Analisis Penentuan Sektor Unggulan Perkonomian Wilayah Kabupaten Deli Serdang dengan Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB

(1)

ANALISIS PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN

PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN

DELI SERDANG DENGAN PENDEKATAN

SEKTOR PEMBENTUK PDRB

TESIS

MUHAMMAD ARSYAD SIREGAR

097003042/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

Oleh

                  S

E K O L A H

P A

S C

A S A R JA NA


(2)

ANALISIS PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN

PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN

DELI SERDANG DENGAN PENDEKATAN

SEKTOR PEMBENTUK PDRB

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

MUHAMMAD ARSYAD SIREGAR

097003042/PWD

                 

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

Judul Tesis : ANALISIS PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN DELI SERDANG DENGAN PENDEKATAN SEKTOR PEMBENTUK PDRB

Nama Mahasiswa : Muhammad Arsyad Siregar Nomor Pokok : 097003042

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Lic. rer reg. Sirojuzilam, SE) Ketua

(Dr. Murni Daulay, SE, M.Si) (Drs. Rahmad Sumandjaya, M.Si) Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Lic rer.reg. Sirojuzilam, SE) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 20 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Lic. rer reg. Sirojuzilam, SE Anggota : 1. Dr. Murni Daulay, SE, M.Si

2. Drs. Rahmad Sumandjaya, M.Si 3. Ir. Supriadi, MS


(5)

ANALISIS PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN DELI SERDANG DENGAN

PENDEKATAN SEKTOR PEMBENTUK PDRB

ABSTRAK

Pertumbuhan ekonomi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan salah satu kondisi bagi keberlangsungan pembangunan ekonomi daerah. Karena jumlah penduduk terus bertambah dan berarti kebutuhan ekonomi juga bertambah, sehingga dibutuhkan pertambahan pendapatan tiap tahunnya. Hal ini dapat diperoleh dengan peningkatan output agregat (barang dan jasa) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) setiap tahun.

Untuk melaksanakan pembangunan daerah dengan sumber daya yang terbatas, sebagai konsekuensinya harus difokuskan kepada pembangunan sektor-sektor yang memberikan dampak pengganda (multiplier effect) yang besar terhadap sektor-sektor lainnya atau perekonomian secara holistik.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan sektor perekonomian wilayah Kabupaten Deli Serdang sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan ekonomi. Penelitian ini mempergunakan data sekunder berupa runtun waktu (time series) dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Deli Serdang dan Provinsi Sumatera Utara Tahun 1995-2009. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, analisis Klassen Tipology, analisis Location Quotient (LQ) dan analisis Shift Share.

Hasil analisis Klassen Tipology menunjukkan sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat yaitu sektor pertambangan dan penggalian, sektor perdagangan, hotel dan restauran serta sektor jasa-jasa. Hasil analisis Location Quotient menunjukkan sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restauran serta sektor jasa-jasa merupakan sektor basis di Kabupaten Deli Serdang. Hasil analisis Shift Share menunjukkan bahwa sektor yang merupakan sektor kompetitif yaitu, sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa.

Hasil analisis per sektor berdasarkan ketiga alat (tools) memperlihatkan bahwa sektor yang merupakan sektor unggulan di Kabupaten Deli Serdang dengan kriteria sektor maju dan tumbuh pesat, sektor basis, dan kompetitif adalah sektor jasa-jasa.


(6)

ABSTRACT

Economic growth and its process are the main condition for sustainability of the regional economic growth. Because of the continuing population growth means economic needs also increase so that additional revenue required each year. This can be obtained with the increase in aggregate output (goods and services) or the Gross Regional Domestic Product (GRDP) each year.

To carry out development with limited resources as a consequence should be focused to develop the sectors that provide great multiplier effect on other sectors or the whole economy.

This research is focused to determine the regional leadings ector of Deli Serdang Regency as the information and consideration in planning economic development. Secondary data such as time series of the Gross Regional Domestic Product (GRDP) of Deli Serdang Regency and North Sumatera Province in the period 1995-2009 are applied. Klassen Typology, Location Quotient (LQ) and Shift Share are tools of analysis.

The resut of the analysis based on three analysis tools indicate that the leadings ector with the criteria’s developed, base, and competitive is services sector. Keywords : Leading Sector, Klassen Typology, Location Quotient (LQ) and Shift

Share.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipersembahkan kehadirat Allah SWT tuhan yang maha kuasa yang telah memberikan dan melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Analisis Penentuan Sektor Unggulan Perkonomian Wilayah Kabupaten Deli Serdang dengan Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB”.

Tesis ini disusun guna memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Wilayah dan Pedesaan (PWD) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Pembahasan utama dalam tesis ini adalah menentukan sektor unggulan perekonomian wilayah dan diharapkan hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi para pengambil kebijakan dalam perencanaan pembangunan daerah di Kabupaten Deli Serdang.

Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan berbagai pihak, baik yang diberikan secara langsung maupun tidak langsung kepada:

1. Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ir. Supriadi, MS, selaku Sekretaris Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Univeritas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan masukan dan saran perbaikan sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Ibu Dr. Murni Daulay, SE, M.Si dan Bapak Drs. Rahmad Sumandjaya, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan bagi kami untuk menjadikan tesis yang baik dan bermakna.


(8)

5. Bapak Agus Suriadi, S. Sos, M.Si dan Bapak Agus Purwoko, S.Hut, M.Si, selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan saran bagi kesempurnaan tesis ini. 6. Seluruh Dosen dan karyawan Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah

dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Kepala Bappeda Provinsi Sumatera Uara, atas bantuan dan dukungan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak Kelapa Bidang Ekonomi dan Keungan Bappeda Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

9. Ayahandaku tersayang yang telah terlebih dahulu dipanggil Allah SWT dan Ibundaku tercinta yang telah memberikan dukungan doa, moral dan materiil kepada penulis, serta kedua adikku tercinta.

10.Istri dan putri dan putraku tersayang dan tercinta yang selalu memberikan dorongan semangat kepada penulis dalam mengikuti studi selama ini.

11.Teman-teman sesama PNS di Bidang Perencanaan Ekonomi dan Keuangan yang telah memberikan bantuan yang besar selama penulisan tesis ini.

12.Semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaiaan tesis ini. Akhirnya dengan berserah diri kepada Allah SWT, semoga tesis ini dengan segala kelemahan dan kekurangannya dapat bermanfaat bagi semua kalangan.

Medan, Agustus 2011 Penulis


(9)

RIWAYAT HIDUP

Muhammad Arsyad Siregar lahir di Medan pada tanggal 2 Desember 1975. Anak pertama dari tiga bersaudara. Ayah (Alm) Ali Satun Siregar dan Ibu Hj. Siti ARbi. Istrai Laila Hamsy Rahmadhani Nasution, telah dikaruniai 3 orang anak yang terdiri dari 2 orang putrid yakni Dewi Chairunnisa Siregar dan Shafa Aulia Hany Siregar serta 1 orang putra yakni Muhammad Adly Siregar.

Tamat Sekolah Dasar Alwashiyah Amplas tahun 1988 di Medan. Melanjutkan ke SMP Negeri 13 Medan dan Tamat tahun 1991. menyelesaikan pindidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 5 Medan pada tahun 1994. melanjutkan pendidikan pada tahun 1994 di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Urata dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi tahun 1999.

Pada tahun 2007 sampai dengan sekarng bekerja sebagai Pegawai negeri Sipil di Bappeda Provinsi Sumatera Utara. Pada Tahun 2009 memperoleh kesempatan mengikuti Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ……… i

ABSTRACT ……….. ii

KATA PENGANTAR ………. iii

RIWAYAT HIDUP ………. v

DAFTAR ISI ……….... vi

DAFTAR TABEL ……… ix

DAFTAR GAMBAR ………... x

DAFTAR LAMPIRAN ………... xi

BAB I PENDAHULUAN ………..… 1

1.1. Latar Belakang ………. 1

1.2. Perumusan Masalah ………. 6

1.3. Tujuan Penelitian ………. 6

1.4 Manfaat Penelitian ……… 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Pembangunan Ekonomi Regional ... 8

2.2. Pertumbuhan Ekonomi Regional ... 9

2.3 Pendapatan Regional ... 11

2.4 Perencanaan Pembangunan Wilayah ... 16

2.5. Teori Basis Ekspor ... 17

2.6. Pengembangan Sektor Unggulan Sebagai Strategi Pembangunan Daerah ... 19

2.7. Pengembangan Ekonomi Lokal ... 24

2.8. Penelitian Terdahulu ... 25


(11)

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

3.1. Lokasi Penelitian ... 32

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 32

3.3. Metode Analisis Data ... 32

3.3.1. Analisis Tipologi Klassen ... 33

3.3.2. Analisis Location Quotient (LQ) ……….. 35

3.3.3. Analisis Shift Share (shift Share Analysis) ………... 37

3.4. Definisi Operasional Penelitian ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 42

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 42

4.1.1. Letak Geografis ... 42

4.1.2. Wilayah Administrasi ... 42

4.1.3. Iklim ... 43

4.1.4. Demografi ... 43

4.2 Klasifikasi Pertumbuhan Sektor Perekonomian Wilayah Kabupaten Deli Serdang ... 44

4.3 Analisis Location Quotient (LQ) ………. 47

4.4 Analisis Shift Share ……… 50

4.5 Pembahasan Per Sektor PDRB ………... 55

4.5.1 Analisis Sektor Pertanian ………... 56

4.5.2 Analisis Sektor Pertambangan dan Penggalian ... 58

4.5.3 Analisis Sektor Industri Pengolahan ... 60

4.5.4 Analisis Sektor Listrik, Gas dan Air Minum ... 62

4.5.5 Analisis Sektor Bangunan ... 63

4.5.6 Analisis Sektor Perdagangan, Hotel dan Restauran ... 65

4.5.7 Analisis Sektor Pengangkutan dan Komunikasi ... 68

4.5.8 Analisis Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan.. 69

4.5.9 Analisis Sektor Jasa-Jasa ... 72


(12)

4.6.1. Sektor Unggulan Industri Pengolahan ... 73

4.6.2. Sektor Unggulan Perdagangan, Hotel dan Restauran ... 74

4.6.3. Sektor Unggulan Jasa-Jasa ... 75

4.6.4. Peran Pemda Kabupaten Deli Serdang dalam Memajukan Sektor Unggulan Jasa-Jasa ... 75

4.6.5. Pengembangan Ekonomi Lokal di Kabupaten Deli Serdang .. 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

5.1. Kesimpulan ... 81

5.2. Saran ... 82


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Deli Serdang Tahun 2005-2010 Menurut Lapangan Usaha atas Dasar

