Kajian Arsitektur Tradisional sebagai Acuan Desain Rumah Tinggal Kontemporer, Studi Kasus: Arsitektur Vernakular Gayo Lut di Kota Takéngën

ABSTRAK
Suku Gayo merupakan suku yang mendiami dataran tinggi provinsi Aceh, tepatnya
di sekitar pegunungan Bukit Barisan dan danau kawah Lut Tawar. Area berbukit dataran
tinggi Gayo dengan ketinggian 600-1.800 meter di atas permukaan laut dikenal luas akan
kopinya yang berkualitas tinggi.Di sisi lain, tidak banyak yang mengetahui tentang
arsitektur vernakular Gayo bahkan dikalangan orang Indonesia sendiri. Sejumlah
eksplorasi terhadap potensi sumber daya alamnya menyebabkan Takéngën sebagai kota
pusat perkumpulan masyarakat Gayo mengalami perubahan yang cukup signifikan dalam
beberapa tahun terakhir, dan hal ini juga mempengaruhi wajah arsitekturnya.
Rumah tradisional Gayo adalah rumah yang muncul dari kebudayaan masyarakat
tradisionalnya yang memusatkan aktivitas pada pertanian padi dan ritual kepercayaan
turun temurun. Peruntukan ruang pada rumah tradisional dibedakan menurut gender, serta
material rumah bersumber dari bahan baku lokal, utamanya kayu. Rumah kontemporer
menunjukkan ciri yang berbeda: jenis bangunan berkembang berdasarkan aktivitas
praktis, terdapat generalisasi gender dalam peruntukan ruang, serta material yang
digunakan adalah material modern. Meski demikian, masyarakat kontemporer masih
menunjukkan kebutuhan akan ruang yang dapat mengakomodasi aktivitas tradisional
tertentu yang masih mereka jalankan hingga saat ini. Oleh karena itu, kajian ini bertujuan
untuk menemukan acuan desain bagi rumah kontemporer yang mengandung kearifan
lokal di Takéngën. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk menganalisa
hubungan antara budaya tradisional dengan bentukan arsitekturnya, dan untuk

menemukan bentukan arsitektur apa saja yang masih relevan untuk diterapkan dalam
desain rumah kontemporer. Kajian literatur, survei kuisioner, dan wawancara terarah
dilakukan untuk mengumpulkan data, termasuk persepsi masyarakat Gayo terhadap
rumah-rumah tradisional dan kontemporer. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa masih
terdapat beberapa aktivitas kebudayaan tradisional dalam siklus hidup masyarakat Gayo
kontemporer, dan hal tersebut mempengaruhi tingkat penerimaan mereka terhadap desain
rumah tinggal. Hasil akhir penelitian ini adalah acuan desain untuk rumah kontemporer
yang memiliki kearifan lokal Gayo di Takéngën. Acuan desain ini diharapkan dapat
membantu para perencana, akademisi, dan pembuat kebijakan dalam menyediakan konsep
rumah yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat kontemporer tanpa kehilangan
identitas budaya mereka.
Kata kunci: arsitektur vernakular, rumah tradisional-kontemporer, Gayo

i

ABSTRACT

The Gayo are a tribe in the highland region of Aceh Province which reside in the
side of Bukit Barisan mountain range and a crater lake called Lut Tawar. The
mountainous area of the Gayo highlands with an altitude of 600-1,800 meters above sea

level has been well-known worldwide for its high quality coffee. However, little is known
about its vernacular architecture even among Indonesians. Caused mainly by numerous
exploration toward its nature resource, Takéngën as the main city of the Gayo people has
experienced rapid change for years which affected its architectural appearance.
Traditional houses were evolved by a community centered on paddy farming, a
number of rituals were connected to them, their spatial use was assigning certain spaces
to each gender, and they were built from local materials, mainly wood. The contemporary
houses show different properties: The building type has developed based on practical
activity related to coffee farming, the space within the house is used more uniformly
regarding the genders, and modern materials are used. Yet, the contemporary society still
shows the need to maintain some traditions in seeking their cultural identity. Thus, the
study aims to find a set of guidelines for cultural-contemporary houses in Takéngën. This
paper uses qualitative methods to analyse the connection between traditional culture and
its architectural form and to find which architectural form can still be implemented in the
design of contemporary houses. Literature review, questionnaire surveys, and in-depth
interviews were conducted to collect data, including the perception of Gayo people of
traditional and contemporary houses. It is found that there are certain traditional sociocultural factors which are still present in the life cycle of contemporary Gayo society that
affect the amount of their approval towards a specific house design. There are specific
properties which need to be accommodated. As a result, a set of guidelines for culturalcontemporary houses in Takéngën is presented to assist planners, academics and policy
makers in providing housing concepts which can fulfil the requirements of contemporary

residents without losing their cultural identity.
Key words: vernacular architecture, traditional-contemporary house, Gayo

ii