktivitas Fisik.
Aktivitas fisik (olah raga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi
darah, menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin,
sehingga akan memperbaiki kadar glukosa darah. Dengan kadar glukosa darah
terkendali maka akan mencegah komplikasi kronik diabetes mellitus. Olah raga
rutin (lebih 3 kali dalam seminggu selama 30 menit) akan memperbaiki
metabolisme karbohidrat, berpengaruh positif terhadap metabolisme lipid dan
sumbangan terhadap penurunan berat badan. Salah satu penelitian tentang efek
olah raga pada penderita DM menunjukkan bahwa olah raga akan menurunkan
kadar trigliserida. Penelitian di Swiss oleh Rocher dikutip oleh Wibisono pada
penderita DM dengan neuropati, hasil penelitian olah raga tidak teratur akan
terjadi luka kaki diabetes lebih tinggi 4 kali dibandingkan dengan olah raga yang
teratur.
k. Pengobatan tidak teratur.
Pengobatan rutin pada penderita Diabetes mellitus tipe I, menurut hasil
penelitian di Amerika Serikat dikutip oleh Minadiarly didapatkan bahwa
pengobatan intensif akan dapat mencegah dan menghambat timbulnya komplikasi
kronik, seperti luka kaki diabetes.
l. Perawatan kaki tidak teratur.
Perawatan kaki diabetisi yang teratur akan mencegah ataumengurangi
terjadinya komplikasi kronik pada kaki. Penelitian di Spain yang dilakukan oleh
Calle dkk. pada 318 diabetisi dengan neuropati dilakukan edukasi perawatan kaki
kemudian diikuti selama 3-6 tahun dihasilkan pada kelompok I (223 responden)

Universitas Sumatera Utara

22

melaksanakan perawatan kaki teratur dan kelompok II (95 responden) tidak
melaksanakan perawatan kaki, pada kelompok I terjadi ulkus sejumlah 7
responden dan kelompok II terjadi luka kaki diabetes sejumlah 30 responden.
Kelompok I dilakukan tindakan amputasi sejumlah 1 responden dan kelompok II
sejumlah 19 responden. Hasil penelitian pada diabetisi dengan neuropati yaitu
kelompok yang tidak melakukan perawatan kaki 13 kali risiko terjadi luka kaki
diabetes dibandingkan kelompok yang melakukan perawatan kaki secara teratur.
m. Penggunaan alas kaki tidak tepat.
Diabetisi tidak boleh berjalan tanpa alas kaki karena tanpa menggunakan
alas kaki yang tepat memudahkan terjadi trauma yang mengakibatkan luka kaki
diabetes, terutama apabila terjadi neuropati yang mengakibatkan sensasi rasa
berkurang atau hilang. Penelitian eksperimental oleh Gayle tentang tekanan pada
kaki karena penggunaan alas kaki yang tidak tepat dengan kejadian luka kaki
diabetes, menghasilkan bahwa penggunaan alas kaki tidak tepat menyebabkan
tekanan yang tinggi pada kaki sehingga risiko terjadi luka kaki diabetes 3 kali
dibandingkan dengan penggunaan alas kaki yang tepat.
Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetik dibagi menjadi
faktor endogen dan eksogen :
1. Faktor endogen : genetik, metabolik, angiopati diabetik dan neuropati
diabetik
2. Faktor eksogen : trauma, infeksi, obat(Waspadji, 2006).

Universitas Sumatera Utara

23

3.4. Klasifikasi
Menurut wagner kaki diabetes dibagi menjadi :
1. Derajat 0: tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh disertai dengan
pembentukan kalus “claw”
2. Derajat I : ulkus superfisial terbatas pada kulit
3. Derajat II : ulkus dalam dan menembus tendon dan tulang
4. Derajat III: abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis
5. Derajat IV: gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis
6. Derajat V: gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah (Waspadji,
2007).
3.5. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala luka kaki diabetes yaitu:
1. Sering kesemutan.
2. Nyeri kaki saat istirahat.
3. Sensasi rasa berkurang.
4. Kekurangan jaringan (nekrosis).
5. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea.
6. Kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.
7. Kulit kering (Misnadiarly, 2006).

Universitas Sumatera Utara

24

3.6.

Penatalaksanaan
Lebih dari 90% ulkus akan sembuh apabila diterapi secara komprehensif dan

multidisipliner,

melalui

upaya;

mengatasi

penyakit

komorbid,

menghilangkan/mengurangi tekanan beban (offloading), menjaga luka agar selalu
lembab (moist), penanganan infeksi, debridemen, revaskularisasi dan tindakan
bedah elektif, profilaktik, kuratif atau emergensi sesuai dengan indikasi
Pengelolaan luka diabetik dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu
pencegahan terjadinya ulkus diabetik dan pencegahan agar tidak terjadi kecacatan
yang lebih parah.
4. Pencegahan Luka Kaki Diabetes
Pedoman dasar untuk perawatan kaki dan pemilihan alas kaki yang
dikembangkan oleh National Institutes of Health dan American Diabetes
Association untuk mencegah terjadinya cidera (Heitzman, 2010), yaitu :
a.