Harga Konstan Tahun 2000 (Milyar Rupiah) ……… 4

3.1. Klasifikasi Sektor PDRB menurut Tipologi Klassen ... 35

4.1 Laju Pertumbuhan dan Konstribusi Sektor PDRB Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Deli Serdang Tahun 1995-2009 ….. 45

4.2. Klasifikasi Sektor PDRB Kabupaten Deli Serdang Tahun 1995-2009 Berdasarkan Tipologi Klassen ………. 46

4.3 Hasil Perhitungan Indeks Location Quotient (LQ) Kabupaten Deli Serdang Tahun 2000-2009 ………. 48

4.4 Hasil Perhitungan Nilai Shift Share Kabupaten Deli Serdang Tahun 2000-2009 ………... 51

4.5 Kontribusi Sektor PDRB Kabupaten Deli Serdang Tahun 2000-2009 (dalam persen) ………. 54

4. 6 Analisis Sektor Pertanian ……….. 56

4.7 Analisis Sektor Pertambangan dan Penggalian ... 58

4.8 Analisis Sektor Industri Pengolahan ... 60

4.9 Analisis Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih ... 62

4.10 Analisis Sektor Bangunan ... 64

4.11 Analisis Sektor Perdagangan, Hotel dan Restauran ... 66

4.12 Analisis Sektor Pengangkutan dan Keuangan ... 68

4.13 Analisis Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan ... 71

4.14 Analisis Sektor Jasa-Jasa ... 72


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Skema Kerangka Pemikiran ... 31 4.1 Grafik perkembangan Kontribusi Sektor PDRB Kabupaten Deli

Serdang Tahun 2000-2009 ……….. 55

4.2 Grafik Perkembangan LQ Sektor Pertanian ……… 57

4.3 Grafik Perkembangan LQ Sektor pertambangan dan Penggalian …….. 59 4.4 Grafik Perkembangan LQ Sektor industri pengolahan ………... 61 4.5 Grafik Perkembangan LQ Sektor Listrik, Gas dan Air Minum ……….. 63

4.6 Grafik Perkembangan LQ Sektor Bangunan ………... 65

4.7 Grafik Perkembangan LQ Sektor Perdagangan, Hotel dan Restauran ... 67 4.8 Grafik Perkembangan LQ Sektor Pengangkutan dan Komunikasi ……. 69 4.9 Grafik Perkembangan LQ Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan ………... 71


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Peta Kabupaten Deli Serdang ……….. 87

2. Perkembangan PDRB Kebupaten Deli Serdang dan Provinsi Sumatera Utara Tahun 1995-2009 Menurut Lapangan Usaha atas Dasar Harga

Konstan Tahun 1993 dan 2000 ………. 88

3. Perhitungan Analisis Tipology Klaseen PDRB Kabupaten Deli Serdang

Tahun 1995-2009 ……… 90

4. Perhitungan Location Qoutient PDRB Kabupaten Deli Serdang Tahun

2000-2009 ………... 94

5. Perhitungan Analisis Shift Share PDRB Kabupaten Deli Serdang Tahun


(16)

ANALISIS PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN DELI SERDANG DENGAN

PENDEKATAN SEKTOR PEMBENTUK PDRB

ABSTRAK

Pertumbuhan ekonomi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan salah satu kondisi bagi keberlangsungan pembangunan ekonomi daerah. Karena jumlah penduduk terus bertambah dan berarti kebutuhan ekonomi juga bertambah, sehingga dibutuhkan pertambahan pendapatan tiap tahunnya. Hal ini dapat diperoleh dengan peningkatan output agregat (barang dan jasa) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) setiap tahun.

Untuk melaksanakan pembangunan daerah dengan sumber daya yang terbatas, sebagai konsekuensinya harus difokuskan kepada pembangunan sektor-sektor yang memberikan dampak pengganda (multiplier effect) yang besar terhadap sektor-sektor lainnya atau perekonomian secara holistik.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan sektor perekonomian wilayah Kabupaten Deli Serdang sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan ekonomi. Penelitian ini mempergunakan data sekunder berupa runtun waktu (time series) dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Deli Serdang dan Provinsi Sumatera Utara Tahun 1995-2009. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, analisis Klassen Tipology, analisis Location Quotient (LQ) dan analisis Shift Share.

Hasil analisis Klassen Tipology menunjukkan sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat yaitu sektor pertambangan dan penggalian, sektor perdagangan, hotel dan restauran serta sektor jasa-jasa. Hasil analisis Location Quotient menunjukkan sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restauran serta sektor jasa-jasa merupakan sektor basis di Kabupaten Deli Serdang. Hasil analisis Shift Share menunjukkan bahwa sektor yang merupakan sektor kompetitif yaitu, sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa.

Hasil analisis per sektor berdasarkan ketiga alat (tools) memperlihatkan bahwa sektor yang merupakan sektor unggulan di Kabupaten Deli Serdang dengan kriteria sektor maju dan tumbuh pesat, sektor basis, dan kompetitif adalah sektor jasa-jasa.


(17)

ABSTRACT

Economic growth and its process are the main condition for sustainability of the regional economic growth. Because of the continuing population growth means economic needs also increase so that additional revenue required each year. This can be obtained with the increase in aggregate output (goods and services) or the Gross Regional Domestic Product (GRDP) each year.

To carry out development with limited resources as a consequence should be focused to develop the sectors that provide great multiplier effect on other sectors or the whole economy.

This research is focused to determine the regional leadings ector of Deli Serdang Regency as the information and consideration in planning economic development. Secondary data such as time series of the Gross Regional Domestic Product (GRDP) of Deli Serdang Regency and North Sumatera Province in the period 1995-2009 are applied. Klassen Typology, Location Quotient (LQ) and Shift Share are tools of analysis.

The resut of the analysis based on three analysis tools indicate that the leadings ector with the criteria’s developed, base, and competitive is services sector. Keywords : Leading Sector, Klassen Typology, Location Quotient (LQ) and Shift

Share.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Proses pembangunan ekonomi tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan terlebih dahulu memerlukan berbagai usaha yang konsisten dan terus menerus dari seluruh stakeholders untuk memberikan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat suatu Negara maupun wilayah.

Salah satu tujuan pembangunan secara makro adalah meningkatnya pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi berhubungan dengan proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat dan dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi menyangkut perkembangan yang berdimensi tunggal dan diukur dengan peningkatan hasil produksi dan pendapatan.

Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila tingkat kegiatan ekonomi yang dicapai sekarang lebih tinggi dari capaian pada masa sebelumnya. Pertumbuhan tercapai apabila jumlah fisik barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan dalam perekonomian tersebut bertambah besar dari tahun-tahun sebelumnya.

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana Pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan suatu


(19)

lapangan kerja baru, serta merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut (Lincoln arsyad, 2002:108).

Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, menuntut pemerintah daerah untuk melaksanakan desentralisasi/otonomi daerah dan memacu pertumbuhan ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kedua Undang-Undang tersebut memiliki makna yang sangat penting bagi daerah, karena terjadinya pelimpahan kewenangan dan pembiayaan pembangunan melalui mekanisme dana transfer di daerah yang selama ini merupakan tanggung jawab Pemerintah Pusat.

Terdapat beberapa kewenangan yang tetap menjadi urusan bagi pemerintah pusat yang tidak didesentralisasikan ke pemerintah daerah yakni kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, agama serta moneter dan fiskal. Selain itu seluruh kewenangan menjadi tanggungjawab bagi masing-masing tingkatan pemerintahan daerah baik di Provinsi maupun Kabupaten/Kota yang dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

Kewenangan dalam hal pembiayaan daerah memungkinkan daerah untuk terus menggali sumber-sumber pendapatan daerah di luar yang dibagikan oleh pemerintah pusat, sumber-sumber tersebut bersumber dari berbagai potensi-potensi


(20)

ekonomi lokal, serta sumber daya alam tanpa adanya intervensi berlebihan dari pemerintah pusat. Hal ini tentunya akan berdampak terhadap perekonomian daerah yang pada gilirannya akan meningkatkan pembangunan daerah.

Melalui otonomi daerah, pemerintah daerah dituntut untuk aktif dan kreatif dalam pengembangan perekonomian, peranan investasi swasta baik Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA) serta berbagai modal BUMD sangat diharapkan sebagai pemacu utama pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Investasi yang masuk akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan dapat menyebabkan multiflier effect terhadap sector-sektor lainnya.

Pembangunan ekonomi daerah pada hakekatnya adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah daerah, bersama-sama dengan masyarakatnya dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang ada secara optimal untuk merangsang perkembangan ekonomi daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah.

Pertumbuhan ekonomi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi keberlangsungan pembangunan ekonomi daerah. Karena jumlah penduduk terus bertambah dan berarti kebutuhan ekonomi juga bertambah, sehingga dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun. Hal ini dapat diperoleh dengan peningkatan output agregat (Produk Domestik Bruto) setiap tahunnya (Tambunan, 2001:2).


(21)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Indonesia menurut klasifikasi yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada dasarnya terdiri atas 9 (sembilan) sektor, yaitu (1) sektor pertanian; (2) pertambangan dan penggalian; (3) industri pengolahan; (4) listrik dan air minum; (5) bangunan dan konstruksi; (6) perdagangan, hotel dan restaurant; (7) pengangkutan dan komunikasi; (8) keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta (9) jasa-jasa.

Tabel 1.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Deli Serdang Tahun 2005-2010 Menurut Lapangan Usaha atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Milyar Rupiah)

No .

