Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Obesitas Di Sd Harapan 3 Kecamatan Delitua Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa
yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Derajat kesehatan
masyarakat dapat dilihat dari berbagai indikator, yang meliputi indikator angka harapan hidup, angka
kematian, angka kesakitan dan status gizi masyarakat (Kementerian Kesehatan RI, 2012)
Perkembangan teknologi, pengaruh globalisasi di segala bidang, dan industri telah banyak
membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat serta situasi lingkungannya, misalnya
perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya aktifitas fisik, dan meningkatnya pencemaran
lingkungan. Perubahan tersebut tanpa disadari telah memberi kontribusi terhadap terjadinya transisi
epidemiologi dengan semakin meningkatnya kasus-kasus penyakit tidak menular seperti; Penyakit
Jantung Koroner (PJK), Kanker, Diabetes Mellitus (DM) dan Hipertensi. Hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2007 hingga 2013 menunjukkan adanya peningkatan kasus penyakit tidak
menular secara cukup bermakna, menjadikan Indonesia mempunyai beban ganda dalam hal
pemberantasan penyakit (double burden (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

Indonesia juga mempunyai beban ganda dalam hal permasalahan gizi, dimana saat ini
belum selesai dengan masalah gizi kurang sudah menghadapi masalah gizi lebih. Obesitas
merupakan permasalahan gizi lebih yang ditandai dengan berat badan berlebih dan penumpukan

lemak (Misnadiarly, 2007). Pada anak sekolah, kejadian kegemukan dan obesitas merupakan
masalah yang serius karena akan berlanjut hingga usia dewasa (Kementerian Kesehatan RI,
2012).
Obesitas dan kegemukan merupakan faktor resiko kematian terbesar kelima di dunia
(WHO,2011). Obesitas merupakan faktor risiko bagi penyakit-penyakit tidak menular seperti

hipertensi, diabetes, dan jantung koroner. Pada tahun 2010 diperkirakan 43 juta anak di dunia
mengalami obesitas dan overweight, 35 juta di antaranya merupakan anak-anak yang tinggal di
negara berkembang (De Onis et al, 2010).
Di Indonesia, prevalensi obesitas pada anak usia sekolah juga cukup tinggi dan terus
meningkat. Berdasarkan Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2010 prevalensi
kegemukan dan obesitas pada anak sekolah (6-12 tahun) sebesar 9,2%. Jumlah tersebut
meningkat hampir dua kali lipat pada tahun 2013. Berdasarkan Laporan Riskesdas Tahun 2013,
prevalensi anak usia sekolah dasar yang mengalami obesitas dan overweight mencapai 18,8%.
Sebagian besar, yaitu 10,8 persen diantaranya gemuk dan yang mengalami sangat gemuk
(obesitas) mencapai 8,8 persen. Sebanyak 15 provinsi memiliki angka prevalensi sangat gemuk
diatas angka nasional, yaitu Kalimantan Tengah, Jawa Timur, Banten, Kalimantan Timur, Bali,
Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Jambi, Papua, Bengkulu, Bangka Belitung,
Lampung dan DKI Jakarta.
Prevalensi obesitas pada anak di Kota Denpasar mencapai 15%. Pada penelitian tersebut

didapati prevalensi obesitas di daerah urban adalah 21% dan di daerah rural 5%. Anak di daerah urban 3,8
kali lebih beresiko menderita obesitas ketimbang anak di daerah rural (Dewi 2013). Menurut

penelitian yang dilakukan Ariani, prevalensi obesitas pada anak SD di kota Medan pada tahun
2007 mencapai 17,75%. Penelitian yang melibatkan 400 siswa Sekolah Dasar se-kota Medan
tersebut menunjukkan, 60,5% kejadian obesitas terjadi pada anak laki-laki. Sedangkan sisanya,
39,5% pada anak perempuan. Kejadian obesitas terjadi paling besar pada kelompok usia 6-9
tahun, yaitu 56% dan pada kelompok usia 10-12 tahun sebanyak 44%. Sebanyak 11,75% anak
SD mengalami berat badan lebih (overweight).
Obesitas pada masa kanak-kanak berpotensi untuk terus berlanjut ke usia dewasa
(Misnadiarly, 2007). Penelitian di Jepang menunjukkan satu dari tiga anak yang mengalami