Kaki bersih, kering, dan lembut
Mencuci kaki dan antara jari-jari kaki dengan air hangat (tidak panas) dan
sabun dan dikeringkan dengan kain lembut. Lotion dapat digunakan pada
atas atau bawah kaki dan bukan antara jari-jari kaki. Bedak antara jari-jari
kaki untuk menjaga kulit tetap kering.

b.

Perawatan kulit
Klien diabetes melitus harus menggunakan alas kaki, baik di dalam
ruangan atau diluar ruangan. Mengenakan pakaian hangat, pada musim
dingin menggunakan kaos kai katun untuk melindungi kulit dari cuaca
dingin dan basah. Kaos kaki tidak memiliki lubang atau bersambung,

Universitas Sumatera Utara

25

memiliki jahitan tebal, atau memiliki band elastis yang menyebabkan
cedera pada kulit. Kaos kaki harus diganti setiap hari untuk mencegah
kelembaban dari keringat yang bisa menyebabkan iritasi kulit.
c.

Perawatan kuku
Kuku harus dipotong lurus untuk menghindari lesi pada kuku. Klien yang
mengalami kesulitan melihat kaki mereka, mencapai jari-jari kaki mereka,
atau memiliki kuku kaki menebal harus dibantu oleh orang lain atau
perawat kesehatan untuk memotong kuku kaki. Memghilangkan kalus
untuk mengurangi tekanan dibawah tulang dan dapat membantu
membebaskan beban tekanan setempat untuk mengurangi kemungkinan
pembentukan luka kaki diabetes.

d.

Sepatu
Waktu yang tepat klien membeli sepatu yakni sore hari ketika kaki
membesar. Kaki harus diukur setiap membeli sepatu baru karena struktur
berubah. Kedua bagian sepatu kiri dan kanan, harus dicoba sebelum
membeli. Hindari penggunaan sepatu yang pada bagian jari kakinya yang
sempit, sepatu hak tinggi, sol keras, dan tali antara jari kaki. Sepatu harus
nyaman, sepatu harus sesuai dengan bentuk kaki dan terbuat dari bahan
yang lembut dengan tempat tumit kaku, bantalan dan fleksibilitas pada
bola kaki, kotak jari kaki yang mendalam dan luas, dan lengkungan yang
baik. Sepatu harus diperiksa setiap hari untuk melihat adanya benda asing,
dan daerah kasar. Mengubah sepatu beberapa kali sehari untuk
memvariasikan tekanan pada kaki. Tekanan sepatu yang terlalu ketat atau

Universitas Sumatera Utara

26

terlalu longgar dapat menyebabkan iritasi mekanis. Sepatu harus disimpan
pada udara kering pada malam hari untuk mencegah penumpukan air,
yang dapat menyebabkan iritasi kulit lebih lanjut.
Adapun menurut smeltzer et al.(2010), tips atau cara melakukan perawatan
kaki adalah :
a. Memelihara kadar glukosa darah dalam batas normal bersama tim
kesehatan yang memberikan perawatan diabetes.
b. Lakukan pemeriksaan kaki setiap hari dengan mengamati adanya luka,
lecet, bintik kemerahan dan pembengkakan, gunakan kaca untuk
memeriksa bagian dasar kaki, dan periksa adanya perubahan suhu.
c. Mencuci kaki setiap hari, mencuci kaki dengan air hangat, keringkan
dengan lembut terutama diantara jari kaki, kaki jangan digosok-gosok, dan
tidak memeriksa suhu air dengan kaki, gunakan termometer atau siku.
d. Menjaga kulit agar tetap halus dan lembut dengan memberikan pelembab
diatas dan dibawah kaki, tetapi tidak diantara jari kaki.
e. Menggunakan batu apung untuk melembutkan kapalan (callus)
f. Memotong kuku kaki setiap minggu atau ketika diperlukan: memotong
kuku jari kaki lurus dan bagian tepi kuku dihaluskan.
g. Menggunakan sepatu dan kaos kaki setiap waktu, tidak berjalan tanpa alas
kaki, memakai sepatu yang nyaman, cocok, serta yang dapat melindungi
kaki, selalu memeriksa bagian dalam sepatu sebelum dipakai pastikan
permukaanya lembut dan tidak terdapat objek atau benda kecil.

Universitas Sumatera Utara

27

h. Lindungi kaki dari panas atau dingin, memakai sepatu pada area yang
panas, memakai kaos kaki pada waktu malam jika kaki dingin.
i.

Mempertahankan kelancaran aliran darah ke kaki, meninggikan kaki
ketika duduk, gerakan jari dan sendi kaki keatas dan kebawah selama 5
menit, selama 2 atau 3 kali sehari. Jangan menyilangkan kaki dalam
jangka waktu lama, dan tidak merokok.

j.

Memeriksa kaki bersama dengan petugas kesehatan untuk menemukan
kemungkinan adanya masalah yang serius, segera beri tahu pemberi
pelayanan kesehatan jika luka, lecet, atau bengkak tidak mulai sembuh
setelah satu hari. Ikuti saran pemberi pelayanan kesehatan mengenai
perawatan kaki, tidak melakukan pengobatan sendiri untuk mengobati
masalah kaki.

Universitas Sumatera Utara