Lapangan Usaha

2005 2006 2007 2008 2009

1 Pertanian 1.977,11 2.039,82 2.060,45 2.164,64 2.273,24

2 Penggalian 132,47 158,48 172,09 175,12 179,96

3 Industri 4.485,43 4.702,23 4.953,44 5.182,72 5.412,76

4 Listrik, gas dan Air Minum

23,92 25,14 26,42 28,01 29,42

5 Bangunan 293,91 305,16 322,61 341,49 368,00

6 Perdagangan,

Hotel dan Restauran

2.350,91 2.438,20 2.595,39 2.732,84 2.879,75

7 Pengangkutan dan Komunikasi

229,45 241.401,98 253,75 266,90 282,23

8 Keuangan

Persewaan dan Jasa Perusahaan

256,28 285,77 328,85 393,47 434,81

9 Jasa-jasa 1.249,92 1.042,09 1.551,03 1.708,92 1.837,88

PDRB 10.999,41 11.598,33 12.264,03 12.994,06 13.698,06 Sumber: Deli Serdang Dalam Angka Tahun 2005, 2006,2007,2008, 2009 dan 2010

Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu dari 33 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. Sebagai salah satu daerah otonom yang memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan serta


(22)

memberikan pelayanan kepada masyarakat, memiliki kewenangan yang luas untuk mengelola, merencanakan dan memanfaatkan potensi ekonomi secara optimal, yang dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat di Kabupaten Deli Serdang.

Berdasarkan Tabel 1.1 terlihat bahwa Kabupaten Deli Serdang memiliki Produk Domestik Regional Bruto menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000 secara rata-rata dari tahun 2005-2009 sebesar Rp. 12.310,79 milyar.

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Deli Serdang sangat dipengaruhi oleh sektor industri, terutama industri pengolahan. Selama kurun waktu 2005-2009, pertumbuhan ekonomi menunjukkan kecenderungan yang meningkat seiring dengan menaikkan pertumbuhan seluruh sub sektor pembentuk PDRB kecuali sub sektor perbankan dan jasa keuangan. Sejak tahun 2005 hingga tahun 2009 kondisi perekonomian Kabupaten Deli Serdang mengalami pertumbuhan yang selalu positif rata-rata 5,50%. Hal ini perlu terus ditingkatkan dengan perencanaan yang tepat menggunakan kaidah perencanaan yang ideal, terlebih lagi Kabupaten Deli Serdang berdekatan dengan Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara, sehingga dengan perencanaan sektor-sektor unggulan akan berdampak pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat antara lain dalam hal pendapatan perkapita.

Dengan seluruh kondisi diatas, ditambah lagi dengan pembangunan Bandara baru pengganti Bandara Polonia Medan, maka timbul pertanyaan apakah perubahan konstribusi sektoral yang terjadi telah didasarkan kepada strategi kebijakan pembangunan yang tepat, yaitu strategi yang memberikan dampak yang optimal bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi, peningkatan lapangan kerja dan peningkatan


(23)

kesejahteraan penduduk. Karena untuk melaksanakan pembangunan dengan sumber dana yang terbatas sebagai konsekuensinya harus difokuskan kepada pembangunan sektor-sektor yang memberikan dampak pengganda (multiflier effect) yang besar terhadap sektor-sektor lainnya atau perekonomian secara menyeluruh.

Penelitian ini mencoba memperlihatkan pola perubahan dan pertumbuhan sektoral dalam perekonomian, serta menentukan sektor-sektor unggulan sehingga dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam perumusan kebijakan dan perencanaan pembangunan di Kabupaten Deli Serdang.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimanakah klasifikasi pertumbuhan sektor perekonomian wilayah Kabupaten Deli Serdang?

2. Sektor-sektor apakah yang menjadi sektor basis dan non basis serta sektor unggulan dalam perekonomian wilayah Kabupaten Deli Serdang?

3. Bagaimanakah perubahan dan pergeseran sektor perekonomian wilayah Kabupaten Deli Serdang?

4. Bagaimanakah sektor unggulan dikaitkan dengan pengembangan wilayah di Kabupaten Deli Serdang?


(24)

1.3. Tujuan Penelitian

Dari permasalahan di atas, maka ditetapkan tujuan penelitian, yaitu :

1. Untuk menganalisis klasifikasi pertumbuhan sektor perekonomian wilayah Kabupaten Deli Serdang.

2. Untuk menganalisis sektor basis dan non basis serta sektor-sektor unggulan dalam perekonomian wilayah Kabupaten Deli Serdang.

3. Untuk menganalisis perubahan dan pergeseran sektor perekonomian wilayah Kabupaten Deli Serdang.

4. Untuk mengetahui kaitan antara sektor unggulan dengan pengembangan wilayah di Kabupaten Deli Serdang.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat :

1. Menambah khasanah ilmu pengetahuan dan wawasan peneliti tentang analisis penentuan sektor-sektor unggulan suatu daerah khususnya di Kabupaten Deli Serdang

2. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan untuk perencanaan pembangunan bidang ekonomi Kabupaten Deli Serdang.

3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti yang terkait dengan pembangunan dan perencanaan ekonomi daerah.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangunan Ekonomi Regional

Todaro (2003:28), mendefenisikan bahwa pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang bersifat multidimensional yang melibatkan kepada seluruh perubahan besar baik terhadap perubahan struktur ekonomi, perubahan sosial, mengurangi atau menghapuskan kemiskinan, mengurangi ketimpangan (disparitas) dan pegangguran.

Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan di samping pembangunan sosial. Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan nasional riil. Dengan demikian perekonomian dapat dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuhan output riil.

Definisi pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi bila terdapat kenaikan output perkapita. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan kenaikan taraf hidup yang diukur dengan output riil per orang.

Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau perkembangan, jika tingkat kegiatan ekonominya meningkat atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya baru terjadi jika jumlah barang dan jasa secara fisik yang dihasilkan perekonomian tersebut bertambah


(26)

besar pada tahun-tahun berikutnya. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu wilayah atau daerah adalah dengan angka pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan pendapatan masyarakat secara keseluruhan sebagai suatu cerminan kenaikan seluruh nilai tambah (value added) yang tercipta di suatu wilayah atau daerah.

Menurut Adisasmita (2008: 13), pembangunan wilayah (regional) merupakan fungsi dari potensi sumber daya alam, tenaga kerja dan sumber daya manusia, investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, situasi ekonomi dan perdagangan antar wilayah, kemampuan pendanaan dan pembiayaan daerah, kewirausahaan (kewiraswastaan), kelembagaan daerah dan lingkungan pembangunan secara luas.

   

2.2. Pertumbuhan Ekonomi Regional

Teori pertumbuhan ekonomi regional merupakan bagian penting dalam rangka melakukan analisa suatu perkembangan ekonomi di suatu regional, hal ini jelas karena pertumbuhan merupakan salah satu unsur utama dalam suatu pembangunan ekonomi regional dan mempunyai implikasi kebijakan yang cukup luas, baik terhadap wilayahnya maupun terhadap wilayah lainnya atau bahkan dapat merupakan kerugian terhadap wilayah lainnya.

Pertumbuhan ekonomi dapat dinilai sebagai dampak kebijaksanaan Pemerintah, khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara


(27)

tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan yang terjadi dan sebagai indikator penting bagi daerah untuk mengevaluasi keberhasilan pembangunan (Sirojuzilam, 2008:18).

Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijaksanaan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi (Sirojuzilam, Kasyful Mahalli, 2010:10). Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi, bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahaui keberhasilan pembangunan di masa yang akan datang.

Pada dasarnya pembangunan daerah adalah berkenaan dengan tingkat dan perubahan selama kurun waktu tertentu seperti produksi, penduduk, angkatan kerja, rasio modal tenaga dan imbalan bagi faktor (Sirojuzilam, Kasyful Mahalli, 2010:14). Laju pertumbuhan dari daerah-daerah biasanya diukur menurut output atau tingkat pendapatan daerah.

Perhatian terhadap pertumbuhan ekonomi daerah semakin meningkat dalam era otonomi daerah. Hal ini cukup logis, karena dalam era otonomi daerah, masing-masing daerah berlomba-loma meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerahnya, guna meningkatkan kemakmuran masyarakatnya. Oleh karena itu, pembahasan tentang struktur dan faktor penentu pertumbuhan daerah akan sangat penting artinya bagi pemerintah daerah dalam menentukan upaya-upaya yang dapat dilakukan bagi mendorong pertumbuhan ekonomi di daerahnya (Sjafrizal, 2008: 86).


(28)

Pembangunan dengan pendekatan sektoral mengkaji pembangunan berdasarkan kegiatan usaha yang dikelompokkan menurut jenisnya ke dalam sektor dan sub sektor. Sektor-sektor tersebut adalah sektor pertanian, pertambangan, konstruksi (bangunan), perindustrian, perdagangan, perhubungan, keuangan dan perbankan serta jasa.

Pemerintah daerah harus mengetahui dan dapat menentukan penyebab, tingkat pertumbuhan dan stabilitas dari perekonomian wilayahnya. Identifikasi sektor dan sub sektor yang dapat memperlihatkan keunggulan komparatif (comparative advantage) daerah merupakan tugas utama dari pemerintah daerah.

2.3 Pendapatan Regional

Informasi hasil pembangunan ekonomi yang telah dicapai dapat dimanfaatkan sebagai bahan perencanaan maupun evaluasi pembangunan. Untuk dapat mengukur seberapa besar keberhasilan pembangunan, khususnya di bidang ekonomi salah satu alat yang dipakai sebagai indikator pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah adalah melalui penyajian angka-angka pendapatan regional (PDRB).

Pendapatan regional didefenisikan sebagai tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis (Tarigan, 2009: 13), tingkat pendapatan regional dapat diukur dari total pendapatan wilayah ataupun pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Ada beberapa parameter yang bisa digunakan untuk mengukur adanya pembangunan wiayah. Salah satu parameternya yang terpenting adalah meningkatnya pendapatan masyarakat. Parameter lainnya seperti peningkatan


(29)

lapangan kerja dan pemerataan pendapatan juga sangat terkait dengan peningkatan pendapatan wilayah.

Beberapa istilah yang sering dipergunakan untuk menggambarkan pendapatan regional, diantaranya adalah :

1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh aktifitas sektor ekonomi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu.Pengertian nilai tambah bruto adalah nilai produksi (output) dikurangi dengan biaya antara (intermediate cost). Komponen-komponen nilai tambah bruto mencakup komponen-komponen faktor pendapatan (upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan), penyusutan dan pajak tidak langsung netto. Jadi dengan menghitung nilai tammbah bruto dari setiap sektor dan kemudian menjumlahkannya maka akan dihasilkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Metoda perhitungan PDRB dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yakni :

1). Pendekatan Produksi, dimana PDRB merupakan selisih antara nilai barang/jasa (output) yang dihasilkan, dengan biaya (input) antara yang digunakan untuk menghasilkan barang/jasa tersebut.