obesitas akan tumbuh menjadi orang dewasa yang juga mengalami obesitas (WHO, 2011).
Seiring bertambah dewasanya orang yang mengalami obesitas, bertambah pula risiko untuk
terkena penyakit degeneratif yang terkait dengan obesitas, karena obesitas sendiri sebetulnya
adalah faktor risiko terbesar terhadap terjadinya penyakit kronis seperti jantung koroner, diabetes
tipe II atau NIDDM, gangguan fungsi paru, peningkatan kadar kolesterol, gangguan ortopedik
(kaki pengkor) serta rentan terhadap kelainan kulit (Hidayati, 2006).
Obesitas merupakan penyakit tidak menular dengan penyebab yang multikausal.
Kebiasaan makan, baik dari segi frekuensi maupun jenis makanan yang dikonsumsi berpengaruh

terhadap kejadian obesitas. Menurut penelitian yang dilakukan Simatupang (2008), 90% anak
yang obesitas memiliki frekuensi makan lebih dari 13 kali sehari, sehingga frekuensi makan
memiliki hubungan yang bermakna terhadap kejadian obesitas. Sedangkan berdasarkan
penelitian yang dilakukan Sartika (2011), rerata asupan energi total per kapita per hari melebihi
kebutuhan energi per hari, yaitu sebesar 1636,57 Kkal, sehingga kelebihan asupan energi dan
protein, juga berhubungan dengan kejadian obesitas pada anak usia 5-15 tahun di Indonesia.
Tingginya asupan energi kemungkinan disebabkan oleh konsumsi makanan cepat saji
(makanan modern) yang menjadi kebiasaan umum baik di kota besar maupun kecil di wilayah
Indonesia. Secara umum, komposisi makanan jenis makanan cepat saji adalah tinggi energi,
lemak, garam dan rendah serat. Frekuensi konsumsi makanan cepat saji serta makanan tinggi
lemak juga merupakan faktor resiko obesitas pada anak sekolah dasar, dimana anak dengan
frekuensi mengonsumsi makanan tinggi lemak dan cepat saji sering beresiko 4 kali lebih besar
dibandingkan dengan yang frekuensi mengonsumsinya jarang (Pramudita, 2011).
Rendahnya aktivitas fisik merupakan faktor utama yang memengaruhi obesitas (Sartika,
2011). Penelitian yang dilakukan oleh Mustelin et al (2009) menunjukkan bahwa terdapat

hubungan bermakna antara aktivitas fisik dengan obesitas pada anak. Anak yang tidak rutin
berolahraga memiliki risiko obesitas sebesar 1,35 kali dibandingkan dengan anak yang rutin
berolahraga. Selain itu anak yang tidak rutin berolah raga justru cenderung memiliki asupan
energi yang lebih tinggi dibandingkan anak yang rutin berolah raga. Penelitian yang dilakukan