2). Pendekatan Pendapatan, dimana PDRB merupakan nilai balas jasa yang diterima oleh pemilik faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi.


(30)

3). Pendekatan pengeluaran, dimana PDRB merupakan nilai barang dan jasa akhir yang digunakan oleh para pelaku ekonomi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, dan ekspor

Secara teoritis, total PDRB yang dihitung melalui ketiga pendekatan tersebut akan menghasilkan nilai yang sama besar.

Untuk pendekatan produksi, di Indonesia sektor-sektor perekonomian dihitung berdasarkan lapangan usaha yang tercakup dalam PDRB, yaitu :

a. Pertanian

b. Pertambangan dan penggalian c. Industri Pengolahan

d. Listrik, gas dan air bersih e. Bangunan/konstruksi

f. Perdagangan, hotel dan restauran g. Penagngkutan dan komunikasi

h. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan i. Jasa-jasa

PDRB secara berkala dapat disajikan dalam dua bentuk yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan pada suatu tahun dasar, sebagai berikut dijelaskan:

a. Penyajian atas dasar harga berlaku, semua agregat pendapatan dinilai atas harga yang berlaku pada masing-masing tahun, baik pada saat menilai


(31)

produksi dan biaya antara maupun pada penilaian komponen nilai tambah dan komponen pengeluaran PDRB.

b. Penyajian atas dasar harga konstan pada suatu tahun dasar, semua agregat pendapatan dinilai atas harga yang terjadi pada tahun dasar (dalam hal ini dipakai harga konstan didasarkan harga pada tahun 2000). Karena menggunakan haraga tetap, maka perkembangan agregat dari tahun ke tahun semata-mata disebabkan oleh perkembangan riil dari kuantum produksi tanpa mengandung fluktuasi harga.

2. Produk Domestik Regional Netto (PDRN) atas Dasar Harga Pasar

PDRN dapat diperoleh dengan cara mengurangi PDRB dengan penyusutan. Penyusutan yang dimaksud adalah nilai susut (aus) atau pengurangan nilai barang-barang modal (mesin-mesin, peralatan, kenderaan dan lain-lainnya) karena barang modal tersebut dipakai dalam proses produksi. Jika Nilai susut barang-barang modal dari seluruh sektor ekonomi dijumlahkan, hasilnya merupakan penyusutan keseluruhan.

3. Produk Domestik Regional Netto (PDRN) atas Dasar Biaya Faktor

Perbedaan antara konsep biaya faktor dengan konsep harga pasar ialah karena adanya pajak tidak langsung yang dipungut pemerintah dan subsidi yang diberikan oleh pemerintah kepada unit-unit produksi. Pajak tidak langsung ini meliputi pajak penjualan, bea ekspor dan impor, cukai dan lain-lain pajak, kecuali pajak pendapatan dan pajak perseorangan.


(32)

Pajak tidak langsung dari unit-unit produksi dibebankan kepada biaya produksi atau pada pembeli hingga langsung berakibat kepada kenaikan harga barang. Berlawanan dengan pajak tidak langsung yang berakibat kenaikan harga barang, ialah subsidi yang diberikan pemerintah kepada unit-unit produksi, yang bisa mengakibatkan penurunan harga. Jadi pajak tidak langsung dan subsidi mempunyai pengaruh terhadap harga barang-barang, hanya yang satu berpengaruh menaikkan sedang yang lain menurunkan harga, sehingga jika pajak tidak langsung dikurangi subsidi akan diperoleh pajak tidak langsung netto, maka hasilnya adalah produk domestik regional netto atas dasar biaya faktor.

Dari konsep-konsep yang diterangkan diatas dapat diketahui bahwa Produk Domestik Regional Netto atas dasar biaya faktor tersebut sebenarnya merupakan jumlah balas jasa faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu daerah. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar biaya faktor, merupakan jumlah dari pendapatan yang berupa upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan yang timbul atau merupakan pendapatan yang berasal dari daerah tersebut, akan tetapi pendapatan yang dihasilkan tadi, tidak seluruhnya menjadi pendapatan penduduk daerah tersebut, sebab ada sebagian pendapatan yang diterima oleh penduduk daerah lain, misalnya suatu perusahaan yang modalnya dimiliki oleh orang luar, tetapi perusahaan tersebut beroperasi di daerah tersebut, maka dengan sendirinya keuntungan perusahaan itu sebagian akan menjadi milik orang luar yaitu milik orang yang memiliki modal.


(33)

Jika PDRN atas dasar biaya faktor dikurangi dengan pendapatan yang mengalir ke luar dan ditambah dengan pendapatan yang mengalir ke dalam, maka hasilnya akan merupakan PDRN yaitu merupakan jumlah pendapatan yang benar-benar diterima oleh seluruh yang tinggal di daerah yang dimaksud. PDRN inilah yang merupakan pendapatan regional.

2.4 Perencanaan Pembangunan Wilayah

Menurut Sirojuzilam, Kasyful Mahalli (2010:67), dalam upaya pembangunan regional, masalah yang terpenting yang menjadi perhatian para ahli ekonomi dan perencanaan wilayah adalah menyangkut proses pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Banyak literature menyebutkan bahwa perencanaan regional menyangkut ke dalam dua aspek utama yaitu sesuatu yang menyangkut ruang dan aktifitas di atas ruang tersebut. Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan, maka perlu dipikirkan komponen-komponen yang terdiri atas sumber daya alam, sumber daya manusia, modal dan teknologi.

Perencanaan pembangunan regional merupakan entitas ekonomi dengan unsur-unsur interaksi yang beragam. Aktifitas ekonomi wilayah diidentifikasikan berdasarkan analisa ekonomi regional, yaitu dievaluasi secara komparatif dan kolektif terhadap kondisi dan kesempatan ekonomi berskala wilayah.

Nugroho (2004) menyatakan bahwa pendekatan perencanaan regional dititikberatkan pada aspek lokasi dimana kegiatan dilakukan. Pemerintah daerah mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dengan instansi-instansi pusat dalam


(34)

melihat aspek ruang di suatu daerah. Artinya bahwa dengan adanya perbedaan pertumbuhan dan disparitas antar wilayah, maka pendekatan perencanaan parsial adalah sangat penting untuk diperhatikan. Dalam perencanaan pembangunan daerah perlu diupayakan pilihan-pilihan alternatif pendekatan perencanaan, sehingga potensi sumber daya yang ada akan dapat dioptimalkan pemanfaatannya.

Kebijakan pembangunan wilayah merupakan keputusan atau tindakan oleh pejabat pemerintah berwenang atau pengambil keputusan publik guna mewujudkan suatu kondisi pembangunan. Sasaran akhir dari suatu kebijakan pembangunan tersebut adalah untuk dapat mendorong dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial secara menyeluruh sesuai dengan keinginan dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat.

2.5. Teori Basis Ekspor

Teori ini membagi sektor produksi atau jenis pekerjaan yang terdapat dalam suatu wilayah atas pekerjaan basis (dasar) dan pekerjaan service (pelayanan) atau lebih sering disebut sektor non basis. Pada intinya, kegiatan yang hasilnya di jual ke luar daerah (atau mendatangkan dari luar daerah) disebut kegiatan basis. Sedangkan kegiatan non-basis adalah kegiatan yang melayani kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri, baik pembeli maupun asal uangnya dari daerah itu sendiri.

Teori basis ekspor menggunakan dua asumsi, yaitu (1) asumsi pokok atau utama bahwa ekspor adalah satu-satunya unsur eksogen (independen) dalam pengeluaran, artinya semua unsur pengeluaran lain terikat (dependen) terhadap


(35)

pendapatan. Secara tidak langsung hal iniberarti di luar pertambahan alamiah, hanya peningkatan ekspor saja yang dapat mendorong peningkatan pendapatan daerah karena sektor-sektor lain terikat peningkatannya oleh peningkatan pendapatan daerah. Sektor lain akan meningkat apabila pendapatan daerah secara keseluruhan meningkat. Jadi satu-satunya yang bisa meningkat secara bebas adalah ekspor. Ekspor tidak terikat dalam siklus pendapatan daerah; (2) asumsi kedua adalah fungsi pengeluaran dan fungsi impor bertolak dari titik nol sehingga tidak akan berpotongan.

Sektor basis ekonomi suatu wilayah dapat dianalisis dengan teknik Location Quetient (LQ), untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor basis atau sektor unggulan (leading sectors). Teknik analisa Location Quetient (LQ) dapat menggunakan variabel tenaga kerja atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah sebagai indikator pertumbuhan wilayah. Location Quetient merupakan ratio antara jumlah tenaga kerja pada sektor tertentu atau PDRB terhadap total jumlah tenaga kerja sektor tertentu atau total nilai PDRB suatu daerah dibandingkan dengan rasio tenaga kerja dan sektor yang sama dengan daerah yang lebih tinggi sebagai referensi.

Rumus untuk perhitungan LQ adalah :

Rumus Umum  

n n i

r r i

X X

X X

LQ  

Keterangan  : LQ  Location Quotient 


(36)

       r

X   Jumlah Total PDRB di Daerah r 

      Jumlah PDRB sector i di Daerah lebih tinggi  

     

  n i

X  

  n

X     Jumlah Total PDRB di Daerah lebih tinggi  Adapun hasil analisis LQ dikelompokkan sebagai berikut :

1. LQ > 1 = daerah i lebih berspesialisasi dalam memproduksi sektor i dibandingkan sektor i nasional atau daerah yang lebih tinggi.

2. LQ < 1 = daerah i tidak berspesialisasi dalam memproduksi sektor i dibandingkan sektor i nasional atau daerah yang lebih tinggi.

2. LQ = 1 = baik daerah i maupun nasional sama derajatnya dalam memproduksi sektor i.

2.6. Pengembangan Sektor Unggulan Sebagai Strategi Pembangunan Daerah

Di era otonomi daerah, pembangunan ekonomi lokal mestinya berbasis potensi lokal daerah. Skala prioritas unggulan daerah harus ditetapkan baik secara sektoral maupun skala lebih kecil yaitu jenis produk. Hal ini untuk lebih mengarahkan dalam memberi dukungan pencapaian peningkatan dalam memberikan dukungan perencanaan pembangunan, alokasi sumberdaya, tata ruang wilayah dan lainnya. Termasuk juga cara memasarkan produk sektor tersebut sehingga dapat diketahui dan menarik minat para investor dalam pengembangannya.

Perlu untuk disadari bahwa pemilihan sektor unggulan tidak semata-mata untuk tampil beda menurut ragam karakteristik daerah, tetapi terutama menjadi strategi akselerasi pembangunan daerah sendiri. Dalam identifikasi sektor unggulan


(37)

perlu memperhatikan enam hal yaitu (1) keterkaitan tingkatan pembangunan; (2) keterkaitan antar sektor, (3) kontribusi terhadap sektor atau struktur ekonomi, (4) penyerapan tenaga kerja, (5) daya dukung SDM dan teknologi dan (6) pertimbangan strategis non ekonomi.

Keenam hal tentang identifikasi sektor unggulan dimuka dapat dijelaskan seperti berikut :

Pertama, sektor unggulan memiliki keterkaitan dengan tingkatan pembangunan daerah terutama pembangunan ekonomi. Struktur ekonomi yang terbagi menjadi sektor primer, sekunder dan tersier. Jenis sektor unggulan akan menjadi bagian penting dalam sektor-sektor ekonomi tersebut.

Kedua, sektor unggulan dapat kemungkinan memiliki keterkaitan dengan sektor lainnya. Keterkaitan ini dapat ke belakang yaitu sektor penyedia input (backward linkage) atau ke depan yaitu sektor pengguna output (forward linkage). Berarti perkembangan sektor unggulan dapat menjadi pendorong perkembangan sektor lainnya yang masih terkait.

Ketiga, sektor unggulan dapat memberikan kontribusi yang besar dan dapat diandalkan bagi perekonomian daerah. Perkembangan sektor unggulan dapat meningkatkan atau mengubah struktur ekonomi tertentu yang memiliki sektor unggulan.

Keempat, peningkatan sektor unggulan dapat memacu pertumbuhan ekonomi daerah. Berarti terjadi peningkatan kegiatan ekonomi sehingga pada gilirannya akan


(38)

meningkatkan permintaan tenaga kerja. Peningkatan permintaan tenaga kerja akan menambah penyerapan tenaga kerja dalam perekonomian daerah.

Kelima, pengembangan sektor unggulan harus memperhatikan daya dukung SDM dan teknologi yang dimiliki oleh daerah bersangkutan. Sektor unggulan yang menjadi andalan atau tulang punggung penting bagi perekonomian daerah membutuhkan SDM dan teknologi yang memadai untuk mengelolanya.

Keenam, pertimbangan strategis non ekonomi perlu juga diperhatikan terkait pengembangan sektor unggulan. Hal ini disebabkan oleh peran penting sektor-sektor ekonomi untuk mendukung aspek kenegaraan lainnya seperti pertahanan dan keamanan nasional.

Menurut Rachbini (2001) ada empat syarat agar suatu sektor tertentu menjadi sektor prioritas, yakni (1) sektor tersebut harus menghasilkan produk yang mempunyai permintaan yang cukup besar, sehingga laju pertumbuhan berkembang cepat akibat dari efek permintaan tersebut; (2) karena ada perubahan teknologi yang teradopsi secara kreatif, maka fungsi produksi baru bergeser dengan pengembangan kapasitas yang lebih luas; (3) harus terjadi peningkatan investasi kembali dari hasil-hasil produksi tersebut, baik swasta maupun pemerintah; (4) sektor tersebut harus berkembang, sehingga mampu memberi pengaruh terhadap sektor-sektor lainnya.

Menurut Daryanto, Hafizrianda (2010:18), keunggulan bersaing atau daya saing suatu wilayah tercipta jika kawasan tersebut memiliki kompetensi inti (core competence) yang dapat dibedakan dari wilayah lainnya. Kompetensi int dapat diraih


(39)

melalui creation of factor, yaitu upaya menciptakan berbagai faktor produksi yang jauh lebih baik dibandingkan para pesaingnya..

Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia, sudah diatur dalam Undang-Undang RI No. 5 tahun 1975 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah. Dalam prakteknya kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal selama pemerintahan orde baru belum dapat mengurangi ketimpangan vertikal dan horisontal, yang ditunjukkan dengan tingginya derajat sentralisasi fiskal dan besarnya ketimpangan antar daerah dan wilayah (Uppal dan Suparmoko, 1986; Sjahfrizal, 1997). Praktek internasional desentralisasi fiskal baru dijalankan pada 1 Januari 2001 berdasarkan Undang-UndangU RI No. 25 tahun 1999 yang disempurnakan dengan Undang-Undang RI No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Prinsip dasar pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia ialah “Money Follows Functions”, yaitu fungsi pokok pelayanan publik didaerahkan, dengan dukungan pembiayaan pusat melalui penyerahan sumber-sumber penerimaan kepada daerah.

Berdasarkan pasal 5 Undang-Undang No. 33 tahun 2004 sumber-sumber penerimaan daerah adalah pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan dan lain-lain pendapatan. Dana Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah (PKPD) merupakan mekanisme transfer pemerintah pusat-daerah terdiri dari Dana Bagi Hasil Pajak dan Sumber Daya Alam (DBHP dan SDA), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana pembiayaan daerah berasal dari Sisa Lebih Anggaran


(40)

daerah (SAL), pinjaman daerah, dana cadangan daerah dan privatisasi kekayaan daerah yang dipisahkan. Besarnya PAD dan pembiayaan daerah dapat diklasifikasikan sebagai dana non PKPD, karena berasal dari pengelolaan fiskal daerah. Khusus pinjaman daerah pemerintah pusat masih khawatir dengan kondisi utang negara, sehingga belum mengijinkan penerbitan utang daerah.

Dengan berbagai aturan tersebutlah, pembiayaan pembangunan bagi daerah dapat sedikit terasa membaik, sebab telah terjadi desentralisasi di sektor pendanaan pembangunan, yang notabene daerah dapat lebih leluasa untuk mengatur penggunaan sumber daya alamnya.

Berdasarkan pengalaman negara-negara maju, pertumbuhan yang cepat dalam sejarah pembangunan suatu bangsa biasanya berawal dari pengembangan beberapa sektor primer. Pertumbuhan cepat tersebut menciptakan efek bola salju (snow ball effect) terhadap sektor-sektor lainnya, khususnya sektor sekunder.

Data PDRB merupakan informasi yang sangat penting untuk mengetahui output pada sektor ekonomi dan melihat pertumbuhan di suatu wilayah tertentu (provinsi/kabupaten/kota). Dengan bantuan data PDRB, maka dapat ditentukannya sektor unggulan (leading sector) di suatu daerah/wilayah. Sektor unggulan adalah satu grup sektor/subsektor yang mampu mendorong kegiatan ekonomi dan menciptakan kesejahteraan di suatu daerah terutama melalui produksi, ekspor dan penciptaan lapangan pekerjaan, sehingga identifikasi sektor unggulan sangat penting terutama dalam rangka menentukan prioritas dan perencanaan pembangunan ekonomi di daerah.


(41)

Manfaat mengetahui sektor unggulan, yaitu mampu memberikan indikasi bagi perekonomian secara nasional dan regional. Sektor unggulan dipastikan memiliki potensi lebih besar untuk tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor lainnya dalam suatu daerah terutama adanya faktor pendukung terhadap sektor unggulan tersebut yaitu akumulasi modal, pertumbuhan tenaga kerja yang terserap, dan kemajuan teknologi (technological progress). Penciptaan peluang investasi juga dapat dilakukan dengan memberdayakan potensi sektor unggulan yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan.

2.7. Pengembangan Ekonomi Lokal

Dalam pengembangan ekonomi wilayah, selama ini model atau pendekatan yang diterapkan adalah melalui pendekatan perwilayahan dan penetapan pusat-pusat pertumbuhan, sentra-sentra produksi, termasuk kawasan pengembangan ekonomi terpadu yang disusun dan ditetapkan dari pusat. Pada era otonomi daerah ini tentunya diperlukan instrumen bagi pemerintah daerah dan pelaku ekonomi daerah untuk menyusun dan melaksanakan pembangunan ekonomi daerahnya dari perspektif potensi dan kebutuhan daerah itu sendiri.

Tentu saja perlu keterkaitan dan kerjasama antar daerah, agar tidak terjadi persaingan yang tidak sehat, juga agar merajut kekuatan ekonomi nasional yang kuat. Namun demikian kerjasama yang berkelanjutan adalah kerjasama yang inisiatifnya juga dari daerah-daerah sesuai kebutuhan yang dirasakannya, jadi bukan kerjasama yang sekedar mengikuti perintah pemerintah atasan.


(42)

Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) pada hakekatnya merupakan proses kemitraan antara pemerintah daerah dengan para stakeholders termasuk sektor swasta dalam mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusia maupun kelembagaan secara lebih baik melalui pola kemitraan dengan tujuan untuk mendorong pertumbuhan kegiatan ekonomi daerah dan menciptakan pekerjaan baru.

Mengembangkan ekonomi lokal berarti bekerja secara langsung membangun economic competitiveness (daya saing ekonomi) suatu kota untuk meningkatkan ekonominya. Prioritasi ekonomi lokal pada peningkatan daya saing ini adalah krusial, mengingat keberhasilan (kelangsungan hidup) komunitas ditentukan oleh kemampuannya beradaptasi terhadap perubahan yang cepat dan meningkatnya kompetisi pasar.

Apapun bentuk kebijakan yang diambil, PEL mempunyai satu tujuan, yaitu: meningkatkan jumlah dan variasi lapangan kerja yang tersedia bagi penduduk setempat. Dalam mencapai itu, pemerintah daerah dan kelompok masyarakat (stakeholders) dituntut untuk mengambil inisiatif dan bukan hanya berperan pasif saja. Setiap kebijakan dan keputusan publik dan sektor usaha, serta keputusan dan tindakan masyarakat, harus pro-PEL, atau sinkron dan mendukung kebijakan pengembangan ekonomi daerah yang telah disepakati bersama.


(43)

2.8. Penelitian Terdahulu

Keseluruhan hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu dapat dijadikan dasar dan bahan pertimbangan dalam mengkaji penelitian ini.

Penelitian yang dilakukan oleh Marhayanie tahun 2003, dengan judul Identifikasi Sektor Ekonomi Potensial dalam Perencanaan Pembangunan Kota Medan. Hasil penelitian dengan menganalisa konstribusi per sektor, analisis linkage, analisis angka pengganda diperoleh bahwa sektor ekonomi yang potensial dalam perencanaan pembangunan Kota Medan adalah sektor industri pengolahan.