Pramudita (2011) di Kota Bogor menunjukkan, sebanyak 77,5% anak obesitas menghabiskan
waktu lebih dari 8 jam untuk tidur dalam satu hari, 85% anak obesitas menghabiskan waktu lebih
dari 2 jam untuk waktu menonton TV, bermain game, dan internet dalam satu hari, dan 70%
anak obesitas yang menghabiskan waktunya bermain di luar rumah kurang dari 2 jam per hari.
Selain faktor frekuensi makan dan aktivitas fisik, karateristik anak juga berhubungan
dengan kejadian obesitas. Obesitas sering dianggap kelainan pada umur pertengahan. Obesitas
yang muncul pada tahun pertama kehidupan biasanya disertai dengan perkembangan rangka
yang cepat (Salam dalam Simatupang, 2008). Jenis kelamin juga berpengaruh terhadap kejadian
obesitas. Hasil penelitian Malik & Bakir (2006) menyatakan proporsi kelebihan berat badan pada
anak perempuan (5-17 tahun) lebih tinggi dibanding pada anak laki-laki.
Riwayat obesitas orangtua juga berpengaruh terhadap kejadian obesitas. Anak yang
memiliki ayah obesitas memiliki peluang obesitas sebesar 1,2 kali dibandingkan dengan anak
yang memiliki ayah tidak obesitas. Riwayat obesitas pada orangtua berhubungan dengan
genetik/hereditas anak dalam mengalami obesitas (Sartika, 2011). Kelebihan berat badan pada
orangtua memiliki hubungan positif dengan kelebihan berat badan anak. Jika ayah dan/atau ibu
menderita overweight (kelebihan berat badan) maka kemungkinan anaknya memiliki kelebihan
berat badan sebesar 40-50%. Apabila kedua orang tua menderita obesitas kemungkinan anaknya
menjadi obesitas sebesar 70-80%. (Haines et al., 2007). Riwayat orang tua juga merupakan

faktor risiko terjadinya obesitas pada anak SD di Kota Manado (Hamel, Mayulu, dan

Permatasari, 2013)
Prevalensi obesitas di

SD Harapan 3 pada tahun 2011 sebesar 19% (Putri, 2011).

Artinya, dari 590 siswa, sebanyak 112 diantaranya, yang terdiri dari laki-laki sejumlah 53 anak
(9,3%) dan perempuan sebanyak 57 siswa (9,7%) mengalami obesitas. Anak dengan berat badan
lebih (overweight) didapati sebanyak 101 anak (17,1%) dengan siswa laki – laki sebanyak 53
siswa (9%) dan perempuan sebanyak 48 siswa (8,1%). Pada tingkat umur, dijumpai paling
banyak siswa yang obesitas adalah pada umur 10 tahun sebanyak 28 siswa (4,7%). Pevalensi di
SD Harapan 3 lebih tinggi dari angka prevalensi obesitas nasional anak usia 5-12 tahun
berdasarkan Riskesdas 2013, yaitu 18,8%. Oleh karena alasan tersebut, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang memengaruhi kejadian obesitas pada anak usia
sekolah dasar di SD Harapan 3 Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang.
1.2. Rumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya faktor-faktor yang
berhubungan dengan obesitas di SD Harapan 3 Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang
Tahun 2014.
1.3. Tujuan
Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan obesitas di SD Harapan 3
Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui prevalensi obesitas anak di SD Harapan 3 Kecamatan Deli Tua
Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014.
2. Untuk mengetahui hubungan karakteristik anak (umur, jenis kelamin, riwayat keluarga,
dan besar uang jajan) terhadap kejadian obesitas di SD Harapan 3 Kecamatan Deli Tua
Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014.
3. Untuk mengetahui hubungan frekuensi makan terhadap kejadian obesitas di SD Harapan
3 Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014.
4. Untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan kejadian obesitas di SD Harapan 3
Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014.
1.4. Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Bagi Yayasan Pendidikan Harapan khususnya SD Harapan 3:
Sebagai masukan untuk pengelolaan makanan maupun aktivitas fisik siswa untuk
pencegahan obesitas kedepannya

2. Bagi Orangtua Siswa :
Sebagai bahan masukan untuk mencegah obesitas pada anak.
3. Bagi dunia akademisi kesehatan:
Dapat dijadikan referensi bagi penelitian serupa agar kedepannya dunia kesehatan lebih
peka terhadap isu obesitas dan sebagai pengetahuan baru di bidang kesehatan.