Penelitian yang dilakukan oleh Supangkat tahun 2002, dengan judul penelitian Analisis Penentuan Sektor Prioritas dalam Peningkatan Pembangunan Daerah Kabupaten Asahan dengan mempergunakan pendekatan sektor pembentuk PDRB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor pertanian dan industri pengolahan berpeluang untuk dijadikan sebagai sektor prioritas bagi peningkatan pembangunan daerah di Kabupaten Asahan, terutama sub sektor perkebunan, perikanan dan industri besar, serta sedang.

Penelitian Tampubolon (2001), dengan judul Pembangunan dan Ketimpangan Wilayah Pantai Barat dan Pantai Timur Sumatera Utara, menyimpulkan bahwa karakteristik wilayah mempengaruhi ketimpangan pendapatan antar wilayah. Potensi sektor-sektor wilayah mempengaruhi perubahan struktur ekonomi. Struktur ekonomi wilayah pantai barat menuju industri pengolahan hasil pertanian dan struktur ekonomi wilayah pantai timur menuju industri pengolahan barang jadi.


(44)

Penelitian Amir dan Riphat tahun 2005, dengan judul Analisis Sektor Unggulan untuk Evaluasi Kebijakan Pembangunan Jawa Timur menggunakan Tabel Input-Output 1994 dan 2000. Berdasarkan analisis sektor unggulan menggunakan angka pengganda (output, pendapatan dan lapangan kerja) dan keterkaitan sektoral direkomendasikan untuk menjadikan Jawa Timur sebagai pusat industri, pusat perdagangan, dan pusat pertanian.

Penelitian Fachrurrazy tahun 2009, dengan judul Analisis Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Kabupaten Aceh Utara dengan Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB. Berdasarkan analisis sektor unggulan menggunakan analisis Tipologi Klassen, analisis Location Quotient dan analisis Shift Share direkomendasikan bahwa sektor pertanian merupakan sektor unggulan terutama sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor tanaman perkebunan, sub sektor peternakan dan perikanan.

2.9. Kerangka Pemikiran

Ketimpangan wilayah merupakan salah satu permasalahan yang pasti timbul dalam pembangunan. Ketimpangan wilayah menjadi signifikan ketika wilayah dalam suatu negara terdiri atas beragam potensi sumber daya alam, letak geografis, kualitas sumber daya manusia, ikatan etnis atau politik. Keberagaman ini selain dapat menjadi sebuah keunggulan, juga sangat berpotensi menggoncang stabilitas sosial dan politik nasional. Salah satu jalan untuk mengurangi ketimpangan wilayah ialah menyelenggarakan pembangunan. Namun, pembangunan tidak serta merta dapat


(45)

mengurangi ketimpangan wilayah. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengedepankan kembali konsep pemerataan dalam pembangunan di Indonesia.

Karena itu, upaya untuk mengurangi ketimpangan pembangunan ekonomi wilayah merupakan kebijaksanaan ekonomi daerah yang sangat penting dan strategis dalam mendorong proses pembangunan daerah yang dilakukan mulai dari perencanaan sampai dengan evaluasi.

Analisis tentang faktor penentu pertumbuhan ekonomi daerah dibutuhkan sebagai dasar utama untuk perumusan kebijakan pembangunan ekonomi daerah di masa mendatang. Dengan diketahuinya faktor-faktor tersebut, maka pembangunan daerah dapat diarahkan ke sektor-sektor yang secara potensial dapat mendorong percepatan pembangunan daerah.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan ukuran kinerja makro ekonomi di suatu wilayah. PDRB suatu wilayah menggambarkan struktur ekonomi daerah, peranan sektor-sektor ekonomi dan pergeserannya, serta menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi, baik secara total maupun per sektor.

Berdasarkan data dan informasi yang terkandung dalam PDRB, maka dapat dilakukan beberapa analisis untuk memperoleh informasi tentang:

1. Klasifikasi pertumbuhan sektor

Analasis ini diperlukan untuk mengidentifikasi posisi perekonomian suatu daerah dengan mengacu pada perekonomian daerah yang lebih tinggi. Hasil analisis akan menunjukkan posisi sektor dalam PDRB yang diklasifikasikan atas sektor maju dan tumbuh pesat, sektor potensial atau masih dapat berkembang, sektor rekatif


(46)

tertinggal, dan sektor maju tapi tertekan. Berdasarkan klasifikasi ini dapat dijadikan dasar bagi penentuan kebijakan pembangunan atas posisi perekonomian yang dimiliki terhadap perekonomian daerah yang menjadi referensi.

2. Sektor Basis dan Non Basis

Pengertian sektor basis (sektor unggulan) pada dasarnya harus dikaitkan dengan suatu bentuk perbandingan, baik itu perbandingan berskala internasional, regional maupun nasional. Dalam kaitannya dengan lingkup internasional, suatu sektor dikatakan unggul jika sektor tersebut mampu bersaing dengan sektor yang sama dengan negara lain. Sedangkan dengan lingkup nasional, suatu sektor dapat dikategorikan sebagai sektor unggulan apabila sektor di wilayah tertentu mampu bersaing dengan sektor yang sama yang dihasilkan oleh wilayah lain di pasar nasional atau domestik (Wijaya, 2003). Apabila sektor tersebut menjadi sektor basis (unggulan) sektor tersebut harus mengekspor produknya ke daerah lain, sebaliknya apabila sektor tersebut menjadi sektor non basis (bukan unggulan) sektor tersebut harus mengimpor produk sektor tersebut ke daerah lain.

Douglas C. North dalam Arsyad (2004) menyatakan bahwa sektor ekspor berperan penting dalam pembangunan daerah, karena sektor tersebut dapat memberikan konstribusi penting kepada perekonomian daerah, yaitu: (a) ekspor akan secara langsung meningkatkan pendapatan faktor-faktor produksi dan pendapatan daerah, dan (b) perkembangan ekspor akan menciptakan permintaan terhadap produksi industri lokal yaitu industri yang produknya dipakai untuk melayani pasar di daerah .


(47)

3. Perubahan dan pergeseran sektor

Analisis ini diperlukan untuk mengetahui perubahan dan pergeseran sektor pada suatu perekonomian daerah. Hasil analisis akan menggambarkan kinerja sektor-sektor dalam PDRB suatu daerah dibandingkan daerah referensi. Apabila penyimpangan positif, maka dikatakan suatu sektor dalam PDRB memiliki keunggulan kompetitif atau sebaliknya.

Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi. Pembangunan yang berorientasi pada pencapaian target sektoral, keberhasilannya dapat dilihat dari konstribusi sektor terhadap pembentukan PDRB dari tahun ke tahun. Pertumbuhan positif menunjukkan adanya peningkatan perekonomian dan apabila negatif berarti terjadinya penurunan dalam kegiatan perekonomian. Pertumbuhan perekonomian mengakibatkan terjadinya perubahan perkembangan pembangunan suatu daerah.

Perencanaan pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, salah satunya dapat dicapai dengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi itu sendiri dapat meningkat, bila terdapat satu atau beberapa sektor ekonomi yang berkembang lebih cepat dari pada sektor-sektor lain. Dengan demikian, sektor yang mempunyai perkembangan lebih cepat dari sektor lain akan menjadi suatu sektor unggulan.

Sektor unggulan yang dimiliki suatu daerah akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah, karena akan memberikan


(48)

keuntungan kompetitif atau kompatif yang selanjutnya akan mendorong pengembangan ekspor barang maupun jasa.

Kebijakan strategi pembangunan harus diarahkan kepada kebijakan yang memberikan dampak yang optimal bagi pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan masyarakat dan penciptaan lapangan pekerjaan. Sektor unggulan yang diperoleh melalui metode analisis dapat menjadi dasar pertimbangan dalam perencanaan pembangunan di masa mendatang.

Konsep pemikiran yang dijadikan sebagai dasar dalam penelitian ini dijelaskan dalam Gambar 2.1 sebagai berikut :


(49)

Gambar 2.1. Skema Kerangka Pemikiran

Perekonomian Daerah

Produk Domestik Regional Bruto (Pertanian; Penggalian; Industri;

Listrik, gas dan air minum; Bangunan; Perdagangan, hotel dan

retauran; Pengangkutan dan Komunikasi; Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan;

jasa-jasa

Klasifikasi Pertumbuhan Sektor

Sektor Basis dan Non Basis

Perubahan dan Pergeseran Sektor

Penentuan Sektor Unggulan

Strategi Pengembangan Sektor Unggulan


(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada daerah Kabupaten Deli Serdang, yang merupakan salah satu Kabupaten dalam wilayah Provinsi Sumatera Utara. Pertimbangan penelitian dilakukan di Kabupaten Deli Serdang, agar hasil penelitian ini berupa sektor-sektor unggulan perekonomian dapat digunakan sebagai informasi dan dapat diprioritaskan dalam perencanaan pembangunan Kabupaten Deli Serdang.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, antara lain:

1. PDRB Kabupaten Deli Serdang dan Provinsi Sumatera Utara periode tahun 1995-2009 dimana periode tahun 1995-1999 memakai tahun dasar 1993 dan tahun tahun 2000-2009 memakai tahun dasar 2000, data ini digunakan untuk analisis klasifikasi pertumbuhan sektor, analisis sektor basis dan non basis, dan analisis perubahan dan pergeseran sektor ekonomi. Data ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Deli Serdang dan Provinsi Sumatera Utara.


(51)

3.3. Metode Analisis Data

Untuk menjawab permasalahan yang telah ditetapkan, maka digunakan beberapa metode analisis data, yaitu :

1. Analisis Tipologi Klassen digunakan untuk memperoleh klasifikasi pertumbuhan sektor perekonomian wilayah Kabupaten Deli Serdang.

2. Analisis Location Quotient (LQ) digunakan untuk menentukan sektor basis dan non basis dalam perekonomian wilayah Kabupaten Deli Serdang.

3. Analsisis Shift Share digunakan untuk mengetahui perubahan dan pergeseran sektor perekonomian wilayah Kabupaten Deli Serdang

4. Analisis deksriptif digunakan untuk mengetahui kaitan antara sektor unggulan dengan pengembangan wilayah.

3.3.1 Analisis Tipologi Klassen

Tipologi Klassen merupakan salah satu alat analisis ekonomi regional yang digunakan untuk mengetahui klasifikasi sektor perekonomian wilayah Kabupaten Deli Serdang. Analisis Tipologi Klassen digunakan dengan tujuan mengidentifikasi posisi sektor perekonomian Kabupaten Deli Serdang dengan memperhatikan sektor perekonomian Provinsi Sumatera Utara sebagai daerah referensi.

Analisis Tipologi Klassen menghasilkan empat klasifikasi sektor dengan karakteristik yang berbeda (Sjafrizal, 2008:180) sebagai berikut :

1. Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (developed sector) (kuadran I).

Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (Si) yang lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam


(52)

PDRB daerah yang menjadi referensi (s) dan memiliki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski) yang lebih besar dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si>s dan ski>sk.

2. Sektor maju tapi tertekan (stagnant sector) (Kuadran II).

Kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih kecil

dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi referensi (s), tetapi memiliki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski) yang

lebih besar dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si<s dan ski>sk

3. Sektor potensial atau masih dapat berkembang (developing sector) (Kuadran III). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam

PDRB daerah yang menjadi referensi (s), tetapi memiliki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski) yang lebih kecil dibandingkan kontribusi sektor tersebut

terhadap PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si>s dan ski<sk.

4. Sektor relatif tertinggal (underdeveloped sector) (kuadran IV). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang

lebih kecil dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi referensi (s) dan sekaligus memiliki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski) yang lebih kecil dibandingkan konstribusi sektor tersebut terhadap


(53)

PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si<s dan ski<sk.

Klasifikasi sektor PDRB menurut Tipologi Klassen sebagaimana tercantum pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Klasifikasi Sektor PDRB menurut Tipologi Klassen Kuadran I

Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (developed sector)

si>s dan ski>sk

Kuadran II

Sektor maju tapi tertekan (stagnant sector)

si<s dan ski>sk Kuadran III

Sektor potensial atau masih dapat berkembang (developing sector)

si>s dan ski<sk

Kuadran IV

Sektor relatif tertinggal (underdeveloped sector)

si<s dan ski<sk Sumber :Sjafrizal, 2008:180

3.3.2 Analisis Location Quotient (LQ)

Untuk menentukan sektor basis dan non basis di Kabupaten Deli Serdang digunakan metode analisis Location Quotient (LQ). Metode LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan dari PDRB Kabupaten Deli Serdang yang memacu pertumbuhan. Metode LQ digunakan untuk mengkaji kondisi perekonomian yang mengarah pada identifikasi spesialisasi kegiatan perekonomian. Sehingga nilai LQ


(54)

yang sering digunakan untuk penentuan sektor basis dapat dikatakan sebagai sektor yang akan mendorong tumbuhnya atau berkembangnya sektor lain serta berdampak pada penciptaan lapangan kerja. Untuk mendapatkan nilai LQ menggunakan metode yang mengacu pada formula yang dikemukakan oleh Bendavid-Val dalam kuncoro (2004:183) sebagai berikut :

PDRBSU i PDRBSU

PDRBDS PDRB LQ

i DS

, ,

Di mana :

PDRBDS,i = PDRB sektor i di Kabupaten Deli Serdang pada tahun tertentu

∑PDRBDS = Total PDRB di Kabupaten Deli Serdang pada tahun tertentu

PDRBSU,i = PDRB sektor i di Provinsi Sumatera Utara pada tahun tertentu

∑PDRBSU = Total PDRB di Provinsi Sumatera Utara pada tahun tertentu

Berdasarkan formulasi yang ditunjukkan dalam persamaan di atas, maka terdapat tiga kemungkinan nilai LQ yang dapat diperoleh (Bendavid-Val dalam Kuncoro 2004:183), yaitu :

1. Nilai LQ=1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di daerah Kabupaten Deli Serdang adalah sama dengan sektor yang sama dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara.


(55)

2. Nilai LQ>1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di daerah Kabupaten Deli Serdang lebih besar dibandingkan dengan sektor yang sama dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara.

3. Nilai LQ<1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di daerah Kabupaten Deli Serdang lebih kecil dibandingkan dengan sektor yang sama dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara.

Apabila nilai LQ>1, maka dapat disimpulkan bahwa sektor tersebut merupakan sektor basis dan potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Kabupaten Deli Serdang. Sebaliknya apabila nilai LQ<1, maka sektor tersebut bukan merupakan sektor basis dan kurang potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Kabupaten Deli Serdang.

Data yang digunakan dalam analisis Location Quotient (LQ) ini adalah PDRB Kabupaten Deli Serdang dan Provinsi Sumatera Utara tahun 2000-2009 menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000.

3.3.3. Analisis Shift Share (shift Share Analysis)

Analisis shift share digunakan untuk mengetahui perubahan dan pergeseran sektor pada perekonomian wilayah Kabupaten Deli Serdang. Hasil analisis shift share akan menggambarkan kinerja sektor-sektor dalam PDRB Kabupaten Deli Serdang dibandingkan Provinsi Sumatera Utara. Kemudian dilakukan analisis terhadap penyimpangan yang terjadi sebagai hasil perbandingan tersebut. Bila penyimpangan tersebut positif, maka dikatakan suatu sektor dalam PDRB Kabupaten Deli Serdang memiliki keunggulan kompetitif atau sebaliknya.


(56)

Data yang digunakan dalam analisis Shift Share ini adalah PDRB Kabupaten Deli Serdang dan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2000-2009 menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000. Penggunaan data harga konstan dengan tahun dasar yang sama agar bobotnya (nilai riilnya) bisa sama dan perbandingan menjadi valid (tarigan, 2007:86).

Melalui analisis shift share, maka pertumbuhan ekonomi dan pergeseran struktural perekonomianwilayah Kabupaten Deli Serdang ditentukan oleh tiga komponen, yaitu :

1. Provincial Share (PS), yang digunakan untuk mengetahui pertumbuhan atau pergeseran struktur perekonomian Kabupaten Deli Serdang dengan melihat nilai PDRB Kabupaten Deli Serdang sebagai daerah pengamatan pada periode awal yang dipengaruhi oleh pergeseran pertumbuhan perekonomian Provinsi Sumatera Utara. Hasil perhitungan Provincial Share akan menggambarkan peranan wilayah Provinsi Sumatera Utara yang mempengaruhi pertumbuhan perekonomian Kabupaten Deli Serdang. Jika pertumbuhan Kabupaten Deli Serdang sama dengan pertumbuhan Provinsi Sumatera Utara maka peranannya terhadap Provinsi tetap.

2. Proporsional Shift (P) adalah pertumbuhan nilai tambah bruto suatu sektor i pada Kabupaten Deli Serdang dibandingkan total sektor di tingkat Provinsi Sumatera Utara


(57)

3. Differential Shift (D) adalah perbedaan antara pertumbuhan ekonomi Kabupaten Deli Serdang dan nilai tambah bruto sektor yang sama di tingkat Provinsi Sumatera Utara

Secara matematis, Provincial Share (PS), Proportional Share (P), dan Differential Shift (D) dapat diformulasikan sebagai berikut (Tarigan, 2007:88;Sjafrizal, 2008:91):

1. Provincial Share (PS)





1

1 1 t SU t SU t iDS t iDS

Y

Y

X

Y

PS

2. Proportional Shift (P)





1 1 1 t SU t SU t iSU t iSU t iDS t iDS

Y

Y

Y

Y

x

Y

P

3. Differential Shift (D)





1 1 1 t iSU t iSU t iDS t iDS t iDS t iDS

Y

Y

Y

Y

X

Y

D

Di mana :

SU = Provinsi Sumatera Utara sebagai wilayah referensi yang lebih tinggi jenjangnya

DS = Kabupaten Deli Serdang sebagai wilayah analisis Y = Nilai Tambah bruto


(58)

I = sektor dalam PDRB

T = Tahun 2009

t-1 = tahun awal (tahun 2000)

Perubahan (pertumbuhan) nilai tambah bruto sektor tertentu (i) dalam PDRB Kabupaten Deli Serdang merupakan penjumlahan Provincial Share (PS), Proporsional Shift (P), dan Differential Shift (D), sebagai berikut :

Kedua komponen shift, yaitu Proporsional Shift (P) dan Differential Shift (D) memisahkan unsur-unsur pertumbuhan regional yang bersifat eksternal dan internal. Proportional Shift (P) merupakan akibat pengaruh unsur-unsur eksternal yang bekerja secara nasional (Provinsi), sedangkan Differential Shift (D) adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor yang bekerja di dalam daerah yang bersangkutan (Glasson, 1977:95).

Sektor-sektor di Kabupaten Deli Serdang yang memiliki Differential Shift (D) positif memiliki keunggulan komparatif terhadap sektor yang sama pada Kabupaten/Kota lain dalam Provinsi Sumatera Utara. Selain itu, sektor-sektor yang memiliki nilai D positif berarti bahwa sektor tersebut terkonsentrasi di Kabupaten Deli Serdang dan memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan daerah lainnya. Apabila nilai D negatif, maka tingkat pertumbuhan sektor tersebut relatif lamban.

t iDS t

iDS t

iDS t

iDS PS P D

Y   


(59)

3.4. Definisi Operasional Penelitian

Untuk menyamakan pandangan tentang variabel-variabel yang digunakan dan menghindari terjadinya perbedaan penafsiran, maka penulis memberi batasan atau defenisi operasional sebagai berikut :

1. Sektor unggulan (leading sector) adalah sektor yang memiliki peranan (share) relatif besar dibanding sektor-sektor lainnya terhadap ekonomi wilayah (PDRB). 2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah nilai tambah bruto (gross value

added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu berdasarkan harga konstan.

3. Sektor Ekonomi adalah lapangan usaha yang terdapat dalam PDRB, yang mencakup 9 (sembilan) sektor utama menurut Badan Pusat Statistik.

4. Sektor basis adalah sektor ekonomi yang mampu untuk melakukan ekspor produknya ke daerah lainnya.

5. Pergeseran sektor perekonomian adalah perubahan kontribusi antar sektor pembentuk PDRB yang diklasifikasikan ke dalam 9 (sembilan) sektor utama. 6. Sektor kompetitif adalah sektor ekonomi pembentuk PDRB yang merupakan

sektor basis dan memiliki pertumbuhan diatas rata-rata daerah referensi.

       


(60)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1. Letak Geografis

Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu Kabupaten yang berada di kawasan pantai Timur Provinsi Sumatera Utara yang secara geografis terletak pada posisi 2°57” lintang utara, 3°16” lintang selatan dan 98°33”- 99°27” bujur timur dengan ketinggian 0-500 m di atas permukaan laut. Adapun luas wilayah Kabupaten Deli Serdang 2.497,72 km2, serta berbatasan dengan :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Selat Malaka b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Simalungun c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Karo d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai Peta Kabupaten Deli Serdang tercantum dalam Lampiran 1

4.1.2. Wilayah Administrasi

Secara administrasi Kabupaten Deli Serdang terbagi atas Administrasi pemerintahan Kabupaten Deli Serdang terdiri dari 22 Kecamatan dan 394 desa /kelurahan, adapun ke 22 Kecamatan tersebut adalah Gunung Meriah, STM Hulu, Sibolangit, Kutalimbaru, Pancur Batu, Namorambe, Biru-Biru, STM Hilir, Bangun Purba, Galang, Tanjung Morawa, Patumbak, Deli Tua, Sunggal, Hamparan Perak,


(61)

Labuhan Deli, Percut Sei Tuan, Batang Kuis, Pantai Labu, Beringin, Lubuk Pakam, dan Pagar Merbau.

4.1.3. Iklim

Kabupaten Deli Serdang dikenal hanya dua musim, yaitu musim kemarau dan penghujan. Pada bulan Juni sampai dengan September arus angin yang bertiup tidak banyak mengandung uap air, sehingga mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya pada bulan Desember sampai dengan Maret arus angin yang banyak mengandung uap air berhembus sehingga terjadi musim hujan. Keadaan ini berganti setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan pada bulan April-Mei dan Oktober-Nopember.

4.1.4. Demografi

Jumlah penduduk Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2009 tercatat sejumlah sebesar 1.788.351 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 716 jiwa per km2. Jumlah rumah tangga sebanyak 393.714 rumah tangga dan setiap rumah tangga rata-rata dihuni oleh 4-5 jiwa, sedangkan laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2000– 2009 sebesar 2,15 persen.

Bila dilihat per kecamatan maka Kecamatan Percut Sei Tuan merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar dengan tingkat persebaran penduduk sebesar 19,77 persen sedangkan Kecamatan Gunung Meriah adalah yang terkecil yaitu 0,14 persen. Untuk Kecamatan terpadat urutan pertama adalah Kecamatan Deli Tua disusul Lubuk Pakam dengan kepadatan di atas 3000 jiwa per km2 dan yang terjarang adalah Kecamatan Gunung Meriah yang hanya 32 jiwa per km2.


(62)

Dilihat dari kelompok umur, persentase penduduk usia 0-14 tahun sebesar 33,83 persen, 15-64 tahun sebesar 62,87 persen dan usia 65 tahun ke atas sebesar 3,30 persen yang berarti jumlah penduduk usia produktif lebih besar dibandingkan penduduk usia non produktif.

4.3 Klasifikasi Pertumbuhan Sektor Perekonomian Wilayah Kabupaten Deli Serdang

Metode klassen tipology digunakan untuk mengetahui pengelompokkan sektor ekonomi di Kabupaten Deli Serdang menurut sektor pertumbuhannya. Dengan menggunakan matrix klassen dapat dilakukan empat pengelompokkan sektor dengan memanfaatkan laju pertumbuhan dan nilai konstribusi.

Tabel 4.1 menyajikan hasil pengolahan data pada lampiran 3, yaitu berupa rata-rata laju pertumbuhan dan konstribusi sektor PDRB Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Deli Serdang Tahun 1995-2009.

Pada Tabel 4.1. terlihat bahwa sektor yang memiliki konstribusi rata-rata paling besar terhadap PDRB Kabupaten Deli Serdang adalah sektor industri pengolahan, lalu diikuti sektor perdagangan hotel dan restauran dan sektor pertanian. Untuk pertumbuhan rata-rata, paling besar ditunjukkan oleh sektor bangunan kemudian diikuti sektor pertanian dan sektor listrik gas dan air bersih. Sedangkan sektor yang memiliki pertumbuhan rata-rata paling kecil, walaupun tidak ada yang negatif adalah industri pengolahan.


(63)

Tabel 4.1 Laju Pertumbuhan dan Konstribusi Sektor PDRB Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Deli Serdang Tahun 1995-2009

Sumatera Utara Deli Serdang No Sektor Rata-Rata

Pertumbuhan (S) Rata-Rata Konstribusi (Sk) Rata-Rata Pertumbuhan (S) Rata-Rata Konstribusi (Sk)

1. Pertanian 5,09 23,78 5,80 16,60

2. Pertambangan dan Penggalian

-7,04 1,19 5,45 1,31

3. Industri Pengolahan 1,76 22,39 1,18 39,51 4. Listrik, Gas dan Air

Bersih

10,03 0,73 5,71 0,21

5. Bangunan 4,52 6,77 7,80 2,69

6. Perdagangan, Hotel dan Restauran

2,71 18,44 3,34 21,02

7. Pengangkutan dan Kounikasi

72,90 9,53 2,24 2,06

8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

3,90 7,12 5,42 3,17

9. Jasa-Jasa 4,51 10,05 5,29 13,42

Sumber : Lampiran 3 (tahun 2011)

Selain itu, secara Provinsi sektor-sektor yang memiliki konstribusi rata-rata paling besar adalah sektor pertanian, sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan hotel dan restauran. Sedangkan sektor yang menyumbangkan konstribusi rata paling kecil yaitu listrik, gas dan air bersih. Pertumbuhan rata-rata Provinsi Sumatera Utara paling tinggi adalah sektor pengangkutan dan komunikasi, diikuti sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor pertanian. Sementara sektor pertambangan dan penggalian memiliki perttumbuhan paling kecil dan bahkan negatif.


(64)

Selanjutnya melalui data pada Tabel 4.1., dapat diklasifikasikan sektor PDRB Kabupaten Deli Serdang Tahun 1995-2009 berdasarkan Tipologi Klassen sebagaimana tercantum pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Klasifikasi Sektor PDRB Kabupaten Deli Serdang Tahun 1995-2009 Berdasarkan Tipologi Klassen

Kuadran I

Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (developed sector)

Si>s dan ski>sk

- Sektor pertambangan dan penggalian - Sektor Perdagangan hotel dan

restauran

- Sektor Jasa-jasa

Kuadran II

Sektor maju tapi tertekan (Stagnant Sector)

Si<s dan ski>sk

- Sektor Industri pengolahan

Kuadran III

Sektor potensial atau masih dapat berkembang (developing sector)

- Sektor Pertanian

- Sektor Bangunan

- Sektor Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan

Kuadran IV

Sektor relatif tertinggal (underdeveloped sector)

- Sektor Listrik, gas dan air bersih - Sektor Pengangkutan dan

komunikasi

Sumber : data diolah dari Tabel 4.1. (tahun 2011)

Sesuai dengan hasil analisi pada Tabel 4.2. terhadap PDRB Kabupaten Deli Serdang, terdapat sektor yang maju dan tumbuh sebanyak tiga sektor yakni sektor pertambangan dan penggalian, sektor perdagangan hotel dan restaurant serta sektor


(65)

jasa-jasa, demikian pula dengan sektor yang potensial untuk maju sebanyak 3 sektor masing-masing yakni sektor pertanian, sektor bangunan dan sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan. Sementara itu sektor yang maju tapi tertekan terdapat satu sektor yaitu sektor industri pengolahan dan dua sektor yang tergolong kedalam sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Dari hasil analisis diatas, dapat dinyatakan bahwa sektor-sektor yang tumbuh dan berkembang di Kabupaten Deli Serdang sebagian besar tergolong kedalam sektor yang maju dan berkembang serta berprospek untuk dapat maju dan berkembang, sehingga dapat dikatakan sebagai daerah yang relatif maju.

Sementara khusus untuk sektor industri pengolahan, walaupun sumbangannya paling besar bagi pembentukan PDRB Kabupaten Deli Serdang tetapi termasuk dalam kategori tumbuh tetapi tertekan, hal ini disebabkan adanya pertumbuhan industri pengolahan yang tinggi di Kota Medan dan Kabupaten Serdang Bedagai sehingga industri pengolahan tumbuhnya dibawah rata-rata tumbuhnya dua Kabupaten tersebut.

4.3 Analisis Location Quotient (LQ)

Analisis Location Quotient (LQ) digunakan untuk mengetahui sektor-sektor ekonomi dalam PDRB yang dapat digolongkan ke dalam sektor basis dan non basis. LQ merupakan suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor di Kabupaten Deli Serdang terhadap besarnya peranan sektor tersebut di tingkat Provinsi Sumatera Utara.


(66)

Nilai LQ>1 berarti bahwa peranan suatu sektor di Kabupaten lebih dominan dibandingkan sektor di tingkat Provinsi dan sebagai petunjuk bahwa Kabupaten surplus akan produk sektor tersebut. Sebaliknya bila nilai LQ<1 berarti perananan sektor tersebut lebih kecil di Kabupaten dibandingkan dengan peranannya di tingkat Provinsi.

Nilai LQ dapat dikatakan sebagai petunjuk untuk dijadikan sebagai dasar bagi penentuan sektor yang potensial untuk dikembangkan, karena sektor tersebut tidak saja dapat memenuhi kebutuhan di dalam daerah, akan tetapi dapat juga memenuhi kebutuhan di daerah lain atau dikatakan surplus.

Hasil perhitungan Location Quotient (LQ) Kabupaten Deli Serdang dari kurun waktu tahun 2000-2009 pada lampiran 4 dicantumkan dalam Tabel 4.3.

Berdasarkan Tabel 4.3. dari hasil perhitungan indeks Location Quotient PDRB Kabupaten Deli Serdang selama periode pengamatan tahun 2000-2009, maka dapat teridentifikasikan sektor-sektor basis dan non basis, terdapat tiga sektor basis di Kabupaten Deli Serdang, yaitu sektor industri pengolahan, sektor perdagangan dan restauran serta sektor jasa-jasa.


(1)

(2)

 

85

Lampiran 5.  Perhitungan Analisis Shift Share DPRB Kabupaten Deli Serdang 

Tahun 2000‐2009 

105

Universitas Sumatera Utara


(3)

 

 

 


(4)

 

85

 


(5)

(6)